Anda di halaman 1dari 7

Nama : Aurelia Anjani

NIM : 215154040
Kelas : 3B AC
Mata Kuliah : Analisis Laporan Keuangan

Resume Bab 5 Analisis Laporan Keuangan


A. Laporan Keuangan Sektor Publik
Laporan keuangan adalah gambaran mengenai neraca atau laporan posisi keuangan,
laporan laba rugi dan laporan perubahan modal dari suatu perusahaan yang terjadi pada
periode tertentu. Sektor publik terdiri dari dua entitas, yaitu:
1. Entitas Akuntansi
Merupakan unit pemerintahan yang mengelola anggaran, aset, dan kewajiban
akuntansi dan menyajikan laporan keuangan.
2. Entitas Pelaporan
Merupakan unit pemerintahan yang wajib menyajikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan yang bertujuan umum. Entitas
pelaporan terdiri dari:
a. Pemerintah Pusat
b. Pemerintah Daerah
c. Lembaga di lingkungan Pemerintah Pusat
d. Satuan Organisasi di lingkungan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
Pada organisasi Pemerintah Daerah laporan keuangan yang dikehendaki diatur oleh
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 tahun 2000, Kepmendagrai Nomor 29 tahun
2002 pasal 81 ayat (1) serta lampiran XXIX butir (11), PP nomor 58 tahun 2005 tentang
pengelolaan keuangan daerah, Permendagri nomor 13 tahun 2003 tentang pedoman
pengelolaan keuangan daerah, PP nomor 24 tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi
Pemerintahan yang diperbarui lagi melalui PP nomor 71 tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Sesuai PP nomor 71 tahun 2010, laporan keuangan terdiri
dari:
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
2. Laporan perubahan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
3. Neraca
4. Laporan Operasional (LO)
5. Laporan Arus Kas (LAK)
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LKE)
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Terdapat perbedaan mendasar antara Standar Akuntansi Pemerintah menurut PP nomor
24 tahun 2005 dengan Standar Akuntansi Pemerintah berdasarkan PP nomor 71 tahun
2010. Perbedaan dasarnya ialah pada pemakaian basis pencatatan. Pada SAP tahun
2005 menggunakan basis kas modifikasi (untuk mencatat aset, kewajiban dan ekuitas
menggunakan basis akrual dan untuk pencatatan pendapatan dan belanja menggunakan
basis kas). Sedangkan pada SAP PP nomor 71 tahun 2010 menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah harus berkomitmen menggunakan basis akrual dalam setiap
pencatatan keuangannya.
B. Analisis Rasio Keuangan Sektor Publik
Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan
laporan keuangan yang tersedua. Pihak yang berkepentingan dengan analisis rasio
keuangan pada laporan keuangan daerah adalah:
1. DPRD sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat).
2. Pemerintah eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.
3. Pemerintah pusat/provinsi sebagai bahan masukan dalam pembinaan
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
4. Masyarakat dan kreditur, sebagai pihak yang akan turut memiliki saham
pemerintah daerah dan bersedia memberi pinjaman atau membelu obligasi.
Kegunaan analisis rasio pada sektor publik:
1. Menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan
otonomi daerah.
2. Mengukur efektivitas dan efisiensi dalam merealisasikan pendapatan daerah.
3. Mengukur sejauh mana aktivitas pemerintah daerah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya.
4. Mengukur kontribusi masing-masing sumber pendapatan dalam pendapatan
daerah.
5. Melihat pertumbuhan atau perkembangan perolehan pendapatan dan
pengeluaran yang dilakukan selama periode waktu tertentu.
C. Kinerja Keuangan Pemerintah
Kinerja Keuangan daerah merupakan tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang
keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan
indikator keuangan yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-
undangan selama satu periode anggaran. Bentuk kinerja tersebut berupa rasio keuangan
yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa
perhitungan APBD (Agustina, 2013)
Tujuan Pengukuran Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah menurut
Mardiasmo (2002) adalah untuk memenuhi tiga maksud, yaitu :
1. Untuk memperbaiki kinerja pemerintah, ukuran kinerja dimaksudkan untuk
membembantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja,
sehingga pada akhirnya akan meningkatkan efektivitas dalam memberikan
pelayanan publik.
2. Untuk mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
D. Rasio-rasio yang Digunakan untuk Menganalisis Laporan Keuangan Sektor
Publik
1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Menunjukkan seberapa besar dana sendiri atau pendapatan asli daerah yang
digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat. Semakin besar rasio ini berarti ketergantungan
terhadap bantuan dari pihak luar semakin berkurang seperti hibah, bantuan
pemerintah pusat, maupun daerah.
Rasio ini menggambarkan seberapa besar partisipasi masyarakat dalam melakukan
pembangunan karena PAD diperoleh dari masyarakat melalui pajak Retribusi
Daerah yang menjadi komponen utama dalam PAD.
𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah =
𝐁𝐚𝐧𝐭𝐮𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐦𝐞𝐫𝐢𝐧𝐭𝐚𝐡 𝐏𝐮𝐬𝐚𝐭 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
*(semakin tinggi rasio maka semakin baik kinerja suatu Lembaga sektor publik)
Pola Hubungan Kemnadirian Keuangan Daerah
Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubungan
Rendah Sekali 0-25 Instruktif
Rendah >25-50 Konsultif
Sedang >50-75 Partisipatif
Tinggi >75-100 Delegatif

Menurut Hersey dan Blanchard (Halim 2007 : 169) Dikemukakan hubungan


tentang pemerintah pusat dengan daerah dalam melaksanakan kebijakan otonomi
daerah, yang paling utama yaitu mengenai hubungan pelaksanaan undang-undang
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
yaitu:
a. Pola hubungan Instruktif, merupakan peranan pemerintah pusat lebih dominan
daripada pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi
daerah secara finansial)
b. Pola hubungan Konsultatif, Merupakan campur tangan pemerintah pusat yang
sudah mulai berkurang serta lebih banyak memberikan konsultasi, hal ini
dikarenakan daerah dianggap sedikit lebih dapat untuk melaksanakan otonomi
daerah.
c. Pola hubungan Partisipatif, Merupakan pola di mana peranan pemerintah pusat
semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom
bersangkutan telah mampu dalam melaksanakan urusan otonomi. Peran
pemberian konsultasi akan beralih ke peran partisipasi pemerintah pusat.
d. Peran hubungan Delegatif, Merupakan campur tangan pemerintah pusat yang
sudah tidak ada lagi karena daerah telah mampu dan mandiri dalam
melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah pusat akan selalu siap
dengan keyakinan penuh mendelegasikan otonomi keuangan kepada
pemerintah daerahnya sendiri.
2. Rasio Efektivitas
Menunjukkan seberapa efektif suatu daerah dalam merelasikan PAD yang telah
diantarkan tersebut.
𝐑𝐞𝐚𝐥𝐢𝐬𝐚𝐬𝐢 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
Rasio Efektifitas =
𝐓𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐏𝐀𝐃 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐭𝐚𝐩𝐤𝐚𝐧
(Semakin tinggi raso maka semakin baik kinerja suatu lembaga sektor publik)
Tabel Kriteria Kreativitas
Kriteria Efektivitas Presentase Efektivitas
Sangat Efektif > 100
Efektif > 90 - 100
Cukup Efektif > 80 – 90
Kurang Efektif > 60 – 80
Tidak Efektif < 60

3. Rasio Efesiensi Pendapatan Asli Daerah


Menunjukkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima.
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan
dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah
100%. Semakin kecil Rasio Efisiensi Keuangan Daerah berarti Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah semakin baik.
𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐦𝐮𝐧𝐠𝐮𝐭 𝐏𝐀𝐃
Rasio Efisiensi PAD =
𝐑𝐞𝐚𝐥𝐢𝐬𝐚𝐬𝐢 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
(Semakin kecil rasio efisiensi, berarti kinerja suatu lembaga sektor publik semakin
baik)
4. Rasio Aktivitas
Menunjukkan perbandingan antara aktivitas-aktivitas baik dari segi apa yang
dilaksanakan maupun kapan pelaksanaannya. Aktivitas belanja terbagi menjadi
dua, yaitu:
a. Belanja rutin
b. belanja pembangunan.
Pelaksanaan aktivitas tersebut terbagi-bagi dalam beberapa periode atau bagian
dalam tahunan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 tentang pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan daerah khususnya pasal 37 menyebutkan bahwa
Daerah menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan APBD kepada DPRD.
Tujuan dari pelaporan Triwulan tersebut disamping sebagai kontrol jangka pendek
juga diharapkan adanya pemerataan pelaksanaan dalam tiap periodenya.
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐑𝐮𝐭𝐢𝐧
Rasio belanja terhadap APBD =
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐏𝐁𝐍

𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐏𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠𝐮𝐧𝐚𝐧


Rasio belanja Pembangunan terhadap APBN =
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐀𝐏𝐁𝐃

5. Derajat Desentralisasi Fiskal


Mengukur kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam membiayai belanja
daerah. Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah, untuk
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan
kewenangannya.
𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡 (𝐏𝐀𝐃)
Derajat Desentralisasi =
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡

6. Rasio Ketergantungan
Mengukur seberapa besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah menggunakan
dana dana yang diberikan pemerintah.
𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐟𝐞𝐫
Rasio Ketergantungan =
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
(Semakin tinggi Rasio ketergantungan maka semakin buruk pemerintah daerah,
karena tidak adanya dana dari penghasilan daerah sendiri yang seharusnya dapat
membiaya daerah yang bersangkutan)
Tabel Ketergantungan Keuangan
Ketergantungan Keuangan Presentase
Rendah Sekali 0% - 25%
Rendah 25% - 50%
Sedang 50% - 75%
Tinggi 75% - 100%

7. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)


Menilai kinerja pemasukan operasional perusahaan guna menjamin pelunasan
utangnya. Rasio DSCR Juga menggambarkan kemampuan dalam melakukan
pembayaran pinjaman dari pihak ketiga.
𝐏𝐀𝐃+𝐁𝐃+𝐃𝐀𝐔−𝐁𝐖
DSCR =
𝐀𝐧𝐠𝐠𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐏𝐨𝐤𝐨𝐤+𝐁𝐮𝐧𝐠𝐚+𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐏𝐢𝐧𝐣𝐚𝐦𝐚𝐧 𝐉𝐚𝐭𝐮𝐡 𝐓𝐞𝐦𝐩𝐨

8. Rasio Pertumbuhan (Growth Ratio)


Rasio ini digunakan untuk mengetahui komponen-komponen (pendapatan, PAD,
belanja, belanja rutin dsb) yang perlu mendapatkan perhatian. Rasio ini
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan
meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode sebelumnya ke periode
berikutnya.
Pertumbuhan yang diukur dalam organisasi sektor publik meliputi :
a. Pertumbuhan Aset
Mengukur perubahan dari aset antara satu periode dengan periode yang
lainnya.
𝐀𝐬𝐞𝐭 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐀𝐬𝐞𝐭 𝐀𝐰𝐚𝐥
Pertumbuhan Aset = x 100%
𝐀𝐬𝐞𝐭 𝐀𝐰𝐚𝐥
b. Pertumbuhan Utang
Mengukur perubahan dari utang antara satu periode dengan periode yang
lainnya
𝐔𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐔𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐀𝐰𝐚𝐥
Pertumbuhan Utang = x 100%
𝐔𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐀𝐰𝐚𝐥
c. Pertumbuhan Ekuitas
Mengukur perubahan dari ekuitas antara satu periode dengan periode yang
lainnya.
𝐄𝐤𝐮𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐄𝐤𝐮𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐀𝐰𝐚𝐥
Pertumbuhan Ekuitas = x 100%
𝐄𝐤𝐮𝐢𝐭𝐚𝐬 𝐀𝐰𝐚𝐥
d. Pertumbuhan Pendapatan
Mengukur perubahan dari pendapatan antara satu periode dengan periode yang
lainnya
𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐰𝐚𝐥
Pertumbuhan Pendapatan = x 100%
𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐰𝐚𝐥
e. Pertumbuhan Belanja
Mengukur perubahan dari belanja antara satu periode dengan periode yang
lainnya.
𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐀𝐰𝐚𝐥
Pertumbuhan Belanja = x 100%
𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐀𝐰𝐚𝐥
f. Pertumbuhan Surplus/Defisit
Mengukur perubahan dari surplus/defisit antara satu periode dengan periode
yang lainnya.
𝐒/𝐃 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐒/𝐃 𝐀𝐰𝐚𝐥
Pertumbuhan Surplus/Defisit = x 100%
𝐒/𝐃 𝐀𝐰𝐚𝐥
g. Pertumbuhan SiLPA/SiKPA
Mengukur perubahan dari SiLPA/SiKPA antara satu periode dengan periode
yang lainnya
𝐒𝐢𝐋𝐏𝐀/𝐒𝐢𝐊𝐏𝐀 𝐀𝐤𝐡𝐢𝐫−𝐒𝐢𝐋𝐏𝐀/𝐒𝐢𝐊𝐏𝐀 𝐀𝐰𝐚𝐥
Pertumbuhan SiLPA/SiKPA = x 100%
𝐒𝐢𝐋𝐏𝐀/𝐒𝐢𝐊𝐏𝐀 𝐀𝐰𝐚𝐥

9. Rasio Standar Penerimaan Pendapatan


Rasio standar penerimaan pendapatan bermanfaat untuk mengawasi dan
mengendalikan manajemen pemerintah daerah dalam melaksanakan pemungutan
pendapatan daerah rasio standar penerimaan pendapatan meliputi :
a. Rasio Cakupan
Rasio untuk mengetahui tingkat efektifnya pemerintah daerah dalam
merealisasikan potensi pendapatannya.
𝐒𝐮𝐛𝐣𝐞𝐤/𝐎𝐛𝐣𝐞𝐤 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐑𝐞𝐫𝐝𝐚𝐟𝐭𝐚𝐫
Rasio Cakupan =
𝐏𝐨𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐒𝐮𝐛𝐣𝐞𝐤/𝐎𝐛𝐣𝐞𝐤 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧
b. Rasio Biaya Pemungutan
Sama dengan Rasio Efisiensi Penerimaan Pendapatan. Rasio ini dihitung
dengan membandingkan biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh
pendapatan. Agar rasio biaya pengumungutan ini baik dalam arti efisien, maka
biasa pemungutan harus ditekan seefisien mungkin agar pendapatan bersih
meningkat.
𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐦𝐮𝐧𝐠𝐮𝐭 𝐏𝐀𝐃
Rasio Biaya Pemungutan =
𝐑𝐞𝐚𝐥𝐢𝐬𝐚𝐬𝐢 𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚𝐚𝐧 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐀𝐬𝐥𝐢 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
c. Rasio Biaya Pelayanan
Rasio untuk mengukur efisiensi dalam penerimaan retribusi daerah.
𝐁𝐢𝐚𝐲𝐚 𝐏𝐞𝐥𝐚𝐲𝐚𝐧𝐚𝐧
Rasio Biaya Pelayanan =
𝐏𝐞𝐧𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐑𝐞𝐭𝐫𝐢𝐛𝐮𝐬𝐢
d. Rasio Pemungutan
Rasio untuk mengukur realisasi pemungutan pajak daerah dibandingkan
dengan tunggakan dan tagihan baru.
(𝐡𝐚𝐬𝐢𝐥 𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠+𝐭𝐚𝐠𝐢𝐡𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧 𝐥𝐚𝐥𝐮)
Rasio Pemungutan =
(𝐭𝐚𝐫𝐠𝐞𝐭 𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠+𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐚𝐡𝐮𝐧 𝐥𝐚𝐥𝐮)

Nilai-nilai yang dijadikan standar untuk masing-masing rasio:


Rasio Standar Penerimaan Pendapatan Nilai
Rasio Cakupan (Coverage Ratio) 95%
Rasio Biaya Pemungutan 10%
Rasio Biaya Pelayanan 90%
Rasio Pemungutan 95%

10. Rasio Belanja Langsung & Tidak Langsung


Menurut Mahmudi (2010) analisis proporsi belanja langsung dan tidak langsung
bermanfaat untuk kepentingan manajemen internal pemerintah daerah, yaitu untuk
pengendalian biaya dan pengendalian anggaran. Belanja langsung adalah belanja
yang terkait langsung dengan kegiatan (aktivitas) sedangkan belanja tidak
langsung merupakan pengeluaran belanja yang tidak terkait dengan pelaksanaan
kegiatan secara langsung. Kondisi yang lebih baik yaitu saat belanja langsung lebih
besar dari belanja tidak langsung, dikarenakan belanja langsung sangat
mempengaruhi output kegiatan.
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐋𝐚𝐧𝐠𝐬𝐮𝐧𝐠
Rasio Belanja Langsung terhadap total Belanja =
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐓𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐋𝐚𝐧𝐠𝐬𝐮𝐧𝐠
Rasio Belanja Tidak Langsung terhadap tital Belanja =
𝐓𝐨𝐭𝐚𝐥 𝐁𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐚 𝐃𝐚𝐞𝐫𝐚𝐡

Anda mungkin juga menyukai