Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SOLVABILITAS ANGGARAN DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN

Dosen Pengampu : Veronica Ananta SE, M. Sc

Di Susun Oleh

Kelompok 10:

1. Ramayuni Naomi Simanjuntak (4202014101)


2. Viktaria Taradifa (4202014121)

7D ASP

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “ Solvabilitas Anggaran dan Kemandirian Keuangan ” dengan tepat waktu.
Adapun maksud dari penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Analisis Laporan Keuangan Daerah. Diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca serta bagi penulis sendiri.
Dalam proses penyusunan makalah ini kami mengalami beberapa hambatan
dan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu
kami membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca agar dapat memperbaiki
kekurangan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan
bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih

Pontianak, 26 Oktober 2023

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah .............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Solvabilitas Anggaran .......................................................................................2
2.2 Kemandirian Keuangan ....................................................................................4
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diberlakukannya prinsip otonomi memberikan kebebasan bagi Pemerintah
Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan. Di sisi lain Pemerintah Pusat dan
Provinsi masih mengalokasikan dana transfer untuk pemerataan kemampuan
keuangan daerah. Ketergantungan akan dana transfer tanpa disadari menjadikan
Pemerintah Daerah kurang inovatif dan memiliki kesadaran yang rendah terhadap
kondisi keuangannya. Monitoring kesehatan keuangan secara periodik merupakan
hal yang wajib dilakukan untuk membentuk suatu early warning system terhadap
berbagai kemungkinan di masa mendatang baik dari sisi ekonomi makro maupun
sosial politik. Nilai indeks dimensi kemandirian keuangan yang rendah
mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah perlu untuk lebih mengoptimalkan
upaya pencarian sumber dana baru dan basis pajak. Keseimbangan dalam
penerimaan dan pengeluaran, manajemen struktur utang dan efisiensi belanja juga
harus diperhatikan seiring dengan peningkatan kualitas penganggaran agar kondisi
kesehatan keuangan secara keseluruhan dapat terjaga di tengah dinamika kondisi
sosial ekonomi yang ada.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan solvabilitas anggaran?
2. Apa yang dimaksud dengan kemandirian keuangan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa itu solvabilitas anggaran
2. Untuk mengetahui apa itu kemandirian keuangan

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Solvabilitas Anggaran

Solvabilitas anggaran menunjukkan kemampuan pemerintah daerah untuk


mendapatkan pendapatan untuk mendannai operasionalnya selama satu periode
kuangan (Nollenberger dkk., 2003). Indikator dimensi ini ditunjukkan melalui
keseimbangan antara pendapatan normal pemda dibagi dengan pengeluaran
operionalnya (Ritonga, 2014).

Perhitungan Indeks Dimensi Solvabilitas Anggaran

Untuk menentukan hasil solvabilitas anggaran, perlu menghitung indeks


solvabilitas anggaran yang menjadi hasil dari nilai solvabilitas anggaran. Tujuan
perhitungan indeks dimensi solvabilitas anggaran untuk mengetahui sejauh mana
pemerintah daerah memiliki kemampuan untuk menutupi belanja operasionalnya.
Semakin besar hasil nilai dari perhitungan indeks dimensi solvabilitas anggaran,
menandakan Pemda mempunyai kemampun yang cukup baik dalam menutupi
belanja operasionalnya. Nilai indikator kesehatan keuangan untuk solvabilitas
anggran menurut Ritonga (2014) adalah 0,142. Adapun tahapan-tahapan dalam
menghitung indeks dimensi solvabilitas anggaran dibagai menjadi tiga tahap
diantaranya:

Tahap 1 : Menghitung rasio-rasio solvabilitas anggaran

Untuk menghitung rasio solvabilitas anggaran, akun keuangan yang diaudit


digunakan. Rasio-rasio solvabiliras anggaran dikelompokan menjadi 4 rasio, setiap
rasio memiliki perhitungan yang berbeda.

Rasio A (Total Pendapatan – Pendapatan DAK)/(Total Belanja – Belanja


Modal)

Rasio B (Total Pendapatan – Pendapatan DAK)/Belanja Operasional

2
Rasio C (Total Pendapatan – Pendapatan DAK)/Belanja Pegawai

Rasio D Total Pendapatan/ Total Belanja

Total penerimaan APBD berkurang karena dana APBD tidak berulang dan
tidak berada dalam kendali pemerintah daerah. Dalam hal rasio A, seluruh
pengeluaran dikurangi dari belanja modal, karena tidak termasuk dalam lingkup
operasi pemerintah daerah. Saat menghitung rasio C, biaya pegawai digunakan
sebagai penyebut karena merupakan sebagian besar biaya operasional.

Tahap 2: Menghitung Indeks Rasio

Setelah menghitung rasio-rasio solvabilitas anggaran, selanjutnya adalah


menghitung indeks rasio. Menghitung indeks setiap rasio dengan rumus:

Keterangan:

Indeks Rasion = tahun anggaran

Nilai Aktualn = nilai Rasio tahun anggaran

Nilai Tertinggi = nilai rasio paling besar

Nilai Terendah = nilai rasio paling kecil

Nilai pengamatan terkecil sepanjang waktu pengamatan adalah nilai terkecil.


Nilai dengan nilai nyata tertinggi adalah nilai dengan data yang paling banyak
diamati selama periode pengamatan. Akibatnya, nilai maksimum indeks adalah 1
dan nilai minimumnya adalah 0. Sekali setahun, nilai terendah dan maksimum
dihitung.

Tahap 3: Menghitung Indeks Dimensi Solvabilitas Anggaran

Setelah selesai dan mendapatkan hasil dari perhitungan indeks rasio, tahap
selanjutnya adalah menghitung indeks dimensi. Rata-rata aritmatika dari indeks
rasio yang membentuk indeks dimensi. Diasumsikan oleh Ritonga (2014) bahwa

3
setiap indeks indikator memiliki bobot yang sama dalam hal kepentingan. Rerata
aritmatika indeks rasio solvabilitas anggaran digunakan untuk menghitung indeks
dimensi solvabilitas anggaran. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

2.2 Kemandirian Keuangan

Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu


daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan
kepada masayarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan daerah.

Rasio kemandirian keuangan juga menggambarkan tingkat partisipasi


masyarakat dalam membangun daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian maka
semakin tinggi partisipasi dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang
merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Secara konseptual, pola
hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, harus dilakukan
sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai pelaksanaan
pemerintah dan pembangunan, walaupun pengukuran kemampuan keuangan
daerah ini akan menimbulkan perbedaan.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) dapat dihitung dengan


menggunakan rumus sebagai berikut :

Ada empat macam pola hubungan yang memperkenalkan "Hubungan


Situasional" yang dapat digunakan dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama

4
pelaksanaan Undang-Undang Nomer 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan daerah antara lain (Halim, 2004: 188-189):

a) Pola Hubungan Instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada
kemandirian pemerintah daerah. (Daerah yang tidak mampu melaksanakan
otonomi daerah).
b) Pola Hubungan Konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai
berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mapan, melaksanakan
otonomi.
c) Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang
mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati
mampu melaksanakan urusan otonomi.
d) Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat, sudah tidak ada
karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan
urusan otonomi daerah.

Sebagai pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan daerah


(dari sisi keuangan) dapat dikemukakan tabel sebagai berikut:

5
Hasil dari perhitungan dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat di lihat
di Tabel di bawah ini :

Berdasarkan perhitungan pada Rasio Kemandirian Keuangan Daerah


menunjukkan bahwa pendapatan atau bantuan dari pihak ekstern dalam hal ini
bantuan dari pemerintah provinsi maupun dari pemerintah pusat selalu mengalami
kenaikan dan pola hubungannya termasuk pola hubungan Instruktif di mana
peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah
(daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah). Walaupun mengalami
kenaikan dari tahun ke tahun, pola kemandirian keuangannya masih tergolong pola
hubungan Instruktif karena masih tergolong dalam interval 0%-25% dimana
peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada pemerintah daerah itu sendiri.

Menurut uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Rasio Kemandirian Keuangan


daerah selama lima tahun pada pemerintah Kabupaten Gunungkidul memiliki rata-
rata kemandiriannya masih tergolong rendah sekali dan dalam kategori pola
hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat masih sangat dominan
dibandingkan pemerintah daerah, karena masih tergolong interval 0-25%. Rasio
kemandirian yang masih rendah menggambarkan kemampuan keuangan daerah
Kabupaten Gunungkidul dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan daerah masih sangat tergantung bantuan dari pemerintah pusat.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Solvabilitas anggaran menunjukkan kemampuan pemerintah daerah untuk


mendapatkan pendapatan untuk mendanai operasionalnya selama satu periode
keuangan (Nollenberger dkk., 2003). Indikator dimensi ini ditunjukkan melalui
keseimbangan antara pendapatan normal pemda dibagi dengan pengeluaran
operasionalnya.

Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menunjukkan tingkat kemampuan suatu


daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan
kepada masayarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan yang diperlukan daerah.

7
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Irfandhia Nugraha, Desi Indriasari. 2022. “Analisis Solvabilitas


Anggaran Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun Anggaran
2016-2022”. Sinomika Journal Publikasi Ilmiah Bidang Ekonomi dan
Akuntansi. Vol. 1 No. 2.
Ardiyana Primawaty, Irwan Taufiq Ritonga. 2017. “Analisis Kondisi Keuangan
Pemerintah Daerah Se-Sumatera Tahun 2011–2015”. Accounting And
Business Information System Journal. Universitas gajah Mada. Vol 5, No. 1.
Rigel Nurul Fathah. “Analisis Rasio Keuangan untuk Penilaian Kinerja pada
Pemerintah Daerah Kabupaten Gunung Kidul”. Jurnal EBBANK. Vol.8 ▪ No.
1. Hal. 33-48. Universitas Aisyiyah Yogyakarta
Valentina Yesi Yuliana. “Analisis Rasio Anggaran dan Pendapatan Belanja (Studi
Kasus Pada Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2005-2007)”.

Anda mungkin juga menyukai