Di Susun Oleh
Kelompok 10:
7D ASP
JURUSAN AKUNTANSI
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “ Solvabilitas Anggaran dan Kemandirian Keuangan ” dengan tepat waktu.
Adapun maksud dari penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Analisis Laporan Keuangan Daerah. Diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan wawasan bagi pembaca serta bagi penulis sendiri.
Dalam proses penyusunan makalah ini kami mengalami beberapa hambatan
dan kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu
kami membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca agar dapat memperbaiki
kekurangan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan
bermanfaat bagi kita semua. Terimakasih
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Rasio C (Total Pendapatan – Pendapatan DAK)/Belanja Pegawai
Total penerimaan APBD berkurang karena dana APBD tidak berulang dan
tidak berada dalam kendali pemerintah daerah. Dalam hal rasio A, seluruh
pengeluaran dikurangi dari belanja modal, karena tidak termasuk dalam lingkup
operasi pemerintah daerah. Saat menghitung rasio C, biaya pegawai digunakan
sebagai penyebut karena merupakan sebagian besar biaya operasional.
Keterangan:
Setelah selesai dan mendapatkan hasil dari perhitungan indeks rasio, tahap
selanjutnya adalah menghitung indeks dimensi. Rata-rata aritmatika dari indeks
rasio yang membentuk indeks dimensi. Diasumsikan oleh Ritonga (2014) bahwa
3
setiap indeks indikator memiliki bobot yang sama dalam hal kepentingan. Rerata
aritmatika indeks rasio solvabilitas anggaran digunakan untuk menghitung indeks
dimensi solvabilitas anggaran. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
4
pelaksanaan Undang-Undang Nomer 33 tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan daerah antara lain (Halim, 2004: 188-189):
a) Pola Hubungan Instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada
kemandirian pemerintah daerah. (Daerah yang tidak mampu melaksanakan
otonomi daerah).
b) Pola Hubungan Konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai
berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mapan, melaksanakan
otonomi.
c) Pola Hubungan Partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang
mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati
mampu melaksanakan urusan otonomi.
d) Pola Hubungan Delegatif, campur tangan pemerintah pusat, sudah tidak ada
karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan
urusan otonomi daerah.
5
Hasil dari perhitungan dari Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dapat di lihat
di Tabel di bawah ini :
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
7
DAFTAR PUSTAKA