Anda di halaman 1dari 22

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH UNTUK MENILAI

KINERJA KEUANGAN DAERAH


(Studi Kasus Pemerintah Daerah Kab/Kota Se-Kalimantan Barat
2012 – 2015)

Dosen Pengampu : Dr. A. Razak, SE, MM.Ak.CA

Disusun Oleh :
Livia (4201614036)

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK


AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang bejudul
“ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH UNTUK MENILAI KINERJA
KEUANGAN DAERAH (Studi Kasus Pemerintah Daerah Kab/Kota Se-
Kalimantan Barat 2012 – 2015)”. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah
Metode Penelitian Kebijakan Publik, Dr. A. Razak, SE, MM.Ak.CA.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan daa-data yang penyusun peroleh
dari informasi di media masa dan literatur dari berbagai buku oleh berbagai
penulis yang berhubungan dengan ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH
UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN DAERAH. Penyusun telah
berusaha semaksimal mungkin untuk menjadikan makalah ini jauh lebih baik.
Namun apabila masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka
penyusung sangat mengharapkan adanya masukan maupun kritikan yang sifatnya
membangun dari semua pihak. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini,
semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan wawasan bagi kita
semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2

1.3 Tujuan penelitian ........................................................................................ 2

1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4

2.1 Analisis Kinerja Keuangan Daerah ............................................................. 4

2.2 Analisis Rasio Keuangan Daerah ................................................................ 4

2.3 Jenis Rasio Keuangan Daerah ..................................................................... 5

2.4 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 13

BAB II METODE PENELITIAN ...................................................................... 16

3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Pendekatan ............................................... 16

3.2 Kehadiran Peneliti ....................................................................................... 16

3.3 Lokasi .......................................................................................................... 16

3.4 Tahapan Penelitian....................................................................................... 16

3.5 Sumber Data ................................................................................................ 17

3.6 Prosedur Pengambilan Data ......................................................................... 17

3.7 Teknik Analisa Data .................................................................................... 17

3.8 Mengecek Keabsahan Temuan .................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lembaga pemerintahan merupakan organisasi yang diberi kekuasaan untuk


mengatur kepentingan bangsa dan negara. Lembaga pemerintahan dibentuk
umumnya untuk menjalankan aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai
organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan mempunyai tujuan untuk menyediakan
layanan dan kemampuan meningkatkan layanan tersebut di masa yang akan
datang. Tujuan yang ingin dicapai biasanya ditentukan dalam bentuk kualitatif,
misalnya peningkatan keamanan dan kenyamanan, mutu pendidikan, mutu
kesehatan dan keamanan.
Sehubungan dengan banyaknya perubahan di bidang ekonomi, sosial dan
politik dalam era reformasi ini, berdampak pada percepatan perubahan perilaku
masyarakat, terutama yang berkaitan dengan tuntutan masyarakat akan adanya
transparansi pelaksanaan kebijaksanaan pemerintah, demokratisasi dalam
pengambilan keputusan, pemberian pelayanan oleh pemerintah yang lebih
berorientasi pada kepuasan masyarakat dan penerapan hukum secara konsekuen.
Sebagai konsekuensinya maka pemerintah memberlakukan Undang- Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sekarang menjadi Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sejak
bulan Januari tahun 2001 yang sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004.
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal,
pemerintah daerah dituntut untuk memiliki kemandirian keuangan daerah yang
lebih besar. Dengan tingkat kemandirian keuangan yang lebih besar berarti daerah
tidak akan lagi sangat tergantung pada bantuan dari pemerintah pusat dan propinsi
melalui dana perimbangan. Namun tidak berarti jika kemandirian keuangan daerah
tinggi, maka daerah sudah tidak perlu lagi mendapatkan dana perimbangan. Dana
perimbangan masih tetap diperlukan untuk mempercepat pembangunan di daerah.

1
2

Beberapa permasalahan keuangan daerah yang dihadapi Pemerintah Daerah


Kab/Kota Se-Kalimantan Barat antara lain: (1) ketergantungan pemerintah daerah
kepada subsidi dari pemerintah pusat yang tercermin dalam besarnya bantuan
pemerintah pusat baik dari sudut anggaran rutin, yaitu subsidi daerah otonom
maupun dari sudut anggaran pemerintah daerah, (2) rendahnya kemampuan
daerah untuk menggali potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah yang
tercermin dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif kecil
dibanding total penerimaan daerah, (3) kurangnya usaha dan kemampuan
penerimaan daerah dalam pengelolaan dan menggali sumber-sumber pendapatan
yang ada. (4) Inefisiensi pemerintah daerah dalam melakukan belanja daerah.
Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui bagaimana kinerja keuangan
Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota/ Kabupaten, maka
diambil judul “Analisis Rasio Keuangan Daerah untuk Menilai Kinerja Keuangan
Daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Pemerintah
Daerah Kab/Kota Se-Kalimantan Barat tahun Anggaran 2012-2015”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan bagaimana kinerja
keuangan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Pemerintah Daerah
Kab/Kota Se-Kalimantan Barat jika dilihat dari rasio keuangan daerah?

1.3 Tujuan penelitian


Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana kinerja
keuangan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Asset Pemerintah Daerah
Kab/Kota Se-Kalimantan Barat jika dilihat dari rasio keuangan daerah. Populasi
dalam penelitian adalah Laporan Realisasi Anggaran Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Asset Pemerintah Daerah Kab/Kota Se-Kalimantan
Barat dimana sampel yang diambil adalah empat tahun terakhir (2012-2015).
Adapun variabel yang diteliti meliputi rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio
efisien, rasio aktivitas dan rasio pertumbuhan sebagai veriabel bebas serta kinerja
keuangan daerah sebagai variabel terikat.
3

1.4 Kegunaan Penelitian


Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai bagaimana kinerja keuangan Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Asset Pemerintah Daerah Kab/Kota Se-Kalimantan Barat jika
dilihat dari rasio keuangan daerah bagi peneliti dan bagi pembaca.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Analisis Kinerja Keuangan Daerah
Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan
berdasarkan laporan keuangan yang tersedia (Halim, 2012:L-4). Analisis
laporan keuangan adalah kegiatan untuk menginterpretasikan angka-angka
dalam laporan keuangan dalam rangka menilai kinerja keuangan yang hasil
analisis tersebut akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
ekonomi, sosial, atau politik (Mahmudi, 2010:87). Menurut Carmeli (2002)
dalam Turley (2014:3) Analisis terhadap laporan keuangan dianggap menjadi alat
manajerial yang penting untuk evaluasi kekuatan, dan kelemahan suatu
perusahaan, dan menurut Groves, Godsey, dan Shulman (2003) dalam Turley
(2014:3) Kondisi keuangan adalah konsep yang luas yang menggambarkan
kesehatan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka pengelolaan pemerintah
daerah yang transparan, jujur, demokrasi, efektif, efisien, dan akuntabel,
analisis kinerja keuangan daerah perlu dilakukan dengan menggunakan salah
satu ukuran yaitu analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Hasil analisis rasio keuangan pemerintah daerah
tersebut akan menunjukkan kondisi dan kinerja keuangan daerah selama
periode yang dianalisis.

2.2 Analisis Rasio Keuangan Daerah


Rasio keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dengan menggunakan
laporan keuangan yang berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kondisi
keuangan dan kinerja perusahaan. Rasio keuangan adalah angka yang
diperoleh dari hasil perbandingan antara satu pos laporan keuangan dengan
pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.
Perbandingan dapat dilakukan antara satu pos dengan pos lainnya dalam satu
laporan keuangan atau antar pos yang ada di antara laporan keuangan (Hery,
2015: 162). Menurut Faud (2016:137), Rasio keuangan adalah kegiatan
membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara

4
5

membagi satuan angka dengan angka lainnya, angka yang diperbandingkan


dapat berupa angka-angka dalam satu periode maupun beberapa periode.
Kegiatan membandingkan tersebut dapat dilakukan antar komponen yang ada
didalam laporan keuangan, dan perbandingan tersebut dapat berupa angka-
angka yang terjadi dalam satu periode atau beberapa periode. Analisis rasio
keuangan merupakan perbandingan antara dua angka yang datanya diambil dari
elemen laporan keuangan. Analisis rasio keuangan dapat digunakan untuk
menginterprestasikan perkembangan kinerja dari tahun ke tahun dan
membandingkannya dengan kinerja organisasi lain yang sejenis (Mahmudi,
2010: 88). Menurut Halim (2012:L-4), analisis rasio keuangan pada APBD
dilakukan dengan membandingkan hasil yang dicapai dari satu dekade
dibandingkan dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana
kecenderungan yang terjadi. Jadi analisis rasio keuangan adalah suatu kegiatan
membandingkan angka-angka yang terdapat didalam laporan keuangan,
angka-angka yang dibandingkan dapat dari satu periode atau beberapa periode,
tujuan analisis ini untuk mengetahui tingkat kinerja atau hasil yang dicapai
selama periode yang dianalisis. Analisis rasio keuangan pada APBD ini sangat
berguna bagi beberapa pihak, adapun pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap rasio keuangan APBD ini menurut Faud (2016: 138), adalah sebagai
berikut:
1. DPRD; sebagai wakil dari pemilik daerah (masyarakat)
2. Pihak eksekutif; sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.
3. Pemerintah pusat/propinsi; sebagai bahan masukan dalam pembinaan
pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.
4. Masyarakat dan kreditur; pihak yang bersedia memberikan pinjaman
ataupun membeli obligasi.

2.3 Jenis Rasio Keuangan Daerah


Analisis terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, berarti perlu alat
yang digunakan untuk analisis, salah satu alat yang sering digunakan untuk
mengetahui kinerja suatu organisasi adalah menggunakan rasio keuangan.
6

Berikut ini merupakan beberapa rasio keuangan yang dikembangkan berdasarkan


data keuangan yang terdapat dalam APBD.
1. Derajat Desentralisasi
Menurut Halim (2009: 1), desentralisasi adalah sebuah alat untuk
mencapai salah satu tujuan bernegara, khususnya dalam rangka memberi
pelayanan umum yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan
keputusan yang demokratis yang dapat diwujudkan melalui pelimpahan
wewenang, wewenang yang diberikan pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah yaitu untuk melakukan hal-hal seperti kewenangan
memungut pajak, terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat, dan lain
sebagainya.
Menurut Sidik (2003) dalam Halim (2009:1), desentralisasi dapat dibagi
menjadi 4 jenis, yaitu: pertama, Desentralisasi Politik, yakni
pemberian hak kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih
suatu kekuasaan yang kuat untuk mengambil keputusan publik. Kedua,
Desentralisasi Administratif, yakni pelimpahan wewenang yang
bertujuan untuk mendistribusikan kewenangan, tanggungjawab, dan
sumber-sumber keuangan untuk penyediaan pelayanan publik. Ketiga,
Desentralisasi Fiskal, yakni pelimpahan kewenangan yang mencakup self
financing atau cost recovery dalam pemberian pelayanan publik,
confinancing atau coproduction dari pengguna jasa publik, peningkatan
taxing power, transfer dan bagi hasil, serta kewenangan dalam
kebebasan melakukan pinjaman. Keempat, Desentralisasi Ekonomi,
yakni kewenangan yang berkaitan dengan pengambilan keputusan
kebijakan ekonomi yang bertitik berat pada efisiensi ekonomi dalam
penyediaan barang publik melalui liberalisasi, privatisasi, dan deregulasi,
yang sejalan dengan ekonomi pasar. Dari keempat jenis desentralisasi
tersebut, desentralisasi fiskal merupakan yang paling diutamakan,
karena dalam sebuah organisasi keuangan merupakan penggerak
segala aktivitas yang terjadi dalam organisasi, sehingga menjadi tidak
lengkap bila tidak ada desentralisasi fiskal dalam suatu organisasi.
7

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penilaian terhadap tingkat


desentralisasi suatu pemerintah daerah. Derajat desentalisai
merupakan salah rasio keuangan yang dapat digunakan untuk
menunjukkan tingkat kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan
pembangunan. Rasio ini juga menunjukkan derajat kontribusi PAD
terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, ini
berarti bahwa semakin tinggi pula kemampuan pemerintah daerah dalam
melaksanakan desentralisasi (Mahmudi, 2010: 142). Dalam artikel yang
diterbitkan oleh Kementrian Keuangan (2014) menyatakan bahwa apabila
derajat desentralisasi berada dibawah 50%, ini menunjukkan bahwa
pemerintah daerah belum mampu untuk menyelenggrakan
desentralisasi.

2. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah


Ketergantungan merupakan keadaan dimana suatu organisasi
tergantung pada organisasi lainnya, sehingga organisasi tersebut tidak
dapat memikul tanggung jawabnya sendiri. Dalam hal organisasi
pemerintahan, pemerintah daerah tergantung pada dana yang di berikan
oleh pemerintah pusat/provinsi. Dana yang diterima oleh pemerintah
daerah dari pemerintah pusat/provinsi adalah sebagai berikut:
a) Dana perimbangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 55 tahun 2005, adalah sebagai berikut:
1) Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
2) Dana bagi hasil sumber daya alam adalah bagian daerah yang
berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
8

3) Dana alokasi umum adalah dana yang bersumber dari


pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
4) Dana alokasi khusus adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
b) Dana transfer lainnya adalah dana yang dialokasikan kepada daerah
untuk melaksanakan kebijakan tertentu berdasarkan undang-undang.
c) Dana transfer dari pemerintah provinsi berupa pendapatan bagi hasil
pajak, pendapatan bagi hasil lainnya, dan pendapatan lainnya.
Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pemerintah daerah
terhadap dana dari pemerintah pusat/provinsi tersebut, perlu dilakukan
pengukuran, yaitu dengan rasio ketergantungan daerah yang mengukur
tingkat ketergantungan suatu daerah terhadap bantuan pihak eksternal,
baik yang bersumber dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah
lain. Menurut Mahmudi (2010: 142), rasio ini ditunjukkan dengan
membandingkan pendapatan transfer dan total pendapatan. Semakin
besar tingkat rasio ketergantungan daerah maka semakin besar pula
ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap dana eksternal.

3. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kemandirian berarti mampu untuk


berdiri sendiri tanpa bantuan pihak ekternal, dan mampu untuk
bertanggung jawab pada diri sendiri. Untuk mengetahui kemandirian
suatu organisasi maka perlu untuk melakukan pengukuran, dalam
hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan rasio kemandirian
keuangan daerah. Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) ini
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai
sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
9

pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah


ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan
dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain. Semakin
tinggi rasio kemandirian keuangan daerah berarti semakin tinggi pula
kemandirian keuangan daerah (Halim, 2012: L-5).
a) Pola hubungan instruktif, pemerintah daerah lebih banyak
mendapatkan pengarahan dan petunjuk dari pemerintah pusat,
sehingga tingkat kemandirian sangat rendah. Daerah dengan pola ini
dikategorikan sebagai daerah yang tidak mampu menyelenggarakan
urusan otonomi daerah.
b) Pola hubungan konsultatif, pengarahan dan campur tangan pemerintah
pusat mulai berkurang karena kemampuan pemerintah daerah
mulai meningkat. Daerah dengan pola ini dikategorikan sebagai
daerah yang sedikit mampu menyelenggarakan urusan
otonominya.
c) Pola hubungan partisipatif, pengarahan dari pemerintah pusat
semakin berkurang mengingat pemerintah daerah tingkat
kemandiriannya telah lebih tinggi. Daerah dengan pola ini
dikategorikan sebagai daerah yang mendekati mampu
menyelenggarakan urusan otonominya.
d) Pola hubungan delegatif, campur tangan pemerintah pusat tidak ada
lagi, karena pemerintah daerah tersebut telah mandiri dan daerah
dengan pola ini dikategorikan sebagai daerah yang mampu
menyelenggarakan urusan otonominya.

4. Rasio Efektivitas Pajak Daerah


Efektivitas (hasil guna) adalah ukuran keberhasilan suatu
organisasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Efektivitas merupakan perbandingan outcome dan output. Outcome
merupakan dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat
sedangkan output merupakan hasil yang dicapai dari suatu program
10

aktivitas dan kebijakan (Mahsun, 2014: 191). Berdasarkan hal tersebut


perlu dilakukan pengukuran untuk mengetahui tingkat keberhasilan
pengumpulan pajak daerah, dalam hal ini dengan menggunakan rasio
efektivitas yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah
dalam merealisasikan pajak daerah yang direncanakan dibandingkan
dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi sesungguhnya yang
ada di daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas
dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal
sebesar 1 (satu) atau 100 persen (Halim, 2012: L-6).

5. Rasio Efisiensi Pajak Daerah


Efisiensi (daya guna) berhubungan dengan metode operasi. Proses
kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau
hasil karya tertentu mempergunakan sumber daya dan dana yang
serendah-rendahnya. Efisiensi merupakan perbandingan antara output
dan input. Output merupakan realisasi biaya untuk memperoleh
penerimaan daerah dan input merupakan realisasi dari penerimaan daerah
(Mahsun, 2014: 189). Untuk mengetahui efisiensi pajak daerah maka
perlu dilakukan Pengukuran dengan rasio efisiensi pajak daerah,rasio
ini menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang
dikerluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi
pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dalam
melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio
dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100 persen. Semakin kecil
rasio efisiensi berarti kinerja pemerintah daerah semakin baik. Oleh
karena itu pemerintah perlu menghitung secara cermat berapa besarnya
yang dikeluarkan untukmerealisasikan seluruh pendapatan yang
diterima, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan pemungutan
pendapatan tersebut efisien atau tidak (Halim, 2012: L-6).
11

6. Rasio keserasian
Analisis keserasian belanja bermanfaat untuk mengetahui
keseimbangan antar belanja. Hal ini terkait dengan fungsi anggaran
sebagai alat distribusi, alokasi dan stabilisasi dengan demikian
pemerintah daerah perlu untuk membuat harmonisasi belanja, guna
menjaga fungsi anggaran tetap berjalan dengan baik (Mahmudi, 2010:
162). Rasio ini menggambarkan bagaimana Pemerintah Daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja operasi dan belanja modal
secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk
belanja operasi berarti persentase belanja investasi (belanja modal) yang
digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat
cenderung semakin kecil. Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya
rasio belanja operasi maupun belanja modal terhadap total belanja yang
ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinaminasi kegiatan pembangunan
dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai
pertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian sebagai daerah di
negara berkembang peranan pemerintah daerah dalam memacu
pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Oleh karena itu, rasio
belanja modal yang relatif masih kecil perlu untuk ditingkatkan sesuai
dengan kebutuhan pembangunan didaerah (Halim, 2012: L-8). Menurut
Mahmudi (2010: 164), rasio keserasian antara lain berupa:
a) Rasio belanja operasi terhadap total belanja
Rasio ini menginformasikan kepada pembaca laporan
mengenai porsi belanja daerah yang dialokasikan untuk belanja
operasi. Belanja operasi merupakan belanja yang manfaatnya habis
dikonsumsi dalam satu tahun anggaran, sehingga belanja operasi ini
sifatnya jangka pendek dan dalam hal tertentu sifatnya rutin atau
berulang (recurrent). Pada umumnya proporsi belanja operasi
mendominasi total belanja derah, yaitu antara 60-90 persen.
Pemerintah dengan tingkat pendapatan tinggi cenderung memiliki
porsi belanja operasi yang lebih tinggi dibandingkan pemerintah
12

daerah yang tingkat pendapatannya rendah.


b) Rasio Belanja modal terhadap Total Belanja
Rasio ini memberikan informasi mengenai porsi belanja daerah
yang dialokasikan untuk investasi dalam bentuk belanja modal
pada tahun anggaran bersangkutan. Pengeluaran belanja modal
yang dilakukan saat ini akan memberikan manfaat jangka
menengah dan panjang. Selain itu belanja modal juga tidak bersifat
rutin. Kebalikan dengan belanja operasi, pemerintah daerah dengan
tingkat pendapatan daerah rendah pada umumnya justru memiliki
proporsi tingkat belanja modal yang lebih tinggi dibandingkan
pemerintah daerah dengan pendapatan tinggi. Hal ini disebabkan
pemerintah daerah dengan pendapatan rendah berorientasi untuk giat
melakukan belanja modal sebagai bagian dari investasi modal jangka
panjang, sedangkan pemerintah daerah yang pendapatannya tinggi
biasanya telah memiliki aset modal yang mencukupi. Pada umumnya
proporsi belanja modal terhadap total belanja daerah adalah antara 5-
20 persen.
7. Rasio Efisiensi Belanja
Rasio efisiensi belanja ini digunakan untuk mengetahui tingkat
penghematan anggaran yang telah dilakukan, hasil dari rasio ini tidak
bersifat absolut tetapi bersifat relatif. Artinya tidak ada standar baku yang
dianggap baik untuk rasio ini. Suatu Pemerintah Daerah telah
melaksanakan efisiensi belanja apabila rasio ini kurang dari 100%,
namun jika rasio lebih dari 100%, berarti tidak efisien (Mahmudi,
2010:166).
8. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan (growth ratio) mengukur seberapa besar
kemampuan pemerintah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.
Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen
sumber pendapatan dan pengeluaran, sehingga dapat digunakan untuk
13

mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian


(Halim, 2012: L-12). Rasio pertumbuhan ini dilihat dari pendapatan asli
daerah, total pendapatan, belanja rutin (belanja operasi), belanja
pembangunan (belanja modal).
a) Rasio pertumbuhan pendapatan
Analisis pertumbuhan pendapatan bermanfaat untuk mengetahui
apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan
atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya
mengalami pertumbuhan pendapatan secara positif atau negatif
tentunya diharapkan pertumbuhan pendapatan yang positif dan
kecenderungannya (trend) meningkat. Sebaliknya jika terjadi
pertumbuhan yang negatif maka hal itu menunjukkan terjadi
penurunan kinerja pendapatan (Mahmudi, 2010: 138).
b) Rasio pertumbuhan belanja
Analisis pertumbuhan belanja bermanfaat untuk mengetahui
perkembangan belanja dari tahun ke tahun. Pada umumnya belanja
memiliki kencenderungan untuk selalu naik. Alasan kenaikan
belanja biasanya dikaitkan dengan penyesuaian terhadap inflasi,
perubahan kurs rupiah, perubahan cakupan layanan, dan penyesuaian
faktor makro ekonomi. Pertumbuhan belanja harus diikuti dengan
pertumbuhan pendapatan yang seimbang, sebab jika tidak maka
dalam jangka menengah dapat menggangu kesinambungan dan
kesehatan fiskal daerah (Mahmudi, 2010: 160).

2.4 Penelitian Terdahulu


1. Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya
penelitian yang dilakukan oleh Assidiqi (2014), hasil penelitian ini
mengatakan bahwa kinerja keuangan pendapatan daerah Kabupaten
Klaten dilihat dari pertumbuhan pendapatan daerah pemerintah
Kabupaten Klaten selama Tahun 2008-2012, secara umum mengalami
peningkatan kinerja keuangan pendapatan. Hal ini ditunjukkan dengan
14

rata-rata pertumbuhan yang positif. Kinerja keuangan pendapatan daerah


Kabupaten Klaten dilihat dari rasio keuangan pendapatan daerah
pemerintah Kabupaten Klaten selama tahun 2008-2012 menunjukkan
bahwa derajat desentralisasi Kabupaten Klaten dapat dikatakan rendah.
Dilihat dari rasio ketergantungan keuangan Kabupaten Klaten selama
2008-2012 menunjukkan bahwa Kabupaten Klaten masih tergantung
kepada pemerintah pusat. Tingkat efektifitas pajak daerah dikatakan
efektif. Rata-rata tingkat efisiensi pajak daerah dikatakan belum efisien.
Kemudian BUMD yang ada di pemerintah Kabupaten Klaten telah
memiliki kontribusi terhadap pendapatan daerah Kabupaten Klaten.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Bisma dan Susanto (2010), hasil analisis
penelitian berdasarkan analisis kinerja keuangan daerah, secara umum
Provinsi NTB pada Tahun Anggaran 2003-2007 menggambarkan kinerja
yang tidak optimal dalam pelaksanaan otonomi daerah, hal ini
ditunjukkan oleh indikator kinerja keuangan yang antara lain;
ketergantungan keuangan daerah sangat tinggi terhadap pemerintah pusat
sehingga tingkat kemandirian daerah sangat kurang. desentralisasi fiskal
cukup meningat ketergantungan keuangan terhadap pemerintah pusat
sangat tinggi. Efektifitas pengelolaan APBD sangat efektif, namun
efisiensi pengelolaan APBD menunjukkan hasil tidak efisien. Lalu dilihat
dari indikator kinerja PAD, secara umum sumbangan PAD (share)
terhadap total pendapatan daerah Provinsi NTB TA 2003-2007 masih
rendah, namun pertumbuhan (growth) PAD tinggi. walaupun tetap terjadi
peningkatan pada PAD, namun apabila dibandingkan dengan peningkatan
belanja, maka proporsi peningkatan PAD sangat kecil. Berdasarkan
pengukuran indeks kemampuan keuangan (IKK), provinsi memiliki
kemampuan keuangan tinggi. Tingginya tingkat kemampuan keuangan
daerah Provinsi NTB lebih disebabkan karena besaran subsidi atau
bantuan keuangan yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui dana
perimbangan.
3. Penelitian yang dilakukan Saputra et al (2016), mengenai analisis kinerja
15

keuangan pemerintah daerah dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan


belanja daerah di Kebupaten Jembrana tahun 2010-2014, menunjukkan
hasil bahwa varian/selisih pendapatan baik, rasio derajat desentralisasi
sangat kurang, rasio kemandirian keuangan daerah masih rendah sekali
dengan pola hubungan instruktif, pertumbuhan pendapatan mengalami
pertumbuhan yang positif yang berarti pemerintah daerah mampu
mempertahankan bahkan meningkatkan pencapaian dari tahun ke tahun,
keserasian belanja memperlihatkan bahwa anggaran belanja lebih banyak
digunakan untuk keperluan belanja operasional, dan pemerintah daerah
telah efisien dalam menggunakan anggaran belanja daerah.
4. Penelitian yang dilakukan Yigibalom dan riani (2016) mengenai a
performance analysis of regional budget of Jayawijaya regency from 2010
to 2014, menunjukkan hasil bahwa kinerja pendapatan pemerintah daerah
Kabupaten Jayawijaya dilihat dari analisis overlay memperlihatkan
pemerintah daerah tersebut termasuk dalam kategori tidak baik, hal ini
disebabkan tingkat kemandirian keuangan daerah yang dinilai sangat
kurang, tingkat ketergantungan keuangan daerah yang sangat tinggi pada
dana dari pusat, serta derajat desentralisasi fiskal daerah termasuk
kategori sangat kurang, walaupun analisis varian anggaran dan
pertumbuhan belanja pemerintah daerah Jayawijaya dari analisis
overlay termasuk dalam kategori baik, hal ini dbuktikan dengan varians
belanja daerah yang baik, pertumbuhan belanja baik, dan keserasian
antara balanja langsung dan tidak lansung dinyatakan cukup serasi serta
efektivitas balanja daerah dikategorikan efektif.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Puspita et al (2013) mengenai analisis
efektivitas pajak daerah atas pendapatan asli daerah pada badan pelayanan
pajak daerah Kota Malang tahun 2011-2016, menunjukkan bahwa tingkat
efektivitas pajak daerah Kota Malang sangat efektif dalam penerimaan
PAD.
BAB II
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Pendekatan
1. Pendekatan
Jenis teknik penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah teknik
penelitian pendekatan kuantitaif. Menurut Sugiyono (2015:11), metode
penelitian kuantitatif adalah:“penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
menggunakan data berbentuk angka dan dianalisis menggunakan
statistik”.
2. Jenis Pendekatan
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Deskriptif. Menurut Sugiono (2015 : 199)“ “Metode statistik deskriptif
adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku untuk umum atau generalisasi”.
3.2 Kehadiran Peneliti
Peneliti merupakan instrumen kunci utama dalam mengungkapkan makna
dan sekaligus sebagai alat pengumpul data.
3.3 Lokasi
Lokasi yang dipilih oleh peneliti sebagai tempat penelitian yaitu Dikantor
Dinas Pendapatan, Pengelolaan dan Aset, Pemerintah Daerah Kab/Kota Se-
Kalimantan Barat yang berada diprovinsi Jawa timur.
3.4 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian mulai dari awal penelitian sampai menghasilkan temuan
yaitu sebagi berikut :
1. Melakukan pengumpulan data dengan cara interview dan dokumentasi
mengenai data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu Laporan
Realisasi Anggara pendapatan dan belanja daerah.
2. Pengolahan data yang terkumpul, kemudian diolah dengan menghitung
rasio keuangan menggunakan rumus yang sesuai dengan literatur buku.

16
17

Dari data yang diolah, kemudian dideskripsikan sesuai dengan


perhitungan rasio keuangan tersebut.
3. Dari perhitungan rasio keuangan penelitian ini, kemudian di Analisis,
apakah kinerja diukur dengan rasio tersebut baik atau tidak.
3.5 Sumber Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder
3.6 Prosedur Pengambilan Data
1. Field Research,
a. Metode Wawancara
b. Metode Dokumentasi
c. Metode Observasi
2. Library Research,
3.7 Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kuantitatif, yaitu melakukan perhitungan terhadap data keuangan
yaitu Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja daerah yang
diperoleh untuk memecahkan masalah yang ada sesuai dengan tujuan
penelitian.
3.8 Mengecek Keabsahan Temuan
1. Ketekunan pengamatan
2. Triangulasi/Gabungan
18

DAFTAR PUSTAKA

Rasio Punomo, Joko, 2014. Analisis rasio keuangan untuk menilai kinerja keuangan
pemerintah daerah (studi kasus pada pemerintah surakarta). Dosen tetap STIE
AMA Salatiga.
Mohammad Mahsun. (2012). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta
:BPFE.

Bastian, Indra, 2001. Akuntansi sektor publik di indonesia. Edisi Pertama. Yogyakarta:
BPFE.
Usman Sugoto, 1998. Pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta.
Pustaka pelajar.
Pemerintah Republik Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005.
tentang Pengelolaan keuangan daerah. Jakarta.
Abdul Halim. (2014). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta :
Salemba Empat.
Abdul Halim. (2007). Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta :
Salemba Empat.
Umar, Farni. 2014. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Gorontalo (Studi Kasus
Pada Dppkad Kota Gorontalo). Jurusan Akuntansi Universitas Negeri Gorontalo.
Adhiantoko, Hony. 2013. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Blora
(Studi Kasus Pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah
Kabupaten Blora Tahun 2007 - 2011) Program studi akuntansi Fakultas ekonomi
Universitas negeri yogyakarta.
Santosa, Oldison, Tinangon, Jantje J. dan Elim, Inggriani. 2014. Analisis Kinerja
Keuangan Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan Dan Aset (DPPKA)
Kabupaten Kepulauan Sangihe. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Jurusan Akuntansi.
Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Kartika. D , Kusuma. IC. 2015. Analisis Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas PAD, Dan
Rasio Efisiensi Pad Pada Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Daerah (APBD) Kabupaten Sukabumi. Program Studi AkuntansiFakulta Ekonomi

Universitas Djuanda Bogor Jl. Tol Ciawi No. 1, Kotak Pos 35, Kode Pos 16720,
19

Telp/Fax: (0251) 8245155 E-mail:deuis.kartika@gmail.com

Triyono, Heri. 2013. Analisis Rasio Untuk Mengukur Kinerja Keuangan Daerah
Kabupaten Sukoharjo APBD 2009-2011. Fakultas ekonomi dan bisnis Universitas
muhammadiyah surakarta.
Pramita, Puput Risky. 2015 . Analisis Rasio Untuk Menilai Kinerja Keuangan Daerah
Kabupaten Kebumen Tahun 2009-2013. Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi,
Universitas Negeri, Yogyakarta.
Sugiyono. 2015.

Anda mungkin juga menyukai