Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diberlakukannya desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan
dalam implementasi sistem otonomi daerah melalui penjabaran Undang-Undang
No. 32 Tahun 2004 yang kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah
Daerah selain menjadi sebuah peluang, juga menimbulkan konsekuensi dan
tantangan besar bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan. Pada
prinsipnya perubahan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah ditujukan untuk mendorong lebih terciptanya daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam menyejahterakan
masyarakat, baik melalui peningkatan pelayanan publik maupun melalui
peningkatan daya saing Daerah. Perubahan ini bertujuan untuk memacu sinergi
dalam berbagai aspek dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dengan
Pemerintah Pusat. Melalui undang-undang ini dilakukan pengaturan yang
bersifat afirmatif yang dimulai dari pemetaan urusan Pemerintahan yang akan
menjadi prioritas daerah dalam pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya. Pasal
1 poin 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah
menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Konstelasi ini mengharuskan pemerintah daerah untuk dapat
mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya yang dimiliki untuk
pengembangan dan pelaksanaan pembangunan daerah secara mandiri, dengan
meminimalisir ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Optimalisasi potensi
daerah juga didorong dengan memberikan hak penuh bagi daerah dalam
kemampuan dan kewenangan untuk mengeksplorasi sumber-sumber keuangan
daerah. Hal ini dilakukan untuk mendorong optimlisasi percepatan pelaksanaan
1
pembangunan di daerah, karena untuk menjalankan urusan pemmerintahan yang
menjadi kewenangannya, daerah harus mempunyai sumber keuangan dalam
memberikan pelayanan yang prima dan kesejahteraan kepada rakyat di
daerahnya.
Pada implemtasinya, intervensi pemerintah pusat diperlukan ketika daerah
mempunyai kemampuan keuangan yang kurang mencukupi untuk membiayai
Urusan Pemerintahan dan khususnya Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait
Pelayanan Dasar. Intervensi Pemerintah Pusat bisa melalui instrumen DAK
(Dana Alokasi Khusus) untuk membantu Daerah sesuai dengan prioritas
nasional yang ingin dicapai. Di sisi lain, pemberian sumber keuangan kepada
Daerah harus disesuaikan dengan beban atau urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah, agar output dan outcome yang telah ditetapkan dari
penganggaran penyelenggaraan pemerintahan dapat dicapai secara optimal.
Jaminan akurasi dan optimalisasi penyelenggaraan urusan pemerintahan
daerah bisa dicapai jika keseimbangan sumber keuangan daerah bisa
dimanifestasikan. Untuk mewujudkan hal tersebut, transparansi dan
akuntabilitas kinerja pemerintah daerah dalam kerangka good governance
mutlak diperlukan. Salah satu media yang dapat dijadikan parameter untuk
melakukan evaluasi serta mengukur transparansi dan akuntabilitas kinerja
pemerintah daerah adalah melalui pengukuran kinerja keuangan.
Berbagai upaya konkrit dilakukan pemerintah guna mengoptimalkan evaluasi
terhadap kierja keuangan pemerintah daerah, salah satunya melalui produk regulasi
berupa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) disusun dan disajikan dengan standar akuntansi
pemerintahan yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Pengejewantahan dari
undang-undang ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 2005 yang telah direvisi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun
2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang merupakan prinsip-
prinsip akuntansi yang ditetapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemerintah, termasuk pemerintah daerah.
2
Laporan keuangan Pemerintah Daerah merupakan pernyataan dari
pihak manajemen pemerintah daerah yang menginformasikan kepada pihak
lain, yaitu pemangku kepentingan (stakeholder) yang ada tentang kondisi
keuangan pemerintah daerah (Mahmudi, 2007). Agar informasi itu dapat
berguna dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan harus memenuhi karakteristik
kualitatif (relevan, handal, dan dapat dipahami) sehingga dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan (Obeidat, 2007). Dalam rangka pengambilan
keputusan laporan keuangan harus dibuat sederhana agar mudah dipahami oleh
pembaca. Salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk menganalisis
laporan keuangan adalah Analisis Rasio Keuangan.
Analisis Rasio Keuangan adalah suatu ukuran untuk mengidentifikasi ciri-
ciri kinerja keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Analisis Rasio
Keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dilakukan
dengan cara menghitung Kinerja Keuangan Daerah dan Kemampuan Keuangan
Daerah. Ada beberapa cara untuk menghitung Kinerja Keuangan Daerah,
diantaranya adalah dengan menghitung Rasio Kemandirian, Rasio Derajat
Desentralisasi Fiskal, Rasio Efektifitas, Rasio Efisiensi, dan Rasio Keserasian
Belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pemerintah Kota di Propinsi Sulawesi Utara terdapat 4 Kota yaitu Kota
Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu. Menurut statistik,
daerah Kota memiliki Pendapatan Asli Daerah yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara (Badan Pusat
Statistik, 2020). Keempat Kota ini yang dijadikan objek peneliti untuk melihat
bagaimana Kinerja Keuangan Pemerintah Kota tersebut dilihat dari rasio
keuangannya. Hasil analisis rasio keuangan ini selanjutnya digunakan untuk
tolak ukur dalam menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai
penyelenggaraan otonomi daerah, mengukur efektifitas dalam merealisasikan
pendapatan asli daerah, mengukur efisiensi dalam melakukan pengeluaran yang
dibelanjakan sesuai dengan peruntukkannya dan memenuhi dari apa yang
direncanakan, mengukur sejauh mana aktifitas pemerintah dalam membelanjakan
pendapatan daerahnya untuk belanja modal, dan mengetahui seberapa besar
3
kontribusi penerimaan komponen dalam pendapatan asli daerah dari pajak
daerah dan retribusi daerah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan daerah (Susantih dan Seftiana, 2009). Lebih dari itu, pentingnya
menganalisis laporan keuangan pemerintah daerah bertujuan untuk menentukan
langkah kebijakan strategis untuk perencanaan yang lebih akurat, berkualitas, dan
terukur demi hasil yang lebih optimal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Pemerintah
Kota di Provinsi Sulawesi Utara.”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana perbandingan kinerja kuengan Pemerintah Kota di Propinsi Sulawesi
Utara dengan menggunakan analisis rasio kemandirian, efektifitas dan efisiensi
PAD, dan rasio pertumbuhan.”

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan yang hendak
dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan kinerja
keuangan Pemerintah Kota di Propinsi Sulawesi Utara dengan menggunakan
analisis rasio kemandirian, efektifitas dan efisiensi PAD, dan rasio pertumbuhan.

D. Urgensi (Keutamaan) Penelitian


Akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan pemerintah
pusat maupun daerah sebagai organisasi sektor publik merupakan tujuan penting
dari reformasi akuntansi dan organisasi sektor publik, maka fungsi akuntabilitas
dan audit atas pelaporan keuangan sektor publik harus berjalan dengan baik
seiring dengan tuntutan masyarakat agar organisasi sektor publik meningkatkan
kinerja yaitu kualitas, profesionalisme, dan akuntabilitas publik dalam
menjalankan aktifitasnya. Mengingat laporan keuangan merupakan unsur penting

4
dalam pengambilan keputusan maka penelitian ini sangat perlu Kinerja Keuangan
Pemerintah Kota di Propinsi Sulawesi Utara.

D. Luaran Penelitian
Luaran dari penelitian ini, adalah:
1. Kajian tentang Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
2. Dihasilkan karya ilmiah dalam bentuk jurnal
3. Terpublikasinya penelitian ini berupa prosiding nasional.
4. Buku Referensi
Adapun rencana capaian tahunan yang dalam penelitian ini adalah seperti
pada tabel dibawah ini:
No Jenis Luaran Indikator Capaian
Kategori Sub Kategori Wajib Tambahan TS TS+1 TS+2
1 Artikel Submit- Acce- Publis
ilmiah ed pted -hed
dimuat di
jurnal
2 Artikel Submit- Ace- Publis
ilmiah ed pted -hed
dimuat di
prosiding
3 Invited Tidak
speaker ada
dalam temu
ilmiah
4 Visiting Tidak
lecturer ada
5 Hak Paten Tidak
Kekayaan ada
Intelektual Paten Tidak
(HKI) sederhana ada
Hak cipta Draft
Merek Tidak
dagang ada
Desain Tidak
produk ada
industry

5
Indikasi Tidak
geografis ada
Perlindungan Tidak
varietas ada
tanaman
Perlindungan Tidak
topografi ada
sirkuit
terpadu

6 Teknologi Tidak
tepat guna ada
7 Model/ Tidak
purwarupa/ ada
desain/karya
seni/rekayas
a social
8 Bukua ajar Draf proses
(ISBN)
9 Tingkat Tidak
kesiapan ada
teknologi

6
BAB II
RENSTRA DAN PETA JALAN PENELITIAN PERGURUAN TINGGI

A. Renstra Universitas Negeri Manado


Rencana Strategis Lembaga Penelitian Universitas Negeri Manado
(UNIMA) merupakan arah kebijakan dalam pengelolaan penelitian di UNIMA
untuk mewujudkan keunggulan penelitian di UNIMA, Meningkatkan kualitas
SDM Peneliti UNIMA, Meningkatkan penguatan inovasi penelitian di UNIMA,
Meningkatkan daya saing UNIMA di bidang penelitian, Meningkatkan kapasitas
pengelolaan penelitian di UNIMA, Meningkatkan sarana prasarana penelitian
UNIMA, Meningkatkan angka partisipasi dosen UNIMA dalam melaksanakan
penelitian, Meningkatkan publikasi ilmiah di UNIMA, Mengembangkan Jurnal
Lembaga Penelitian UNIMA yang terakreditasi skala Nasional dan Terindeks
skala Internasional, Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lingkar kampus
beserta sistem kelembagaan.
Dasar program Renstra UNIMA mengacu pada Program Prioritas UNIMA
periode yaitu :
1. Pengelolaan Kelembagaan yang Efektif dan efisien
2. Menyelenggarakan Tridharma PT secara profesional
3. Kualitas sumber daya
Pengembangan program tersebut mencakup:
1. Peningkatan Kualitas Kelembagaan
2. Peningkatan kualitas Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian;
3. Peningkatan Kualitas Sumberdaya
Program Rencana Strategis Lembaga Penelitian UNIMA diarahkan sesuai
visi, misi universitas “Menjadi Lembaga Penelitian yang Unggul, Berkualitas,
Berkarakter, Inovatif dan Kompetitif sehingga dapat meningkatkan peran UNIMA
dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat”.
Program pengembangan Lembaga Penelitian dalam Renstra UNIMA 2014-
2019 mencakup:
1. Pengembangan arah kebijakan dan payung masalah-masalah penelitian.
2. Pemantapan standar mutu penelitian.
7
3. Pemantapan fungsi kelembagaan penelitian dan aktivitas instruksional baik
organisasi, manajemen, standar mutu kinerja, maupun sumber daya
manusia.
4. Peningkatan kemampuan daya saing usulan dan produk penelitian inovatif
di berbagai jenis penelitian baik ditingkat nasional maupun internasional
5. Peningkatan penelitian kolaboratif dengan perguruan tinggi dan lembaga-
lembaga penelitian baik di dalam maupun di luar negeri.
6. Menghasilkan penelitian-penelitian inovatif dan memperoleh pengakuan
HAKI.
7. Peningkatan usaha-usaha trasnfer teknologi melalui difusi teknologi
dimasyarakat
8. Peningkatan mutu dan produktivitas karya-karya ilmiah baik hasil
penelitian, penulisan buku teks, bahan ajar dan modul.
9. Peningkatan publikasi karya-karya ilmiah penelitian, buku teks, dan bahan
ajar yang memenuhi standar mutu pada jurnal terakreditasi baik nasional
maupun internasional.
10. Pengembangan dan peningkatan mutu pengelolaan dan status akreditasi
jurnal ilmiah
11. Peningkatan mutu dosen dalam melaksanakan penelitian.
12. Peningkatan ketersediaan dan mutu sarana dan prasarana penelitian
(research lab).

B. Peta Jalan Penelitian


Roadmap pengembangan penelitian di UNIMA diharapkan mampu
memberi gambaran tentang implementasi kebijakan yang dilakukan secara
bertahap dan berkelanjutan untuk mencapai Visi dan Misi sekaligus sebagai
sarana evaluasi terhadap kinerja. Roadmap penelitian UNIMA meliputi 4
Tahapan. Tiap tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian UNIMA memiliki
indikator-indikator capaian sebagai berikut:
1. Tahap Setting. Indikator capaian terdiri dari pemetaan potensi penguatan
inovasi penelitian, terbentuknya pusat-pusat studi/penelitian, tersusunnya
rencana strategis penelitian, terbentuknya rencana induk penelitian,
8
terbangunnya standart operation, terbangunnya sistem manajemen
informasi, terbangunnya kerjasama dengan berbagai stakeholder,
meningkatnya kuantitas penelitian Dosen UNIMA,
2. Tahap Teknologi. indikator capaian terdiri dari meningkatnya sarana
prasarana penelitian UNIMA, meningkatnya kualitas SDM peneliti
UNIMA, meningkanya kualitas penelitian UNIMA, meningkatkan publikasi
ilmiah, meningkatnya kesejahteraan masyarakat lingkar kampus beserta
sistem kelembagaan, terbangunnya jurnal lembaga penelitian UNIMA
3. Tahap Produk. indikator capaian terdiri dari meningkatnya manfaat produk
penelitian, produk “research and development, meningkatnya jumlah
publikasi internasional dan perolehan HKI, terakreditasinya jurnal lembaga
penelitian UNIMA,
4. Tahap Market. indikator capaian terdiri dari termanfaatkannya produk hasil
penelitian, terbangunnya unit bisnis lembaga penelitian UNIMA,
terindeksnya jurnal lembaga penelitian UNIMA, spin off inisiation to world
class university
Tema Riset Unggulan Universitas Negeri Manado mengacu pada Program
Utama Nasional (PUNAS) Riset IPTEK dan prioritas pembangunan nasional
dalam RPJMN Tahun 2015 - 2019, sebagai berikut:
1. Pangan dan pertanian;
2. Energi, energi baru dan terbarukan;
3. Kesehatan dan obat;
4. Telekomunikasi, informasi dan komunikasi;
5. Maritim, Kelautan dan Lingkungan;
6. Penanggulangan bencana dan pengurangan risiko bencana;
7. Sosial humaniora;
8. Pendidikan
Penelitian ini mendukung capaian renstra penelitian karena penelitian ini mengacu
pada tema riset unggulan Universitas Negeri Manado yaitu isu telekomunikasi,
informasi, dan komunikasi.

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Manajemen Keuangan Daerah


1. Pengertian Keuangan Daerah
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 menyatakan bahwa keuangan
daerah adalah “semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang
dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Sedangkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005, keuangan daerah adalah
“semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.”
Keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang bisa dinilai dengan uang
termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut, dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja
daerah (Adisasmita 2018). Sejalan dengan pendapat tersebut, Rudiyanto (2015)
menyimpulkan bahwa terdapat dua unsur penting dalam keuangan daerah, yakni
hak dan kewajiban, dimana semua hak dimaksudkan sebagai hak untuk memungut
pajak daerah, retribusi daerah atau penerimaan dan sumber-sumber lain sesuai
ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan daerah sehingga menambah
kekayaan daerah, dan kewajiban daerah dimaksudkan dapat berupa kewajiban
untuk membayar atau sehubungan adanya tagihan kepada daerah dalam rangka
pembiayaan rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas umum dan tugas
pembangunan oleh daerah yang bersangkutan.
Selanjutnya menurut Halim (2004), keuangan daerah adalah semua hak
dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik
berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang
belum dimiliki atau dikuasai oleh Negara atau daerah lain yang lebih tinggi serta
pihak-pihak lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

10
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalaamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan
kewajiban daerah tersebut.
Kebijakan keuangan daerah senantiasa diarahkan pada tercapainya sasaran
pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri sebagai usaha
bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan peningkatan
kemakmuran rakyat yang merata. Pemerintah daerah di dalam melaksanakan
kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan memerlukan sumber
dana/modal untuk membiayai pengeluaran pemerintah tersebut (government
expenditure) terhadap barang-barang publik (public goods) dan jasa
pelayanannya. Prinsip-prinsip pengelolaan keuangan daerah tersebut adalah:
Transparansi, Akuntabilitas dan Value for money.

2. Pengelolaan Keuangan Daerah


Pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah sebagaimana yang ditetapkan
dalam Undang-undang Noor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(sebagaimana telah diubah terakhir Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014) yang
diikuti dengan prtimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah sebagaimana diaatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Pertimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
memberikan hak dan kewajiban kepada daerah yang dapat dinilai dengan uang,
sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah.
Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah yang meliputi kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah yakni keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah.

11
Pengelolaan keuangan daerah dimaksud adalah subsistem dari sistem
pengelolaan keuangan Negara dan merupakan elemen pokok dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah (Yani, 2016). Secara harfiah, pengelolaan
(manajemen) berasal dari kata kelola, yang diartikan dalam bentuk mengerjakan,
mengurus dan menyelenggarakan kegiatan. Menurut Adisasmita (2018)
pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini meliputi ,
azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan, penetapan, penyusunan
dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan
APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah,
akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan
dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan
keuangan BLUD.

B. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah


1. Pengertian Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Sularso dan Restianto (2011) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah
suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Analisis kinerja
keuangan pada dasarnya dilakukan untuk menilai kinerja masa lalu dengan
melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili
realitas entitas dan potensipotensi kinerja yang akan berlanjut. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Mardiasmo (2009) mengemukakan bahwa kinerja keuangan
adalah salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk memastikan kemampuan
daerah dalam melaksanakan aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar
untuk mempertahankan layanan yang diinginkan, di mana penilaian yang lebih
tinggi menjadi tuntutan yang harus dipenuhi agar pihak eksternal memutuskan
untuk berinvestasi di dalam daerah. Pengukuran kinerja yang bersumber dari
informasi finansial seperti laporan keuangan, diukur berdasarkan pada anggaran
yang telah dibuat.
Pengertian kinerja keuangan pemerintah daerah adalah keluaran atau hasil
dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran daerah dengan kuantitas dan kualitas yang terukur,

12
kemampuan daerah dapat diukur dengan menilai efisiensi atas pelayanan yang
diberikan kepada masyarakat (Sumarjo, 2010).
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan
pemerintah daerah adalah gambaran pencapaian atas suatu program/kebijakan
yang telah direncanakan oleh pemerintah daerah selama periode tertentu yang
dapat diukur menggunakan indikator keuangan.
Masdiantini dan Erawati (2016) menyatakan bahwa kinerja keuangan
pemerintah daerah dapat diukur dengan menggunakan rasio kemandirian,
ekonomi, efektivitas, dan efisiensi. Kemandirian menunjukkan kemampuan
pemerintah daerah membiayai penyelenggaraan pemerintahannya sendiri dengan
menggunakan Pendapatan Asli Daerah yang diperolehnya. Ekonomi menunjukkan
tingkat kehematan pengeluaran-pengeluaran pemerintah daerah. Efektivitas
menunjukkan realisasi pendapatan yang dapat dicapai oleh pemerintah daerah.
Efisiensi menunjukkan seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk mencapai
realisasi pendapatan.

2. Pentingnya Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah


Bastian (2017) mengemukakan bahwa Kinerja Keuangan dalam Akuntansi
Sektor Publik di Indonesia adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan, program, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan
visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi
dalam periode waktu tertentu. Lebih lanjut Bastian juga menyebutkan bahwa
indikator kinerja tersebut memiliki fungsi dan peranan dalam memperjelas apa,
berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, menciptakan consensus yang
dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi
selama pelaksanaan kegiatan dalam menilai kinerja. Fungsi lainnya adalah
membangun dasar dari pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi/unit
kerja. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah juga mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1) mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi,
2) menyediakan sarana pembelajaran pegawai,
3) memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya,
13
4) memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
pemberian penghargaan (reward) dan hukuman (punishment),
5) memotivasi pegawai,
6) menciptakan akuntabilitas publik.
Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang bertujuan
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya,
misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan hukum,
transportasi dan sebagainya. Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
dilakukan untuk memenuhi 3 tujuan yaitu (Mardiasmo, 2009):
1) Memperbaiki kinerja Pemerintah Daerah,
2) Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan,
3) Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan. melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”.
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan pokok terdiri dari :
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);
c. Neraca;
d. Laporan Operasional (LO);
e. Laporan Arus Kas (LAK);
f. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
g. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Menurut Darise (2018: 51) Laporan Kinerja Keuangan merupakan
realisasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang menyajikan
informasi mengenai pendapatan operasional, belanja berdasarkan klasifikasi
fungsional dan ekonomi serta surplus atau defisit. Karena itu, penilaian Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah sangat diperlukan untuk penentuan efektivitas
operasional, organisasi, dan pegawai berdasarkan sasaran, standar dan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya secara periodik.

14
C. Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
1. Arti Penting Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Pengukuran ialah suatu proses atau sistem yang digunakan untuk
menentukan nilai kuantitatif sesuatu benda/objek, perkara, atau keadaan. Nilai
kuantitatif ini biasanya dinyatakan dalam suatu unit angka yang tetap dengan
menggunakan alat pengukuran yang berkaitan. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah dengan melihat
tingkat efisiensi pemerintah daerah tersebut (Hamzah, 2008).
Pengukuran kinerja keuangan sangat penting untuk menilai akuntabilitas
pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah. Akuntabilitas
bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan,
akan tetapi meliputi kemampuan yang menunjukkan bahwa uang publik tersebut
telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Efisien berarti
penggunaan dana masyarakat tersebut menghasilkan output yang maksimal,
efektif berarti penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau
tujuan untuk kepentingan publik, dan ekonomis berkaitan dengan pemilihan dan
penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada tingkat harga
yang paling murah (Mardiasmo, 2009:182). Pengukuran kinerja keuangan daerah
menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu dengan yang lainnya.
Ketiga bidang analisis tersebut meliputi: Analisis penerimaan, Analisis
pengeluaran, dan Analisis anggaran.
Mardiasmo (2016:121) menyatakan bahwa Pengukuran kinerja pada
sektor publik (instansi pemerintah daerah) adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat
ukur finansial dan nonfinansial. Sedangkan menurut Mahsun (2016:25),
“Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap
tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas
efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas
barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan dan
efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan”.
Berdasarkan dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran
kinerja adalah suatu penilaian untuk mengetahui pencapaian kinerja suatu
15
organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and
punishment system (sistem penghargaan dan hukuman).
Mardiasmo (2009:123) menjelaskan penilaian kinerja keuangan diukur
berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut menganalisis
varian (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan.
Analisis varian secara garis besar berfokus pada (a) varian pendapatan (revenue
variance) dan (b) varians pengeluaran (expenditure variance) yang terdiri atas
varian belanja rutin (recurrent expenditure variance), dan varian belanja investasi
atau modal (capital expenditure variance).
Selanjutnya Mardiasmo mengemukakan bahwa Pengukuran Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah dilakukan untuk memenuhi 3 tujuan yaitu :
1) Memperbaiki Kinerja Pemerintah Daerah.
2) Membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan.
3) Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan.
Pengukuran Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah menggunakan analisis
rasio keuangan daerah terhadap laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Hasil analisis rasio keuangan selanjutnya digunakan untuk menilai
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah yaitu untuk mengukur upaya pemerintah
daerah dalam menggali sumber Pendapatan Asli Daerah. Halim (2017:117)
mengemukakan bahwa pemerintah daerah sebagai pihak yang diserahi tugas
menjalankan pemerintahan, membangun, dan pelayanan masyarakat wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerahnya untuk dinilai
apakah pemerintahan daerah berhasil menjalankan tugasnya dengan baik atau
tidak. Salah satu alat untuk menganalisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio
keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.

2. Tujuan Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah


Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan
dalam mencapai tujuan organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang
telah ditetapkan sebelumnya agar dapat mencapai hasil yang diinginkan. Secara
16
umum, tujuan pengukuran kinerja adalah: Untuk mengkomunikasikan strategi
secara lebih baik, untuk mengukur kinerja finansial dan non finansial secara
tertimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strateginya.
Pengukuran efisiensi dalam organisasi sektor publik merupakan hal yang penting,
hal ini dikarenakan kurangnya net income sebagai gambaran akan kinerja
keuangan pemerintah daerah saat ini. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika
pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output) maksimal dengan
menggunakan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya minimal (Hamzah,
2008). Pengelolaan keuangan yang efisien akan meningkatkan kualitas akan
pengambilan keputusan sehingga bila keputusan yang diambil berkualitas akan
meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah.

D. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah


1. Konsep Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Menurut Moh. Mahsun, dkk, (2011:81), Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah adalah daftar yang memuat rincian penerimaan daerah dan
pengeluaran/belanja daerah selama satu tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah ditetapkan dengan peraturan masa satu tahun, mulai dari 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Pedoman
PenyusunanAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015
Pasal1 Ayat 1, pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui
bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan
daerah.
Menurut Halim (2012), pada era orde lama terdapat pula definisi APBD
yang dikemukakan oleh Wajong, 1962: 81, yaitu rencana pekerjaan keuangan
(financial work plan) yang dibuat untuk suatu jangka waktu tertentu, ketika badan
legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah)
untuk melakukan pembiayaan kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan
rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang
menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.
17
Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk kepada publik untuk
menjalankan roda pemerintah. Pertanggungjawaban tersebut tidak cukup dengan
laporan lisan saja, namun perlu dengan didukung dengan laporan
pertanggungjawaban secara tertulis.Penyajian laporan keuangan merupakan salah
satu bentuk pertanggungjawaban tertulis atas kinerja keuangan yang
dicapai.Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam pemerintahan
daerah di atur dalam undang undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang pemerintah
daerah upaya konkrit dalam mewujudkan transparasi dana, akuntabilitas
pengelolaan keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah dengan menyampaikan laporan pertanggung jawaban yang berupa laporan
keuangan. Gubernur/Bupati/Walikota wajib menyampaikan laporan keuangan
kepada DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh badan pemeriksaan
keuangan (BPK). Terdapat beberapa kriteria kualitas informasi spesifik
keputusan, diantaranya adalah (Suwardjono 164–177):
1. Relevan
Kemampuan informasi dalam membentuk pemakai untuk mencapai
tujuannya, untuk dipahami maknanya, dan tepat waktu dalam ketersediaannya
untuk fasilitas proses pengambilan keputusan atau kebijakan .
2. Andal
Kemempuan informasi untuk memberikan keyakinandan keterujian bahwa
informasi tersebut benar atau vadil, termasuk ketetapan penyimbolan
(kecocokan pengukur dan finomena yang di ukur)
3. Dapat dibandingkan
Kemampuan informasi untuk membantu para memakai dan mengedintifikasi
persamaan dan perbedaan antara perangkat fenomena ekonomik..
4. Dapat dipahami
Ketidakpihakan dantidak bertindak sesuai keinginan pihak tertentu atau
menguntungkan/merugikan pihak tertentu atau menghindari akibat
konsekuensi.

18
2. Tujuan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi Keuangan dan seluruh transaksi yang lakukan oleh suatu entitas
pelaporan selama satu periode pelaporan.Laporan keungan terutama digunakan
untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang di mamfaatkan untuk
melaksanakan kegiatan operasional pemerintah, penilai kondisi keuangan,
mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pelapor, dan membantu
menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang undangan (Tanjung,
2004:11). Laporan keuangan suatu entitas di buat bukan tampa satu tujuan
tertentu. Sesuai dengan PSAP No.1 (2010) secara spesifik tujuan pelaporan
keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk
mengambilan keputusan untuk menunjukan akuntabilitas entitas pelaporan atas
sumber daya yang di percayakan kepadanya.
Menurut Mardiasmo (2016:162), tujuan umum laporan keuangan bagi
organisasi pemerintah adalah:
1. Untuk memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan
ekonomi, social dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban
accountanbilitydan pengelolaan stewardship.
2. Untuk memberikan informasi yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja
manajerian dan organisasional.
Dalam peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah,tujuan laporan kauangan adalah;
1. Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan
untuk membiayai seluruh pengeluaran.
2. Menyediakan informasi mengenaik kesekuaian cara memperoleh sumber
daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan
perundang undangan.
3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang
digunakan dalam kegiatan entitsa pelaporan serta hasil yang dicapai.
4. Menyediakan informasi menegenai berbagai entitas pelaporan menandai
selurh kegiatannya dan mencakup kebutuhan kasnya.

19
5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuanghan entitas laporan yang
berkaitan dengan sumber sumber penerimaanya, baik jangka pendek
maupunjangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan
pinjaman. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan
entitas pelapor apakah mengalami kenikan atau penurunan, sebagai akibat
kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

3. Manfaat Laporan Keuangan Pemerintah Daerah


Manfaat laporan keuangan pemerintah daerah diantaranya adalah
kebutuhan atas laporan keuangan, laporan keuangan untuk transparansi, laporan
keuangan untuk akuntabilitas, memberikan informasi dan mengevaluasikan
kinerja manajerial dan organisasi. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa
laporan dan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perencanan keuangan,
menilai kinerja manajemen suatu entitas pelaporan, dan juga menjadi salah satu
bukti pertanggungjawaban pengelolaan keuangan suatu entitas pelaporan.
Menurut Mahmudi (2010:6) manfaat Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
adalah:
1. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi kondisi
kesehatan keungan pemerintah terkait dengan likuidasi dan solvabilitas.
2. Memberikan informasi keuangan untuk menentukan dan memprediksi
kondisi ekonomi suatu pemerintahan dan perubahan perubahan yang telah
dan akan terjadi.
3. Memberikan informasi keuangan untuk memonitir kinerja sesuai dengan
peraturan perundang undangan, kontak yang telah disepakati dalam ketentuan
lain yang diisyaratkan.
4. Memberikan informasi keuangan untuk perencanaan dan penganggaran.
5. Memberikan informasi keuangan untuk mengevaluasi kinerja manajerial dan
organisasional.

20
E. Rasio Keuangan Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat wajib melaporkan
pertanggungjawaban keuangan atas sumber daya yang dihimpun dari
masyarakat sebagai dasar penilaian kinerja keuangan- nya. Salah satu alat untuk
menganalisis kinerja Pemda dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan
melakukan analisis keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan
dilaksanakannya (Halim, 2007:231). Pengertian analisis keuangan itu sendiri
adalah sebuah cara untuk menganalisis laporan keuangan yang mengungkapkan
hubungan antara suatu jumlah dengan jumlah lainnya atau antara suatu pos
dengan pos lainnya. Penggunaan analisis keuangan sebagai alat analisis kinerja
secara umum telah digunakan oleh lembaga komersial, sedangkan
penggunaannya pada lembaga publik khususnya Pemerintah Daerah masih sangat
terbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai
nama dan kaidah pengukurannya (Susantih dan Saftiana, 2010:6). Dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah yang transparanjujur, demokratis, efektif, efisien dan
akuntabel, analisis rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah
perlu dilaksanakan (Mardiasmo, 2002:169). Beberapa rasio keuangan yang dapat
digunakan untuk mengukur akuntabilitas pemerintah daerah (Halim, 2007:223)
yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas terhadap pendapatan asli daerah, rasio
efisiensi keuangan daerah dan rasio aktivitas.
Menganalisis Kinerja Keuangan Pemerintah Darah menggunakan
perhitungan rasio-rasio keuangan daerah. Menurut Fahmi (2012:45) Analisis rasio
keuangan merupakan instrumen analisis prestasi organisasi yang menjelaskan
berbagai hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan
perubahan dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan
membantu menggambarkan trend pola perubahan tersebut . Analisis rasio
keuangan pada pemerintah dilakukan dengan membandingkan unsur-unsur dalam
laporan keuangan pada suatu periode tertentu sehingga diketahui kecenderungan
yang terjadi.

21
Menganalisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah menggunakan
perhitungan rasio-rasio keuangan yang merupakan alat ukur atau indikator Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah. Menganalisis Kinerja Keuangan Pemerintah Darah
menggunakan perhitungan rasio-rasio keuangan daerah. Analisis rasio keuangan
merupakan instrumen analisis prestasi organisasi yang menjelaskan berbagai
hubungan dan indikator keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan perubahan
dalam kondisi keuangan atau prestasi operasi di masa lalu dan membantu
menggambarkan trend pola perubahan tersebut (Fahmi, 2017: 45).
Analisis rasio keuangan pada pemerintah dilakukan dengan
membandingkan unsur-unsur dalam laporan keuangan pada suatu periode tertentu
sehingga diketahui kecenderungan yang terjadi. Menganalisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah menggunakan perhitungan rasio-rasio keuangan yang
merupakan alat ukur atau indikator Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah.
Beberapa rasio keuangan yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan
yang bersumber dari APBD antara lain (Halim, 2007:284)
1. Rasio Kemandirian
Rasio Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya
pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal
dari sumber yang lain. Rasio Kemandirian Daerah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:

PAD
Rasio Kemandirian =
Bantuan Pemerintah atau Propinsi dan Pinjaman

2. Rasio Efektivitas
Rasio Efektifitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi
riil daerah. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rasio Kemandirian =

Realisasi Penerimaan PAD


Target Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah
22
3. Rasio Efisiensi
Rasio Efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan
realisasi pendapatan yang diterima. Dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Biaya yang dikeluarkan unutk memungut PAD


Rasio Efisiesi=
Realisasi Penerimaan PAD

4. Rasio Aktivitas
a. Rasio Keserasian
Rasio Keserasian adalah rasio yang menggambarkan bagaimana
Pemerintah Daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan
belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentasi dana yang
dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentasi belanja investasi yang
digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat
cenderung semakin kecil.

Total Belanja Rutin


Rasio Belanja RutinTerhadap PAD=
Total APBD

Belum ada tolak ukur yang pasti untuk menentukan berapa besarnya
rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena
sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya
kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang
ditaregetkan (Halim, 2007:235).
b. Debt Service Coverage Ratio
Untuk melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana di daerah,
selain menggunakan Pendapatan Asli Daerah, Pemerintah Daerah dapat
menggunakan alternatif sumber dana lain melalui pinjaman, sepanjang
prosedur dan pelaaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Ketentuan tersebut adalah:

23
a) Jumlah kumulatif pinjaman daerah yang wajib dibayar maksimal
75 persen dari penerimaan APBD tahun sebelumnya.
b) Debt service coverage ratio (DSCR) minimal 2,5
DCSR merupakan perbandingan antara penjumlahan PAD,
Bagian Daerah (BD) dari pajak bumi dan bangunan, Bea
perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerimaan
sumber daya alam, dan bagian daerah lainnya serta Dana Alokasi
Umum (DAU) setelah dikurangi Belanja Wajib (BW), dengan
jumlah angsuran pokok, bunga, dan biaya pinjaman lainnya yang
jatuh tempo.
Formula untuk rasio ini adalah:

( PAD+ ( DBH −DBHDR )+ DAU )−Belanja Wajib


DSCR=
Angsuran Pokok Pinjaman+ Bunga+Biaya lain−lain

5. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan adalah rasio yang mengukur seberapa besar
kemampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.
Diketahuinya pertumbuhan untuk mengevaluasi potensi-potensi yang perlu
mendapatkan perhatian. Rasio Pertumbuhan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

Realisasi Penerimaan PAD X n −X n−1


Rasio Pertumbuhan PAD= x
Realisasi Penerimaan PAD X n−1
100%

F. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu berkaitan dengan kinerja keuangan pemerintah daerah
dapat dilihat pada tabel berikut.

24
25
Tabel 3.1
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

No Nama/Tahun/Judul Hasil Penelitian


1. Rieuwpassa, A. R., Tidak terdapat perbedaan yang
Maryam Mangantar & Joubert B. signifikan antara tingkat signifikansi
Maramis/2021/Analisis Komparasi kinerja keuangan Pemerintah pada
Kota Manado, Kota Bitung dan Kota
Kinerja Keuangan Daerah
Tomohon.
Di Tiga Kota di Sulawesi Utara
(Studi Pada Kota Manado, Kota
Bitung, dan Kota Tomohon)
2. Mailangkay, P. P. U, Sri Murni, & 1. Dari tahun ke tahun pola
Paulina Van Rate/2020/Analisis kemandirian keuangannya
Kinerja Keuangan Daerah masih tergolong pola
Pemerintah Kota Bitung hubungan instruktif dimana
peranan pemerintah pusat lebih
dominan daripada pemerintah
daerah itu sendiri.
2. Rasio efektivitas PAD Kota
Bitung sudah sangat efektif
3. Rasio efisiensi keuangan
tergolong efisien.

3. Jaenuri/2015/Analisis Perbandingan Kemandirian Keuangan Daerah


Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dan
Bojonegoro dan Jombang Tahun 2010- Jombang Tahun 2010-2014
2014 masuk dalam kategori rendah
sekali karena ratarata Rasio yang
dicapai sebesar 11.00% dan
14,23% atau masih dibawah 25%
yang berarti memiliki pola
hubungan Instruktif, hal tersebut
menunjukan bahwa tingkat
ketergantungan pemerintah
Kabupaten Bojonegoro dan
Jombang terhadap bantuan dari
pihak Ektern masih cukup tinggi.
Namun apabila dibandingkan
antara kedua kabupaten maka
tingkat Kemandirian keuangan
Kabupaten Jombang lebih
unggul dari Kabupaten
Bojonegoro.
4. Wachidah/2018/ Analisis 1. Berdasarkan Rasio Kemandirian di
Perbandingan Kinerja Keuangan kedua wilayah, memperlihatkan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan bahwa Provinsi Jawa Tengah lebih
26
Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun tinggi dari pada Provinsi Daerah
2010-2015 Istimewa Yogyakarta.
2. Berdasarkan Rasio Efektivitas di
kedua wilayah, baik di Provinsi
Jawa Tengah dan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta telah
mencapai tingkat efektivitas yang
baik.
3. Berdasarkan Rasio Efisiensi di
kedua wilayah, baik di Provinsi
Jawa Tengah dan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta belum dapat
mencapai tingkat efisiensi yang
baik.
4. Berdasarkan Rasio Pertumbuhan
Pendapatan di kedua wilayah, baik
di Provinsi Jawa Tengah dan
Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta belum mencapai
tingkat pertumbuhan pendapatan
yang baik.

G. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah
yang penting. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai
berikut:
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kota Manado,
Kota Bitung, Kota Tomohon, dan Kota Kotamobagu

Analisis Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas, Rasio


Efisiensi, Rasio Aktifitas, Rasio Pertumbuhan

Uji Beda

Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran

27
H. Hipotesis Penelitian

H0 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah Kota


Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu
berdasarkan analisis rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio
efisiensi, rasio aktifitas, rasio pertumbuhan
H1 : Tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah Kota
Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu
berdasarkan analisis rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio
efisiensi, rasio aktifitas, rasio pertumbuhan

28
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif (perbandingan) yang
bersifat menguraikan sifat-sifat dan keadaan sebenarnya dari dua atau lebih objek
penelitian, dimana objek-objek tersebut kemudian dibandingkan untuk
menganalisis dan mengetahui perbedaan antara kedua atau lebih objek yang
diteliti (Sugiyono, 2015:11).

B. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kota yang ada di Propinsi
Sulawesi Utara. Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode judgement-
sampling dengan kriteria sampel adalah

1. Pemerintah Kota se -Sulawesi Utara yang telah Menyusun laporan keuangan


tahun anggaran 2016 - 2019.
2. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang telah diaudit oleh BPK
RI tahun anggaran 2016 – 2019.
3. Pemerintah daerah yang telah mencantumkan opini audit terhadap laporan
keuangan daerah pada tahun anggaran 2016 – 2019.
4. Pemerintah Kota se-Sulawesi Utara yang berturut-turut selama 4 tahun
memperoleh opini dari BPK RI tahun anggaran 2016 – 2019.

C. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
dengan pencarian data sekunder, kemudian mengumpulkan data dengan cara
mempelajari catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang ada pada perusahaan
atau instansi yang diteliti dengan menggunakan metode dokumentasi. Metode
dokumentasi dilakukan dengan memperoleh data Badan Pusat Statistik berkaitan
dengan statistik keuangan Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara berdasarkan
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2016 – 2019.

29
D. Metode Analisis Data
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan
dan analisis variansi dua arah (two ways anova). Analisis rasio keuangan
digunakan untuk menganalisis kinerja keuangan pemerintah daerah yaitu dengan
menghitung rasio keuangan dari pos-pos dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), sedangkan analisis variansi dua arah digunakan untuk menguji
perbedaan variansi dua variabel atau lebih.
1. Rasio keuangan
a. Rasio Kemandirian
Rasio Kemandirian keuangan daerah ditunjukan oleh besar kecilnya
pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari
sumber yang lain. Rasio Kemandirian Daerah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:

PAD
Rasio Kemandirian =
Bantuan Pemerintah atau Propinsi dan Pinjaman

Tabel 4.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah


Kemampuan Kemandirian (%) Pola Hubungan
Keuangan
Rendah Sekali 0%-25% Instruktif
Rendah 25%-50% Konsultif
Sedang 50%-75% Partisipatif
Tinggi 75%-100% Delegatif

Sumber: Abdul Halim, (2007)

Keterangan:
a. Pola hubungan instruktif, di mana peranan Pemerintah Pusat lebih
dominan dari pada kemandirian Pemerintah Daerah (daerah yang tidak
mampu melaksanakan otonomi daerah).
b. pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah
mulai berkurang karena daerah dianggap sedikit lebih mampu
melaksanakan otonomi daerah.

30
c. Pola hubungan partisipatif, peranan Pemerintah Pusat sudah mulai
berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya
mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.
d. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah
tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam
melaksanakan urusan otonomi daerah.

b. Rasio Efektivitas
Rasio Efektifitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang
direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi
riil daerah. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rasio Kemandirian =

Realisasi Penerimaan PAD


Target Penerimaan PAD yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah

Kriteria Rasio Efektivitas PAD menurut Mahamudi (2010), adalah:

Tabel 4.2. Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan


Persentase Kinerja Keuangan Kriteria
> 100 Sangat Efektif
100 Efektif
90 – 99 Cukup Efektif
75 – 89 Kurang Efektif
< 75 Tidak Efektif

c. Rasio Efisiensi
Rasio Efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan
realisasi pendapatan yang diterima. Dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Biaya yang dikeluarkan unutk memungut PAD


Rasio Efisiesi=
Realisasi Penerimaan PAD

31
Tabel 4.3. Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan
Kriteria Efisiensi Presentasi Efisiensi
100% Keatas Tidak Efisien
90%-100% Kurang Efisien
80%-90% Cukup Efisien
60%-80% Efisien
Kurang dari 60% Sangat Efisien
Sumber: Abdul Halim (2007)

d. Rasio Aktivitas
1) Rasio Keserasian
Rasio Keserasian adalah rasio yang menggambarkan bagaimana
Pemerintah Daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan
belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentasi dana yang
dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentasi belanja investasi yang
digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat
cenderung semakin kecil.

Total Belanja Rutin


Rasio Belanja RutinTerhadap PAD=
Total APBD

2) Debt Service Coverage Ratio


Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Pinjaman
Daerah, Rasio DSCR merupakan perbandingan antara pendapatan asli daerah,
bagian daerah dari pajak bumi dan bangunan, penerimaan sumber daya alam dan
bagian daerah lainnya serta dana alokasi umum setelah dikurangi belanja wajib,
dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lainnya yang
jatuh tempo. Ukuran minimal DSCR adalah 2,5.

( PAD + Dana Bagi Hasil+ DAU ) −Belanja Wajib


DSCR=
Angsuran Pokok Pinjaman+ Bunga+Biaya lain−lain

e. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan adalah rasio yang mengukur seberapa besar
kemampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
32
keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya.
Diketahuinya pertumbuhan untuk mengevaluasi potensi-potensi yang perlu
mendapatkan perhatian. Rasio Pertumbuhan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

Realisasi Penerimaan PAD X n −X n−1


Rasio Pertumbuhan PAD= x
Realisasi Penerimaan PAD X n−1
100%

2. Analisis Variansi Satu Arah (One Ways Anova)


Analisis of variance atau ANOVA merupakan salah satu teknik analisis
multivariate yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok
data dengan cara membandingkan variansinya. Uji Anava satu arah (one way
anova) digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata untuk
lebih dari dua kelompok sampel yang tidak berhubungan. Jika ada perbedaan,
rata-rata manakah yang lebih tinggi. Data yang digunakan biasanya berskala
interval atau rasio.
Unsur utama dalam analisis variansi adalah variansi antar kelompok dan
variansi di dalam kelompok. Variansi antar kelompok dapat dikatakan sebagai
pembilang dan variansi di dalam kelompok sebagai penyebut (Gudono, 2015).
Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada uji ANOVA yaitu:
a. Varians homogen (sama)
b. Sampel kelompok dependent atau independent ketegorikal
c. Data berdistribusi normal
Berikut adalah langkah-langkah dalam perhitungan ANAVA satu arah (one way
ANOVA):
Langkah-langkah uji ANOVA sebagai berikut:
1.   Menentukan Hipotesis
H0 : Tidak terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah Kota
Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu
berdasarkan analisis rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio
efisiensi, rasio aktifitas, rasio pertumbuhan

33
H1 : Terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah Kota
Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu
berdasarkan analisis rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio
efisiensi, rasio aktifitas, rasio pertumbuhan
2.    Menentukan tingkat signifikansi
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan tingkat signifikansi α = 5%.
Tingkat signifikansi dalam hal ini berarti kita mengambil risiko salah dalam
mengambil keputusan untuk menolak hipotesis yang benar sebanyak-
banyaknya 5% (signifikansi 5% atau 0,05 adalah ukuran standar yang sering
digunakan dalam penelitian)
3.    Menentukan F hitung
4.    Menentukan F tabel
Tentukan F tebel dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1
(jumlah variabel – 1)  = 2, dan df 2 (n-k) dimana k adalah jumlah kelompok.
5.      Kriteria pengujian
- Ho diterima bila F hitung ≤  F tabel
- Ho ditolak bila F hitung > F tabel
6.   Membandingkan F hitung dengan F tabel.
Nilai F hitung > F tabel (14,029 > 3,592), maka Ho ditolak.
 7.   Membuat kesimpulan
Dalam penelitian ini, proses penghitungan ANAVA satu arah (one way ANOVA)
dilakukan dengan menggunakan program IBM SPSS Statistic 24.

34
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan
Pemerintah Kota di Propinsi Sulawesi Utara dengan menggunakan analisis rasio
kemandirian, efektifitas dan efisiensi PAD, dan rasio pertumbuhan. Pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan berupa pencarian data sekunder, yakni
data/dokumen keuangan dimana dalam penelitian ini diperoleh melalui Badan
Pusat Statistik berkaitan dengan statistik keuangan Kota yang ada di Provinsi
Sulawesi Utara berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun
Anggaran 2019. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan
bantuan program Microsoft Excel dan IBM SPSS Statistic 24. Berdasarkan
pengolahan data, diperoleh hasil sebagai berikut:
1. Analisis Rasio Keuangan
a. Rasio Kemandirian
Berdasarkan hasil perhitungan normatif dari data statistik keuangan Tahun
Anggaran 2019, maka Rasio Kemandirian Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi
Utara adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1. Rasio Kemandirian Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara
Tahun Anggaran 2019
Bantuan Rasio Tingkat
Pemerintah Pola
Realisasi PAD Pemerintah dan Kemandiria Kemandiria
Kota Hubungan
Pinjaman n n
375,070,728,00
Manado 0 959,525,762,000 39.09 Rendah Konsultatif
Bitung 84,657,478,000 645,587,784,000 13.11 Rendah sekali Instruktif
Tomohon 72,815,766,000 526,221,162,000 13.84 Rendah sekali Instruktif
Kotamobagu 72,679,765,000 524,489,713,000 13.86 Rendah sekali Instruktif
Sumber: Data diolah (2021)

Berdasarkan tabel di atas, tingkat kemandirian tertinggi dimiliki oleh


Pemerintah Kota Manado, dengan presentase sebesar 39,09% dan berada pada
kategori rendah dengan pola hubungan konsultatif. Tiga Pemerintah Kota lainnya
berada pada tingkat kemandirian rendah sekali, dengan pola hubungan instruktif,
dimana nila persentase terendah dimiliki oleh Pemerintah Kota Bitung sebesar

35
13,11%. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat kemampuan
keuangan Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara masih sangat bergantung
pada Pemerintah Pusat.

b. Rasio Efektivitas
Tabel 4.2. Rasio Efektivitas Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara
Tahun Anggaran 2019
Kriteria
Target Rasio
Pemerintah Kota Realisasi PAD Rasio
Penerimaan PAD Efektivitas
Efektivitas
Manado 375,070,728,000 372,000,000,000 100.83 Sangat Efektif
Bitung 84,657,478,000 77,109,350,830 109.79 Sangat Efektif
Tomohon 72,815,766,000 76,643,332,605 95.01 Cukup Efektif
Kotamobagu 72,679,765,000 48,305,345,900 150.46 Sangat Efektif
Sumber: Data diolah (2021)

Tabel di atas menunjukkan bahwa secara umum rasio efektivitas


Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara berada pada kriteria sangat efektif
dengan persentase rasio efektivitas di atas 100%, kecuali Kota Tomohon dengan
nilai rasio efektivitas 95,01% dan berada pada kategori cukup efektif. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum Pemerintah Kota di Provinsi
Sulawesi Utara pada Tahun Anggaran 2019 telah sangat efektif dalam mengelola
penerimaan PAD.

c. Rasio Efisiensi
Berdasarkan hasil perhitungan normatif dari data keuangan Pemerintah
Kota di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2019, diperoleh Rasio Efisiensi
sebagai berikut:
Tabel 4.3. Rasio Efisiensi Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara Tahun
Anggaran 2019
Biaya yang
Rasio
Pemerintah Dikeluarkan Kriteria Rasio
Realisasi PAD Efisiens
Kota Untuk Efisiensi
i
Memungut PAD
Manado 375,070,728,000 4,500,848,736 1.20 Sangat Efisien
Bitung 84,657,478,000 2,709,039,296 3.20 Sangat Efisien
Tomohon 72,815,766,000 3,422,341,002 4.70 Sangat Efisien
Kotamobagu 72,679,765,000 3,997,387,075 5.50 Sangat Efisien
Sumber: Data diolah (2021)
36
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada Tahun Anggaran 2019, rasio
efisiensi seluruh Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara berada pada kriteria
sangat efisien. Hal ini bisa dilihat dari nilai rasio efisiensi setiap pemerintah kota
yang berada jauh di bawah angka 60%. Nilai presentase rasio terbaik dimiliki oleh
Kota Manado sebesar 1,20%, kemudian Kota Bitung sebesasr 3,20%, Kota
Tomohon 4,70%, dan Kota Kotamobagu sebesar 5,50%. Hasil ini
mengindikasikan bahwa secara umum tingkat kemampuan Pemerintah Kota di
Sulawesi Utara dalam mengoptimalkan penerimaan PAD sudah baik.

d. Rasio Aktivitas
1) Rasio Keserasian
Berdasarkan hasil perhitungan normatif dari data keuangan Pemerintah
Kota di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2019, diperoleh Rasio
Keserasian sebagai berikut:
Tabel 4.4. Rasio Keserasian Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara
Tahun Anggaran 2019
Total Belanja Rasio
Pemerintah Kota Total APBD
Rutin Keserasian
770,741,547,00
Manado 0 1,832,753,857,000 42.05
362,730,933,00
Bitung 0 908,196,665,000 39.94
287,207,235,00
Tomohon 0 709,103,406,000 40.50
346,464,238,00
Kotamobagu 0 717,574,906,000 48.28

2) Debt Service Coverage Ratio


Hasil perhitungan Debt Service Coverage Ratio Pemerintah Kota di
Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2019 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Debt Service Coverage Ratio Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi
Utara Tahun Anggaran 2019

Pemerintah Kota
Keterangan
Manado Bitung Tomohon Kotamobagu
PAD 375,070,728,000 84,657,478,000 72,815,766,000 72,679,765,000
Dana Bagi Hasil
44,424,135,000 34,646,475,000 9,423,925,000 9,715,089,000
Pajak
Dana Bagi Hasil 7,392,568,000 58,843,232,000 11,248,841,000 7,408,007,000
37
Bukan Pajak

38
Pemerintah Kota
Keterangan
Manado Bitung Tomohon Kotamobagu
Dana Alokasi
777,792,468,000 515,696,268,000 436,916,664,000 394,359,709,000
Umum
JUMLAH 1,204,679,899,000 693,843,453,000 530,405,196,000 484,162,570,000
Belanja Pegawai 654,201,116,000 344,140,559,000 273,185,964,000 265,872,172,000
Belanja Bunga 7,200,000,000 0 0 0
Belanja Bantuan
34,359,831,000 1,719,174,000 1,648,516,000 65,016,766,000
Keuangan
JUMLAH 695,760,947,000 345,859,733,000 274,834,480,000 330,888,938,000
Rasio DSCR (%) 13.25 203.41 156.03 3.36
Sumber: Data diolah (2021)
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
membayar kembali pinjaman dari Pemerintah Kota yang ada di Provinsi Sulawesi
Utara Tahun Anggaran 2019 sudah sangat baik yang dibuktikan oleh nilai rasio
DSCR dari semua Pemerintah Kota yang berada di atas 2,5. Khusus untuk Kota
Biutng dan Tomohon, nilai rasionya masing-masing 203,41 dan 156,03 dimana
nilai ini sangat tinggi, yang disebabkan karena keduanya tidak memiliki pinjaman
pada Tahun Anggaran 2019 (belanja bunga = 0).

e. Rasio Pertumbuhan
Berdasarkan hasil perhitungan normatif dari data keuangan Pemerintah
Kota di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2019, diperoleh Rasio
Pertumbuhan sebagai berikut:
Tabel 4.6. Rasio Pertumbuhan Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara
Tahun Anggaran 2019
Realisasi Realisasi Rasio
Pemerintah Kota Penerimaan PAD Penerimaan PAD Pertumbuhan
Tahun 2018 Tahun 2019 (%)

Manado 363,177,941,000 375,070,728,000 3.27


Bitung 109,653,370,000 84,657,478,000 -22.80
Tomohon 35,338,891,000 72,815,766,000 106.05
Kotamobagu 64,268,887,000 72,679,765,000 13.09
Sumber: Data dioleh (2021)
Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengetahui apakah pemerintah
daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama beberapa periode

39
anggaran, kinerja anggarannya mengalami pertumbuhan pendapatan secara positif
atau negatif.
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat tiga Kota dengan rasio
pertumbuhan yang positif pada Tahun Anggaran 2019, yakni Kota Manado
3,27%, Kota Tomohon 106,05%, dan Kota Kotamobagu sebesar 13,09%,
sedangkan Kota Bitung memiliki rasio pertumbuhan yang negatif, yakni -22,80%.

2. Analisis Variansi 2 Arah (Two Ways ANOVA)


Analisis variansi dua arah bertujuan untuk membandingkan perbedaan
rata-rata antara kelompok yang telah dibagi pada dua variabel independen yang
selanjutnya disebut faktor. Dalam penelitian ini, akan diuji perbedaan kinerja
keuangan pemerintah kota di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2019
dilihat dari rasio kemandirian, efektivitas, efisiensi, aktivitas, dan rasio
pertumbuhan. Untuk melakukan prosedur analisis variansi dua arah, sebelumnya
harus dipenuhi asumsi statistiknya yaitu normalitas data dan homogenitas
variansi.
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas Data
Pengujian normalitas data secara analisis statistik dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan Uji Kolmogorov–Smirnov. Secara multivariat
pengujian normalitas data dilakukan terhadap nilai residualnya. Data yang
berdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi di atas 0,05 atau 5%.
Hasil uji Kolmogorov Smirnov dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Data


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Rasio .027 24 .099 .847 24 .002
a. Lilliefors Significance Correction

Dari tabel di atas diperoleh nilai statistik untuk uji Kolmogorov – Smirnov
sebesar 0.027, dengan nilai signifikansi (Sig.) = 0.099. Nilai signifikansi = 0.099

40
ini lebih besar dari 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan
dalam penelitian ini berdistribusi normal, atau memenuhi asumsi normalitas data.

2) Uji Homogenitas Variansi Populasi


Teknik uji statistik yang digunakan adalah teknik uji Barlett. Tujuan dari
pengujian ini untuk menguji hipotesis nol (Ho) yang menyatakan bahwa varians
nilai rasio-rasio keuangan dari setiap pemerintah kota adalah homogen pada taraf
signifikansi α=0,05, melawan hipotasis tandingannya (Ht) yang menyatakan
bahwa varians nilai rasio keuangan dari setiap pemerintah kota tidak homogen
pada taraf signifikansi yang sama.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah Ho ditolak jika ternyata harga
Sig. lebih kecil atau sama dengan (≤) 0,05 pada taraf signifikansi. Sebaliknya jika
harga Sig > 0,05, maka Ho yang menyatakan bahwa varians nilai prestasi belajar
biologi homogen diterima. Berdasarkan pengujian yang dilakukan dengan
menggunakan program IBM SPSS 24 diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Variansi Populasi
Test of Homogeneity of Variances
Rasio
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.460 3 20 .256

Dari tabel diatas diperoleh nilai signifikansi (Sig.) sebesar 0,256, yang
lebih dari taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian didasarkan pada kriteria
pengujian hipotesis nol (Ho) diterima. Simpulannya adalah bahwa varians nilai
rasio keuangan dari setiap pemerintah kota di Provinsi Sulawesi Utara tersebut
adalah homogen.
Dari dua hasil pengujian persyaratan analisis yang terdiri dari uji
normalitas dengan teknik uji Lilleifors atau Komogorov-Smirnov dan uji
homogenitas variansi dengan teknik uji Barlett (Levene Statistic) menyatakan
bahwa persyaratan analisis yang diperlukan untuk analisis varians dua arah (two
ways ANOVA) telah terpenuhi.

41
b. Uji Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil uji dengan IBM SPSS 24, rangkuman hasil analisis
varians satu arah dengan desain dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9. Hasil Uji ANAVA Satu Arah (One Way ANOVA)
ANOVA
Nilai Rasio Keuangan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5000.996 3 1666.999 .436 .730
Within Groups 76520.783 20 3826.039
Total 81521.779 23

Dari tabel output Anova di atas menunjukkan bahwa nilai F hitung yang
diperoleh sebesar 0,436 dengan sig 0.730, dimana niai signifikansi ini lebih besar
dari α = 0,05, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, atau Tidak
terdapat perbedaan kinerja keuangan pemerintah daerah Kota Manado, Kota
Bitung, Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu berdasarkan analisis rasio
kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio aktifitas, rasio pertumbuhan.
Dengan kata lain, keempat pemerintah kota tersebut memiliki kinerja keuangan
yang relatif sama pada Tahun Anggaran 2019.

B. Pembahasan
Hasil perhitungan rasio kemandirian menunjukkan bahwa terdapat tiga
pemerintah kota yang berada pada tingkat kemandirian rendah sekali, dengan pola
hubungan instruktif, yakni Kota Bitung, Kota Tomohon dan Kota Kotamobagu.
Sedangkan Kota Manado berada pada kategori rendah dengan pola hubungan
konsultatif. Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat kemampuan
keuangan Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara masih sangat bergantung
pada Pemerintah Pusat. Peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada
kemandirian pemerintah daerah, atau daerah tidak mampu melaksanakan otonomi
daerah secara finansial (Halim, 2009:169).
Untuk rasio efektivitas, dari hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa
secara umum Pemerintah Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara berada pada
kriteria sangat efektif dengan persentase rasio efektivitas di atas 100%, kecuali

42
Kota Tomohon yang berada pada kategori cukup efektif. Hasil ini menunjukkan
bahwa secara umum Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi Utara pada Tahun
Anggaran 2019 telah sangat efektif dalam mengelola penerimaan PAD.
Sedangkan pada rasio efisiensi, dari hasil perhitungan diperoleh kesimpulan
bahwa pada Tahun Anggaran 2019, rasio efisiensi seluruh Pemerintah Kota di
Provinsi Sulawesi Utara berada pada kriteria sangat efisien. Hasil ini
mengindikasikan bahwa secara umum tingkat kemampuan Pemerintah Kota di
Sulawesi Utara dalam mengoptimalkan penerimaan PAD sudah baik.
Selanjutnya rasio keserasian dari hasil perhitungan bahwa seluruh
pemerintah Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Utara memiliki nilai rasio di
bawah 50%, yang menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah daerah dalam
memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan
sudah dilakukan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang
dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja investasi yang dipakai
untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat semakin kecil (Abdul
Halim, 2012). Selanjutnya untuk rasio DSCR, diperoleh kesimpulan bahwa
kemampuan membayar kembali pinjaman dari Pemerintah Kota yang ada di
Provinsi Sulawesi Utara Tahun Anggaran 2019 sudah sangat baik yang dibuktikan
oleh nilai rasio DSCR dari semua Pemerintah Kota yang berada di atas 2,5.
Hasil perhitungan rasio pertumbuhan menunjukkan bahwa terdapat tiga
Kota dengan rasio pertumbuhan yang positif pada Tahun Anggaran 2019, yakni
Kota Manado, Tomohon, dan Kotamobagu, sedangkan Kota Bitung memiliki
rasio pertumbuhan yang negatif, yakni -22,80%. Rasio pertumbuhan bermanfaat
untuk mengetahui apakah pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan
atau selama beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami
pertumbuhan pendapatan secara positif atau negatif. Dengan demikian secara
umum dapat disimpulkan bahwa Kota Manado, Tomohon dan Kotamobagu pada
Tahun Anggaran 2019 telah mampu mengoptimalkan pemanfaatan potensi daerah
secara maksimal melalui pertumbuhan positif PAD di daerah tersebut.
Hasil uji ANAVA menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kinerja
keuangan pemerintah daerah Kota Manado, Kota Bitung, Kota Tomohon dan
Kota Kotamobagu berdasarkan analisis rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio
43
efisiensi, rasio aktifitas, rasio pertumbuhan. Dengan kata lain, keempat
pemerintah kota tersebut memiliki kinerja keuangan yang relatif sama pada Tahun
Anggaran 2019. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum pemerintah kota yang
ada di Pronvinsi Sulawesi Utara memiliki kemampuan pengelolaan finansial yang
relatif sama dalam menjalankan otonomi daerah.

44
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan Pemerintah Kota yang
ada di Provinsi Sulawesi Utara dilihar dari Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas,
Rasio Efisiensi, Rasio Aktivitas, dan Rasio Pertumbuhan.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka peneliti memberikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Kepada pemerntah daerah, khususnya Pemerintah Kota yang ada di Provinsi
Sulawesi Utara, agar mengoptimalkan pemanfaatan potensi daerah untuk
peningkatan pencapaian PAD guna meningkatkan kemandirian daerah dan
tidak bergantung pada pemerintah pusat sehingga otonomi daerah dapat
diaplikasikan secara maksimal.
2. Sinergitas yang kokoh dan proporsional antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah harus terus ditingkatkan, untuk mewujudkan tujuan
pelaksanaan otonomi daerah, terutama pada sektor finansial.

45
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2018. Pembangunan Perdesaan Pendekatan Partisifatif,


Tipologi, Strategi, Konsep Desa Pusat Pertumbuhan. Yogyakarta: Expert.
Ariefianto, Doddy, M. 2012, Ekonometrika Esensi dan Aplikasi dengan
Menggunakan Eviews, Jakarta, Erlangga.
Andiantoko Hony (2013) Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Kab. Blora
(Studi Kasus DPPKAD Kab. Blora Tahun 2007-2011. Universitas Negeri
Yogyakarta.

Anzar, Muhammad Karya Satya. 2008. Analisa Kinerja Keuangan pemerintah


Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Tesis
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dipublikasikan

Abdul Halim. (2007). Akuntansi Sektor Publik : Akuntansi Keuangan Daerah.


Jakarta : Salemba Empat

Andayani, Wuryan. (2007) Akuntansi Sektor Publik. Malang, Bayumedia


Publishing
Agustina Oesi, (2013) Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan
Tingkat Kemandirian Daerah Di Era Otonomi Daerah studi kasus pada
Kota Malang.

Akira (2016) yang meneliti Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan pada tiga
Kabupaten pemekaran yaitu Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma
dan Kabupaten Bengkulu Tengah. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Bengkulu.

BAPPENAS. 2003. Peta Kemampuan Keuangan Provinsi Dalam Era Otonomi


Daerah.. Direktorat Pengembangan Otonomi Daerah

Bastian, Indra. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta:


Erlangga

Bisma, I Dewa Gde & Hery Susanto. (2010). Evaluasi Kinerja Keuangan Daerah
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun Anggaran 2003–2007.
Jurnal, GaneC Swara Edisi Khusus Vol. 4 No.3, Mataram

Dwirandra. 2008. Efektifitas dan Kemandirian Keuangan Daerah Otonomi


Kabupaten / Kota Provinsi Bali Tahun 2002-2006. Jurnal Ilmiah, Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi Udayana. Denpasar

46
Davey, K.J. 1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah: Praktek-praktek
Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga. Jakarta: UI - Press
Devas Nick, Brian Binder, Anne Booth

Darise, Nurlan. 2008. Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta: Penerbit PT


Indeks.
Desilva (2001). Evaluasi anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur selama tahun 1993-1998,
Halim, Abdul. (2008) Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta, Salemba Empat.
Halim,Abdul. (2009) Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan
Pemerintah PusatDaerah: Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan
Sumber Daya Daerah. Yogyakarta, Sekolah Pascasarjana UGM
Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Jakarta : Penerbit
Erlangga, Jakarta
Hasan, Mustafa, 2000. Teknik Sampling, Jakarta. Erlangga
Halim, Abdul.dan Syam Kusufi, M, 2012, Teori, Konsep, dan Aplikasi
Akuntansi Sektor Publik, edisi pertama jilid 1, Jakarta, Salemba Empat.
Halim, Abdul, 2002, Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah,
edisi pertama jilid 1, Jakarta, Salemba Empat.
Halim, Abdul, 2008, Akuntansi Sektor PublikAkuntansi Keuangan Daerah,
edisi ketiga jilid 1, Jakarta, Salemba Empat.

Halim, Abdul, 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Yogyakarta, Salemba


Empat.

Halim, Abdul dan Theresia Damayanti. 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah.


Yogyakarta, STIM YKPN.

Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. (2010). Peraturan Pemerintah Republik


Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman


Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta, Kementerian Dalam Negeri
Republik Indonesia
Peraturan Pemerintah No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Jakarta Kementerian Keuangan Republik Indonesia

47
Puspitasari Ayu, Febriyanti, (2013) Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah Kota Malang Tahun Anggaran 2007-2011. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya Malang.
Pres Djaenuri, Aries. 2012. Hubungan Keuangan Pusat - Daerah, Elemen-elemen
Penting Hubungan Keuangan Pusat – Daerah. Bogor
Roy Kelly. 1999. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta:
Universitas Indonesia
Riswanda Imawan dan Agus Wahyudin. (2014). Analisis Kemandirian Keuangan
Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2010-2012. Accounting
Analysis Journal
Tyas (2012) Analisis Kinerja Keuangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Kabupaten Slemen Tahun 2006-2010. Jurnal I Volume I

Mardiasmo (2002) Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta, ANDI.


Munir, Dasril, Tangkilisan. (2004) Kebijakan dan Manjemen Keuangan Daerah.
Yogyakarta, YPAPI.
Mohamad. (2006) Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta, BPFE.
Mahmudi. (2010). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Edisi Dua.
Yogyakarta : UPP STIM YKPN
Margono S. Drs. 2007. Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. PT.
Rineka Cipta, Jakarta

Rahayu Muji, Endang Kus, 2014. Skripsi, Surakarta, Universitas Muhamadiyah


Surakarta.
Riyanto, Bambang, 2013. Dasar-Dasar Pembebelanjaan Perusahaan, edisi 4,
Yogyakarta. BPFE.
Mahmudi, 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik, edisi revisi.
Yogyakarta,UPP
STIM YKPN.
Mahmudi, 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik, edisi kedua,
Yogyakarta,
UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta,
Andi.
Mardiasmo, 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta, ANDI OFFSET cv.

48
Purwaningsih, Dian Ika. 2013. Skripsi. Surakarta, Universitas Muhamadiyah
Surakarta.

Sugiyono, 2015. Metode Penelitian dan Pengembangan Research and


Development. Bandung, ALFABETA, cv
Suparmoko, M. 2005. Ekonomi Publik untuk Keuangan dan Pembangunan
Daerah, edisi pertama, Yogyakarta, Andi.
Rosidin Utang, 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi, edisi pertama,
Bandung, PUSTAKA SETIA, cv
Whenny Dhia C, 2012. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota Di
Propinsi Sumatera Selatan, Vol. 2, Jurnal Ilmiah. Halaman 40

Sularso, H. dan Yanuar E. Restianto. 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan


Terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten/kota di Jawa Tengah. Media Riset Akuntansi, Vol 1, No.2,
Agustus 2011.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2016. Yogyakarta: Penerbit
Andi
Bastian, Indra. 2017. Audit Sektor Publik. Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, A. 2017. Manajemen Keuangan Sektor Publik. Jakarta: Penerbit Salemba
Empat
Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Jakarta. STIE YKPN.
Fahmi, Irham. 2017. Analisis Laporan Keuangan. Bandung: Alfabeta.

49
Lampiran 1. Data Statistik Keuangan Pemerintah Kota di Provinsi Sulawesi
Utara Tahun Anggaran 2019

50
51
52
53
54
55
56
57
Lampiran 2. Tabulasi Data Penelitian
KOTA
KOTA MANADO KOTA BITUNG KOTA TOMOHON
KOTAMOBAGU
PENDAPATAN DAERAH 1,577,753,857,000 877,596,665,000 679,103,406,000 697,574,906,000
REALISASI PAD 375,070,728,000 84,657,478,000 72,815,766,000 72,679,765,000
PAJAK DAERAH 288,514,185,000 49,342,650,000 45,555,435,000 17,442,069,000
RETRIBUSI DAERAH 47,756,750,000 16,475,000,000 11,826,921,000 49,028,000,000
HASIL PERUSAHAAN MILIK 1,740,577,000 3,961,700,000 3,500,000,000 1,300,000,000
DAERAH DAN PENGELOLAAN
KEKAYAAN DAERAH YANG
DIPISAHKAN
LAIN-LAIN PAD YANG SAH 37,059,216,000 14,878,128,000 11,933,410,000 4,909,696,000

DANA PERIMBANGAN 1,011,342,465,000 739,077,491,000 546,893,928,000 541,612,809,000


Bagi Hasil Pajak 44,424,135,000 34,646,475,000 9,423,925,000 9,715,089,000
Bagi Hasil Bukan Pajak/SDA 7,392,568,000 58,843,232,000 11,248,841,000 7,408,007,000
Dana Alokasi Umum 777,792,468,000 515,696,268,000 436,916,664,000 394,359,709,000
Dana Alokasi Khusus 181,733,294,000 129,891,516,000 89,304,498,000 130,130,004,000

LAIN-LAIN PENDAPATAN
YANG SAH 191,340,664,000 53,861,696,000 59,393,712,000 83,282,332,000

PEMBIAYAAN DAERAH 255,000,000,000 30,600,000,000 30,000,000,000 20,000,000,000

BELANJA TIDAK LANGSUNG 773,241,547,000 367,730,933,000 288,985,759,000 348,964,238,000


BELANJA PEGAWAI 654,201,116,000 344,140,559,000 273,185,964,000 265,872,172,000

58
BELANJA BUNGA 7,200,000,000 0 0 0
BELANJA SUBSIDI 0 0 0 0
BELANJA HIBAH 30,980,600,000 13,871,200,000 11,590,755,000 4,275,300,000
BELANJA BANTUAN SOSIAL 44,000,000,000 3,000,000,000 782,000,000 10,000,000,000
BELANJA BAGI HASIL 0 0 0 1,300,000,000
BELANJA BANTUAN
KEUANGAN 34,359,831,000 1,719,174,000 1,648,516,000 65,016,766,000
PENGELUARAN TIDAK
TERDUGA 2,500,000,000 5,000,000,000 1,778,524,000 2,500,000,000

BELANJA LANGSUNG 1,055,210,521,000 525,999,739,000 412,117,647,000 368,610,668,000


BELANJA PEGAWAI 32,110,015,000 26,889,016,000 73,552,611,000 7,036,343,000
BELANJA BARANG DAN JASA 550,909,511,000 241,880,768,000 190,608,651,000 259,666,250,000
BELANJA MODAL 472,190,995,000 257,229,955,000 147,956,385,000 101,908,075,000

PEMBIAYAAN DAERAH 4,301,789,000 14,465,993,000 8,000,000,000 0


JUMLAH TOTAL 1,832,753,857,000 908,196,665,000 709,103,406,000 717,574,906,000

TARGET PAD 372,000,000,000 77,109,350,830 76,643,332,605 48,305,345,900


BIAYA YANG DIKELUARKAN 4,500,848,736 2,709,039,296 3,422,341,002 3,997,387,075
UNTUK MEMUNGUT PAD
REALISAS PAD TAHUN 2018 363,177,941,000 109,653,370,000 35,338,891,000 64,268,887,000

59
Lampiran 3. Output Uji Normalitas Data

EXAMINE VARIABLES=Rasio
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF NPPLOT
/COMPARE GROUPS
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.

Explore

Notes
Output Created 11-OCT-2021 21:11:13
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 24
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for
dependent variables are treated
as missing.
Cases Used Statistics are based on cases
with no missing values for any
dependent variable or factor
used.
Syntax EXAMINE VARIABLES=Rasio
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF
NPPLOT
/COMPARE GROUPS
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Resources Processor Time 00:00:02.58
Elapsed Time 00:00:04.86

60
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Rasio 24 100.0% 0 0.0% 24 100.0%

Descriptives
Statistic Std. Error
Rasio Mean 49.8563 12.15082
95% Confidence Interval for Lower Bound 24.7204
Mean Upper Bound 74.9921
5% Trimmed Mean 45.6088
Median 26.5000
Variance 3543.420
Std. Deviation 59.52663
Minimum -23.00
Maximum 203.00
Range 226.00
Interquartile Range 94.38
Skewness 1.168 .472
Kurtosis .515 .918

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Rasio .027 24 .099 .847 24 .002
a. Lilliefors Significance Correction

Rasio

Rasio Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

61
1.00 -0 . 2
16.00 0 . 0000001111134444
1.00 0 . 9
3.00 1 . 001
2.00 1 . 55
1.00 2 . 0

Stem width: 100.00


Each leaf: 1 case(s)

62
Lampiran 4. Output Uji Homogenitas Variansi Populasi

ONEWAY Rasio BY Kota


/STATISTICS HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS.

Oneway

Notes
Output Created 11-OCT-2021 21:08:23
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 24
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are
treated as missing.
Cases Used Statistics for each analysis are
based on cases with no missing
data for any variable in the
analysis.
Syntax ONEWAY Rasio BY Kota
/STATISTICS HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.00
Elapsed Time 00:00:00.18

[DataSet0]

Test of Homogeneity of Variances


Rasio
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.460 3 20 .256

63
ANOVA
Rasio
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5047.788 3 1682.596 .440 .727
Within Groups 76450.874 20 3822.544
Total 81498.661 23

64
Lampiran 5. Output Uji Hipotesis

ONEWAY Nilai BY Kota


/STATISTICS DESCRIPTIVES HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=DUNCAN LSD ALPHA(0.05).

Oneway

Descriptives
Nilai Rasio Keuangan
95% Confidence Interval for Mean
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Manado 6 33.2817 37.42886 15.28027 -5.9975 72.5608 1.20 100.83
Bitung 6 57.7750 84.49725 34.49586 -30.8994 146.4494 -22.80 203.41
Tomohon 6 69.3550 59.34990 24.22950 7.0711 131.6389 4.70 156.03
Kotamobagu 6 39.0917 56.93014 23.24163 -20.6529 98.8362 3.36 150.46
Total 24 49.8758 59.53508 12.15255 24.7364 75.0153 -22.80 203.41

65
Test of Homogeneity of Variances
Nilai Rasio Keuangan
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.470 3 20 .253

ANOVA
Nilai Rasio Keuangan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 5000.996 3 1666.999 .436 .730
Within Groups 76520.783 20 3826.039
Total 81521.779 23
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Nilai Rasio Keuangan

Mean Difference 95% Confidence Interval


(I) Pemerintah Kota (J) Pemerintah Kota (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
LSD Manado Bitung -24.49333 35.71199 .501 -98.9872 50.0006
Tomohon -36.07333 35.71199 .325 -110.5672 38.4206
Kotamobagu -5.81000 35.71199 .872 -80.3039 68.6839
Bitung Manado 24.49333 35.71199 .501 -50.0006 98.9872
Tomohon -11.58000 35.71199 .749 -86.0739 62.9139
Kotamobagu 18.68333 35.71199 .607 -55.8106 93.1772
66
Tomohon Manado 36.07333 35.71199 .325 -38.4206 110.5672
Bitung 11.58000 35.71199 .749 -62.9139 86.0739
Kotamobagu 30.26333 35.71199 .407 -44.2306 104.7572
Kotamobagu Manado 5.81000 35.71199 .872 -68.6839 80.3039
Bitung -18.68333 35.71199 .607 -93.1772 55.8106
Tomohon -30.26333 35.71199 .407 -104.7572 44.2306

Homogeneous Subsets

Nilai Rasio Keuangan


Subset for alpha =
0.05
Pemerintah Kota N 1
Duncana Manado 6 33.2817
Kotamobagu 6 39.0917
Bitung 6 57.7750
Tomohon 6 69.3550
Sig. .366
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.

67
68

Anda mungkin juga menyukai