Anda di halaman 1dari 11

A.

Pendahuluan

Pemerintah mempunyai kewajiban menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan prinsip


good governance, pengelolaan keuangan yang efisien, transparan dan akuntabel dan membuat
pertanggungjawaban atas pelaksanaan manajemen pemerintahan kepada rakyat Indonesia.
Setiap tahun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyampaikan laporan keuangan
sebagai wujud pertanggungjawaban kepada DPR / DPRD sebagai wakil rakyat Indonesia.
DPR, DPRD, masyarakat Indonesia, pebisnis dan pengguna laporan keuangan lainnya
menggunakan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah dalam menilai
akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik.
Laporan Keuangan harus disusun berdasarkan proses akuntansi yang wajib dilaksanakan
oleh setiap Pengguna Anggaran dan kuasa Pengguna Anggaran serta pengelola Bendahara
Umum Negara/Daerah. Sehubungan itu, pemerintah pusat maupun setiap pemerintah daerah
perlu menyelenggarakan akuntansi pemerintah. Pada tanggal 13 Juni 2005 Pemerintah
Republik Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintah (SAP) yang diubah menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2010 menjadi pedoman akuntansi di lingkungan pemerintahan.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa:
a. Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum
Negara/Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan
ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
b. Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana,
termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.
c. Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN.
d. Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan
menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada
kementerian negara/Lembaga masing-masing.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 ayat (2)
menyatakan bahwa Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang meliputi
Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan,
yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
Ilmu akuntansi dapat dikelompokkan ke dalam beberapa cara pengelompokan:
1. Pengelompokan akuntansi berdasarkan pengguna:
a) Akuntansi keuangan, diselenggarakan untuk menghasilkan informasi keuangan yang
difokuskan pada berbagai pengguna eksternal.
b) Akuntansi manajemen, diselenggarakan untuk menghasilkan informasi keuangan
bagi pengguna internal dalam rangka melaksanakan aktivitasnya serta melaksanakan
fungsi manajerial (planning, organizing, directing dan controlling).
2. Pengelompokan akuntansi berdasarkan jenis organisasi:
a) Akuntansi komersial, digunakan oleh perusahaan atau organisasi yang kegiatannya
berorientasi untuk menghasilkan laba.
b) Akuntansi sektor publik, didefinisikan sebagai informasi yang mengidentifikasi,
mengatur dan mengkomunikasikan informasi ekonomi dan entitas sektor publik.
Informasi ekonomi sektor publik berguna untuk pengambilan keputusan : alokasi
sumber daya ekonomi, pelayanan publik, kinerja organisasi sektor publik, penilaian
kemampuan likuiditas dan distribusi pendapatan dan stabilitas ekonomi. Akuntansi
Sektor Publik digunakan oleh organisasi publik, yaitu organisasi yang sebagian besar
dana kegiatannya dihimpun dari kontribusi masyarakat dan yang beroperasi untuk
kepentingan masyarakat luas(kesejahteraan masyarakat), seperti lembaga sosial
masyarakat (LSM), partai politik, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Akuntansi
sektor publik dibagi dalam dua kategori :
1) Akuntansi organisasi nirlaba, digunakan oleh organisasi yang kegiatannya tidak
berorientasi untuk memupuk laba, seperti yayasan, rumah sakit, perguruan tinggi
Akuntansi Pemerintah, digunakan oleh instansi pemerintah dimana dilakukan aktivitas
pemberian jasa untuk menyediakan informasi keuangan pemerintah berdasarkan proses
pencatatan, pengklasifikasian, pengikhtisaran suatu transaksi keuangan pemerintah serta
penafsiran atas informasi keuangan..

C. Akuntansi Pemerintah
1. Perbedaan Akuntansi Pemerintah dengan Akuntansi Komersial
Ada beberapa perbedaan antara Akuntansi Pemerintah dengan Akuntansi Komersial :

ASPEK PERBEDAAN PEMERINTAHAN BISNIS/SWASTA

Tujuan Organisasi Nonprofit Motive Profit Motif


Sumber Pendapatan Hibah, Pajak, Retribusi, donasi / Penjualan barang / jasa yang
sumbangan ditawarkan
Matching cost against Sulit dilakukan di sektor pemerintahan Sering dilakukan untuk menyesuaikan
revenue antara pendapatan dan biaya

Pertanggung-jawaban Publik/Masyarakat, DPR Pemegang Saham , Kreditur


Harga produk / jasa : tidak ada atau lebih murah dari harga Sesuai dengan biaya pembuatan produk
produk / jasa yang sebenarnya / jasa tersebut

Pengguna informasi Lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, Direksi, komisaris, pemegang saham,
rakyat kreditur, pegawai
Karakteristik Anggaran Terbuka untuk public Tertutup untuk publik
Sistim Akuntansi Cash Toward Accrual Accounting Accrual Accounting

Kriteria Keberhasilan Ekonomi, Efisiensi, Efektivitas Laba


Kecenderungan Sifat Politis Bisnis

Pencatatan kepemilikan Tidak ada Ada


pribadi
Laporan Keuangan Lapkeu Pemerintah dipengaruhi proses Lapkeu. Swasta sangat terikat dengan
keuangan dan politik aturan dan kriteria keuangan
Pengembangan akuntabilitas publik Akuntabilitas Hanya diungkap di
Diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan tingkat organisasi
Diperiksa oleh auditor independen
Keuangan Negara, Daerah Individual
Ciri utama struktur pemerintahan dan pelayanan yang diberikan:
(1) Bentuk umum pemerintahan dan pemisahan kekuasaan;
Dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazas demokrasi,
kekuasaan ada di tangan rakyat. Rakyat mendelegasikan kekuasaan kepada pejabat
publik melalui proses pemilihan. Selain itu, ada pemisahan wewenang di antara
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan
menjaga keseimbangan terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara
penyelenggara pemerintahan.
Akuntansi dana (fund accounting) merupakan sistem akuntansi dan pelaporan
keuangan yang lazim diterapkan di lingkungan pemerintah yang memisahkan kelompok dana
menurut tujuannya, sehingga masing-masing merupakan entitas akuntansi yang mampu
menunjukkan keseimbangan antara belanja dan pendapatan atau transfer yang diterima.
Akuntansi dana dapat diterapkan untuk tujuan pengendalian masing-masing kelompok dana
selain kelompok dana umum (the general fund) sehingga perlu dipertimbangkan dalam
pengembangan pelaporan keuangan pemerintah.

Tanggung Jawab Penyusunan Laporan Keuangan


Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan
entitas. Dalam lingkup pemerintah pusat yang dimaksud dengan pimpinan entitas adalah setiap
kepala satuan kerja sebagai entitas akuntansi dan setiap Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai
entitas pelaporan. Kewajiban dan tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan
untuk setiap Menteri/pimpinan lembaga juga dinyatakan dalam Pasal 55 ayat (2) huruf a
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang berbunyi:
“Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan
menyampaikan laporan keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan
catatan atas laporan keuangan dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada
kementerian negara/lembaga masing-masing. “

5. Jenis Laporan Keuangan


Dalam rangka pelaksanaan APBN setiap entitas baik pemerintah pusat, kementerian
negara/lembaga, pemerintah daerah, dan satuan kerja di tingkat pemerintah pusat/daerah
wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, laporan keuangan
pemerintah pokok setidak-tidaknya terdiri atas:
a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
b) Neraca;
c) Laporan Arus Kas (LAK); dan
d) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Berdasarkan PP no 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
menyatakan Laporan keuangan pokok terdiri dari:
(a) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
(b) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);
(c) Neraca;
(d) Laporan Operasional (LO);
(e) Laporan Arus Kas (LAK);
(f) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
(g) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

(1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan
dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.

Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya
adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk
suatu bidang tertentu pemerintahan. Pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut:
Tugas menteri Keuangan :
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan
mempunyai tugas sebagai berikut :
a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-
undang;
f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan
undang- undang.
Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan

). Laporan Keuangan Pemerintah disusun dengan menggabungkan seluruh laporan


keuangan Kementerian negara/Lembaga selaku pengguna anggaran dengan laporan
keuangan Bendahara Umum Negara. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga ini
harus disampaikan ke Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan
setelah tutup tahun anggaran.
Dengan memperhatikan pengaturan tentang pengelolaan kas negara yang dilakukan oleh
Bendahara Umum Negara maka kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran
tidak diwajibkan menyusun Laporan Arus Kas. Yang menyusun Laporan Arus Kas hanya
Bendahara Umum Negara.
Sebagai alat pengendalian
Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum. Anggaran
merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program
atau kegiatan pemerintah. Sebagai instrumen pengendalian, anggaran digunakan untuk
menghindari adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation)
dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas.
Pengendalian anggaran dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu:
a. Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan;
b. Menghitung selisih anggaran (favourable dan unfavourable variances);
c. Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan tidak dapat
dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varian;
d. Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.
Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi
sumber daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem
penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna
pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan
pertanggungjawaban kepada publik.
1. Prinsip Anggaran
Secara umum, prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut:
a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
b. Disiplin Anggaran
c. Keadilan Anggaran
d. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran
e. Disusun dengan pendekatan kinerja
Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak
berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah disusun.
Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan
organisasi.

Tahap Ratifikasi Anggaran (Budget Ratification)


Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup
berat. Pimpinan eksekutif dituntut tidak hanya memiliki “managerial skill” namun juga
harus mempunyai “political skill,” “salesmanship,” dan “coalition building” yang
memadai. Integritas dan kesiapan mental yang tinggi dari eksekutif sangat penting dalam
tahap ini. Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai
kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala
pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif.
Setiap tahun pemerintah menghimpun dan membelanjakan dana melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN yang dikelola pemerintah pusat. Oleh karena
mengacu pada anggaran yang dikelola pemerintah pusat, maka Anggaran Pendapatan dan
Belanja Pemerintah Daerah (APBD) dan BUMN tidak termasuk APBN. Sesuai dengan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, APBN harus diwujudkan dalam bentuk undang-undang,
dalam hal ini presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan Rancangan APBN (RAPBN)
kepada DPR. Oleh karena itu, proses penyusunan anggaran negara merupakan rangkaian
aktivitas yang melibatkan banyak pihak, termasuk semua departemen dan lembaga, dan DPR.
Landasan Hukum Anggaran Negara tercantum pada Pasal 23 UUD 1945 Pasal 23 (1)
yang berbunyi sebagai berikut:
1. Pasal 23 (1): Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Pasal 23 (2): Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan
memperhatikan Dewan Perwakilan Daerah.
Pasal 23 (3): Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.

1. Tahap pendahuluan.
Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain meliputi
penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas dan
penyusunan budget exercise. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal
dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya (misal tahun anggaran 2021) kepada
DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan (misal tahun 2020). Kemudian
pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan
fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN
tahun anggaran berikutnya.

Sesuai azas fleksibilitas anggaran, untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat saja
berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, pada tahun berjalan
dapat dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBN-Perubahan (APBN-P).
Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan atau perubahan keadaan dibahas bersama
DPR dengan pemerintah pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN
tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Apabila dalam pelaksanaan DIPA terdapat hal-hal yang mengharuskan adanya perubahan isi
yang tercantum dalam DIPA, maka satker kementerian negara/lembaga dapat mengajukan
revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA Pusat atau Kepala Kanwil
DJPb untuk DIPA daerah untuk memperoleh pengesahannya. Mengenai pengesahan revisi
DIPA ini ada yang langsung diputuskan oleh Direktur Jendaral Perbendaharaan atau kepada
Kepala Kanwil Ditjen PBN, namun ada yang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan
prinsip dari Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

. Jenis-Jenis Penerimaan Negara


Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tanggal 19 Oktober
2006 tentang Modul Penerimaan Negara, Penerimaan Negara terdiri dari Penerimaan
Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Penerimaan Hibah, Penerimaan
Pengembalian Belanja, Penerimaan Pembiayaan, dan Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga.
(1) Penerimaan Pembiayaan.
Penerimaan Pembiayaan adalah semua penerimaan negara yang digunakan untuk
menutup defisit anggaran negara dalam APBN, antara lain berasal dari penerimaan
pinjaman dan hasil divestasi.
(2) Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga
Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga adalah semua penerimaan negara yang berasal dari
potongan penghasilan pegawai negeri sipil serta setoran subsidi dan iuran pemerintah
daerah dalam rangka penyelengaraan asuransi kesehatan.

Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara yang mengurangi
ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk
membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja untuk daerah adalah
semua pengeluaran untuk membiayai dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan
penyesuaian. Dana perimbangan adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada
daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang
terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
Semua pengeluaran negara atas beban rekening kas Negara/kas umum negara harus
melalui transfer dana atau pemindahbukuan dana antar rekening bank, termasuk membayar
tagihan pihak ketiga yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja kementrian Negara/lembaga.
Dengan demikian, penyaluran dana APBN kepada yang berhak dilakukan transfer dana atau
pemindahbukuan dana langsung dari rekening kas negara/kas umum negara ke rekening yang
berhak pada bank. Pengecualian diberikan untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa
keperluan kantor/satuan kerja kementerian negar/lembaga yang nilainya kecil-kecil sampai
dengan Rp 10 juta dapat dibayar melalui uang persediaan yang dikelola Bendahara
Pengeluaran.
2. Belanja Barang (52)
Belanja Barang yaitu pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis
pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan
serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat
dan belanja perjalanan. Dalam pengertian belanja tersebut termasuk honorarium yang
diberikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan barang/jasa. Belanja
Barang dapat dibedakan menjadi Belanja Barang (Operasional dan Non Operasional) dan
Jasa, Belanja Pemeliharaan, serta Belanja Perjalanan Dinas.
Belanja Barang terdiri dari :
(a) Belanja Barang Mengikat.
Belanja Barang Mengikat adalah belanja barang yang dibutuhkan secara terus menerus
selama 1 (satu) tahun dan dialokasikan oleh kementerian/lembaga dengan jumlah yang
cukup pada tahun yang bersangkutan. Belanja Barang Mengikat, terdiri atas :
1). Belanja Barang dan Jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk
membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai
seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan
daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat non
fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak
memenuhi syarat nilai kapitalisasi (nilai satuan barang kurang dari Rp 300.000,-
)
2). Belanja Pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk
mempertahan-kan aset tetap atau aset tetap lainnya yang sudah ada ke dalam
kondisi normal. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan gedung
dan bangunan kantor, taman, jalan lingkungan kantor, rumah dinas, kendaraan
bermotor dinas dan lain-lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pemerintahan.
3). Belanja Perjalanan Dinas merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk
membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan jabatan.

(b) Belanja Barang Tidak Mengikat.


Belanja Barang Tidak Mengikat adalah belanja barang yang dibutuhkan secara
insidentil (tidak terus menerus) yang meliputi barang non operasional, belanja jasa
(jasa konsultan, sewa, jasa profesi dan jasa lainnya), belanja pemeliharaan serta
belanja perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan/tugas pokok fungsi
satuan kerja.

3. Belanja Modal (53)


Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka
memperoleh atau menambah asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari
satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi asset tetap atau asset
lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional
kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual. Belanja Modal meliputi :
a. Belanja Modal Tanah.
Seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengadaan/pembelian/ pembebasan/
penyelesaian, balik nama, sewa tanah, pengosongan, penimbunan, perataan,
pematangan tanah, pembuatan sertifikat tanah serta pengeluaran - pengeluaran lain
yang bersifat administratif sehubungan dengan perolehan hak dan kewajiban atas tanah
pada saat pembebasan/pembayaran ganti rugi sampai tanah tersebut siap
digunakan/pakai.
b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Pengeluaran untuk pengadaan peralatan dan mesin yang digunakan dalam pelaksanaan
kegiatan antara lain biaya pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya
langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin
tersebut siap digunakan. Dalam belanja ini termasuk biaya untuk penambahan dan
penggantian yang meningkatkan masa manfaat dan efisiensi peralatan dan mesin.
Pengadaan peralatan kantor yang dialokasikan pada Kegiatan 0002 apabila masuk
dalam nilai kapitalisasi maka dialokasikan pada belanja modal.
c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Pengeluaran untuk memperoleh gedung dan bangunan secara kontraktual sampai
dengan gedung dan bangunan siap digunakan meliputi biaya pembelian atau biaya
konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris dan pajak (kontraktual).
d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Pengeluaran untuk memperoleh jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan sampai siap
pakai meliputi biaya perolehan atau biaya kontruksi dan biaya-biaya lain yang
dikeluarkan sampai jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai. Dalam
belanja ini termasuk biaya untuk penambahan dan penggantian yang meningkatkan
masa manfaat dan efisiensi jalan dan jembatan, irigasi dan jaringan. Dalam kriteria ini
termasuk biaya yang berhubungan dengan perencanaan, pengawasan, dan pengelolaan
pembangunan prasarana dan sarana tersebut di atas.
e. Belanja Modal Pemeliharaan yang dikapitalisasi
f. Belanja Modal Fisik Lainnya
Pengeluaran yang diperlukan dalam kegiatan pembentukan modal untuk
pengadaan/pembangunan belanja fisik lainnya yang tidak dapat diklasifikasikan dalam
perkiraan kriteria belanja modal Tanah, Peralatan dan Mesin, Gedung dan Bangunan,
Jaringan (Jalan, Irigasi dan lain-lain). Termasuk dalam belanja modal ini: kontrak sewa
beli (leasehold), pengadaan/pembelian barang-barang kesenian (art pieces), barang-
barang purbakala dan barang-barang untuk museum, serta hewan ternak selain untuk
dijual dan diserahkan kepada masyarakat, buku-buku dan jurnal ilmiah.

4. Bunga Utang (54)


Bunga yaitu pembayaran yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang
(principal outstanding), baik utang dalam negeri maupun utang luar negeri yang dihitung
berdasarkan posisi pinjaman. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari
Bagian Anggaran BUN.

5. Subsidi (55)
Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi
hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh
masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada perusahaan
negara dan perusahaan swasta. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari
Bagian Anggaran BUN.

6. Hibah (56)
Hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada
pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi
kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib
dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.

7. Bantuan sosial (57)


Bantuan sosial yaitu transfer uang atau barang yang diberikan kepada masyarakat guna
melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Bantuan sosial dapat langsung
diberikan kepada anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk
didalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan.

8. Belanja lain-lain (58)


Belanja lain-lain yaitu pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang tidak dapat
diklasifikasikan ke dalam jenis belanja pada butir 1 (satu) sampai dengan 8 (delapan)
tersebut di atas.
Pendekatan politik memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah proses
penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-
program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Presiden/Kepala Daerah.

Perencanaan Pembangunan Nasional mencakup penyelenggaraan perencanaan makro


semua fungsi pemerintahan yang meliputi semua bidang kehidupan secara terpadu dalam
Wilayah Negara Republik Indonesia. Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri atas
perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian /Lembaga dan
perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Dalam cakupan waktu, SPPN disusun dalam cakupan tiga periode perencanaan, yaitu:
a. Jangka panjang dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dengan
jangka waktu 20 tahun;
b. Jangka menengah dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang
berjangka waktu 5 tahun, dan
c. Jangka pendek dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan periode tahunan.

Dalam suatu perencanaan pembangunan sebagai suatu siklus ada empat tahapan yang
dilalui, yakni:

a. penyusunan rencana;
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu
rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah
pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik,
menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah
menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana
pembangunan yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan
masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan
masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana
pembangunan.
b. penetapan rencana;
Tahap penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak
untuk melaksanakannya. Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka
panjang Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Daerah,
rencana pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah ditetapkan sebagai
Peraturan Presiden/Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan
Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah.
c. pengendalian pelaksanaan rencana;
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui
kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh
pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya,
Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan
pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan
kewenangannya.
d. evaluasi pelaksanaan rencana.
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan
yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk
menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini
dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam
dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan
(input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).
Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik Pusat
maupun Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan
yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam
melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, Kementrian/Lembaga, baik
Pusat maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja
untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk
masing-masing jangka waktu sebuah rencana.

Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan


membentuk satu siklus perencanaan yang utuh.

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga RKA- K/L

RKA-KL, memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan


kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian
objek pendapatan, belanja, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.
Penyusunan RKA-K/L dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan pengeluaran
jangka menengah, terpadu dan prestasi kerja. Penyusunan RKA-K/L melalui tahapan
sebagai berikut :
a. Penyusunan RKA-KL diawali dengan penyusunan Renja-KL yang memuat kebijakan,
program, dan kegiatan yang dilengkapi sasaran kinerja dengan mengacu pada prioritas
pembangunan nasional dan pagu indikatif serta prakiraan maju untuk tahun anggaran
berikutnya. Tahap ini merupakan tahap dimulainya mengaitkan rencana kerja dengan
jumlah anggaran yang tersedia dan persiapan untuk menyusun RKA-KL. Selanjutnya
Renja dimaksud ditelaah oleh Bappenas berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.
Koordinasi ini dilakukan atas pendanaan dan pengkodean.
b. Berdasarkan hasil pembahasan pokok-pokok kebijakan umum fiskal dan RKP antara
pemerintah dengan DPR, Menteri Keuangan menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang
Pagu Sementara bagi masing-masing program pada K/L pada pertengahan bulan Juni.
Pagu Sementara ini merupakan dasar bagi K/L untuk menyesuaikan Rencana Kerja
mereka menjadi RKA-KL yang dirinci per kegiatan untuk setiap unit kerja yang ada di
K/L. Selanjutnya hasil penyusunan RKA ini akan dibahas oleh K/L dengan komisi di
DPR yang mitra kerjanya.
c. RKA-K/L hasil pembahasan kemudian diserahkan kepada Menteri Perencanaan untuk
ditelaah. Penelaahan dilakukan oleh Menteri Perencanaan untuk kesesuaiannya dengan
RKP dan oleh Menkeu untuk kesesuaiannya dengan Pagu Sementara. Hal ini dilakukan
untuk menjaga konsistensi penganggaran dengan perencanaan dan prioritas
pembangunan nasional serta tidak melampaui pagu.
d. Tahap akhir dari penyusunan RKA-KL ini adalah menghimpun seluruh RKA hasil
telaahan untuk dijadikan bahan menyusun rancangan APBN dan nota keuangan. Tahap
ini dilakukan oleh Menkeu dan hasilnya akan dibahas dalam sidang kabinet.
7. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang masa
berlakunya dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berkenaan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdiri dari Pendapatan, Belanja, dan
Pembiayaan. Anggaran Pendapatan merupakan estimasi pendapatan yang mungkin dicapai
dalam periode yang bersangkutan. Kelompok anggaran pendapatan terdiri dari penerimaan
dalam negeri dan hibah. Anggaran belanja merupakan batas tertinggi pengeluaran yang
dapat dibebankan pada APBN.
Pembahasan mengenai APBN akan dijelaskan lebih lanjut pada materi Anggaran.

Anda mungkin juga menyukai