Pendahuluan
C. Akuntansi Pemerintah
1. Perbedaan Akuntansi Pemerintah dengan Akuntansi Komersial
Ada beberapa perbedaan antara Akuntansi Pemerintah dengan Akuntansi Komersial :
Pengguna informasi Lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, Direksi, komisaris, pemegang saham,
rakyat kreditur, pegawai
Karakteristik Anggaran Terbuka untuk public Tertutup untuk publik
Sistim Akuntansi Cash Toward Accrual Accounting Accrual Accounting
(1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah
dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan
dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya
adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk
suatu bidang tertentu pemerintahan. Pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut:
Tugas menteri Keuangan :
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan
mempunyai tugas sebagai berikut :
a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-
undang;
f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan
undang- undang.
Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan
1. Tahap pendahuluan.
Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain meliputi
penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala prioritas dan
penyusunan budget exercise. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal
dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya (misal tahun anggaran 2021) kepada
DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan (misal tahun 2020). Kemudian
pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan
fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN
tahun anggaran berikutnya.
Sesuai azas fleksibilitas anggaran, untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat saja
berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, pada tahun berjalan
dapat dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBN-Perubahan (APBN-P).
Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan atau perubahan keadaan dibahas bersama
DPR dengan pemerintah pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN
tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Apabila dalam pelaksanaan DIPA terdapat hal-hal yang mengharuskan adanya perubahan isi
yang tercantum dalam DIPA, maka satker kementerian negara/lembaga dapat mengajukan
revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA Pusat atau Kepala Kanwil
DJPb untuk DIPA daerah untuk memperoleh pengesahannya. Mengenai pengesahan revisi
DIPA ini ada yang langsung diputuskan oleh Direktur Jendaral Perbendaharaan atau kepada
Kepala Kanwil Ditjen PBN, namun ada yang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan
prinsip dari Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara yang mengurangi
ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk
membiayai belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja untuk daerah adalah
semua pengeluaran untuk membiayai dana perimbangan serta dana otonomi khusus dan
penyesuaian. Dana perimbangan adalah semua pengeluaran Negara yang dialokasikan kepada
daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, yang
terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus.
Semua pengeluaran negara atas beban rekening kas Negara/kas umum negara harus
melalui transfer dana atau pemindahbukuan dana antar rekening bank, termasuk membayar
tagihan pihak ketiga yang dilakukan oleh kantor/satuan kerja kementrian Negara/lembaga.
Dengan demikian, penyaluran dana APBN kepada yang berhak dilakukan transfer dana atau
pemindahbukuan dana langsung dari rekening kas negara/kas umum negara ke rekening yang
berhak pada bank. Pengecualian diberikan untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa
keperluan kantor/satuan kerja kementerian negar/lembaga yang nilainya kecil-kecil sampai
dengan Rp 10 juta dapat dibayar melalui uang persediaan yang dikelola Bendahara
Pengeluaran.
2. Belanja Barang (52)
Belanja Barang yaitu pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis
pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan
serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat
dan belanja perjalanan. Dalam pengertian belanja tersebut termasuk honorarium yang
diberikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan barang/jasa. Belanja
Barang dapat dibedakan menjadi Belanja Barang (Operasional dan Non Operasional) dan
Jasa, Belanja Pemeliharaan, serta Belanja Perjalanan Dinas.
Belanja Barang terdiri dari :
(a) Belanja Barang Mengikat.
Belanja Barang Mengikat adalah belanja barang yang dibutuhkan secara terus menerus
selama 1 (satu) tahun dan dialokasikan oleh kementerian/lembaga dengan jumlah yang
cukup pada tahun yang bersangkutan. Belanja Barang Mengikat, terdiri atas :
1). Belanja Barang dan Jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk
membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai
seperti alat tulis kantor, pengadaan/penggantian inventaris kantor, langganan
daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat non
fisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi
kementerian/lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak
memenuhi syarat nilai kapitalisasi (nilai satuan barang kurang dari Rp 300.000,-
)
2). Belanja Pemeliharaan adalah pengeluaran yang dimaksudkan untuk
mempertahan-kan aset tetap atau aset tetap lainnya yang sudah ada ke dalam
kondisi normal. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan gedung
dan bangunan kantor, taman, jalan lingkungan kantor, rumah dinas, kendaraan
bermotor dinas dan lain-lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pemerintahan.
3). Belanja Perjalanan Dinas merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk
membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi dan jabatan.
5. Subsidi (55)
Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi
hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh
masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada perusahaan
negara dan perusahaan swasta. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari
Bagian Anggaran BUN.
6. Hibah (56)
Hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada
pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi
kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib
dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.
Dalam suatu perencanaan pembangunan sebagai suatu siklus ada empat tahapan yang
dilalui, yakni:
a. penyusunan rencana;
Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu
rencana yang siap untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah
pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik,
menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah
menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana
pembangunan yang telah disiapkan. Langkah berikutnya adalah melibatkan
masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan
masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan.
Sedangkan langkah keempat adalah penyusunan rancangan akhir rencana
pembangunan.
b. penetapan rencana;
Tahap penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak
untuk melaksanakannya. Menurut Undang-Undang ini, rencana pembangunan jangka
panjang Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Undang-Undang/Peraturan Daerah,
rencana pembangunan jangka menengah Nasional/Daerah ditetapkan sebagai
Peraturan Presiden/Kepala Daerah, dan rencana pembangunan tahunan
Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Peraturan Presiden/Kepala Daerah.
c. pengendalian pelaksanaan rencana;
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui
kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh
pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya,
Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan
pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan
kewenangannya.
d. evaluasi pelaksanaan rencana.
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan
yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk
menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan. Evaluasi ini
dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam
dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan
(input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).
Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap Kementerian/Lembaga, baik Pusat
maupun Daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan
yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya. Dalam
melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, Kementrian/Lembaga, baik
Pusat maupun Daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja
untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk
masing-masing jangka waktu sebuah rencana.