Anda di halaman 1dari 11

KEUANGAN NEGARA

Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan akan dapat memahami dan
menjelaskan :
a. garis besar dan lingkup pengelolaan keuangan negara;
b. siklus keuangan negara;
c. pengelolaan aset pemerintah
d. pelaporan keuangan negara; dan
e. proses pemeriksaan dan pertanggungjawaban/akuntabilitas keuangan negara kepada
pemangku kepentingan.

A. Pendahuluan
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung
jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
Sampai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 masih
menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial. Peraturan perundangan tersebut terdiri dari
Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het
Administratief Beheer (RAB). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867,
Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het
Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381.
Walau kehendak menggantikan aturan bidang keuangan warisan telah lama dilakukan agar
selaras dengan tuntutan zaman, baru pada tahun 2003 hal itu terwujud dengan terbitnya Undang-
undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Hal itu senada dengan makin besarnya belanja
negara yang dikelola oleh pemerintah sehingga diperlukan suatu metode pengawasan yang
memadai. Salah satu bentuknya adalah keterlibatan masyarakat/stakeholders.
Keterlibatan masyarakat ini juga seiring dengan semakin besarnya porsi pajak dalam
mendanai operasional pemerintahan. Sumber daya alam yang selama ini besar porsinya dalam
penerimaan negara makin lama makin berkurang oleh karena jumlah sumber yang terbatas. Pada
satu pihak, biaya penyelenggaraan pemerintahan semakin besar. Satu-satunya sumber adalah pajak
dari masyarakat. Agar masyarakat tidak merasa dirugikan, maka diperlukan suatu
pertanggungjawaban penggunaan pajak dari masyarakat oleh pemerintah dengan transparan.
Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan tuntutan masyarakat,
maka perlu dilakukan reformasi di bidang keuangan sebagai perangkat pendukung terlaksananya
penerapan good governance. Reformasi pengelolaan keuangan dilakukan dengan cara:
● Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum;
● Penataan kelembagaan;
● Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan
● Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.
Reformasi manajemen keuangan ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Pusat dalam
pelaksanaannya, tetapi sekaligus berlaku bagi Pemerintah Daerah.
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Undang-undang 17/2003 memberi batasan keuangan negara sebagai “semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU 17/2003, cakupan
Keuangan Negara terdiri dari :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan
pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara/Daerah;
d. Pengeluaran Negara/Daerah;
e. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
g. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.
Cakupan terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh
orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan
kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub
bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan.
Beberapa hal yang terkait dengan keuangan Negara, yaitu :
(1) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan.
(2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun
ditetapkan dengan undang-undang.
(3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.
(5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
(6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam
tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
(7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
(8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk
membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
2. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
(1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan
mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.

Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya
adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu
bidang tertentu pemerintahan. Pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan diberlakukannya

Berdasarkan gambar tersebut, ada pemisahan kewenangan administratif (ordonatur)

Dalam pelaksanaan anggaran, mereka mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rangka
menjaga terlaksananya mekanisme check and balance. Sesuai dengan prinsip tersebut
Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban
negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung-
jawab atas penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing.
Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian
wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk
mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam APBN. Dengan demikian
seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas universalitas) dan tidak
diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar APBN (off budget).

Tugas menteri Keuangan :


Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai
tugas sebagai berikut :

a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;


b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-
undang.

Tugas Menteri/pimpinan lembaga


Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas
Negara;
e. mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /
lembaga yang dipimpinnya;
f. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /
lembaga yang dipimpinnya;
g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang
dipimpinnya;
h. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan
undang-undang.

Pengelolaan keuangan daerah :


1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah :
a. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola
APBD;
b. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran /
barang daerah.
2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c.melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
d.melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
e. menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
3) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah
mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
e. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah
yang dipimpinnya;
f. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya;
g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya.

C. HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DANBANK SENTRAL,


PEMERINTAH DAERAH, SERTAPEMERINTAH/LEMBAGA ASING
Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan
fiskal dan moneter.
(1) Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah
berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah
atau sebaliknya. Pemberian pinjaman dan/atau hibah dilakukan setelah mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain
dengan persetujuan DPRD.
(4) Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau menerima hibah/pinjaman
dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan DPR. Pinjaman dan/atau hibah yang
diterima Pemerintah Pusat dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah / Perusahaan
Negara / Perusahaan Daerah.

D. HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN NEGARA,


PERUSAHAAN DAERAH, PERUSAHAAN SWASTA, SERTA BADAN PENGELOLA
DANA MASYARAKAT
(1) Pemerintah dapat memberikan pinjaman / hibah / penyertaan modal kepada dan menerima
pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah. Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal
dan penerimaan pinjaman/hibah terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.
(2) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara.
(3) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan
daerah.
(4) Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah
mendapat persetujuan DPR.
(5) Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan daerah setelah
mendapat persetujuan DPRD.
(6) Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat
memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta
setelah mendapat persetujuan DPR.
(7) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Pusat.
(8) Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola
dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.
(9) Ketentuan pengelolaan keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan berlaku juga bagi badan pengelola dana
masyarakat yang mendapat fasilitas dari pemerintah.

Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD
ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur perbendaharaan negara.

E. Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN


1. Laporan Keuangan Pemerintah
Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan salah satu tuntutan masyarakat yang harus
dipenuhi. Salah satu pilar tata kelola tersebut adalah akuntabilitas. Pada dasarnya
penyelenggara negara wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, berupa
akuntabilitas keuangan (financial accountability) dan akuntabilitas kinerja (performance
accountability). Dengan pola pertanggungjawaban yang demikian, Pemerintah tidak hanya
dituntut untuk mempertanggungjawabkan uang yang dipungut dari rakyat tetapi juga dituntut
untuk mempertanggungjawabkan atas hasil-hasil yang dicapainya.
Pola pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara dikembangkan sejalan dengan
teori keagenan (agency Theory). Pada prinsipnya, Pemerintah merupakan orang suruhan atau
agen dari rakyat. Rakyat dalam hal ini diwakili oleh DPR. Pemerintah diberi kekuasaan untuk
memungut uang dari rakyat berdasarkan Undang-Undang. Setiap tahunnya anggaran
pendapatan dan belanja dituangkan dalam Undang-undang APBN. Pemerintah yang
memungut, Pemerintah yang mengelola, maka Pemerintah juga berkewajiban untuk mencatat
(mengakuntansikan) dan melaporkannya kepada rakyat melalui DPR.
Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berupa Laporan Keuangan. Laporan
keuangan setidak-tidaknya terdiri dari:
● Neraca;
● Laporan Realisasi Anggaran;
● Laporan Arus Kas; dan
● Catatan atas laporan Keuangan.
yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Yang
dimaksud dengan badan lainnya, saat ini yang ada di Pemerintah adalah Badan Layanan Umum
(BLU) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Laporan keuangan dilampiri dengan
Laporan Kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara dan badan lainnya. Laporan
keuangan disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung jawab atau Statement Of Responsibility
(SOR). Laporan Keuangan Pemerintah disusun dengan menggabungkan seluruh laporan
keuangan Kementerian negara/Lembaga selaku pengguna anggaran dengan laporan keuangan
Bendahara Umum Negara. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga ini harus
disampaikan ke Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah tutup
tahun anggaran.
Gubernur / Bupati / Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri
dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN / APBD disusun dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Dalam rangka meyakini bahwa laporan dimaksud telah menyajikan kondisi yang
sesungguhnya serta Pemerintah telah menaati ketentuan peraturan perundang-undangan, maka
laporan keuangan tersebut wajib diperiksa oleh pemeriksa yang indipenden. Berdasarkan UUD
45 yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah adalah
BPK RI.

Dengan memperhatikan pengaturan tentang pengelolaan kas negara yang dilakukan oleh
Bendahara Umum Negara maka kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran
tidak diwajibkan menyusun Laporan Arus Kas. Yang menyusun Laporan Arus Kas hanya
Bendahara Umum Negara.

2. Standar Akuntansi Pemerintahan


Laporan keuangan disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP). SAP merupakan pedoman umum dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
Kesesuaian dengan SAP mencerminkan tingkatan akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu penyusunan dan penyajian laporan keuangan
yang sesuai dengan SAP merupakan salah satu kriteria bagi BPK RI dalam memberikan opini
atas kewajaran penyajian laporan keuangan.
Berdasarkan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU 1/2004 tentang Perbendaharaan
Negara, SAP disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP). KSAP merupakan
suatu komite yang independen dengan komite kerja. beranggotakan 9 orang. KSAP telah
mengeluarkan SAP yang tertuang dalam PP 24/2005 yang diubah menjadi PP 71 tahun 2010.

3. Sistem Akuntansi Pemerintahan


Sistem akuntansi pemerintahan merupakan rangkaian secara sistematik dari prosedur,
penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis
transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Dengan
demikian sistem akuntansi merupakan suatu wadah untuk memproses data keuangan sampai
dihasilkannya informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan.
Sistem akuntansi untuk Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku untuk
seluruh kementerian negara/lembaga. Sistem akuntansi ini disusun sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan. Dengan demikian maka laporan keuangan yang dihasilkan akan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Akuntansi Pemerintahan pada dasarnya merupakan akuntansi anggaran. Oleh karena itu sistem
akuntansi yang baik seharusnya terintegrasi dengan sistem anggaran. Apabila hal ini
dijalankan, maka akan terdapat konsistensi dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan,
akuntansi dan pertanggungjawaban anggaran.
Sistem akuntansi Pemerintah diperlukan untuk tujuan tiga hal. Pertama adalah untuk
menetapkan prosedur yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terkait sehingga jelas
pembagian kerja dan tanggung jawab diantara mereka. Kedua adalah untuk
terselenggarakannya pengendalian intern untuk menghindari terjadinya penyelewengan.
Terakhir adalah untuk menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan dimana jenis dan isi diatur oleh PP 24/2005 tentang SAP.
Pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan tersebut, secara umum tata cara dan tanggung
jawab pelaporan diatur dalam PP 8/2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah.

F. Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara


1. Lingkup Pemeriksaan
Pada pola hubungan antara Pemerintah sebagai agen dari rakyat dan DPR sebagai wakil dari
rakyat sebagai prinsipalnya, pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan
keuangannya kepada rakyat yang diwakili oleh DPR/DPRD. Dalam hal ini terdapat
ketidakseimbangan pemilikan informasi. Lembaga perwakilan tidak mempunyai informasi
secara penuh apakah laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan daerah dari
eksekutif telah mencerminkan kondisi yang sesungguhnya, apakah telah sesuai semua
peraturan perundang-undangan dan menerapkan sistem pengendalian intern secara memadai
dan pengungkapan secara paripurna. Oleh karena itu diperlukan pihak yang kompeten dan
independen untuk menguji laporan pertanggungjawaban tersebut. Lembaga yang berwenang
untuk melakukan pemeriksaan atas laporan pertanggungjawaban tersebut adalah Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Ketentuan tentang pemeriksaan oleh BPK diatur dalam UU No.
15/2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Sedangkan
ketentuan tentang Badan Pemeriksa Keuangan sebagai institusi pemeriksa diatur dalam UU
15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD RI tahun 1945, pemeriksaan yang menjadi tugas
BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan dan pemeriksaan atas tanggung jawab
keuangan negara. Pemeriksaan tersebut mencakup seluruh unsur keuangan negara. Oleh
karena itu kepada BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan,
yaitu:
1. Pemeriksaan keuangan
2. Pemeriksaan kinerja
3. Pemeriksaan dengan tujuan tertentu
1) Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah dalam
rangka pemberian opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan
keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini yang merupakan pernyataan profesional
pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan. Kriteria untuk
pemberian opini adalah sebagai berikut:
a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;
b. Kecukupan pengungkapan;
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan
d. Efektivitas sistem pengendalian intern.
Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat macam opini
yang diberikan pemeriksa, yaitu:
a. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
b. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
c. Tidak wajar (adversed opinion);
d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).

2) Pemeriksaan Kinerja (value for money audit)


Pemeriksaan kinerja adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi dan efisiensi, serta
pemeriksaan atas efektivitas. Pemeriksaan ini lazim dilakukan oleh aparat penawasan
intern untuk kepentingan jajaran manajemen. Namun demikian UUD RI tahun 1945 juga
mengamanatkan kepada BPK untuk melakukan pemeriksaan kinerja, terutama untuk
mengidentifikasi area-area yang potensial untuk peningkatan kinerja yang menjadi
perhatian lembaga perwakilan.
Hasil pemeriksaan kinerja adalah temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Pemeriksaan
kinerja antara lain dilakukan dengan melakukan evaluasi atas efisiensi pelaksanaan
kegiatan serta efektivitas suatu program. Pemeriksaan kinerja tidak dapat dilepaskan dari
hierarki kriteria dan indikator kinerja. Hierarki tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Adapun bagi pemerintah, pemeriksaan kinerja ini dimaksudkan untuk mengarahkan agar
sumber daya yang tersedia dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk pelayanan kepada
masyarakat.

3) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu


Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan
khusus, diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam
pemeriksaan ini adalah pemeriksaan pemeriksaan atas hal-hal lain yang bersifat keuangan,
pemeriksaan atas sistem pengendalian intern, dan pemeriksaan investigatif.
Dalam hal pemeriksaan investigatif, apabila ditemukan adanya indikasi tindak pidana atau
tindakan yang membawa dampak pada kerugian negara, BPK segera melaporkannya
kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2. Pelaksanaan Pemeriksaan
BPK mempunyai kebebasan dan kemandirian dalam melaksanakan pemeriksaan. Kemandirian
ini termasuk dalam perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, maupun penyusunan
dan penyajian laporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam perencanaan mencakup penetapan
obyek pemeriksaan (auditee), kecuali untuk obyek pemeriksaan yang telah diatur dalam
undang-undang atau berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan.
Dalam pelaksanaan pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan informasi dari berbagai pihak
yang kompeten dan terkait, seperti hasil pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah,
masukan dari lembaga legislatif, serta informasi dari pihak lain yang andal. Dalam pelaksanaan
pemeriksaan, BPK dapat memanfaatkan anggaran serta sumber daya yang dimiliki secara
mandiri dan akuntabel. Dengan mekanisme yang demikian diharapkan BPK dapat
memfokuskan pemeriksaannya pada hal-hal yang menjadi perhatian lembaga legislatif serta
pada berbagai hal yang berdampak pada kewajaran penyajian laporan keuangan, efisiensi, dan
efektifitas program dan kegiatan.
Selama menjalankan pemeriksaan BPK dapat mengakses data yang diperlukan, meminta
informasi dari orang-orang terkait, memperoleh bukti dokumen, wawancara, maupun bukti
fisik untuk mendukung hasil pemeriksaannya, termasuk melakukan penyegelan tempat
penyimpanan uang, barang, atau dokumen jika dipandang perlu.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara mengamanatkan bahwa pemeriksaan harus
dilaksanakan oleh pemeriksa yang kompeten. Apabila BPK tidak mempunyai tenaga ahli pada
bidang tertentu, sementara keahlian ini diperlukan, maka BPK dapat menggunakan bantuan
tenaga ahli dari luar BPK.

3. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut


Hasil pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera setelah
berakhirnya pemeriksaan. LHP ini disampaikan kepada lembaga perwakilan sesuai dengan
kewenangannya. Di samping itu pada saat yang bersamaan, LHP ini juga disampaikan kepada
Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota untuk ditindaklanjuti. Hasil pemeriksaan BPK akan
digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi atau melakukan penyesuaian-
penyesuaian yang diperlukan. Di samping itu pemerintah berkewajiban menyampaikan
tanggapan atas temuan hasil pemeriksaan. Tanggapan ini wajib dimuat dalam LHP. Dengan
dimuatnya tanggapan ini maka pengguna dapat memperoleh informasi secara berimbang dari
pemeriksa dan dari obyek yang diperiksa (auditee).
BPK wajib menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu) semester.
Ikhtisar ini disampaikan kepada lembaga legislatif sesuai dengan kewenangannya dan kepada
Presiden serta Gubernur/Bupati/walikota yang bersangkutan agar memperoleh informasi
secara menyeluruh tentang hasil pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga legislatif berarti telah
dipertanggungjawabkan kepada publik. Oleh karena itu terhadap hasil pemeriksaan yang
tersebut dinyatakan terbuka untuk umum, sehingga dapat diakses oleh masyarakat.
Pemerintah berkewajiban melaksanakan tindak lanjut atas rekomendasi BPK. BPK wajib
memantau perkembangan pelaksanaan tindak lanjut tersebut serta menginformasikannya
kepada lembaga legislatif terkait.

4. Pidana, Sanksi dan Ganti Rugi


Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, menteri/pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam UU
APBN. Kebijakan pemerintah dituangkan dalam bentuk program. Dengan demikian maka
menteri/pimpinan lembaga bertanggung jawab atas outcome yang dicapai. Program
pemerintah dilaksanakan oleh kegiatan. Kegiatan dilaksanakan oleh unit organisasi atau satuan
kerja tertentu. Oleh karena itu pimpinan unit organisasi bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan dan capaian ouput atas kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam UU
17/2003 ditegaskan bahwa menteri/pimpinan lembaga ataupun pimpinan unit organisasi yang
melakukan penyimpangan program/kegiatan dikenakan sanksi. Sanksi di sini dapat berupa
sanksi administratif, pidana, atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Ketentuan tentang sanksi ini merupakan upaya preventif yang berfungsi sebagai
jaminan atas ditaatinya UU APBN.
Selanjutnya terhadap pejabat negara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun tidak langsung yang
merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian. Setiap kerugian negara wajib
dilaporkan oleh atasan langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan lembaga dan
diberitahukan kepada BPK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian diketahui.
Kepada mereka yang mengakibatkan kerugian negara segera di mintakan surat pernyataan
kesanggupan untuk mengganti kerugian di maksud. Apabila surat kesanggupan tidak diperoleh
maka menteri/pimpinan lembaga dapat menerbitkan surat keputusan pembebanan penggantian
kerugian sementara kepada yang bersangkutan.
Disamping itu terdapat prinsip yang berlaku universal bahwa siapa yang diberi wewenang
untuk menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga, atau
barang milik negara bertanggung jawab secara pribadi atas kekurangan yang terjadi dalam
pengurusannya. Pengenaan ganti kerugian untuk bendahara dilakukan oleh BPK.

Anda mungkin juga menyukai