A. Pendahuluan
Pemerintah mempunyai kewajiban menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan prinsip
good governance, pengelolaan keuangan yang efisien, transparan dan akuntabel dan membuat
pertanggungjawaban atas pelaksanaan manajemen pemerintahan kepada rakyat Indonesia. Setiap
tahun Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyampaikan laporan keuangan sebagai wujud
pertanggungjawaban kepada DPR / DPRD sebagai wakil rakyat Indonesia. DPR, DPRD,
masyarakat Indonesia, pebisnis dan pengguna laporan keuangan lainnya menggunakan informasi
yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah dalam menilai akuntabilitas dan membuat
keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik.
Upaya konkrit dalam mewujudkan akuntabilitas dan transparansi di lingkungan pemerintah
mengharuskan setiap pengelola keuangan negara untuk menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dengan cakupan yang lebih luas, akurat dan tepat
waktu. Laporan Keuangan harus disusun berdasarkan proses akuntansi yang wajib dilaksanakan
oleh setiap Pengguna Anggaran dan kuasa Pengguna Anggaran serta pengelola Bendahara Umum
Negara/Daerah. Sehubungan itu, pemerintah pusat maupun setiap pemerintah daerah perlu
menyelenggarakan akuntansi pemerintah. Pada tanggal 13 Juni 2005 Pemerintah Republik
Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) yang menjadi pedoman akuntansi di lingkungan pemerintahan.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan bahwa:
a. Menteri Keuangan/Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum
Negara/Daerah menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas
dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
b. Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk
transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.
c. Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN.
d. Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan
menyampaikan laporan keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Catatan atas Laporan Keuangan dilampiri laporan keuangan Badan Layanan Umum pada
kementerian negara/Lembaga masing-masing.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 ayat (2)
menyatakan bahwa Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang meliputi
Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya.
C. Akuntansi Pemerintah
1. Perbedaan Akuntansi Pemerintah dengan Akuntansi Komersial
Ada beberapa perbedaan antara Akuntansi Pemerintah dengan Akuntansi Komersial :
ASPEK PERBEDAAN PEMERINTAHAN BISNIS/SWASTA
3. Entitas Pelaporan
Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas
akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan, yang terdiri dari:
(a) Pemerintah pusat;
(b) Pemerintah daerah;
(c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut
peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan
keuangan.
Dalam penetapan entitas pelaporan, perlu dipertimbangkan syarat pengelolaan,
pengendalian, dan penguasaan suatu entitas pelaporan terhadap aset, yurisdiksi, tugas dan misi
tertentu, dengan bentuk pertanggungjawaban dan wewenang yang terpisah dari entitas pelaporan
lainnya.
Rangkuman
1. Pengelolaan keuangan dan akuntansi di lingkungan instansi Pemerintah berpedoman pada UU
Keuangan Negara, UU Perbendaharaan dan berbagai ketentuan pemerintah lainnya. Adapun
aktifitas akuntansi di lingkungan pemerintahan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah
(SAP).
2. Akuntansi Pemerintah merupakan bagian dari Akuntansi Sektor Publik dan mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan Akuntansi Komersial.
3. Lingkungan operasional organisasi pemerintah berpengaruh terhadap karakteristik tujuan
akuntansi dan pelaporan keuangannya. Ciri utama struktur pemerintahan dan
pelayanan yang diberikan mencakup : (1) bentuk umum pemerintahan dan pemisahan
kekuasaan; (2) sistem pemerintahan otonomi dan transfer pendapatan antar pemerintah; (3)
adanya pengaruh proses politik; dan (4) hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan
pemerintah. Adapun ciri keuangan pemerintah yang penting bagi pengendalian
meliputi : (1) anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan sebagai
alat pengendalian; (2) investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan;
dan (3) kemungkinan penggunaan akuntansi dana untuk tujuan pengendalian.
4. Pelaporan keuangan pemerintah diselenggarakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang mengatur keuangan pemerintah.
5. Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi
keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu
periode pelaporan untuk kepentingan : akuntabilitas, manajemen, transparansi, keseimbangan
antargenerasi (intergenerational equity). Laporan keuangan terutama digunakan untuk
membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran
yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu
entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-
undangan.
6. Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan,
realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas pelaporan yang bermanfaat
bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber
daya. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat
bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan
ekonomi, sosial, maupun politik.
7. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi
yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan keuangan, yang terdiri dari: (a) Pemerintah pusat; (b)
Pemerintah daerah; (c) Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau
organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud
wajib menyajikan laporan keuangan.
8. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan entitas.
9. Pengguna laporan keuangan pemerintah terdiri atas : masyarakat; para wakil rakyat, lembaga
pengawas, dan lembaga pemeriksa; pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi,
investasi, dan pinjaman; dan pemerintah.
10. Informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum untuk
memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Pemerintah wajib
memperhatikan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan
perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan.
Bahan Evaluasi
1. Apa yang menjadi pedoman akuntansi di lingkungan pemerintahan ?
2. Apa yang dimaksud dengan Akuntansi Pemerintah ?
3. Jelaskan pengelompokan ilmu akuntansi berdasarkan pengguna dan jenis organisasi !
4. Jelaskan perbedaan antara Akuntansi Pemerintah dengan Akuntansi Komersial !
5. Jelaskan ciri-ciri penting lingkungan akuntansi pemerintahan !
6. Jelaskan peranan dan tujuan laporan keuangan Pemerintah !
BAB 2 KEUANGAN NEGARA
A. Pendahuluan
Dalam rangka mendukung terwujudnya good governance dalam penyelenggaraan negara,
pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung
jawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar.
Sampai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 masih
menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial. Peraturan perundangan tersebut terdiri dari
Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het
Administratief Beheer (RAB). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867,
Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het
Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381.
Walau kehendak menggantikan aturan bidang keuangan warisan telah lama dilakukan agar
selaras dengan tuntutan jaman, baru pada tahun 2003 hal itu terwujud dengan terbitnya Undang-
undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Hal itu senada dengan makin besarnya belanja
negara yang dikelola oleh pemerintah sehingga diperlukan suatu metode pengawasan yang
memadai. Salah satu bentuknya adalah keterlibatan masyarakat/stakeholders.
Keterlibatan masyarakat ini juga seiring dengan makin besarnya porsi pajak dalam mendanai
operasional pemerintahan. Sumber daya alam yang selama ini besar porsinya dalam penerimaan
negara makin lama makin berkurang oleh karena jumlah sumber yang terbatas. Pada satu pihak,
biaya penyelenggaraan pemerintahan semakin besar. Satu-satunya sumber adalah pajak dari
masyarakat. Agar masyarakat tidak merasa dirugikan, maka diperlukan suatu pertanggungjawaban
penggunaan pajak dari masyarakat oleh pemerintah dengan transparan.
Berkenaan dengan perubahan paradigma sistem pemerintahan dan tuntutan masyarakat,
maka perlu dilakukan reformasi di bidang keuangan sebagai perangkat pendukung terlaksananya
penerapan good governance. Reformasi pengelolaan keuangan dilakukan dengan cara:
Penataan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum;
Penataan kelembagaan;
Penataan sistem pengelolaan keuangan negara; dan
Pengembangan sumber daya manusia di bidang keuangan.
Reformasi manajemen keuangan ini tidak hanya melibatkan Pemerintah Pusat dalam
pelaksanaannya, tetapi sekaligus berlaku bagi Pemerintah Daerah.
B. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Keuangan Negara
Undang-undang 17/2003 memberi batasan keuangan negara sebagai “semua hak dan
kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU 17/2003, cakupan
Keuangan Negara terdiri dari :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan
pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;
c. Penerimaan Negara/Daerah;
d. Pengeluaran Negara/Daerah;
e. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
f. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
g. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan
pemerintah.
Cakupan terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh
orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan
kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub
bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan
negara yang dipisahkan.
Beberapa hal yang terkait dengan keuangan Negara, yaitu :
(1) Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan.
(2) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun
ditetapkan dengan undang-undang.
(3) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(4) APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi.
(5) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
(6) Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam
tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
(7) Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
(8) Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) untuk
membentuk dana cadangan atau penyertaan pada Perusahaan Negara/Daerah harus
memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.
2. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
(1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
(2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan
mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya
adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia, sementara setiap
menteri/pimpinan lembaga pada hakekatnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu
bidang tertentu pemerintahan. Pembagian kewenangan tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Presiden
(sebagai CEO)
Dalam pelaksanaan anggaran, mereka mempunyai kedudukan yang seimbang dalam rangka
menjaga terlaksananya mekanisme check and balance. Sesuai dengan prinsip tersebut
Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan kewajiban
negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggung-
jawab atas penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing.
Prinsip ini perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian
wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk
mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam APBN. Dengan demikian
seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas universalitas) dan tidak
diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar APBN (off budget).
Kas &
Setara kas
Aset
Keuangan & Piutang &
Utang
Utang
Investasi Persediaan
Berwujud
ASET
Aset
PEMERINTAH Dapat
Diidentifikasi Tetap
Tidak
Aset Berwujud
Non SDA
keuangan
Tidak dapat SDM
diidentifikasi
dll
Aset merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Aset merupakan sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa
depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat
diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk
penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena
alasan sejarah dan budaya.
Aset yang berada dalam pengelolaan pemerintah tidak hanya yang dimiliki oleh pemerintah
saja, tetapi juga termasuk aset pihak lain yang dikuasai pemerintah dalam rangka pelayanan
ataupun pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah. Aset pemerintah bukanlah sebagai sumber
daya untuk memperoleh pendapatan, namun mencerminkan potensi pelayanan bagi
masyarakat. Oleh karena itu dalam mengukur kemampuan keuangan pemerintah tidaklah tepat
jika dilakukan dengan membandingkan antara pendapatan dan total aset yang tersedia.
Kecukupan tersedianya aset dapat diukur dengan membandingkan antara aset yang tersedia
dengan kebutuhan dalam pelayanan, yang pada umumnya ditentukan dalam rasio-rasio yang
relevan sesuai dengan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Definisi aset di atas mencerminkan bahwa ruang lingkup aset pemerintah sangatlah luas. Aset
pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan dan aset non keuangan. Dalam rangka
manajemen kas pada umumnya terintegrasi dengan manajemen utang.
2. Pengelolaan Kas
Kas merupakan sumber daya yang mutlak diperlukan untuk menjalankan pemerintahan. Kas
seringkali dikatakan bagaikan darah bagi suatu organisasi. Tanpa kas suatu organisasi tidak
akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu Pemerintah dituntut melakukan pengelolaan kas
dengan baik.
Pengelolaan kas di pemerintah terutama bertujuan untuk dapat melaksanakan anggaran secara
efisien serta melakukan manajemen sumber daya keuangan yang baik. Pengelolaan kas yang
baik dapat menghasilkan pengendalian pengeluaran secara efisien, meminimumkan biaya
pinjaman, dan memaksimumkan hasil yang diperoleh dari penempatan kas. Hal ini telah diatur
dalam Undang-Undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pada prinsipnya
pemerintah harus dapat menjamin ketersediaan dana yang diperlukan secara tepat waktu dan
aman dalam rangka pelaksanaan anggaran. Agar kas tersedia pada saat diperlukan maka perlu
adanya rencana penarikan dana dan rencana penerimaan dari pengguna anggaran. Dari rencana
ini dapat disusun budget cash sehingga dapat diketahui jumlah arus masuk dan arus keluar kas
untuk suatu periode serta surplus/defisit kas yang terjadi. Dengan informasi demikian maka
Bendahara Umum Negara dapat mengatur penempatan saldo kas yang menganggur serta
menerapkan strategi pinjaman untuk menutup defisit kas.
3. Pengelolaan Piutang
Piutang merupakan hak pemerintah untuk menagih pada pihak lain Piutang ini dapat terjadi
karena hubungan perdata, seperti adanya jual beli atau pinjam meminjam, namun bisa juga
terjadi karena ketentuan perundang-undangan, seperti piutang pajak.
Dalam Undang-undang diatur bahwa kementerian/lembaga yang mempunyai piutang wajib
mengupayakan penerimaannya kembali secara tepat waktu. Dalam hal terdapat piutang tak
tertagih penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam rangka menjaga agar piutang dapat diterima kembali secara tepat waktu,
kementerian/lembaga dituntut untuk mengatur berbagai hal yang terkait dengan piutang secara
seksama. Hal-hal seperti perencanaan, pemberian pinjaman atau penjualan secara kredit atau
penerbitan surat ketetapan, pencatatan, pelaporan, penilaian, penagihan, dan penghapusan
piutang harus diatur secara tegas. Pengendalian intern harus tercermin dan melekat sejak proses
timbulnya piutang sampai dengan berakhirnya, karena pembayaran atau penghapusan.
Piutang pemerintah jenis tertentu, seperti piutang pajak, mempunyai hak mendahului.
Penyelesaian piutang yang terjadi karena hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui
perdamaian kecuali untuk piutang yang penyelesaiannya diatur sendiri dalam undang-undang.
Penyelesaian piutang yang demikian ditetapkan oleh Menteri Keuangan untuk jumlah sampai
dengan Rp 10 milyar, oleh Presiden untuk jumlah diatasnya sampai dengan Rp 100 milyar,
dan jumlah diatasnya oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Dalam hal terdapat piutang tak tertagih dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari
pembukuan. Penghapusan piutang tak tertagih sampai dengan Rp 10 milyar dapat dilakukan
oleh Menteri Keuangan. Penghapusan piutang di atas Rp 10 milyar sampai dengan Rp 100
milyar dilakukan oleh Presiden, sedangkan di atas Rp 100 milyar oleh Presiden dengan
persetujuan DPR.
4. Pengelolaan Utang
Sehubungan diberlakukannya anggaran defisit (I Account) berarti anggaran pendapatan tidak
harus sama dengan anggaran belanja. Dalam UU 17/2003 ditekankan bahwa dalam
memanfaatkan surplus anggaran atau membiayai defisit anggaran harus mempertimbangkan
keseimbangan generasi. Defisit anggaran antara lain dapat dibiayai dari pinjaman. Berdasarkan
UU 17/2003 defisit anggaran dalam suatu tahun anggaran maksimum sebesar 3 (tiga) persen
dari Pendapatan Domestik Bruto, dan akumulasi utang maksimum sebesar 60 (enam puluh)
persen dari Pendapatan Domestik Bruto. Dalam rangka pengendalian defisit anggaran dan
akumulasi pinjaman secara nasional, Menteri Keuangan mempunyai kewenangan untuk
mengaturnya. Ketentuan tentang besarnya defisit serta jumlah utang yang dapat dimiliki oleh
suatu pemerintah daerah diatur setiap tahun dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam melakukan pengelolaan utang harus diperhatikan struktur portofolio utang berikut biaya
serta risikonya. Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh pinjaman yang paling efisien dan
untuk meyakini bahwa pemerintah mampu membayar bunga dan angsuran secara tepat waktu.
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mempunyai kewenangan untuk
mengadakan pinjaman. Pinjaman dapat berupa pinjaman yang dilakukan secara bilateral atau
multilateral. Pinjaman ini dapat diteruspinjamkan kepada pemerintah daerah/BUMN/BUMD.
Pinjaman ini dituangkan dalam suatu naskah perjanjian pinjaman. Sejalan dengan azas bruto
maka biaya yang terjadi karena penarikan pinjaman dibebankan pada anggaran belanja.
Disamping itu pemerintah juga dapat menerbitkan surat utang negara.
Disamping ada utang yang berasal dari pinjaman, pemerintah juga bisa mempunyai utang
karena kegiatan operasional atau utang perhitungan pihak ketiga (PFK). Utang operasional
antara lain timbul sehubungan dengan adanya pengadaan barang/jasa yang telah diterima tetapi
pada akhir tahun anggaran belum dibayar. Dengan demikian utang yang berasal dari kegiatan
operasional ini dapat terjadi di kementerian negara/lembaga. Utang PFK timbul karena adanya
uang yang dipungut oleh pemerintah untuk kepentingan pihak lain dan belum disampaikan
kepada pihak tersebut.Terhadap utang-utang ini, pengguna anggaran atau kuasa pengguna
anggaran juga wajib menatausahakan dan melaporkannya dalam laporan keuangan. Pengguna
Anggaran atau Kuasanya berkewajiban mengelola utang dalam kepengurusannya dan menguji
setiap klaim sebelum memerintahkan pembayaran atas beban anggaran
Utang dibayar secara tepat waktu sesuai dengan ketentuan. Hak tagih atas utang sebagai beban
negara kadaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan
lain dalam undang-undang. Kadaluwarsa ini akan tertunda jika pihak yang berpiutang
mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa. Ketentuan
kadaluwarsa ini tidak berlaku untuk pembayaran bunga dan pokok utang yang timbul karena
pinjaman.
5. Pengelolaan Investasi
Pemerintah dapat melakukan investasi karena berbagai alasan, antara lain memanfaatkan
surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan atau memanfaatkan dana yang belum
digunakan dalam bentuk invetasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. Investasi
jangka pendek yang dilakukan pemerintah harus memenuhi karakteristik dapat segera
dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas, dan berisiko rendah.
Investasi jangka panjang dapat berupa investasi permanen dan investasi non permanen.
L Ketentuan Undang-Undang
E
M P
R B E
P A
Rencana Kerja/ RK Anggaran
R A G
A
M
E
I K P R A
N E I G
S Y R
N E
W
I
P
A A
K
Akuntansi Pelaporan T N
A
A T I
L H
L A
N
Auditing
AKUNTABILITAS
3
PAKET LAPORAN
KEUANGAN DAN KINERJA
SURAT PERNYATAAN TANGGUNG JAWAB
10
Dari gambar tersebut tampak bahwa terdapat lampiran yang bersifat wajib dan diamanatkan
dalam undang-undang, yaitu laporan kinerja dan laporan keuangan BUMN dan badan lainnya.
Yang dimaksud dengan badan lainnya, saat ini yang ada di Pemerintah adalah Badan Layanan
Umum (BLU) dan Badan Hukum Milik Negara (BHMN).
Laporan keuangan yang disampaikan dalam RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan
APBN adalah laporan keuangan yang telah diaudit BPK RI. Laporan keuangan ini paling
lambat disampaikan ke DPR pada akhir bulan Juni tahun berikutnya. Laporan keuangan
dilampiri dengan Laporan Kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara dan badan
lainnya. Laporan keuangan disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung jawab atau Statement
Of Responsibility (SOR). Laporan keuangan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN
tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Laporan Keuangan Pemerintah disusun dengan menggabungkan seluruh laporan keuangan
Kementerian negara/Lembaga selaku pengguna anggaran dengan laporan keuangan Bendahara
Umum Negara. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga ini harus disampaikan ke
Presiden melalui Menteri Keuangan paling lambat 2 (dua) bulan setelah tutup tahun anggaran.
Dengan memperhatikan pengaturan tentang pengelolaan kas negara yang dilakukan oleh
Bendahara Umum Negara maka kementerian negara/lembaga sebagai pengguna anggaran
tidak diwajibkan menyusun Laporan Arus Kas. Yang menyusun Laporan Arus Kas hanya
Bendahara Umum Negara.
1) Pemeriksaan Keuangan
Pemeriksaan keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah dalam
rangka pemberian opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan. Hasil pemeriksaan
keuangan oleh BPK akan menghasilkan opini yang merupakan pernyataan profesional
pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan. Kriteria untuk
pemberian opini adalah sebagai berikut:
a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan;
b. Kecukupan pengungkapan;
c. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan; dan
d. Efektivitas sistem pengendalian intern.
Penilaian atas empat hal di atas akan menentukan suatu opini. Ada empat macam opini
yang diberikan pemeriksa, yaitu:
a. Wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion);
b. Wajar dengan pengecualian (qualified opinion);
c. Tidak wajar (adversed opinion);
d. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion).
Policy goals
Program Objectives
Effectiveness
Planned Outputs process Actual Outputs
Efficiency
Planned Inputs process Actual Inputs Compliance
14
Adapun bagi pemerintah, pemeriksaan kinerja ini dimaksudkan untuk mengarahkan agar
sumber daya yang tersedia dimanfaatkan secara efisien dan efektif untuk pelayanan kepada
masyarakat.
Rangkuman
1. Keuangan negara adalah “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.”
2. Prinsip-prinsip pembangunan nasional adalah kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan nasional.
3. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka
panjang (Rencana Pembangunan Jangka Panjang / RPJP ber jangka waktu 20 tahun), jangka
menengah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah / RPJM yang berjangka waktu 5 tahun),
dan jangka pendek (Rencana Kerja Pemerintah / RKP dengan periode tahunan) yang akan
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat baik di tingkat pusat maupun
daerah.
4. Empat tahapan suatu perencanaan pembangunan yakni : penyusunan rencana; penetapan
rencana; pengendalian pelaksanaan rencana; dan evaluasi pelaksanaan rencana.
5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya
pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan Nasional
6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional merupakan penjabaran dari visi,
misi, dan program kepala negara terpilih yang wajib disusun dalam waktu tiga bulan setelah
dilantik. Dalam penyusunannya, RPJMN harus berpedoman pada RPJP Nasional, yang
memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program baik di dalam maupun
lintas Kementerian/Lembaga, dalam satu maupun lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi
makro. Termasuk di dalamnya adalah arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa
kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
7. Renstra Kementerian/Lembaga (K/L) memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program,
dan kegiatan pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi K/L serta
berpedoman kepada RPJM dan bersifat indikatif.
8. Rencana Pembangunan Jangka Tahunan adalah perencanaan yang meliputi periode satu tahun
yang dalam hal ini disebut sebagai Rencana Kerja Pemerintah dan merupakan penjabaran dari
RPJM Nasional. RKP berisi prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang
mencakup gambaran perekonomian yang menyeluruh termasuk kebijakan fiskal, serta program
K/L, lintas K/L, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
masih bersifat indikatif.
9. Pada tingkat kementerian/lembaga disusun Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-
KL). Renja-KL disusun berpedoman pada Renstra-KL yang telah ada lebih dulu dan mengacu
pada prioritas pembangunan Nasional. Penyusunan Renja-KL dilakukan secara bersamaan
dengan penyusunan RKP karena keduanya saling terkait.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang masa berlakunya
dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berkenaan. Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terdiri dari Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan.
Anggaran Pendapatan merupakan estimasi pendapatan yang mungkin dicapai dalam periode
yang bersangkutan. Anggaran belanja merupakan batas tertinggi pengeluaran yang dapat
dibebankan pada APBN.
11. Aset pemerintah dapat diklasifikasikan sebagai aset keuangan dan aset non keuangan.
12. Berdasarkan Undang-Undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, pada prinsipnya
pemerintah harus dapat menjamin ketersediaan dana yang diperlukan secara tepat waktu dan
aman dalam rangka pelaksanaan anggaran. Agar kas tersedia pada saat diperlukan maka perlu
adanya rencana penarikan dana dan rencana penerimaan dari pengguna anggaran. Dari rencana
ini dapat disusun budget kas sehingga dapat diketahui jumlah arus masuk dan arus keluar kas
untuk suatu periode serta surplus/defisit kas yang terjadi. Dengan informasi demikian maka
Bendahara Umum Negara dapat mengatur penempatan saldo kas yang menganggur serta
menerapkan strategi pinjaman untuk menutup defisit kas.
13. Piutang merupakan hak pemerintah untuk menagih pada pihak lain. Dalam rangka menjaga
agar piutang dapat diterima kembali secara tepat waktu, kementerian/lembaga dituntut untuk
mengatur berbagai hal yang terkait dengan piutang secara seksama. Hal-hal seperti
perencanaan, pemberian pinjaman atau penjualan secara kredit atau penerbitan surat ketetapan,
pencatatan, pelaporan, penilaian, penagihan, dan penghapusan piutang harus diatur secara
tegas. Pengendalian intern harus tercermin dan melekat sejak proses timbulnya piutang sampai
dengan berakhirnya, karena pembayaran atau penghapusan. Dalam hal terdapat piutang tak
tertagih penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
14. Dalam melakukan pengelolaan utang harus diperhatikan struktur portofolio utang berikut biaya
serta risikonya. Risiko-risiko yang perlu dipertimbangkan antara lain risiko pasar, risiko
pendanaan kembali, risiko likuiditas, risiko kredit, risiko penyelesaian, dan risiko operasional.
Hal ini perlu dilakukan untuk memperoleh pinjaman yang paling efisien dan untuk meyakini
bahwa pemerintah mampu membayar bunga dan angsuran secara tepat waktu.
15. Pemerintah dapat melakukan investasi karena berbagai alasan, antara lain memanfaatkan
surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan atau memanfaatkan dana yang belum
digunakan dalam bentuk invetasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. Investasi
jangka pendek yang dilakukan pemerintah harus memenuhi karakteristik dapat segera
dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas, dan berisiko rendah. Investasi jangka
panjang dapat berupa investasi permanen dan investasi non permanen.
16. Barang milik negara mencakup semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN
atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan ini antara lain dapat dilakukan melalui
pembelian, pembangunan, pertukaran, kerja sama, hibah/donasi, dan rampasan. Menteri
Keuangan adalah sebagai pengelola barang berwenang mengatur pengelolaan barang milik
negara berdasarkan peraturan perundang-undangan. Para pengguna barang wajib mengelola
dan menatausahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-
baiknya. Dalam rangka menjaga kesinambungan pelayanan kepada masyarakat, dilakukan
pengaturan atas penghapusan serta pemindahtanganan barang milik negara. Barang milik
negara yang diperlukan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan tidak dapat
dipindahtangankan. Penghapusan barang milik negara pada prinsipnya harus mendapat
persetujuan DPR. Pengamanan barang milik negara merupakan salah satu sasaran
pengendalian intern, baik dari aspek fisik, administrasi, maupun hukum. Barang milik negara
tidak diperkenankan untuk digadaikan atau digunakan sebagai jaminan dan tidak boleh
diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran utang. Disamping itu barang milik negara
atau barang pihak lain yang dikuasai negara yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas
pemerintahan tidak dapat disita.
17. Pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) memberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun, BLU tetap menyusun anggaran untuk digabungkan
dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian negara/lembaga maupun APBN. Pendapatan
dan belanja yang dilakukan dilaporkan dalam laporan keuangan kementerian negara/lembaga
yang membawahinya dan dikonsolidasikan dalam laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
Kekayaan BLU merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan serta dapat dikelola
sepenuhnya untuk pelayanan kepada masyarakat,
18. Penyelenggara negara wajib menyampaikan pertanggungjawaban kepada masyarakat, yang
diwakili oleh DPR, berupa akuntabilitas keuangan (financial accountability) dan akuntabilitas
kinerja (performance accountability). Laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN
berupa Laporan Keuangan. Laporan keuangan setidak-tidaknya terdiri dari: Neraca, Laporan
Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas dan Catatan atas laporan Keuangan. Laporan keuangan
yang disampaikan dalam RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN adalah laporan
keuangan yang telah diaudit BPK RI. Laporan keuangan ini paling lambat disampaikan ke
DPR pada akhir bulan Juni tahun berikutnya. Laporan keuangan dilampiri dengan Laporan
Kinerja dan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara dan badan lainnya. Laporan
keuangan disertai dengan Surat Pernyataan Tanggung jawab atau Statement Of Responsibility
(SOR).
19. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan pedoman umum dalam penyusunan dan
penyajian laporan keuangan. Kesesuaian laporan keuangan dengan SAP mencerminkan
tingkatan akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu
penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan SAP merupakan salah satu
kriteria bagi BPK RI dalam memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan.
20. Sistem akuntansi pemerintahan merupakan rangkaian secara sistematik dari prosedur,
penyelenggara, peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis
transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi pemerintah. Sistem
akuntansi ini disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sistem akuntansi
Pemerintah ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku untuk seluruh kementerian
negara/lembaga.
21. Lembaga yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas laporan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan Pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan
yang menjadi tugas BPK meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan dan pemeriksaan
atas tanggung jawab keuangan negara yang mencakup seluruh unsur keuangan negara.
22. BPK diberikan kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan, yaitu: pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil pemeriksaan
dengan tujuan tertentu adalah kesimpulan. Dalam hal pemeriksaan investigatif, apabila
diketemukan adanya indikasi tindak pidana atau tindakan yang membawa dampak pada
kerugian negara, BPK segera melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
23. BPK mempunyai kebebasan dan kemandirian dalam melaksanakan pemeriksaan. Kemandirian
ini termasuk dalam perencanaan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan, maupun penyusunan
dan penyajian laporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam perencanaan mencakup penetapan
obyek pemeriksaan (auditee), kecuali untuk obyek pemeriksaan yang telah diatur dalam
undang-undang atau berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan. Hasil
pemeriksaan BPK dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) segera setelah
berakhirnya pemeriksaan. LHP ini disampaikan kepada lembaga perwakilan sesuai dengan
kewenangannya. Di samping itu pada saat yang bersamaan, LHP ini juga disampaikan kepada
Presiden/Gubernur/Bupati/Walikota untuk ditindaklanjuti. Hasil pemeriksaan BPK akan
digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi atau melakukan penyesuaian-
penyesuaian yang diperlukan.
24. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, menteri/pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang ditetapkan dalam UU
APBN. Dalam UU 17/2003 ditegaskan bahwa menteri/pimpinan lembaga ataupun pimpinan
unit organisasi yang melakukan penyimpangan program/kegiatan dikenakan sanksi. Sanksi di
sini dapat berupa sanksi administratif, pidana, atau denda sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Selanjutnya terhadap pejabat negara, pegawai negeri bukan bendahara,
atau pejabat lain yang melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung maupun
tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti kerugian. Disamping
itu terdapat prinsip yang berlaku universal bahwa siapa yang diberi wewenang untuk
menerima, menyimpan, dan membayar atau menyerahkan uang, surat berharga, atau barang
milik negara bertanggung jawab secara pribadi atas kekurangan yang terjadi dalam
pengurusannya.
Bahan Evaluasi
1. Jelaskan pengertian dan cakupan keuangan negara berdasarkan pasal 2 UU 17/2003 !
2. Jelaskan pendelegasian kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara !
3. Sebutkan prinsip-prinsip penting dalam pembangunan nasional !
4. Apa manfaat perencanaan dalam proses dalam pengelolaan keuangan negara ?
5. Jelaskan sistem perencanaan pembangunan nasional !
6. Apa yang dimaksud dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan jelaskan
tahapan penyusunan RPJP!
7. Apa yang dimaksud dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan jelaskan
tahapan penyusunan RPJM !
8. Apa yang dimaksud dengan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (K/L) dan jelaskan
tahapan penyusunannya !
9. Jelaskan Rencana Pembangunan Jangka Tahunan dan jelaskan tahapan penyusunannya!
10. Jelaskan Rencana Kerja Anggaran kementerian / lembaga (RKA-K/L) dan jelaskan tahapan
penyusunannya!
11. Jelaskan apa yang dimaksud Standar Akuntansi Pemerintahan !
12. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemeriksaan keuangan Pemerintah !
13. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemeriksaan kinerja Pemerintah !
14. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pemeriksaan dengan tujuan tertentu !
15. Jelaskan bagaimana hasil pemeriksaan BPK dan tindak lanjutnya !
BAB 3 ANGGARAN
A. Pendahuluan
Alat utama kebijakan fiskal adalah anggaran. Anggaran merupakan alat ekonomi terpenting
yang dimiliki pemerintah untuk mengarahkan perkembangan sosial dan ekonomi, menjamin
kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Aliran uang yang terkait dengan
aktivitas pemerintahan akan mempengaruhi harga, lapangan kerja, distribusi pendapatan,
pertumbuhan ekonomi, dan beban pajak yang harus dibayar atas pelayanan yang diberikan
pemerintah.
Pada dasarnya anggaran perlu disusun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki
pemerintah, dalam hal ini adalah dana. Karena terbatasnya dana, maka diperlukan alokasi sesuai
dengan prioritas dan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Anggaran negara (state budget) menurut John F. Due dalam ”Government Finance and
Economic Analysis” adalah: ”A budget, in the general sense of the term, is a financial plan for a
spesific period of time. A government budget therefore, is a statement of proposed expenditures
and expected revenues for the coming period, together with data of actual expenditures and
revenues for current and past period.”
Sedangkan menurut Wildavsky, anggaran adalah catatan masa lalu; rencana masa depan;
mekanisme pengalokasian sumber daya; metode untuk pertumbuhan; alat penyaluran pendapatan;
mekanisme untuk negosiasi; harapan-aspirasi-strategi organisasi; satu bentuk kekuatan kontrol;
alat atau jaringan komunikasi. Adapun definisi anggaran menurut Mardiasmo, adalah estimasi
kinerja yang hendak dicapai.
Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan
legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah dan
pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang
diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran
mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi upaya perolehan
pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu periode tertentu yang biasanya
mencakup periode tahunan. Namun, tidak tertutup kemungkinan disiapkannya anggaran untuk
jangka waktu lebih atau kurang dari setahun.
B. Fungsi Anggaran
Anggaran mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu:
1. Sebagai alat perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi
Anggaran sebagai alat perencanaan digunakan untuk merumuskan tujuan serta sasaran
kebijakan agar sesuai dengan visi dan misi yang ditetapkan, merencanakan berbagai program
dan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi serta merencanakan alternatif sumber
pembiayaannya, mengalokasikan dana pada berbagai program dan kegiatan yang telah
disusun, dan menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
2. Sebagai alat pengendalian
Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum. Anggaran
merupakan alat untuk memonitor kondisi keuangan dan pelaksanaan operasional program atau
kegiatan pemerintah. Sebagai instrumen pengendalian, anggaran digunakan untuk
menghindari adanya overspending, underspending dan salah sasaran (misappropriation)
dalam pengalokasian anggaran pada bidang lain yang bukan merupakan prioritas.
Pengendalian anggaran dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu:
a. Membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan;
b. Menghitung selisih anggaran (favourable dan unfavourable variances);
c. Menemukan penyebab yang dapat dikendalikan (controllable) dan tidak dapat
dikendalikan (uncontrollable) atas suatu varian;
d. Merevisi standar biaya atau target anggaran untuk tahun berikutnya.
3. Sebagai alat kebijakan fiskal
Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal pemerintah digunakan untuk menstabilkan ekonomi
dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Anggaran merupakan target fiskal yang
menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan.
4. Sebagai alat politik
Anggaran merupakan dokumen politik sebagai bentuk komitmen eksekutif dan kesepakatan
legislatif atas penggunaan dana untuk kepentingan tertentu.
5. Sebagai alat koordinasi dan komunikasi
Anggaran merupakan alat koordinasi dan komunikasi antar bagian dalam pemerintahan.
Anggaran yang disusun dengan baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu
unit kerja dalam pencapaian tujuan organisasi
6. Sebagai alat penilaian kinerja
Kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efisiensi
pelaksanaan anggaran. Anggaran merupakan alat yang efektif untuk pengendalian dan
penilaian kinerja.
7. Sebagai alat motivasi
Anggaran dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi manajer dan stafnya agar bekerja
secara ekonomis, efektif, dan efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.
8. Sebagai alat untuk menciptakan ruang
Kabinet, birokrat, dan lembaga perwakilan masyarakat. Masyarakat, LSM, Perguruan Tinggi,
dan berbagai organisasi kemasyarakatan harus terlibat dalam proses penganggaran.
C. Prinsip-prinsip dan Aspek penganggaran
Anggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukkan alokasi sumber
daya manusia, material dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran
pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan,
rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik.
1. Prinsip Anggaran
Secara umum, prinsip-prinsip penganggaran adalah sebagai berikut:
a. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
b. Disiplin Anggaran
c. Keadilan Anggaran
d. Efisiensi dan Efektifitas Anggaran
e. Disusun dengan pendekatan kinerja
Penganggaran terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program
dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran dimulai ketika perumusan strategi dan
perencanaan strategik telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan artikulasi dari hasil
perumusan strategi dan perencanaan strategik yang telah dibuat. Tahap penganggaran menjadi
sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat
menggagalkan perencanaan yang sudah disusun. Anggaran merupakan managerial plan for action
untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.
2. Aspek-aspek anggaran
Aspek-aspek anggaran yang harus tercakup meliputi:
(1) aspek perencanaan;
Untuk menetapkan kehendak pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan memanfaatkan sumber daya dan dana untuk mendukung kegiatan pembangunan jangka
panjang dalam bentuk anggaran tahunan
(2) aspek pengendalian;
Digunakan sebagai alat pengendalian yang efektif, dan harus dilakukan secara melekat (built
in control) dalam tubuh organisasi atas berlangsungnya pelaksanaan kegiatan dan
(3) aspek akuntabilitas dan evaluasi.
Kinerja dapat diukur secara periodik maupun insidentil :
a) Apakah sudah sesuai dengan rencana anggaran.
b) Apakah tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan.
c) Apakah telah memenuhi 3E (efisiensi, ekonomis, efektif)
Penganggaran harus diawasi mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan. Proses
penganggaran akan lebih efektif jika diawasi oleh lembaga pengawas khusus (oversight body)
yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran.
D. Siklus Anggaran
Siklus anggaran meliputi empat tahap yang terdiri atas:
1. Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation)
Pada tahap persiapan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan
yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum
menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penaksiran pendapatan
secara lebih akurat. Selain itu, harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika
anggaran pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan keputusan tentang
anggaran pengeluaran.
Dalam persoalan estimasi, yang perlu mendapat perhatian adalah terdapatnya faktor
“uncertainty” (tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh sebab itu, manajer keuangan
harus memahami betul dalam menentukan besarnya suatu mata anggaran. Besarnya suatu mata
anggaran sangat tergantung pada sistem angggaran yang digunakan. Besarnya mata anggaran
pada suatu anggaran yang menggunakan “line-item budgeting,” akan berbeda pada “input-
output budgeting,” “program budgeting,” atau “zero based budgeting”.
1. Tahap pendahuluan.
Tahap ini diawali dengan persiapan rancangan APBN oleh pemerintah, antara lain
meliputi penentuan asumsi dasar APBN, perkiraan penerimaan dan pengeluaran, skala
prioritas dan penyusunan budget exercise. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok
kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya (misal tahun
anggaran 2014) kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun berjalan (misal
tahun 2013). Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas kerangka ekonomi makro dan
pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh pemerintah pusat dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran berikutnya.
Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, pemerintah
pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan
acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Pada Pemerintah Pusat, pelaksanaan APBN dimulai dengan diterbitkannya DIPA. Dalam
rangka menjaga agar anggaran dapat dimulai segera pada awal tahun anggaran maka DIPA harus
diselesaikan dalam bulan Desember tahun sebelumnya. Segera setelah suatu tahun anggaran
dimulai, maka DIPA harus segera diterbitkan untuk dibagikan kepada satuan-satuan kerja sebagai
pengguna anggaran pada kementerian/lembaga.
Seperti pada Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah pun digunakan mekanisme yang
sama dengan penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan yang berlaku di daerah. Setelah terbit
Peraturan Daerah tentang APBD, SKPD wajib menyusun Dokumen Pelaksanaan Anggaran
(DPA). Dengan demikian maka fleksibilitas penggunaan anggaran diberikan kepada Pengguna
Anggaran. DPA disusun secara rinci sampai dengan organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja disertai indikator kinerja. Dokumen ini disertai dengan rencana penarikan dana untuk
mendanai kegiatan dan apabila dari kegiatan tersebut menghasilkan pendapatan maka rencana
penerimaan kas juga dilampirkan. DPA disampaikan kepada kepala SKPKD untuk dimintakan
pengesahan.
Jika DIPA bagi kementerian/lembaga sudah dapat dijadikan dokumen untuk segera
melaksanakan anggaran Pemerintah Pusat, pada pemerintah daerah masih diperlukan Surat
Penyediaan Dana (SPD). SPD merupakan suatu dokumen yang menyatakan tersedianya dana
untuk melaksanakan kegiatan. SPD ini diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan telah tersedia pada saat kegiatan berlangsung. Setelah DPA dan SPD
terbit, maka masing-masing satuan kerja wajib melaksanakan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. Pendapatan Negara
a. Definisi Pendapatan Negara
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara yang menambah
ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, yang menjadi hak
pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Menurut pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 di disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai
penambah nilai kekayaan bersih. Dari pengertian tersebut berarti bahwa pemerintah pusat
mempunyai berbagai hak, yang salah satu hak pemerintah pusat adalah menggali sumber-sumber
penerimaan bagi negara untuk membiayai berbagai belanja/pengeluaran negara yang berkaitan
dengan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
Wujud pendapatan negara (government revenue) berupa uang (cash) sebagai penerimaan
negara, yang menurut pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 diberikan pengertian
bahwa yang dimaksud dengan penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
Dikatakan masuk ke kas negara mengandung makna tercatat dalam akuntansi / pembukuan kas
negara atau kas umum negara. Dengan demikian pendapatan negara adalah semua penerimaan kas
negara/kas umum negara (uang pemerintah pusat) dari berbagai sumber yang sah, yang menambah
ekuitas dana dalam periode satu tahun anggaran bersangkutan yang menjadi hak pemerintah pusat.
Dalam sistem APBN, pendapatan/penerimaan negara mempunyai dua fungsi yaitu fungsi
anggaran (budgetair) dalam arti bahwa pendapatan/ penerimaan negara sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya dan fungsi mengatur (reguler) dalam
arti bahwa pendapatan/penerimaan negara sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu, setiap pemungutan pendapatan/penerimaan negara oleh pemerintah pusat
maupun daerah selayaknya tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan dari masyarakat, maka
setiap pungutan pendapatan/penerimaan negara harus memenuhi syarat sebagai berikut :
(1) Pemungutan pendapatan/penerimaan negara berdasarkan keadilan yaitu sesuai dengan tujuan
hukum, yakni mencapai keadilan. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan
pemungutan secara umum dan merata serta pelaksanaan pemungutan pendapatan/penerimaan
negara tidak membeda-bedakan.
(2) Pemungutan pendapatan/penerimaan negara harus berdasarkan undang-undang.
(3) Pemungutan pendapatan/penerimaan negara tidak mengganggu perekonomian.
(4) Pemungutan pendapatan/penerimaan negara tidak boleh menggangu kelancaran kegiatan
produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian
masyarakat.
(5) Pemungutan pendapatan/penerimaan negara harus efisien yaitu sesuai fungsi budgetair, biaya
pemungutan pendapatan/penerimaan negara harus dapat ditekan lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
(6) Sistem pemungutan pendapatan/penerimaan negara harus sederhana yaitu akan memudahkan
dan mendorong masyarakat (perorangan atau badan) dalam memenuhi kewajiban tersebut.
Yang dimaksud dengan pendapatan negara yaitu semua penerimaan yang berasal dari
penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri
dan luar negeri selama tahun anggaran yang bersangkutan. Semua penerimaan dan pengeluaran
negara dilakukan melalui rekening kas negara pada bank sentral dan atau lembaga keuangan
lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Penggunaan fungsi dan sub fungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-
masing K/L. Penggunaannya dikaitkan dengan kegiatan yang dilaksanakan, sehingga suatu
program dapat menggunakan lebih dari satu fungsi. Selanjutnya fungsi dan sub-fungsi dijabarkan
lebih lanjut dalam program/kegiatan.
3) Klasifikasi Ekonomi (Jenis Belanja)
Jenis belanja dalam klasifikasi belanja digunakan dalam dokumen penganggaran baik dalam
proses penyusunan anggaran, pelaksanan anggaran, dan pertanggungjawaban / pelaporan
anggaran. Namun penggunaan jenis belanja dalam dokumen tersebut mempunyai tujuan berbeda.
Dalam kaitan proses penyusunan anggaran tujuan penggunaan jenis belanja ini dimaksudkan untuk
mengetahui pendistribusian alokasi anggaran kedalam jenis–jenis belanja.
Berdasarkan karakternya belanja dikelompokkan menjadi Belanja Operasi dan Belanja
Modal. Belanja Operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat
yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja Operasi antara lain meliputi belanja pegawai,
belanja barang non investasi, pembayaran bunga utang, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan belanja
operasional lainnya.
Dalam penyusunan anggaran (RKA-KL) penggunaan jenis belanja mengacu pada Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) mengenai Bagan Akun Standar (BAS) dengan penjelasan teknis pada
Buletin Teknis Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP).
Jenis-jenis belanja yang digunakan dalam penyusunan RKA-KL adalah berikut:
1. Belanja Pegawai (51)
Belanja Pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang diberikan
kepada pegawai pemerintah (pejabat negara, pegawai negeri sipil, dan pegawai yang
dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam maupun di
luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang
berkaitan dengan pembentukan modal dan/atau kegiatan yang mempunyai output dalam
kategori belanja barang.
5. Subsidi (55)
Subsidi yaitu alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa untuk memenuhi hajat
hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh masyarakat.
Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada perusahaan negara dan
perusahaan swasta. Jenis belanja ini khusus digunakan dalam kegiatan dari Bagian Anggaran
BUN.
6. Hibah (56)
Hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau jasa kepada pemerintah
atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang
secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta
tidak secara terus menerus.
4. Transfer ke Daerah
Transfer ke daerah yaitu pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan ke entitas pelaporan
lain, seperti pengeluaran dana perimbangan dan transfer lainnya. Contoh: Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus.
5. Surplus/Defisit
Surplus/Defisit timbul sehubungan dengan penggunaan anggaran defisit, di mana jumlah
pendapatan tidak sama dengan jumlah belanja. Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan
belanja selama satu periode pelaporan. Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja
selama satu periode pelaporan.
6. Pembiayaan
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan
maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran
pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus
anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi.
Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok
pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.
7. Pembiayaan Neto
Pembiayaan Neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran
pembiayaan. Apabila manajemen keuangan pemerintah dilakukan dengan baik maka jumlah
pembiayaan netto ini seharusnya mendekati jumlah surplus/defisit anggaran karena pembiayaan
dimaksudkan untuk memanfaatkan surplus atau menutup defisit anggaran.
PELAKSANAAN ANGGARAN
APBN
PERPRES RINCIAN APBN
DIPA
PESANAN
KOMITMEN
VENDOR
VERIFIKASI
BARANG/JASA
PEMBAYARAN
Dalam pelaksanaan anggaran, pengguna anggaran diberikan kewenangan untuk membebani
anggaran. Sebagai konsekuensinya pengguna anggaran dituntut untuk melakukan verifikasi atau
pengujian atas kebenaran formil maupun materiil atas pelaksanaan anggaran serta
mempertanggungjawabkannya. Apabila verifikasi terhadap belanja telah dilakukan dan sah maka
pengguna anggaran menyampaikan Surat Perintah Membayar ke KPPN. Berhubung mereka harus
mempertanggungjawabkannya maka bukti-bukti pengeluaran tetap disimpan di
kementerian/lembaga dan tidak dikirim ke KPPN. KPPN tetap melakukan pengujian untuk
mengecek ketepatan jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Mekanisme pembayaran ini dapat
dilihat pada gambar berikut:
Mekanisme Pembayaran
Proses pengujian yang dilakukan pada pengguna anggaran dan pada Bendahara Umum
Negara dapat dilihat pada gambar berikut:
PENGUJIAN DALAM PELAKSANAAN
PENGELUARAN NEGARA
Menteri Teknis Menteri Keuangan
Selaku Pengguna Anggaran Selaku BUN
Tahapan Administratif Tahapan Komtabel
PEMBUATAN
KOMITMEN
PENGUJIAN CHEQUE
Pengujian :
PENGUJIAN SPM • Substansial :
Pengujian :
•Wetmatigheid
?
•Rechtmatigheid
• Formal
• Wetmatigheid
• Rechtmatigheid
• Doelmatigheid
Penjelasan lebih detail mengenai mekanisme pencairan dana akan dijelaskan berikut ini :
1. Model Pencairan & Syarat Administrasi Pembebanan Anggaran
1). Model Pencairan Dana
Ada dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh
Bendahara Umum Negara kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal dengan
sistem LS melalui KPPN. Pembayaran ini dilakukan untuk pengeluaran yang telah pasti, baik
jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Cara lainnya adalah dengan menggunakan Uang
Persediaan (UP) melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP dilakukan untuk belanja
yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran.
Aplikasi SPM
Saat ini semua satker bertanggung jawab untuk menerbitkan SPM. Untuk menerbitkan SPM
ini masing-masing satuan kerja mengoperasikan aplikasi SPM untuk membuatnya.
Rangkuman
1. Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana
pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun
menurut klasifikasi tertentu secara sistematis dalam suatu periode. Anggaran juga merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang
dinyatakan dalam ukuran finansial.
2. Menurut UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat. Anggaran pendapatan merupakan estimasi penerimaan (estimated
revenue) yang diperkirakan akan diterima dalam satu tahun anggaran, sedangkan anggaran
belanja merupakan pagu anggaran belanja yang disediakan untuk membiayai program dan
kegiatan selama satu tahun anggaran (appropriation). Periode pelaksanaan APBN adalah satu
tahun, yaitu dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
3. Fungsi anggaran : sebagai alat perencanaan untuk mencapai tujuan organisasi, sebagai alat
pengendalian, sebagai alat kebijakan fiskal, sebagai alat politik, sebagai alat koordinasi dan
komunikasi, sebagai alat penilaian kinerja, sebagai alat motivasi dan sebagai alat untuk
menciptakan ruang. Fungsi anggaran di lingkungan pemerintah mempunyai pengaruh penting
dalam akuntansi dan pelaporan keuangan.
4. Prinsip-prinsip anggaran adalah : transparansi dan akuntabilitas anggaran, disiplin anggaran,
keadilan anggaran, efisiensi dan efektifitas anggaran dan disusun dengan pendekatan kinerja.
5. Aspek-aspek anggaran meliputi: aspek perencanaan; aspek pengendalian; aspek akuntabilitas
dan evaluasi.
6. Menteri Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia
mempunyai kewenangan perbendaharaan (comptable) dan menjadi pengelola keuangan dalam
arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer
keuangan. Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset
dan kewajiban negara secara nasional. Menteri/pimpinan lembaga selaku Chief Operasional
Officer untuk suatu bidang tertentu pemerintahan, memiliki kewenangan administratif meliputi
melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya
penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang
diajukan kepada kementerian negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut,
serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat
pelaksanaan anggaran. Kementerian negara/lembaga berwenang dan bertanggungjawab atas
penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing.
7. Siklus Anggaran meliputi tahap persiapan anggaran, tahap ratifikasi anggaran, tahap
pelaksanaan anggaran, tahap pelaporan dan evaluasi anggaran. Adapun siklus APBN meliputi
tahapan : Tahap pendahuluan, Tahap pengajuan, pembahasan, dan penetapan APBN
Tahap Pelaksanaan APBN, Tahap pengawasan APBN, Tahap Pertanggungjawaban APBN.
8. Daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat
oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendahaan atas
nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk melakukan tindakan yang
mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas beban APBN serta dokumen
pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
9. DIPA yang disusun oleh kementerian negara/lembaga harus mengacu kepada rencana kerja
dan anggaran (RKA-KL) dan mengacu kepada rencana kerja dan anggaran (RKA-KL) dan
berpedoman pada peraturan presiden tentang rincian APBN yang merupakan alokasi dana pada
masing-masing satuan kerja dalam mencapai sasaran kegiatan yang telah ditetapkan.
10. Apabila dalam pelaksanaan DIPA terdapat hal-hal yang mengharuskan adanya perubahan isi
yang tercantum dalam DIPA, maka satker kementerian negara/lembaga dapat mengajukan
revisi DIPA kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA pusat atau Kepala Kanwil
DJPb untuk DIPA daerah untuk memperoleh pengesahannya.
11. Dalam sistem APBN, pendapatan/penerimaan negara mempunyai dua fungsi yaitu fungsi
anggaran (budgetair) dalam arti bahwa pendapatan/ penerimaan negara sebagai sumber dana
bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya dan fungsi mengatur (reguler)
dalam arti bahwa pendapatan/penerimaan negara sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Pendapatan negara dan
hibah adalah semua penerimaan negara yang berasal dari penerimaan perpajakan, penerimaan
negara bukan pajak, serta penerimaan hibah dari dalam negeri dan luar negeri.
12. Anggaran belanja negara adalah semua pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai
belanja pemerintah pusat dan belanja untuk daerah. Belanja pemerintah pusat diklasifikasikan
atas belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian anggaran, belanja pemerintah pusat
menurut fungsi, dan belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja.
13. Setiap uang yang keluar dari kas Negara harus dapat dipertanggungjawabkan, oleh karena itu,
pelaksanaan anggaran belanja negara didasarkan atas prinsip-prinsip pembayaran atas beban
APBN serta tidak melanggar larangan pembebanan belanja negara sesuai aturan yang berlaku.
Agar dapat dikeluarkan uang dari kas negara harus dapat memenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu : harus
bisa dibuktikan keabsahan yang berhak; harus sudah tersedia dananya dalam DIPA; dan harus
sesuai dengan tujuan alokasi dana yang tercantum pada DIPA.
14. Terdapat dua cara pembayaran, yaitu pembayaran yang dilakukan secara langsung oleh
Bendahara Umum Negara kepada yang berhak menerima pembayaran atau lebih dikenal
dengan sistem LS melalui KPPN. Pembayaran ini dilakukan untuk pengeluaran yang telah
pasti, baik jumlah, peruntukan, maupun penerimanya. Cara lainnya adalah dengan
menggunakan Uang Persediaan (UP) melalui Bendahara Pengeluaran. Pengeluaran dengan UP
dilakukan untuk belanja yang nilainya kecil di bawah jumlah tertentu untuk membiayai
keperluan sehari-hari perkantoran.
15. Kebenaran pengisian dokumen tanda bukti pengeluaran meliputi kuitansi, Surat Perintah Kerja
(SPK), Surat perjanjian/Kontrak, Berita Acara Penyerahan Barang/Pekerjaan, dan Berita
Acara Pembayaran.
16. Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk dapat diterbitkan SPM harus memenuhi
persyaratan yang telah ditetapkan. SPM diterbitkan setelah melalui mekanisme Penerimaan
dan pengujian SPP dan melakukan pengujian atas SPP oleh Pejabat penerbit SPM. Prosedur
Penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) melalui tahapan penyampaian SPM kepada
KPPN dan pengujian SPM yang bersifat substansif dan formal yang dilaksanakan oleh KPPN.
Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan penerbitan SP2D bilamana SPM yang
diajukan memenuhi syarat yang ditentukan. Sedangkan pengembalian SPM kepada penerbit
SPM, apabila tidak memenuhi syarat untuk diterbitkan SP2D.
17. Pejabat yang terkait dengan pengeluaran antara lain adalah Kuasa Pengguna Anggaran,
Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan SPM dan
Bendahara Pengeluaran.
Bahan Evaluasi
1. Sebutkan Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pelaksanaan anggaran
atau APBN !
2. Sebutkan wewenang Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang dan wewenang Menteri Keuangan selaku Bendara Umum Negara !
3. Uraikan definisi pendapatan/penerimaan negara menurut UU 17 tahun 2003! Sebutkan pula
fungsi dan syarat pendapatan/penerimaan negara!
4. Uraikan jenis-jenis penerimaan negara, beserta contoh !
5. Jelaskan pengertian belanja Negara !
6. Prinsip-prinsip apa saja yang harus diperhatikan di dalam pelaksanaan belanja negara?
7. Apa tugas bendahara sehubungan dengan penerimaan negara, serta bagaimana penatausahaan
penerimaan negara yang dilakukan oleh Bendahara ?
8. Bagaimana tata cara pembayaran/penyetoran penerimaan negara dengan sistem MPN (Modul
Penerimaan Negara)?
9. Apa perbedaan uang persediaan dan pembayaran dengan LS?
10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengujian SPM yang dilaksanakan oleh KPPN mencakup
pengujian yang bersifat substantif dan format!
BAB 4 SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT
A. Pendahuluan
Dalam rangka usaha mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik dalam penyelenggaraan
negara, pengelolaan keuangan negara harus dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan
bertanggungjawab sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan di dalam UUD 1945.
Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara yang
dikuasakan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, Bendahara Umum Negara dan
wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.
Sejalan dengan hal itu Menteri Keuangan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan
kewajiban negara secara nasional. Untuk mewujudkan akuntabilitas keuangan negara, Menteri
Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun laporan pertanggungjawaban berupa laporan
keuangan tentang pelaksanaan APBN secara tepat waktu dan memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
1. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dihasilkan melalui proses akuntansi, yang terdiri dari:
Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas (LAK) disertai dengan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
2. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
3. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang dihasilkan melalui Sistem Pengendalian Intern yang
memadai.
Agar informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dapat memenuhi
prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
(SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) yang
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan
oleh Kementerian Negara/Lembaga.
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur manual maupun
yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan
pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.
SAPP terdiri dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SABUN) yang dilaksanakan
oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh
kementerian negara/lembaga.
B. Ruang Lingkup
SAPP berlaku untuk seluruh unit organisasi pada Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada
Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan yang
dananya bersumber dari APBN serta pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan.
► Dekonsentrasi
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat melalui kementerian
negara/lembaga kepada gubernur selaku wakil pemerintah. Dana Dekonsentrasi merupakan
dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah
yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi,
tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana
Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang
dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ditetapkan Gubernur. Gubernur memberitahukan
kepada DPRD tentang kegiatan Dekonsentrasi.
► Dana Tugas Pembantuan
Dana Tugas Pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh
daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas
pembantuan. Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran kementerian
negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan
dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. Tugas
Pembantuan adalah penugasan pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain,
dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang
menugaskan.
Dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan, Kepala Daerah wajib mengusulkan daftar SKPD yang
mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan kepada kementerian negara/lembaga yang
memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Barang. Apabila Kepala Daerah tidak menyampaikan usulan daftar SKPD,
kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian Dana Tugas Pembantuan.
Pemerintah Daerah memberitahukan adanya Tugas Pembantuan kepada DPRD.
Pengelolaan Pengelolaan
Pengelolaan Pengelolaan Pengelolaan
Pengelolaan Transfer ke Belanja Subsidi Pengelolaan
Investasi Penerusan dan Belanja lain- Transaksi
Utang & Hibah Daerah Badan Lain
Pemerintah Pinjaman lain Khusus
Penggabungan
DJPU DJKN DJPBN DJPK DJA, Kementerian
Negara/Lembaga
Laporan Keuangan
BKF, SETJEN,
dan DJPBN
Badan Lainnya (SA-
(SA-UP&H) (SA-IP) (SA-PP) (SA-TD) (SA-BSBL) BL)
KPPN
1a
KANWIL
Ditjen
PBN
2
Dit.
Ditjen APK
PBN
7 3
6 5a
3a
BPK
5
Dit.
PKN
Entitas
BUN
4a 4b 4c 4d 4e 4f 4g
UAPBUN UAPBUN UAPBUN UAPBUN UAPBUN UAPBUN UAPBUN
UH IP PP TD BSBL BL TK
Keterangan:
: Pemeriksaan
: Rekonsiliasi
: Online Data
2. Kanwil DJPBN menyampaikan file data dan laporan keuangan setiap bulan ke DAPK sebagai
bahan penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat;
3. Direktorat Pengelolaan Kas Negara (Dit. PKN) menyampaikan file data dan laporan keuangan
BUN setiap bulan ke DAPK sebagai bahan penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat;
3a. Dit. PKN melakukan Rekonsiliasi data dengan Dit. APK;
4. Seluruh Unit Akuntasi dibawah Unit Akuntansi Bendahara Umum Negara menyampaikan:
4a. Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang selaku UAPBUN-UH menyampaikan data berupa
laporan dan ADK ke Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan
Entitas BUN;
4b. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara selaku UAPBUN-IP menyampaikan data berupa
laporan dan ADK ke Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan
Entitas BUN;
4c. Direktorat Pengelolaan Penerusan Pinjaman selaku UAPBUN-PP menyampaikan data
berupa laporan dan ADK ke Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan
gabungan Entitas BUN;
4d. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku UAPBUN-TD menyampaikan data
berupa laporan dan ADK ke Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan
gabungan Entitas BUN;
4e. Direktorat Jenderal Anggaran selaku UAPBUN-BSBL menyampaikan data berupa
laporan dan ADK ke Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan keuangan gabungan
Entitas BUN;
4f. Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan selaku UAPBUN-BL menyampaikan
laporan gabungan Badan Lainnya ke Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan
keuangan gabungan Entitas BUN;
4g. Unit Akuntansi yang mengelola Transaksi Khusus selaku UAPBUN-TK menyampaikan
data berupa laporan dan ADK ke Entitas BUN dalam rangka penyusunan laporan
keuangan gabungan Entitas BUN;
5. Entitas BUN menyampaikan Laporan Keuangan Gabungan dan ADK seluruh entitas di bawah
BUN ke Dit. APK sebagai bahan penyusunan laporan keuangan pemerintah pusat;
6. Presiden c.q. Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat kepada BPK tiap semester dan tahunan;
7. BPK melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang
disampaikan Presiden.
5. Rekonsiliasi data keuangan dan Rekonsiliasi data Barang Milik Negara (BMN).
Rekonsiliasi adalah proses pencocokan informasi berupa laporan keuangan yang dihasilkan dari
dokumen yang sama yang diproses oleh dua unit pemroses data yang berbeda. Unit pemroses
tersebut adalah Menteri Keuangan yang bertindak selaku Chief Financial Officer (CFO) dengan
Kementerian Negara/Lembaga sebagai Chief Operation Officer (COO). Rekonsiliasi dilakukan
terhadap data keuangan dan data BMN. Proses rekonsiliasi untuk data keuangan dimulai pada
level unit akuntansi terbawah yaitu satuan kerja sampai dengan level akuntansi teratas yaitu
tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
Rekonsiliasi data Keuangan. Proses rekonsiliasi data keuangan ini diwajibkan terhadap semua
level akuntansi untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh CFO dan
COO menghasilkan angka yang sama. Terhadap COO yang tidak melakukan rekonsiliasi
dengan CFO dapat dikenakan sanksi. Ketentuan sanksi ini dimulai pada level satuan kerja.
Rekonsiliasi antara satuan kerja (UAKPA) dengan KPPN dilakukan setiap bulan. Laporan
Keuangan yang direkonsiliasi berupa LRA Belanja, LRA Pendapatan, dan Neraca. Sejak
dimulainya proses rekonsilasi ditingkat satker, perkembangan ketaatan satuan kerja menyusun
laporan keuangan meningkat cukup tajam. Sehingga dapat dikatakan hampir seluruh satuan
kerja sudah menyusun laporan keuangan dengan tingkat kesempurnaan yang berbeda-beda.
Diharapkan dengan berjalannya waktu laporan keuangan yang dihasilkan akan lebih sempurna.
Ketentuan Sanksi
KPPN akan menerbitkan Surat Peringatan Penyampaian Laporan Keuangan (SP2LK)
terhadap satker tidak menyampaikan laporan keuangan ke KPPN sampai dengan tujuh hari
kerja setelah bulan berakhir.
Bagi Satuan kerja yang belum menyampaikan keuangan selama lima hari kerja sejak
terbitnya SP2LK akan dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dana atas SPM – UP
dan SPM-LS Bendahara.
Pada tingkat Wilayah, UAPPA-W yang tidak melaksanakan rekonsiliasi data dengan Kantor
Wilayah Dirjen Perbendaharaan c.q Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Bidang
Aklap) dapat dikenakan sanksi yang akan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan.
Untuk Level UAPPA-E1 dan UAPA belum diatur sanksi terhadap kelalaian melakukan
rekonsiliasi dengan pihak CFO.
Rekonsiliasi data Barang Milik Negara (BMN). Rekonsiliasi BMN internal Kementerian
Negara/ Lembaga dilakukakan mulai dari tingkat satuan kerja. Rekonsiliasi internal tingkat
satuan kerja dilakukan setiap bulan antara UAKPA dengan UAKPB. Rekonsiliasi BMN juga
dilakukan dilakukan antara Kementerian Negara/Lembaga dengan Menteri Keuangan. Selain
itu juga rekonsiliasi dilakukan antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara baik ditingkat satuan kerja (KPPN dengan KPKNL), tingkat
wilayah (Kanwil DJPBN dengan Kanwil DJKN) dan tingkat Pusat (Kantor Pusat DJPBN
dengan Kantor Pusat DJKN).
Rekonsiliasi yang dilakukan antara satuan kerja dengan KPPN terkait dengan BMN adalah
memastikan bahwa nilai aset yang tercantum dalam neraca sudah sesuai dengan rincian aset
yang dibukukan dalam SIMAK-BMN. KPPN juga harus memiliki saldo awal aset seluruh
satker yang berada diwilayah kerjanya. Sehingga setiap mutasi perubahan BMN pada satker
juga dicatat oleh KPPN. KPPN juga harus secara cermat menganalisa realisasi Belanja
Modal yang telah dilakukan satuan kerja terkait dengan jumlah kenaikan saldo BMN pada
Neraca.
Satuan kerja sebagai Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB) setiap semester
melakukan rekonsiliasi dan pemuktahiran data BMN dengan KPKNL selaku kuasa
Pengelola Barang. KPKNL harus memonitor perkembangan BMN dan menjaga saldo awal
BMN yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan. KPKNL akan meneruskan
perolehan data BMN ini kepada Kanwil DJKN sebagai bahan menyusun laporan BMN
tingkat Wilayah.
Rekonsiliasi antara KPPN dengan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang)
dilakukan setiap semester dan tahunan untuk memastikan bahwa laporan BMN yang
disampaikan oleh satuan kerja sudah sesuai dengan nilai BMN pada laporan Neraca.
Rangkuman
1. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur manual maupun
yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai
dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.
2. SAPP berlaku untuk seluruh unit organisasi pada Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada
Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan.
3. Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk:
a. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemprosesan
dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek
akuntansi yan diterima secara umum;
b. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan
keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai
dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk
tujuan akuntabilitas;
c. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan
Pemerintah Pusat secara keseluruhan;
d. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan
pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien.
4. Ciri-ciri Pokok SAPP adalah :
a. Basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah menurut
PSAP Nomor 01 adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer, dan
pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset,
kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Rekonsiliasi dari LRA berbasis akrual ke LRA
berbasis kas wajib disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
b. Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntasi yaitu: Aset =
Kewajiban + Ekuitas Dana.
c. Dana Tunggal merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah
dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal.
d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi, kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di
instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat
instansi maupun di daerah.
e. Bagan Akun Standar (BAS), adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan
disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan anggaran, serta
pembukuan dan pelaporan keuangan pemerintah.
f. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) menjadi acuan dalam melakukan pengakuan,
penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam
rangka perencanaan, pelaksanaan anggaran, pertanggungjawaban, akuntansi, dan
pelaporan keuangan. SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
5. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) terdiri dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum
Negara (SABUN) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi
Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.
6. SA-BUN adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan
operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Laporan
Keuangan yang dihasilkan berupa Laporan Realisasi Anggaran termasuk pembiayaan, Neraca,
Laporan Arus Kas serta dilengkapi dengan Catatan atas Laporan Keuangan. SA-BUN
dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan c.q Direktorat Jenderal Perbendaharan dan
Pengguna Anggaran Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP).
7. SAI memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem
Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). Sistem Akuntansi
Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Kementerian negara/lembaga
melakukan pemrosesan data untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. SAK digunakan untuk memproses
transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran.
Sedangkan SIMAK-BMN memproses transaksi perolehan, perubahan dan penghapusan BMN
untuk mendukung SAK dalam rangka menghasilkan Laporan Neraca. Di samping itu, SIMAK-
BMN menghasilkan berbagai laporan, buku-buku, serta kartu-kartu yang memberikan
informasi manajerial dalam pengelolaan BMN.
8. Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari:
a. Laporan Realisasi Anggaran, merupakan konsolidasi Laporan Realisasi Anggaran dari
seluruh Kementerian Negara/Lembaga yang telah direkonsiliasi.
b. Neraca Pemerintah Pusat, merupakan konsolidasi Neraca SAI dan Neraca SAKUN.
c. Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat, merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas dari
seluruh Kanwil Ditjen PBN.
d. Catatan atas Laporan Keuangan, adalah laporan yang menyajikan penjelasan rinci atau
analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai.
9. Rekonsiliasi adalah proses pencocokan informasi berupa laporan keuangan yang dihasilkan
dari dokumen yang sama yang diproses oleh dua unit pemroses data yang berbeda, yaitu
Kementerian Keuangan yang bertindak selaku Chief Financial Officer (CFO) dengan
Kementerian Negara/Lembaga sebagai Chief Operation Officer (COO). Rekonsiliasi
dilakukan terhadap data keuangan dan data BMN. Proses rekonsiliasi untuk data keuangan
dimulai pada level unit akuntansi terbawah yaitu satuan kerja sampai dengan level akuntansi
teratas yaitu tingkat Kementerian Negara/Lembaga.
10. Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya
memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang
fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Sistem Akuntansi yang
diterapkan pada satuan kerja berstatus BLU menggunakan Standar Akuntansi Keuangan yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, akan tetapi untuk tujuan konsolidasi Laporan
Keuangan tingkat Kementerian Negara/ Lembaga BLU harus menggunakan Standar
Akuntansi Pemerintahan. BLU dapat mengembangkan sistem akuntansi yang mendukung
penyusunan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan penyusunan
laporan keuangan untuk diintegrasikan dalam laporan keuangan Kementerian
Negara/Lembaga berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.
11. Dokumen sumber yang digunakan di tingkat satuan kerja adalah : dokumen penerimaan,
dokumen pengeluaran, dokumen piutang, dokumen persediaan, dokumen konstruksi dalam
pengerjaan dan dokumen lainnya.
Bahan Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) ?
2. Apa tujuan SAPP ?
3. Jelaskan ciri-ciri pokok Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) !
4. Entitas organisasi mana yang termasuk dan tidak termasuk ruang lingkup SAPP ?
5. Jelaskan secara singkat mengenai dekonsentrasi !
6. Jelaskan secara singkat mengenai dana tugas Pembantuan !
7. Jelaskan kerangka umum SAPP !
8. Jelaskan secara ringkas jenis-jenis laporan keuangan Pemerintah Pusat !
9. Jelaskan mengenai rekonsiliasi data keuangan !
10. Jelaskan mengenai Badan Layanan Umum !
BAB 5 PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN BENDAHARA
A. P e n d a h u l u a n
Reformasi di bidang keuangan negara ditandai dengan diterbitkannya tiga paket undang -
undang, yaitu Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-
undang Nomor 1Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Reformasi tersebut menyangkut
seluruh aspek di bidang keuangan negara, termasuk pengelolaan uang di bendahara.
Bendahara selaku pejabat fungsional yang bertanggung jawab kepada Kuasa Bendahara
Umum Negara wajib menatausahakan dan mempertanggungjawabkan seluruh uang negara yang
dikelolanya. Disamping itu, bendahara selaku pejabat yang diangkat oleh Menteri/pimpinan
lembaga juga wajib membukukan seluruh transaksi dalam rangka pelaksanaan anggaran satuan
kerja sebagaimana tertuang dalam DIPA. Berdasarkan pasal 21 ayat (4) Undang-undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dinyatakan dengan tegas bahwa bendahara wajib
menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan
tidak terpenuhi. Selain itu, bendahara bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakan dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Kuasa Bendahara Umum Negara.
Oleh karena itu berbeda dengan laporan yang dihasilkan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna
Anggaran (UAKPA), pembukuan bendahara akan menghasilkan laporan keadaan kas dan
realisasi belanja yang sesungguhnya. Laporan ini merupakan managerial report yang sangat
berguna untuk pelaksanaan kegiatan operasional sehari-hari bagi pimpinan.
C. Bendahara Penerimaan
1. Penatausahaan Kas
Setiap penerimaan pada dasarnya harus secara langsung disetor ke rekening kas
negara. Dengan demikian, Bendahara Penerimaan dilarang menerima secara langsung
setoran penerimaan dari wajib setor, kecuali untuk jenis penerimaan tertentu yang diatur
secara khusus dan telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. Apabila Bendahara
Penerimaan tersebut menerima secara langsung setoran penerimaan dari wajib setor, maka
Bendahara Penerimaan wajib menyetorkan seluruh penerimaannya ke kas Negara paling
lambat satu hari kerja, kecuali untuk jenis penerimaan tertentu yang berdasarkan ketentuan
yang berlaku, penyetorannya dilakukan secara berkala. Penyetoran penerimaan oleh
Bendahara Penerimaan baik secara berkala maupun harian ke kas negara dilakukan dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP).
Bendahara yang melakukan penyetoran secara berkala, wajib menyimpan uang setoran
penerimaan dari wajib setor pada rekening bank/pos atas nama jabatannya (bukan atas nama
pribadi). Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Penerimaan wajib menyetorkan seluruh uang
negara yang dikuasainya ke kas negara.
Bendahara Penerimaan wajib melakukan pembukuan atas seluruh penerimaan dan
pengeluaran/penyetoran dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan satuan kerja yang
berada di bawah pengelolaannya.
Petunjuk pengisian:
(1) diisi kode dan nama Departemen
(2) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(3) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(4) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(5) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(6) diisi tanggal dan nomor revisi DIPA
(7) diisi tahun anggaran
(8) diisi kode dan nama KPPN
(9) diisi tempat dan tanggal BKU ditandatangani
(10) diisi nama dan NIP Kuasa PA yang ditunjuk
(11) diisi nama dan NIP bendahara penerimaan yang ditunjuk
Bagian 2: Halaman isi BKU, berbentuk sebagai berikut:
Petunjuk pengisian:
Kolom 1 : diisi tanggal pembukuan (format:bulan-tanggal)
Kolom 2 : diisi nomor bukti bendahara
Kolom 3 : diisi uraian dari transaksi penerimaan/pengeluaran
Kolom 4 : diisi jumlah penerimaan yang tercantum dalam dokumen sumber
Kolom 5 : diisi jumlah setoran yang tercantum dalam dokumen sumber
Kolom 6 : diisi jumlah saldo setelah ditambah/dikurangi jumlah penerimaan/
setoran yang tercantum dalam dokumen sumber.
Bagian 3 : Halaman Catatan BKU (untuk catatan pemeriksaan kas)
95
2. Buku Pembantu (BP)
1). BP Kas/BP ……/BP ……/ BP ……../BP Lain-Lain
Bentuk BP di atas adalah sebagai berikut:
Petunjuk pengisian
(1) diisi jenis BP berkenaan
(2) diisi kode dan nama Departemen
(3) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(4) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(5) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(6) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(7) diisi tahun anggaran
(8) diisi kode dan nama KPPN
Pengisian kolom (1) sampai dengan (6) mengikuti petunjuk pengisian halaman
isi BKU (bagian 2 BKU)
2). Buku Pengawasan Anggaran
Bentuk Buku Pengawasan Anggaran Bendahara Penerimaan sebagai berikut:
MA MA MA MA MA MA Posisi Penerimaan
No. Pene-
Tgl Uraian Bukti Sudah di-
Bkt rimaan (13) (14) (15) (16) (17) (18)
penerimaan setorkan
PAGU (19) (20) (21) (22) (23) (24)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Petunjuk pengisian:
(1) diisi kode dan nama Departemen
(2) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(3) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(4) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(5) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(6) diisi tahun anggaran
(7) diisi kode dan nama KPPN
(8) diisi fungsi berkenaan
(9) diisi kode sub fungsi berkenaan
(10) diisi kode program berkenaan
(11) diisi kode kegiatan berkenaan
(12) diisi kode sub kegiatan berkenaan
(13) s/d (18) diisi MA berkenaan
(14) s/d (24) diisi pagu MA terkait
1. Selisih Kas (saldo akhir I.A.1 – II.3) Rp. ……… (20) (jelaskan apabila ada selisih)
Rp
2. Selisih Pembukuan (III.C) Rp. ……… (21) (jelaskan apabila ada selisih)
119
Petunjuk pengisian:
(1) diisi bulan dan tahun berkenaan
(2) diisi kode dan nama Departemen
(3) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(4) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(5) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(6) diisi alamat dan No telpon satuan kerja
(7) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(8) diisi tahun anggaran
(9) diisi kode dan nama KPPN
(10) diisi jumlah saldo akhir BKU pada bulan pelaporan
(11) diisi nomor bukti terakhir pada BKU
Kolom (3) : diisi saldo awal masing-masing buku yang merupakan saldo bulan lalu
Kolom (4) : diisi jumlah kolom debet yang terjadi di bulan pelaporan pada masing-
masing buku
Kolom (5) : diisi jumlah kolom kredit yang terjadi di bulan pelaporan pada masing-
masing buku
Kolom (6) : diisi jumlah saldo akhir kolom (3) ditambah kolom (4) dikurangi kolom
(5) masing-masing buku
(12) diisi jumlah uang tunai di brankas bendahara penerimaan pada akhir bulan
pelaporan
(13) diisi jumlah uang pada rekening bendahara penerimaan di bank pada akhir
bulan pelaporan
(14) diisi penjumlahan nomor (12) dan (13)
(15) diisi jumlah penerimaan pada seluruh Buku Pembantu bulan yang berkenaan
(16) diisi jumlah penerimaan yang belum disetorkan pada bulan yang berkenaan
(17) diisi penjumlahan nomor (15) dan (16)
(18) diisi saldo UP menurut UAKPA
(19) diisi selisih antara nomor (17) dan (18)
(20) diisi selisih antara I.A.1 kolom (6) dengan II.3
(21) diisi sama dengan nomor (19)
(22) diisi tempat dan tanggal LPJ ditandatangani
(23) diisi nama dan NIP Kuasa PA
(24) diisi nama dan NIP Bendahara Penerimaan
120
D. Bendahara Pengeluaran
1. Bendahara Pengeluaran y a n g tidak me mp u n y ai BPP
a. Pengelolaan Kas UP/TUP
Pada setiap awal tahun anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengajukan
Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP-UP) kepada Pejabat Penerbit
Surat Perintah Membayar (PPSPM). Selanjutnya, atas dasar SPP-UP tersebut, PPSPM
akan menerbitkan SPM-UP dan menyampaikannya kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan (KPPN). KPPN menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
berdasarkan SPM-UP dimaksud. Dengan telah diterbitkannya SP2D-UP, maka secara
otomatis rekening Bendahara Pengeluaran akan terisi sejumlah nilai dalam SP2D
berkenaan. Uang Persediaan (UP) merupakan uang muka kerja yang akan digunakan
oleh KPA untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan operasional kantor
sehari-hari.
Apabila UP yang ada diperkirakan tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan
yang telah direncanakan dalam bulan berkenaan, maka KPA dapat mengajukan SPP
Tambahan Uang Persediaan (SPP-TUP), setelah memperoleh ijin prinsip sesuai
ketentuan yang berlaku dengan dilengkapi rincian rencana kebutuhan dana untuk
kegiatan yang akan dilaksanakan tersebut. Seperti proses dalam pengajuan UP,
maka rekening Bendahara Pengeluaran akan bertambah sejumlah nilai yang tertuang
dalam SP2D atas SPM-TUP tersebut.
Dana UP/TUP yang ada dalam pengelolaan Bendahara Pengeluaran harus
ditatausahakan, dicatat dan dibukukan dengan baik dan tertib. Pelaksanaan pembayaran
dengan UP/TUP hanya dapat dilaksanakan apabila ada perintah dari PA/KPA.
Sebelum melakukan pembayaran, Bendahara Pengeluaran:
a). Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diajukan oleh PA/Kuasa PA,
meliputi kuitansi/tanda terima, faktur pajak, dan lain-lain dokumen yang menjadi
dasar hak tagih;
b). Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah
pembayaran, termasuk perhitungan pajak dan perhitungan atas kewajiban lainnya
yang berdasarkan ketentuan dibebankan kepada pihak ketiga; dan
c). Menguji ketersediaan dana, meliputi pengujian kecukupan pagu/sisa pagu DIPA
untuk jenis belanja yang dimintakan pembayarannya.
Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah pembayaran apabila persyaratan
pada huruf a sampai dengan c di atas tidak dipenuhi. Dalam hal semua syarat-syarat
pada huruf a sampai dengan c dipenuhi maka Bendahara Pengeluaran melakukan
pembayaran sesuai dengan besarnya tagihan yang diajukan.
Atas pembayaran yang dilakukannya, Bendahara Pengeluaran sebagai wajib
pungut wajib memungut pajak-pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan
perundangan yang berlaku.
Bukti-bukti pembayaran selanjutnya disampaikan kepada Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) untuk dikumpulkan dan diajukan penggantian dana persediaannya
(GUP), sehingga uang UP nantinya akan berdaur ulang (revolving). Pada akhir tahun
anggaran, Bendahara Pengeluaran wajib menyetorkan sisa UP/TUP yang berada
dalam pengelolaannya ke kas negara.
121
b. Pengelolaan Kas Selain UP/TUP
Disamping mengelola uang persediaan, Bendahara Pengeluaran juga mengelola
uang yang berasal dari SP2D-LS yang ditujukan kepadanya, pajak-pajak dari
potongan pembayaran yang dilakukannya dan sumber penerimaan lainnya yang
menjadi hak negara.
Potongan pajak-pajak dan penerimaan lainnya tidak dapat digunakan langsung
untuk melakukan pembayaran. Pajak-pajak dan penerimaan lainnya tersebut
harus disetor ke kas negara dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan.
Surat Setoran Pajak (SSP) digunakan untuk penyetoran pajak, Surat Setoran
Pengembalian Belanja (SSPB) digunakan untuk penyetoran pengembalian belanja
tahun anggaran berjalan, dan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) digunakan
untuk penyetoran penerimaan lainnya.
SP2D-LS Bendahara harus dibayarkan oleh Bendahara Pengeluaran kepada
yang berhak menerimanya. Apabila penerima pembayaran tidak menunaikan
haknya, maka atas uang yang tidak diambil tersebut disetorkan ke kas negara dengan
menggunakan formulir SSPB. Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Pengeluaran
wajib menyetorkan semua uang yang berada dalam pengelolaannya ke kas Negara.
123
Kas Umum, Buku Pembantu Kas, Buku Pembantu Uang Persediaan, dan
dicatat sebagai pengurang pagu pada kolom mata anggaran berkenaan pada
Buku Pengawasan Anggaran Belanja.
b) sebesar nilai faktur pajak/bukti pungutan pajak di sisi Debet pada Buku
Kas Umum, Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu Pajak.
2) Setoran atas sisa uang persediaan ke Kas negara dilakukan oleh Bendahara
Pengeluaran pada akhir kegiatan atau akhir tahun anggaran dengan
menggunakan SSBP. Sedangkan setoran atas pungutan pajak dilakukan
segera setelah dilakukan pungutan/potongan dengan menggunakan SSP.
SSBP dan SSP dibukukan:
a) SSBP yang dinyatakan sah dibukukan di sisi Kredit pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu Uang Persediaan.
b) SSP yang dinyatakan sah dibukukan di sisi Kredit pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu Pajak.
(c). Aktivitas Pembayaran atas Uang yang Bersumber dari SPM-LS Bendahara.
1) Pada dasarnya dengan SPM-LS Bendahara pemotongan kepada pihak terbayar
telah dilakukan pada saat penerbitan SPM dimaksud. Oleh karena itu,
pelaksanaan pembayaran dilakukan atas nilai netto berdasarkan daftar yang
sudah dibuat. Demikian juga penyetoran atas sisa SPM-LS Bendahara ke
Kas negara dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dengan menggunakan
SSPB sebesar nilai netto, hal mana terjadi apabila setelah waktu tertentu
pihak yang dituju tidak mengambil uang dimaksud. Pembukuan atas bukti
pembayaran dan SSPB dilakukan sebagai berikut:
a) Sebesar tanda terima/bukti pembayaran dibukukan di sisi Kredit pada Buku
Kas Umum, Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu LS- Bendahara.
b) SSPB yang dinyatakan sah dibukukan di sisi Kredit pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu LS-Bendahara.
2) Dalam hal SPM-LS Bendahara tidak mencakup pemotongan pajak pihak
terbayar, bendahara wajib melakukan pemotongan pajak dimaksud pada saat
pelaksanaan pembayaran. Pembukuan dilakukan sebagai berikut:
a) Sebesar tanda terima/bukti pembayaran (bruto) dibukukan di sisi kredit
pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu LS-
Bendahara.
b) Sebesar nilai faktur pajak/SSP dibukukan di sisi debet pada Buku Kas
Umum, di sisi debet pada Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu Pajak.
c) SSP yang dinyatakan sah dibukukan di sisi Kredit pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu Pajak.
(d). Aktivitas Lainnya.
Pada dasarnya bendahara wajib membukukan dan mempertanggung-
jawabkan seluruh uang yang diterimanya. Selanjutnya untuk menampung
kemungkinan adanya penerimaan bendahara di luar aktivitas tersebut di atas,
pembukuan dilakukan sebagai berikut:
1). Bukti penerimaan lainnya dibukukan di sisi Debet pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Lain-lain.
2). SSBP yang dinyatakan sah, yang merupakan setoran atas penerimaan lain-
lain, dibukukan di sisi Kredit pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas,
dan Buku Pembantu Lain-lain.
124
2. Bendahara Pengeluaran y a n g me mp u n yai BPP
Pembukuan Bendahara Pengeluaran yang mempunyai BPP pada dasarnya tidak
berbeda dengan pembukuan Bendahara Pengeluaran yang tidak mempunyai BPP. Untuk
Bendahara Pengeluaran yang mempunyai BPP ditambah dengan pembukuan sebagai
berikut:
a. Penyaluran Dana dari Bendahara Pengeluaran Kepada BPP.
Sehubungan dengan fungsi BPP selaku pembantu Bendahara Pengeluaran,
maka penyaluran dana kepada BPP (baik yang bersumber dari UP maupun SPM-
LS Bendahara) pada dasarnya belum merupakan belanja/pengeluaran kas bagi
Bendahara Pengeluaran. Dengan demikian, kas pada BPP masih merupakan uang yang
harus dipertanggungjawabkan oleh Bendahara Pengeluaran. Pembukuannya adalah
sebagai berikut:
1). Sebesar tanda terima/bukti transfer kepada BPP di sisi debet dan sisi kredit pada
Buku Kas Umum, di sisi kredit pada Buku Pembantu Kas dan di sisi debet pada
Buku Pembantu BPP.
2). Pengembalian sisa Uang Persediaan dari BPP ke Bendahara Pengeluaran
dibukukan melalui LPJ-BPP, dibukukan di sisi debet dan sisi kredit pada buku
kas umum, disisi debet pada buku pembantu kas dan sisi kredit pada buku
pembantu BPP.
125
b). Dana LS-Bendahara.
1) Pembayaran (yang dilakukan oleh BPP) atas dana yang bersumber dari
SPM-LS Bendahara, sebesar jumlah pengurangan/pembayaran dibukukan
di sisi Kredit pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu BPP, dan Buku
Pembantu LS-Bendahara.
2) Setoran ke Kas Negara (yang dilakukan oleh BPP) atas sisa dana yang
bersumber dari SPM-LS Bendahara, sebesar jumlah pengurangan / setoran
dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu BPP,
dan Buku Pembantu LS-Bendahara.
c). Dana Pajak.
Pungutan pajak atas belanja/pembayaran yang dilakukan oleh BPP
dibukukan:
1) Sebesar jumlah penambahan dibukukan di sisi debet pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu BPP, dan Buku Pembantu Pajak.
2) Sebesar jumlah pengurangan dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu BPP, dan Buku Pembantu Pajak Dana Lain-lain.
3) Sebesar jumlah penambahan dibukukan di sisi debet pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu BPP, dan Buku Pembantu Lain-lain.
4) Sebesar jumlah pengurangan dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu BPP, dan Buku Pembantu Lain-lain.
Catatan:
Bukti-bukti pengeluran dan bukti-bukti setor disampaikan kepada Pejabat
Penerbit SPM sebagai bahan penguji atas SPP yang diajukan oleh Pejabat
Pembuat Komitmen.
Sebelum melakukan pembukuan atas LPJ-BPP, Bendahara Pengeluaran
wajib menguji kebenaran LPJ-BPP terkait dengan penyaluran dana dari
Bendahara Pengeluaran kepada BPP dan pengembalian sisa Uang Persediaan
dari BPP kepada Bendahara Pengeluaran.Dalam hal terjadi perbedaan
Bendahara Pengeluaran wajib melakukan konfirmasi kepada BPP (Pengujian
kebenaran di sini dimaksudkan hanya terhadap kebenaran pembebanan dan
ketersediaan dananya pada mata anggaran pengeluaran, bukan atas bukti-
bukti kuitansi).
126
c. Contoh Format Pembukuan Bendahara Pengeluaran
a). Buku Kas Umum (BKU)
Bagian 1: Halaman Muka BKU, berbentuk sebagai berikut:
Petunjuk pengisian:
(1) diisi kode dan nama Departemen
(2) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(3) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(4) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(5) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(6) diisi tanggal dan nomor revisi DIPA (jika ada)
(7) diisi tahun anggaran
(8) diisi kode dan nama KPPN
(9) diisi tempat dan tanggal, bulan dan tahun BKU dibuat dan ditandatangani
(10) diisi nama lengkap dan NIP Kuasa PA yang ditunjuk
(11) diisi nama lengkap dan NIP bendahara pengeluaran yang ditunjuk
127
Bagian 2: Halaman isi BKU, berbentuk sebagai berikut:
Petunjuk pengisian:
Kolom 1 : diisi tanggal pembukuan (format: bulan-tanggal)
Kolom 2 : diisi nomor bukti bendahara
Kolom 3 : diisi uraian dari transaksi penerimaan/pengeluaran
Kolom 4 : diisi jumlah penerimaan yang tercantum dalam dokumen sumber
Kolom 5 : diisi jumlah pengeluaran yang tercantum dalam dokumen sumber
Kolom 6 : diisi jumlah saldo setelah ditambah/dikurangi jumlah penerimaan /
pengeluaran yang tercantum dalam dokumen sumber.
128
Bagian 3: Halaman Catatan BKU (untuk catatan pemeriksaan kas)
Yang diperiksa
Bendahara Pengeluaran Kuasa Pengguna Anggaran
Nama: Nama:
NIP. NIP.
129
b). Buku Pembantu (BP)
Petunjuk pengisian
(1) diisi jenis BP berkenaan
(2) diisi kode dan nama departemen
(3) diisi kode dan nama unit organisasi
(4) diisi kode dan nama propinsi/kabupaten/kota
(5) diisi kode dan nama satuan kerja
(6) diisi tanggal dan nomor SP DIPA (7) diisi tahun anggaran
(8) diisi kode dan nama KPPN
Pengisian kolom (1) sampai dengan (6) mengikuti petunjuk pengisian bagian 2
BKU.
130
2) Buku Pembantu Pajak (BP Pajak)
Petunjuk pengisian:
(1) diisi kode dan nama Departemen
(2) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(3) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(4) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(5) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(6) diisi tahun anggaran
(7) diisi kode dan nama KPPN
Kolom (1) : diisi tanggal, bulan dan tahun transaksi terjadi
Kolom (2) : diisi nomor bukti bendahara
Kolom (3) : diisi uraian dari transaksi penerimaan atau pengeluaran
Kolom (4) : diisi jumlah pungutan PPN yang diterima Kolom
(5) : diisi jumlah pungutan PPh Ps 21 diterima Kolom (6) :
diisi jumlah pungutan PPh Ps 22 diterima Kolom (7) : diisi
jumlah pungutan PPh Ps 23 diterima
Kolom (8) : diisi jumlah pungutan pajak lainnya (jika ada) termasuk penerimaan
pajak yang diterima dari BPP yang dilaporkan dalam LPJ-BPP
Kolom (9) : diisi jumlah pajak yang telah disetorkan ke kas negara
Kolom (10) : diisi jumlah saldo setelah ditambah penerimaan pajak atau
dikurangi jumlah setoran pajak yang tercantum dalam
dokumen sumber.
131
3) Buku Pengawasan Anggaran.
Petunjuk pengisian:
(1) diisi kode dan nama Departemen
(2) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(3) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(4) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(5) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(6) diisi tahun anggaran
(7) diisi kode dan nama KPPN
(8) diisi fungsi berkenaan
(9) diisi kode sub fungsi berkenaan
(10) diisi kode program berkenaan
(11) diisi kode kegiatan berkenaan
(12) diisi kode sub kegiatan berkenaan
(13) diisi kode kelompok MA berkenaan
(14) s/d (17) diisi kode MA terkait
(18) diisi pagu kelompok MA berkenaan
(19) s/d (22) diisi pagu MA terkait
132
Kolom (1) : diisi tanggal, bulan dan tahun transaksi terjadi
Kolom (2) : diisi nomor bukti bendahara
Kolom (3) : diisi uraian dari transaksi pengeluaran yang dilakukan
Kolom (4) : diisi jumlah nominal transaksi
Kolom (5) : diisi akumulasi jumlah pembayaran melalui mekanisme UP
Kolom (6) : diisi akumulasi jumlah pembayaran melalui mekanisme LS
Kolom (7) : diisi sisa pagu kelompok MA berkenaan
Kolom (8) s/d (11) : diisi sisa pagu MA terkait
Kolom (12) : diisi jumlah pembayaran yang belum di GU kan
Kolom (13) : diisi jumlah pembayaran yang sudah di GU kan
133
penerimaan lainnya yang menjadi hak negara.
Atas potongan pajak-pajak dan penerimaan lainnya tidak dapat digunakan
langsung untuk melakukan pembayaran. Pajak-pajak dan penerimaannya lainnya
tersebut harus disetor ke kas negara dengan menggunakan formulir yang telah
ditentukan. Surat Setoran Pajak (SSP) digunakan untuk penyetoran pajak, Surat
Setoran Pengembalian Belanja (SSPB) digunakan untuk penyetoaran pengembalian
belanja tahun anggaran berjalan, dan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) digunakan
untuk penyetoran penerimaan lainnya.
SP2D-LS Bendahara yang diteruskan kepada BPP harus dibayarkan oleh BPP
kepada yang berhak menerimanya. Apabila penerima pembayaran tidak menunaikan
haknya, maka atas uang yang tidak diambil tersebut disetorkan ke kas negara dengan
menggunakan formulir SSPB. Pada akhir tahun anggaran, BPP wajib menyetorkan
semua uang yang berada dalam pengelolaannya ke kas Negara (kecuali sisa UP yang
harus disetorkan ke Bendahara Pengeluaran).
c. Pembukuan BPP.
Sehubungan dengan fungsi BPP selaku pembantu Bendahara Pengeluaran, BPP
akan menerima sejumlah dana dari Bendahara Pengeluaran guna dibayarkan kepada
yang berhak. Selaku bendahara, BPP dalam melakukan pembayaran wajib melakukan
pengujian dan wajib melakukan pungutan baik pajak maupun non pajak termasuk jasa
giro.
a). Penerimaan dana dari Bendahara Pengeluaran.
Penyaluran dana dari Bendahara Pengeluaran kepada BPP dapat bersumber dari
Uang Persediaan dan dapat bersumber dari SPM-LS Bendahara. Dalam hal
setelah pelaksanaan pembayaran terdapat sisa atas dana dimaksud, terhadap
sisa dana UP dikembalikan kepada Bendahara Pengeluaran sedangkan terhadap
sisa dana SPM-LS Bendahara disetor ke Kas Negara dengan menggunakan SSBP.
Pembukuan yang dilakukan oleh BPP adalah sebagai berikut:
1) Tanda terima/bukti transfer dari Bendahara Pengeluaran, dibukukan di sisi debet
pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas, Buku Pembantu UP dan/atau Buku
Pembantu LS-Bendahara. Khusus untuk UP dicatat sebagai pagu dalam kolom
mata anggaran berkenaan pada Buku Pengawasan Anggaran UP sesuai rencana
penggunaan.
2) Pengembalian sisa UP kepada Bendahara Pengeluaran, dibukukan di sisi kredit
pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas, dan dan Buku Pembantu UP.
3) Setoran sisa dana SPM-LS Bendahara ke Kas Negara, dibukukan di sisi kredit
pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu LS
Bendahara.
b). Aktivitas pembayaran atas uang yang bersumber dari Uang Persediaan.
1) Pembayaran atas uang persediaan dilakukan setelah dikurangi kewajiban pihak
terbayar/pihak ketiga. Selanjutnya BPP wajib meminta kuitansi/bukti
pembayaran sebesar nilai bruto dan faktur pajak serta mengembalikan faktur
pajak yang telah disahkan oleh BPP kepada pihak terbayar/pihak ketiga sebesar
kewajibannya. Kuitansi/bukti pembayaran dan faktur pajak dibukukan:
(a) Sebesar nilai bruto kuitansi/bukti pembayaran dibukukan di sisi kredit
pada Buku Kas Umum dan di sisi kredit pada Buku Pembantu Kas, Buku
Pembantu Uang Persediaan, dan dicatat sebagai pengurangan pagu dalam
134
kolom mata anggaran berkenaan pada Buku Pengawasan Anggaran UP.
(b) Sebesar nilai faktur pajak/SSP dibukukan di sisi debet pada Buku Kas
Umum di sisi debet pada Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu Pajak.
2) Penyetoran pajak ke Kas Negara.
SSP yang dinyatakan sah dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu Pajak
3) Pengembalian sisa UP kepada Bendahara Pengeluaran.
Tanda terima/bukti transfer dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas
Umum, Buku Pembantu Kas, Buku Pembantu UP.
Catatan: Sebagai wujud pertanggungjawaban kepada PA/Kuasa PA
dan sekaligus sebagai sarana revolving Uang Persediaan, Pejabat Pembuat
Komitmen menerbitkan SPP dan menyampaikannya kepada Pejabat Penerbit
SPM dengan disertai bukti-bukti pengeluaran dan bukti-bukti setor. SPP
dibukukan di sisi debet dan sisi Kredit (in-out) pada Buku Kas Umum,
dan dicatat dalam kolom mata anggaran berkenaan pada Buku Pengawasan
Anggaran UP.
c). Aktivitas pembayaran atas Uang yang bersumber dari SPM-LS Bendahara.
1) Pada dasarnya dengan SPM-LS Bendahara pemotongan kepada pihak terbayar
telah dilakukan pada saat penerbitan SPM dimaksud. Oleh karena itu,
pelaksanaan pembayaran dilakukan atas nilai netto berdasarkan daftar yang
sudah dibuat. Demikian juga penyetoran atas sisa SPM-LS Bendahara ke Kas
negara dilakukan oleh BPP dengan menggunakan SSPB sebesar nilai netto,
hal mana terjadi apabila setelah waktu tertentu pihak yang dituju tidak
mengambil uang dimaksud. Pembukuan atas bukti pembayaran dan SSPB
dilakukan sebagai berikut:
a) Sebesar tanda terima/bukti pembayaran dibukukan di sisi Kredit pada Buku
Kas Umum, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu LS-Bendahara.
b) SSPB yang dinyatakan sah dibukukan di sisi Kredit pada Buku Kas
Umum, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu LS-Bendahara.
2) Dalam hal SPM-LS Bendahara tidak mencakup pemotongan pajak pihak
terbayar, BPP wajib melakukan pemotongan pajak dimaksud pada saat
pelaksanaan pembayaran. Pembukuan dilakukan sebagai berikut:
a) Sebesar tanda terima/bukti pembayaran (bruto) dibukukan di sisi kredit
pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu LS-
Bendahara.
b) Sebesar nilai faktur pajak/SSP dibukukan di sisi debet pada Buku Kas
Umum, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Pajak.
c) SSP yang dinyatakan sah dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas
Umum, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Pajak.
3) Setoran sisa dana SPM-LS Bendahara ke Kas Negara
SSPB yang dinyatakan sah dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu LS-Bendahara.
4). Aktivitas Lainnya.
Pada dasarnya BPP wajib membukukan dan mempertanggungjawabkan
seluruh uang yang diterimanya. Selanjutnya untuk menampung kemungkinan
adanya penerimaan BPP di luar aktivitas tersebut di atas, pembukuan
dilakukan sebagai berikut:
135
1) Bukti penerimaan lainnya dibukukan di sisi debet pada Buku Kas Umum,
Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Lain-lain.
2) SSBP yang dinyatakan sah, yang merupakan setoran atas penerimaan lain- lain,
dibukukan di sisi kredit pada Buku Kas Umum, Buku Pembantu Kas, dan
Buku Pembantu Lain-lain.
Petunjuk pengisian:
(1) diisi kode dan nama Departemen
(2) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(3) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(4) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(5) diisi tanggal dan nomor SK Pengangkatan BPP
(6) diisi tanggal dan nomor SK Pengangkatan Pejabat Pembuat Komitmen
(7) diisi tahun anggaran
(8) diisi tempat dan tanggal BP-BPP ditandatangani
(9) diisi nama dan NIP Pejabat Pembuat Komitmen yang ditunjuk
(10) diisi nama dan NIP Bendahara Pengeluaran Pembantu yang ditunjuk
136
Bagian 2: Halaman isi BKU, berbentuk sebagai berikut:
Petunjuk pengisian:
Kolom 1 : diisi tanggal pembukuan (format:bulan-tanggal)
Kolom 2 : diisi nomor bukti dokumen sumber
Kolom 3 : diisi uraian dari transaksi penerimaan/pengeluaran
Kolom 4 : diisi jumlah penerimaan yang tercantum dalam dokumen sumber
Kolom 5 : diisi jumlah pengeluaran yang tercantum dalam dokumen sumber
Kolom 6 : diisi jumlah saldo setelah ditambah / dikurangi jumlah penerimaan /
pengeluaran yang tercantum dalam dokumen sumber.
137
Bagian 3: Halaman catatan BKU (untuk Pemeriksaan Kas BPP), berbentuk
sebagai berikut:
138
b. Buku Pembantu (BP)
1) BP Kas/BP Uang Persediaan (BP UP)/BP LS-Bdh/BP Lain-lain
Petunjuk pengisian:
(1) diisi jenis BP berkenaan
(2) diisi kode dan nama departemen
(3) diisi kode dan nama unit organisasi
(4) diisi kode dan nama propinsi/kabupaten/kota
(5) diisi kode dan nama satuan kerja
(6) diisi tanggal dan nomor SK Pengangkatan BPP
(7) diisi tanggal dan nomor SK Pengangkatan Pejabat Pembuat Komitmen
(8) diisi tahun anggaran
Pengisian kolom (1) sampai dengan (6) mengikuti petunjuk pengisian bagian 2
BKU-BPP
139
2) Buku Pembantu BPP Pajak (BP BPP Pajak)
Petunjuk pengisian:
(1) diisi kode dan nama departemen
(2) diisi kode dan nama unit organisasi
(3) diisi kode dan nama propinsi/kabupaten/kota
(4) diisi kode dan nama satuan kerja
(5) diisi tanggal dan nomor SK Pengangkatan BPP
(6) diisi tanggal dan nomor SK Pengangkatan Pejabat Pembuat Komitmen
(7) diisi tahun anggaran
Kolom (1) : diisi tanggal, bulan dan tahun transaksi terjadi
Kolom (2) : diisi nomor bukti dokumen sumber
Kolom (3) : diisi uraian dari transaksi penerimaan atau pengeluaran
Kolom (4) : diisi jumlah pungutan PPN yang diterima
Kolom (5) : diisi jumlah pungutan PPh Ps 21 diterima
Kolom (6) : diisi jumlah pungutan PPh Ps 22 diterima
Kolom (7) : diisi jumlah pungutan PPh Ps 23 diterima
Kolom (8) : diisi jumlah pungutan pajak lainnya (jika ada)
Kolom (9) : diisi jumlah pajak yang telah disetorkan ke kas negara
Kolom (10) : diisi jumlah saldo setelah ditambah penerimaan pajak atau
dikurangi jumlah setoran pajak yang tercantum dalam dokumen
sumber.
140
3) Buku Pengawasan Anggaran BPP.
Bentuk Buku Pengawasan Anggaran BPP sebagai berikut:
Buku Pengawasan Anggaran Uang Persediaan
141
Petunjuk pengisian:
(1) diisi kode dan nama Departemen
(2) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(3) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(4) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(5) diisi tanggal dan nomor SK Pengangkatan BPP
(6) diisi tanggal dan nomor SK Pengangkatan Pejabat Pengelola Kegiatan
(7) diisi tahun anggaran
(8) diisi fungsi berkenaan
(9) diisi kode sub fungsi berkenaan
(10) diisi kode program berkenaan
(11) diisi kode kegiatan berkenaan
(12) diisi kode sub kegiatan berkenaan
(13) diisi kode kelompok MA berkenaan
(14) s/d (18) diisi kode MA berkenaan
(19) diisi pagu kelompok MA berkenaan
(20) s/d (24) diisi pagu MA berkenaan
Diketahui anggaran belanja DIPA tahun 2014 Departemen Fiktif tanggal 1 Januari 2014 adalah
sebagai berikut :
142
Belanja Barang Operasional (5211) 5211 Rp 210.000.000,00
A. Keperluan sehari-hari 521111 Rp 60.000.000,00
perkantoran 521112 Rp 90.000.000,00
B. Belanja Inventaris Kantor 521119 Rp 60.000.000,00
C. Belanja barang
operasional lainnya 5221 Rp 72.000.000,00
522111 Rp 72.000.000,00
Belanja Jasa (5221)
Belanja Layanan Daya dan Jasa 5231 Rp 138.000.000,00
Jumlah MAK
Berdasarkan surat Persetujuan Dispensasi dari Dirjen Kebendaharaan, Uang Persediaan (UP)
yang diperkenankan adalah Rp 45.000.000,00.
Transaksi-transaksi keuangan yang terjadi pada bulan Januari 2014 adalah sebagai berikut :
1). Januari 03, Atas perintah Atasan Langsung, Bendahara mengajukan SPP-UP No.
01/023.115/UP/2014 kepada Pejabat Penguji dan perintah pembayaran (Pejabat Penerbit
SPM) sebesar Rp 45.000.000,00
2). Januari 03, Diterima SPM UP dan diteruskan ke KPPN guna meminta pencairan dana
pengisi uang persediaan
3). Januari 04, Bendahara menerima SP2D lembar 2 dari KPPN Bogor atas SPM UP yang telah
diajukan tertanggal 04 Januari 2014 No. 0001 U sebesar Rp 45.000.000,00
4) Januari 06, Untuk keperluan biaya sehari-hari, Bendahara mengambil uang dari bank untuk
mengisi kas dengan Cek ABC No 001 sebesar Rp 30.000.000,00
5). Januari 07, Dibayar dengan tunai rekening listrik (Rp 3.000.000), gas (Rp 1.000.000), dan
telepon (Rp 2.000.000) bulan Desember 2013 atas beban MAK 522111.
6). Januari 08, Dibayar dengan tunai atas pembelian alat tulis kantor (ATK) dari Koperasi Teko
Sumodiwirjo sebesar Rp 900.000,00 atas beban MAK 5211 (Sub MAK 521111).
7). Januari 14, Dibayar dengan tunai atas pengadaan Komputer dari Toko Genzi (NPWP
No.0004.500.002) seharga Rp 7.700.000,00 atas beban MAK 5211 (Sub MAK 521112).
Atas pengadaan tersebut Bendahara telah memungut pajak sesuai dengan ketentuan
masing-masing PPN 10% dan PPh pasal 22 sebesar 1,5%. Hasil pungutan tersebut langsung
disetor ke Kas Negara.
8). Januari 25, Dibayar melalui Bank atas biaya perbaikan 3 (tiga) buah kendaraan dinas
kepada bengkel “Delima Jaya” (NPWP 0004.600.003) sebesar Rp 12.375.000,00 atas
beban MAK 5231 (Sub MAK 523121).
Bendahara telah memberikan Cek No. ABC. 002. dengan nilai bersih yaitu
memperhitungkan pungutan PPN 10% dan PPh pasal 23 sebesar 2% sebagai alat
143
pembayaran kepada rekanan sebesar Rp 10.575.000,00. Hasil pungutan pajak tersebut
langsung disetor tunai ke Kas Negara masing-masing dengan bukti kas
9). Januari 27, Dibayar dengan tunai atas biaya perbaikan peralatan lab oleh CV. Pharmasindo
(NPWP. No. 0004.700.004) sebesar Rp 9.432.500,00 atas beban MAK 5231 (Sub MAK
523122).
Bendahara telah mengeluarkan Cek No. ABC. 003. dengan nilai bersih yaitu dengan
memperhitungkan PPN 10% dan PPh pasal 23 sebesar 2 % sebagai alat pembayaran kepada
rekanan sebesar Rp 10.105.000. Hasil pungutan pajak tersebut langsung ditransfer ke kas
negara
Diminta : Mencatat kejadian-kejadian tersebut di atas ke dalam :
1. Buku Kas Umum Bentuk Scontro
2. Buku Pembantu Kas Tunai
3. Buku Pembantu Bank
4. Buku Pembantu Pajak
5. Buku Pengawasan Uang Persediaan
6. Buku Pengawasan Kredit MAK
Palembang, 2 - 1 - 2 0 1 4
Mengetahui,
Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Pengeluaran
Ttd. Ttd.
144
E. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ)
Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran wajib menyusun laporan
pertanggungjawaban secara bulanan atas uang yang dikelolanya. Bendahara Pengeluaran
Pembantu wajib menyampaikan laporan pertanggungjawabannya kepada Bendahara
Pengeluaran pada setiap awal bulan.
145
1. Memberikan informasi antara pemberi dan penerima sumber daya sehingga tercipta
komunikasi dua arah yang seimbang tentang posisi awal, mutasi dan posisi akhir dalam
penggunaan sumber daya yang dipertanggungjawabkan.
2. Memberikan informasi kesesuaian pelaksanaan anggaran dengan anggaran yang telah
ditetapkan
3. Memberikan informasi kesesuaian antara pencatatan dengan keadaan fisik sumber daya yang
dikelola bendahara pengeluaran.
4. Memberikan informasi tambahan atas perbedaan antara pencatatan akuntansi dan pencatatan
yang dilakukan bendahara secara pembukuan.
5. Memberikan informasi tambahan jika terdapat perbedaan antara pembukuan dengan keadaan
fisik sumber daya yang dikelola oleh bendahara.
Manfaat LPJ
Manfaat Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran secara umum antara lain :
1. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara sebagai alat komunikasi
Laporan pertanggungjawaban merupakan informasi atas pengelolaan sumber daya yang
diamanahkan atau dipercayakan kepada suatu entitas atau individu. Dengan adanya informasi
tersebut maka akan terjalin komunikasi antara pemberi dan penerima sumber daya tersebut,
bahkan kepada pihak-pihak yang memang berkepentingan atas sumber daya dan informasi
tersebut.
2. Laporan Pertanggungjawaban sebagai dasar pengambilan keputusan
Sistem Pengendalian Manajemen memerlukan data dan informasi yang akurat agar pengambil
keputusan dapat mengambil keputusan dan tindakan-tindakan yang tepat dan akurat, yang
diperlukan di masa yang datang, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hasil interpretasi
data dan informasi yang ada, sehingga diharapkan organisasi akan berjalan seperti yang
diharapkan.
3. Laporan Pertanggungjawaban sebagai sarana akuntabilitas.
Laporan pertanggungjawaban adalah sarana dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan
atas pengelolaan sumber daya dalam mencapai tujuan berdasarkan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Manfaat Laporan Pertanggungjawaban Bendahara secara khusus untuk berbagai pihak antara
lain:
1. Manfaat bagi Bendahara
Sebagai laporan pertanggungjawaban dan pengawasan ketersediaan dana terkait dengan
perintah bayar dari KPA.
2. Manfaat bagi Pimpinan Satuan Kerja
Merupakan managerial report, sebagai sarana untuk pengambilan keputusan dalam
pelaksanaan kegiatan operasional sehari-hari terkait dengan keadaan sisa pagu dana yang
sesungguhnya (kuitansi UP dianggap mengurangi pagu dana) dan pelengkap SAI, terkait
dengan perkiraan kas di Bendahara.
3. Manfaat bagi Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) / KPPN
a. Alat monitoring rekening Satker di wilayah kerja KPPN.
b. Alat monitoring keadaan kas di Bendahara yang sebenarnya, meliputi :
Saldo UP/TUP;
146
Saldo SPM-LS Bendahara;
Saldo Pajak;
Saldo Penerimaan lainnya;
Saldo penerimaan pada Bendahara Penerimaan.
c. Alat penguji/rekonsiliasi atas pembukuan yang dilakukan KPPN dengan Bendahara.
d. Bahan analisis untuk pelaksanaan pembinaan kepada Bendahara.
4. Manfaat bagi Kanwil DJPbn
a. Alat monitoring keadaan kas di bendahara dan keadaan rekening Satker di wilayah
kerjanya
b. Bahan analisis untuk pelaksanaan pembinaan kepada KPPN dan Bendahara;
c. Sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian dispensasi TUP.
5. Manfaat bagi Direktorat PKN
a. Alat monitoring keadaan kas di Bendahara dan dan keadaan rekening Satker di seluruh
Indonesia
b. Bahan analisis untuk pelaksanaan pembinaan kepada Kanwil dan Bendahara;
c. Memberikan sumbangan data Neraca dan Laporan Realisasi APBN, khususnya perkiraan
kas di Bendahara.
Laporan pertanggungjawaban bendahara tersebut harus menyajikan informasi tentang:
a. Keadaan pembukuan pada bulan pelaporan, meliputi saldo awal, penambahan,
penggunaan/pengurangan, dan saldo akhir dari buku-buku pembantu;
b. Keadaan kas pada akhir bulan pelaporan, meliputi uang tunai di brankas dan saldo di
rekening bank/pos;
c. Hasil rekonsiliasi internal (antara pembukuan bendahara dengan UAKPA); dan
d. Penjelasan atas selisih (jika ada), antara saldo buku dan saldo kas.
147
3. Bentuk Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara
a. LPJ Bendahara Penerimaan
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan, berbentuk sebagai berikut:
1. Selisih Kas (saldo akhir I.A.1 – II.3) Rp. ……… (18) (jelaskan apabila ada selisih)
Rp
2. Selisih Pembukuan (III.C) Rp. ……… (19) (jelaskan apabila ada selisih)
148
Petunjuk pengisian:
(1) diisi bulan dan tahun berkenaan
(2) diisi kode dan nama Departemen
(3) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(4) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(5) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(6) diisi alamat dan No telpon satuan kerja
(7) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(8) diisi tahun anggaran
(9) diisi kode dan nama KPPN
(10) diisi jumlah saldo akhir BKU pada bulan pelaporan
(11) diisi nomor bukti terakhir pada BKU
Kolom (3) : diisi saldo awal masing-masing buku yang merupakan saldo bulan lalu
Kolom (4) : diisi jumlah kolom debet yang terjadi di bulan pelaporan pada masing- masing
buku
Kolom (5) : diisi jumlah kolom kredit yang terjadi di bulan pelaporan pada masing- masing
buku
Kolom (6) : diisi jumlah saldo akhir kolom (3) ditambah kolom (4) dikurangi kolom (5)
masing-masing buku
(12) diisi jumlah uang tunai di brankas bendahara penerimaan pada akhir bulan pelaporan
(13) diisi jumlah uang pada rekening bendahara penerimaan di bank pada akhir bulan
pelaporan
(14) diisi penjumlahan nomor (12) dan (13)
(15) diisi jumlah penerimaan yang sudah disetorkan pada bulan berkenaan
(16) diisi realisasi penerimaan bulan berkenaan menurut UAKPA
(17) diisi selisih antara nomor (15) dan (16)
(18) diisi selisih antara I.A.1 kolom (6) dengan II.3 (19) diisi sama dengan nomor (17)
(20) diisi tempat dan tanggal LPJ ditandatangani
(21) diisi nama dan NIP Kuasa PA
(22) diisi nama dan NIP Bendahara Penerimaan
149
b. LPJ Bendahara Pengeluaran
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran, berbentuk sebagai berikut:
1 2 3 4 5 6
Nama…………..(26) Nama…………….(27)
NIP………………….. NIP………………….
150
Petunjuk pengisian:
(1) diisi bulan dan tahun berkenaan
(2) diisi kode dan nama Departemen
(3) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(4) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(5) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(6) diisi alamat da No telpon satuan kerja
(7) diisi tanggal dan nomor SP DIPA
(8) diisi tahun anggaran
(9) diisi kode dan nama KPPN
(10) diisi jumlah saldo akhir BKU pada bulan pelaporan
(11) diisi nomor bukti terakhir pada BKU
Kolom (3) : diisi jumlah saldo awal masing-masing buku yang merupakan saldo
akhir bulan lalu
Kolom (4) : diisi jumlah kolom debet yang terjadi di bulan pelaporan pada
masing-masing buku pembantu
Kolom (5) : diisi jumlah kolom kredit yang terjadi di bulan pelaporan pada
masing-masing buku pembantu
Kolom (6) : diisi jumlah saldo akhir (kolom (3) ditambah kolom (4) atau
dikurangi kolom (5)) masing-masing buku
(12) diisi jumlah uang tunai di brankas bendahara pengeluaran pada akhir bulan
pelaporan
(13) diisi jumlah uang pada rekening bendahara pengeluaran di bank pada akhir bulan
pelaporan
(14) diisi penjumlahan nomor (12) dan (13)
(15) diisi saldo UP pada BP UP bulan berkenaan
(16) diisi jumlah UP yang belum disahkan pada bulan berkenaan
(17) diisi penjumlahan nomor (15) dan (16)
(18) diisi saldo UP menurut UAKPA
(19) diisi selisih antara nomor (17) dan (18)
(20) diisi selisih antara I.A.1 kolom (6) dengan II.3
(21) diisi sama dengan nomor (19)
(22) diisi tempat dan tanggal LPJ ditandatangani
(23) diisi nama dan NIP Kuasa PA
(24) diisi nama dan NIP Bendahara Pengeluaran
151
c. LPJ Bendahara Pengeluaran Pembantu (LPJ-BPP)
Bentuk LPJ-BPP sebagai berikut:
I. Keadaan pembukuan bulan pelaporan dengan saldo akhir pada BKU-BPP sebesar
Rp.………(10) dan nomor bukti terakhir nomor ………….. (11)
Saldo
Jenis Buku Saldo Awal Penambahan Pengurangan
Akhir
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
A. BP Kas dan UM Perjadin …………..
1. BP Kas (kas tunai dan bank) ………….. ………….. ………….. …………..
2. BP UM Perjadin ………….. ………….. ………….. …………..
B. BP selain Kas dan UM Perjadin
1. BP UP *) ………….. ………….. ………….. …………..
Belanja MA …… …………..
Belanja MA …… …………..
…………..
Belanja MA ……
…………..
Pengembalian Sisa UP
………….. ………….. ………….. …………..
2. BP LS-Bdh
………….
Pembayaran atas LS-Bdh …………..
Setoran atas LS-Bdh ………….. ………….. ………….. …………..
3. BP Pajak ………….. ………….. ………….. …………..
4. BP Lain-lain
*) jumlah pengurangan sudah termasuk kuitansi UP yang belum di SPP kan sebesar Rp…………
152
Petunjuk pengisian:
(1) diisi bulan dan tahun berkenaan
(2) diisi kode dan nama Departemen
(3) diisi kode dan nama Unit Organisasi
(4) diisi kode dan nama Propinsi/Kabupaten/Kota
(5) diisi kode dan nama Satuan Kerja
(6) diisi alamat dan nomor telpon satuan kerja
(7) diisi tanggal dan nomor SK pengangkatan BPP
(8) diisi tanggal dan nomor SK pengangkatan Pejabat Pembuat Komitmen
(9) diisi tahun anggaran
(10) diisi jumlah saldo akhir BKU BPP pada bulan pelaporan
(11) diisi nomor bukti terakhir pada BKU BPP
Kolom (3) : diisi jumlah saldo awal masing-masing buku pembantu yang merupakan
saldo akhir bulan lalu.
Kolom (4) : diisi jumlah kolom debet yang terjadi di bulan pelaporan pada masing-
masing buku pembantu.
Kolom (5) : diisi jumlah kolom kredit yang terjadi di bulan pelaporan pada masing-
masing buku pembantu.
Kolom (6) : diisi jumlah saldo akhir (kolom (3) ditambah kolom (4) atau dikurangi
kolom (5)) masing-masing buku.
(12) diisi jumlah uang tunai di brankas BPP pada akhir bulan pelaporan
(13) diisi jumlah uang pada rekening BPP di bank pada akhir bulan pelaporan
(14) diisi penjumlahan nomor (12) dan (13)
(15) diisi sama dengan I.A kolom 6
(16) diisi sama dengan II.3
(17) diisi selisih antara nomor (15) dan (16)
(18) diisi penjelasan terjadinya selisih (apabila terdapt selisih)
(19) diisi tempat dan tanggal LPJ ditandatangani
(20) diisi nama dan NIP Pejabat Pembuat Komitmen
(21) diisi nama dan NIP Bendahara Pengeluaran Pembantu
Rangkuman
1. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama
Negara/daerah menerima, menyimpan, membayar, dan atau mengeluarkan uang/surat
berharga/barang-barang milik Negara/daerah. Bendahara bertanggung jawab secara
pribadi atas pembayaran yang dilaksanakan dan secara fungsional bertanggung jawab
kepada Kuasa Bendahara Umum Negara. Klasifikasi Bendahara terdiri atas : Bendahara
Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP). BPP
adalah bendahara yang bertugas membantu Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan
pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran pelaksanaan kegiatan tertentu. Dalam
melaksanakan tugasnya, BPP bertindak untuk dan atas nama Bendahara Pengeluaran.
2. Bendahara wajib menatausahakan dan mempertanggungjawabkan seluruh uang negara
yang dikelolanya. Disamping itu, bendahara selaku pejabat yang diangkat oleh
Menteri/pimpinan lembaga juga wajib membukukan seluruh transaksi dalam rangka
pelaksanaan anggaran satuan kerja sebagaimana tertuang dalam DIPA. Pembukuan
bendahara akan menghasilkan laporan keadaan kas dan realisasi belanja yang
sesungguhnya.
3. Setiap penerimaan pada dasarnya harus secara langsung disetor ke rekening kas negara.
Apabila Bendahara Penerimaan tersebut menerima secara langsung setoran penerimaan
dari wajib setor, maka Bendahara Penerimaan wajib menyetorkan seluruh penerimaannya
ke kas Negara paling lambat satu hari kerja, kecuali untuk jenis penerimaan tertentu yang
berdasarkan ketentuan yang berlaku, penyetorannya dilakukan secara berkala. Bendahara
yang melakukan penyetoran secara berkala, wajib menyimpan uang setoran penerimaan
dari wajib setor pada rekening bank/pos atas nama jabatannya (bukan atas nama pribadi).
Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Penerimaan wajib menyetorkan seluruh uang
negara yang dikuasainya ke kas negara.
4. Dana UP/TUP yang ada dalam pengelolaan Bendahara Pengeluaran harus ditatausahakan,
dicatat dan dibukukan dengan baik dan tertib. Pelaksanaan pembayaran dengan UP/TUP
hanya dapat dilaksanakan apabila ada perintah dari PA/KPA. Atas pembayaran yang
dilakukannya, Bendahara Pengeluaran sebagai wajib pungut wajib memungut pajak-
pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Bukti-bukti
pembayaran selanjutnya disampaikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk
dikumpulkan dan diajukan penggantian dana persediaannya (GUP), sehingga uang UP
nantinya akan berdaur ulang (revolving). Pada akhir tahun anggaran, Bendahara
Pengeluaran wajib menyetorkan sisa UP/TUP yang berada dalam pengelolaannya ke
kas negara.
5. SP2D-LS Bendahara harus dibayarkan oleh Bendahara Pengeluaran kepada yang berhak
menerimanya. Apabila penerima pembayaran tidak menunaikan haknya, maka atas uang
154
yang tidak diambil tersebut disetorkan ke kas negara dengan menggunakan formulir
SSPB. Pada akhir tahun anggaran, Bendahara Pengeluaran wajib menyetorkan semua
uang yang berada dalam pengelolaannya ke kas Negara.
6. UP/TUP yang dikelola BPP berasal dari Bendahara Pengeluaran. UP/TUP BPP
merupakan uang muka kerja yang akan digunakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) dimana BPP berada (PPK-BPP) untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan
yang dilaksanakan oleh PPK-BPP. Dana UP/TUP yang ada dalam pengelolaan BPP
harus ditatausahakan, dicatat dan dibukukan dengan baik dan tertib. Pelaksanaan
pembayaran dengan UP/TUP hanya dapat dilaksanakan apabila ada perintah dari
PPK-BPP.
7. Bendahara Pengeluaran dan / atau BPP juga mengelola uang yang berasal dari SP2D-LS
yang ditujukan kepadanya. Atas potongan pajak-pajak dan penerimaan lainnya yang
menjadi hak Negara, tidak dapat digunakan langsung untuk melakukan pembayaran.
Pajak-pajak dan penerimaan lainnya tersebut harus disetor ke kas negara dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) untuk penyetoran pajak, Surat Setoran
Pengembalian Belanja (SSPB) digunakan untuk penyetoran pengembalian belanja tahun
anggaran berjalan, dan Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP) digunakan untuk penyetoran
penerimaan lainnya.
8. Laporan Pertanggungjawaban Bendahara (LPJ) adalah laporan yang dibuat Bendahara
atas uang yang dikelolanya sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang. Bendahara
Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan BPP wajib menyusun laporan pertanggung-
jawaban secara bulanan atas uang yang dikelolanya. Bendahara Pengeluaran Pembantu
wajib menyampaikan laporan pertanggung jawabannya kepada Bendahara Pengeluaran
pada setiap awal bulan. LPJ Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran dan BPP
disusun berdasarkan buku kas umum, buku-buku pembantu dan buku pengawasan
anggaran yang telah direkonsiliasi dengan UAKPA. LPJ Bendahara Pengeluaran
merupakan gabungan dari satu atau lebih LPJ-BPP dengan LPJ Bendahara Pengeluaran
itu sendiri.
9. KPPN selaku Kuasa BUN melakukan verifikasi atas LPJ Bendahara yang diterimanya.
LPJ Bendahara yang telah diverifikasi tetapi masih terdapat kesalahan, dikembalikan
kepada bendahara yang bersangkutan untuk kemudian dilakukan pembetulan dan
disampaikan kembali kepada KPPN setelah dilakukan revisi seperlunya.
Bahan Evaluasi
1. Siapa yang dimaksud dengan bendahara ?
2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis bendahara !
3. Sebutkan tugas dan fungsi bendahara !
4. Jelaskan pengertian, tujuan dan manfaat Laporan Pertanggungjawaban !
5. Apa yang dilakukan KPPN ketika memverifikasi laporan pertanggungjawaban bendahara?
155