Anda di halaman 1dari 95

BAB I

AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK/PEMERINTAHAN

Akuntansi sektor publik, adalah:


Akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di pemerintah pusat, pemerintah daerah,
partai politik, dan lembaga swadaya masyarakat, yayasan, lembaga pendidikan dan kesehatan dan tempat
peribadatan serta organisasi sektor publik lainnya.
Pengelolaan dana masyarakat diatas menunjukkan bahwa dana tersebut bukan dimiliki secara individual.

Ciri-ciri organisasi sektor publik:


- Tujuan: menyejahterakan masyarakat baik jasmani maupun rohani.
- Aktivitas: pelayanan publik (public services)
- Sumber pembiayaan: berasal dari masyarakat dan pendapatan lain yang sah.
- Pertanggungjawaban: bertanggung jawab pada masyarakat (melalui lembaga perwakilan
masyarakat).

Akuntansi Sektor Publik dan Akumulasi Pemerintahan:


 Akuntansi pemerintahan merupakan bagian dari Akuntansi Sektor Publik (ASP)
 AP diatur oleh standar akuntansi pemerintah, ASP diatur oleh Standar Akuntansi Keuangan.
 Lembaga pendidikan dan kesehatan yang organisasinya di bawah Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan atau Departemen Kesehatan atau Pemda, akuntansinya tergolong AP.
 Standar Akuntansi Keuangan disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI); standar akuntansi
pemerintahan disusun oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang diperkuat dengan
Peraturan Pemerintah.
 BUMN/BUMD adalah milik pemerintah, yang merupakan kekayaan Negara atau Daerah yang
dipisahkan dan akuntansi tergolong akuntansi keuangan.

AKUNTANSI PEMERINTAHAN VS AKUNTANSI KOMERSIAL

1. Laporan Keuangan
Akuntansi Pemerintahan tidak mengenal Laporan Laba-Rugi seperti halnya pada Akuntansi Komersial,
yang disebabkan tujuan pemerintah tidak untuk mencari laba selain meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Sebagai gantinya, dikenal Laporan Realisasi Anggaran (LRA) yang menyajikan anggaran dan
realisasinya; hasilnya bukan laba atau rugi, melainkan Defisit atau Surplus dan Sisa Lebih (Kurang)
Pembiayaan Anggaran (SILPA/SIKPA).
1
2. Anggaran
APBN/D merupakan dokumen yang sangat penting, yang menggambarkan rencana kerja pemerintah,
dan harus disetujui oleh badan legislatif; bagi sektor swasta anggaran meskipun penting, tetapi bukan
untuk pengguna eksternal.
Karenanya, di pemerintah terdapat anggaran dan akuntansi anggaran (budgetary accounting); di
swasta terdapat anggaran, tetapi tidak ada budgetary accounting.

3. Standar Akuntansi
Akuntansi Pemerintahan mengacu pada standar akuntansi pemerintahan, sedangkan akuntansi
komersial dan akuntansi sektor publik non pemerintahan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan.

4. Cara Pencatatan Transaksi


Pertama-tama dicatat dalam budgetary accounting, bila mengakibatkan perubahan aset atau
kewajiban (kecuali kas Negara atau kas Daerah), selanjutnya diperlukan pencatatan korolari. Pada
akuntansi komersial tidak ada tidak terdapat budgetary accounting dan juga tidak ada pencatatan
korolari.

5. Basis Akuntansi
Pada akuntansi pemerintahan, berlaku basis kas untuk pendapatan, belanja dan pembiayaan, akrual
untuk pencatatan aset, kewajiban, dan ekuitas.
Basis akuntansi tersebut disebut basis kas menuju akrual (cash toward accrual).
Pada akuntansi komersial pada dasarnya adalah basis akrual untuk neraca dan laporan laba rugi.

6. Pengukuran Basis Kas


Pada pemerintahan pengeluaran dibukukan sebagai belanja, apabila telah dikeluarkan dari Bendahara
Umum Negara/Daerah, dan penerimaan dibukukan sebagai pendapatan apabila lebih
disetor/diterima oleh Bendahara Umum Negara/Daerah.
Dengan penerimaan pendapatan oleh Bendahara penerimaan bukan sebagai pendapatan, kecuali bila
telah disetor ke Bendahara Umum; juga pengeluaran belanja oleh Bendahara, Pengeluaran beban
dicatat sebagai belanja, kecuali kalau sudah diterima penggunaannya dari Bendahara Umum.
Pada akuntansi komersial, yang penting Cash-nya diperlakukan sebagai imprest fund, mirip dengan
pemerintahan; tetapi di komersial dapat petty cash sebagai fluctuating fund, yang tidak berlaku di
pemerintahan.

7. Penyusunan Laporan Arus Kas (LAK)

2
Pada akuntansi pemerintahan, karena pengakuan pendapatan dan belanja setelah diterima atau
diganti oleh Bendahara Umum, maka penggunaan LAK disusun oleh Bendahara Umum; sedangkan
pada akuntansi komersial yang mempunyai cabang, LAK disusun oleh cabang dan selanjutnya oleh
Kantor Pusat disusun LAK Konsolidasian.

8. Bukti Kepemilikan
Pada akuntansi pemerintahan terdapat ekuitas dana tanpa adanya bukti kepemilikan, berbeda
dengan akuntansi komersial yang terdapat bukti kepemilikan pada ekuitasnya.

9. Proses Pertanggungjawaban
Pemerintah menyusun laporan keuangan yang terdiri atas LRA, neraca, LAK dan Catatan atas Laporan
Keuangan (Calk) kepada DPR (untuk pemerintah pusat), dan kepada DPRD Provinsi (untuk pemerintah
provinsi), DPRD Kabupaten (untuk pemerintah kabupaten), dan DPRD Kota (untuk pemerintahan
kota).
Namun, sebelum disampaikan pada badan legislatif masing-masing, baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah harus menyampaikan terlebih dahulu pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
selaku auditor eksternal.

10. Pemeriksaan Laporan Keuangan


Laporan Keuangan pemerintah diperiksa oleh BPK dalam rangka pemberian opini atas laporan yang
disusun pemerintah; KAP yang ditunjuk BPK dapat pula memberi opini.

Pertanyaan :
1. Sebutkan definisi Akuntansi Sektor Publik.
2. Jelaskan ciri-ciri organisasi sector publik.
3. Jelaskan perbedaan Akuntansi Sektor Publik dengan Akuntansi Pemerintahan.
4. Uraikan perbedaan Akuntansi Pemerintahan dengan Akuntansi Komersial.

3
BAB II
AKUNTANSI PEMERINTAHAN

Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan, dan pengikhtisaran transaksi dan kejadian yang bersifta
keuangan dengan cara yang berdaya guna dalam bentuk uang, serta penginterprestasian hasilnya.

Perumusan tersebut adalah berdasarkan pendekatan sintaksis atau structural; yang dalam
perkembangannya kemudian akuntansi lebih dirumuskan secara pragmatis, yaitu suatu aktivitas jasa
dengan fungsi menyediakan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan mengenai entitas
ekonomik, agar berguna bagi pengambilan keputusan. Untuk akuntansi pemerintahan, mempunyai ciri
yang bertujuan tidak menetapkan besar laba atau rugi, tetapi bertujuan pada peningkatan kesejahteraan
rakyat.

Ciri-ciri khusus yang perlu diperhatikan dalam menetapkan tujuan akuntansi pemerintahan dan pelaporan
keuangannya adalah:
(1) Mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan azas demokrasi serta
adanya pemisahan wewenang antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif; eksekutif menyusun
anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan alat pengendalian; dan
selanjutnya legislatif mengesahkan; eksekutif melaksanakan kegiatan dalam batas-batas
apropriasi, serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran kepada legislatif dan rakyat.
(2) Berkaitan dengan sistem pemerintahan kita yang terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, pemerintah kabupaten/kota; pemerintah atasan memberi arahan kepada pemerintahan
di bawahnya, dan pemerintah yang menghasilkan pajak dan bukan pajak yang lebih besar perlu
memperhatikan sistem bagi hasil, alokasi dana, hibah ataupun subsidi pada pemerintah yang
relatif kurang pendapatannya.
(3) Bahwa investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan.
(4) Sebagian besar pendapatan pemerintah pada pungutan pajak, tidak ada kaitan langsung dengan
pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak bersangkutan.
(5) Pemerintah menginvestasikan dana yang besar dalam aset tetap yang mempunyai masa manfaat
yang lama, dengan konsekuen pemeliharaan dan perebaikan yang memadai agar masa manfaat
dapat dipertahankan.

Diantara banyak cara yang telah disebutkan, salah satu ciri yang membedakan akuntansi pemerintahan
dengan akuntansi komersial/financial adalah anggaran; pada akuntansi komersial, anggaran lebih
diutamakan untuk kepentingan internal, yang pelaksanaannya tidak perlu dituangkan dalam laporan
keuangan.

4
Dengan demikian pada akuntansi pemerintahan selain ada anggaran juga terdapat akuntansi anggaran;
dan pelaksanaannya tertuang dalam salah satu komponen laporan keuangan yaitu Laporan Realisasi
Anggaran; Neraca bagi akuntansi pemerintahan merupakan byproduct dari Laporan Realisasi Anggaran.
Hal tersebut terlihat dalam jurnal transaksi, pertama-tama adalah bertalian dengan anggaran dan realisasi
anggaran; selanjutnya bila jurnal anggaran mengakibatkan perubahan aset (selain kas Negara/Daerah)
ataupun utang maka diikuti dengan jurnal korolari.
Dengan demikian dalam kerangka dasar konseptualnya akuntansi pemerintahan menganut pendekatan
pendapatan beban/belanja (revenue expense approach).

Selanjutnya Akuntansi Pemerintahan dapat dibedakan (1) Akuntansi Pemerintah Pusat yang terdiri dari
akuntansi Departemen/Kementrian, akuntansi Lembaga Tinggi Negara, akuntansi Lembaga non-
departemen lainnya dan akuntansi dari unit-unit vertikal baik di pusat maupun di daerah. (2) Akuntansi
Pemerintaha Daerah Provinsi; (3) Akuntansi Pemerintahan Daerah Kabupaten dan (4) Akuntansi
Pemerintahan Daerah Kota.

Masing-masing akuntansi di atas merupakan akuntansi dengan kemandirian entitas yaitu mempunyai (1)
kewenangan untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggungjawab penuh, (2)
mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan serta (3) bertanggungjawab atas pengelolaan
aset dan utang, serta sumber daya di Luar neraca serta terlaksana tidaknya program yang telah
ditentukan.

Pertanyaan :
1. Jelaskan ciri khusus Akuntansi Pemerintahan.
2. Jelaskan mengenai Anggaran dalam Akuntansi Pemerintahan dan dampaknya bagi pelaporan
keuangan Pemerintah.
3. Jelaskan mengenai jenis-jenis dari Akuntansi Pemerintahan.

5
BAB III
ERA INDISCHE COMPTABILITEITSWET (ICW)
DAN REFORMASI KEUANGAN NEGARA

Era ICW

Sebelum UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara berlaku, pelaksanaan pengelolaan keuangan Negara
didasarkan pada Indische Comptabiliteitswer (ICW) Staatsblad 1925 Bo. 448.

Pada waktu itu juga berlaku Reglement Voor Het Administratief Beheer (RAB) Staatsblad 1933 No. 381;
sedangkan untuk pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan Negara digunakan Instructie
en Verdere Bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR) staatsblad 1933 No. 320.

Pada waktu merdeka, berdasarkan aturan Peralihan UUD 1945, untuk sementara produk Kolonial ICW
masih digunakan dengan penyusunan penyesuaian dan selanjutnya diubah dan diundangkan dalam
Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 6 dan Tahun 1955 Nomor 49, dan yang terakhir Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 1968.

Pada zaman ICW, anggaran yang disusun dan dilaksanakan pemerintah pada mulanya adalah berbasis kas
yang dimodifikasi.

Basis kas tersebut pada dasarnya adalah basis kas yaitu pengeluaran akan menjadi beban anggaran
apabila telah dibayar oleh kas Negara/Daerah, dan penerimaan akan menguntungkan anggaran apabila
kas telah masuk ke kas Negara/Daerah.

Kata modifikasi adalah bertalian dengan adanya transaksi pada tanggal-tanggal akhir tahun anggaran yang
mengandung kepastian adanya penerimaan atau pengeluaran kas Negara/Daerah pada periode setelah
tahun anggaran yang bersangkutan.

Dengan demikian pada basis kas yang dimodifikasi terdapat adanya complementary period, yang dapat
diartikan bahwa akuntansi tahun berjalan dilanjutkan pada periode tambahan.Konsekuensi akuntansi
kasnya adalah bahwa pada tahun berikutnya terdapat dua pembukuan kas yaitu satu buku untuk
pencatatan realisasi anggaran tahun sebelumnya, dan satu buku untuk pencatatan realisasi anggaran
tahun yang berjalan.Dengan demikian rekonsiliasi antara realisasi anggaran dengan posisi kas
Negara/Daerah, walaupun dapat dilakukan namun sulit.

6
Selanjutnya, pada ICW yang diperbaiki, berlaku basis kas murni baik untuk penyusunan anggarannya
maupun pelaksanaannya; pada masa ini tidak dijumpai lagi masalah complementary period, namun
akuntansinya seperti pada masa basis kas yang dimodifikasi maupun yang basis kas murni masih single
entry, oleh karena itu belum dikenal jurnal, posting ke buku besar dan juga belum ada neraca, yaitu belum
dapat disusun sebagai produk proses akuntansi.
Dalam praktek pada masa ICW pemerintah berusaha menyusun neraca berdasarkan data yang
dikumpulkan tanpa proses akuntansi yang lazim dan hanya berdasarkan taksiran-taksiran.

Namun demikian rekonsiliasi antara realisasi anggaran dengan posisi kas Negara/Deaerah setelah
memperhatikan mutasi non-anggaran, relative lebih mudah disusun bila dibandingkan dengan rekonsiliasi
anggaran dengan posisi kas sewaktu sistem anggaran berbasis kas yang dimodifikasi.

Dilihat dari sudut pandang pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran bentuknya masih sederhana yaitu
Departemen/Lembaga membuat pertanggungjawaban berupa Sumbangan Perhitungan Anggaran (SPA)
yang diajukan kepada Departemen Keuangan; dan selanjutnya oleh Departemen Keuangan disusun
Perhitungan Anggaran Negara (PAN) atas dasar SPA-SPA dari Departemen/Lembaga.
Baik SPA maupun PAN hanya mempertanggungjawabkan anggaran dan realisasinya, tanpa disertai
pertanggungjawaban aset dan utang.

Pada masa itu sesungguhnya terdapat pula beberapa jenis akuntansi antara lain akuntansi aset tetap,
akuntansi utang, akuntansi anggaran, akuntansi bendaharawan dan sebagainya. Namun masing-masing
jenis akuntansi tersebuut disusun berdasarkan sistem masing-masing (bukan merupakan sub-sub sistem
yang mendukung laporan/pertanggungjawaban menyeluruh). Penanggungjawab akuntansi masing-
masing jenis juga beragam; akuntansi aset tetap tanggungjawab Biro Perlengkapan, akuntansi anggaran
tanggungjawab Biro Keuangan, akuntansi bendaharawan tanggungjawab bendahara, dan karenanya juga
lapporannya juga sendiri-sendiri.

Peraturan perundang-undangan tersebut ternyata belum dapat sesuai dengan perkembanagan yang
terjadi, karena perubahan-perubahan dalam sistem pemerintahan dan pengelolaan keuangan Negara.

Pada akhirnya dalam rangka reformasi manajemen Keuangan Negara, telah disusun:
- Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
- Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
- Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.

Reformasi Keuangan Negara

7
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2005
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, akan berakhirlah era ICW, yang
merupakan peristiwa penting bagi reformasi manajemen keuangan pada khususnya, dan bagi sejarah
keuangan negara pada umumnya.

Reformasi keuangan tersebut meliputi masalah (1) penyusunan anggaran, (2) pelaksanaan anggaran, dan
(3) pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran. Masalah penyusunan anggaran terdapat perubahan yaitu
penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting), penyusunan anggaran
dalam kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework), dan penerapan
anggaran terpadu (unified budget).

Pada waktu pemerintah menyusun Rancangan APBN Tahun 2005, sesuai dengan Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2003 diadakan perubahan mengenai penerapan sistem penganggaran yang terpadu, yaitu
menyatukan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan yang sebelumnya dipisahkan;
selain itu menggolong-golongkan kembali rincian belanja negara menurut organisasi, fungsi dan jenis
belanja, yang sebelumnya hanya digolong-golongkan menurut sektor dan subsektor. Rincian belanja
negara menurut organisasi disesuaikan dengan kementrian negara/lembaga yang ada, dan dimuat dalam
Undang-Undang APBN; rincian belanja negara menurut fungsi terdiri dari 11 fungsi yaitu (1) pelayanan
umum, (2) pertahanan, (3) ketertiban dan keamanan, (4) ekonomi, (5) lingkungan hidup, (6) perumahan
dan fasilitas umum, (7) kesehatan, (8) pariwisata dan budaya, (9) agama, (10) pendidikan, dan (11)
perlindungan social. Rincian belanja menurut jenis terdiri dari 8 jenis yaitu (1) belanja pegawai, (2) belanja
barang, (3) belanja modal, (4) bunga, (5) belanja subsidi, (6) belanja hibah, (7) bantuan sosial dan (8)
belanja lain-lain.

Tujuan perubahan di atas adalah:


(1) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan belanja negara dengan cara
meminimalisasi duplikasi rencana kerja dan penganggaran belanja negara serta meningkatkan antara
output (keluaran) dengan outcomes (hasil) yang dicapai dengan penganggaran organisasi.
(2) Menyesuaikan dengan klasifikasi yang digunakan internasional.

Reformasi keuangan negara masalah pelaksanaan anggaran adalah diadakannya pembagian kewenangan
pengelolaan keuangan antara menteri teknis sebagai Chief Operational Officer (COO) dengan menteri
keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO). Pembagian wewenang tersebut akan mengakibatkan:
(1) Terlaksananya mekanisme Saling Uji dalam pelaksanaan anggaran; wewenang otorisasi ada pada
COO; sedangkan wewenang ordonasi ada pada pengguna anggaran. Berdasarkan produk otorisator

8
(dalam bentuk Dokumen Pelaksanaan Anggaran/DIPA), pengguna anggaran dapat menerbitkan
produk ordonator (dalam bentuk Surat Perintah Membayar/SPM).
Berdasarkan SPM tersebut Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) menerbitka Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D);
(2) Makin jelasnya akuntanbilitas menteri keuangan sebagai Bendahara Umum Negara dan menteri
teknis sebagai pengguna anggaran; perubahan dalam pengelolaan kas negara adalah penerapan
Treasury Single Account (TSA), agar dana yang dikelola pemerintah secara optimal mendukung
pelaksanaan anggaran.

Reformasi keuangan negara masalah pertanggungjawaban anggaran adalah penyusunan laporan


keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan
atas Laporan Keuangan (CaLK) berdasarkan standar akuntansi pemerintahan. Laporan keuangan
tersebuut sebelum diserahkan ke DPR, terlebih dahulu laporan keuangan disampaikan kepada Badan
Pemeriksaan Keuangan (BPK) selaku auditor ekstern.
Undang-Undang nomor 17 Tahun 2003, Nomor 1 Tahun 2004, dan Nomor 15 Tahun 2004 selain menjadi
landasan informasi pengelolaan keuangan Negara pada tingkat pemerintahan pusat, juga berfungsi
memperkecil landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah. Salah satu pendanaan
pelaksanaan pemerintahan daerah yang bersumber dari APBN adalah Anggaran Belanja untuk Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah dikatakan bahwa setiap penyerahan, pelimpahan, dan penugasan urusan
pemerintahan kepada daerah, harus diikuti dengan pendanaannya (money follow function); salah satu
pendanaan tersebut berupa APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam bentuk Dana Perimbangan,
dan yang akan menjadi bagian penerimaan daerah dalam APBD.

Kebijakan dana perimbangan terutama diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi yang luas,
nyata dan bertanggungjawab dengan tujuan:
(1) Konsolidasi desentralisasi fiskal;
(2) Mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance), dan
kesenjangan fiskal antar pemerintah daerah (horizontal fiscal imbalance);
(3) Meningkatkan pelayanan publik;
(4) Memperbaiki pelayanan otonomi daerah dengan mempertahankan fiscal sustainability,
(5) Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali pendapatan asli daerah (PAD).

Jenis dana perimbangan dapat dirinci dalam (1) Dana Bagi Hasil; (2) Dana Alokasi Umum; dan (3) Dana
Alokasi Khusus.

9
Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah berdasarkan angka presentasi, untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi yang mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.Realisasi DBH selain
tergantung pada peraturan yang berlaku juga dipengaruhi oleh kinerja penerimaan dalam negeri yaitu
meliputi pajak penghasilan (PPh pasal 21 dan PPh pasal 24/25 orang pribadi, pajak bumi dan bangunan
(PBB), bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta penerimaan negara yang berasal dari
sumber daya alam (SDA) yang meliputi SDA minyak bumi, SDA gas alam, SDA pertambangan umum, SDA
kehutanan dan SDA perikanan.

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan instrument transfer ke daerah yang bertujuan meminimkan
ketimpangan fiskal antar daerah (fiscal gap), yaitu selisih fiscal need dengan fiscal capacity, dan juga
bertujuan untuk meratakan kemampuan keuangan antar daerah dan dialokasikan dalam bentuk block
grant.Penggunaan DAU harus disesuaikan dengan prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah yang
merupakan tugas dan kewenangan daerah. Fiscal need (kebutuhan fiskal) adalah kebutuhan pendanaan
suatu daerah untuk membayar semua pengeluaran dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan
dalam memberikan pelayanan publik (expenditure needs) minimum kepada masyarakat yang berada di
wilayahnya; kebutuhan pendanaan suatu daerah diukur berdasarkan;
(1) Jumlah penduduk;
(2) Luas wilayah;
(3) Indeks kemahalan konstruksi;
(4) Produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita; dan
(5) Indeks pembangunan manusia (IPM)

Fiscal Capacity (kapasitas fiskal) suatu daerah dihitung berdasarkan potensi penerimaan daerah yang
merupakan akumulasi dari potensi pendapatan asli daerah (PAD) ditambah dengan penerimaan DBH
pajak dan DBH sumber daya alam yang diterima daerah.

Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah
yang bertujuan untuk membantu membiayai kegiatan khusus urusan daerah yang sesuai dengan prioritas
nasional.

Pertanyaan :
1. Jelaskan Akuntansi Pemerintahan yang diterapkan pada Era ICW.
2. Sebutkan 11 jenis Belanja Negara sesuai fungsinya menurut UU no. 17 Tahun 2003.
3. Apa tujuan membagi jenis Belanja Negara sesuai fungsinya tersebut.
4. Uraikan mengenai pembagian kewenangan pengelolaan Keuangan Negara pada Era Reformasi dan
jelaskan juga dampaknya.

10
5. Jelaskan pengertian Dana Perimbangan dan tujuannya.
6. Jelaskan jenis-jenis Dana Perimbangan.

11
BAB IV
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 17 TAHUN 2003
TENTANG KEUANGAN NEGARA

Undang-Undang ini membahas antara lain mengenai:


1. Pengertian Keuangan Negara
2. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
3. Susunan APBN/APBD
4. Klasifikasi Anggaran
5. Tiga Pilar Penganggaran
6. Pemisahan Wewenang Administratif (Ordinator) dan Wewenang Perbendaharaan.
7. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
8. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

1. Pengertian Keuangan Negara

Keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang serta segala
sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik Negara, berhubung
dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Keuangan negara tersebut meliputi:
1) Hak Negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan
pinjaman.
2) Kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan Negara dan
membayar tagihan pada pihak ketiga
3) Penerimaan Negara
4) Pengeluaran Negara
5) Penerimaan daerah
6) Pengeluaran daerah
7) Kekayaan Negara atau kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh ppihak lain berupa uang,
surat berharga, pialang, barang serta hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan
yang dipsahkan pada perusahaan Negara atau pemerintahan daerah.
8) Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas
pemerintahan dan atau kepentingan umum
9) Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.

2. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan Negara

12
 Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan Negara
sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
 Kekuasaan tersebut di atas selanjutnya:
1) Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam
kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan
2) Dikuasakan kepada Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang
kementerian Negara/lembaga yang dipimpinnya.
3) Diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku Kepala Pemerintah daerah untuk
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
4) Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter yang meliputi antara lain: mengeluarkan dan
mengedarkan uang yang diatur dengan undang-undang.
 Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai
tugas sebagai berikut:
1. Menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro
2. Menyusun rancangan APBN dan rancangan perubahan APBN
3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
4. Melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan
5. Melaksanakan pemungutan pendapatan Negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang
6. Melaksanakan fungsi bendahara umum Negara
7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggung jawaban pelaksanaan APBN
8. Melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-
undang
Menteri Keuangan selaku pembantu Presiden di bidang keuangan pada dasarnya adalah Chief
Financial Officer (CFO) pemerintahan RI.
 Menteri/Pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang
kementerian/lembaga yang dipimpinnya bertugas:
1) Menyusun rancangan anggaran kementerian Negara/lembaga yang dipimpinnya
2) Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
3) Melaksanakan anggaran kementerian Negara/lembaga yang dipimpinnya
4) Melaksanakan penanganan penerimaan Negara bukan pajak dan menyalurkan ke kas Negara
5) Mengelola piutang dan utang Negara yang menjadi tanggung jawab kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya
6) Mengelola barang/kekayaan Negara yang menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga
yang dipimpinnya.
7) Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian Negara/lembaga yang
dipimpinnya

13
8) Melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan
undang-undang
Menteri Negara/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang selaku
pembantu Presiden pada dasarnya adalah Chief Operational Officer (COO) untuk suatu bidang
tertentu pemerintahan.
 Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah dalam mengelola keuangan
daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan di
atas bahwa:
1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh:
- Kepada satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD
- Kepada satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran atau barang
daerah
2) Pejabat pengelola keuangan daerah bertugas:
- Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengolahan APBD
- Menyusun undangan APBD dan rancangan perubahan APBD
- Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah
- Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah
- Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
3) Pejabat pengguna anggaran/barang bertugas:
- Menyusun anggaran satuan perangkat daerah yang dipimpinnya
- Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
- Melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya
- Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
- Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat
daerah yang dipimpinnya
- Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja
perangkat daerah yang dipimpinnya
- Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya

3. Susunan APBN/APBD
- APBN/APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan Negara/daerah yang ditetapkan tiap tahun
dengan Undang-undang/Peraturan Daerah
- APBN/APBD terdiri dari anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan.

14
- Pendapatan Negara terdiri dari penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak dan hibah.
Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain
pendapatan yang sah.
- Belanja Negara digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan
pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
- Belanja Negara/daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja.
- APBN/APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah
dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan Negara/Daerah
- Penyusunan rancangan APBN/APBD berpedoman pada rencana kerja pemerintah pusat/daerah
dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.

15
4. Klasifikasi Anggaran

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Pasal 19 ayat 2) menyebutkan
bahwa rencana kerja anggaran pemerintah pusat dan SKPD (tingkat pemerintah daerah) disusun
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.Selanjutnya agar kinerja dapat diukur, maka Pasal 15
ayat 5, terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja.
Klasifikasi ini digunakan dalam penyusunan basis kinerja, yaitu memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya dengan penggunaan sumber daya yang terbatas.

Karena program, kegiatan dan sub kegiatan harus ditetapkan sesuai dengan rencana kerja dan
merupakan rangkaian yang utuh dalam mencapai keluaran yang telah ditetapkan yaitu:
 Fungsi merupakan tugas pemerintahan yang terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban
dan ketenteraman, ekonomi, perlindungan lingkungan hidup, perumahan dan pemukiman,
kesehatan pariwisata dan budaya, agama, pendidikan dan perlindungan sosial.
 Yang terdiri dari 11 (sebelas) fungsi utama yang dirinci ke dalam 79 sub fungsi, penggunaan fungsi
dan sub fungsi disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing kementrian Negara dan
lembaga dan SKPD.
 Program yang merupakan penjabaran kegiatan kementrian Negara atau lembaga ataupun SKPD
berisikan satu atau beberapa kegiatan yang menjadi landasannya dan sasaran kinerja yang jelas
dan terukur dalam mendukung pencapaian tujuan kebijakan.
 Kegiatan merupakan bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja
sebagai bagian pencapaian sasaran yang terukur setara program yang terdiri dari sekumpulan
tindakan pengerahan sumber daya sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran.
 Sub kegiatan merupakan bagian dari kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran dan tujuan
kegiatan.

Demikian pula menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
dinyatakan bahwa dokumen pelaksanaan anggaran perlu diuraikan sasaran yang akan dicapai, fungsi,
program, rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, dan rencana
penarikan dana tiap satuan kerja serta pendapatan yang direncanakan.

Penyusunan rencana kerja dan anggaran lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004
sebagai penjabaran lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah 2003.Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah menetapkan bahwa belanja diklasifikasikan
menurut klasifikasi ekonomi, organisasi dan fungsi, yang merupakan persyaratan minimal yang harus
disajikan oleh entitas pelaporan belanja lain-lain.

16
Belanja operasi adalah belanja dalam rangka penyelenggaraan operasional pemerintah; sedangkan
belanja modal adalah belanja untuk pembelian dan/atau pengadaan barang modal.Belanja operasi
dirinci lagi menjadi belanja pegawai, belanja barang bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial dan belanja
lain-lain/tak terduga.
5. Tiga Pilar Penganggaran

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004, terdapat 3 pilar penganggaran Negara, yaitu: (1)
penganggaran terpadu (unified budgeting), (2) penganggaran berbasis kinerja (performance based
budgeting), (3) kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure franework).

a. Penganggaran Terpadu (Unified Budgeting)

Dengan ditiadakannya anggaran pengeluaran rutin dan anggaran pengeluaran pembangunan


menjadi anggaran per jenis belanja, maka diusahakan duplikasi dan penyimpangan dapat
dihindari ataupun diminimalkan, perencanaan terpadu untuk semua jenis belanja dalam rangka
melaksanakan kegiatan pemerintahan secara efisien. Departemen keuangan dalam Modul
Perencanaan dan Penganggaran APBN menyebutkan lima komponen pokok anggaran terpadu
adalah sebagai berikut:
1. Penetapan satuan kerja selaku kuasa pengguna anggaran untuk melaksanakan semua
kegiatan yang ditetapkan menteri/pimpinan lembaga;
2. Setiap satuan kerja minimal mempunyai satu kegiatan dalam rangka mewujudkan sebagian
sasaran program dari unit organisasi
3. Kegiatan satuan kerja mempunyai keluaran yang jelas dan tidak tumpang tindih dengan
keluaran kegiatan lain;
4. Jenis belanja yang ditetapkan dengan kriteria yang sama untuk semua kegiatan;
5. Satu dokumen perencanaan, satu dokumen penganggaran dan satu dokumen pelaksanaan
anggaran untuk semua jenis satuan kerja dan kegiatan.

b. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 antara lain disebutkan bahwa dalam
penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi
kinerja dari setiap program dan jenis pendapatan; untuk itu tiap kementrian/lembaga dituntut
untuk memperkuat diri dengan kapasitas dalam mengembangkan indikator kinerja dan sistem
pengukuran kinerja, dan dalam meningkatkan kualitas penyusunan kebutuhan biaya, sebagai
persyaratan untuk mendapatkan anggaran. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah di atas
menyatakan bahwa mentri keuangan menetapkan standar biaya, baik yang bersifat umum

17
maupun khusus bagi pemerintah pusat setelah berkoordinasi dengan kementerian
negara/lembaga terkait; dan standar biaya yang ditetapkan dapat berupa standar biaya masukan
pada tahap awal penerapan anggaran berbasis kinerja, dan nantinya menjadi standar biaya
keluaran, Penanggungjawab evaluasi kinerja adalah pertama, pimpinan satuan kerja
bertanggungjawab terhadap evaluasi kegiatan, dan kedua, menteri/ pimpinan lembaga
bertanggungjawab terhadap evaluasi kinerja program.

Dari uraian-uraian sebelumnya, maka perlu (1) ditetapkan satuan kerja selaku penanggungjawab
pencapaian output kegiatan, (2) output kegiatan yang jelas dan dapat diukur, (3) anggaran
didasarkan pada standar biaya, dan (4) pembebanan anggaran pada jenis belanja yang sesuai.

c. Penganggaran dengan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (medium term expenditure


framework)

Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 antara lain disebutkan bahwa (1) dalam rangka
penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna
barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lemabag tahun berikutnya;
(2) rencana kerja dan anggaran tersebut, disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun
berikutnya setalh tahun anggaran yang sedang disusun.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan penganggaran ini antara lain adalah (1) alokasi sumber
daya yang lebih rasional; (2) menjamin keberlanjutan pembiayaan program/kegiatan; (3)
perencanaan untuk tahun-tahun berikutnya cenderung lebih mudah; (4) mendorong peningkatan
kinerja pelayanan.

Kelemahann adalah antara lain (1) diperlukan kestabilan kebijakan fiskal dn kebijakan ekonomi
makro, adanya ketidak stabilan menyebabkan kurang tepatnya alokasi sumber daya; (2)
diperlukan keterpaduan kebijakan perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaannya;
ketidakterpaduan tersebut, akan mempersulit pengalokasian dana, dan ada kemungkinan alokasi
dana didominasi aspek politik.

18
6. Pemisahan Wewenang Administratif (Ordonator) dan Wewenang Perbendaharaan

Sebelum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004, wewenang ordonator dan wewenang


perbendaharaan ada pada menteri keuangan. Sekarang dua wewenang tersebut dipisah yaitu
wewenang ordonator ada padamenteri/lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang,
sedangkan wewenang kebendaharaan ada pada menteri keuangan selaku bendahara umum negara.

Kewenangan administratif meliputii wewenang melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya


yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan
pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian/lembaga sehubungan dengan realisasi
perikatan tersebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai
akibat pelaksanaan anggaran.

Menteri keuangan selaku bendahara umum negara dan pejabat lain yang ditunjuk sebagai kuasa
bendahara umum negara bukanlah sekedar kasir, tetapi juga berhak menilai kebenaran penerimaan
dan pengeluaran tersebut. Menteri keuangan selaku bendahara umum negara selain sebagai kasir,
juga pengawas keuangan dan manajer keuangan.

Fungsi pengawasan terbatas pada aspek rechmaligheid dan wetmaligheid yang hanya dilakukan pada
saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran, yang berbeda dengan fungsi/pre-audit yang dilakukan
oleh kementrian teknis, ataupun post-audit yang dilakukan oleh/aparat pengawasan fungsional.

7. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara

Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, pertanggungjawaban pelaksanaan
anggaran disusun dalam bentuk Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang di susun oleh Departemen
Keuangan berdasarkan Sumbangan Perhitungan Anggaran yang disusun oleh masing-masing bagian
anggaran; pertanggungjawaban tersebut pada dasarnya sama dengan Perhitungan Anggaran Daerah.
Pertanggungjawaban tersebut terbatas pada perbandingan anggaran yang ditetapkan oleh DPR
dengan realisasinya, tanpa ada laporan aset maupun kewajiban dan tanpa ada panduan seperti halnya
Standar Akuntansi Pemerintahan. Akuntansi berbagai aset yaitu barang milik negara, piutang ataupun
investasi ataupun akuntansi utang diselenggarakan berdasarkan sistem sendiri-sendiri yang tidak
mendukung laporan pertanggungjawab PAN.

Keadaan tersebut telah berubah sejak kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Nomor 1
Tahun 2004 diperlakukan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran terdiri dari laporan

19
keuangan yang komponennya terdiri dari LRA, Neraca, LAK, dan CaLK yang penyusunan dan
penyajiannya dipandu oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah yang berlaku baik bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

8. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 32 ayat (2),
bahwa penyusunan Standar Akuntansi Pemerintahan disusun oleh suatu komite standar yang
independen yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan dari
Badan Pemeriksa Keuangan.

Pertanyaan :
1. Jelaskan pengertian Keuangan Negara.
2. Uraikan mengenai kekuasaan atas pengelolaan Keuangan Negara menurut UU No.17 Tahun 2003.
3. Jelaskan mengenai susunan APBN/APBD menurut UU No.17 Tahun 2003.
4. Jelaskan mengenai klasifikasi anggaran sesuai dengan UU No.17 Tahun 2003.
5. Jelaskan mengenai tiga Pilar Penganggaran.
6. Jelaskan mengenai perbedaan ordonator dan bendahara.

BAB V
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 1 TAHUN 2004

20
TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

Undang-Undang ini mengatur antara lain:


1. Pengertian
2. Pejabat Perbendaharaan Negara
3. Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
4. Pengelolaan keuangan yang sehat
5. Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD
6. Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah
7. Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU)

1) Pengertian

Perbendaharaan negara adalah pengelolaan dan pertanggung jawaban Negara, termasuk investasi
kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD.
Perbendaharaan Negara meliputi:
1. Pelaksanaan pendapatan dan belanja Negara
2. Pelaksanaan pendapatan dan belanja Daerah
3. Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran Negara
4. Pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran Daerah
5. Pengelolaan kas
6. Pengelolaan piutang dan utang Negara/Daerah
7. Pengelolaan investasi dan barang milik Negara/Daerah
8. Penyelenggaraan akuntansi dan sistem informasi manajemen keuangan Negara/Daerah
9. Penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD
10. Penyelesaian kerugian Negara/Daerah
11. Pengelolaan Badan Layanan Umum
12. Perumusan standar, kebijakan serta sistem dan prosedur yang berkaitan dengan pengelolaan
keuangan Negara dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.

2) Pejabat Perbendaharaan Negara

Sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, Menteri Keuangan
sebagai pembantu Presiden pada dasarnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah RI,
sedangkan menteri/pimpinan lembaga pada dasarnya adalah Chief Opertional Officer (COO) untuk
bidang pemerintahan tertentu.

21
Sesuai dengan prinsip tersebut, Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas
pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Dalam pelaksanaan anggaran perlu dilakukan perubahan secara drastis, yaitu pemisahan antara
pemegang kewenangan administratif dengan pemegang kewenangan kebendaharaan.
Kewenangan administratif diserahkan kepada kementrian Negara/lembaga sedangkan kewenangan
kebendaharaan diserahkan kepada kementerian keuangan.

Kewenangan administratif meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lain yang


mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran Negara, dan pembebanan tagihan yang
diajukan pada kementerian/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta
memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai pelaksanaan anggaran.
Di pihak lain, menteri keuangan selaku bendahara Umum Negara dan pejabat lain yang ditunjuk
sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang
melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak memiliki kebenaran penerimaan
dan pengeluaran tersebut. Sebagai pengelola keuangan dalam arti yang seutuhnya yaitu berfungsi
sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan.

Fungsi pengawasan keuangan di sini berbeda pada aspek rechtmatigheid dan wetmatigheid dan
hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi
prre-audit yang dilakukan oleh kementerian teknis atau past-audit yang dilakukan oleh aparat
pengawasan fungsional.

(a) Bendahara Umum Negara


- Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara berwenang:
1. Menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara
2. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
3. Melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran Negara
4. Menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas Negara
5. Menunjuk bank dan atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan
penerimaan dan pengeluaran anggaran Negara
6. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran Negara
7. Menyimpan uang Negara
8. Menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi
9. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban
rekening kas umum Negara
10. Melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama pemerintah
11. Memberikan pinjaman atas nama pemerintah

22
12. Melakukan pengelolaan utang dan piutang Negara
13. Mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang standar akuntansi pemerintahan
14. Melakukan penagihan piutang Negara
15. Menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Negara
16. Menyajikan informasi keuangan Negara
17. Menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik
Negara
18. Menunjuk pejabat kuasa Bendahara Umum Negara di wilayah kerja yang telah ditetapan

- Kuasa Bendahara Umum Negara


1. Bertugas meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga yang berada
dalam pengelolaannya
2. Melaksanakan penerimaan dan pengeluaran kas Negara
3. Berkewajiban memerintahkan penagihan piutang Negara kepada pihak ketiga sebagai
penerimaan anggaran
4. Berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran
anggaran.

(b) Bendahara Umum Daerah


Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah mempunyai
wewenang:
1. Menyiapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD
2. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran
3. Melakukan pengadaan pelaksanaan APBD
4. Memberikan petunjuk khusus pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas Daerah
5. Melaksanakan pemungutan pajak daerah
6. Memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga
keuangan lainnya yang telah ditunjuk
7. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD
8. Menyimpan uang daerah
9. Melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi
10. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat Pengguna Anggaran atau beban
rekening kas umum daerah
11. Menyiapkan pelaksanaan penyajian dan pemberian jaminan atas nama pemerintah daerah
12. Melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah
13. Melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah

23
14. Melakukan penagihan piutang daerah
15. Melaksanakan sesitem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah
16. Menyajikan informasi keuangan daerah
17. Melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan pada penghapusan barang milik daerah
(c) Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
- Menteri/pimpinan lembaga serta Gubernur/Bupati/Walikota
1. Mengangkat bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan
kementerian Negara/lembaga maupun satuan kerja peranngkat daerah
2. Mengangkat Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam
rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan
kementerian Negara/lembaga maupun sebuah kerja perangkat daerah
- Bendaharawan penerimaan dan bendaharawan pengeluaran adalah pejabat fungsional
- Jabatan Bendahara penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh kuasa pengguna
anggaran atau kuasa bendahara umum Negara/daerah
- Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan baik secara langsung mauupun
tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pembangunan dan penjualan jasa atau
bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/pengukuran tersebut.

(d) Pengguna Anggaran/Pengguna Barang


Menteri/pimpinan lembaga adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi kementerian
Negara/lembaga yang dipimpinnya, mempunyai wewenang:
1. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
2. Menunjuk kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
3. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dari piutang
4. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja
5. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengajuan dan perintah pembayaran
6. Menetapkan pejabat yang bertugass melakukan pemungutan penerimaan Negara
7. Menggunakan barang milik Negara
8. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukanpengelolaan barang milik Negara
9. Mengawasi pelaksanaan anggaran
10. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian Negara/lembaga yang
dipimpinnya.

(e) Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala Pemerintahan Daerah:


- Menetapkan kebijakan bidang pelaksanaan APBD

24
- Menetapkan kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Penerimaan dan/atau Bendahara
Pengeluaran
- Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah
- Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah
- Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerlukan
pembayaran.

(f) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah Pengguna Anggaran/Pengguna Barang bagi sektor
yang dipimpinnya mempunyai wewenang:
1. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
2. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja
3. Melakukan pengajuan atas kegiatan dan meningkatkan pembayaran
4. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak
5. Mengelola utang dan piutang
6. Menggunakan barang milik daerah
7. Mengawasi pelaksanaan anggaraan
8. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan sektor perangat daerah yang dipimpinnya

3) Pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah

(a) Dokumen pelaksanaan anggaran APBN


1. Setelah APBN ditetapkan, menteri keuangan memberitahukan kepada semua
menteri/pimpinan lembaga agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk
masing-masing kementerian Negara/lembaga
2. Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran berdasarkan alokasi
anggaran yang ditetapkan presiden.
- Dalam dokumen pelaksanaan anggaran, diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi,
program, dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta pendapatan yang
diperkirakan.
- Pada dokumen pelaksanaan anggaran, dilampirkan rencana kerja dan anggaran Badan
Layanan Umum dalam lingkungan kementerian Negara yang bersangkutan
- Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disaahkan oleh Menteri Keuangan
disampaikan kepada Menteri/Pimpinan lembaga, kuasa bendahara umum Negara dan
BPK.

(b) Dokumen pelaksanaan anggaran APBD

25
1. Setelah APBD ditetapkan, Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah memberitahukan kepada
semua kepala satuan kerja perangkat daerah agar menyampaikan dokumen pelaksanaan
anggaran untuk masing-masing satuan kerja perangkat daerah
2. Kepala satuan kerja perangkat daerah menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota
- Di dalam dokumen pelaksanaan anggaran diuraikan sasaran yang hendak dicapai, fungsi,
program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran
tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap sektor serta pendapatan yang
diperkirakan
- Dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan oleh pejabat pengelola keuangan
daerah, disampaikan kepada kepala sektor perangkat daerah dan BPK.

(c) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan


Setiap kementerian Negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang mempunyai
sumber pendapatan wajib mengidentifikasikan perolehan pendapatan yang menjadi wewenang
dan tanggung jawabnya
Penerimaan harus seluruhnya ke kas Negara/Daerah pada waktunya yang selanjutnya diatur
dengan peraturan pemerintah, dan tidak boleh digunakan langsung untuk membiayai
pengeluaran. Penerimaan berupa komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang/jasa oleh Negara/daerah akibat hak Negara/daerah.
(d) Pelaksanaan Anggaran Belanja
Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melaksanakan kegiatan sebagaimana tersebut
dalam dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan, akan berwenang mengadakan
ikatan/perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan.
Pengguna anggaran/kuasa PA berhak untuk membebaskan pada suatu anggaran yang telah
disediakan, dan memerintah pembayaran tagihan-tagihan atas beban APBN/APBD.
Pembayaran atas beban APBN dilakukan oleh BUN/kuasa BUN dan pembayaran atas beban APBD
dilakukan oleh BUD dan tidak boleh dilakukan sebelum barang/jasa diterima.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kepada PA/kuasa PA dapat diberikan uang persediaan yang
dikelola bendahara penyuluh; Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari
PA/kuasa PA apabila tidak memenuhi persyaratan.
Mengenai kelengkapan perintah pembayaran, kebenaran perhitungan tagihan, ketersediaan
dana.Bendahara penegluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang
dilaksanakannya.

4) Pengelolaan keuangan yang sehat

26
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan Negara, dirasakan makin
pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan sumber daya keuangan pemerintah,
yang terbatas, secara efisien.

Terutama perencanaan kas yang baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi kebocoran dan
penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang
menganggur (sale cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.

Dalam Undang-Undang Perbendaharaan ini juga diatur prinsip-prinsip yang berkaitan dengan
pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran pengelolaan
piutang, pengelolaan investor, serta pengelolaan barang milik negara dan daerah.

Dalam Undang-Undang ini juga ditegaskan kewenangan menteri keuangan untuk mengatur dan
menyelenggarakan rekening pemerintah, menyimpan uang dalam rekening kas umum negara pada
bank sentral, serta ketentuan yang mengharuskan dilakukannya optimalisasi dan akuntabilitas
pengelolaan piutang negara/daerah, diatur kewenangan penyelesaian piutang negara/daerah.

Demikian pula dalam rangka pelaksanaan pembiayaan ditetapkan pejabat yang diberi kuasa untuk
menyatakan utang negara/daerah.

5) Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD

Laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan tepat waktu dan disusun
menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Untuk itu perlu ditetapkan ketentuan agar laporan keuangan:


1. Dihasilkan melalui proses akuntansi;
2. Disajikan sesuai dengan SAP yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan
Laporan Arus Kas (LAK) disertai dengan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK);
3. Disajikan sebagai wujud pertanggungjawaban setiap entitas pelaporan yang meliputi laporan
keuangan pemerintah pusat, laporan keuangan kementerian/lembaga, dan laporan keuangan
pemerintah daerah;
4. Laporan keuangan pusat/daerah disampaikan kepada DPR/DPRD selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran yang bersangkutan berakhir;
5. Diaudit oleh lembaga pemeriksa ekstern yang independen dan profesional sebelum disampaikan
kepada DPR/DPRD;

27
6. Dapat menghasilkan statistik keuangan yang mengacu kepada manual Statistik Keuangan
Pemerintah (Government Finance Statistic/GFS) agar dapat memenuhi kebutuhan analisis
kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis perbandingan antar Negara (cross country
studies) kegiatan pemerintahan dan penyajian statistik keuangan pemerintah;

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) ditetapkan dalam suatu peraturan pemerintah dan disusun
oleh suatu Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang independen, yang terdiri dari para
profesional.

Agar KSAP terjamin independensinya, komite dibentuk dengan keputusan Presiden dan harus bekerja
berdasarkan suatu due process. Selain itu usul SAP yang disusun KSAP perlu memperoleh
pertimbangan dari BPK, sebagai bahan untuk penyempurnaan.

Hasil penyempurnaan tersebut diberitahukan kepada BPK, dan selanjutnya usul yang telah
disempurnakan diajukan kepada Menteri keuangan untuk selanjutnya ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.

Agar informasi laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan
akuntanbilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP), yang terdiri dari
Sistem Akuntansi Pusat yang dilaksanakan oleh kementerian keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi
(SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian Negara/Lembaga.

Laporan keuangan pemerintah terlebih dahulu harus diaudit oleh BPK sebelum disampaikan kepada
DPR/DPRD.Audit atas laporan keuangan harus diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
laporan keuangan tersebuut diterima BPK dari pemerintah.

6) Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah

Dalam undang-undang ini diatur ketentuan mengenai penyelesaian kerugian Negara.


Setiap pimpinan kementerian Negara/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) wajib
segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah mengetahui bahwa dalam organisasi yang dipimpinnya
terjadi kerugian.

Pengenaan ganti rugi Negara/daerah terhadap bendaharawan di tetapkan oleh BPK, sedangkan
pengenaan ganti rugi Negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.

28
Bendahara, pegawai negara bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk
mengganti kerugian Negara/daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana,
apabila terbukti melakukan pelanggaran administratif dan/atau pidana.

7) Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU)

BLU bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang diperlukan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.

Kekayaan BLU merupakan kekayaan Negara yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan
sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan. Dengan demikian, rencana
kerja dan anggaran serta laporan keuangan BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak
dipisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan kementerian
Negara/lembaga/pemerintah daerah.

Pembinaan keuangan BLU dilakukan oleh Menteri Keuangan; sedangkan pembinaan teknis dilakukan
oleh Menteri yang bertanggungjawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan.

Pertanyaan :
1. Jelaskan pengertian Perbendaharaan Negara.
2. Jelaskan Pejabat Perbendaharaan Negara sesuai UU No.1 Tahun 2004.
3. Jelaskan mengenai pelaksanaan Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah sesuai UU No.1 Tahun 2004.
4. Jelaskan mengenai pengelolaan Keuangan Negara yang sehat.
5. Jelaskan mengenai penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD.
6. Bagaimana penyelesaian jika terjadi Kerugian Negara/Daerah sesuai UU No.1 Tahun 2004.

BAB VI
UNDANG-UNDANG RI NOMOR 15 TAHUN 2004
TENTANG
PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNGJAWAB KEUANGAN NEGARA

Undang-Undang ini mengatur antara lain mengenai:


1. Lingkup Pemeriksaan
2. Pelaksanaan Pemeriksaan
3. Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut

29
4. Pengenaan Ganti Kerugian Negara

1) Tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meliputi pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggungjawab
mengenai keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UU No. 17 / Tahun 2003 tentang
keuangan Negara.
Kepada BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan yaitu:
(a) Pemeriksaan keuangan, yaitu pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam rangka memberikan opini tentang tingkat kewajaran informasi yang
disajikan dalam keuangan pemerintah.
(b) Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi, serta pemeriksaan atas aspek
efektivitas yang lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern
pemerintah.
(c) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan tujuan khusus
diluar pemeriksaan keuangan dan pemeriksaan kinerja; termasuk pemeriksaan atas hal-hal lain
yang berkaitan dengan keuangan dan pemeriksaan investifatif.

2) Pelaksanaan pemeriksaan tersebut diatas, didasarkan pada suatu standar pemeriksaan, yang disusun
BPK dengan mempertimbangkan standar di lingkungan profesi audit secara internasional, dan setelah
BPK mengkonsultasikan dengan pihak pemerintah serta organisasi profesi di bidang pemeriksaan.

BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ke tiga tahap pemeriksaan, yaitu perencanaan dan
pelaporan hasil pemeriksaan. Kebebasan dalam tahap perencanaan meliputi kebebasan dalam
menentukan objek yang akan diperiksa, kecuali pemeriksaan yang objeknya telah diatur tersendiri
dalam undang-undang atau pemeriksaan berdasarkan permintaan khusus dari lembaga perwakilan.

Untuk mewujudkan perencanaan yang komprehensif, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan
aparat pengawasan intern pemerintah, memperhatikan masukan dari pihak lembaga perwakilan serta
informasi dari berbagai pihak.

Sementara itu, kebebasan dalam penyelenggaraan kegiatan pemeriksaan antara lain meliputi
kebebasan dalam penentuan waktu pelaksanaan dan metode pemeriksaan, termasuk metode
pemeriksaan yang bersifat investigasi.
Selain itu kemandirian BPK dalam pemeriksaan keuangan Negara, mencakup ketersediaan sumber
daya manusia, anggaran dan sarana pendukung lainnya yang memadai.BPK dapat memanfaatkan hasil
pekerjaan yang dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah; dengan demikian luas
pemeriksaan yang akan dilakukan dapat disesuaikan dan difokuskan pada bidang-bidang yang secara
potensial berdampak pada kewajaran laporan keuangan serta tingkat efisiensi dan efektivitas

30
pengelolaan keuangan Negara; untuk itu aparat pengawasan intern pemerintah wajib menyampaikan
hasil pemeriksaan kepada BPK.

BPK diberi kewenangan untuk mendapatkan data, dokumen dan keterangan dari pihak yang diperiksa,
kesempatan untuk memeriksa secara fisik setiap aset yang berada dalam pengurusan pejabat instansi
yang diperiksa, termasuk melakukan penyegelan untuk mengamankan uang, barang dan/atau
dokumen pengelolaan keuangan Negara pada saat pemeriksaan berlangsung.

3) Hasil setiap pemeriksaan yang dilakukan BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil pemeriksaan
(LHP) segera setelah kegiatan pemeriksaan selesai.

Pemeriksaan keuangan akan menghasilkan opini; sedangkan pemeriksaan kinerja akan menghasilkan
temuan, kesimpulan dan rekomendasi, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan menghasilkan
kesimpulan.

Setiap LHP-BPK disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya ditindaklanjuti,


antara lain dengan membahasnya bersama pihak terkait.Selain disampaikan kepada lembaga
perwakilan, LHP juga disampaikan BPK kepada Pemerintah.

Dalam hal LHP keuangan, hasil pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah untuk melakukan koreksi
dan penyesuaian yang diperlukan, sehingga laporan keuangan yang telah diperiksa (audited financial
statements) memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada DPR/DPRD.

Pemerintah diberi kesempatan untuk menanggapi temuan dan kesimpulan yang dikemukakan dalam
LHP.Tanggapan dimaksud disertakan dalam LHP-BPK yang disampaikan kepada DPR/DPRD.

Apabila pemeriksaan menemukan unsur pidana, undang-undang ini mewajibkan BPK menyampaikan
kepada instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BPK diharuskan menyusun ikhtisar hasil pemeriksaan yang dilakukan selama 1 (satu) semester, dan
disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya, dan kepada Presiden serta
Gubernur/Bupati/Walikota yang bersangkutan, agar memperoleh secara menyeluruh tentang hasil
pemeriksaan.

Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, undang-undang ini menetapkan bahwa
setiap laporan hasil pemeriksaan yang sudah disampaikan kepada lembaga perwakilan dinyatakan

31
terbuka untuk umum, agar masyarakat memperoleh kesempatan untuk mengetahui hasil
pemeriksaan antara lain melalui publikasi dan situs web BPK.

4) Undang-Undang ini mengamanatkan pemerintah untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK;


sehubungan dengan itu, BPK perlu memantau dan menginformasikan hasil pemantauan atas tindak
lanjut tersebut kepada DPR/DPD/DPRD.

Sesuai dengan pasal 62 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-
Undang Nomor 15/2004 mengatur lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian Negara/daerah
terhadap bendahara.

BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban bendahara atas
kekurangan kas/barang dalam persediaan yang terjadi, setelah mengetahui ada kekurangan
kas/barang yang merugikan keuangan Negara/daerah.

Bendahara dapat mengajukan keberatan terhadap putusan BPK; pengaturan tata cara penyelesaian
ganti rugi ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.

Pertanyaan :
1. Jelaskan wewenang Badan Pemeriksa Keuangan.
2. Berikan uraian yang menggambarkan proses pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.

32
BAB VII
WEWENANG PENGURUSAN PENGELUARAN UANG NEGARA

1. Pengurusan pengeluaran uang Negara

a. Wewenang administratif

1) Wewenang otorisasi
2) Wewenang ordonasi

b. Wewenang kebendaharaan

Pejabat yang mempunyai wewenang otorisasi adalah mempunyai wewenang melakukan suatu
tindakan pengeluaran uang negara dalam batas-batas anggaran yang telah ditetapkan.

Pejabat yang mempunyai wewenang ordonasi adalah ordonator, yaitu pejabat yang dalam
menjalankan tugasnya berdasarkan produk otorisator, yaitu dokumen pelaksanaan anggaran
yang mempunyai wewenang:
1) Menguji kebenaran tagihan pihak ketiga pada negara.
2) Membebankan pengeluaran/belanja atas beban mata anggaran yang telah ditetapkan.
3) Menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditujukan pada kas negara/daerah.

Pejabat yang mempunyai tugas kebendaharaan adalah bertugas menerima, menyimpan, dan
mengeluarkan atas perintah yang berwenang (ordonator), dan mempertanggungjawabkan
kepada BPK.

Bendahara dapat dibagi dalam:

Bendahara Barang Bendahara Umum


Bend. Pengeluaran
Bendahara
Bendahara Uang Bendahara Khusus

Bend. Penerimaan

33
Bendahara umum terdiri dari:
1) Bendahara Umum Negara, yang dipegang Menteri Keuangan
2) Kuasa Bendahara Umum Negara yang ada di pusat dan daerah-daerah

2. Perbedaan Bendahara Umum, Bendahara Pengeluaran, dan Bendahara Penerimaan

Bendahara umum bertugas menerima pendapatan dari para bendahara penerimaan serta pemberian
uang persediaan kepada bendahara pengeluaran.
Bendahara pengeluaran bertugas menerima uang persediaan dari bendahara umum dan membayar
belanja pada para pihak yang berhak menerimanya.

Bendahara penerimaan bertugas menerima penyetoran-penyetoran pendapatan dari para wajib


bayar serta penyetoran pendapatan tersebut pada bendahara umum.

Sedangkan menteri atau lembaga adalah Chief Financial Officer (CFO) untuk suatu tertentu
pemerintahan, yang berwenang dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing selaku pengguna anggaran (PA) atau pengguna barang (PB).
Selanjutnya menteri/pimpinan lembaga ini mengangkat bendahara penerimaan dan bendahara
pengeluaran pada lingkungan kementerian/lembaga masing-masing.

Mekanisme Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN/APBD

Setelah APBN/APBD ditetapkan DPR/DPRD, maka menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna


anggaran/pengguna barang (PA/PB) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran yaitu Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) masing-masing berdasarkan alokasi anggaran yang diterima.

Selanjutnya DIPA tersebut disampaikan kepada Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara
(BUN)/SKPKD (BUD) untuk disahkan.

Berdasarkan DIPA yang telah disahkan selanjutnya:


(1) Kepala kantor/satuan selaku kuasa PA melaksanakan rencana kerja yang telah ditetapkan dalam DIPA,
membuat keputusan dan/atau mengambil tindakan yang dapat mengakibatkan timbulnya
pengeluaran uang/tagihan atas beban DIPA yang bersangkutan.
(2) Pejabat yang bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan segera membuat dan menyampaikan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang memuat data sesuai dengan peraturan, kepada kuasa PA
melalui petugas penerima SPP.

34
(3) Petugas penerima SPP selanjutnya memeriksa kelengkapan berkas SPP, mengisi check-list berkas SPP,
mencatatnya dalam buku pengawasan penerimaan SPP, dan menyerahkan tanda terima SPP.
(4) Selanjutnya petugas penerima SPP menyampaikan SPP tersebut kepada petugas penguji SPP, untuk
dilakukan pengujian tentang:
 Keabsahan dokumen pendukung dan pemeriksaan rinci SPP sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
 Ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk menyakinkan tagihan tidak melampaui pagu
tersebut;
 Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan hasil kerja yang dicapai sesuai dengan
indikator kinerja;
 Memeriksa kebenaran hak tagih sesuai dengan wetmatigheid dan rechmatighied.
(5) Setelah diajukan pengujian, maka oleh petugas penguji SPP diserahkan kepada pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar (SPM) untuk diterbitkan SPM sekurang-kurangnya 3 (tiga) rangkap.
 Lembar pertama dan kedua disampaikan pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
setempat sesuai dengan DIPA;
 Lembar ketiga merupakan arsip bagi penerbit SPM. Pejabat penerbit SPM juga harus
menyampaikan kepada KPPN nama dan spesemen tanda tangan pejabat penanda tangan SPM
dan cap dinas penerbit SPM.
(6) SPM lembar pertama dan kedua oleh bendahara pengeluaran selanjutnya disampaikan pada KPPN
melalui petugas loket untuk diperiksa kelengkapan berkas SPM, mengisi check-list kelengkapan
berkas, dan mencatat dalam buku pengawasan penerimaan SPM, dan menyerahkan tanda-terima.
(7) Setelah SPM diperiksa oleh petugas loket, selanjutnya oleh petugas loket disampaikan kepada seksi
perbendaharaan KPPN untuk diadakan pengujian ulang substansi SPM beserta lampiran-lampirannya.
Bila SPM tidak memenuhi syarat untuk dibayar harus dikembalikan kepada pejabat penerbit SPM.
Bila telah memenuhi syarat, maka diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang ditanda
tangani kepala seksi perbendaharaan dalam 3 (tiga) rangkap dan dibubuhi stempel timbul seksi
Bank/Giro Pos dan disampaikan pada:
 Lembar pertama kepada bank operasional
 Lembar kedua kepada penerbit SPM setelah dibubuhi cap telah diterbitkan SP2D tanggal
………………………………. Nomor……………………………………
 Lembar ketiga sebagai arsip seksi verifikasi dan akuntansi KPPn
(8) Penyampaian SP2D oleh KPPN kepada bank operasional disertai pula dengan Daftar Penguji dengan
ketentuan:
 Daftar penguji ditanda tangani oleh kepala KPPN dan kepala seksi Bank/Giro Pos dengan dibubuhi
stempel timbul;
 Daftar penguji dibuat dalam 2 (dua) rangkap dan dikirimkan melalui kurir KPPN ke bank
operasional bersama-sama SP2D;
35
 Daftar penguji lembar ke-dua setelah ditanda tangani oleh bank operasional dikirim kembali ke
KPPN.
 Penerbit SPM pada dasarnya dapat dilakukan pembayaran kepada pihak yang berhak/rekanan
sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah, atau SPM untuk pengisian kas bendahara pengeluaran
yang masing-masing dilakukan dengan proses penerbitan SPM yang berbeda.

Proses Penerbitan SPM - LS (Surat Perintah Membayar – Langsung)

SPM – LS merupakan pembayaran yang dilakukan oleh KPPN kepada yang berhak (rekanan atau lainnya),
dengan bukti pengeluaran, yang jumlahnya di atas Rp 5 juta, dan atas beban Mata Anggaran Pengeluaran
(MAK) yang tersedia kreditnya pada DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang disamakan
dengan DIPA.

Semua bukti asli pengeluaran harus terlebih dahulu disetujui dan ditanda-tangani oleh kepala
kantor/satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk.

Kuasa PA dalam menerbitkan SPM-LS harus memperhitungkan pajak-pajak yang timbul dan/atau harus
dibayar sebagai akibat pengeluaran yang dilakukan.

Proses Penerbitan SPM - UP (Surat Perintah Membayar – Uang Persediaan)

Kepala kantor/satuan kerja dapat mengusulkan kepada kepala kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan untuk menunjuk pemegang uang muka, yang bertanggung jawab kepada bendahara
pengeluaran. Sedangkan untuk bendahara pengeluaran diangkat oleh kepala/pimpinan lembaga masing-
masing. Kepala kantor/satuan kerja selaku kuasa PA menerbitkan SPM-UP atas permintaan bendahara
pengeluaran berdasarkan alokasi dana dalam DIPA atau dokumen pelaksanaan anggaran lainnya yang
disamakan dengan DIPA, atas beban MAK untuk pengeluaran transito. KPPN selanjutnya berdasarkan
SPM-UP tersebut, menerbitkan SP2D untuk rekening Bendahara Pengeluaran yang ditunjuk dalam SPM-
UP. Pengguna UP selanjutnya menjadi tanggungjawab bendahara pengeluaran, dan melakukan pengisian
UP setelah UP digunakan.

Pengisian kembali UP dilakukan dengan mengajukan SPM-GU (Surat Perintah Membayar-Pengganti UP)
kepada KPPN Pembayar dengan melampirkan bukti-bukti yang sah, dan dibebankan kepada MAK definitif
sesuai dengan MAK yang telah disediakan.

Pembebanan tersebut mengurangi kredit/pagu anggaran dalam DIPA. Pengguna dan penggantian UP
dapat dilakukan sepanjang sesuai dengan anggaran DIPA masih tersedia.Sisa UP yang masih ada pada

36
akhir tahun harus disetor kembali ke kas Negara, yang oleh KPPN dibukukan sebagai pengembalian UP
sesuai dengan MAK yang bersangkutan.

Pertanyaan :
1. Jelaskan wewenang dalam pengelolaan Keuangan Negara.
2. Jelaskan mekanisme pembayaran dalam pelaksanaan APBN/APBD.
3. Jelaskan perbedaan SPM-LS, SPM-UP, dan SPM-GU.

BAB VIII
REFORMASI MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA

37
DITINJAU DARI SUDUT SIKLUS ANGGARAN

Pada uraian sebelumnya, telah diuraikan bahwa informasi keuangan meliputi penyusunan anggaran,
pelaksanaan anggaran, dan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran.

Berikutnya akan digambarkan informasi manajemen keuangan dilihat dari sudut siklus anggaran.

Yang dimaksud dengan siklus anggaran adalah tahap-tahap penganggaran yang diawali dengan
penyusunan rancangan anggaran oleh pemerintah, dan diakhiri pada pengesahan pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran yang disusun pemerintah oleh badan legislatif.

Tahap-tahap siklus anggaran Negara


1) Penyusunan rencana APBN oleh Pemerintah Pusat yang dimulai selambat-lambatnya pertengahan
Mei sebelum tahun anggaran yang baru; tahap ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Pemerintah pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro
tahun anggaran berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
b. Pemerintah pusat dan DPR membahas pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro
tersebut dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun berikutnya;
c. Berdasarkan pembicaraan pendahuluan tersebut, pemerintah pusat bersama DPR membahas
kebijakan umum dan prioritas anggaran sebagai acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam
penyusunan usulan anggaran;
d. Selanjutnya menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun
rencana dengan disertai prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang
sedang disusun;
e. Rencana kerja dan anggaran tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN;
f. Hasil pembahasan kemudian disampaikan kepada menteri keuangan sebagai bahan penyusunan
rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
2) Pengajuan rancangan UU-APBN, disertai Nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada DPR pada bulan Agustus tahun sebelumnya,
3) Pembahasan rancangan UU-APBN dan pengambilan keputusan oleh DPR selambat-lambatnya 2 (dua)
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan; tahap ini meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:
a. Pembahasan dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan
DPR;
b. APBN yang disetujui DPR terinci dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja;

38
c. Apabila DPR tidak menyetujui rancanga UU-APBN, Pemerintah Pusat dapat melakukan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
4) Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan
Keputusan Presiden (Keppres) yang selanjutnya meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini:
1. Menteri keuangan memberitahukan kepada semua menteri/pimpinan lembaga agar
menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian/lembaga;
2. (i) menteri pimpinan lembaga selanjutnya menyusun dokumen pelaksanaan anggaran
masing-masing berdasarkan alokasi anggaran yang ditetapkan Presiden;
(ii) dalam dokumen diuraikan pula sasaran yang hendak dicapai, fungsi, program dan rincian
kegiatan, dan anggaran yang disediakan untuk mencapai sasaran tersebut, serta rencana
penarikan dana tiap-tiap satuan kerja dan juga pendapatan yang diperkirakan;
(iii) pada dokumen pelaksanaan anggaran dilampirkan pula rencana kerja dan anggaran
Badan Layanan Umum dalam lingkungan masing-masing;
3. Selanjutnya dokumen pelaksanaan anggaran disampaikan kepada menteri keuangan untuk
memperoleh pengesahan Dokumen ini merupakan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi
instansi untuk memperoleh uang guna membiayai pengeluaran selama period anggran atau
merupakan allotment dan otorisasi kredit anggaran;
4. Berdasarkan dokumen pelaksanaan anggaran yang telah disahkan, pengguna anggaran (PA) dan
kuasa PA kementerian/lembaga masing-masing, menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sesuai
rencana kerja yang telah ditetapkan dalam dokumen tersebut. Selanjutnya mekanisme
pembayaran dalam pelaksanaan anggaran akan diuraikan sendiri.
5) Setelah anggaran dilaksanakan, pemerintah menyusun laporan realisasi semester 1 (satu) APBN dan
program untuk 6 (enam) bulan berikutnya, dan disampaikan pada DPR selambat-lambatnya akhir Juli
tahun anggaran yang bersangkutan, dan selanjutnya diadakan pembahasan bersama antara DPR
dengan Pemerintah Pusat.
Bila ternyata terdapat perkembangan dan perubahan yang memerlukan penyesuaian APBN tahun
anggaran yang bersangkutan, yang disebabkan:
 Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
 Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
 Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan penggeseran anggaran antar unit organisasi, antar
kegiatan, dan antar jenis belanja;
 Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk
pembiayaan anggaran yang berjalan;
 Adanya pengeluaran yang belum tersedia anggarannya karena keadaan darurat.
6) Berdasarkan hasil pembahasan laporan realisasi semester, selanjutnya Pemerintah Pusat mengajukan
rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan kepada DPR
untuk memperoleh persetujuan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
39
7) Penyusunan laporan keuangan oleh pemerintah; tahap ini terdiri dari kegiatan-kegiatan berikut:
a. Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun laporan
keuangan yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK);
b. Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada menteri keuangan selambat-lambatnya 2 (dua)
bulan setelah tahun anggaran berakhir;
c. Menteri keuangan selaku:
(i) Bendahara Umum Negara menyusun Laporan Arus Kas;
(ii) Wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan kekayaan Negara yang dipisahkan, menyusun
ikhtisar laporan keuangan perusahaan Negara;
(iii) Pengelolaan fiskal menyusun laporan keuangan pemerintah pusat. Untuk disampaikan
kepada Presiden dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
8) Pemerintah menyampaikan laporan keuangan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir untuk diaudit dan diberikan opini.
9) Pemerintah menyampaikan rancangan undang-undang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
kepada DPR, berupa laporan keuangan yang telah diaudit oleh BPK, selambat-lambatnya 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.
10) Pengesahan pertanggungjawaban yang disusun pemerintah oleh DPR selambat-lambatnya bulan
Agustus.

Pertanyaan :
Jelaskan tahapan-tahapan siklus APBN.

40
BAB IX
KSAP, KERANGKA KONSEPTUAL AKUNTANSI PEMERINTAHAN

1) KSAP

Tujuan KSAP

Tujuan KSAP adalah meningkatkan akuntabilitas dan keandalan pengelolaan keuangan pemerintah
melalui penyusunan dan pengembangan standar-standar akuntansi pemerintahan, termasuk
mendukung pelaksanaan penerapan standar tersebut.

Untuk mencapai tujuan dimaksud, KSAP mengacu pada praktik-praktik terbaik internasional, di
antaranya dengan mengadaptasi international public sector accounting standard (IPSAS) yang
diterbitkan Accountant (IFAC), yang disesuaikan dengan kondisi di Indonesia, antara lain dengan
memperhatikan peraturan, prakiraan yang ada, praktik-praktik keuangan, serta tersedianya dan
kesiapan sumber daya pengguna SAP.

Strategi Pengembangan SAP

Strategi pengembangan SAP adalah basis kas menuju akrual (cash towards accrual) dengan
memperlakukan basis kas untuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan, dan basis akrual untuk aset,
utang, dan ekuitas dan selanjutnya menuju ke akrual semuanya.

Organisasi KSAP

KSAP terdiri dari:


1) Komite Konsultatif Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite Konsultatif)
2) Komite Kerja Standar Akuntansi Pemerintahan (Komite Kerja)

Komite konsultatif bertugas memberi konsultasi dan atau pendapatan dalam rangka perumusan
konsep rancangan Peraturan Pemerintah tentang SAP.

Komite Kerja bertugas mempersiapkan, merumuskan, dan menyusun konsep rancangan peraturan
pemerintah tentang SAP.

KSAP selain menyusun SAP, juga berwenang menerbitkan berbagai publikasi lainnya, antara lain
Interpretasi Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (IPSAP) dan Buletin Teknis, yang merupakan

41
pedoman dan informasi lebih lanjut yang akan diterbitkan oleh KSAP guna memudahkan pemahaman
dan penerapan SAP, serta untuk mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah akuntansi maupun
pelaporan keuangan.

Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan

Kerangka Konseptual merupakan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan
pemerintah daerah dan bertujuan memberi acuan bagi:
1) Penyusun SAP dalam melaksanakan tugasnya.
2) Penyusunan laporan keuangan dalam menanggulangi masalah akuntansi yang belum diatur dalam
standar.
3) Pemerintah dalam memberikan pendapat, apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan SAP.
4) Para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan pada laporan keuangan
disusun sesuai dengan SAP.

Hubungan Kerangka Konseptual dengan SAP

Hubungan keranga konseptual dengan SAP adalah:


1) Merupakan acuan bagi penyusun SAP
2) Berfungsi sebagai acuan dalam hal terdapat masalah akuntansi yang belum dinyatakan dalam SAP.
3) Bila terdapat pertentangan antara kerangka konseptual dengan SAP, maka SAP diunggulkan. Dan
selanjutnya konflik diharapkan dapat disesuaikan sejalan dengan pengembangan SAP masa depan.

Sistem Akuntansi Pemerintahan

Sistem akuntansi tingkat pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, sedangkan sistem
akuntansi tingkat pemerintah daerah diatur dengan Pemerintah Gubernur/Bupati/Walikota yang
mengacu pada Peraturan Pemerintah Daerah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Asumsi Dasar

Asumsi dasar pelaporan keuangan di lingkungan pemerintah adalah sesuatu yang nilainya sebagai suatu
kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar standar akuntansi dapat ditetapkan, yang terdiri dari:
1) Asumsi kemandirian entitas
2) Asumsi kesinambungan entitas
3) Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary easurement)

42
Indikasi kemandirian entitas adalah:
1) Kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab
penuh.
2) Mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan
3) Bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan utang serta sumber daya di luar neraca, serta
terlaksana tidaknya program yang telah ditentukan.
Yang dimaksud dengan asumsi kesinambungan entitas adalah laporan keuangan disusun dengan
asumsi bahwa entitas pelaporan akan berlanjut keberadaanya (tidak dimaksud dilikuidasi atas
pelaporan jangka pendek).
Yang dimaksud dengan asumsi keterukuran dalam satuan uang adalah laporan keuangan entitas
pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang dapat dinilai dengan satuan uang.

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam
informasi akuntansi, sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan
syarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang
dikehendaki:
1) Relevan
2) Andal
3) Dapat dibandingkan
4) Dapat dipahami

1) Relevan

Laporan keuangan relevan bila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan
pengguna, yaitu:
a) Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)
b) Memiliki manfaat prediktif
c) Tepat waktu
d) Lengkap

2) Andal
a) Dapat diverifikasi
b) Disajikan secara jujur
c) Netral

43
3) Dapat Diperbandingkan
Laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan:
a) Laporan keuangan periode sebelumnya (intern)
b) Laporan keuangan entitas pelaporan lain (ekstern)

4) Dapat dipahami
Pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi
entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi tersebut.

Prinsip-prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan

Prinsip-prinsip akuntansi dan laporan keuangan adalah ketentuan-ketentuan yang dipahami dan ditaati
oleh pembuat standar, penyelenggara akuntansi serta para pengguna dalam memahami laporan
keuangan yang disajikan.
Delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah adalah:
1) Basis akuntansi
2) Prinsip nilai historis
3) Prinsip realisasi
4) Prinsip substansi mengungguli bentuk formal
5) Prinsip periodisitas
6) Prinsip konsistensi
7) Prinsip pengungkapan lengkap
8) Prinsip penyajian wajar

Kendala Informasi yang Relevan dan Andal

Kendala informasi yang relevan dan andal adalah setiap keadaan yang tidak memungkinkan terwujudnya
kondisi yang ideal dalam mewujudkan informasi akuntansi dan laporan keuangan yang relevan dan andal
akibat keterbatasan atau karena alasan-alasan kepraktisan.

Terdapat 3 (tiga) hal kendala, yaitu:


1) Materialitas
2) Pertimbangan biaya dan manfaat
3) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif

44
1) Pertimbangan biaya dan manfaat
Manfaat informasi seharusnya melebihi biaya penyusunan dan tidak sebaliknya.

2) Keseimbangan antar karakteristik kualitatif


Terutama antara relevansi dan keandalan di mana penentuan tingkat kepentingan antara dua
karakteristik kualitatif tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional.

Komponen dan Unsur-unsur Laporan Keuangan

Laporan keuangan pemerintah terdiri atas komponen-komponen:


1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
2) Neraca
3) Laporan Arus Kas (LAK)
4) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)

Komponen-komponen laporan keuangan di atas yaitu 1), 2), dan 4) disajikan oleh setiap entitas pelaporan,
sedangkan 3) disajikan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan.
a. Unsur-unsur LRA
Sekurang-kurangnya LRA menyajikan unsur-unsur:
1) Pendapatan
2) Belanja
3) Transfer, yaitu penerimaan atau pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada
entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan bagi hasil.
4) Surplus/Defisit
5) Pembiayaan:
a) Penerimaan pembiayaan
b) Pengeluaran pembiayaan
6) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SILPA/SIKPA), yaitu selisih lebih/kurang antara realisasi
penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD suatu periode laporan.
b. Unsur-unsur Neraca
Sekurang-kurangnya neraca mencakup unsur-unsur:
1) Aset
2) Kewajiban
a) Kewajiban jangka pendek
b) Kewajiban jangka panjang
3) Ekuitas Dana
a) Ekuitas Dana Lancar

45
- SILPA
- Pendapatan yang ditangguhkan
- Cadangan Piutang
- Cadangan Persediaan
- Dana yang disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek (minus)
b) Ekuitas Dana Investasi
- Diinvestasikan dalam investasi jangka panjang
- Diinvestasikan dalam aset tetap
- Diinvestasikan dalam aset lainnya
- Dana yang disediakan untuk pembayaran utang jangka panjang (minus)
c) Ekuitas Dana Cadangan
c. Unsur-unsur LAK
LAK terbagi atas:
1) Aktivitas operasi
a) Arus masuk kas
b) Arus keluar kas
2) Aktivitas investasi aset keuangan
a) Arus masuk kas
b) Arus keluar kas
3) Aktivitas pembiayaan
a) Arus kas masuk
- Penerimaan pinjaman
- Penerimaan hasil penjualan SDM
- Penerimaann dari Investasi
- Penerimaan kembali pokok pinjaman
b) Arus keluar kas
- Penyertaan modal pemerintah
- Pembiayaan pokok pinjaman
- Pemberian pinjaman jangka panjang
- Pembentukan dana cadangan
4) Aktivitas non-anggaran
a) Arus masuk kas
b) Arus keluar kas
d. Unsur-unsur CaLK
CaLK menyajikan informasi tentang penjelasan pos-pos laporan keuangan dalam rangka
pengungkapan yang memadai, antara lain menyajikan informasi mengenai kebijakan fiskal dan
ekonomi makro, pencapaian target, kendala atau hamabatannya, kebijakan informasi.

46
Pertanyaan :
1. Apa tujuan, strategi, dan organisasi Komite Standar Akuntansi Pemerintahan?
2. Jelaskan asumsi dasar Akuntansi Pemerintahan.
3. Jelaskan karakteristik kualitatif Akuntansi Pemerintahan.
4. Jelaskan prinsip-prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah.

47
BAB X
PENYUSUNAN NERACA AWAL DAN JURNAL TRANSAKSI

1. Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah untuk pertama kalinya dimulai dengan investarisasi
aset, utang yang ada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), termasuk Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah (SKPKD).

Berdasarkan hasil inventarisasi masing-masing SKPD (jumlahnya dapat banyak) ditambah dengan hasil
inventarisasi SKPKD (jumlahnya hanya satu entitas). Selanjutnya oleh SKPKD selaku pengelola
keuangan pemerintah daerah disusun Neraca Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota tertentu.
Berdasarkan hasil investarisasi, masing-masing SKPD disusun jurnal standar, selanjutnya di posting ke
buku besar untuk disusun neraca awal masing-masing SKPD.

Demikian pula dengan SKPKD, berdasarkan hasil investarisasi disusun jurnal standard dan diposting
untuk disusun neraca awal SKPKD.

Berdasarkan Neraca awal berbagai SKPD dan neraca awal SKPKD, selanjutnya oleh SKPKD selaku
pengelola keuangan pemerintah Daerah, disusun neraca konsolidasian menjadi neraca awal
Pemerintah Daerah.

Jurnal standar oleh KSAP telah ditentukan sebagai berikut:


1 Tanah Diinvestasikan dalam aset tetap
Peralatan Diinvestasikan dalam aset tetap
Gedung dan Bangunan Diinvestasikan dalam aset tetap
Jalan, Irigasi, dan Jaringan Diinvestasikan dalam aset tetap
Konstruksi dalam pengerjaan Diinvestasikan dalam aset tetap
2 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Diinvestasikan dalam investasi permanen
3 Dana Cadangan Diinvestasikan dalam dana cadangand
4 Persediaan Cadangan Persediaan
5 Piutang Pajak Cadangan Piutang
6 Kas di Bendahara Penerimaan Pendapatan Ditangguhkan
7 Kas di Bendahara Pengeluaran SILPA
8 Kas di Kas Daerah SILPA
9 SILPA Utang perhitungan pihak ketiga (PPK)
10 Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka panjang Utang jangka panjang
11 Dana yang harus disediakan untuk pembayaran utang jangka pendek Utang jangka pendek

48
Selanjutnya sebagai ilustrasi digambarkan hasil investarisasi jurnal (posting ke buku besar) dan
penyusunan neraca awal dari SKPKD saja.
Hasil investarisasi aset dan utang adalah sebagai berikut:
1 Saldo Kas pada kas Daerah 200
2 Terdapat tagihan pajak 40
3 Terdapat persediaan senilai 6
4 Penyertaan modal pada BUMD 1.600
5 Tanah 10.000
6 Gedung dan Bangunan 6.000
7 Jalan, Irigasi, dan Jaringan 12.000
8 Mesin dan Peralatan 4.000
9 Konstruksi dalam Pengerjaan 2.000
10 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang pada Pemerintah Pusat 100
11 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PPK) 30
12 Utang Jangka Panjang pada Pemerintah Pusat 100
13 Utang Bunga 30

Jurnal Awal (dalam jutaan Rupiah)

No Keterangan Dr Cr
1 Kas pada Kas Daerah 200 -
SILPA - 200
2 Piutang Pajak 40 -
Cadangan Piutang - 40
3 Persediaan 6 -
Cadangan Persediaan - 6
4 Penyertaan Modal pada BUMD 1.600 -
Diinvestasikan dalam Investasi Permanen - 1.600
5 Tanah 10.000 -
6 Gedung dan Bangunan 6.000 -
7 Jalan, Irigasi, dan Jaringan 12.000 -
8 Mesin dan Peralatan 4.000
9 Konstruksi dalam Pengerjaan 2.000
Diinvestasikan dalam Investasi Aset Tetap - 34.000
10 Dana YHD untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek 100 -
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang pada Pemerintah Pusat - 100

49
11 SILPA 30 -
Utang Perhitungan Fihak Ketiga - 30
12 Dana YHD untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang 100 -
Utang Jangka Panjang pada Pemerintah Pusat - 100
13 Dana YHD untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek 30 -
Utang Bunga - 30

2. Jurnal transaksi dari SKPKD, pertama-tama perlu dibuat jurnal yang berkaitan dengan anggaran,
selanjutnya bila jurnal tersebut mengakibatkan perubahan aset, atau utang atau ekuitas dana (tidak
termasuk perubahan Kas Daerah) masih perlu dibuat jurnal korolari.

Jurnal korolari tersebut dilakukan seperti para jurnal awal penyusunan mereka pertama kali.

Contoh transaksi adalah:


1) Diterima oleh Kas Daerah
Pendapatan pajak daerah 300
Pendapatan retribusi daerah 700
Pendapatan bagi laba BUMD 450

2) Diterima kas daerah dari:


a) Pemerintah pusat, yaitu (dalam Rp)
Pendapatan daerah dari PPh 300
Pendapatan daerah dari PBB 250
Dana alokasi umum 600
Dana alokasi khusus 100
b) Provinsi, yaitu (dalam Rp)
Pendapatan bagi hasil 50

3) Dibayar oleh kas daerah belanja operasi sebagai berikut (dalam Rp)
Belanja pegawai 500
Dipotong PPh (50)
450
Belanja barang (bunga) 30
Subsidi 40

50
4) Dibayar oleh kas daerah belanja modal sebagai berikut (dalam Rp)
Tanah 150
Pembangunan Gedung dalam Pengerjaan 200

5) Dibayar oleh kas daerah belanja tak terduga 70

6) Dibayar oleh kas daerah belanja tak terduga ke desa 100

7) Penerimaan oleh kas daerah


Penerimaan pinjaman dari pemerintah pusat 100

8) Pengeluaran dari kas daerah


Pembayaran pinjaman jangka pendek pada pemerintah pusat 30

Jurnal Transaksi

1) Kas pada kas daerah 1.450 -


Pendapatan pajak daerah - 300
Pendapatan retribusi daerah - 700
Pendapatan bagi laba BUMD - 450

2) Kas pada kas daerah 1.300 -


Pendapatan daerah dari PPh - 300
Pendapatan daerah dari PBB - 250
Pendapatan dana alokasi umum - 600
Pendapatan dana alokasi khusus - 100
Bagi hasil dari provinsi - 50

51
3) Belanja Pegawai 500 -
Belanja Utang Bunga 30 -
Belanja subsidi 40 -
Penerimaan PFK (Perhitungan Fihak Ketiga) - 50
Kas pada kas daerah - 520

Jurnal Korolari:
SILPA 50 -
Utang PFK - 50
Utang bunga 30 -
Dana YHD untuk pembayaran Utang jangka Pendek - 30

4) Belanja tanah 150 -


Belanja Pembangunan dalam pengerjaan 200 -
Belanja kas pada kas daerah - 350

Jurnal Korolari:
Tanah 150 -
Pembangunan dalam pengerjaan 200 -
Diinvestasikan dalam Aset Tetap - 350

5) Belanja tak terduga 70 -


Kas pada kas daerah - 70

6) Belanja tak terduga 100 -


Bagi hasil retribusi ke desa - 100

7) Kas pada kas daerah 100 -


Penerimaan pinjaman dari Pemerintah Pusat - 100

Jurnal Korolari:
Dana YHD untuk pembayaran Utang jangka panjang 100 -
Utang jangka panjanng dari Pemerintah Pusat - 100

8) Pembayaran pokok pinjaman jangka pendek 30 -


Kas pada kas daerah - 30

52
Jurnal korolari:
Utang jangka pendek 30 -
Dana YHD untuk pembayaran utang jangka pendek - 30

Pertanyaan :

1. Diketahui data-data untuk menyusun Neraca Awal Kota XYZ per 1 Januari 2014 sebagai berikut (dalam
jutaan Rp.) :

Kas di Kas Daerah 1.000


Piutang Pajak 2.000
Persediaan 750
Penyertaan Modal pada BUMD 5.000
Tanah 1.500
Gedung dan Bangunan 2.500
Jalan, Irigasi, dan Jaringan 1.750
Mesin dan Peralatan 1.500
Konstruksi dalam Pengerjaan 500
Dana Cadangan Pelabuhan 2.250
Utang Bunga 250
Utang Gaji 1.250
Utang Obligasi 4.000
Utang Jangka Panjang pada Pusat 3.500
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang pada Pusat 500
Diminta : Susunlah Neraca Awal Kota XYZ per 1 Januari 2014.

2. Buatlah jurnal transaksi dan jurnal korolari (kalau ada) untuk transaksi-transaksi berikut :
 Diterima pendapatan Daerah dari Pajak Daerah Rp.100.000.000, Retribusi Daerah Rp.50.000.000,
Bagian Laba BUMD Rp.75.000.000, dari PPh Rp.125.000.000, dari PBB Rp.150.000.000.
 Dilakukan belanja Daerah yaitu belanja pegawai Rp.125.000.000 (PPh Rp.5.000.000), belanja
bunga Rp.50.000.000, dan belanja subsidi Rp.20.000.000.
 Dilakukan belanja Tanah Rp.100.000.000 dan belanja Mesin dan Peralatan Rp.150.000.000.
 Diterima pinjaman dari Pusat sebesar Rp.300.000.000.
 Dibayar pokok pinjaman ke Pusat sebesar Rp.50.000.000.

Bab XI
Komponen Laporan Keuangan Berbasis Akrual
53
Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual (PSAP BA) 01 dalam paragraph 14
dijelaskan bahwa komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan keuangan terdiri dari
laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen
menjadi sebagai berikut:

a. Laporan Realisasi Anggaran


b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
c. Neraca
d. Laporan Operasional
e. Laporan Arus Kas
f. Laporan Perubahan Ekuitas
g. Catatan atas Laporan Keuangan
Masing-masing komponen laporan keuangan tersebut dalam buku ini dijelaskan sebagai berikut.

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

Walaupun Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan
berbasis akrual telah menetapkan basis pencatatan yang digunakan adalah akrual, namun dalam
penyusunan Laporan Realisasi Anggaran tetap disajikan dengan menggunakan basis kas (PSAP BA 02
paragraf 03 dan 04).

Struktur Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi a) pendapatan-LRA, b) belanja, c)


transfer, d) surplus/defisit-LRA, e) Pembiayaan dan f) Sisa lebih/kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA /
SiKPA).

Masing-masing dari struktur Laporan Realisasi Anggaran tersebut didefinisikan dalam PSAP BA 02 paragraf
07 sebagai berikut:
a. Pendapatan-LRA
Merupakan semua penerimaan rekening kas umum negara/daerah yang menambah saldo anggaran
lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak
perlu dibayar kembali oleh pemerintah.

b. Belanja

54
Merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum negara/daerah yang mengurangi saldo
anggaran lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah.
c. Transfer
Merupakan penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/ kepada entitas
pelaporan lainnya, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
d. Surplus/defisit-LRA
Merupakan selisih lebih/kurang antara pendapatan LRA dan belanja selama satu periode.
e. Pembiayaan
Merupakan setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang
dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup difisit atau memanfaatkan
surplus anggaran.
f. SiLPA/SiKPA
Merupakan selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta penerimaan dan
pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu periode pelaporan.

Selanjutnya, dapat dilihat dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual, bahwa format dari Laporan Realisasi
Anggaran untuk pemerintah kabupaten dan kota adalah sebagai berikut:

PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER
20XI DAN 20X2
No. Uraian Anggaran Realisasi (%) Realisasi
20X2 20X2 20X1
1 PENDAPATAN

2 PENDAPATAN ASLI DAERAH

3 Pendapatan Pajak Daerah xx xx xx xx

4 Pendapatan Retribusi Daerah xx xx xx xx

5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang xx xx xx xx


dipisahkan

6 Lain-lain PAD yang salah xx xx xx xx

55
7 Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) xx xx xx xx

9 PENDAPATAN TRANSFER

10 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT – DANA


PERIMBANGAN
11 Dana Bagi Hasil Pajak xx xx xx xx

12 Dana Bagi Hasil sumber daya alam xx xx xx xx

13 Dana Alokasi Umum xx xx xx xx

14 Dana Alokasi Khusus xx xx xx xx

15 Jumlah Pendapatan Transfer Dana perimbangan (11 s/d xx xx xx xx


14)
16

17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

18 Dana Otonomi Khusus xx xx xx xx

19 Dana Penyesuaian xx xx xx xx

20 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Lainnya xx xx xx xx


(18 s/d 19)
21

22 TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI

23 Pendaptan Bagi Hasil Pajak xx xx xx xx

24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xx xx xx xx

25 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Provinsi (23 xx xx xx xx


s/d 24)
26 Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xx xx xx xx

27

28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

29 Pendaptan Hibah xx xx xx xx

56
30 Pendapatan Dana Darurat xx xx xx xx

31 Pendapatan Lainnya xx xx xx xx

32 Jumlah Lain-lain Pendapatan (29 s/d 31) xx xx xx xx

33 Jumlah Pendapatan (7 + 26 + 32) xx xx xx xx

34

35 BELANJA

36 BELANJA OPERASI

37 Belanja Pegawai xx xx xx xx

38 Belanja Barang xx xx xx xx

39 Bunga xx xx xx xx

40 Subsidi xx xx xx xx

41 Hibah xx xx xx xx

42 Bantuan Sosial xx xx xx xx

43 Jumlah Belanja Operasi (37 s/d 42) xx xx xx xx

44

45 BELANJA MODAL

46 Belanja Tanah xx xx xx xx

47 Belanja Peralatan dan Mesin xx xx xx xx

48 Belanja Gedung dan Bangunan xx xx xx xx

49 Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan xx xx xx xx

50 Belanja Aset Tetap Lainnya xx xx xx xx

51 Belanja Aset Lainnya xx xx xx xx

52 Jumlah Belanja Modal (46 s/d 51) xx xx xx xx

53

54 BELANJA TAK TERDUGA

57
55 Belanja Tak Terduga xx xx xx xx

56 Jumlah Belanja Tak Terduga (55 s/d 55) xx xx xx xx

57 Jumlah Belanja (43 + 52 +56) xx xx xx xx

58

59 TRANSFER

60 Transfer/Bagi Hasil ke Desa

61 Bagi Hasil Pajak xx xx xx xx

62 Bagi Hasil Retribusi xx xx xx xx


63 Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xx xx xx xx
64 Jumlah Transfer/Bagi Hasil ke Desa (61 s/d 63) xx xx xx xx

65 Jumlah Belanja dan Transfer 57 + 64) xx xx xx xx

66

67 Surplus/Defisit (33-65) xx xx xx xx

68

69 PEMBIAYAAN

70

71 PENERIMAAN PEMBIAYAAN

72 Penggunaan SILPA xx xx xx xx

73 Pencairan Dana Cadangan xx xx xx xx

74 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan xx xx xx xx

75 Pinjaman Dalam Negeri – Pemerintah Pusat xx xx xx xx

76 Pinjaman Dalam Negeri – Pemerintah Daerah Lainnya xx xx xx xx

77 Pinjaman Dalam Negeri – Lembaga Keuangan Bank xx xx xx xx

58
78 Pinjaman Dalam Negeri – Lembaga Keuangan Bukan xx xx xx xx
Bank

79 Pinjaman Dalam Negeri – Obligasi xx xx xx xx

80 Pinjaman Dalam Negeri – Lainnya xx xx xx xx

81 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada perusahaan xx xx xx xx


negara.
82 Penerimaan Kembali Pinjaman kepada perusahaan xx xx xx xx
daerah.
83 Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah xx xx xx xx
daerah lainnya.
84 Jumlah Penerimaan (71 s/d 83) xx xx xx xx
85

86 PENGELUARAN PEMBIAYAAN

87 Pembentukan Dana Cadangan xx xx xx xx

88 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xx xx xx xx

89 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri – xx xx xx xx


Pemerintah Pusat
90 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri – xx xx xx xx
Pemerintah Daerah Lainnya
91 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri – Lembaga xx xx xx xx
Keuangan Bank

92 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri – Lembaga xx xx xx xx


Keuangan Bukan Bank

93 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri – Obligasi xx xx xx xx

94 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri – Lainnya xx xx xx xx

95 Pemberian Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xx xx xx xx

96 Pemberian Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah xx xx xx xx

59
97 Pemberian Pinjaman kepada Pemerintah Daerah xx xx xx xx
Lainnya
98 Jumlah Pengeluaran (87 s/d 97) xx xx xx xx

99 Pembiayaan Neto (84 – 98) xx xx xx xx

LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH

Dalam PSAP BA 01 paragraf 41 dijelaskan bahwa laporan perubahan saldo anggaran lebih menyajikan
secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut:
a. Saldo anggaran lebih awal;
b. Penggunaan Saldo anggaran lebih;
c. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran tahun berjalan;
d. Koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya;
e. Lain-lain;
f. Saldo anggaran lebih akhir.

Adapun contoh format laporan perubahan saldo anggaran lebih untuk pemerintah daerah dalam lampiran
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual adalah sebagai berikut:

LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH


PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
No Uraian 20X1 20X0
Saldo Anggaran Lebih Awal XXX XXX
1
Penggunaan SAL sebagai penerimaan pembiayaan Tahun Berjalan XXX XXX
2

Subtotal (1-2) XXX XXX


3
Sisa Lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA) XXX XXX
4
Subtotal (3+4) XXX XXX
5
Koreksi Kesalahan Pembukuan Tahun Sebelumnya XXX XXX
6
Lain-lain XXX XXX
7

60
Saldo Anggaran Lebih Akhir (5+6+7) XXX XXX
8

NERACA

Neraca merupakan komponen laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.

Aset
PSAP BA 01 paragraf 8, mendefinisikan aset sebagai sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki
oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial
di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur
dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi
masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Aset Lancar
Aset diklasifikasikan menjadi aset lancar dan aset non lancar. Dalam PSAP BA 01 paragraf 54 dinyatakan
bahwa suatu aset diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai,
atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan, atau berupa kas dan
setara kas. Semua aset yang tidak termasuk dalam pengertian di atas diklasifikasikan sebagai aset
nonlancar.

Aset Nonlancar
Sementara itu, dalam PSAP BA 01 paragraf 56 dijelaskan bahwa aset nonlancar mencakup aset yang
bersifat jangka panjang dan aset tak bewujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk
kegiatan pemerintah atau yang digunaan masyarakat.

Selanjutnya, dalam paragraph 57 menyatakan bahwa aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi
jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
a. Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang merupakan investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih dari 12
(dua belas) bulan. Investasi jangka panjang terdiri dari investasi permanen dan investasi
nonpermanen. Yang dimaksud dengan investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang
dimaksudkan untuk dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, yang terdiri dari penyertaan Modal
Pemerintah pada perusahaan Negara/daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara,
badan internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara, serta investasi permanen lainnya
(PSAP BA 01).

61
Sedangkan investasi nonpermanent merupakan investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk
dimiliki pemerintah secara tidak berkelanjutan, yang terdiri dari investasi dalam surat utang negara,
penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga, dan
investasi nonpermanen lainnya (PSAP BA 01).
b. Aset Tetap
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk
digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap terdiri
dari: tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jaringan, jalan dan irigasi, aset tetap lainnya,
dan konstruksi dalam pengerjaan (PSAP BA 01 paragraf 63 dan 64).
c. Dana Cadangan
Dana cadangan merupakan dan ayang disisihkan untuk menampun kebutuhan yang memerlukan
dana relative besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Dana cadangan tersebut
harus dirinci menurut tujuan pembentukannya (PSAP BA 01 paragraf 65).
d. Aset lainnya.
Aset nonlancar lainnya selain investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan diklasifikasikan
sebagai aset lainnya, yang termasuk sebagai aset lainnya adalah aset tak berwujud, tagihan penjualan
angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas) bulan, aset kerja sama dengan pihak ketiga
(kemitraan), dan kas yang dibatasi penggunaannya (PSAP BA 01 paragraf 66).

Kewajiban
Kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang, penjelasan
masing-masing kewajiban tersebut adalah sebagai berikut:

Kewajiban Jangka Pendek


Suatu kewajiban diklasifikasikan menjadi kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu
12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan (PSAP BA 01 paragraf 75). Beberapa yang termasuk dalam
kewajiban jangka pendek adalah utang transfer pemerintah, utang kepada pengawai, bunga pinjaman,
utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang perhitungan pihak ketiga (PFK), dan bagian lancar utang
jangka panjang.

Kewajiban Jangka Panjang


Jika kewajiban diharapkan dibayar lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan
diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Beberapa yang termasuk dalam klasifikasik kewajiban
jangka panjang adalah: utang dalam negeri, utang obligasi, utang jangka panjang lainnya.

62
Ekuitas
Ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban
pemerintah pada tanggal laporan. Saldo ekuitas di neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada laporan
perubahan ekuitas (PSAP BA 01 paragraf 84 dan 85).

Adapun contoh format neraca untuk pemerintah daerah dalam lampiran Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual adalah sebagai
berikut:

Table 3.4
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
NERACA
PER 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
(dalam rupiah)
No Uraian 20X1 20X0
1 ASET

3 ASET LANCAR

4 Kas di Kas Daerah xx xx

5 Kas di Bendahara Pengeluaran xx xx

6 Kas di Bendahara Penerimaan xx xx

7 Investasi Jangka Pendek xx xx

8 Piutang Pajak xx xx

9 Piutang Retribusi xx xx

10 Penyisihan Piutang xx xx

11 Belanja Bayar di muka xx xx

12 Bagian Lancar Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xx xx

13 Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah xx xx

14 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat xx xx

63
15 Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xx xx

16 Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran xx xx

17 Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi xx xx

18 Piutang Lainnya xx xx

19 Persediaan xx xx

20 Jumlah Aset Lancar (4 s.d 19) xx xx

21

22 INVESTASI JANGKA PANJANG

23 Investasi Nonpermanen

24 Pinjaman Jangka Panjang xx xx

25 Investasi Dalam Surat Utang Negara xx xx

26 Investasi Dalam Proyek Pembangunan xx xx

27 Investasi Nonpermanen lainnya xx xx

28 Jumlah Investasi Nonpermanen (24 s.d 27) xx xx

29 Investasi Permanen xx xx

30 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xx xx

31 Investasi Permanen Lainnya xx xx

32 Jumlah Investasi Permanen (30 s.d 31) xx xx

33 Jumlah investasi jangka panjang (28 + 32) xx xx

34

35 ASET TETAP

36 Tanah xx xx

37 Peralatan dan Mesin xx xx

38 Gedung dan Bangunan xx xx

64
39 Jalan, Irigasi, dan Jaringan xx xx

40 Aset Tetap lainnya xx xx

41 Konstruksi dalam pengerjaan xx xx

42 Akumulasi penyusutan xx xx

43 Jumlah Aset tetap (36 s.d 42) xx xx

44

45 DANA CADANGAN

46 Dana Cadangan xx xx

47 Jumlah Dana Cadangan (46) xx xx

48

49 ASET LAINNYA

50 Tagihan Penjualan Angsuran xx xx

51 Tuntutan Ganti Rugi xx xx

52 Kemitraan Dengan Pihak Ketiga xx xx

53 Aset Tak Berwujud xx xx

54 Aset Lain-lain xx xx

55 Jumlah Aset lainnya (50 s.d 54) xx xx

56

57 Jumlah Aset (20 + 33 + 43 + 47 + 55) xx xx

58

59 KEWAJIBAN

60

61 KEWAJIBAN JANGKA PENDEK

62 Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) xx xx

65
63 Utang Bunga xx xx

64 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang xx xx

65 Pendapatan Diterima Di muka xx xx

66 Utang Belanja xx xx

67 Utang Jangka Pendek Lainnya xx xx

68 Jumlah Kewajiban Jangka Pendek (62 s.d 67) xx xx

69

70 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

71 Utang Dalam Negeri – sektor perbankan xx xx

72 Utang Dalam Negeri – Obligasi xx xx

73 Premium (diskonto) Obligasi xx xx

74 Utang janga panjang lainnya xx xx

75 Jumlah Kewajiban Jangka Panjang (71 s.d 74) xx xx

76 Jumlah Kewajiban (68 + 75) xx xx

77

78 EKUITAS xx xx

79 Ekuitas xx xx

80 Jumlah Kewajiban dan Ekuitas Dana (76 + 79) xx xx

LAPORAN OPERASIONAL

Laporan Operasional merupakan salah satu laporan yang harus disusun oleh pemerintah daerah setelah
dikeluarkan Pertaruran Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan
berbasis akrual.
Manfaat disusunnya laporan operasional ini, yaitu tersedianya informasi mengenai seluruh kegiatan
operasional keuangan entitas pelaporan, dan penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya.

66
PSAP BA 12 paragraf 13 menjelaskan bahwa struktur laporan operasional mencakup pos-pos sebagai
berikut:
a. Pendapatan-LO
b. Beban
c. Surplus/Defisit dari operasi
d. Kegiatan non operasional
e. Surplus/Defisit sebelum pos luar biasa
f. Pos luar biasa
g. Surplus/Defisit-LO

Sebelum digambarkan format laporan operasional, sebelumnnya akan dijelaskan terlebih dahulu definisi
atau pengertian dari masing-masing pos dalam laporan operasional tersebut yaitu:
a. Pendapatan-LO
Merupakan hak pemerintah pusat/daerha yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali (PSAP BA 12 paragraf 8).
b. Beban
Merupakan penruurnan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang
menurunkan ekuitas, yang dapat berpa pengeluaran atau knosumsi aset atau timbulnya kewajiban
(PSAP BA 12 paragraf 8)
c. Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional
Merupakan selisih lebih/kurang antara pendapatan operasional dan beban selama satu periode
pelaporan (PSAP BA 12 paragraf 8)
d. Kegiatan Non Operasional.
Merupakan pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu dikelompokkan tersendiri dalam
kegiatan non operasional (PSAP BA 12 paragraf 45)
e. Surplus/Defisit sebelum pos luar biasa
Merupakan penjumlahan atau pengurangan surplus/defisit dari kegiatan operasional dengan
kegiatan non operasional.
f. Pos Luar Biasa
Merupakan pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi
yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau rutin terjadi. Dan berada di luar
kendali atau pengaruh entitas bersangkutan (PSAP BA 12 paragraf 8)
g. Surplus/defisit LO
Merupakan selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan, setelah
diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non operasional dan pos luar biasa (PSAP BA 12 paragraf
8).

67
Berikut ini, contoh format laporan operasional untuk pemerintah daerah dalam lampiran Peraturan
Pemerintah Republik Inodnesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis
Akrual.

Tabel 3.4
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
LAPORAN OPERASIONAL
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31
DESEMBER 20X1 DAN 2010
(dalam rupiah)
No Uraian 20X1 20X0 Kenaikan/ (%)
Penurunan
KEGIATAN OPERASIONAL
1 PENDAPATAN
2 PENDAPATAN ASLI DAERAH
3 Pendapatan Pajak Daerah xx xx xx xx
4 Pendapatan Retribusi Daerah xx xx xx xx
5 Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah xx xx xx xx
yang dipisahkan
6 Pendapatan Asli daerah lainnya xx xx xx xx
7 Jumlah pendapatan asli daerah (3 s.d 6) xx xx xx xx
8
9 PENDAPATAN TRANSFER
10 TRANSFER PEMERINTA PUSAT- DANA
PERIMBANGAN
11 Dana Bagi Hasil Pajak xx xx xx xx
12 Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xx xx xx xx
13 Dana Alokasi Umum xx xx xx xx
14 Dana Alokasi Khusus xx xx xx xx
15 Jumlah Pendapatan Transfer-Dana Perimbangan xx xx xx xx
(11 s.d 14)
16
17 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
18 Dana Otonomi Khusus xx xx xx xx
19 Dana Penyesuaian xx xx xx xx
20 Jumlah Pendapatan Transfer Lainnya (18 s.d 19) xx xx xx xx

68
21
22 TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA
23 Pendapatan Dana Bagi Hasil Pajak xx xx xx xx
24 Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xx xx xx xx
25 Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah xx xx xx xx
Provinsi (23 s.d 24)
26 Jumlah Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) xx xx xx xx
27
28 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH
29 Pendapatan Hibah xx xx xx xx
30 Pendapatan Dana Darurat xx xx xx xx
31 Pendapatan Lainnya xx xx xx xx
32 Jumlah Lain-lain Pendapatan Yang Sah (29 s.d xx xx xx xx
31)
33 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 32) xx xx xx xx
34
35 BEBAN
36 Beban Pegawai xx xx xx xx
37 Beban Persediaan xx xx xx xx
38 Beban Jasa xx xx xx xx
39 Beban Pemeliharaan xx xx xx xx
40 Beban Perjalanan Dinas xx xx xx xx
41 Beban Bunga xx xx xx xx
42 Beban Subsidi xx xx xx xx
43 Beban Hibah xx xx xx xx
44 Beban Bantuan Sosial xx xx xx xx
45 Beban Penyusutan xx xx xx xx

46 Beban Transfer xx xx xx xx
47 Beban Lain-lain xx xx xx xx
48 Jumlah Beban (36 s.d 47) xx xx xx xx
49
50 SURPLUS/DEFISIT DARI OPERASI (33-48)
51
52 SURPLUS/DEFISIT DARI KEGIATAN NON
OPERASIONAL

69
53 Surplus Penjualan Aset Non Lancar xx xx xx xx
54 Surplus Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xx xx xx xx
55 Defisit Penjualan Aset Nonlancar xx xx xx xx
56 Defisit Penyelesaian Kewajiban Jangka Panjang xx xx xx xx
57 Surplus/Defisit dari Kegiatan Non Operasional xx xx xx xx
Lainnya
58 Jumlah Surplus/Defisit dari Kegiatan Non xx xx xx xx
Operasional (53 s.d 57)
59 SURPLUS/DEFISIT SEBELUM POS LUAR BIASA xx xx xx xx
(50+58)
60
61 POS LUAR BIASA
62 Pendapatan Luar Biasa xx xx xx xx
63 Beban Luar Biasa xx xx xx xx
64 Pos Luar Biasa (62-63) xx xx xx xx
SURPLUS/DEFISIT-LO (59 + 64) xx xx xx xx

LAPORAN ARUS KAS

Laporan keuangan berikutnya yang harus disusun oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintahan berbasis akrual adalah
laporan arus kas, lebih lanjut, laporan arus kas ini diatur dalam PSAP BA 03.

PSAP BA 03 paragraf 15 mendefinisikan laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang
menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang dikalsifikasikan
berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.

Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut dari pengertian-pengertian dari aktivitas dimaksud dalam definisi
di atas, yaitu:
a. Aktivitas Operasi
Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk kegiatan
operasional pemerintah selama satu periode akuntansi (PSAP BA 03 paragraf 08)
b. Aktivitas Investasi
Aktivitas investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk
perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas
(PSAP Ba 03 paragraf 8).
70
c. Aktivitas Pendanaan.
Aktivitas pendanaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran kas yang akan diterima kembali mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi
utang dan piutang jangka panjang (PSAP BA 03 paragraf 8)
d. Aktivitas Transitoris
Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan atau pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam
aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan (PSAP BA 03 paragraf 8).

Selanjutnya, dalam PSAP BA 03 paragraf 13 menyatakan bahwa entitas pelaporan yang wajib menyusun
dan menyajikan laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan umu.
Berdasarkan pernyataan pada paragraf 13 tersebut. Maka pada pemerintah daerah yang wajib menyusun
laporan arus kas adalah Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), yang pada beberapa pemerintah
daerah disebut sebagai Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).

Adapun metode yang dapat digunakan pemerintah daerah dalam menyusun laporan arus kas ini adalah
metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan mengungkapkan
pengelompokkan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto. Sedangkan metode tidak langsung
dilakukan dengan cara surplus atau defisit disesuaikan dengan transaksi-transaksi operasional nonkas,
penangguhan (deferral) atau pengakuan (accrual) penerimaan kas atau pembayaran yang lalu/yang akan
datang, serta unsur penerimaan dan pengeluaran dalam bentuk kas yang berkaitan dengan aktivitas
investasi dan pendanaan (PSAP BA 03 paragraf 40).

Contoh format Laporan Arus Kas untuk pemerintah daerah dalam lampiran Perautran Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
adalah sebagai berikut:

Table 3.5
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
LAPORAN ARUS KAS UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR
SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 20X1 DAN 20X0
METODE LANGSUNG
(dalam rupiah)
No Uraian 20X1 20X0
1 Arus Kas dari Aktivitas Operasi
2 Arus Masuk Kas
3 Penerimaan Pajak Daerah xx xx
4 Penerimaan Retribusi Daerah xx xx

71
5 Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan xx xx
6 Penerimaan Lain-lain PAD yang salah xx xx
7 Penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak xx xx
8 Penerimaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam xx xx
9 Penerimaan Dana Alokasi Umum xx xx
10 Penerimaan Dana Alokasi Khusus xx xx
11 Penerimaan Dana Otonomi Khusus xx xx
12 Penerimaan Dana Penyesuaian xx xx
13 Penerimaan Pendapatan Bagi Hasil Pajak xx xx
14 Penerimaan Bagi Hasil Lainnya xx xx
15 Penerimaan Hibah xx xx
16 Penerimaan Dana Darurat xx xx
17 Penerimaan Lainnya xx xx
18 Penerimaan Dari Pendapatan Luar Biasa xx xx
19 Jumlah Arus Masuk Kas (3 s.d 18) xx xx
20 Arus Keluar Kas
21 Pembayaran Pegawai xx xx
22 Pembayaran Barang xx xx
23 Pembayaran Bunga xx xx
24 Pembayaran Subsidi xx xx
25 Pembayaran Hibah xx xx
26 Pembayaran Bantuan Sosial xx xx
27 Pembayaran Tak Terduga xx xx
28 Pembayaran Bagi Hasil Pajak xx xx
29 Pembayaran Bagi Hasil Retribusi xx xx
30 Pembayaran Bagi Hasil Pendapatan Lainnya xx xx
31 Pembayaran Kejadian Luar Biasa xx xx
32 Jumlah Arus Keluar Kas (21 s.d 31) xx xx
33 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (19-32) xx xx
34 Arus Kas dari Aktivitas Investasi
35 Arus Masuk Kas
36 Pencarian Dana Cadangan xx xx
37 Penjualan atas Tanah xx xx
38 Penjualan atas Peralatan dan Mesin xx xx
39 Penjualan atas Gedung dan Bangunan xx xx
40 Penjualan atas Jalan, Irigasi, dan Jaringan xx xx

72
41 Penjualan Aset Tetap xx xx
42 Penjualan Aset Lainnya xx xx
43 Hasil Penjualan kekayaan Daerah Yang Dipisahkan xx xx
44 Penerimaan Penjualan Investasi Non Permanen xx xx
45 Jumlah Arus Masuk Kas (36 s.d 44) xx xx
46 Arus Keluar Kas
47 Pembentukan Dana Cadangan xx xx
48 Perolehan Tanah xx xx
49 Perolehan Peralatan dan Mesin xx xx
50 Perolehan Gedung dan Bangunan xx xx
51 Perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan xx xx
52 Perolehan Aset Tetap Lainnya xx xx
53 Perolehan Aset Lainya xx xx
54 Penyertaan Modal Pemerintah Daerah xx xx
55 Pengeluran Pembelian Investasi Non Permanen xx xx
56 Jumlah Arus Keluar Kas (47 s.d 55) xx xx
57 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Investasi (45 – 46) xx xx
58 Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan
59 Arus Masuk Kas
60 Pinjaman Dalam Negeri-Pemerintah Pusat xx xx
61 Pinjaman Dalam Negeri-Pemerintah Daerah Lainnya xx xx
62 Pinjaman Dalam Negeri-Lembaga Keuangan Bank xx xx
63 Pinjaman Dalam Negeri-Lembaga Keungan Bukan Bank xx xx
64 Pinjaman Dalam Negeri-Obligasi xx xx
65 Pinjaman Dalam Negeri-Lainnya xx xx
66 Penerimaan Kembali Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xx xx
67 Penerimaan Kembali Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah xx xx
68 Penerimaan Kembali Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xx xx
69 Jumlah Arus Masuk Kas (60 s.d 68) xx xx
70 Arus Keluar Kas
71 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri-Pemerintah Pusat xx xx
72 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri-Pemerintah Daerah xx xx
Lainnya
73 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri-Lembaga Keuangan Bank xx xx
74 Pembarayan Pokok Pinjaman Dalam Negeri-Lembaga Keungan Bukan xx xx
Bank

73
75 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri-Obligasi xx xx
76 Pembayaran Pokok Pinjaman Dalam Negeri-Lainnya xx xx
77 Pemberian Pinjaman Kepada Perusahaan Negara xx xx
78 Pemberian Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah xx xx
79 Pemberian Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xx xx
80 Jumlah Arus Keluar Kas (71 s.d 79) xx xx
81 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pendanaan (69-80) xx xx
82 Arus Kas dari Aktivitas Transitoris
83 Arus Masuk Kas
84 Penerimaan Perhitungan Pihak Ketiga xx xx
85 Jumlah Arus Keluar Kas (84) xx xx
86 Arus Keluar Kas xx xx
87 Pengeluaran Perhitungan Pihak Ketiga xx xx
88 Jumlah Arus Keluar Kas (87) xx xx
89 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Transitoris (84-87) xx xx
90 Kenaikan/Penurunan Kas (33+57+81+89) xx xx
91 Saldo Awal Kas di BUD dan Kas di Bendahara Pengeluaran xx xx
92 Saldo Akhir Kas di BUD dan Kas di Bendahara Pengeluaran (90 + 91) xx xx
93 Saldo Akhir Kas di Bendahara Penerimaan xx xx
94 Saldo Akhir Kas (92+93) xx xx
95

LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS

Laporan Perubahan ekuitas merupakan laporan keuangan yang harus disusun oleh pemerintah daerah
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Berbasis Akrual.

PSAP BA 01 paragraf 101 menjelaskan lebih lanjut bahwa laporan perubahan ekuitas menyajikan
sekurang-kurangnya pos-pos:
a. Ekuitas
b. Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan
c. Koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak
kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akunansi dan koreksi kesalahan mendasar,
misalnya:
1. Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode-periode sebelumnya;
2. Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap
74
d. Ekuitas Akhir

Contoh format laporan perubahan ekuitas pemerintah daerah dan lampiran Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual
adalah sebagai berikut:

Table 3.6
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
LAPORAN PERUBAHAN EKUITAS
UNTUK PERIODE YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31
DESEMBER 20X1 DAN 20X0

No Uraian 20X1 20X0


Ekuitas Awal xx xx
1
Surplus/Defisit LO xx xx
2
Dampak Kumulatif Perubahan Kebijakan/Kesalahan Mendasar
3
Koreksi Nilai Persediaan xx xx
4
Selisih Revaluasi Aset Tetap xx xx
5
Lain-lain xx xx
6
Ekuitas Akhir xx xx
7

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

PSAP BA 01 paragraf 83 menjelaskan bahwa catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan naratif
atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, laporan perubahan SAL, laporan
operasional, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan laporan arus kas. Selain itu, catatan atas laporan
keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang dipergunakan.

Catatan atas laporan keuangan mengungkapkan/menyajikan/menyediakan hal-hal sebagai berikut:


a. Mengungkapkan informasi umum tentang entitas pelaporan dan entitas akuntansi.
b. Menyediakan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro.
75
c. Menyediakan ikhtisa percapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan
hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target.
d. Menyajian informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan
akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting
lainnya.
e. Menyajikan rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan
keuangan.
f. Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh PSAP yang belum disajikan dalam lembar muka
laporan keuangan.
g. Menyediakan informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan
dalam lembar muka laporan keuangan.

Pertanyaan :
1. Satu set laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran dan laporan
keuangan, jelaskan yang mana termasuk dalam laporan pelaksanaan anggaran dan yang mana
laporan keuangan.
2. Jelaskan hubungan masing-masing laporan keuangan dalam laporan keuangan pemerintah.
3. Jelaskan apa yang dimaksud basis kas dan jelaskan pula apa yang dimaksud basis akrual dalam
akuntansi.

76
BAB XII
Akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
Dengan Basis Kas Menuju Akrual

Transaksi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan Kabupaten X

1) Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK) – SKPD Dinas Kesehatan menerima SPJ (Surat Pertanggung
Jawaban) Penerimaan beserta lampirannya dari Bendahara Penerimaan DinKes; dari SPJ tersebut
diketahui bahwa selama Januari 2006 terdapat transaksi sebagai berikut:
1. Dinas Kesehatan menerima retribusi pelayanan kesehatan sebesar Rp 5juta
2. Bendahara Penerimaan Dinkes menyetor retribusi Rp 5juta ke bank rekening Kas Daerah
3. Bendahara Penerimaan Pembantu telah menerima retribusi sebesar Rp 2,2 juta
4. Bendahara Penerimaan Pembantu menyetor uang retribusi ke bank retribusi Kas Daerah Rp 2,2
juta
5. Diterima informasi dari Bendahara Umum Daerah (BUD), bahwa telah dilakukan pengembalian
kelebihan pembayaran uang pendaftaran mahasiswa akademi keperawatan untuk tahun 2005,
yang disebabkan kesalahan perhitungan; pengembalian tersebut berjumlah Rp 5 juta

2) PPK – SKPD Dinkes telah menerima SPJ Pengeluaran beserta lampirannya dari Bendahara Pengeluaran
DinKes; dari SPJ tersebut diketahui bahwa selama bulan Januari 2006, terdapat transaksi sebagai
berikut:
6. DinKes menerima SP2D – LS atas pembayaran gajibulan Januari 206 dengan rincian:
Gaji Pokok Rp 999.510.000
Tunjangan Keluarga 87.457.125
Tunjangan Fungsional 99.951.000
Tunjangan Fungsional Umum 62. 469.375
Rp 1.249.387.500
Iuran Wajib Rp 52.240.000
Tabungan Keluarga 22.575.000
(74.815.000)
Rp 1.174.572.500
7. Bendahara Pengeluaran DinKes menerima uang Rp 30 juta atas pencairan SP2D – UP
8. Bendahara DinKes membeli alat tulis kantor senilai Rp 5 juta
9. DinKes membeli bahan obat-obatan senilai Rp 15 juta
10. DinKes melakukan pengisian tabung gas senilai Rp 2 juta
11. Diajukan SPP – GU dan telah diterima SP2D – GU sebesar Rp 22 juta

77
12. Untuk keperluan kegiatan penyemprotan dilakukan pembelian bahan kimia, dengan mekanisme
LS, senilai Rp 75 juta
13. DinKes membeli ambulans yang dilengkapi dengan alat-alat kesehatan seharga Rp 250 juta
dengan mekanisme LS, di potong PPN Rp 22.727.273.

3) PPK – SKPD DinKes berdasarkan bukti transaksi dan/atau kejadian selain kas, membuat bukti
memorial yang sekurang-kurangnya memuat mengenai transaksi/kejadian dan jumlah rupiah
14. Pembelian secara langsung papan tulis elektronik sebesar Rp.3.000.000 dan biaya instalasi
Rp.200.000.
15. Pemda memperoleh donasi dari Bank Dunia 5 mobil kijang dengan nilai wajar Rp 600 juta;
selanjutnya mobil diserahkan pada SKPD – Dinas Kesehatan
16. Disusutkan seluruh aset tetap papan tulis elektronik dengan metode garis lurus 20% per tahun
17. Telah dibayar pembangunan gedung Puskesmas dengan Mekanisme LS sebesar Rp 100 juta;
pembangunan belum selesai
18. Dari 5 kendaraan hibah yang diterima, 1 kendaraannya dihibahkan lagi ke RSUD sebagai
kendaraan operasional senilai Rp 120 juta
19. Diterima SP2D – LS atas pembayaran pembangunan puskesmas Rp 300 juta; pembangunan
dinyatakan telah selesai.
20. Komputer yang lama sebanyak 5 (lima) buah telah rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Dengan
persetujuan kepala dinas dilakukan penghapusan, yang selanjutnya dilelang laku Rp.5.000.000.
Nilai perolehan computer secara total adalah Rp.15.000.000.

Maka untuk membuat Jurnal Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah sebagai berikut :

1. Belum di jurnal, karena pendapatan retribusi diakui setelah disetor ke Kas Daerah.

2. Rekening Koran – Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) 5.000.000


Pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan 5.000.000

3. Belum dijurnal; retribusi memang telah diterima, tetapi belum merupakan pendapatan, karena belum
diterima Kas Daerah selaku Bendahara Umum Daerah (BUD)

4. Rekening Koran – SKPKD 2.200.000


Pendapatan Retribusi Pelayanan Kesehatan 2.200.000
5. Pendapatan Asli Daerah (PAD) lain-lain 5.000.000
Rekening Koran – SKPKD 5.000.000

78
Perhatian
Untuk transaksi 2, 4 dan 5, jurnal juga dilakukan oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD).
Hubungan antara SKPKD dengan SKPD mirip hubungan kantor pusat dengan cabangnya.
2. Kas Daerah 5.000.000
Rekening Koran – SKPD 5.000.000
4. Kas Daerah 2.200.000
Rekening Koran – SKPD 2.200.000

5. Rekening Koran – SKPD 5.000.000


Kas Daerah 5.000.000
6. Gaji Pokok 999.510.000
Tunjangan Keluarga 87.457.125
Tunjangan Fungsional 99.951.000
Tunjangan Fungsional Umum 62.469.375
Rekening Koran – SKPKD 1.249.387.500
Penjelasan :
SP2D – LS berarti bahwa pembayaran tidak dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran, tetapi secara
langsung dibayar oleh Kas Daerah/Bendahara Umum Daerah dengan catatan, tetap beban anggaran
SKPD. Mengenai potongan-potongan dilakukan oleh Kass Daerah/BUD, dan merupakan penerimaan
non-anggaran atau Perhitungan Fihak Ketiga (PFK).

7. Kas di Bendahara Pengeluaran 30.000.000


Rekening Koran – SKPKD 30.000.000

8, 9 dan 10 Tidak dijurnal, karena belum diakui sebagai belanja sebelum dibayar oleh Kas Daerah/BUD

11. Belanja Alat Tulis Kantor 5.000.000


Belanja Bahan-bahan Obat-obatan 15.000.000
Belanja Pengisian Tabung Gas 2.000.000
Rekening Koran – SKPKD 22.000.000
Penjelasan :
Belanja yang dibayar oleh Bendahara Pengeluaran belum diakui sebagai beban anggaran, karena
belum ada pembayaran dari Kas Daerah. Selain itu akuntansi Bendahara Pengeluaran tergolong pada
Imprest Fund, dimana rekening kas di Bendahara Pengeluaran menunjukkan jumlah yang konstan.

12. Belanja Bahan Kimia 75.000.000


Rekening Koran – SKPKD 75.000.000
Belanja Ambulans 250.000.000

79
Rekening Koran – SKPKD 250.000.000
Disusul dengan Jurnal Korolari:
Pengangkutan Darat
Ambulans 250.000.000
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 250.000.000

Perhatian

Untuk transaksi SKPD tersebut pada nomor 6, 7, 11, 12, dan 13, juga dijurnal oleh SKPKD sebagai berikut:

6. Rekening Koran – SKPD 1.249.387.500


Kas Daerah 1.249.387.500
Kas Daerah 74.815.000
Penerimaan PFK – Iuran Wajib 52.240.000
Penerimaan PFK – Tabungan Perumahan 22.575.000
Disusul dengan Jurnal Korolari:
SILPA 74.815.000
Utang PFK – Iuran Wajib 52.240.000
Utang PFK – Tabungan Perumahan 22.575.000

80
7. Rekening Koran – SKPD 30.000.000
Kas Daerah 30.000.000
11. Rekening Koran – SKPD 22.000.000
Kas Daerah 22.000.000
12. Rekening Koran – SKPD 75.000.000
Kas Daerah 75.000.000
13. Rekening Koran – SKPD 250.000.000
Kas Daerah 250.000.000
Kas Daerah 22.727.273
Penerimaan PFK – PPN 22.727.273
Disusul dengan Jurnal Korolari:
SILPA 22.727.273
Utang PFK – PPN 22.727.273

Kembali ke Jurnal Koreksi SKPD

14. Belanja Modal – Papan Tulis Elektronik 3.200.000


Rekening Koran – SKPKD 3.200.000
Disusul dengan jurnal korolari:
Peralatan Kantor – Papan Tulis Elektronik 3.200.000
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 3.200.000
Penjelasan:
Nilai perolehan = Nilai beli + biaya-biaya lanjut papan tulis dapat digunakan
15. Belanja Modal – Kendaraan 600.000.000
Penerimaan Hibah 600.000.000
Disusul dengan jurnal korolari:
Peralatan Kantor – Papan Tulis Elektronik 600.000.000
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 600.000.000
16. Diinvestasikan dalam Aset Tetap 640.000
Akumulasi Penyusutan – Papan Tulis Elektronik 640.000
17. Belanja Modal – Pembangunan Puskesmas 100.000.000
Rekening Koran – SKPKD 100.000.000
dan
Konstruksi dalam Pengerjaan 100.000.000
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 100.000.000
19. Belanja Hibah 120.000.000
Belanja Modal – Kendaraan 120.000.000
dan
81
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 120.000.000
Kendaraan 120.000.000
20. Belanja Modal – Pembangunan Puskesmas 300.000.000
Rekening Koran – SKPKD 300.000.000
dan
Konstruksi dalam Pengerjaan 300.000.000
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 300.000.000
Selanjutnya karena Puskesmas dinyatakan selesai
Gedung Puskesmas 400.000.000
Konstruksi dalam Pengerjaan 400.000.000
21. Kas di Bendahara Penerimaan 5.000.000
PAD Lain-Lain 5.000.000
dan
Diinvestasikan dalam Aset Tetap 15.000.000
Komputer 15.000.000

Perhatian :

Untuk transaksi SKPD tersebut pada nomor 14, 17, dan 20 juga dijumlah oleh SKPKD sebagai berikut:

14. Rekening Koran – SKPD 3.200.000


Kas Daerah 3.200.000
17. Rekening Koran – SKPD 100.000.000
Kas Daerah 100.000.000
20. Rekening Koran – SKPD 300.000.000
Kas Daerah 300.000.000

Selain mencatat transaksi SKPD, SKPKD juga mempunyai transaksi-transaksi sebagai berikut :

1. Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) menerima dana alokasi umum Rp.2.000.000.000.

2. BPKD menerima dana alokasi khusus Rp.20.000.000.000.

3. Diterima pendapatan bagi hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan Rp.1.000.000.000, dan BPHTB sebesar
Rp.200.000.000.

4. Diterima pendapatan bagi hasil dari PPH 21 sebesar Rp.300.000.000.

82
5. BPKD melakukan pembayaran untuk :
a. Subsidi kepada PDAM Rp.250.000.000.
b. Bantuan keuangan bagi Guru SD Rp.200.000.000
c. Transfer dana untuk pemerintah desa Rp.100.000.000
d. Transfer dana untuk bantuan Parpol Rp.400.000.000

6. BPKD melakukan pembayaran untuk :


a. Pembentukan dana cadangan Rp.500.000.000.
b. Tambahan penyertaan modal Pemda di PDAM Rp.2.000.000.000

7. BPKD menerima dana pinjaman dari lembaga perbankan dengan jangka waktu 5 tahun sebesar
Rp.5.000.000.000.

8. BPKD menempatkan dana di SBI Rp.20.000.000.000.

9. Dilakukan pencairan dana deposito di Bank Daerah Rp.2.000.000.000. Atas pencairan ini, diterima juga
pendapatan bunga deposito Rp.20.000.000.

10.BPKD menerima dana pinjaman dari pemerintah untuk menutup defisit APBD Rp.1.000.000.000.

11.BPKD melakukan pembayaran dana pinjaman dari Bank sebesar Rp.1.000.000.000.

Maka untuk mencatat transaksi-transaksi tersebut, BPKD membuat jurnal sebagai berikut :

1. Kas Daerah 2.000.000.000


Pendapatan Dana Perimbangan – Dana Alokasi Umum 2.000.000.000
2. Kas Daerah 20.000.000.000
Pendapatan Dana Perimbangan – Dana Alokasi Khusus 20.000.000.000

3. Kas Daerah 1.200.000.000


Bagi Hasil PBB 1.000.000.000
Bagi Hasil BPHTB 200.000.000

4. Kas Daerah 300.000.000


Bagi Hasil PPh 21 300.000.000

5. Belanja Subsidi kepada Perusahaan 250.000.000


83
Belanja Subsidi kepada Sekolah 200.000.000
Belanja Hibah Mesin 100.000.000
Belanja Bantuan Parpol 400.000.000
Kas Daerah 950.000.000

6. Pengeluaran Pembentukan Dana Cadangan 500.000.000


Kas Daerah 500.000.000

Dana Cadangan 500.000.000


Diinvestasikan dalam Dana Cadangan 500.000.000

Pengeluaran Penyertaan Modal 2.000.000.000


Kas Daerah 2.000.000.000

Penyertaan Modal Pemda 2.000.000.000


Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang 2.000.000.000

7. Kas Daerah 5.000.000.000


Penerimaan Pembiayaan – Utang Dalam Negeri 5.000.000.000

Dana YHD untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang 5.000.000.000


Utang Jangka Panjang 5.000.000.000

8. Pengeluaran Pembayaran – SBI 20.000.000.000


Kas Daerah 20.000.000.000

Investasi dalam SBI 20.000.000.000


Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang 20.000.000.000

9. Kas Daerah 2.020.000.000


Penerimaan Pencairan Deposito 2.000.000.000
Pendapatan Bunga Deposito 20.000.000

Diinvestasikan dalam Deposito 2.000.000.000

84
Investasi dalam Deposito 2.000.000.000

10. Kas Daerah 1.000.000.000


Penerimaan Pembiayaan – Pinjaman dari Pusat 1.000.000.000

Dana YHD untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang 1.000.000.000


Utang Jangka Panjang 1.000.000.000

11. Pembayaran Pinjaman Perbankan 1.000.000.000


Kas Daerah 1.000.000.000

Utang Jangka Panjang 1.000.000.000


Dana YHD untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang 1.000.000.000

Pertanyaan :

Transaksi SKPD – Dinas Kesehatan


1. Bendahara penerimaan menerima dan telah menyetorkan pendapatan retribusi pelayanan
kesehatan ke Kas Daerah sebesar Rp.200juta
2. Dinkes menerima SP2D-LS atas pembayaran gaji bulan Januari 2012 dengan rincian :
Gaji pokok Rp. 950.000.000
Tunjangan keluarga Rp. 65.000.000
Tunjangan fungsional Rp. 95.000.000
Tunjangan fungsional umum Rp. 70.000.000
Rp.1.180.000.000
Iuran wajib Rp.50.000.000
Taperum Rp.25.000.000 Rp. 75.000.000
Rp.1.105.000.000

3. Bendahara Pengeluaran Dinkes menerima uang Rp.50juta atas pencairan SP2D-UP

4. Bendahara Dinkes membeli perlengkapan kantor senilai Rp.6juta (mekanisme UP)

5. Dinkes membeli obat dan perlengkapan kesehatan senilai Rp.18juta (mekanisme UP)

6. Dinkes melakukan pembelian tabung oksigen senilai Rp.3juta (mekanisme UP)

85
7. Diajukan SPM-GU untuk mengisi kembali Uang Persediaan akibat pembelian perlengkapan kantor,
obat dan perlengkapan kesehatan, serta pembelian tabung oksigen, dan telah diterima SP2D-GU
sebesar Rp.27juta

8. Untuk keperluan kegiatan pencegahan wabah DBD maka dibeli obat semprot, dengan mekanisme
LS, senilai Rp.80juta

9. Dinkes membeli ambulans yang dilengkapi dengan alat-alat kesehatan seharga Rp.400juta,
dengan mekanisme LS, dipotong PPN Rp.40juta

10. Disusutkan seluruh aset tetap dengan metode garis lurus 20% per tahun

11. Dilakukan pembayaran kepada kontraktor pembangunan gedung Puskesmas, mekanisme LS,
sebesar Rp.200.000.000; pembangunan belum selesai

12. Diterima SP2D-LS atas pembayaran pembangunan Puskesmas Rp.250juta dan pembangunan
dinyatakan telah selesai

Transaksi SKPKD – BUD

13. BPKD menerima Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah Pusat sebesar Rp.3milyar

14. BPKD menerima Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat sebesar Rp.40milyar

15. Diterima pendapatan bagi hasil dari PBB Rp.2milyar dan BPHTB sebesar Rp.150juta

16. Diterima pendapatan bagi hasil dari PPh21 Rp.500juta

17. BPKD melakukan pembayaran untuk :


Subsidi kepada PD.Air Minum Rp.100juta
Bantuan keuangan bagi guru SD Rp.50juta
Transfer dana untuk Pemerintah Desa Rp.150juta
Transfer dana untuk bantuan parpol Rp.250juta

18. BPKD menerima dana pinjaman dari lembaga perbankan dengan jangka waktu 5 tahun sebesar
Rp.20milyar
19. BPKD menerima dana pinjaman dari Pemerintah Pusat untuk menutup defisit APBD sebesar
Rp.1milyar
20. BPKD melakukan pembayaran dana pinjaman dari lembaga perbankan sebesar Rp.1milyar

86
Diminta :
Buatlah Jurnal yang diperlukan untuk transaksi SKPD dan BPKD di atas, baik yang dilakukan oleh SKPD
maupun BPKD beserta jurnal korolari yang dibutuhkan.

87
BAB XIV
Akuntansi Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
Dengan Basis Akrual

Kabupaten Indah merupakan Kabupaten yang baru dibentuk pada tanggal 1 Januari 2012 dan
berikut merupakan transaksi Dinas Perhubungan Kabupaten Indah dan Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah (Badan Pengelola Keuangan Daerah) Kabupaten Indah selama tahun 2012.
(Asumsi Kabupaten Indah hanya mempunyai 1 SKPD saja).

Transaksi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Perhubungan Kabupaten Indah.

Penatausahaan Keuangan (PPK) SKPD telah menerima Surat Pertanggung-jawaban (SPJ)


penerimaan beserta lampirannya dari Bendahara Penerima Dinas Perhubungan.

Dari SPJ tersebut diketahui bahwa selama Tahun 2012 terdapat transaksi-transaksi sebagai
berikut :
1. Dinas Perhubungan (Dishub) menerima retribusi parkir sebesar Rp.100.000.000.
2. Dishub menerima retribusi pengujian kendaraan bermotor Rp.200.000.000.
3. Dishub menerima retribusi terminal Rp.100.000.000.
4. Dishub menerima retribusi ijin trayek sebesar Rp.150.000.000.
5. Bendahara penerimaan Dishub menyetor pendapatan dari retribusi parkir sebesar
Rp.100.000.000, retribusi pengujian kendaraan bermotor Rp.200.000.000, retribusi terminal
Rp.100.000.000, dan retribusi ijin trayek sebesar Rp.150.000.000 ke bank rekening Kas
Daerah

PPK – SKPD Dishub telah menerima SPJ Pengeluaran beserta lampirannya dari Bendahara
Pengeluaran Dishub; dari SPJ tersebut diketahui bahwa selama Tahun 2012, terdapat transaksi-
transaksi sebagai berikut:

6. Dishub menerima SP2D – LS atas pembayaran gaji bulan Januari 2012 dengan rincian:
Gaji Pokok Rp 150.000.000
Tunjangan Keluarga 15.000.000
Tunjangan Fungsional 30.000.000

88
Tunjangan Fungsional Umum 5.000.000
Rp 200.000.000
Iuran Wajib Rp 17.500.000
Tabungan Keluarga 12.500.000
(30.000.000)
Rp 170.000.000

7. Bendahara Pengeluaran Dishub menerima uang persediaan Rp.60.000.000 atas pencairan


SP2D – UP.
8. Bendahara Dishub membeli alat tulis kantor senilai Rp.20.000.000 dengan uang persediaan
9. Diajukan SPP – GU atas pengeluaran uang persediaan untuk pembelian alat tulis kantor dan
telah diterima SP2D – UP.
10. Dishub membeli mobil PJR Dishub seharga Rp.150.000.000 dengan mekanisme LS, di pungut
PPN Rp.13.636.364.

PPK – SKPD Dishub berdasarkan bukti transaksi dan/atau kejadian selain kas, membuat bukti
memorial yang sekurang-kurangnya memuat mengenai transaksi/kejadian dan jumlah rupiah

11. Pemda Kabupaten Indah menerima donasi dari Program CSR PT. Maju Abadi 2 bidang tanah
dengan nilai wajar Rp.200.000.000 masing-masing dan kedua tanah tersebut diserahkan
kepada Dishub.
12. Telah dibayar pembangunan Kantor Dishub dengan mekanisme LS – sebedar Rp. 150.000.000
dan diketahui pembangunan belum selesai.
13. Dari 2 bidang tanah Hibah yang diterima, 1 bidang diserahkan kepada Desa Maju.
14. Diterima SP2D-LS atas pembayaran pembangunan Kantor Dishub Rp. 300.000.000;
pembangunan dinyatakan telah selesai.
15. Diketahui besarnya penyusutan Gedung dan Bangunan dan Mesin dan Peralatan untuk Tahun
2012 adalah masing-masing sebesar Rp.50.000.000 dan Rp.30.000.000

Transaksi Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) Kabupaten Indah.

16. Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) telah menerbitkan SPT-PBB sebesar Rp.2.000.000.000.

17. Dinas Pendapatan BPKD telah menerima setoran Pajak Daerah sebesar Rp.2.500.000.000.

89
18. Dinas Pendapatan BPKD telah menerima setoran PBB dari Wajib Pajak sebesar Rp.2.000.000.000.

19. Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) menerima dana alokasi umum Rp.3.000.000.000.

20. BPKD menerima dana alokasi khusus Rp.5.000.000.000.

21. Diterima pendapatan bagi hasil dari PPN Rp.3.000.000.000, dan BPHTB sebesar Rp.500.000.000.

22. Diterima pendapatan bagi hasil dari PPh 21 sebesar Rp.600.000.000.

23. BPKD melakukan pembayaran untuk Subsidi kepada PDAM Rp.400.000.000 dan Transfer dana untuk
bantuan sosial Rp.300.000.000.

24. BPKD melakukan pembayaran untuk :


a. Pembentukan dana cadangan pembangunan Pelabuhan Rp.1.000.000.000.
b. Tambahan penyertaan modal Pemda di PDAM Rp.5.000.000.000

25. BPKD menerima dana pinjaman dari lembaga perbankan dengan jangka waktu 5 tahun sebesar
Rp.10.000.000.000.

26. BPKD menempatkan dana di SBI Rp.10.000.000.000.

27. BPKD menerima dana pinjaman dari pemerintah untuk menutup defisit APBD Rp.1.000.000.000.

28. BPKD melakukan pembayaran dana pinjaman dari Bank sebesar Rp.1.000.000.000.

Jawaban Kasus Basis Akrual

90
No SKPD No SKPKD
1 Tidak Dijurnal 1 Tidak Ada Jurnal
2 Tidak Dijurnal 2 Tidak Ada Jurnal
3 Tidak Dijurnal 3 Tidak Ada Jurnal
4 Tidak Dijurnal 4 Tidak Ada Jurnal
5 Transaksi Finansial : 5 Transaksi Finansial :
Rekening Koran - SKPKD 550.000.000 - Kas pada Kas Daerah 550.000.000 -
Pendapatan Asli Daerah - Retribusi Parkir - LO - 100.000.000 Rekening Koran - SKPD - 550.000.000
Pendapatan Asli Daerah - Retribusi PKB - LO - 200.000.000
Pendapatan Asli Daerah - Retribusi Terminal - LO - 100.000.000
Pendapatan Asli Daerah - Retribusi Ijin Trayek - LO - 150.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 550.000.000 -
Pendapatan Asli Daerah - Retribusi Parkir - LRA - 100.000.000
Pendapatan Asli Daerah - Retribusi PKB - LRA - 200.000.000
Pendapatan Asli Daerah - Retribusi Terminal - LRA - 100.000.000
Pendapatan Asli Daerah - Retribusi Ijin Trayek - LRA - 150.000.000
6 Transaksi Finansial : 6 Transaksi Finansial :
Beban Pegawai - Gaji Pokok 150.000.000 - Rekening Koran - SKPD 200.000.000 -
Beban Pegawai - Tunjangan Keluarga 15.000.000 - Kas pada Kas Daerah - 170.000.000
Beban Pegawai - Tunjangan Fungsional 30.000.000 - Utang PFK - Iuran Wajib - 17.500.000
Beban Pegawai - Tunjangan Fungsional Umum 5.000.000 - Utang PFK - Iuran Taperum - 12.500.000
Rekening Koran - SKPKD - 200.000.000
Transaksi LRA :
Belanja Pegawai - Gaji Pokok 150.000.000 -
Belanja Pegawai - Tunjangan Keluarga 15.000.000 -
Belanja Pegawai - Tunjangan Fungsional 30.000.000 -
Belanja Pegawai - Tunjangan Fungsional Umum 5.000.000 -
SILPA - 200.000.000
7 Tidak Dijurnal 7 Tidak Dijurnal
8 Tidak Dijurnal 8 Tidak Ada Jurnal
9 Transaksi Finansial : 9 Transaksi Finansial :
Beban Barang - Alat Tulis Kantor 20.000.000 - Rekening Koran - SKPD 20.000.000 -
Rekening Koran - SKPKD - 20.000.000 Kas pada Kas Daerah - 20.000.000
Transaksi LRA :
Belanja Barang - Alat Tulis Kantor 20.000.000 -
SILPA - 20.000.000
10 Transaksi Finansial : 10 Transaksi Finansial :
Aset Tetap 150.000.000 - Rekening Koran - SKPD 150.000.000 -
Rekening Koran - SKPKD - 150.000.000 Kas pada Kas Daerah - 136.363.636
Transaksi LRA : Utang PFK - PPN - 13.636.364
Belanja Modal - Mesin dan Peralatan 150.000.000 -
SILPA - 150.000.000
11 Transaksi Finansial : 11 Tidak Ada Jurnal
Tanah 400.000.000 -
Pendapatan Hibah - LO - 400.000.000
12 Transaksi Finansial : 12 Transaksi Finansial :
Konstruksi dalam Pengerjaan 150.000.000 - Rekening Koran - SKPD 150.000.000 -
Rekening Koran - SKPKD - 150.000.000 Kas pada Kas Daerah - 150.000.000
Transaksi LRA :
Belanja Modal - Gedung dan Bangunan 150.000.000 -
SILPA - 150.000.000
13 Beban Hibah 200.000.000 - 13 Tidak Ada Jurnal
Tanah - 200.000.000
14 Transaksi Finansial : 14 Transaksi Finansial :
Gedung dan Bangunan 450.000.000 - Rekening Koran - SKPD 300.000.000 -
Konstruksi dalam Pengerjaan - 150.000.000 Kas pada Kas Daerah - 300.000.000
Rekening Koran - SKPKD 300.000.000
Transaksi LRA :
Belanja Modal - Gedung dan Bangunan 300.000.000 -
SILPA - 300.000.000
15 Beban Penyusutan 80.000.000 - 15 Tidak Ada Jurnal
Akumulasi Penyusutan - Gedung dan Bangunan - 50.000.000
Akumulasi Penyusutan - Mesin dan Peralatan - 30.000.000
16 Tidak Ada Jurnal 16 Transaksi Finansial :
Piutang Pajak 2.000.000.000 -
Pendapatan Asli Daerah - PBB - LO - 2.000.000.000
17 Tidak Ada Jurnal 17 Transaksi Finansial :
Kas pada Kas Daerah 2.500.000.000 -
Pendapatan Asli Daerah - Pajak Restoran - LO - 2.500.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 2.500.000.000 -
Pendapatan Asli Daerah - Pajak Restoran - LRA - 2.500.000.000
18 Tidak Ada Jurnal 18 Transaksi Finansial :
Kas pada Kas Daerah 2.000.000.000 -
Piutang Pajak - 2.000.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 2.000.000.000 -
Pendapatan Asli Daerah - PBB - LRA - 2.000.000.000

91
19 Tidak Ada Jurnal 19 Transaksi Finansial :
Kas pada Kas Daerah 3.000.000.000 -
Pendapatan Dana Perimbangan - Dana Alokasi Umum - LO - 3.000.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 3.000.000.000 -
Pendapatan Dana Perimbangan - Dana Alokasi Umum - LRA - 3.000.000.000
20 Tidak Ada Jurnal 20 Transaksi Finansial :
Kas pada Kas Daerah 5.000.000.000 -
Pendapatan Dana Perimbangan - Dana Alokasi Khusus - LO - 5.000.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 5.000.000.000 -
Pendapatan Dana Perimbangan - Dana Alokasi Khusus - LRA - 5.000.000.000
21 Tidak Ada Jurnal 21 Transaksi Finansial :
Kas pada Kas Daerah 3.500.000.000 -
Pendapatan Dana Perimbangan - Bagi Hasil PPN - LO - 3.000.000.000
Pendapatan Dana Perimbangan - Bagi Hasil BPHTB - LO - 500.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 3.500.000.000 -
Pendapatan Dana Perimbangan - Bagi Hasil PPN - LRA - 3.000.000.000
Pendapatan Dana Perimbangan - Bagi Hasil BPHTB - LRA - 500.000.000
22 Tidak Ada Jurnal 22 Transaksi Finansial :
Kas pada Kas Daerah 600.000.000 -
Pendapatan Dana Perimbangan - Bagi Hasil PPh - LO - 600.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 600.000.000 -
Pendapatan Dana Perimbangan - Bagi Hasil PPh - LRA - 600.000.000
23 Tidak Ada Jurnal 23 Transaksi Finansial :
Beban Operasi - Subsidi 400.000.000 -
Beban Operasi - Bantuan Sosial 300.000.000 -
Kas pada Kas Daerah - 700.000.000
Transaksi LRA :
Belanja Operasi - Subsidi 400.000.000 -
Belanja Operasi - Bantuan Sosial 300.000.000 -
SILPA - 700.000.000
24 Tidak Ada Jurnal 24 Transaksi Finansial :
Dana Cadangan 1.000.000.000 -
Penyertaan Modal Pemda 5.000.000.000 -
Kas pada Kas Daerah - 6.000.000.000
Transaksi LRA :
Pengeluaran Pembiayaan - Pembentukan Dana Cadangan 1.000.000.000 -
Pengeluaran Pembiayaan - Penyertaan Modal Pemda 5.000.000.000 -
SILPA - 6.000.000.000
25 Tidak Ada Jurnal 25 Transaksi Finansial :
Kas pada Kas Daerah 10.000.000.000 -
Utang Dalam Negeri - Perbankan - 10.000.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 10.000.000.000 -
Pinjaman Dalam Negeri - Perbankan - 10.000.000.000
26 Tidak Ada Jurnal 26 Transaksi Finansial :
Investasi pada SBI 10.000.000.000 -
Kas pada Kas Daerah - 10.000.000.000
Transaksi LRA :
Pengeluaran Pembiayaan - Penempatan Dana Pada SBI 10.000.000.000 -
SILPA - 10.000.000.000
27 Tidak Ada Jurnal 27 Transaksi Finansial :
Kas pada Kas Daerah 1.000.000.000 -
Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat - 1.000.000.000
Transaksi LRA :
SILPA 1.000.000.000 -
Pinjaman Dalam Negeri - Pemerintah Pusat - 1.000.000.000
28 Tidak Ada Jurnal 28 Transaksi Finansial :
Utang Dalam Negeri - Perbankan 1.000.000.000 -
Kas pada Kas Daerah - 1.000.000.000
Transaksi LRA :
Pengeluaran Pembiayaan - Pinjaman Dalam Negeri - Perbankan 1.000.000.000 -
SILPA - 1.000.000.000

92
BAB XV
Akuntansi Desa

Desa dan Pemerintahan Desa

Menurut Permen No. 113 tahun 2014, Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama
lain, adalah kesatuan masyarakat hokum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyrakat setempat bersasarkan prakarsa masyarakat
stempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa menurut pengertian umum adalah sebagai suatu gejala yang bersifat universal, terdapat dimana pun
di dunia ini, sebagai suatu komunitas kecil, yang terikat pada lokalitas tertentu baik sebagai tempat tinggal
(secara menetap) maupun bagi pemenuhan kebutuhannya, dan terutama yang bergantung pada sektor
pertanian.

Menurut Permen No.113 tahun 2014, Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan
dan kepentyingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu Perangkat Desa sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan Desa.

Pengertian Undang-Undang Desa dan Keistimewaannya

Undang-Undang Desa adalah Undang-Undang No. 6 tahun 2014 dan dalam Undang=Undang (UU)
menyebutkan bahwa Desa pada tahun 2015 akan mendapatkan kucuran dana sebesar 10% dari APBD.
Dan kucuran dana terseubut tidak akan melewati perantara jadi akan langsung sampai pada Desa.

Jumlah nominal Dana Desa tergantung dari geografis desa, jumlah penduduk, dan angka kematian.

Keistimewaan UU Desa antara lain adalah:


1. Desa akan mendapat dana milyaran secara langsung, yaitu sebesar 10% dari Dana Perimbangan
setelah dikurangi Dana Alokasi Khusu (Rp.104,6 triliun dibagi 72.000 desa).
2. Penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa diatur dengan jelas.
3. Wewenang Kepala Desa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan adanya peluang
mengatur penerimaan yang merupakan pendapatan desa masing-masing.
93
4. Masa jabatan Kepala Desa bertambah, yaitu 6 tahun dan dapat menjabat paling banyak 3 kali masa
jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
5. Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi: (a) membahas dan menyepakati Rancangan
Peraturan Desa bersama Kepala Desa; (b) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa;
dan (c) melakukan pengawasan kinerja kepala desa.

Hal-Hal yang dapat diwujudkan dalam pelaksanaan UU Desa No.6 Tahun 2014:
1. Desa dapat membentuk Badan Usaha Milik Desa.
2. Swasembada pangan.
3. Masyarakat dilibatkan dalam pemantauan dan pengawasan pembangunan desa.

Struktur Organisasi Desa

BPD Kepala Desa

Sekretaris Desa

Pelaksana
Teknik

Kaur Kaur
Kaur Kesra Kaur Keuangan Kaur Umum
Pemerintahan Pembangunan

Pelaksanaan
Wilayah

94
Administrasi Desa

Jenis dan bentuk Administrasi Desa menurut Permendagri Nomor 32 Tahun 2006 adalah:
1. Administrasi Umum.
2. Administrasi Penduduk.
3. Administrasi Keuangan.
4. Administrasi Pembangunan.
5. Administrasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Akuntansi Desa, Keuangan Desa, dan Pengelolaan Keuangan Desa

Akuntansi Desa adalah pencatatan dari proses transaksi yang terjadi di desa, dibuktikan dengan nota-nota
kemudian dilakukan pencatatan dan pelaporan keuangan sehingga akan menghasilkan informasi dalam
bentuyk laporan keuangan yang digunakan pihak-pihak yang berhubungan dengan desa.

Pihak-pihak yang menggunakan informasi keuangan desa diantaranya adalah:


1. Masyarakat desa.
2. Perangkat desa.
3. Pemerintahan daerah.
4. Pemerintahan pusat.

Laporan keuangan desa menurut Permendagri No.113 Tahun 2014 yang wajib dilaporkan oleh
pemerintahan desa berupa:
1. Anggaran.
2. Buku Kas.
3. Buku Pajak.
4. Buku Bank.
5. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)

95

Anda mungkin juga menyukai