Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah, namun tidak
terbatas pada:
1. Masyarakat;
2. Wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman;
4. Pemerintah.
1. Pemerintah pusat;
2. Pemerintah daerah;
3. Masing-masing kementerian negara atau lembaga di lingkungan pemerintahpusat;
4. Satuan organisasi di lingkungan pemerintah pusat/daerah atau organisasilainnya, jika menurut
peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan
keuangan.
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi
keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode
pelaporan.Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi
yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi
keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu
menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang undangan. Setiap entitas pelaporan
mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai
dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk
kepentingan:
1. Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaankebijakan yang
dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
periodik.
2. Manajemen
Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatuentitas pelaporan
dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan
pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan
masyarakat.
3. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakatberdasarkan
pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan
menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang
dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.
5. Evaluasi Kinerja
Mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaansumber daya ekonomi
yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnyabagian yang mengatur
keuangan negara;
2. Undang-Undang di bidang keuangan negara;
3. Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara danperaturan daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
4. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah, khususnya yang
mengatur keuangan daerah;
5. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perimbangankeuangan pusat dan
daerah;
6. Peraturan perundang-undangan tentang pelaksanaan AnggaranPendapatan dan Belanja
Negara/Daerah; dan
7. Peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang keuangan pusat dan daerah.
Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang dipahami
dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara akuntansi dan pelaporan
keuangan dalam melakukan kegiatannya, serta pengguna laporan keuangan dalam memahami
laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi
dan pelaporan keuangan pemerintah:
1. Basis akuntansi;
2. Prinsip nilai historis;
3. Prinsip realisasi;
4. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal;
5. Prinsip periodisitas;
6. Prinsip konsistensi;
7. Prinsip pengungkapan lengkap; dan
8. Prinsip penyajian wajar.
Definisi :
Komponen LKPP
Saat ini laporan keuangan pemerintah pusat disusun berdasarkan penerapan akuntansi basis kas
menuju akrual. Pada tahun 2015 penerapan basis akrual akan diberlakukan di Indonesia sehingga
laporan keuangan yang diberi opini oleh Badan Pemeriksa Keuangan adalah yang berbasis akrual.
Komponen laporan keuangan pemerintah berbasis akrual terdiri dari:
1. Laporan Pelaksanaan Anggaran, yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan
Perubahan Saldo Anggaran Lebih
2. Laporan Finansial, yang terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan
Ekuitas dan Laporan Arus Kas. Adapun Laporan Operasional (LO) disusun untuk melengkapi
pelaporan dan siklus akuntansi berbasis akrual sehingga penyusunan LO, Laporan Perubahan
Ekuitas dan Neraca mempunyai keterkaitan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) yang
diatur dalam PP 24 Tahun 2005 ini selanjutnya akan dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat ataupun Daerah, dan keluaran dari sistem akuntansi itu pun
nantinya harus sesuai dengan standar akuntansi. Singkatnya, SAP mengatur mengenai keluaran yang
diharapkan, sedangkan Sistem Akuntansi Pemerintah merupakan gabungan dari langkah-langkah
untuk menghasilkan keluaran yang sesuai dengan SAP. Jadi antara SAP dan Sistem Akuntansi
Pemerintah merupakan satu kesatuan yang padu dan utuh.
Dalam hal Sistem Akuntansi, Sistem Akuntansi Pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu Sistem
Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) dan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD). SAPP adalah
serangkaian prosedur manual ataupun terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat.
SAPD pun mempunyai pengertian yang sama dengan SAPP, namun apabila di SAPP mengurus
operasi keuangan Pemerintah Pusat, maka SAPD mengurus operasi Pemerintah Daerah. Lebih lanjut
lagi, akan dibahas secara lebih jauh mengenai perbedaan antara SAPP dan SAPD dilihat dari segi
peraturan yang mengaturnya, konstruksi sistem akuntansinya, dan entitas akuntansinya.
Dari segi peraturan yang mengaturnya, pada dasarnya peraturan yang mengatur mengenai
SAPP dan SAPD, mengacu pada PP 24 Tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan,
karena dari standar itu lahirlah sistem. Untuk SAPP sendiri, secara detail dijelaskan didalam
Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu PMK 59 Tahun 2005 yang kemudian direvisi menjadi PMK
171 Tahun 2007. Sedangkan mengenai SAPD, tertuang di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri), yaitu Permendagri 13 Tahun 2006. Dalam peraturan yang mengatur mengenai SAPP
dan SAPD ini sebenarnya terdapat suatu pertanyaan “lucu” yang muncul. Mengapa peraturan
mengenai SAPD dibuat oleh Mendagri, bukannya Menkeu yang seharusnya mengatur masalah
sistem akuntansi? Jawabannya adalah semua itu karena Undang-Undang yang mengaturnya. Dalam
UU 17 Tahun 2003 mengenai pengelolaan Keuangan Negara, dikatakan bahwa pengelolaan
Keuangan Negara juga mengatur mengenai penerimaan dan pengeluaran daerah, dengan kata lain
seharusnya SAPP dan SAPD keduanya mengacu pada UU 17 Tahun 2003 tersebut, sehingga
penjelasan detail mengenai SAPP dan SAPD dituangkan dalam PMK. Namun, kenyataannya hanya
SAPP lah yang tertuang ke dalam PMK, dan justru SAPD tertuang dalam Permendagri. Hal ini
dikarenakan oleh munculnya UU 32 Tahun 2004 mengenai pemerintah daerah, sehingga kuasa
mengenai SAPD jatuh ke tangan Permendagri. Itulah mengapa SAPD yang merupakan sistem
akuntansi diatur dalam Permendagri.
Dari segi konstruksi sistem akuntansi, pada SAPP terdapat Sistem Akuntansi Bendahara
Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Sedangkan pada SAPD terdapat Sistem
Akuntansi Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (SA-PPKD) yang dapat dianggap seperti SA-BUN
dalam pemerintah pusat, dan Sistem Akuntansi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SA-SKPD) yang
setara dengan SAI dalam pemerintah pusat.
Dari segi entitas akuntansi, dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat, Presiden berperan
sebagai pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara (PKN), lalu Bendahara Umum Negara
(BUN) dipegang oleh Menteri Keuangan, dan Menteri K/L lainnya bertindak sebagai pengguna
anggaran. Sedangkan dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah, pemegang kekuasaan
Pengelolaan Keuangan Daerah (PKD) adalah kepala daerah, lalu Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(PPKD) bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah (BUD), dan pengguna anggarannya adalah
Satuan Kerja Pemerintahan Daerah (SKPD).
D. Penutup
Demikian tersebut di atas merupakan beberapa hal yang dapat diperbandingkan antara Sistem
Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) dan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD). Bila ditelaah
lebih lanjut mengenai PMK 171 Tahun 2007 tentang SAPP dan Permendagri 13 Tahun 2006 tentang
SAPD, mungkin saja masih dapat lagi ditemukan perbedaan-perbedaan antara SAPP dan SAPD yang
lainnya selain dari segi peraturan yang mengaturnya, konstruksi sistem akuntansinya, ataupun dari
segi entitas akuntansinya.
DAFTAR PUSTAKA