PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN
KEUANGAN NEGARA/DAERAH
Oleh:
Aditya Yusta K
Dias Panggalih
Karno Pandu W
Ryan Octa
BAGIAN I
PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
A. Dasar Hukum
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah
5. Peraturan Pemerintah Nomor
Pemerintahan
71 Tahun
2010 tentang
Standar Akuntansi
Prinsip konsistensi.
Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari
periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal).
Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan realisasi pendapatan dan belanja yang
disusun berdasarkan basis akrual. Laporan Kinerja Keuangan sekurang-kurangnya
menyajikan pos-pos sebagai berikut:
a. Pendapatan dari kegiatan operasional;
b. Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi;
c. Surplus atau defisit.
Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan untuk membantu para pengguna
dalam memperkirakan kinerja keuangan entitas dan pengelolaan aset, seperti
halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya
ekonomi. Informasi tambahan ini termasuk rincian mengenai output entitas dan
outcome dalam bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja keuangan,
tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas
selama periode pelaporan.
Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam Laporan Kinerja
Keuangan jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk menyajikan
dengan wajar kinerja keuangan suatu entitas pelaporan. Penambahan pos-pos pada
Laporan Kinerja Keuangan dan deskripsi yang digunakan serta susunan pos-pos
dapat diubah apabila diperlukan untuk menjelaskan kinerja. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan
dan beban.
Dalam laporan tersebut disajikan informasi mengenai pendapatan operasional,
belanja berdasarkan klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan surplus atau defisit.
a. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut suatu klasifikasi
beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai
contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi,
dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai
fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan
dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban
operasional pada berbagai fungsi.
b. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut klasifikasi fungsi,
beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang dimaksudkannya. Hal
ini memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai dibandingkan dengan
laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini pengalokasian beban
ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar pertimbangan
tertentu.
Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi fungsi
mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut klasifikasi ekonomi,
antara lain meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan
pegawai, dan beban bunga pinjaman.
Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi tergantung pada
faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat organisasi.
Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin, baik
langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas pelaporan
bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang
berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini memperbolehkan
entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan
unsur kinerja secara layak.
2. Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan Undang-undang
atau peraturan daerah tentang Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah
disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja instansi
pemerintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh Pengguna Anggaran
sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan.
Pengungkapan informasi tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan
paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan
secara jelas keluaran (output) dari setiap kegiatan dan hasil (outcome) dari setiap
program. Untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem
penganggaran, dan sistem akuntansi pemerintahan.
Ketentuan yang dicakup dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
tersebut sekaligus dimaksudkan untuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, sehingga dapat dihasilkan suatu Laporan Keuangan dan Kinerja yang
terpadu.
3. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah.
a. Pengertian Laporan Kinerja.
Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap
tentang capaian Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang
ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.
b. Bentuk dan Isi Laporan Kinerja.
1) Laporan kinerja berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing
kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.
2) Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana
kerja dan anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah
terkait.
BAGIAN II
PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
A. DASAR HUKUM
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 5 ayat (2).
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
e. Peraturan Pemerintah Nomor
Pemerintahan.
f.
71 Tahun
2010 tentang
Standar Akuntansi
b. Pasal 100
(1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan
ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
(2) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari: Laporan
Realisasi Anggaran; Neraca; Laporan Arus Kas; dan Catatan Atas Laporan
Keuangan.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan
sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
(4) Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan
laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah.
c. Pasal 101
Kepala
daerah
menyampaikan
rancangan
peraturan
daerah
tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.
d. Pasal 102
(1) Laporan keuangan pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud disampaikan
kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir;
(2) Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK tersebut diselesaikan selambatlambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah
daerah;
(3) Apabila sampai batas waktu BPK belum menyampaikan laporan hasil
pemeriksaan, rancangan peraturan daerah diajukan kepada DPRD.
e. Pasal 103
Kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap
laporan keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1).
Pasal 290
(1) Kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran
pendapatan dan belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang
menjadi tanggung jawabnya.
(2) Laporan yang dimaksud disertai dengan prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya.
(3) Laporan disiapkan oleh PPK-SKPD dan disampaikan kepada pejabat pengguna
anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama anggaran
pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk 6 bulan berikutnya paling
lama 7 hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir.
(4) Pejabat pengguna anggaran menyampaikan laporan realisasi semester pertama
anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada PPKD sebagai dasar
penyusunan laporan realisasi semester pertama APBD paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir.
Pasal 291
PPKD menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dengan cara
menggabungkan seluruh laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan
dan belanja SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 290 ayat (4) paling lambat
minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berkenaan dan disampaikan kepada
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
Pasal 292
Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya disampaikan kepada kepala daerah paling lambat minggu ketiga bulan
Juli tahun anggaran berkenaan untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester
pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
Pasal 293 : Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam)
bulan berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 292 disampaikan kepada
DPRD paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berkenaan.
b. Laporan Tahunan
Pasal 294
(1) PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran berkenaan
dan disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran SKPD.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
PPKD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
Pasal 295
Pasal 300
(1) Rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 299 ayat (1) dirinci dalam rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.
(2) Rancangan peraturan kepala daerah dilengkapi dengan lampiran terdiri dari:
ringkasan laporan realisasi anggaran; dan penjabaran laporan realisasi
anggaran.
Pasal 301
(1)
(2)
Pasal 302
(1) Laporan keuangan pemerintah daerah wajib dipublikasikan.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah laporan
keuangan yang telah diaudit oleh BPK dan telah diundangkan dalam lembaran
daerah.
Pasal 304
(1) Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan
peraturan gubernur tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, gubernur bersama DPRD wajib melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(2) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan
gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan gubernur
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi peraturan
daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan
daerah dan peraturan gubernur dimaksud sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 305
(1) Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan
peraturan bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur kepada bupati/walikota paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi
peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota.
Pasal 306
(1) Dalam hal gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, bupati/walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(2) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/walikota dan DPRD, dan
bupati/walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
menjadi peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota, Gubernur
membatalkan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dimaksud sesuai
dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 307
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada
Menteri Dalam Negeri.