Anda di halaman 1dari 24

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN
KEUANGAN NEGARA/DAERAH

Oleh:
Aditya Yusta K
Dias Panggalih
Karno Pandu W
Ryan Octa

BAGIAN I
PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

A. Dasar Hukum
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah
5. Peraturan Pemerintah Nomor
Pemerintahan

71 Tahun

2010 tentang

Standar Akuntansi

B. Laporan Keuangan Pemerintah


1. Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara
Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban
keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip-prinsip tepat waktu dan disusun
dengan mengikuti standar akuntansi pemerintah yang telah diterima secara umum.
2. Definisi Laporan Keuangan
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas
pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan
untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk
melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan,
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu
menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Pusat
(LKPP)
adalah
laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang
terdiri dari Laporan realisasi anggaran, Neraca, Laporan arus kas dan Catatan atas
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
LKPP Merupakan konsolidasi laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang
disusun dengan berdasarkan praktik terbaik internasional (best practice) dalam
pengelolaan keuangan Negara.

LKPP diterbitkan setiap tahun sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan


pemerintah. LKPP disusun oleh Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Kementerian Keuangan Indonesia.
3. Komponen dan Unsur Laporan Keuangan.
a. Laporan Pelaksanaan Anggaran, terdiri dari:
1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA).
Merupakan laporan yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian
sumber daya keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah, yang
menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu
periode pelaporan.
Unsur-unsur yang dicakup secara langsung terdiri dari pendapatan-LRA,
belanja, transfer, dan pembiayaan;
2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL).
Menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun
pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
b. Laporan Finansial, terdiri dari:
1) Neraca.
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai
aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu.
Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas;
2) Laporan Operasional (LO).
Laporan Operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang
menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah
pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu
periode pelaporan.
Unsur yang dicakup secara langsung dalam Laporan Operasional terdiri dari
pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa.
3) Laporan Arus Kas (LAK).
Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas
operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris yang menggambarkan saldo
awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas pemerintah
pusat/daerah selama periode tertentu.
Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan
pengeluaran kas.
4) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE).
Menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
c. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari
angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL,
Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, dan Laporan Arus
Kas.
Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan
akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang
diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi

Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan


penyajian laporan keuangan secara wajar.
Catatan atas Laporan Keuangan merupakan laporan yang tidak terpisahkan dari
laporan pelaksanaan anggaran maupun laporan finansial.
4. Karakterisitik Kualitatif Laporan Keuangan
Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu
diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya.
a.
Relevan, yaitu informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi
keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa
lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan, serta menegaskan atau
mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Informasi relevan harus
memenuhi karakteristik: memiliki manfaat umpan balik (feedback value), memiliki
manfaat prediktif (predictive value), tepat waktu, dan lengkap.
b.
Andal, yaitu informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta
dapat diverifikasi. Informasi yang andal harus memenuhi karakteristik: penyajian
jujur, dapat diverifikasi (verifiability), dan netralitas.
c.Dapat dibandingkan, yaitu informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan
lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode
sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya.
d.
Dapat dipahami, yaitu informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang
disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna.
5. Prinsip Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang
dipahami dan ditaati oleh pembuat standar dalam menyusun standar, penyelenggara
akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya, serta pengguna
laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan, yaitu meliputi
:
a. Basis akuntansi
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah
basis akrual, untuk pengakuan pendapatan-LO, beban, aset, kewajiban, dan
ekuitas. Dalam hal peraturan perundangan mewajibkan disajikannya laporan
keuangan dengan basis kas, maka entitas wajib menyajikan laporan demikian.
Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban, dan ekuitas diakui dan
dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi

lingkungan berpengaruh pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat


kas atau setara kas diterima atau dibayar.
Basis kas berarti bahwa pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada
saat kas diterima di Rekening Kas Umum Negara atau oleh entitas pelaporan;
serta belanja, transfer dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas
dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Negara.
b. Prinsip nilai historis.
Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas yang dibayar atau sebesar
nilai wajar dari imbalan (consideration) untuk memperoleh aset tersebut pada
saat perolehan.
Kewajiban dicatat sebesar jumlah kas dan setara kas yang diharapkan akan
dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam
pelaksanaan kegiatan pemerintah.
c. Prinsip realisasi.
Pendapatan basis kas yang tersedia yang telah diotorisasikan melalui anggaran
pemerintah suatu periode akuntansi akan digunakan untuk membayar utang dan
belanja dalam periode tersebut.
d. Prinsip substansi mengungguli bentuk formal.
Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa
lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu
dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan
hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak
konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus
diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
e. Prinsip periodisitas.
Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan entitas pelaporan perlu dibagi
menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja entitas dapat diukur dan
posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan.
f.

Prinsip konsistensi.
Perlakuan akuntansi yang sama diterapkan pada kejadian yang serupa dari
periode ke periode oleh suatu entitas pelaporan (prinsip konsistensi internal).

g. Prinsip pengungkapan lengkap.


Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh
pengguna.

h. Prinsip penyajian wajar.


Laporan keuangan menyajikan dengan wajar Laporan Realisasi Anggaran,
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional,
Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan.

C. Mekanisme Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah


1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Pasal 30 dan 32)
Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi
Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan
lainnya.
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun dan
disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP disusun oleh
suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari BPK.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Pasal 5355)
Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara
fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa
Bendahara Umum Negara. Kuasa Bendahara Umum Negara bertanggung jawab
kepada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara dari segi hak dan
ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran yang
dilakukannya. Bendahara Umum Negara bertanggung jawab kepada Presiden dari
segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan
pengeluaran yang dilakukannya.
Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada
Presiden atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang berada dalam penguasaannya.
Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada
Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam
penguasaannya.
Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat (LKPP) untuk disampaikan kepada Presiden dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
3. Proses penyusunan LKPP:

a. Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan


Keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN pada
Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dan menyampaikannya
kepada Presiden melalui Menteri Keuangan.
b. Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyusun Laporan
Keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pengelolaan perbendaharaan
negara dan menyampaikannya kepada Presiden.
c. Menteri Keuangan menyusun Laporan Keuangan pemerintah pusat untuk
memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
d. Laporan Keuangan pemerintah pusat disusun berdasarkan Laporan Keuangan
Kementerian Negara/Lembaga serta laporan pertanggungjawaban pengelolaan
perbendaharaan negara.
e. Laporan Keuangan disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden, untuk
selanjutnya disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambatlambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
f.

Menteri/Pimpinan Lembaga memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian


terhadap Laporan Keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga yang
bersangkutan.

g. Laporan Keuangan yang telah disesuaikan bersama tembusan tanggapan


disampaikan kepada Menteri Keuangan oleh menteri/pimpinan lembaga
selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah laporan hasil pemeriksaan
diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk digunakan sebagai bahan
penyesuaian Laporan Keuangan pemerintah pusat.
h. Menteri Keuangan atas nama pemerintah pusat memberikan tanggapan dan
melakukan penyesuaian terhadap Laporan Keuangan berdasarkan hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga dan Laporan Keuangan pemerintah pusat serta koreksi lain
berdasarkan SAP.
4. Dengan berlakunya SAP berbasis akrual berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, maka komponen Laporan
Keuangan yang dimaksud meliputi Laporan Realisasi APBN, Laporan Perubahan
SAL, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan.
5. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah, Penyusunan laporan keuangan Pemerintah Pusat
menggunakan suatu sistem yang terdiri dari Sistem Akuntansi Bendahara Umum
Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Penjelasan sistem-sistem
tersebut adalah sebagai berikut

a. Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN), dengan penjelasan


sebagai berikut:
1) SA-BUN memroses data transaksi Utang Pemerintah, Investasi Pemerintah,
Penerimaan dan Pengeluaran Pembiayaan, Kas Umum Negara, dan
Akuntansi Umum.
2) SA-BUN sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini
adalah SAP sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
3) Sistem akuntansi tersebut dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pertanggungjawaban, dan pemeriksaan atas anggaran yang dikelola.
4) SA-BUN terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP), Sistem Akuntansi Utang
Pemerintah dan Hibah (SA-UP & H), Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah
(SA-IP), Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP), Sistem Akuntansi
Transfer ke Daerah (SA-TD), Sistem Akuntansi Bagian Anggaran Perhitungan
dan Pembiayaan (SA-BAPP), Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK),
dan Sistem Akuntansi Badan Lainnya (SA-BL).
5) Pada akhirnya, SA-BUN akan menghasilkan laporan keuangan BUN.
b. Sistem Akuntansi Instansi
1) SAI memproses data transaksi keuangan, barang, dan transaksi lain yang
dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga.
2) SAI terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), Sistem Informasi
Mnajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN), dan Sistem
Akuntansi Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (SA-BAPP).

D. Laporan Kinerja Keuangan


1. Laporan Kinerja Keuangan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 tersebut, disebutkan bahwa selain laporan
keuangan pokok, entitas pelaporan diperkenankan menyajikan Laporan Kinerja
Keuangan. Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan
menyelenggarakan akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan
menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan,
belanja, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas
dana.

Laporan Kinerja Keuangan adalah laporan realisasi pendapatan dan belanja yang
disusun berdasarkan basis akrual. Laporan Kinerja Keuangan sekurang-kurangnya
menyajikan pos-pos sebagai berikut:
a. Pendapatan dari kegiatan operasional;
b. Beban berdasarkan klasifikasi fungsional dan klasifikasi ekonomi;
c. Surplus atau defisit.
Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan untuk membantu para pengguna
dalam memperkirakan kinerja keuangan entitas dan pengelolaan aset, seperti
halnya dalam pembuatan dan evaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya
ekonomi. Informasi tambahan ini termasuk rincian mengenai output entitas dan
outcome dalam bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja keuangan,
tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas
selama periode pelaporan.
Penambahan pos-pos, judul dan subtotal disajikan dalam Laporan Kinerja
Keuangan jika standar ini mensyaratkannya, atau jika diperlukan untuk menyajikan
dengan wajar kinerja keuangan suatu entitas pelaporan. Penambahan pos-pos pada
Laporan Kinerja Keuangan dan deskripsi yang digunakan serta susunan pos-pos
dapat diubah apabila diperlukan untuk menjelaskan kinerja. Faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan meliputi materialitas dan sifat serta fungsi komponen pendapatan
dan beban.
Dalam laporan tersebut disajikan informasi mengenai pendapatan operasional,
belanja berdasarkan klasifikasi fungsional dan ekonomi, dan surplus atau defisit.
a. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut suatu klasifikasi
beban, beban-beban dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomi (sebagai
contoh beban penyusutan/amortisasi, beban alat tulis kantor, beban transportasi,
dan beban gaji dan tunjangan pegawai), dan tidak direalokasikan pada berbagai
fungsi dalam suatu entitas pelaporan. Metode ini sederhana untuk diaplikasikan
dalam kebanyakan entitas kecil karena tidak memerlukan alokasi beban
operasional pada berbagai fungsi.
b. Dalam Laporan Kinerja Keuangan yang dianalisis menurut klasifikasi fungsi,
beban-beban dikelompokkan menurut program atau yang dimaksudkannya. Hal
ini memberikan informasi yang lebih relevan bagi pemakai dibandingkan dengan
laporan menurut klasifikasi ekonomi, walau dalam hal ini pengalokasian beban
ke fungsi-fungsi adakalanya bersifat arbitrer dan atas dasar pertimbangan
tertentu.
Entitas pelaporan yang mengelompokkan beban menurut klasifikasi fungsi
mengungkapkan pula tambahan informasi beban menurut klasifikasi ekonomi,
antara lain meliputi beban penyusutan/amortisasi, beban gaji dan tunjangan
pegawai, dan beban bunga pinjaman.

Untuk memilih metode klasifikasi ekonomi atau klasifikasi fungsi tergantung pada
faktor historis dan peraturan perundang-undangan, serta hakikat organisasi.
Kedua metode ini dapat memberikan indikasi beban yang mungkin, baik
langsung maupun tidak langsung, berbeda dengan output entitas pelaporan
bersangkutan. Karena penerapan masing-masing metode pada entitas yang
berbeda mempunyai kelebihan tersendiri, maka standar ini memperbolehkan
entitas pelaporan memilih salah satu metode yang dipandang dapat menyajikan
unsur kinerja secara layak.
2. Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pada rancangan Undang-undang
atau peraturan daerah tentang Laporan Keuangan pemerintah pusat/daerah
disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja instansi
pemerintah, yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh Pengguna Anggaran
sehubungan dengan anggaran yang telah digunakan.
Pengungkapan informasi tentang kinerja ini adalah relevan dengan perubahan
paradigma penganggaran pemerintah yang ditetapkan dengan mengidentifikasikan
secara jelas keluaran (output) dari setiap kegiatan dan hasil (outcome) dari setiap
program. Untuk keperluan tersebut, perlu disusun suatu sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah yang terintegrasi dengan sistem perencanaan strategis, sistem
penganggaran, dan sistem akuntansi pemerintahan.
Ketentuan yang dicakup dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
tersebut sekaligus dimaksudkan untuk menggantikan ketentuan yang termuat dalam
Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, sehingga dapat dihasilkan suatu Laporan Keuangan dan Kinerja yang
terpadu.
3. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan
dan Kinerja Instansi Pemerintah.
a. Pengertian Laporan Kinerja.
Laporan Kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap
tentang capaian Kinerja yang disusun berdasarkan rencana kerja yang
ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD.
b. Bentuk dan Isi Laporan Kinerja.
1) Laporan kinerja berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing
kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.
2) Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana
kerja dan anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah
terkait.

c. Penyusunan Laporan Kinerja.


1) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan
Kinerja dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara
Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara.
2) Laporan Kinerja disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah
tahun anggaran berakhir.
3) Laporan Kinerja dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah yang diselenggarakan oleh masing-masing Entitas Pelaporan
dan/atau Entitas Akuntansi.
4) Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dikembangkan secara
terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem
perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan.
5) Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah setidak-tidaknya mencakup
perkembangan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai
dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen
pelaksanaan APBN/APBD.
6) Format laporan kinerja instansi pemerintah meliputi informasi mengenai kode
dan nama kegiatan, perbandingan antara anggaran dan realisasi belanja,
serta rencana dan realisasi output yang dihasilkan.

BAGIAN II
PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

A. DASAR HUKUM
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 5 ayat (2).
b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah.
e. Peraturan Pemerintah Nomor
Pemerintahan.
f.

71 Tahun

2010 tentang

Standar Akuntansi

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman


Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.

g. Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Pedoman Penerapan Standar Akuntansi


Permerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah.

B. PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD


Pelaksanaan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dilakukan berpedoman kepada
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, terutama pasal 31 dan 32, dengan isi sebagai
berikut
a. Pasal 31
(1) Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari
Pemerintah Daerah.

(2) Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD,


Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri
dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja,
juga menjelaskan prestasi kerja satuan kerja perangkat daerah.
b. Pasal 32
(1) Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disusun dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
(2) Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana disusun oleh suatu komite
standar yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah
terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan tidak memberikan pertimbangan yang
diminta, Badan Pemeriksa Keuangan dianggap menyetujui sepenuhnya standar
akuntansi pemerintahan yang diajukan oleh Pemerintah.

C. PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN APBD


Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBD dilakukan berpedoman kepada
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, terutama pasal 51, 52, 53, 54, 56, dan 57,
dengan isi sebagai berikut
a. Akuntansi Keuangan (Pasal 51)
(1) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas
dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
Aset yang dimaksud pada ayat ini adalah sumber daya, yang antara lain meliputi
uang, tagihan, investasi, dan barang, yang dapat diukur dalam satuan uang,
serta dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah dan diharapkan memberi
manfaat ekonomi/sosial di masa depan. Ekuitas dana yang dimaksud pada ayat
ini adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara nilai
seluruh aset dan nilai seluruh kewajiban atau utang pemerintah.
(2) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran
menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas
dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja, yang berada dalam tanggung
jawabnya.

(3) Akuntansi sebagaimana dimaksud digunakan untuk menyusun laporan keuangan


Pemerintah Pusat/Daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
Tiap-tiap kementerian negara/lembaga merupakan entitas pelaporan yang tidak
hanya wajib menyelenggarakan akuntansi, tetapi juga wajib menyampaikan
laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.
b. Penatausahaan Dokumen (Pasal 52)
Setiap orang dan/atau badan yang menguasai dokumen yang berkaitan dengan
perbendaharaan negara wajib menatausahakan dan memelihara dokumen tersebut
dengan baik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Peraturan
perundang-undangan yang berlaku adalah Undang-undang tentang kearsipan.
c. Pertanggungjawaban Keuangan (Pasal 53 dan 54)
Pasal 53
(1) Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara
fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada
Kuasa Bendahara Umum Negara/Bendahara Umum Daerah.
(2) Bendahara Umum Daerah bertanggung jawab kepada gubernur/bupati/walikota
dari segi hak dan ketaatan kepada peraturan atas pelaksanaan penerimaan dan
pengeluaran yang dilakukannya.
Pasal 54
(1) Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material kepada
Presiden/gubernur/bupati/walikota atas pelaksanaan kebijakan anggaran yang
berada dalam penguasaannya.
(2) Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab secara formal dan material
kepada Pengguna Anggaran atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam
penguasaannya.
d. Laporan Keuangan (Pasal 56)
(1) Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah menyusun laporan keuangan pemerintah daerah untuk
disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota dalam rangka memenuhi
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(2) Dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah:
a. Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang menyusun dan menyampaikan laporan keuangan yang meliputi
laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan;

b. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada huruf a disampaikan


kepada kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selambat-lambatnya
2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir;
c. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum
Daerah menyusun Laporan Arus Kas Pemerintah Daerah;
d. Gubernur/bupati/walikota selaku wakil pemerintah daerah dalam kepemilikan
kekayaan daerah yang dipisahkan menyusun ikhtisar laporan keuangan
perusahaan daerah.
(3) Laporan Keuangan dimaksud disampaikan gubernur/bupati/walikota kepada
Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
(4) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran/Pengguna
Barang
memberikan
pernyataan
bahwa
pengelolaan APBD
telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan
akuntansi keuangan telah diselenggarakan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan.
e. Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (Pasal 57)
(1) Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan akuntansi
pemerintahan dibentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan.
(2) Komite Standar Akuntansi Pemerintahan bertugas menyusun standar akuntansi
pemerintahan yang berlaku baik untuk Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah sesuai dengan kaidah-kaidah akuntansi yang berlaku umum.
Dalam penyusunan standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat ini, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan menetapkan proses
penyiapan standar dan meminta pertimbangan mengenai substansi standar
kepada Badan Pemeriksa Keuangan. Proses penyiapan standar dimaksud
mencakup langkah-langkah yang perlu ditempuh secara cermat (due process)
agar dihasilkan standar yang objektif dan bermutu. Terhadap pertimbangan yang
diterima dari Badan Pemeriksa Keuangan, Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan memberikan tanggapan, penjelasan, dan/atau melakukan
penyesuaian sebelum standar akuntansi pemerintahan ditetapkan menjadi
peraturan pemerintah.
(3) Pembentukan, susunan, kedudukan, keanggotaan, dan masa kerja Komite
Standar Akuntansi Pemerintahan yang dimaksud ditetapkan dengan keputusan
Presiden.
Keanggotaan Komite Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat ini berasal dari profesional di bidang akuntansi dan berjumlah

sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang yang ketua dan wakil ketuanya dipilih


dari dan oleh anggota.

D. PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD


Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dilakukan berpedoman kepada Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, terutama pasal 99 sampai dengan 103, dengan isi
sebagai berikut
a. Pasal 99
(1) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas
transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, yang berada dalam tanggung
jawabnya.
(2) Penyelenggaraan
akuntansi
yang
dimaksud
merupakan
pencatatan/penatausahaan atas transaksi keuangan di lingkungan SKPD dan
menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksanaan anggaran dan
barang yang dikelolanya.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud terdiri dari laporan realisasi
anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan Yang disampaikan kepada
kepada daerah melalui PPKD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
(4) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang memberikan
pernyataan bahwa pengelolaan APBD Yang menjadi tanggung jawabnya telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan.

b. Pasal 100
(1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan
ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya.
(2) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari: Laporan
Realisasi Anggaran; Neraca; Laporan Arus Kas; dan Catatan Atas Laporan
Keuangan.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan disajikan
sesuai dengan Peraturan Pemerintah tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
(4) Laporan keuangan tersebut dilampiri dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan
laporan keuangan badan usaha milik daerah/perusahaan daerah.

(5) Laporan keuangan pemerintah daerah disusun berdasarkan laporan keuangan


SKPD.
(6) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud disampaikan
kepada kepala daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD.

c. Pasal 101
Kepala
daerah
menyampaikan
rancangan
peraturan
daerah
tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun anggaran berakhir.

d. Pasal 102
(1) Laporan keuangan pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud disampaikan
kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir;
(2) Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK tersebut diselesaikan selambatlambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah
daerah;
(3) Apabila sampai batas waktu BPK belum menyampaikan laporan hasil
pemeriksaan, rancangan peraturan daerah diajukan kepada DPRD.

e. Pasal 103
Kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap
laporan keuangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (1).

Selain diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, pertanggungjawaban


pelaksanaan APBD juga berpedoman kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 59 Tahun 2007, terutama pasal 99 sampai dengan 103, dengan isi sebagai
berikut
a. Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja

Pasal 290
(1) Kepala SKPD menyusun laporan realisasi semester pertama anggaran
pendapatan dan belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang
menjadi tanggung jawabnya.
(2) Laporan yang dimaksud disertai dengan prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya.
(3) Laporan disiapkan oleh PPK-SKPD dan disampaikan kepada pejabat pengguna
anggaran untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester pertama anggaran
pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk 6 bulan berikutnya paling
lama 7 hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir.
(4) Pejabat pengguna anggaran menyampaikan laporan realisasi semester pertama
anggaran pendapatan dan belanja SKPD serta prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada PPKD sebagai dasar
penyusunan laporan realisasi semester pertama APBD paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja setelah semester pertama tahun anggaran berkenaan berakhir.
Pasal 291
PPKD menyusun laporan realisasi semester pertama APBD dengan cara
menggabungkan seluruh laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan
dan belanja SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 290 ayat (4) paling lambat
minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berkenaan dan disampaikan kepada
sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
Pasal 292
Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan
berikutnya disampaikan kepada kepala daerah paling lambat minggu ketiga bulan
Juli tahun anggaran berkenaan untuk ditetapkan sebagai laporan realisasi semester
pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
Pasal 293 : Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam)
bulan berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 292 disampaikan kepada
DPRD paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berkenaan.
b. Laporan Tahunan
Pasal 294
(1) PPK-SKPD menyiapkan laporan keuangan SKPD tahun anggaran berkenaan
dan disampaikan kepada kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran SKPD.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada
PPKD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah.
Pasal 295

(1) Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud disampaikan kepada kepala


daerah melalui PPKD paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
(2) Laporan keuangan tersebut disusun oleh pejabat pengguna anggaran sebagai
hasil pelaksanaan anggaran yang berada di SKPD yang menjadi tanggung
jawabnya.
a. Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:
laporan realisasi anggaran; neraca; dan catatan atas laporan keuangan.
(3) Laporan keuangan SKPD yang dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan surat
pernyataan kepala SKPD bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung
jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang
memadai dan standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 296
(1) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah dengan cara
menggabungkan laporan-laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud
Pasal 295 ayat (3) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun
anggaran berkenaan.
(2) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud disampaikan
kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan
keuangan daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: laporan
realisasi anggaran; neraca; laporan arus kas; dan catatan atas laporan
keuangan.
(4) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud disusun dan disajikan sesuai dengan
peraturan pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan.
(5) Laporan keuangan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dilampiri
dengan laporan ikhtisar realisasi kinerja dan laporan keuangan
BUMD/perusahaan daerah.
(6) Laporan ikhtisar realisasi kinerja disusun dari ringkasan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepda dan laporan kinerja intern di Iingkungan pemda.
(7) Penyusunan laporan kinerja intern berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam
Negeri yang mengatur mengenai laporan kinerja interim di lingkungan pemda.
(8) Laporan keuangan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampiri dengan surat pernyataan kepala daerah yang menyatakan pengelolaan

APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan


sistem pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 297
(1) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296 ayat (2)
disampaikan oleh kepala daerah kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
untuk dilakukan pemeriksaan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
(2) Kepala daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.
c. Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pasal 298
(1) Kepda menyampaikan raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kepada DPRD paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2) Raperda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD memuat laporan
keuangan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas,
catatan atas laporan keuangan, serta dilampiri dengan laporan kinerja yang telah
diperiksa BPK dan ikhtisar laporan keuangan badan usaha milik
daerah/perusahaan daerah.
Pasal 299
(1) Bila sampai batas waktu 2 (dua) bulan setelah penyampaian laporan keuangan
BPK belum menyampaikan hasil pemeriksaan, kepala daerah menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
kepada DPRD.
(2) Rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri
dengan laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas, catatan atas
laporan keuangan, dan laporan kinerja yang isinya sama dengan yang
disampaikan kepada BPK.

Pasal 300
(1) Rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 299 ayat (1) dirinci dalam rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD.

(2) Rancangan peraturan kepala daerah dilengkapi dengan lampiran terdiri dari:
ringkasan laporan realisasi anggaran; dan penjabaran laporan realisasi
anggaran.

Pasal 301
(1)

Agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban


pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud Pasal 299 ayat (1) ditentukan oleh
DPRD.

(2)

Persetujuan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang


pertanggungjawaban pelaksanaan APBD oleh DPRD paling lama 1 (satu) bulan
terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterima.

Pasal 302
(1) Laporan keuangan pemerintah daerah wajib dipublikasikan.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah laporan
keuangan yang telah diaudit oleh BPK dan telah diundangkan dalam lembaran
daerah.

d. Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan


APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD
Pasal 303
(1) Rancangan peraturan daerah provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubernur
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebelum ditetapkan
oleh gubernur paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada
Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur paling
lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud.
(3) Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan
peraturan gubernur tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, gubernur menetapkan rancangan peraturan daerah dan

rancangan peraturan gubernur menjadi peraturan daerah dan peraturan


gubernur.

Pasal 304
(1) Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan
peraturan gubernur tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, gubernur bersama DPRD wajib melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(2) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan
gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan gubernur
tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi peraturan
daerah dan peraturan gubernur, Menteri Dalam Negeri membatalkan peraturan
daerah dan peraturan gubernur dimaksud sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Pasal 305
(1) Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan
peraturan bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja
disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi.
(2) Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur kepada bupati/walikota paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan peraturan daerah
kabupaten/kota dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi
peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota.

Pasal 306

(1) Dalam hal gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, bupati/walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
(2) Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/walikota dan DPRD, dan
bupati/walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
menjadi peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota, Gubernur
membatalkan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dimaksud sesuai
dengan peraturan perundangundangan.

Pasal 307
Gubernur menyampaikan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada
Menteri Dalam Negeri.

Anda mungkin juga menyukai