Anda di halaman 1dari 16

Tugas

Ringkasan Materi Kuliah (RMK)

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

Disusun Oleh :
Aditya Yusta Kalpika

(F1314125)

Dias Panggalih

(F1314137)

Pandu Karno Wibowo (F1314149)


Ryan Octa Pradana

Pengelolaan Keuangan Negara


Universitas Sebelas Maret Surakarta

(F1314161)

Outline

A. Pengertian dan Dasar Hukum


B. Siklus APBN/ APBD
C. Struktur dan Format APBN/ APBD

SESI 3
ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA DAN DAERAH

A. Pengertian dan dasar Hukum


APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah perkiraan jumlah
pengeluaran dan jumlah pendapatan untuk menutupi pengeluaran tersebut serta
pembiayaan anggaran dalm rangka pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada
pemerintah.
Landasan hukum Anggaran negara tercantum dalam pasal 23 Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 23 ayat 1 yang berbunyi: Setiap tahun Pemerintah mengajukan
anggaran pendapatan dan belanja kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila
Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan Pemerintah,
maka Pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu. Dan telah direvisi
dalam Undang-Undang 1945 Amandemen Keempat, yaitu:
a. Pasal Pasal 23 ayat 1 yang berbunyi Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap
tahun dengan Undang-Undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
b. Pasal 23 ayat 2 yang berbunyi Rancangan Undang-Undang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas
bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan Dewan
Perwakilan Daerah.
c. Pasal 23 ayat 3 yang berbunyi Apabila Dewan Perwakilan tidak menyetujui
rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh
presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara tahun yang lalu.
APBD
Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh
pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.

B. Siklus Pengelolaan APBN/ APBD


Siklus Pengelolaan APBN
Anggaran yang dijalankan pemerintah saat ini meliputi lima tahap, yaitu: tahap
persiapan/perencanaan, tahap penyampaian RAPBN kepada Dewan Perwakilan
Rakyat untuk mendapatkan pengesahan, tahap pelaksanaan anggaran oleh
pemerintah,

tahap

pengawasan

anggaran,

tahap

pengajuan

perhitungan

pelaksanaan anggaran kepada Badan Pemeriksa Keuangan.

1) Tahap persiapan/ perencanaan APBN


a) Penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L)
Renja K/L disusun dengan berpedoman pada renstra K/L dan mengacu
pada prioritas pembangunan nasional dan pagu indikatif yang ditetapkan
dalam

SEB

Menteri

Perencanaan/Kepala

Bappenas

dan

Menteri

Keuangan. Renja K/L memuat kebijakan, program, dan kegiatan yang


dilengkapi dengan sasaran kinerja dan menggunakan pagu indikatif untuk
tahu anggaran yang sedang disusun dan prakiraan maju untuk tahun
anggaran berikutnya.
b) Pembahasan Renja K/L
Renja K/L ditelaah oleh Kementerian Perencanaan/Bappenas bersama
dengan Kementerian Keuangan.
c) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAK/L)

Hasil pembahasan kerangka ekonomi makro dan pokok kebijakan fiskal


antara pemerintah dan DPR menjadi kebijakan umum dan prioritas
anggaran bagi presiden/kabinet yang dijabarkan oleh Kemenkeu dalam
bentuk SE Pagu Sementara. Berdasarkan SE tersebut, tiap K/L
menyesuaikan renja menjadi RKA-K/L untuk kemudian dibahas dengan
komisi di DPR.
d) Penyusunan Anggaran Belanja
RKA-K/L menjadi dasar penyusunan anggaran belanja Negara yang
disusun menurut asas bruto.
e) Penyusunan perkiraan pendapatan Negara
Perkiraan ditetapkan oleh Kemenkeu dengan dibantu Bappenas dengan
f)

masukan K/L.
Penyusunan RAPBN
Kemenkeu menyusun RAPBN untu dibahas dalam sidang kabinet yang
dipimpin Presiden untuk selanjutnya disusun RUU APBN beserta
pendukungnya, terdiri dari Nota Keuangan (NK) dan himpunan RKA-K/L

untuk disampaikan pada DPR.


2) Tahap penetapan UU APBN
a) Tingkat I
Presiden menyampaikan pidato pengantar RUU APBN di depan Sidang
Paripurna DPR.
b) Tingkat II
Tiap fraksi mengemukakan pendapatnya mengenai RUU APBN dan
keterangan pemerintah.
c) Tingkat III
Dilakukan pembahasan antara pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan
bersama DPR dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, atau rapat
panitia khusus.
d) Tingkat IV
Melalui rapat paripurna

DPR

kedua,

disampaikan

laporan

hasil

pembicaraan tingkat III dan pendapat akhir tiap fraksi. Jika RUU APBN
disetujui DPR maka presiden mengesahkan menjadi UU APBN.
3) Tahap pelaksanaan UU APBN
Pelaksanaan dari UU APBN ditetapkan dengan keputusan presiden sebagai
pedoman bagi K/L dalam melaksanakan anggaran, yang memuat hal-hal yang
belum terperinci dalam UU APBN, misalnya alokasi dana perimbangan untuk
pemerintah daerah.
4) Tahap pengawasan pelaksanaan UU APBN
Pengawasan atas pelaksanaan UU APBN dilakukan baik secara intern, yaitu
oleh BPKP dan Itjen tiap K/L, maupun secara ekstern yaitu oleh BPK. BPK
merupakan lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri, yang memiliki

kewajiban untuk melaporkan hasil pemeriksaannya kepada DPR, DPD, dan


DPRD untuk ditindaklanjuti sesuai dengan undang-undang. Pemeriksaan atas
pelaksanaan APBN mencakup seluruh unsur keuangan Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 UU No. 17/2003.
5) Tahap pertanggungjawaban atas pelaksanaan UU APBN
Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun Lapkeu Pemerintah
Pusat

untuk

disampaikan

pada

presiden

dalam

rangka

memenuhi

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Lapkeu tersebut disampaikan oleh


presiden kepada BPK selambatnya tiga bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Lapkeu disusun menggunakan standar akuntansi pemerintahan yang
mengacu pada IPSAS. Laporan keuangan pemerintah tersebut terdiri dari
laporan realisasi APBN, neraca, laporan arus kas, laporan operasional, dan
CALK.
Tahapan dalam siklus pengelolaan APBD
1) Tahap penyusunan rancangan APBD
a) Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
RKPD merupakan penjabaran RP3MD dengan menggunakan bahan dari
Renja SKPD untuk jangka waktu satu tahun yang mengacu kepada RKP.
RKPD memuat kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan
kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemda maupun dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
b) Penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA)
KUA disusun berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Mendagri setiap tahun. KUA memuat target pencapaian kinerja
yang terukur dari program yang akan dilaksanakan oleh pemda untuk tiap
urusan pemda yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi
belanja daerah sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan
asumsi yang mendasarinya.
c) Penyusunan rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
Rancangan PPAS disusun berdasarkan KUA yang telah disepakati dengan
tahapan menentukan skala prioritas, menentukan urutan program, dan
menyusun plafon anggaran sementara.
d) Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA;SKPD)
RKA-SKPD disusun berdasarkan surat edaran kepala daerah perihal
pedoman penyusunan RKA-SKPD.
e) Penyiapan Raperda APBD

RKA-SKPD disampaikan kepada PPKP untuk dibahas lebih lanjut sebagai


bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
2) Tahap penetapan APBD
3) Tahap pelaksanaan APBD
a) Penyiapan dokumen pelaksanaan anggaran SKPD (DPA-SKPD)
b) Penyusunan anggaran kas
c) Pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah
4) Tahap pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
a) Penyiapan laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan
belanja
b) Penyiapan laporan tahunan dari tahun anggaran berkenaan
c) Penetapan Raperda Pertanggugjawaban pelaksanaan APBD

yang

disampaikan kepada DPRD paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran


berakhir.
Bagan Siklus Pengelolaan APBD
NO

URAIAN

WAKTU

1
2

Penyusunan RKPD
Penyampaian KUA dan PPAS oleh
Ketua TAPD kepada kepala daerah
Penyampaian KUA dan PPAS oleh
kepala daerah kepada DPRD
KUA dan PPAS disepakati antara
kepala daerahdan DPRD
Surat Edaran kepala daerah perihal
Pedoman RKA-SKPD
Penyusunan dan pembahasan RKASKPD dan RKA-PPKD serta
penyusunan Rancangan APBD
Penyampaian Rancangan APBD
kepada DPRD
Pengambilan persetujuan Bersama
DPRD dan kepala daerah

Akhir bulan Mei


Minggu 1bulan Juni

3
4
5
6

7
8

Hasil evaluasi Rancangan APBD

10

Penetapan Perda APBD dan Perkada


Penjabaran APBD sesuai dengan
hasil evaluasi

LAMA

1 minggu
Pertengahan bulan
Juni
Akhir bulan Juli
Awal bulan Agustus
Awal Agustus
sampai dengan akhir
September
Minggu pertama
bulan Oktober
Paling lama 1 (satu)
bulan sebelum tahun
anggaran yang
bersangkutan
15 hari kerja (bulan
Desember)
Paling Lambat Akhir
Desember (31
Desember)

6
minggu
1 Minggu
7 Minggu

2 Bulan

Struktur dan Format APBN/APBD


Sebagai suatu entitas yang mengemban amanat rakyat, pemerintah dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya harus memiliki rencana yang matang, yang
akan digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas negara termasuk
dalam hal pengurusan keuangan.
Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 UUD 1945, dijelaskan bahwa:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan

negara

ditetapkan

setiap

tahun

dengan

undang-undang

dan

dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya


kemakmuran rakyat.
Sesuai UU di atas, APBN harus diwujudkan dalam bentuk Undang-undang, dalam
hal ini Presiden berkewajiban menyusun dan mengajukan Rancangan APBN
kepada DPR, yang memuat asumsi umum yang mendasari penyusunan APBN,
perkiraan penerimaan, pengeluaran, transfer, defisit/surplus, pembiayaan defisit
dan kebijakan pemerintah.
Sejarah Struktur APBN
Pemerintah sejak tahun 1969/1970 menggunakan Anggaran Belanja Seimbang
Dinamis, yang diwujudkan dalam format APBN yang menggunakan format Taccount. Dalam T-account, sisi penerimaan dan sisi pengeluaran dipisahkan di
kolom yang berbeda dan mengikuti anggaran yang berimbang dan dinamis,
seimbang berarti sisi penerimaan dan pengeluaran mempunyai nilai jumlah yang
sama. Jika jumlah pengeluaran lebih besar daripada jumlah penerimaan (defisit),
maka kekurangannya ditutupi dari pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber
dalam atau luar negeri. Apabila yang terjadi adalah surplus maka kelebihan akan
digunakan untuk keperluan lainnya. Intinya jumlah kedua sisi baik penerimaan dan
pengeluaran selalu sama.
Format T-account dirasakan belum memenuhi tuntutan keterbukaan oleh
masyarakat dimana pada format ini sumber pendanaan guna menutup defisit tidak
secara jelas disebutkan, hal ini tampak pada hutang luar negeri yang disebut
sebagai penerimaan pembangunan, padahal yang namanya hutang harus

dikembalikan kepada pemberi pinjaman sedangkan penerimaan adalah dana yang


diterima pemerintah tanpa perlu dikembalikan, sehingga hutang yang seharusnya
akan memberatkan keuangan negara dianggap tidak memberatkan karena
dianggap sebagai penerimaan, demikian pula pembayaran cicilan luar negeri
dianggap sebagai pengeluaran rutin. Hal lain yang juga menjadi kelemahan format
T-Account adalah ketidakjelasan komposisi anggaran yang dikelola pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, hal ini disebabkan sistem anggaran terpusat yang
dilaksanakan sebelum bergulirnya reformasi.
Dengan berbagai kelemahan tersebut mulai tahun 2000 di bawah kepemimpinan
Menteri Keuangan yang dijabat Bambang Sudibyo saat itu, format APBN diubah
menjadi I-account hal ini dilaksanakan dengan beberapa alasan yaitu penyesuaian
format dengan Government Finance Statistics (GFS) sehingga meningkatkan
transparansi dalam penyusunan APBN serta mempermudah analisis, pemantauan,
dan

pengendalian

dalam

pelaksanaan

dan

pengelolaan

APBN

serta

mempermudah analisis komparasi (perbandingan) dengan budget negara lain,


perubahan ini juga dilaksanakan dalam rangka mengakomodir perhitungan dana
perimbangan yang lebih transparan yang didistribusikan oleh pemeritah pusat ke
pemerintah daerah mengikuti pelaksanaan UU No.25/1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat Daerah pasca bergulirnya reformasi.
Dalam format I-Account pinjaman luar negeri diperlakukan sebagai utang,
sehingga jumlahnya harus sekecil mungkin karena pembayaran kembali bunga
dan cicilan pinjaman luar negeri akan memberatkan APBN di masa yang akan
datang.
Penjelasan Struktur APBN
Secara garis besar APBN terdiri dari 5 (lima) komponen utama, yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
I.

Pendapatan Negara dan Hibah


Belanja Negara
Keseimbangan Primer
Surplus/Defisit Anggaran
Pembiayaan
PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
1. Pendapatan Negara, terdiri atas:
a. Penerimaan Perpajakan, terdiri atas:
i)
Pajak Dalam Negeri, terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Cukai, dan


pajak lainnya.
Pajak Perdagangan Internasional, terdiri atas Bea Masuk dan Tarif

ii)

Ekspor.
b. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), terdiri atas:
i)
Penerimaan SDA (Migas dan Non Migas).
ii)
Bagian Laba BUMN.
iii)
PNBP lainnya.
2. Hibah.
II. BELANJA NEGARA
1. Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk
membiayai

kegiatan

pembangunan

Pemerintah

Pusat,

baik

yang

dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas


pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi:
Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga
Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial
(termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
2. Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah,
untuk

kemudian

masuk

dalam

pendapatan

APBD

daerah

yang

bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:


a. Dana Bagi Hasil.
b. Dana Alokasi Umum (DAU), yaitu sejumlah dana yang dialokasikan
kepada setiap Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia
setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah
satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi salah satu komponen
pendapatan pada APBD. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan
Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Umum terdiri dari:
i)
Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi.
ii)
Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota.
Jumlah Dana Alokasi Umum setiap tahun ditentukan berdasarkan
Keputusan Presiden. Setiap provinsi/kabupaten/kota menerima DAU
dengan besaran yang tidak sama, dan ini diatur secara mendetail
dalam Peraturan Pemerintah. Besaran DAU dihitung menggunakan
rumus/formulasi statistik yang kompleks, antara lain dengan variabel
jumlah penduduk dan luas wilayah.
c. Dana Alokasi Khusus (DAK), adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan

tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan


Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
DAK termasuk Dana Perimbangan, di samping Dana Alokasi Umum
(DAU).
d. Dana Otonomi Khusus.
e. Subsidi, merupakan

bentuk

pengeluaran

pemerintah

yang

mengakibatkan kenaikan daya beli masyarakat.Peningkatan daya beli


i)
ii)

dapat terjadi melalui dua hal, yaitu:


harga barang/jasa yang dibayar masyarakat lebih rendah dari yang
seharusnya;
penghasilan

masyarakat

meningkat

karena

tidak

perlu

mengeluarkan uang untuk memperoleh suatu barang/jasa.


Contoh, pemberian subsidi pada Pertamina dimaksudkan agar harga
jual bahan bakar minyak (BBM) pada masyarakat lebih rendah dari
biaya pengadaannya sehingga sebagian dari penghasilan masyarakat
yang seharusnya dipakai untuk membayar konsumsi BBM dapat
dipakai untuk keperluan lain.
III. KESEIMBANGAN PRIMER
Keseimbangan Primer merupakan selisih antara belanja (di luar pembayaran
pokok dan bunga hutang) dengan total pendapatan.
IV. SURPLUS/DEFISIT ANGGARAN
Deifisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Terdapat
empat pilihan cara untuk mengukur defisit anggaran, yaitu:
1. Defisit Konvensional, yaitu defisit yang dihitung berdasarkan selisih antara
total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.
2. Defisit Moneter, merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar
pembayaran pokok hutang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan
hutang).
3. Defisit Operasional, merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil
dan bukan nilai nominal.
4. Defisit Primer, merupakan selisih antara belanja (di luar pembayaran pokok
dan bunga utang) dengan total pendapatan.
V. PEMBIAYAAN
1. Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi,
Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
2. Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:

a. Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan


Pinjaman Proyek.
b. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo
dan Moratorium.
Dalam keadaan defisit tentunya diperlukan tambahan dana agar kegiatan yang
telah direncanakan tetap dapat dilaksanakan. Dana tersebut bias berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri. Upaya untuk menutup defisit disebut
sebagai pembiayaan defisit (deficit financing). Upaya ini dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk, misalnya:
1) Hutang.
2) Menjual aset negara.
3) Memperoleh hibah.
FORMAT APBN
Format APBN Lama (T-Account)
Sisi Penerimaan

A.

Penerimaan dalam negeri, terdiri


atas:

Pengeluaran rutin, terdiri atas:

1. penerimaan migas dan non migas;

1. belanja pegawai;

2. penerimaan pajak;
B.

C.

2. belanja barang;

3. penerimaan bukan pajak.

3. subsidi daerah otonom;

Penerimaan pembangunan, terdiri


atas:

4. bunga dan cicilan utang;

1. bantuan program;
2. bantuan proyek.

Format APBN Baru (I-Account)


Uraian
A. Pendapatan Negara dan Hibah
A.1. Penerimaan dalam negeri
a)

Sisi Pengeluaran

Penerimaan perpajakan
i.

Pajak dalam negeri

1. Pajak penghasilan
a.

Migas

b.

Non migas

5. lain-lain.
D.

Pengeluaran pembangunan, terdiri


atas:
1. pembiayaan pembangunan rupiah;
2. pembiayaan proyek.

2. Pajak pertambahan nilai


3. Pajak bumi dan bangunan
4. Bea perolehan atas tanah dan bangunan
5. Cukai
6. Pajak lainnya
ii.

Pajak perdagangan internasional

1. Bea masuk
2. Pajak/Pungutan ekspor
b)

Penerimaan bukan pajak


i.

Penerimaan SDA

1. Minyak bumi
2.

Gas alam

3.

Pertambangan umum

4.

Kehutanan

5.

Perikanan

ii. Bagian laba BUMN


iii. PNBP lainnya
A.2. Hibah
B. Belanja Negara
B.1. Anggaran belanja pemerintah pusat
a) Pengeluaran rutin
b) Pengeluaran pembangunan
B.2. Anggaran belanja untuk daerah
a)

Dana perimbangan
b) Dana otonomi khusus dan penyeimbang

C. Keseimbangan Primer
D. Surplus/Defisit Anggaran (AB)
E. Pembiayaan (E1+E2)
E.1 Pembiayaan dalam negeri
E.2 Pembiayaan luar negeri (Neto)

STRUKTUR APBD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur APBD
merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan
bersih dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh
daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui
Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana.
Pendapatan daerah meliputi:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD),yaitu bagian dari pendapatan daerah yang
bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Kewenangan daerah dalam memungut PAD dimaksudkan
agar daerah dapat mendanai pelaksanaan otonomidaerah yang bersumber
dari potensi daerahnya sendiri.
PAD terdiri dari:
i)
Pajak Daerah.
ii)
Retribusi Daerah.
iii)
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang mencakup:
a) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah
(BUMD);
b) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik

iv)
b.
i)
ii)
iii)

pemerintah (BUMN); dan


c) bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta.
Lain-lain PAD yang Sah.
Dana Perimbangan, meliputi:
Dana Alokasi Umum (DAU),
Dana Alokasi Khusus (DAK),
Dana Bagi Hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan

pajak.
c. Pendapatan Lain-Lain yang Sah.
2. Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum
Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah
dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh daerah.
3. Pembiayaan Daerah, adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran
yang

bersangkutan

maupun

pada

tahun-tahun

anggaran

berikutnya.

Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang


dimaksudkan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD.

BAGAN STRUKTUR APBD


Kesimpulan

Anggaran

pendapatan

dan

belanja

negara

adalah

keuangan

tahunan

pemerintahan negara/ daerah yang disetujui oleh legislatif. Yang menjadi dasar
hukum APBN/D adalah UU APBN/ Perda. Prinsip kebijakan APBN yang paling
utama adalah bahwa penerimaan dalam negeri yang berasal dari penerimaan
bukan migas harus menjadi tulang penerimaan negara. Siklus pengelolaan APBN
yang melalui lima tahap yaitu tahap perencanaan, tahap penetapan, tahap
pelaksanaan, tahap pengawasan, dan tahap perhitungan APBN. Mulai tahun 2000
kebijakan APBN antara lain ditentukan bahwa tahun anggaran dimulai 1 Januari
sampai dengan 31 Desember. Dilihat dari strukturnya, APBN disusun dalam
rekening I account dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan transparansi dan
mempermudah analisis komparasi mengenai perkembangan operasi fiskal.

Anda mungkin juga menyukai