Anda di halaman 1dari 7

Jawaban Nomor 1.

1. A. Struktur APBD Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13


Tahun 2006, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:
1. Pendapatan Daerah ;
2. Belanja Daerah; dan
3. Pembiayaan Daerah.
Struktur APBD tersebut diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan
organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan
sesuai dengan peraturan perundangundangan.
1. Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun
bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan
daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum
Daerah yang menambah ekuitas dana.
2. Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari
Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang
merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut
urusan wajib, urusan pilihan, dan klasifikasi menurut organisasi, fungsi,
program kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri Nomor 13
Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi
belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi
menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja.
3. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) Menurut
Pasal 89 ayat (3) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, setelah ada Nota
Kesepakatan tersebut di atas Tim Anggaran (TAPD) menyiapkan surat
edaran kepala daerah tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD yang
harus diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran
berjalan. Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh
proses penyusunan APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan
latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan
umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi sumber daya
dengan melibatkan partisipasi masayarakat. Sementara itu, penyusunan
anggaran dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan kerangka
pengeluaran jangka menengah (KPJM), pendekatan anggaran terpadu,
dan pendekatan anggaran kinerja. Pendekatan KPJM adalah pendekatan
penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan pengambilan keputusan
terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari satu
tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan
yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam
prakiraan maju. Kerangka pengeluaran jangka menengah digunakan
untuk mencapai disiplin fiskal secara berkelanjutan. Gambaran jangka
menengah diperlukan karena rentang waktu anggaran satu tahun terlalu
pendek untuk tujuan penyesuaian prioritas pengeluaran, dan
ketidakpastian terlalu besar bila perspektif anggaran dibuat dalam jangka
panjang (di atas 5 tahun).
4. Pembiayaan Daerah Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan
pemerintah daerah yang dimaksudkan untuk menutup defisit atau untuk
memanfaatkan surplus APBD. Pembiayaan Daerah menurut Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan
Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Penyiapan Raperda APBD RKA-
SKPD yang telah disusun, dibahas, dan disepakati bersama antara Kepala
SKPD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) digunakan
sebagai dasar untuk penyiapan Raperda APBD. Raperda ini disusun oleh
pejabat pengelola keuangan daerah yang untuk selanjutnya disampaikan
kepada kepala daerah. Raperda tentang APBD harus dilengkapi dengan
lampiran-lampiran berikut ini:
a. ringkasan APBD menurut urusan wajib dan urusan pilihan
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
pendapatan, belanja, dan pembiayaan
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi,
program, dan kegiatan
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan
negara
f. daftar jumlah pegawai per-golongan dan per-jabatan
g. daftar piutang daerah
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset-aset lain
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum
diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini
l. dafar dana cadangan daerah; dan m. daftar penjaman daerah. Suatu hal
penting yang harus di

Jajaban no 2.

Pemerintah Provinsi Sulsel patut dijadikan contoh pengelolaan keuangan.


Indikatornya, proporsionalitas antar jenis belanja, khususnya belanja pegawai
sudah bisa ditekan.

Direktorat Jendral (Dirjen) Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri


(Kemendagri), Sulsel patut jadi contoh untuk pengelolaan keuangan. Indikatornya,
proporsionalitas antar jenis belanja, khususnya belanja pegawai sudah bisa ditekan.

Di Pemprov Sulsel, belanja pegawai hanya 15 persen saja.

"Bandingkan dengan beberapa provinsi lain, katakanlah dengan DKI Jakarta yang
belanja pegawainya 31,2 persen. Sepertiga dari total APBD sudah habis hanya
untuk belanja pegawai.

Pemprov Sulsel juga bisa meningkatkan porsi belanja barang dan jasa belanja
modal harus lebih besar dari belanja pegawai untuk mengejar pertumbuhan
ekonomi. Bayangkan kalau belanja pegawai lebih besar. Kita ingin mendorong,
agar pemerintah dan dewan punya komitmen yang sama untuk meningkatkan
belanja modal dan belanja barang dan jasa

kualitas belanja daerah, antara belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan
belanja modal cukup proporsional di APBD Sulsel. Saat ini, perlahan tapi pasti,
daerah sudah mulai mengurangi belanja hibah, bantuan sosial, kemudian belanja
bantuan keuangan. Tapi, memperbesar belanja publik untuk pelayanan publik.
kita bisa lihat datanya bahwa kebanyakan dan hampir semua pemerintah daerah
punya komitmen yang kuat di Sulsel untuk membelanjakan belanja modal. Karena
belanja modal itu adalah belanja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
di daerah.

Jawaban nomor 3.

Pengelolaan keuangan daerah pasca otonomi daerah menuntut adanya perubahan


dalam mekanisme penganggaran dan sistem akuntansi. Mulai tahun anggaran
2004, seluruh Pemerintah Daerah sudah harus menerapkan Keputusan Menteri
Dalam Negeri No. 29 Tahun 2003 tentang Anggaran Berbasis Kinerja dan metode
double entry di dalam Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.

Hasil penelitian terhadap aspek perencanaan dan pengendalian pengawasan


terhadap pengelolaan keuangan daerah menunjukkan bahwa perencanaan dan
pengendalian pengawasan masih belum memadai.
a. Perumusan tujuan pengawasan dan penetapan area audit belum mencerminkan
tujuan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan daerah sebagaimana yang
seharusnya. Penetapan area audit masih bersifat umum, belum difokuskan pada
aspek-aspek penting pengelolaan keuangan daerah yang mencakup perencanaan
APBD, pelaksanaan APBD, serta pertanggungjawaban dan pengendalian APBD.
b. Penetapan prioritas audit dan identifikasi sumber daya belum memiliki dasar
pertimbangan yang memadai, terutama karena kebijakan pengawasan terhadap
pengelolaan keuangan daerah belum mengacu kepada kebijakan pengawasan yang
ditetapkan oleh instansi pembina (Departemen Dalam Negeri).
c. Pengendalian terhadap rencana audit dilakukan melalui reviu, namun belum
menggunakan formulir atau metode lainnya sebagai media, karena belum ada
ketentuan atau pedoman yang mengatur mengenai formulir yang baku sebagai
media pengendalian.

Hasil penelitian terhadap aspek supervisi menunjukkan bahwa pelaksanaan


supervisi belum berjenjang, tetapi langsung dilakukan oleh Kepala Bawasda
karena dalam struktur penugasan tim audit tidak ada fungsi supervisi. Hal ini
disebabkan terutama oleh kurangnya tenaga auditor yang memiliki kualifikasi
sebagai supervisor.

Hasil penelitian terhadap aspek pendidikan dan pelatihan (Diklat) menunjukkan


bahwa jenis diklat yang diperoleh dan diselenggarakan oleh Badan Diklat Daerah
pada masing-masing Bawasda masih kurang relevan dengan pelaksanaan tugas,
khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan
mekanisme anggaran berbasis kinerja. Diklat sertifikasi dan diklat substansi teknis
audit yang diperoleh auditor saat ini masih sangat minim dalam menunjang
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Hal ini terkait erat dengan kurangnya
komitmen Kepala Daerah dalam upaya mengoptimalkan peran Bawasda dalam
PKD melalui penyediaan anggaran yang memadai untuk diklat.

Untuk lebih meningkatkan efektivitas pengawasan terhadap pengelolaan keuangan


daerah, disarankan:

1. Agar Bawasda menetapkan tujuan, area audit, dan sasaran audit yang mencakup
aspek pengelolaan keuangan daerah secara menyeluruh (perencanaan,
pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban APBD), dengan menetapkan
prioritas audit berdasarkan kebijakan pengawasan yang ditetapkan oleh instansi
pembina (Departemen Dalam Negeri dan/atau Kementerian PAN).
2. Perlu ditingkatkan kerjasama dan koordinasi antara Badan Pengawasan Daerah
dengan APIP lainnya baik dalam penyusunan rencana audit maupun
pelaksanaan audit dalam rangka mengatasi keterbatasan sumber daya yang
dimiliki Badan Pengawasan Daerah.
3. Dalam struktur penugasan audit Bawasda agar menerapkan supervisi berjenjang
dengan menggunakan media yang formal.
4. Kepala Daerah agar meningkatkan komitmen untuk mendukung efektifitas
pengawasan terhadap pengelolaan keuangan melalui penyediaan anggaran
pengawasan yang memadai, termasuk anggaran umtuk penyelenggaraan Diklat
bagi auditor di Bawasda.
5. Agar Bawasda memberikan kesempatan yang luas kepada auditor untuk
mengikuti diklat sertifikasi, diklat keahlian khusus, dan diklat substansi teknis
lainnya.

Ref. MP ADPU 4440 Administrasi Pemerintahan Daerah

aifulrahman.lecture.ub.ac.id/files/2010/03/Pertemuan

pkp.go.id/puslitbangwas/konten/531/04.02-Aspek-Manajerial-Pengawasan-
Terhadap-Pengelolaan-Keuangan

Anda mungkin juga menyukai