Anda di halaman 1dari 2

Apa itu SILPA, SiLPA dan SIKPA?

Bicara tentang SiLPA maupun SILPA akan selalu berhubungan dengan pembiayaan. Pembiayaan adalah setiap
penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun
anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah
terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran.
Pembiayaan untuk menutup defisit anggaran sering disebut sebagai penerimaan pembiayaan. Sebaliknya,
pembiayaan yang dilakukan untuk memanfaatkan surplus disebut dengan pengeluaran pembiayaan.

pengertian SiLPA/SIKPA

Selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran
pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu periode pelaporan [PP No. 71 Tahun 2010 tentang Sistem Akuntansi
Pemerintahan (Lampiran I.02)]

Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD selama satu periode
pelaporan [PP No. 24 tahun 2005 Lampiran III, IV Pernyataan Sistem Akuntansi Pemerintahan]

trus....
Apa beda SilPA dengan SILPA?
Kembali ke pertanyaan pada judul di atas, sekilas pertanyaan tersebut adalah biasa saja. Tapi tunggu dulu,
yang satu SilPA (dengan huruf i kecil) dan yang satu lagi SILPA (dengan huruf i besar/kapital). Apa perbedaanya
hanya pada huruf "i" itu? Tentu saja tidak.
SiLPA (dengan huruf i kecil) adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, yaitu selisih lebih realisasi penerimaan
dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. Misalnya realisasi penerimaan daerah tahun anggaran
2008 adalah Rp571 milyar sedangkan realisasi pengeluaran daerah adalah Rp524 milyar, maka SiLPA-nya adalah
Rp47 milyar.
Sedangkan SILPA (dengan huruf i besar/kapital) adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenan. Yaitu
selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka SILPA ini
seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup defisit anggaran
yang terjadi.
Jika angka SILPA-nya positif berarti bahwa ada pembiayaan netto setelah dikurangi dengan defisit anggaran,
masih tersisa (misalnya (Rp2 milyar). Atau dengan penjelasan lain bahwa secara anggaran masih ada dana dari

penerimaan pembiyaan yang Rp2 milyar tersebut yang belum dimanfaatkan untuk membiayai Belanja Daerah
dan/atau Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
Bagaimana pula jika SILPA angkanya negarif?
Jika angka SILPA-nya negatif berarti bahwa pembiayaan netto belum dapat menutup defisit anggaran yang
terjadi. Untuk itu perlu dicari jalan keluarnya. Misalnya dengan mengusahakan sumber-sumber penerimaan
pembiayaan yang lain seperti utang dan lain sebagainya. Atau dengan mengurangi Belanja dan atau
pengeluaran pembiayaan sehingga angka SILPA ini sama dengan nol.

Penggunaan SiLPA
Permendagri 13 Tahun 2006. Pasal 137 menyatakan: Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya
merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:

menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja;

mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung;

mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan

Wamenkeu: Banyak Daerah Klaim Silpa Sebagai PAD


Jakarta (25 April 2013), Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menilai perlu adanya pendefinisian ulang soal
pengertian defisit dalam APBD. Kata dia, selama ini Pemda kerap menggunakan Sisa Lebih Perhitungan
Anggaran (SiLPA) sebagai pendapatan daerah. Padahal kata dia, SiLPA merupakan dana sisa yang hanya boleh
digunakan dalam konteks pembiayaan.
Selain itu, sesuai dengan UU no 33 tahun 2004, tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah,
SiLPA hanya dapat digunakan bila defisit APBN dan APBD mencapai 3 persen.
"Oleh karena itu daerah pasti defisit kalau mereka pakai SiLPA untuk mendorong pertumbuhan ekonominya.
Maka kita perlu meredefinisikan defisit 3 persen itu apa? Apakah yang termasuk penggunaan SiLPA atau defisit
yang dibiayai utang. Karena dari catatan kami 90 persen daerah pembiayaan defisit pakai SiLPA," kata Anny.
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menambahkan, selama ini Pemda cenderung mengklaim alokasi dana
dari pemerintah pusat sangat minim. Padahal, tingginya SiLPA menunjukkan bahwa Pemda belum piawai
mmengatur keuangannya. Oleh karena itu, dia berharap Pemda tidak lagi diberikan SiLPA kecuali bila ada dana
sisa karena efisiensi program, bukan karena programnya mangkrak atau macet.

Anda mungkin juga menyukai