Anda di halaman 1dari 26

BADAN LAYANAN UMUM

A. Pengertian Badan Layanan Umum


Definisi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
Dalam mengelola keuangannya disebut dengan Pola Pengelolaan Keuangan BLU
yaitu pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Menurut teori agensifikasi, BLU merupakan agen pemerintah yang memperoleh
kewenangan yang lebih luas dalam hal antara lain manajemen organisasi, pengelolaan
keuangan maupun dalam hal pelaporan dan akuntabilitas kinerja. Menurut jenis layanan,
BLU dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori yaitu:

BLU Pendidikan antara lain Universitas di bawah Kementerian Pendidikan, Politeknik


1. dibawah Kementerian Kesehatan, Sekolah Tinggi di bawah Kementerian Perhubungan
dan lain-lain.

BLU Kesehatan seperti rumah sakit pusat yang secara struktural berada di bawah
2.
Kementerian Kesehatan.

BLU Pengelola Dana yaitu BLU yang dibentuk untuk menyalurkan kredit dengan bunga
3. terjangkau kepada Koperasi dan lembaga keuangan non perbankan dalam rangka
peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat.

BLU Pengelola Wilayah/Kawasan yaitu unit kerja pemerintah yang mengelola kawasan
4.
ekonomi terpadu antara lain Batam dan Komplek Gelora Bung Karno.

B. Tujuan dan Azas Badan Layanan Umum


BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
1
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Asas-asas BLU adalah sebagai berikut:
1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah
untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan
yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah
dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota.
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta
laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang
sehat.

C. Hak dan Kewajiban Badan Layanan Umum


Hak-hak yang dimiliki oleh BLU meliputi:
1. Flekisibilitas pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja,
pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa;
2. Mempekerjakan tenaga profesional non PNS; dan
3. Pegawai BLU berhak menerima imbalan jasa sesuai dengan kontribusinya
(remunerasi).
Kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh BLU meliputi:
1. Meningkatkan kinerja pelayanan bagi masyarakat;
2. Meningkatkan kinerja keuangan;
3. Meningkatkan manfaat bagi masyarakat;
4. Menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang
distandarkan oleh menteri teknis pembina; dan
5. Menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakanya dalam kaitannya dengan

2
layanan yang telah direalisasikan sesuai dengan Stndar Akuntansi Keuangan yang
diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia.
PERSYARATAN, KARAKTERISTIK, PENETAPAN DAN
PENCABUTAN

A. Persyaratan Menjadi BLU


Satuan kerja instansi pemerintah dapat menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU
apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
1. Persyaratan Substantif
Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah bersangkutan :
a. Menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
1) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum.
2) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum.
3) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
b. Bidang layanan umum tersebut merupakan kegiatan pemerintah yang bersifat
operasional, dalam menyelenggarakan pelayanan umum satker tersebut menghasilkan
semi barang/jasa publik (quasi public goods). Pengertian semi barang/jasa publik (quasi
public goods) adalah barang/jasa yang seharusnya disediakan oleh pemerintah, tetapi
dapat juga disediakan oleh swasta (private).

2. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis instansi pemerintah bersangkutan terpenuhi apabila :
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana
ditunjukan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa kinerja satker dapat ditingkatkan
adalah kinerja pelayanan dan keuangan satker tersebut meningkat secara signifikan
sesudah satker tersebut berstatus BLU. Peningkatan kinerja tersebut dapat dilihat dari
persyaratan administratif (rencana strategis bisnis) satker. Salah satu indikator kinerja
keuangan satker yang sehat adalah pendapatan satker tersebut signifikan dalam
meningkatkan kinerja satker yang berstatus BLU.

3
3. Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan
dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan
manfaat bagi masyarakat.
b. Pola Tata Kelola (corporate governance).
Merupakan peraturan internal Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang menetapkan :
1) organisasi dan tata laksana, mencakup struktur organisasi, prosedur kerja,
pengelompokan fungsi yang logis,dan ketersediaan pengembangan sumber daya
manusia
2) akuntabilitas, terdiri dari akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan.
3) transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan
ketersediaan informasi kepada publik.
c. Rencana strategis bisnis, mencakup antara lain visi, misi, program strategis, dan
pengukuran pencapaian kinerja.
d. Laporan keuangan pokok, adalah laporan keuangan yang berlaku bagi instansi tersebut
yang meluputi:
1) Kelengkapan laporan
2) Kesesuaian dengan standar akuntansi (standar akuntansi pemerintah, standar
akuntansi keuangan, atau standar akuntansi lain);
3) Hubungan antar laporan keuangan, bahwa unsur-unsur dalam laporan keuangan
harus dapat diverifikasi antarlaporan;
4) Kesesuaian antara kinerja keuangan dengan indikator kinerja yang ada di
rencana strategis; dan
5) Analisis laporan keuangan.
e. Standar Pelayanan Minimum (SPM), menggambarkan ukuran pelayanan yang harus
dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah yang akan menerapkan PK BLU
dengan mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya
serta kemudahan memperoleh layanan.
Standar Pelayanan Minimum sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker
2) Rencana Pencapaian SPM
3) Indikator pelayanan
4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan
menteri/pimpinan lembaga.
f. Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja

4
instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU.

B. Karakteristik BLU
Tabel perbandingan karakteristik antara Satuan Kerja dengan Badan Layanan Umum

Satker BLU

Definisi Satuan kerja adalah unit yang Badan Layanan Umum adalah
merupakan bagian dari suatu instansi pemerintah yang
Kementerian/Lembaga dan Non menyediakan barang/atau jasa untuk
Kementerian Lembaga yang memberikan pelayanan kepada
melaksanakan satu atau beberapa masyarakat berdasarkan prinsip
kegiatan dari suatu program efisiensi dan produktivitas.
pemerintah.

Status PNS (pegawai negeri sipil) Pegawai Negeri Sipil (PNS)


Kepegawaian
Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK)

Manajemen Birokratis, hirarkis, rule and -Customer focus


process oriented
-Output oriented

-Manajemen ala bisnis

Budaya kerja Administratif Kinerja berdasarkan produktivitas

Kelembagaan Bagian dari K/L, Struktural Agen K/L, Board management


(Dewan Direksi)
Eselonisasi jabatan
Advisory board (Dewas)

Sumber Dana APBN APBN dan Pendapatan Jasa Layanan

Pengelolaan Tidak boleh melampaui pagu Dapat melampaui pagu sesuai


Keuangan anggaran dengan ambang batas yang
ditetapkan
Tidak memiliki saldo awal
Memiliki saldo awal

Anggaran dapat dipakai pada tahun


berikutnya

Budgeting Menyusun RKA-KL, DIPA Menyusun RBA, RKA-KL dan

5
DIPA

Unit-unit yang sudah mendapat predikat sebagai BLU diberi beberapa keistimewaan
yang tidak dimiliki oleh satuan kerja pada umumnya diantaranya sebagai berikut:
Pertama, BLU menganut pola anggaran fleksibilitas (flexible budget). Pola anggaran ini
mengizinkan pemimpin BLU melakukan belanja lebih besar daripada yang ditetapkan
dalam dokumen pelaksaanan anggaran. Besarnya ambang batas fleksibilitas anggaran
tentunya ditetapkan terlebih dahulu dalam dokumen Rencana Bisnis Anggaran tahunan
sebagai dokumen perencanaan dan penganggaran BLU. Dalam mekanisme PPK-BLU,
pendapatan yang berasal dari jasa layanan dapat dikelola secara langsung untuk
membiayai kegiatan operasional. Sebaliknya menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2007, Satuan kerja non-BLU, yang memiliki Penerimaan Negara Bukan Pajak, wajib
menyetor secepatnya ke Kas Rekening Negara. Istimewanya, BLU hanya perlu
melaporkan jumlah penerimaan sekaligus mempertanggungjawabkan belanja yang sudah
dilakukan melalui Surat Perintah Pengesahan Pertanggungjawaban Belanja (SP3B)
minimal sekali dalam tiga bulan (Per-30/PB/2011). Singkatnya, selain tidak diwajibkan
untuk menyetor PNBP secara langsung ke rekening Kas Negara, BLU diberi
kewenangan untuk melampaui pagu anggaran dalam rangka menambah volume output
kegiatan dalam satu periode anggaran. Namun perlu digarisbawahi bahwa pengeluaran
BLU yang dapat dilampaui hanya yang sumber dananya berasal dari PNBP sesuai
dengan ambang batas yang telah ditetapkan dalam dokumen Rencana Bisnis Anggaran
(RBA).
Kedua, BLU dapat memiliki saldo akhir tahun sebagai surplus kas. Surplus BLU terjadi
apabila terdapat selisih lebih antara pendapatan operasional dengan pengeluaran rutin
dalam satu tahun anggaran. Selain itu, pemimpin BLU dapat memanfaatkan saldo awal
sebagai uang muka kerja sehingga dalam proses pelayanan publik tidak mengalami
kekuarangan sumberdaya sebelum dokumen pelaksanaan anggaran dapat direalisasikan
pada awal tahun. Ketentuan tersebut jelas sangat berbeda dengan aturan dalam
pengelolaan keuangan berbasis satker dimana satker wajib menyetorkan saldo akhir
tahun anggaran ke rekening kas Negara pada akhir tahun anggaran.
Ketiga, meskipun dikelola bukan untuk mencari keuntungan, BLU memiliki
kewenangan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat sama seperti halnya
dengan organisasi yang berorientasi pada keuntungan. Hal itu secara implisit
menekankan agar BLU dikelola dengan konsep manajerialisme agar mampu
meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelayanan publik. Sehingga kemampuan
managerial menjadi krusial dalam menjalankan roda organisasi untuk mencapai tujuan
organisasi dalam penyediaan pelayanan publik. Selain itu, pemimpin BLU diberi
6
kewenangan dalam hal pengelolaan investasi, pengelolaan kas, pengelolaan utang dan
piutang, dan pengelolaan aset/barang. Harapannya, dengan semakin meningkatkan
kemampuan keuangan, pemimpin BLU dapat meningkatkan kualitas layanan serta
meningkatkan remunerasi sebagai imbalan atas kinerja pegawai. Untuk menjaga
akuntabiitas publik dan menghidari moral hazards, BLU dilengkapi dengan dewan
pengawas sebagai alat kelengkapan organisasi yang mewakili kepentingan pemerintah.

C. Penetapan BLU
Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi
persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK BLU kepada
Menteri Keuangan. Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan
apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan
instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK BLU berupa pemberian status
BLU secara penuh atau bertahap.
Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap
usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak dokumen persyaratan diterima
secara lengkap dari Menteri/Pimpinan Lembaga. Penetapan BLU dapat berupa pemberian
status BLU secara penuh atau status BLU Bertahap.
1. Status BLU Secara Penuh
Status BLU secara penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan
administratif telah dipenuhi dengan memuaskan.
2. Status BLU Bertahap
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif
telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan.

D. Pencabutan Status BLU


Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan BLU berakhir apabila:
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya apabila BLU yang
bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau
administratif;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari Menteri/Pimpinan Lembaga
sesuai dengan kewenangannya apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak memenuhi
persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif; atau
3. Berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pencabutan ini dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

7
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Pembahasan tentang perencanaan dan penganggaran diawali dengan proses penyusunan


rencana strategis (renstra) bisnis oleh satker BLU yang berpedoman pada renstra Kementerian
Negara/Lembaga/Dewan Kawasan. Renstra bisnis ini digunakan sebagai panduan oleh satker
BLU dalam mengelola kegiatannya selama 5 tahun ke depan. Untuk kebutuhan perencanaan dan
penganggaran tahunan, satker BLU menyusun dokumen yang disebut rencana bisnis dan anggaran
atau biasa disebut RBA. Secara garis besar, RBA memuat kegiatan dan target yang akan
dilaksanakan pada tahun tersebut beserta anggaran yang mengikuti. Pembahasan mengenai
renstra bisnis satker BLU dan RBA akan diuraikan dalam pokok-pokok bahasan dibawah
ini.

A. Rencana Strategis Bisnis


Rencana strategis bisnis, selanjutnya disebut renstra bisnis, lahir dari sebuah proses
manajemen strategis. Manajemen strategis sendiri merupakan seni dan ilmu untuk
memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang
memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Tujuan dari manajemen strategis
adalah untuk mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa
mendatang.

Renstra bisnis mengemuka ketika organisasi sadar bahwa tantangan organisasi di


masa depan semakin kompleks dengan berbagai macam permasalahan dan persaingan.
Identifikasi terhadap lingkungan internal dan eksternal mutlak diperlukan guna mengetahui
kekuatan, kelemahan, tantangan serta ancaman organisasi. Elemen- elemen tersebut
kemudian dianalisis dan ditransformasikan ke dalam sebuah tahapan- tahapan strategi untuk
mencapai visi dan misi organisasi.

Satker BLU adalah sebuah organ pemerintah yang bertindak untuk menyediakan
layanan dalam bentuk penyediaan barang dan jasa dimana dalam pengelolaannya lebih
menitikberatkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas dengan tidak mengutamakan
pencapaian laba (not for profit). Sebagai sebuah organisasi modern, satker BLU dituntut
mampu menyusun dan menguraikan visi dan misi ke dalam tahapan-tahapan strategis untuk
mencapai visi dan misi tersebut.

8
Langkah-langkah normatif dalam proses perumusan sebuah renstra bisnis juga
dilaksanakan oleh satker BLU untuk memastikan bahwa satker BLU tersebut mengenali
dirinya sendiri dan menggunakan keunggulan kompetitif yang dimiliki sebagai instrumen
untuk bersaing dengan organisasi lain yang memiliki layanan sejenis.

B. RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN (RBA)


1. Konsep, Definisi, dan Dasar-Dasar Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
Ketika sebuah renstra bisnis satker BLU telah disusun, langkah lanjutan dari sebuah
proses perencanaan dan penganggaran satker BLU adalah penyusunan rencana bisnis dan
anggaran tahunan, yang biasa disebut RBA. Sebagai representasi dari sebuah renstra bisnis
satker BLU, RBA berfungsi sebagai dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran
tahunan satker BLU yang memuat program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran BLU.
Berbicara mengenai RBA satker BLU tidak dapat dilepaskan dari kerangka
APBN secara keseluruhan. Target pendapatan dan belanja yang tercantum dalam RBA
tetap harus dicatatkan dalam APBN. Realisasi atas target pendapatan PNBP dan belanja
yang bersumber dari PNBP harus dibukukan dan dipertanggungjawabkan dalam kerangka
keuangan negara. Harus disadari oleh pejabat pengelola dan pegawai satker BLU bahwa
satker BLU bukanlah kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga prinsip-prinsip dalam
pengelolaan keuangan negara tetap harus dipahami dan dipedomani oleh satker BLU.
Fleksibilitas yang diberikan dalam kerangka memberikan pengecualian terhadap prinsip
universalitas agar satker BLU dapat berkembang dan memberikan pelayanan yang
memuaskan kepada masyarakat. Posisi RBA terhadap APBN digambarkan dalam
diagram berikut:

Diagram posisi RBA terhadap APBN

2. Penyusunan RBA
Dalam menyusun RBA, satker BLU harus mempertimbangkan ukuran dan

9
kompleksitas organisasinya. Satker BLU yang memiliki organisasi yang berukuran kecil
dapat melakukan sentralisasi dalam hal penganggaran. Namun, satker BLU yang besar dan
kompleks perlu melakukan desentralisasi dengan memberikan kewenangan kepada unit- unit
kerja di dalamnya untuk mengajukan kebutuhan anggaran yang diperlukan dan
membebaninya dengan target pendapatan. Desentralisasi penyusunan anggaran tersebut

UNIT
KEGIATAN:
- Analisa
biaya per unit
UNIT UNIT
KEGIATAN: KEGIATAN:
- Analisa - Analisa
biaya per unit biaya per unit
HEAD
OFFICE:

-consolidated
UNIT UNIT
KEGIATAN: KEGIATAN:
- Analisa - Analisa
biaya per unit biaya per unit
UNIT
KEGIATAN:
- Analisa
biaya per unit

Skema Penyusunan RBA

tentu saja tetap harus dalam koridor program, kegiatan, dan kebijakan yang telah
dituangkan dalam renstra bisnis. Dalam hal ini, tugas pimpinan BLU untuk
menerjemahkan dan mensosialisasikan renstra bisnisnya kepada unit-unit kerja yang ada
dan menghimpun rencana dan anggaran yang diajukan oleh masing-masing unit kerja
untuk kemudian ditransformasikan dalam bentuk RBA.

Dasar-dasar yang digunakan dalam penyusunan RBA diuraikan sebagai berikut:


a) RBA disusun dengan mengacu kepada Rencana Strategis Bisnis BLU dan Pagu
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan. Pagu Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga merupakan batas tertinggi anggaran yang dialokasikan
kepada Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L yang
disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan pada akhir bulan Juni.

10
b) Pagu Anggaran BLU dalam RKA-K/L yang sumber dananya berasal dari pendapatan
BLU dan surplus anggaran BLU, dirinci dalam satu program, satu kegiatan, satu output,
dan jenis belanja. Rincian lebih lanjut pagu anggaran BLU dituangkan dalam RBA.
c) RBA disusun berdasarkan
1) basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.
2) kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima.
3) basis akrual.
d) Penggunaan Standar Biaya:
1) Bagi BLU yang telah menyusun standar biaya layanannya berdasarkan
perhitungan akuntansi biaya (dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya yang
ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan), RBA
disusun menggunakan standar biaya tersebut. Penetapan standar biaya oleh
Pemimpin BLU dan dilampiri SPTJM.
2) Bagi BLU yang belum menyusun standar biaya layanannya berdasarkan
perhitungan akuntansi biaya, BLU menggunakan standar biaya yang
ditetapkan oleh Menkeu.
e) Penyusunan kebutuhan dan kemampuan pendapatan disusun per unit kerja pada satker
BLU dan merupakan pagu belanja yang dirinci menurut program, kegiatan, output, akun
belanja dan detail belanja. Kemampuan pendapatan bersumber dari:
1) Pendapatan yang akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada
masyarakat;
2) Hibah tidak terikat dan/atau hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau
badan lain;
3) Hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya;
4) Penerimaan lainnya yang sah; dan/atau
5) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN
f) RBA memuat paling kurang:
1) Seluruh program, kegiatan dan target kinerja (output);
2) Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;
3) Asumsi makro dan mikro;
4) Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan disusun per unit kerja pada
satker BLU.
5) Perkiraan biaya layanan per unit kerja.
6) Prakiraan maju (forward estimate).

11
7) RBA menganut pola anggaran fleksibel (flexibel budget) dengan suatu
Persentase Ambang Batas tertentu yang memberikan keleluasaan penggunaan
belanja dalam RBA untuk bertambah atau berkurang secara proporsional
terhadap pendapatan BLU selain yang bersumber dari RM.

3. Mekanisme Pengajuan dan Pengesahan RBA

Keterangan:
1. Penyusunan Rencana Strategis Bisnis BLU
BLU menyusun Rencana Strategis Bisnis BLU berdasarkan Renstra K/L.
2. Penyusunan RBA
BLU menyusun RBA mengacu pada Rencana Strategis Bisnis BLU dan Pagu
Anggaran K/L.
3. Penyusunan RKA K/L
a. RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan diketahui oleh Dewan
Pengawas/pejabat yang ditunjuk, selanjutnya diusulkan kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan untuk mendapat
persetujuan.
b. RBA dilampiri SPM, tarif, dan/atau standar biaya.
c. RBA yang telah disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan menjadi dasar penyusunan RKA K/L untuk satker BLU.

12
4. Penelaahan RKA K/L
a. RKA K/L dan RBA diajukan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan untuk disampaikan kepada Menkeu c.q. DJA.
b. Pengajuan RKA-K/L dan RBA dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyusunan
RKA- K/L berdasarkan pagu anggaran.
c. Menkeu c.q. DJA menelaah RKA K/L dan RBA yang diajukan oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dalam rangka penelahaan
RKA-K/L, sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN.
5. Penyusunan RBA Definitif
a. Pemimpin BLU melakukan penyesuaian RKA K/L dan RBA dengan Perpres
Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.
b. RBA yang telah disesuaikan ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh
Dewan Pengawas/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menjadi RBA
definitif.
c. Dalam hal satker BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, maka RBA definitif
ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, dan disetujui
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.
d. Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menyampaikan RKA K/L
dan RBA definitif kepada Menkeu c.q. DJA dan DJPBN.
e. RBA definitif merupakan dasar untuk melakukan kegiatan satker BLU.
Pemimpin BLU dapat menyusun rincian RBA definitif sebagai penjabaran
lebih lanjut dari RBA definitif. Tata cara penyusunan dan format rincian RBA
definitif ditetapkan oleh Pemimpin BLU.

13
C. Komponen Laporan Keuangan BLU
Sesuai SAK Sesuai SAP
Pasal 11 PMK 76/PMK.05/2008 : PMK 217/PMK.05/2015 :

Laporan keuangan paling sedikit terdiri Laporan keuangan paling sedikit terdiri dari:
dari : 1. Laporan Realisasi Anggaran;
1. Laporan Realisasi Anggaran; 2. Laporan Operasional/Laporan Aktivitas;
2. Lapora Aktivitas/Laporan Operasional; 3. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
3. Neraca; 4. Neraca;
4. Laporan Arus Kas; dan 5. Laporan Arus Kas;
5. Catatan atas Laporan Keuangan. 6. Laporan Perubahan Ekuitas; dan
7. Catatan atas Laporan Keuangan.

1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)


Tujuan

Memberikan informasi mengenai realisasi pendapatan dan belanja yang masing-


masing diperbandingkan dengan anggaran dalam satu tahun periode

Kegunaan

Informasi pada Laporan Realisasi Anggaran bagi pengguna laporan keuangan adalah
untuk :
1) Mengevaluasi kinerja realisasi anggaran tahun berjalan
2) Menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang
berguna dalam mengevaluasi kinerja BLU dalam hal efisiensi dan efektivitas
penggunaan anggaran

2. Laporan Operasional (LO)/Laporan Aktivitas (LA)


Tujuan

Memberikan informasi mengenai sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya


ekonomi yang dikelola oleh BLU

Kegunaan

Informasi pada Laporan Aktivitas bagi pengguna laporan keuangan adalah untuk :
1) Mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber ekonomi
2) Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber
daya ekonomi

14
3) Menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang
berguna dalam mengevaluasi kinerja BLU dalam hal efisiensi dan efektivitas
penggunaan anggaran

3. Neraca
Tujuan

Menyediakan informasi tentang posisi keuangan BLU meliputi aset, kewajiban, dan
ekuitas pada tanggal tertentu

Kegunaan

Informasi pada neraca bagi pengguna LK digunakan untuk menilai:


1) Kemampuan BLU dalam memberikan jasa layanan secara berkelanjutan
2) Likuiditas dan solvabilitas
3) Kebutuhan pendanaan eksternal

4. Laporan Arus Kas


Tujuan

Menyediakan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara


kas selama periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan

Kegunaan

Informasi pada Laporan Arus Kas bagi pengguna laporan keuangan adalah menilai :
1) Kemampuan BLU dalam menghasilkan kas dan setara kas
2) Sumber dana BLU
3) Penggunaan dana BLU
4) Prediksi kemampuan BLU untuk memperoleh sumber dana serta penggunaannya
untuk masa yang akan datang

5. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih


Tujuan

Menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun


pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kegunaan

Informasi pada Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih bagi pengguna laporan
keuangan adalah menilai :

15
1) Informasi mengenai perubahan Saldo Anggaran Lebih tahun berjalan
2) Informasi mengenai penggunaan Saldo Anggaran Lebih

6. Laporan Perubahan Ekuitas


Tujuan

Menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan


dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kegunaan

Memberikan Informasi mengenai perubahan Ekuitas tahun berjalan

7. Catatan atas Laporan Keuangan


Tujuan

Memberikan penjelasan dan analisis atas informasi yang ada pada Laporan
Aktivitas, Neraca, Laporan Arus Kas dan informasi tambahan lainnya sehingga para
pengguna mendapatkan pemahaman yang paripurna atas laporan keuangan BLU.
Contoh LK BLU:

16
17
PENGANGGARAN SATKER PEMERINTAH PUSAT DI DAERAH

Satuan Kerja (Satker) adalah Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang yang
merupakan bagian dari suatu unit organisasi pada Kementerian Negara/Lembaga yang
melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program

A. PENGELOMPOKAN

Pengelompokan satker adalah sebagai berikut:

1. Satker Pusat, yaitu adalah satker yang kewenangan dan tanggung jawabnya
melakukan kegiatan pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi kantor pusat Kementerian Negara/Lembaga yang lokasinya dapat berada
di pusat dan atau di daerah.
2. Satker/Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Negara/Lembaga, yaitu instansi
vertikal di daerah yang kewenangan dan tanggung jawabnya melakukan kegiatan
pengelolaan anggaran dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang
berasal dari kantor pusat.
3. Satker khusus, yaitu satker yang ditetapkan untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsi dalam melaksanakan program/kegiatan yang dibiayai dari Bagian Anggaran
Pembiayaan dan Perhitungan. Contoh: KONI untuk membantu pembiayaan
kegiatan-kegiatan keolahragaan yang bersifat nasional dan internasional. Dekopin
untuk membantu pembiayaan operasional Dewan Koperasi Indonesia.
4. Satker Perangkat Daerah (SKPD), yaitu satker di provinsi yang melaksanakan tugas
dekonsentrasi dan satker di provinsi/kabupaten/kota/desa yang melaksanakan tugas
pembantuan.
5. Satker Non-Vertikal Tertentu (SNVT), yaitu satker yang bukan merupakan instansi
vertikal Kementerian Negara/Lembaga yang melakukan kegiatan yang dibiayai dari
alokasi anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan. Sebagai contoh,
PT Perusahaan Listrik Negara yang melaksanakan kegiatan pembangunan listrik
pedesaan.
6. Satker Sementara (SKS), yaitu satker di luar pengertian butir 2 sampai dengan 5,
yang ditetapkan untuk melakukan kegiatan yang dibiayai dari alokasi anggaran
Kementerian Negara/Lembaga yang kewenangan dan tanggung jawabnya berasal
dari Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan.

18
B. PENGANGGARAN SATKER

1. Persiapan Penyusunan (Tingkat Satker)


Satker mempersiapkan dokumen yang menjadi dasar pencantuman target
kinerja kegiatan dan alokasi anggarannya pada Kertas Kerja RKA-KL:
1) Daftar alokasi anggaran masing-masing unit eselon I yang dirinci
per Satker dan sumber dananya berdasarkan Pagu anggaran yang
ditandatangani oleh pejabat eselon I;
2) Peraturan perundangan mengenai struktur organisasi dan tugas
fungsinya;
3) Dokumen RPJMN, Renstra K/L, RKP dan Renja K/L;
4) Juknis penyusunan RKA-KL;
5) Standar Biaya;
6) Bagan Akun Standar (BAS).

19
2. Mekanisme Penyusunan RKA-K/L (Tingkat Satker)
Tugas satker dalam rangka penyusunan RKA-K/L adalah menyusun
Kertas Kerja RKA-K/L (KK RKA-KL). Penyusunan KK RKA-K/L harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a) Mengetahui Dasar Alokasi Anggaran Satker
b) Berdasarkan Daftar alokasi anggaran per Satker dan sumber dana,
satker menyusun rencana kerja dan anggarannya. Dasar alokasi
anggaran tersebut berguna sebagai kontrol batas tertinggi alokasi
anggaran satker pada akhir penyusunan KK RKA-KL.
c) Kegiatan yang akan dilaksanakan beserta output kegiatan yang
dihasilkan (sesuai karakterisitik satker). Jenis kegiatan yang akan
dilaksanakan terdiri dari kegiatan generik atau teknis;
d) Peruntukan alokasi anggaran sesuai dengan prioritas sebagaimana
diuraikan sebelumnya;
e) Mendukung pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009
tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Berbasis Sumber Daya Lokal melalui penggunaan komponen
input/rincian biaya dalam rangka pencapaian output kegiatan dengan
memanfaatkan penyediaan/penyajian makanan dan snack berbasis
pangan lokal non beras, non terigu, sayuran, dan buah sesuai
dengan potensi dan karakteristik wilayah;
f) Komponen input dalam rangka pencapaian output kegiatan yang dibatasi
dalam hal Iklan layanan masyarakat ,kecuali untuk:
i. Iklan yang mengajak/mendorong partisipasi masyarakat
untuk turut aktif dalam pelaksanaan dan pengawasan
program/kebijakan Pemerintah.
ii. Tetap mempertimbangkan bahwa manfaat sosial dan
ekonomi yang dihasilkan lebih besar daripada biaya yang
dikeluarkan.
g) Komponen input dalam rangka pencapaian output kegiatan yang dibatasi
dan tidak diperbolehkan dalam RKA-K/L secara substansi masih
mengacu sebagaimana dimaksud dalam Keppres No. 42 Tahun
2002 Pasal 13 ayat (1) dan (2) junto Keppres 72 Tahun 2004 pasal 13
ayat (1) dan (2).

20
h) Pelaksanaan Pencapaian Output Kegiatan
Perincian biaya Komponen Input dalam KK RKA-K/L meliputi
penyajian informasi item-item biaya yang akan dibelanjakan dalam
rangka pencapaian output suatu kegiatan. Penyajian informasi dimaksud
terkait cara pelaksanaan suatu kegiatan (secara swakelola atau
kontraktual). Langkah penyajian informasi tersebut sebagai berikut:
i. Swakelola
Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang direncanakan
akan dilakukan secara swakelola, dirinci menurut jenis belanja
yang sesuai. Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang
sifatnya non fisik dan menggunakan jenis Belanja Barang.
Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang sifatnya non
fisik dan menggunakan jenis belanja Bantuan Sosial dan Belanja
Barang.
ii. Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang sifatnya fisik
dimasukkan dalam belanja modal. Guna menyesuaikan
dengan norma akuntansi yaitu azas full disclosure untuk
masing-masing Jenis Belanja modal dirinci lebih lanjut sesuai
peruntukannya. Misalnya Belanja Modal Tanah dibagi menjadi
Belanja Modal Tanah, Belanja Modal Pembebasan Tanah,
Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah, Belanja Modal
Pembuatan Sertifikat Tanah, Belanja Modal Pengurukan dan
Pematangan Tanah, Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah,
Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah. Rincian tersebut
sama untuk semua Belanja Modal sesuai ketentuan pada Bagan
Akun Standar.
iii. Kontraktual.
Pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang direncanakan akan
dilakukan secara kontraktual dimasukkan pada satu jenis belanja
yang sesuai.
Informasi Pengadaan Barang dan Jasa K/L Melalui Proses
Pelelangan Sebagai bentuk transparansi kegiatan pemerintahan,
K/L diharapkan memberi informasi mengenai rencana
pengadaaan barang dan jasa melalui proses pelelangan.

21
Kriteria pengadaan barang dan jasa melalui kontraktual yang
perlu diinformasikan meliputi: nilai pengadaan barang dan jasa di
atas 100 juta; dan rencana waktu pelaksanaan pengadaannya.
Informasi tersebut dicantumkan pada saat penyusunan RKA-KL.
i) Penyusunan KPJM harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
i. Perhitungan KPJM dilakukan berdasarkan indeksasi pada
komponen input;
ii. Perhitungan prakiraan maju komponen input gaji tetap
dihitung sebesar alokasi pada tahun anggaran berjalan.;
iii. Perhitungan prakiraan maju komponen input operasional dan
pemeliharaan perkantoran dihitung dengan menerapkan
indeksasi inflasi APBN;
iv. Perhitungan prakiraan maju output kegiatan teknis
fungsional/kegiatan prioritas nasional dilakukan berdasarkan
indeksasi atas komponen-komponen input yang mendukungnya
dan diatur sebagai berikut:
v. Prakiraan Maju komponen input utama/kebijakan dapat
disesuaikan besarannya berdasarkan keputusan pemerintah;
vi. Prakiraan Maju komponen input pendukung disesuaikan dengan
indeks inflasi kumulatif.
vii. Perhitungan KPJM dilakukan dengan menggunakan template
yang dapat diunduh pada aplikasi RKAKL.
3. Format RKA-K/L

Secara umum RKA-K/L memuat:


a. Informasi kinerja
Informasi kinerja memuat:
Program, yaitu penjabaran dari kebijakan sesuai dengan visi dan misi
K/L yang rumusannya mencerminkan tusi unit eselon I atau unit
K/L yang berisi kegiatan untuk mencapai hasil dengan indikator
kinerja yang terukur,
Kegiatan, yaitu penjabaran dari program yang rumusannya
mencerminkan tugas dan fungsi unit eselon II atau satker atau
penugasan tertentu K/L yang berisi komponen kegiatan untuk

22
mencapai keluaran dengan indikator kinerja yang terukur
dengan mengacu kepada struktur organisasi K/L
Sasaran kinerja, yaitu keluaran dan/atau hasil yang ditetapkan
untuk dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi, dari sisi
efisiensi, kuantitas, dan kualitas melalui kegiatan dan/atau program
oleh K/L.
b. Rincian anggaran, disusun menurut unit organisasi, fungsi, program,
kegiatan, jenis belanja, kelompok biaya, dan sumber pendanaan.
Informasi tersebut diatas dituangkan dalam Format RKA-K/L terdiri dari tiga
dokumen yaitu :
1) Formulir 1, yaitu Rencana Pencapaian Sasaran Strategis pada
Kementerian Negara/ Lembaga (outcome K/L) yang memuat Visi, Misi,
Sasaran Strategis, Fungsi, Prioritas Nasional, Rincian Sasaran Strategis,
Alokasi Pagu Fungsi, Alokasi Pagu Prioritas Nasional, Strategi
Pencapaian Sasaran Strategis, Program-Program K/L, Outcome-outcome
atau tujuan program, Indikator Kinerja Utama Program, Pendapatan K/L
dan Forward Estimate dan Rincian Rencana Pendapatan. Keterkaitan
RKA-K/L dengan dokumen rencana kerja kementerian/lembaga pada
muatan visi, misi, sasaran strategis, dan kegiatan prioritas.
2) Formulir 2, yaitu Rencana Pencapaian Hasil Unit Organisasi (Outcome
Eselon I) memuat Misi unit organisasi, Program Eselon I, Kegiatan
Pendukung Program, Tujuan Kegiatan, Output, Indikator Kinerja
Kegiatan, Pendapatan per program, dan Forward Estimate. Keterkaitan
dengan dokumen perencanaan adalah Sasaran Strategis (Formulir 1
Renja KL), Nama Program, Pendanaan, Hasil (Outcome) dan Indikator,
Uraian Kegiatan, Sumber Pendanaan dan Rincian Pendanaan PHLN atau
PDN,
3) Formulir 3, yaitu Rincian Biaya Keluaran Menurut Alokasi Pendanaan,
Jenis Belanja dan Sumber Dana per Unit Organisasi memuat Rincian
biaya per Kelompok Biaya, Jenis Belanja, dan sumber Dana. Formulir
RKA-K/L baru disusun sampai pada tingkat unit organisasi, sedangkan
ditingkat satuan kerja, tool yang dipergunakan adalah kertas Kerja
(worksheet). Kertas kerja adalah sarana untuk memasukkan data
mengenai tindakan atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh satuan

23
kerja (bottom up) sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
Kementerian/Lembaga (top down) beserta alokasi anggarannya.
Penyusunan worksheet dilakukan dengan menggunakan aplikasi RKA-
K/L.

24
4. Penyusunan DIPA

DIPA adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh Pengguna


Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran. DIPA berlaku untuk 1 (satu) tahun
anggaran dan memuat informasi satuan-satuan terukur yang berfungsi
sebagai dasar pelaksanaan kegiatan bagi Satker dan dasar pencairan
dana/pengesahan bagi Bendahara Umum Negara/Kuasa Bendahara Umum
Negara.

Proses penyusunan dan bahan yang digunakan sebagai dasar dalam


menyusun DIPA Induk dan DIPA Petikan sepenuhnya menggunakan data
RKA-K/L yang disusun oleh masing-masing Satker

Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat


dikelompokkan atas DIPA Kementerian Negara/Lembaga (DIPA K/L) dan
DIPA Bendahara Umum Negara (DIPA BUN). Mulai Tahun Anggaran 2013,
DIPA yang disusun oleh PA baik untuk DIPA K/L maupun DIPA BUN
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
a. DIPA Induk yaitu akumulasi dari DIPA per Satker yang disusun oleh PA
menurut Unit Eselon I Kementerian Negara/Lembaga.
b. DIPA Petikan yaitu DIPA per Satker yang dicetak secara otomatis
melalui sistem.
DIPA Petikan, terdiri dari DIPA Satker-Satker yang berada di bawah Unit
Eselon I Kementerian Negara/Lembaga. Secara prinsip setiap DIPA Petikan
untuk satu Satker, sehingga dalam hal sebuah Satker mendapat alokasi
anggaran yang berasal dari beberapa Unit Eselon I Kementerian
Negara/Lembaga, maka akan mengelola beberapa DIPA Petikan.

Selanjutnya DIPA Petikan Kementerian Negara/Lembaga yang terkait


dengan materi sesi ini dapat dikategorikan menjadi:
DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat (KP) yaitu DIPA yang dikelola oleh
Satker Kantor Pusat dan/atau Satker pusat suatu Kementerian
Negara/Lembaga, termasuk di dalamnya DIPA Satker Badan Layanan
Umum (BLU) pada kantor pusat, dan DIPA Satker Non Vertikal
Tertentu (SNVT).

25
DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah (KD) yaitu DIPA yang dikelola
oleh Kantor/Instansi Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di
daerah termasuk di dalamnya untuk DIPA Satker BLU di daerah

Sumber: Pedoman Proses Perencanaan, Penganggaran dan Pelaksanaan APBN Kemenkeu

26

Anda mungkin juga menyukai