Anda di halaman 1dari 17

PENGANGGARAN BLU

DAN SATKER
PEMERINTAH DI
DAERAH
Kelompok 4
Dian Mustaqim F1315126
Mira Eka Irianti F1315131

1
BADAN LAYANAN UMUM

A. Pengertian Badan Layanan Umum


Definisi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum adalah instansi di
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan
produktivitas.
Dalam mengelola keuangannya disebut dengan Pola Pengelolaan Keuangan BLU
yaitu pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk
menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada
umumnya.

B. Tujuan dan Azas Badan Layanan Umum


BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan
memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.
Asas-asas BLU adalah sebagai berikut:
1. BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah
untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan
yang didelegasikan oleh instansi induk yang bersangkutan;
2. BLU merupakan bagian perangkat pencapaian tujuan kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah dan karenanya status hukum BLU tidak terpisah
dari kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah sebagai instansi induk.
3. Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab atas
pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan pelayanan umum yang didelegasikannya
kepada BLU dari segi manfaat layanan yang dihasilkan.
4. Pejabat yang ditunjuk mengelola BLU bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
pemberian layanan umum yang didelegasikan kepadanya oleh menteri/pimpinan
2
lembaga/gubernur/bupati/walikota.
5. BLU menyelenggarakan kegiatannya tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
6. Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta
laporan keuangan dan kinerja kementerian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah.
7. BLU mengelola penyelenggaraan layanan umum sejalan dengan praktek bisnis yang
sehat.

C. Hak dan Kewajiban Badan Layanan Umum


Hak-hak yang dimiliki oleh BLU meliputi:
1. Flekisibilitas pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja,
pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa;
2. Mempekerjakan tenaga profesional non PNS; dan
3. Pegawai BLU berhak menerima imbalan jasa sesuai dengan kontribusinya
(remunerasi).
Kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh BLU meliputi:
1. Meningkatkan kinerja pelayanan bagi masyarakat;
2. Meningkatkan kinerja keuangan;
3. Meningkatkan manfaat bagi masyarakat;
4. Menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang
distandarkan oleh menteri teknis pembina; dan
5. Menghitung dan menyajikan anggaran yang digunakanya dalam kaitannya dengan
layanan yang telah direalisasikan sesuai dengan Stndar Akuntansi Keuangan yang
diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia.

3
PERSYARATAN, PENETAPAN DAN
PENCABUTAN

A. Persyaratan Menjadi BLU


Satuan kerja instansi pemerintah dapat menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU
apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
1. Persyaratan Substantif
Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah bersangkutan :
a. Menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan :
1) Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum.
2) Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum.
3) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
b. Bidang layanan umum tersebut merupakan kegiatan pemerintah yang bersifat
operasional, dalam menyelenggarakan pelayanan umum satker tersebut menghasilkan
semi barang/jasa publik (quasi public goods). Pengertian semi barang/jasa publik
(quasi public goods) adalah barang/jasa yang seharusnya disediakan oleh pemerintah,
tetapi dapat juga disediakan oleh swasta (private).

2. Persyaratan Teknis
Persyaratan teknis instansi pemerintah bersangkutan terpenuhi apabila :
a. Kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan
pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan
lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
b. Kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan sehat sebagaimana
ditunjukan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa kinerja satker dapat ditingkatkan
adalah kinerja pelayanan dan keuangan satker tersebut meningkat secara signifikan
sesudah satker tersebut berstatus BLU. Peningkatan kinerja tersebut dapat dilihat dari
persyaratan administratif (rencana strategis bisnis) satker. Salah satu indikator kinerja
keuangan satker yang sehat adalah pendapatan satker tersebut signifikan dalam
meningkatkan kinerja satker yang berstatus BLU.

4
3. Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan
dapat menyajikan seluruh dokumen berikut :
a. Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan
manfaat bagi masyarakat.
b. Pola Tata Kelola (corporate governance).
Merupakan peraturan internal Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang menetapkan :
1) organisasi dan tata laksana, mencakup struktur organisasi, prosedur kerja,
pengelompokan fungsi yang logis,dan ketersediaan pengembangan sumber daya
manusia
2) akuntabilitas, terdiri dari akuntabilitas program, kegiatan, dan keuangan.
3) transparansi, yaitu adanya kejelasan tugas dan kewenangan, dan
ketersediaan informasi kepada publik.
c. Rencana strategis bisnis, mencakup antara lain visi, misi, program strategis, dan
pengukuran pencapaian kinerja.
d. Laporan keuangan pokok, adalah laporan keuangan yang berlaku bagi instansi tersebut
yang meluputi:
1) Kelengkapan laporan
2) Kesesuaian dengan standar akuntansi (standar akuntansi pemerintah, standar
akuntansi keuangan, atau standar akuntansi lain);
3) Hubungan antar laporan keuangan, bahwa unsur-unsur dalam laporan keuangan
harus dapat diverifikasi antarlaporan;
4) Kesesuaian antara kinerja keuangan dengan indikator kinerja yang ada di
rencana strategis; dan
5) Analisis laporan keuangan.
e. Standar Pelayanan Minimum (SPM), menggambarkan ukuran pelayanan yang harus
dipenuhi oleh satuan kerja instansi pemerintah yang akan menerapkan PK BLU
dengan mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan biaya
serta kemudahan memperoleh layanan.
Standar Pelayanan Minimum sekurang-kurangnya mengandung unsur:
1) Jenis kegiatan atau pelayanan yang diberikan oleh satker
2) Rencana Pencapaian SPM
3) Indikator pelayanan
4) Adanya tanda tangan pimpinan satuan kerja yang bersangkutan dan
menteri/pimpinan lembaga.
f. Laporan audit terakhir, merupakan laporan auditor tahun terakhir sebelum satuan kerja

5
instansi pemerintah yang bersangkutan diusulkan untuk menerapkan PK BLU.

B. Penetapan BLU
Menteri/pimpinan lembaga mengusulkan instansi pemerintah yang memenuhi
persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK BLU kepada
Menteri Keuangan. Menteri Keuangan melakukan penilaian atas usulan tersebut dan
apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan menetapkan
instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK BLU berupa pemberian status
BLU secara penuh atau bertahap.
Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap
usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak dokumen persyaratan diterima
secara lengkap dari Menteri/Pimpinan Lembaga. Penetapan BLU dapat berupa pemberian
status BLU secara penuh atau status BLU Bertahap.
1. Status BLU Secara Penuh
Status BLU secara penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis dan
administratif telah dipenuhi dengan memuaskan.
2. Status BLU Bertahap
Status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif
telah terpenuhi, namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan.

C. Pencabutan Status BLU


Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan BLU berakhir apabila:
1. Dicabut oleh Menteri Keuangan sesuai dengan kewenangannya apabila BLU yang
bersangkutan sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau
administratif;
2. Dicabut oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari Menteri/Pimpinan Lembaga
sesuai dengan kewenangannya apabila BLU yang bersangkutan sudah tidak
memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan/atau administratif; atau
3. Berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan.
Pencabutan ini dilakukan berdasarkan penetapan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

6
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Pembahasan tentang perencanaan dan penganggaran diawali dengan proses penyusunan


rencana strategis (renstra) bisnis oleh satker BLU yang berpedoman pada renstra Kementerian
Negara/Lembaga/Dewan Kawasan. Renstra bisnis ini digunakan sebagai panduan oleh satker
BLU dalam mengelola kegiatannya selama 5 tahun ke depan. Untuk kebutuhan perencanaan dan
penganggaran tahunan, satker BLU menyusun dokumen yang disebut rencana bisnis dan anggaran
atau biasa disebut RBA. Secara garis besar, RBA memuat kegiatan dan target yang akan
dilaksanakan pada tahun tersebut beserta anggaran yang mengikuti. Pembahasan mengenai
renstra bisnis satker BLU dan RBA akan diuraikan dalam pokok-pokok bahasan dibawah
ini.

A. Rencana Strategis Bisnis


Rencana strategis bisnis, selanjutnya disebut renstra bisnis, lahir dari sebuah proses
manajemen strategis. Manajemen strategis sendiri merupakan seni dan ilmu untuk
memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang
memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Tujuan dari manajemen strategis
adalah untuk mengeksploitasi dan menciptakan peluang baru yang berbeda untuk masa
mendatang.

Renstra bisnis mengemuka ketika organisasi sadar bahwa tantangan organisasi di


masa depan semakin kompleks dengan berbagai macam permasalahan dan persaingan.
Identifikasi terhadap lingkungan internal dan eksternal mutlak diperlukan guna mengetahui
kekuatan, kelemahan, tantangan serta ancaman organisasi. Elemen- elemen tersebut
kemudian dianalisis dan ditransformasikan ke dalam sebuah tahapan- tahapan strategi untuk
mencapai visi dan misi organisasi.

Satker BLU adalah sebuah organ pemerintah yang bertindak untuk menyediakan
layanan dalam bentuk penyediaan barang dan jasa dimana dalam pengelolaannya lebih
menitikberatkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas dengan tidak mengutamakan
pencapaian laba (not for profit). Sebagai sebuah organisasi modern, satker BLU dituntut
mampu menyusun dan menguraikan visi dan misi ke dalam tahapan-tahapan strategis untuk
mencapai visi dan misi tersebut.
Langkah-langkah normatif dalam proses perumusan sebuah renstra bisnis juga
dilaksanakan oleh satker BLU untuk memastikan bahwa satker BLU tersebut mengenali
dirinya sendiri dan menggunakan keunggulan kompetitif yang dimiliki sebagai instrumen
untuk bersaing dengan organisasi lain yang memiliki layanan sejenis.

B. RENCANA BISNIS DAN ANGGARAN (RBA)


1.Konsep, Definisi, dan Dasar-Dasar Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
Ketika sebuah renstra bisnis satker BLU telah disusun, langkah lanjutan dari sebuah
proses perencanaan dan penganggaran satker BLU adalah penyusunan rencana bisnis dan
anggaran tahunan, yang biasa disebut RBA. Sebagai representasi dari sebuah renstra bisnis
satker BLU, RBA berfungsi sebagai dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran
tahunan satker BLU yang memuat program, kegiatan, target kinerja, dan anggaran BLU.
Berbicara mengenai RBA satker BLU tidak dapat dilepaskan dari kerangka
APBN secara keseluruhan. Target pendapatan dan belanja yang tercantum dalam RBA
tetap harus dicatatkan dalam APBN. Realisasi atas target pendapatan PNBP dan belanja
yang bersumber dari PNBP harus dibukukan dan dipertanggungjawabkan dalam kerangka
keuangan negara. Harus disadari oleh pejabat pengelola dan pegawai satker BLU bahwa
satker BLU bukanlah kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga prinsip-prinsip dalam
pengelolaan keuangan negara tetap harus dipahami dan dipedomani oleh satker BLU.
Fleksibilitas yang diberikan dalam kerangka memberikan pengecualian terhadap prinsip
universalitas agar satker BLU dapat berkembang dan memberikan pelayanan yang
memuaskan kepada masyarakat. Posisi RBA terhadap APBN digambarkan dalam
diagram berikut:

Diagram posisi RBA terhadap APBN

2.Penyusunan RBA
Dalam menyusun RBA, satker BLU harus mempertimbangkan ukuran dan
kompleksitas organisasinya. Satker BLU yang memiliki organisasi yang berukuran kecil
dapat melakukan sentralisasi dalam hal penganggaran. Namun, satker BLU yang besar dan
kompleks perlu melakukan desentralisasi dengan memberikan kewenangan kepada unit- unit
kerja di dalamnya untuk mengajukan kebutuhan anggaran yang diperlukan dan
membebaninya dengan target pendapatan. Desentralisasi penyusunan anggaran tersebut

UNIT KEGIATAN:
Analisa biaya per unit
Perkiraan harga
- Rencana pendapatan
UNIT KEGIATAN: UNIT KEGIATAN:
Analisa biaya per unit Analisa biaya per unit
Perkiraan harga Perkiraan harga
- Rencana pendapatan - Rencana pendapatan
HEAD OFFICE:
-consolidated cost & revenue
-budgeting

UNIT KEGIATAN: UNIT KEGIATAN:


Analisa biaya per unit Analisa biaya per unit
Perkiraan harga Perkiraan harga
- Rencana pendapatan - Rencana pendapatan
UNIT KEGIATAN:
Analisa biaya per unit
Perkiraan harga
- Rencana pendapatan

Skema Penyusunan RBA

tentu saja tetap harus dalam koridor program, kegiatan, dan kebijakan yang telah
dituangkan dalam renstra bisnis. Dalam hal ini, tugas pimpinan BLU untuk
menerjemahkan dan mensosialisasikan renstra bisnisnya kepada unit-unit kerja yang ada
dan menghimpun rencana dan anggaran yang diajukan oleh masing-masing unit kerja
untuk kemudian ditransformasikan dalam bentuk RBA.

Dasar-dasar yang digunakan dalam penyusunan RBA diuraikan sebagai berikut:


a) RBA disusun dengan mengacu kepada Rencana Strategis Bisnis BLU dan Pagu
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Dewan Kawasan. Pagu Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga merupakan batas tertinggi anggaran yang dialokasikan
kepada Kementerian Negara/Lembaga dalam rangka penyusunan RKA-K/L yang
disampaikan oleh Menteri Keuangan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua
Dewan Kawasan pada akhir bulan Juni.
b) Pagu Anggaran BLU dalam RKA-K/L yang sumber dananya berasal dari pendapatan
BLU dan surplus anggaran BLU, dirinci dalam satu program, satu kegiatan, satu output,
dan jenis belanja. Rincian lebih lanjut pagu anggaran BLU dituangkan dalam RBA.
c) RBA disusun berdasarkan
1) basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya.
2) kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima.
3) basis akrual.
d) Penggunaan Standar Biaya:
1) Bagi BLU yang telah menyusun standar biaya layanannya berdasarkan
perhitungan akuntansi biaya (dihasilkan oleh sistem akuntansi biaya yang
ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan), RBA
disusun menggunakan standar biaya tersebut. Penetapan standar biaya oleh
Pemimpin BLU dan dilampiri SPTJM.
2) Bagi BLU yang belum menyusun standar biaya layanannya berdasarkan
perhitungan akuntansi biaya, BLU menggunakan standar biaya yang
ditetapkan oleh Menkeu.
e) Penyusunan kebutuhan dan kemampuan pendapatan disusun per unit kerja pada satker
BLU dan merupakan pagu belanja yang dirinci menurut program, kegiatan, output, akun
belanja dan detail belanja. Kemampuan pendapatan bersumber dari:
1) Pendapatan yang akan diperoleh dari layanan yang diberikan kepada
masyarakat;
2) Hibah tidak terikat dan/atau hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau
badan lain;
3) Hasil kerja sama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya;
4) Penerimaan lainnya yang sah; dan/atau
5) Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN
f) RBA memuat paling kurang:
1) Seluruh program, kegiatan dan target kinerja (output);
2) Kondisi kinerja BLU tahun berjalan;
3) Asumsi makro dan mikro;
4) Kebutuhan belanja dan kemampuan pendapatan disusun per unit kerja pada
satker BLU.
5) Perkiraan biaya layanan per unit kerja.
6) Prakiraan maju (forward estimate).
7)
f) RBA menganut pola anggaran fleksibel (flexibel budget) dengan suatu Persentase
Ambang Batas tertentu yang memberikan keleluasaan penggunaan belanja dalam RBA
untuk bertambah atau berkurang secara proporsional terhadap pendapatan BLU selain yang
bersumber dari RM.

3. Mekanisme Pengajuan don Pengesahan RBA

Keterangan:
1. Penyusunan Rencana Strategis Bisnis BLU
BLU menyusun Rencana Strategis Bisnis BLU berdasarkan Renstra K/L.
2. Penyusunan RBA
BLU menyusun RBA mengacu pada Rencana Strategis Bisnis BLU dan Pagu
Anggaran K/L.
3. Penyusunan RKA K/L
a. RBA ditandatangani oleh Pemimpin BLU dan diketahui oleh Dewan
Pengawas/pejabat yang ditunjuk, selanjutnya diusulkan kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan untuk mendapat
persetujuan.
b. RBA dilampiri SPM, tarif, dan/atau standar biaya.
c. RBA yang telah disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan menjadi dasar penyusunan RKA K/L untuk satker BLU.
4. Penelaahan RKA K/L
a. RKA K/L dan RBA diajukan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan
Kawasan untuk disampaikan kepada Menkeu c.q. DJA.
b. Pengajuan RKA-K/L dan RBA dilaksanakan sesuai dengan jadwal penyusunan
RKA- K/L berdasarkan pagu anggaran.
c. Menkeu c.q. DJA menelaah RKA K/L dan RBA yang diajukan oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan dalam rangka penelahaan
RKA-K/L, sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN.
5. Penyusunan RBA Definitif
a. Pemimpin BLU melakukan penyesuaian RKA K/L dan RBA dengan Perpres
Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.
b. RBA yang telah disesuaikan ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh
Dewan Pengawas/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menjadi RBA
definitif.
c. Dalam hal satker BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, maka RBA definitif
ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan, dan disetujui
Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan.
d. Menteri/Pimpinan Lembaga/Ketua Dewan Kawasan menyampaikan RKA K/L
dan RBA definitif kepada Menkeu c.q. DJA dan DJPBN.
e. RBA definitif merupakan dasar untuk melakukan kegiatan satker BLU.
Pemimpin BLU dapat menyusun rincian RBA definitif sebagai penjabaran
lebih lanjut dari RBA definitif. Tata cara penyusunan dan format rincian RBA
definitif ditetapkan oleh Pemimpin BLU.
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
TAHAP PERENCANAAN APBD

Proses perencanaan dan penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja


Daerah) mengacu pada PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
secara garis besar sebagai berikut:
(1) penyusunan rencana kerja pemerintah daerah
(2) penyusunan rancangan kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran
sementara
(3) penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD
(4) penyusunan rancangan perda APBD
(5) penetapan APBD

1. Rencana Kerja Pemerintah Daerah


Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan yang sudah ditetapkan terlebih
dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan dilaksanakan. Bila dilihat dari perspektif
waktunya, perencanaan di tingkat pemerintah daerah dibagi menjadi tiga kategori yaitu:
(1)Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD) merupakan perencanaan pemerintah daerah
untuk periode 20 tahun; (2)Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan
perencanaan pemerintah daerah untuk periode 5 tahun; (3)Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) merupakan perencanaan tahunan daerah. Sedangkan perencanaan di tingkat
SKPD terdiri dari Rencana Strategi (Renstra) SKPD merupakan rencana untuk periode 5
tahun, dan Rencana Kerja (Renja) SKPD merupakan rencana kerja tahunan SKPD.

2. Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
Suatu jembatan antara proses perumusan kebijakan dan penganggaran merupakan
hal penting dan mendasar agar kebijakan menjadi realitas dan bukannya hanya sekedar
harapan. Untuk tujuan ini harus ditetapkan setidaknya dua aturan yang jelas:
Implikasi dari perubahan kebijakan (kebijakan yang diusulkan) terhadap sumber daya
harus dapat diidentifikasi, meskipun dalam estimasi yang kasar, sebelum kebijakan
ditetapkan. Suatu entitas yang mengajukan kebijakan baru harus dapat menghitung
pengaruhnya terhadap pengeluaran publik, baik pengaruhnya terhadap pengeluaran
sendiri maupun terhadap departemen pemerintah yang lain.
Semua proposal harus dibicarakan/dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan para
pihak terkait: Ketua TAPD, Kepala Bappeda dan Kepala SKPD.
Dalam proses penyusunan anggaran, tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) harus
bekerjasama dengan baik dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) untuk menjamin
bahwa anggaran disiapkan dalam koridor kebijakan yang sudah ditetapkan (KUA dan
PPAS); dan menjamin semua stakeholders terlibat dalam proses penganggaran sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Konsultasi dapat memperkuat legislatif untuk menelaah strategi pemerintah dan
anggaran. Dengan pendapat antara legislatif dan pemerintah, demikian juga dengan adanya
tekanan dari masyarakat, dapat memberi mekanisme yang efektif untuk mengkonsultasikan
secara luas kebijakan yang terbaik. Pemerintah harus berusaha untuk mengambil umpan
balik atas kebijakan dan pelaksanaan anggarannya dari masyarakat, misalnya melalui
survey, evaluasi, seminar dan sebagainya. Akan tetapi, proses penyusunan anggaran harus
menghindari tekanan yang berlebihan dari pihak-pihak yang berkepentingan dan para
pelobi, agar penyusunan anggaran dapat diselesaikan tepat waktu.

3. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)


Menurut Pasal 89 ayat (3) Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, setelah ada Nota
Kesepakatan tersebut di atas Tim Anggaran (TAPD) menyiapkan surat edaran kepala daerah
tentang Pedoman Penyusunan RKA-SKPD yang harus diterbitkan paling lambat awal bulan
Agustus tahun anggaran berjalan.
Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan
APBD semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan
dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi serta distribusi
sumber daya dengan melibatkan partisipasi masayarakat. Sementara itu, penyusunan
anggaran dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan kerangka pengeluaran jangka
menengah (KPJM), pendekatan anggaran terpadu, dan pendekatan anggaran kinerja.
Pendekatan KPJM adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan, dengan
pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari
satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan implikasi biaya keputusan yang
bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. Kerangka
pengeluaran jangka menengah digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara
berkelanjutan. Gambaran jangka menengah diperlukan karena rentang waktu anggaran satu
tahun terlalu pendek untuk tujuan penyesuaian prioritas pengeluaran, dan ketidakpastian
terlalu besar bila perspektif anggaran dibuat dalam jangka panjang (di atas 5 tahun).
Proyeksi pengeluaran jangka menengah juga diperlukan untuk menunjukkan arah perubahan
yang diinginkan. Dengan menggambarkan implikasi dari kebijakan tahun berjalan terhadap
anggaran tahun-tahun berikutnya, proyeksi pengeluaran multi tahun akan memungkinkan
pemerintah untuk dapat mengevaluasi biaya-efektivitas (kinerja) dari program yang
dilaksanakan. Sedangkan pada pendekatan anggaran tahunan yang murni, hubungan antara
kebijakan sektoral dengan alokasi anggaran biasanya lemah, dalam arti sumber daya yang
diperlukan tidak cukup mendukung kebijakan/program yang ditetapkan. Akan tetapi, harus
dihindari perangkap dimana pendekatan pemograman multi tahun ini dengan sendirinya
membuka peluang terhadap peningkatan pengeluaran yang tidak perlu atau tidak relevan.
Penganggaran terpadu (unified budgeting) adalah penyusunan rencana keuangan
tahunan yang dilakukan secara terintegrasi untuk seluruh jenis belanja guna melaksanakan
kegiatan pemerintahan yang didasarkan pada prinsip pencapaian efisiensi alokasi dana dan
untuk menghindari terjadinya duplikasi belanja. Sedangkan penyusunan anggaran berbasis
kinerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan
hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya,
dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilaksanakan dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dan keluaran yang diharapkan dari kegiatan
dengan hasil kerja dan manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil
dan keluaran tersebut.
Anggaran Berbasis Kinerja ini disusun berdasarkan pada :
1. Indikator kinerja
2. Capaian atau target kinerja
3. Analisis standar belanja (ASB)
4. Standar satuan kerja, dan
5. Standar pelayanan minimal
Dokumen penyusunan anggaran yang disampaikan oleh masing-masing satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) yang disusun dalam format Rencana Kerja dan Anggaran (RKA)
SKPD harus betul-betul dapat menyajikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, serta
korelasi antara besaran anggaran (beban kerja dan harga satuan) dengan manfaat dan hasil
yang ingin dicapai atau diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh
karena itu penerapan anggaran berbasis kinerja mengandung makna bahwa setiap pengguna
anggaran (penyelenggara pemerintahan) berkewajiban untuk bertanggungjawab atas hasil
proses dan penggunaan sumber dayanya.
Selanjutnya, beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan anggaran daerah antara lain adalah (1) Pendapatan yang direncanakan
merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran
belanja; (2) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan
kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam
APBD/Perubahan APBD; dan (3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening
Kas Umum Daerah.

4. Penyiapan Raperda APBD


RKA-SKPD yang telah disusun, dibahas, dan disepakati bersama antara Kepala
SKPD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) digunakan sebagai dasar untuk
penyiapan Raperda APBD. Raperda ini disusun oleh pejabat pengelola keuangan daerah
yang untuk selanjutnya disampaikan kepada kepala daerah. Raperda tentang APBD harus
dilengkapi dengan lampiran-lampiran berikut ini :
Ringkasan APBD menurut urusan wajib dan urusan pilihan
Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi
Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan,
belanja, dan pembiayaan
Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program,
dan kegiatan
Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan
pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara
Daftar jumlah pegawai per-golongan dan per-jabatan
Daftar piutang daerah
Daftar penyertaan modal (investasi) daerah
Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah
Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset-aset lain
Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan
dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini
Dafar dana cadangan daerah, dan
Daftar penjaman daerah.

5. Penetapan APBD
Proses penetapan APBD melalui tahapan sebagai berikut :
1) Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD
2) Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
Penjabaran APBD
3) Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD

Anda mungkin juga menyukai