Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENAKSIRAN RISIKO DAN DESAIN PENGUJIAN

Di Susun Oleh :

1. Putri Y. Ndaomanu : 1923755228

2. Agustina Diing : 1923755201

3. Natalia Letuna : 1923755224

PROGRAM STUDI AKUNTANSI D3

POLITEKNIK NEGERI KUPANG


KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat
serta karunia-NYA, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perencanaan
Audit Dan Prosedur Analitis”. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
Auditing.
Selanjutnya penulis mengucapkan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Penulis sadar karya tulis ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis minta
maaf atas segala kekurangannya. Penulis minta kritik dan saran yang membangun. Agar
penulis dapat memperbaiki karya tulis ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca. Terima kasih.
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………………………….....................
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………........
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….......
A. LATAR BELAKANG
MASALAH……………………………………………………………….....................
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………
C. TUJUAN PENULIS…………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………........
A. PENGERTIAN PENAFSIRAN RESIKO ………………………………..................
B. PENGERTIAN PENGUJIAN PENGENDALIAN ………………………………...
C. PERANCANGAN PENGUJIAN PENGENDALIAN……………………………....
D. PENENTUAN RISIKO DETEKSI……………………………………......................
E. DESAIN PENGUJIAN SUBSTANTIF……………………………………...............
F. PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN
SUBSTANTIF………………………………………………………………………….
G. PERBANDINGAN ANTARA PENGUJIAN PENGENDALIAN DENGAN
PENGUJIAN SUBSTANTIF…………………………………....................................
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………....
A. KESIMPULAN ……………………………………....…………………......................
B. SARAN……………………………………………………………………....................
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHALUAN
A. Latar Belakang
B. Penaksiran risiko pengendalian merupakan suatu proses evaluasi efektivitas desain dan
operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern entitas. Pentingnya konsep
penaksiran resiko pengendalian yakni dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah
saji material di dalam laporan keuangan. Definisi penaksiran risiko pengendalian
mengharuskan seorang auditor agar mengetahui dengan jelas tahap-tahap yang ditempuh
oleh auditor dalam menaksir risiko dan desain pengujian yang bersangkutan. Oleh karena
itu, pentingnya penaksiran risiko dan desain pengujian, guna memperlancar tugas seorang
auditor akan dibahas pada makalah ini.
C. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Penafsiran Resiko ?

2. Apa Pengertian Pengujian Pengendalian ?

3. Apa Saja Perancangan Pengujian Pengendalian ?


4. Apa Saja Penentuan Risiko Deteksi ?
5. Apa Pengertian Desain Pengujian Substantif ?
6. Apa Saja Pengembangan Program Audit Untuk Pengujian Substantif ?
7. Apa Perbandingan Antara Pengujian Pengendalian Dengan Pengujian Substantif ?
D. Tujuan Pembahasan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Penafsiran Resiko


2. Untuk Mengetahui Pengertian Pengujian Pengendalian
3. Untuk Mengetahui Apa Saja Perancangan Pengujian Pengendalian
4. Untuk Mengetahui Apa Saja Penentuan Risiko Deteksi
5. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Desain Pengujian Substantif
6. Untuk Mengetahui Apa Saja Pengembangan Program Audit Untuk Pengujian
Substantif
7. Untuk Mengetahui Apa Perbandingan Antara Pengujian Pengendalian Dengan
Pengujian Substantif

BAB II
PEMBAHASAN
PENAKSIRAN RISIKO DAN DESAIN PENGUJIAN
I. PENAKSIRAN RESIKO
2.1 Penaksiran Risiko Pengendalian
Penaksiran resiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain dan operasi
pengendalian intern entitas dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah saji material di
dalam laporan keuangan. Tahap-tahap penaksiran risiko pengendalian adalah sebagai
berikut :

1. Pertimbangan pengetahuan yang diperoleh dari pemahaman atas pengendalian intern.


Auditor melaksanakan prosedur untuk memahami pengendalian intern yang relevan
untuk asersi laporan keuangan signifikan. Berbagai cara dapat digunakan oleh auditor
dalam mendolumentasikan pemahamannya atas pengendalian intern kliennya : Kuesioner
pengendalian intern, bagan alir, uraian tertulis.
Pemahaman auditor atas pengendalian intern dapat digunakan oleh auditor untuk :
 Mengidentifikasi salah saji potensial.
 Mempertimbangkan faktor-faktor yang berdampak terhadap resiko pengendalian.
2. Lakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi entitas.
3. Berdasarkan pemahaman atas pengendalian intern, auditor kemudian melakukan
identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi yang berkaitan dengan
setiap saldo akun signifikan. Misalnya : auditor dapat mengidentifikasi salah saji
potensial untuk asersi transaksi pengeluaran kas dan untuk asersi saldo akun yang
berkaitan dengan transaksi tersebut; akun kas dan akun utang usaha.
4. Lakukan identifikasi pengendalian yang diperlukan untuk mencegah atau mendeteksi
salah saji material.
Setelah aduitor mengidentifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi yang
berkaitan dengan setiap saldo akun signifikan, auditor kemudian mengidentifikasi
pengendalian yang diperlukan untuk mencegah dan menddeteksi salah saji tersebut.
Dalam melakukan identifikasi pengendalian yang diperlukan ini, auditor harus berusaha
mempertimbangkan semua unsur pengendalian intern yang digolongkan ke dalam lima
golongan : lingkungan pengendalian, penaksiranr esiko, informasi dan komunikasi,
aktivitas pengendalian, dan pemantauan.
5. Lakukan pengujian pengendalian terhadap pengendalian yang diperlukan untuk
menentukan efektivitas desain dan operasi pengendalian intern.
Untuk mengevaluasi desain dan operasi pegnendalian intern klien, auditor kemudian
mengembangkan pengujian pengendalian terhadap setiap pengendalian yang diperlukan
untuk setiap asersi. Tujuan pengujian pengendalian ini adalah untuk menentukan
efektivitas desain dan operasi pengendalian.
6. Lakukan evaluasi terhadap bukti dan buat taksiran risiko pengendalian.
Dalam mengevaluasi bukti, auditor melakukan pertimbangan kuantitatif maupun
kualitatif. Dalam merumuskan kesimpulan tentang efektivitas kebijakan dan prosedur
pengendalian, auditor seringkali mempertimbangkan frekuensi penyimpangan yang dapat
diterima ( biasanya dinyatakan dalam persentase ) dari pelaksanaan pengendalian
semestinya. Jika hasil pengujian mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa frekuensi
penyimpangan melebihi batas toleransi, operasi pengendalian dipandang tidak efekti .
Penaksiran resiko pengendalian untuk suatu asersi merupakan faktor penentu tingkat
resiko deteksi yang dapat diterima untuk suatu asersi, yang pada gilirannya akan
berdampak terhadap tingkat substantif yang direncanakan ( yang mencakup sifat, saat,
dan lingkup pengujian substantif ) yang harus dilakukan untuk menyelesaikan audit. Jika
risiko pengendalian ditaksir terlalu rendah, resiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan
dan auditor dapat melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga
auditnya tidak efektiv. Sebaliknya, jika risiko pengendalian ditaksir terlalu tinggi, auditor
dapat melakukan oengujian substantif melebihi dari jumlah yang diperlukan, ehingga
auditor dapat melakukan audit yang tidak efisien.
2.2 Pengujian Pengendalian
Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan
efektivitas desain dan/ atau operasi pengendalian intern. dalam hubungannya dengan
operasi suatu pengendalian intern, pengujian pengendalian yang dilakukan oleh auditor
berkaitan dengan apakah kebijakan dan prosedur sesungguhnya berjalan dengan baik.
Karena kebijakan dan prosedur akan efektiv bila diterapkan semestinya secara konsisten
oleh orang yang berwenang, pengujian pengendalain yang berkaitan dengan efektivitas
operasi difokuskan ketiga pertanyaan :
 Bagaimana pengendalian tersebut diterapkan
 Apakah pengendalian tersebut diterapkan secara konsisten
 Oleh siapa pengenalian terebut diterapkan
Pengujian pengendalian dapat diterapkan terhadap pengendalian golongan besar transaks
dan/atau saldo akun. Karena tujuan pengendalian intern mencakup :
 Keandalan laporan keuangan
 Kepatuhan terhadap hukum dan perturan yang berlaku
 Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengujian pengendalian dilaksanakan oleh auditor selama perencanaan audit dan dalam
pekerjaan interim. Pengujian pengendalian dapat diterapkan dalam kedua strategi audit
yaitu :
1. Pengujian pengendalian bersamaan ( concurrent tests of controls )
Pengujian pengendalian bersamaan dilaksanakan oleh auditor bersamaan
waktunya dengan usaha pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern. Pengujian
ini dilakukan oleh auditor, baik dalam strategi pendekatan terutama substantif maupun
dalam pendekatan resiko pengendalian rendah. Pengujian pengendalian bersamaan
terdiri adari prosedur untuk memperoleh pemahaman dan sekaligus untuk
mendapatkan bukti efektivitas pengendalian intern.
2. Pengujian pengendalian tambahan atau pengujian pengendalian yang direncakan
Pengujian pengendalian ini dilaksanakan oleh auditor dalam pekerjaan
lapangan. Pengujian pengendalian ini dapat memberikan bukti tentang penerapan
semestinya kebijakan dan prosedur pengendalian secara konsisten sepanjang tahun
yang diaudit. Pengujian ini biasanya dilaksanakan oleh auditor jika, berdasarkan hasil
pengujian pengendalian bersamaan yang memperlihatkan pengendalian intern yang
efektif, auditor kemudian mengubah strategi auditnya dari pendekatan terutama
substantif ke pendekatan resiko pengendalian rendah. Dalam kondisi ini, pengujian
pengendalian ini seringkali disebut ‘’pengujian pengendalian tambahan’’. Pengujian
pengendalian tambahan ini hanya dilaksanakan bilamana dengan tambahan bukti
tentang efektivitas pengendalian intern, auditor akan mendapatkan taksiran awal
tingkat resiko pengendalian yang rendah dan biaya untuk mendapatkan bukti tersebut
efisien.
2.3 Perancangan Pengujian Pengendalian
Banyak altenatif yang dapat dipilih auditor berkenaan dengan pengujian
pengendalian. Disamping auditor dapat memilih pengujian pengendalian bersamaan
atau pengujian pengendalian tambahan atau pengujian pengendalian yang
direncanakan, auditor dapat memilih jenis prosedur yang akan digunakan dalam
pelakssanaan pengujian pengendalian, saat dan lingkup pengujian pengendalian.
A. Jenis pengujian pengendalian
Jenis pengujian pengendalian yang dapat dipilih auditor dalam pelaksanaan
pengujian pengendalian adalah :
1. Permintaan keterangan
Permintaan keterangan dari personel yang berwenang tentang pelaksanaan pekerjaan
mereka, yang berkaitan dengan pelaporan keuangan.
2. Pengamatan
Pengamatan dilaksanakan oleh auditor terhadap pelaksanaan pekerjaan personel.
Pengamatan atas pelaksanaan pekerjaan personel dapat menghasilkan bukti yang
serupa dengan permintaan keterangan.
3. Inspeksi
Inspeksi dilaksanakan terhadap dokumen dan laporan yang menunjukkan kinerja
pengendalian. Pelaksanaan kembali (reperforming) dilakukan oleh auditor dengan
melaksanakan kembali prosedur tertentu. Prosedur ini cocok digunakan bila terdapat
jejak transaksi yang berupa tandatangan di atas dokumen dan cap pengesahan.
4. Pelaksanaan kembali
Prosedur pelaksanaan kembali tidak digunakan oleh auditor dalam pemerolehan
pemahaman atas pengendalian intern, namun digunakan untuk menilai efektivitas
pengendalian intern.
B. Waktu pelaksanaan pengujian pengendalian
Waktu pelaksanaan pengujian pengendalian berkaitan dengan kapan prosedur
tersebut dilaksanakan dan bagian periode akuntansi mana prosedur tersebut
berhubungan. Pengujian pengendalian tambahan dilaksanakan dalam pekerjaan interim,
yang dalan jangka waktu beberapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit. Oleh karena
itu pengujian pengendalian ini hanya memberikan bukti efektivitas pengendalian intern
dalam peridoe sejak tanggal awal tahun yang diaudit sampai tanggal pengujian, padahal
menurut standar auditing yang ditetapkan oleh IAI, auditor diharuskan untuk
mengumpulkan bukti efektivitas pengendalian intern sepanjangan tahun yang dicakup
oleh laporan keuangan yang diaudit. Oleh karena itu, dengan pengembangan efisiensi,
pengujian pengendalian baru dilaksanakan sedekat mungkin dengan akhir tahun yang
diaudit.
C. Lingkup pengujian pengendalian
Biasanya semakin luas lingkup pengujian pengendalian yang dilakukan oleh
aduitor, akan dapat dikumpulkan bukti lebih banyak mengenai efektivitas pengendalian.
Semakin banyak orang yang dimintai keterangan tentang pengendalian intern atas
asersi tertentu semakin banyak bukti yang dapat dikumpulkan oleh aduitor. Semakin
banyak pelaksanaan tugas personel yang diamati, semakin banyak dokumen yang
diinspeksi, semakin banyak prosedur yang dilaksanakan kembali, semakin banyak bukti
tentang efektivitas pengendalian intern.
2.4 Penentuan Risiko Deteksi
Dalam tahap-tahap audit atas laporan keuangan, penenntuan risiko deteksi
terletak pada tahap auditor mendesain pengujian substantif. Gambar berikut
menggambarkan letak penentuan risiko deteksi dalam proses audit. Risiko deteksi
adalah risiko auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu
asersi.

RA
RD = risiko deteksi
RD = RB x RP
RA = risiko audit
RB = risiko bawaan
RP = risiko pengedalian
Rumus perhitungan risiko deteksi dapat diurai kan sebagai
berikut :

A. Evaluasi terhadap tingkat pengujian substantif yang direncanakan


Setelah memperoleh pemahaman atas pengendalian intern yang relevan
dengan pelaporan keuangan dan setelah menaksir resiko pengendalian untuk suatu
asersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan tingkat resiko pengendalian
sesungguhnya atau final dengan tingkat resiko pengendalian yang direncanakan untuk
asersi tersebut. Jika tingkat resiko pengendalian final sama dengan yang direncanakan
auditor dapat melanjutkan untuk mendesain pengujian substantif khusus berdasarkan
tingkat pengujian substantif yang direncanakan. Jika tingkat resiko pengendalian final
tidak sama dengan yang direncanakan auditor harus mengubah tingkat pengujian
substantif sebelum auditor mendesain pengujian substantif khusus untuk menampung
tingkat resiko deteksi yang dapat diterima. Berikut merupakan gambaran strategi
auditawal, risiko deteksi yang direncanakan dan tingkat pengujian substantive yang
direncanakan.
Tingkat Pengujian
Strategi Audit Awal Risiko Deteksi Yang Substantif Yang
Direncanakan Direncanakan
Pendekatan terutama Rendah atau sangat Tingkat tinggi
substantif rendah
Pendekatan taksiran Moderat atau tinggi Tingkat rendah
risiko pengendalian
rendah

II. DESAIN PENGUJIAN


2.5 Desain Pengujian Substantif
Menurut standard pekerjaan lapangan ketiga, auditor harus mengumpulkan bukti
audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas
laporan keuangan auditan. Pengujian substantive menghasilkan bukti audit tentang
kewajaran setiap asersi laporan keuangan signifikan. Di lain pihak, pengujian substantive
dapat mengungkapkan kekeliruan atau salah saji moneter dalam pencatatan dan
pelaporan transaksi dan saldo akun. Desain pengujian substantive mencakup penentuan
sifat, saat dan lingkup pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi
setiap asersi.
A. Sifat pengujian substantif
Sifat pengujian substantif mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit dilakukan oleh
auditor. Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah, auditor harus
menggunakan prosedur audit yang lebih efektif, dan biasanya memerlukan biaya yang
lebih tinggi. Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah tinggi, auditor dapat
menggunakan prosedur audit yang kurang efektif, dan biasanya memerlukan biaya yang
lebih rendah.
Auditor dapat menggunakan jenis pengujian substantive berikut ini :
1. Prosedur analitik
prosedur analitik dapat digunakan auditor pada :
 Tahap perencanaan audit untuk mengidentifikasi bidang audit yang memiliki
risiko salah saji yang tinggi.
 Tahap pengujian dalam proses audit sebagai suatu pengujian substantif untuk
memperoleh bukti tentang asersi tertentu.
 Tahap pengujian rinci sebagai prosedur audit tambahan.
 Tahap pengujian dalam pendekatan terutama substantif.
SA Seksi 329 prosedur analitik menujukkan bahwa efektivitas dan efisinesi
yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasi kemungkinan
salah saji tergantung atas , antara lain :
 Sifat asersi
 Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
 Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan
harapan
 Ketepatan harapan
2. Pengujian terhadap transaksi rinci
Pengujian terhadap transaksi rinsi terutama berupa prosedur pengurusan
(tracing) dan pemeriksaan bukti pendukung (vouching). Dalam pengujian terhadap
transaksi rinci ini, focus perhatian auditor adalah menemukan kemungkinan
kekeliruan atau salah saji moneter, bukan penyimpangan dan pengendalian intern.
Pengusutan (tracing) merupakan prosedur audit yang bermanfaat untuk menemukan
kurang saji (understatement), sedangkan pemeriksaan bukti pendukung (vouching)
merupakan prosedur audit yang bermanfaat untuk menemukan lebih saji
(overstatement). Pengujian terhadap transaksi rinci memerlukan waktu yang lebih
banyak dan memerlukan biaya lebih tinggi bila dibandingkan dengan prosedur
analitik. Namun, pengujian terhadap transaksi rinci lebih rendah biayanya bila
dibandingkan dengan pengujian terhadap saldo akun rinci. Pengujian terhadap
transaksi rinci lebih murah lagi jika dilaksanakan bersamaan dengan pengujian
pengendalian dalam pengujian dengan tujuan ganda (dual-purpose tests).
3. Pengujian terhadap saldo akun rinci
Pengujian terhadap saldo rinci difokuskan untuk memperoleh bukti secara
langsung tentang suatu saldo akun, bukan penerbitan dan pengkreditan secara
individual ke dalam akun tersebut. Semakin tinggi risiko deteksi, semakin terbatas
prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor terhadap asersi yang bersangkutan dan
semakin rendah tingkat keandalan bukti audit yang diperlukan oleh auditor.
Sebaliknya, semakin rendah risiko deteksi, semakin luas prosedur audit yang
ditempuh oleh auditor dan semakin tinggi kompetensi bukti audit yang diperlukan
oleh auditor. Berikut merupakan gambar yang melukiskan dampak risiko deteksi
terhadap pengujian terhadap saldo rinci.

Risiko Deteksi Pengujian Terhadap Saldo Rinci


Tinggi Periksa secara selintas (scan) rekonsiliasi bank yang dibuat
oleh klien mengenai keakuratan matematis yang terdapat di
dalamnya
Moderat Lakukan review terhapad rekonsiliasi bank yang dibuat
oleh klien dan lakukan verifikasi terhadap pos-pos yang
direkonsiliasi serta keakuratan matematis.
Rendah Buatlah rekonsiliasi bank dengan menggunakan rekening
Koran yang diperoleh dari klien dan lakukan verifikasi
terhadap pos-pos yang direkonsiliasi serta keakuratan
matematis.
Sangat rendah Mintalah rekening Koran bank secara langsung dari bank,
buatlah rekonsiliasi bank, lakukan verifikasi terhadap pos-
pos yang direkonsiliasi serta keakuratan matematis
.
B. Saat pengujian
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berdampak terhadap saat pelaksanaan
pengujian substantif. Jika risiko deteksi adalah tinggi, pengujian substantif dapat
dilaksanakan berapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit. Sebaliknya, jika risiko
deteksi untuk asersi tertentu adalah rendah, pengujian substantif biasanya dilaksanakan
oleh auditor pada atau mendekati tanggal neraca.
 pengujian substantive sebelum tanggal neraca
SA Seksi 313 pengujian substantive sebelum tanggal neraca memberikan
pansuan bagi auditor tentang :
1. faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh auditor sebelum menerapkan
pengujian substantive terhadap akun rinci sebelum tanggal neraca.
2. Prosedur yang dapat memberikan dasar memadai untuk perluasan dari tanggal
audit intern ke tanggal neraca (sisa periode) kesimpulan audit dari pengujian
substantif utama.
3. Pengkoordinasian saat (timing) pelaksanaan berbagai prosedur audit.
Auditor dapat menerapkan pengujian substantive terhadap saldo suatu akun secara
rinci dalam periode interim. Keputusan untuk melaksanakan pengujian sebelum
tanggal neraca harus didasarkan pada apakah auditor dapat :
1. Mengendalikan risiko audit tambahan bahwa salah saji material yang terdapat
dalam akun pada tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh auditor. Risiko ini
menjadi lebih besar jika periode waktu antara tanggal pengujian interim dengan
tanggal neraca diperpanjang.
2. Mengurangi sedemikian besar biaya pengujian substantive yang diperlukan pada
tanggal neraca untuk memenuhi tujuan audit yang telah direncanakan, sehingga
pengujian sebelum tanggal neraca akan menjadi lebih efisien.
Pengujian substantive yang dilakukan sebekum tanggal neraca tidak meniadakan
perlunya pengujian substantive pada tanggal neraca. Pengujian substantive untuk
periode sisa biasanya harus mencakup :
1. Perbandingan saldo akun pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah yang
tampak luar biasa dan penyelidikan jumlah perbedaan tersebut.
2. Prosedur analitik lain atau pengujian substantive lain terhadap rincian untuk
menyediakan bukti yang dapat dipakai sebagai dasar memadai untuk memperluas
kesimpulan dari audit interim ke tanggal neraca.
Bila direncanakan dan dilaksanakan semestinya, kombinasi pengujian substantive
sebelum tanggal neraca dan pengujian substantive untuk periode sisanya dapat
menghasilkan bukti kompeten bagi auditor sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan klien.
C. Lingkup pengujian
Bukti audit diperlukan lebih banyak untuk mencapai tingkat resiko deteksi
rendah bila dibandingkan dengan tingkat resiko deteksi tinggi. Auditor dapat mengubah
jumlah bukti audit yang dikumpulkan dengan mengubah lingkup pengujian substantif
yang dilaksanakan. Lingkup pengujian menunjukkan jumlah atau besarnya sampel yang
diuji. Besarnya sampel merupakan masalah pertimbangan professional. Auditor dapat
menggunakan pendekatan statistic untuk mengkuantifikasikan pertimbangan
profesionalnya dalam menentukan besarnya sampel untuk mencapai tingkat risiko
deteksi tertentu.
2.6 Pengembangan Program Audit Untuk Pengujian Substantif
Laporan keuangan berisi lima golongan asersi yaitu : keberadaan atau
keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan
pengungkapan. Tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat
apakah laporan keuangan klien disajikan secara wajar, dalam semua hal material, sesuai
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan keuangan dinyatakan wajar bila
kelima golongan asersi yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Biasanya auditor mengembangkan lebih
lanjut tujuan audit untuk berbagai akun berdasarkan lima golongan asersi yang terdapat
dalam laporan keuangan. Dalam mendesain pengujian substantive, auditor harus
menentukan pengujian semestinya untuk mencapai setiap tujuan audit khusus yang
berkaitan dengan setiap asersi. Jika cara ini dilaksanakan untuk setiap akun yang
disajikan dalam laporan keuangan, tujuan audit secara umum dapat tercapai.
A. Rerangka umum pengembangan program audit untuk pengujian substantif
Dalam pengembangan program audit untuk pengujian substantive, kerangka
umum yang dapat dipakai sebagai acuan disajikan berikut ini :
1. Tentukan prosedur audit awal
Prosedur awal ditujukan oleh auditor untuk memperoleh keyakinan bahwa asersi
dalam laporan keuangan didukung oleh catatan akuntansi yang andal. Oleh
karena itu, prosedur audit awal ini terdiri dari lima langkah berikut :
 Usut saldo pos yang tercantum di dalam neraca ke saldo akun yang
bersangkutan di dalam buku besar
 Hitung kembali saldo akun yang bersangkutan dalam buku besar
 Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber
posting dalam akun yang bersangkutan
 Usut saldo awal akun yang bersangkutan ke kertas kerja tahun lalu
 Usut posting pendebitan dan/atau pengkreditan akun tersebut ke dalam
jurnal yang bersangkutan
 Lakukan rekonsiliasi akun kontrol tersebut dalam buku besar ke buku
pembantu yang bersangkutan.
Langkah kelima hanya dilaksanakan oleh auditor jika klien menyelenggarakan
buku pembantu untuk merinci akun yang bersangkutan dalam buku besar.
2. Tentukan prosedur analitik yang perlu dilaksanakan
Pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam memahami bisnis
klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Dalam
prosedur analitik, auditor menghitung berbagai ratio. Ratio yang telah dihitung
tersebut kemudian dibandingkan dengan harapan auditor, misalnya ratio tahun
yang lalu, rerata ratio industri, atau rasio yang dianggarkan. Pembandingan ini
membantu auditor untuk mengungkapkan :
 Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa
 Perubahan akuntansi
 Perubahan usaha
 Fluktuasi acak
 Salah saji
3. Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci
pengujian terhadap transaksi rinci terutama terdiri dari prosedur pengusutan
(tracing) dan pemeriksaan bukti pendukung (vouching) untuk membuktikan
asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian
atau alokasi, penyajian dan pengungkapan transaksi atau golongan transaksi.
4. Tentukan pengujian terhadap akun rinci
aditor menentukan berbadai prosedur audit untuk membutkikan asersi keberadaan
atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi,
penyajian dan pengungkapan akun tertentu.
B. Program audit dalam perikatan pertama
Dalam perikatan pertama, penentuan pengujian substantif secara rinci
dalam program audit umumnya belum dapat diselesaikan oleh auditor sampai
dengan saat auditor menyelesaikan studi dan evaluasi terhadap pengendalian intern
dan setelah tingkat resiko deteksi yang dapat diterima telah ditetapkan untuk setiap
asersi signifikan. Terdapat dua hal yang memerlukan perhatian khusus dari auditor
dalam mendesain program audit dalam perikatan pertama :
1. Auditor harus memastikan bahwa saldo awal mencerminkan penerapan
kebijkaan akuntansi yang semestinya.
2. Bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara konsisten dalam laporan keuangan
tahun berjalan. Bila terdapat perubahan dalam kebijakan akuntansi atau
penerapannya, auditor harus memperoleh kepastian bahwa perubahan tersebut
memang semestinya dilaukan dan dipertanggungjawabkan serta diungkapkan.
C. Program audit dalam perikatan berulang
Dalam perikatan audit berulang, auditor dapat melakukan akses ke program
audit yang digunakan dalam audit tahun yang lalu dan kertas kerja yang dihasilkan
dari program audit tersebut. Dalam keadan ini, strategi audit awal yang dipilih
auditor biasanya didasarkan pada asumsi tingkat risiko pengendalian yang dipakai
dalam audit tahun yang lalu. Begitu pula, program audit untuk pengujian substantif
biasanya dipakai untuk audit tahun berjalan. Oleh karena itu, dalam perikatan audit
berulang, program audit seringkali disiapkan sebelum auditor menyelesaikan studi
dan evaluasi terhadap pengendalian intern. Jika informasi yang diperoleh dari audit
tahun berjalan menunjukkan tingkat risiko pengendalian tidak lagi memadai,
program audit perlu disesuaikan.
2.7 Perbandingan Antara Pengujian Pengendalian Dengan Pengujian Substantif
Keterangan Pengujian pengendalian Pengujian substantif
Jenis Bersamaan ( concurrent ) Prosedur analitik
Tambahan Pengujian terhadap
transaksi rinci
Pengujian terhadap
akun rinci
Tujuan Penentuan efektivitas desain dan Penentuan kewajaran
operasi pengendalian intern asersi laporan
keuangan signifikan
Sifat Frekuensi penyimpangan dari Kekeliruan rupiah
pengukuran pengendalian intern dalam transaksi dan
pengujian saldo akun
Prosedur Permintaan keterangan, inspeksi, Sama dengan
audit yang pelaksanaan kembali, dan teknik pengujian
dapat audit berbantuan komputer pengendalian ditambah
diterapkan dengan prosedur
analitik, perhitungan,
konfirmasi,
pengusutan, dan
pemeriksaan bukti
Saat Terutama pada pekerjaan interim
pelaksanaan
Komponen Risiko pengendalian Risiko deteksi
risiko audit
Standar Kedua Ketiga
pekerjaan
lapangan
Diharuskan Tidak ya
oleh standar
auditing
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Penaksiran risiko pengendalian merupakan suatu proses evaluasi efektivitas desain


dan operasi kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern entitas. Pentingnya konsep
penaksiran resiko pengendalian yakni dalam rangka pencegahan atau pendeteksian salah saji
material di dalam laporan keuangan.

Definisi penaksiran risiko pengendalian mengharuskan seorang auditor agar


mengetahui dengan jelas tahap-tahap yang ditempuh oleh auditor dalam menaksir risiko dan
desain pengujian yang bersangkutan. Oleh karena itu, pentingnya penaksiran risiko dan
desain pengujian, guna memperlancar tugas seorang auditor

B. SARAN

Demikianlah makalah yang dapat kami buat, semoga bermanfaat dan menambah
pengetahuan bagi para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam
penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas. Karena kami hanyalah
manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga
dapat diterima di hati dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA

https://datakata.wordpress.com/2014/12/26/penaksiran-risiko-dan-desain-
pengujian/#:~:text=Penaksiran%20risiko%20pengendalian%20adalah%20proses,material
%20di%20dalam%20laporan%20keuangan.

https://dokumen.tips/documents/bab-8-penaksiran-risiko-dan-desain-pengujiandocx.html

https://www.coursehero.com/file/74482589/Makalah-Penaksiran-Risiko-dan-Desain-
Pengujianpdf/

https://datakata.wordpress.com/2014/12/26/penaksiran-risiko-dan-desain-pengujian/

https://myinspirationlifesite.wordpress.com/2016/01/07/penaksiran-resiko-dan-desain-
pengujian/

Anda mungkin juga menyukai