Oleh
Rian Septia Aditya Pradana
115020307111073
Dosen Pembimbing
Dr. Erwin Saraswati,AK.,CPMA.,CSRS.,CA.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dan dana perimbangan terhadap kinerja keuangan dan belanja modal dalam upaya
untuk meningkatkan kinerja keuangan dan anggaran belanja modal. Data yang
digunakan adalah laporan APBD dan Laporan Realisasi APBD kabupaten dan
kota provinsi Kalimantan Timur dari tahun 2009-2012 yang dipublikasikan Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur. Metode analisis data yang
digunakan adalah statistik dengan regresi linier berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa PAD dapat meningkatkan kinerja keuangan daerah tetapi,
tidak meningkatkan belanja modal, karena PAD secara rata-rata hanya
memberikan kontribusi antara 5% - 10% terhadap penerimaan daerah, sedangkan
dana perimbangan dapat meningkatkan kinerja keuangan dan belanja modal.
Kata kunci: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Belanja Modal,
Kinerja Keuangan.
PENDAHULUAN
Adanya kewenangan otonomi daerah diharapkan daerah di Indonesia mampu
melaksanakan semua kegiatan pemerintah mulai dari pembiayaan hingga
pembangunan dapat dilakukan dengan bertumpu pada Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Meskipun pelimpahan kewenangan telah diserahkan kepada daerah
otonom, namun pemerintah pusat tetap berkewajiban untuk mengontrol
pertumbuhan, serta kesejahteraan daerah yang nantinya berpengaruh terhadap
perekonomian nasional. Kinerja pemerintah daerah dalam keuangan daerah
dituntut untuk mampu memenuhi semua kegiatan atau aktivitas daerah
berdasarkan penggunaan sumber daya atau kekayaan asli masing-masing tiap
daerah (Mahmudi, 2010).
Kemampuan suatu daerah dalam menggali potensi sumber PAD tiap daerah
akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan pembangunan suatu daerah.
Semakin besarnya kontribusi PAD suatu daerah terhadap Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), tentunya akan semakin kecil pula ketergantungan
pemerintah daerah terhadap transfer dana atau bantuan pemerintah pusat.
Ironisnya, ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana transfer oleh
pemerintah pusat cukup tinggi, sehingga bisa terlihat, pendapatan daerah yang
berasal dari dana bantuan jauh melampaui nilai dari PAD (Mahmudi, 2010). Di
sisi lain, proses implementasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
masih memiliki berbagai permasalahan, salah satunya adalah pengalokasian
sumber-sumber pendapatan daerah yang seharusnya diperuntukkan untuk
kepentingan publik, baik alokasi dana untuk belanja langsung maupun tidak
langsung.
Belanja modal merupakan salah satu komponen belanja langsung dalam
anggaran pemerintah yang menghasilkan output berupa aset tetap. Dalam
pemanfaatannya, hal ini akan bersinggungan langsung dengan pelayanan publik
atau dipakai oleh masyarakat. Pada perinsipnya alokasi belanja modal dibuat
untuk menghasilkan aset tetap milik pemerintah daerah yang sesuai dengan
kebutuhan pemerintah daerah dan atau masyarakat di daerah bersangkutan. Dalam
perspektif penganggaran partisipatif, keterlibatan masyarakat diharapkan dapat
memberikan masukan penting dalam memilih aset tetap yang akan diperoleh dari
pelaksanaan anggaran belanja modal. Pada kenyataannya, praktek penganggaran
belanja modal di pemerintah daerah cenderung berkaitan dengan korupsi atau
pencarian rente (rent-seeking) oleh para pembuat keputusan anggaran (budget
actors).
Berdasarkan kutipan media antara news masih terdapat beberapa kabupaten
dan kota di Provinsi Kalimantan timur yang masih terhambat dalam proses
pengumpulan dan realisasi PAD, seperti pada Kabupaten Penajam Paser Utara
masih terkendala dengan pengumpulan PAD yang disebabkan oleh tidak
akuratnya data para wajib pajak, serta masih terdapat objek pajak yang belum
dikelola secara optimal. Realisasi PAD selama periode Januari hingga Maret 2015
baru terealisasi Rp11 miliar atau sekitar 16,73 persen dari target yang telah
ditetapkan sebesar Rp70 miliar, rendahnya realisasi dari target PAD tersebut
karena belum optimalnya upaya pemanfaatan sumber-sumber pendapatan.
Realisasi penyerapan keuangan APBD pada tahun 2012 Kabupaten Penajam
Paser Utara juga sempat mengalami masalah, sampai triwulan ketiga realisasi
yang baru dicapai sekitar 37 persen dari total APBD Rp1,6 triliun atau sekitar
Rp517 miliar. Kurangnya serapan anggaran sampai triwulan ketiga karena
ketidaksiapan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam
menyiapkan dokumen lelang untuk selanjutnya diserahkan kepada Unit Lelang
Pengadaan (ULP). Selain ketidaksiapan penyerahan dokumen lelang, hal lain
disebabkan oleh sejumlah proyek yang sudah dianggarkan di APBD, ternyata
belum memiliki perencanaan. Bukan hanya masalah proyek yang menjadi
penghambat, namun penyaluran bantuan sosial (bansos) dan hibah menjadi
pemicu karena untuk menyalurkan bansos dan hibah harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur juga terancam mengalami
penurunan bahkan kehilangan PAD yang bersumber dari Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) yang disebabkan oleh penghapusan Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP). Hal ini tentunya akan berimbas terhadap PAD Kutai Timur sebab
pamasukan dari sektor ini merupakan komponen penting PAD yang bertujuan
untuk pembangunan di daerah tersebut. Sementara itu, berdasarkan temuan panitia
khusus DPRD Kota Bontang tentang Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bontang, pada tahun 2014 sempat
ditemukan laporan tunggakan pajak penerangan jalan Badak LNG senilai Rp12,5
miliar. Proyek infrastruktur yang dibiayai APBD tahun 2014, dari 48 SKPD yang
di periksa masih terdapat 12 SKPD yang realisasi kegiatannya masih rendah. Hal
inilah yang menjadi salah satu penyebab besaran SiLPA pada APBD 2014
mencapai angka Rp345 miliar. Umumnya SiLPA terjadi akibat peningkatan
pendapatan, adanya efesiensi dari program yang dilelang, dan ada program yang
tidak berjalan atau proses kegiatannya tidak selesai. Namun sangat ironis apabila
terjadi SiLPA yang diakibatkan banyaknya kegiatan yang tidak terlaksana dengan
baik.
Pengelolaan APBD di berbagai daerah masih belum efektif. Hal tersebut
ditunjukkan dengan alokasi belanja pegawai yang terus meningkat dibandingkan
dengan belanja modal untuk pembangunan daerah yang justru menurun. Hal ini
ditunjukkan dengan penggunaan belanja modal yang digunakan untuk
pembangunan rumah dinas, pengadaan mobil dinas, dan pembelanjaan lain yang
tidak tepat sasaran. Seharusnya, belanja modal digunakan untuk pembangunan
infrastruktur, seperti jalan dan jembatan yang perlu ditingkatkan. Perbedaan nilai
PAD dan dana perimbangan tiap daerah tentunya memiliki dampak yang berbeda
pula pada pertumbuhan ekonominya. Salah satu cara untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi adalah menggunakan capaian nilai Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data PDRB provinsi seluruh Indonesia
untuk tahun 2009-2012 menurut Badan Pusat Statistik, posisi PDRB tertinggi
dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta dan Kalimantan Timur berada di posisi 6 di
bawah Provinsi Riau.
TINJAUAN PUSTAKA
Penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Peneriman ini antara lain
dari BPD, perusahaan daerah, dividen BPR-BKK dan penyertaan modal
daerah kepada pihak ketiga.
d. Lain-lain PAD yang sah
Penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah,
seperti hasil penjualan asset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,dan
pendapatan bunga.
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dana perimbangan yang terdiri
dari Dana Bagi Hasil dari penerimaan pajak dan SDA, Dana Alokasi Umum,
dan Dana Alokasi Khusus merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam
pelaksanaan desentralisasi, yang alokasinnya tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut
saling mengisi dan melengkapi.
a. Dana Bagi Hasil
Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN berupa pajak dan
sumber daya alam, yang dibagihasilkan kepada daerah berdasarkan angka
persentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.
b. Dana alokasi umum
Dana alokasi umum bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan
kebutuhan belanja pegawai, kebutuhan fiskal, dan potensi daerah.
Kebutuhan daerah dicerminkan dari luas daerah, keadaan geografis, jumlah
penduduk, tingkat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di daerah, dan
tingkat pendapatan masyarakat di daerah. Sedangkan kapasitas fiskal
dicerminkan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil Pajak, dan
Sumber Daya Alam.
c. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional. Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK
adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan
menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau
prioritas nasional.
Belanja Modal
Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam
rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi
manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal
kapatalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. aset tetap
tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja
bukan untuk dijual.
Berdasarkan Permendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 53 ayat 1, belanja modal
digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan
atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat labih dari
12 bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan
aset tetap lainnya.
Kerangka Pemikiran
Kinerja keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah untuk
menghasilkan keuangan daerah melalui penggalian kekayaan asli daerah yang
disebut sebagai pendapatan asli daerah yang harus terus dipacu pertumbuhannya
oleh pemerintah daerah. Jumlah dan kenaikan kotribusi PAD, serta Dana
Perimbangan akan berperan penting dalam kemandirian suatu pemerintah daerah
dan dalam pengalokasian anggaran Belanja Modal pemerintah daerah. Kinerja ini
dapat melalui sasaran yang telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan dan
pelayanan kepada masyarakat melalui pemanfaatan PAD dan Dana Perimbangan.
Kerangka Konseptual
PAD
PAD
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan kuantitatif dan studi
pengujian hipotesis. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
statistik. Pengujian hipotesis akan diolah secara statistik berdasarkan data empiris
yang sudah dikumpulkan.
Populasi dalam penelitian ini adalah penerimaan Pemerintah Kabupaten dan
Kota Kalimantan Timur yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. dan Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini ada 14 daerah yang terdiri dari 10 pemerintah
kabupaten dan 4 pemerintah kota di Provinsi Kalimantan Timur. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi dari sumber data sekunder dengan mengumpulkan, mencatat,
mengunduh, dan mengelola data, untuk kemudian dilakukan analisis dan
penyajian data yang berkaitan dengan penelitian. Selain dari data sekunder yang
berasal dari dokumen, data penelitian ini juga diambil melalui studi pustaka yang
berasal dari berbagai penelitian terdahulu yang sejenis, litelatur, jurnal, artikel dan
pengetahuan yang dianggap relevan dengan pembahan.
Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini adalah PAD dan
Dana Perimbangan Pemerintah dan Kota Provinsi Kalimantan Timur sedangkan
Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah Kinerja
Keuangan dan Belanja Modal Pemerintah dan Kota Provinsi Kalimantan Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh PAD dan Dana Perimbangan
dalam meningkatkan Kinerja Keuangan dan Belanja Modal Pemerintah
Kabupaten dan Kota Provinsi Kalimantan Timur. Tenik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Sebelum data
dianalisis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik.
1. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik ini digunakan agar variabel bebas sebagai estimator
atas variabel terikat tidak bias. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari uji Normalitas, uji Autokorelasi, uji
Heteroskedastisitas, dan uji Multikolonieritas.
2. Pengujian Hipotesis
Analisa regresi berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara lebih
dari satu variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresi
berganda ditunjukkan sebagai berikut :
Y = a+b1 X1+b2 X2
Keterangan:
Y = Kinerja Keuangan/Belanja Modal
a = Bilangan konstanta
b1, b2 = Koefisien regresi masing-masing variabel
X1 = Pendapatan Asli Daerah
X2 = Dana Perimbangan
a. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama
terhadap variabel terikat (Kuncoro, 2011:106).
c. Uji Signifikansi Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu
variabel Independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel
Dependen (Kuncoro, 2011:105).
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Penelitian ini mengambil populasi pada seluruh kabupaten dan kota di
provinsi Kalimantan Timur sebanyak 14 kabupaten dan kota, dengan periode
waktu dari tahun 2009 hingga 2012. Kriteria yang dijadikan pemelihan populasi
adalah kabupaten dan kota yang telah memiliki laporan APBD. Berdasarkan hal
tersebut maka diperoleh total sampel sebanyak 56 observasi.
Daftar Sampel Kabupaten dan Kota
No Kabupaten/Kota
1 Kabupaten Paser
2 Kabupaten Kutai Barat
3 Kabupaten Kutai Kartanegara
4 Kabupaten Kutai Timur
5 Kabupaten Berau
6 Kabupaten Malinau
7 Kabupaten Bulungan
8 Kabupaten Nunukan
9 Kabupaten Panajam Paser Utara
10 Kabupaten Tana Tidung
11 Kota Balikpapan
12 Kota Samarinda
13 Kota Tarakan
14 Kota Bontang
Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Unstandardized
.107 56 .168 .926 56 .002
Residual
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Unstandardized
.116 56 .057 .963 56 .081
Residual
2. Uji Autokorelasi
nilai DW hitung sebesar 1,835 dan 1,629. angka ini lebih besar dari dU dan lebih
kecil dari 4-dU dengan sampel penelitian (n) sebesar 56 dan variabel independen
(k) sebanyak 2. jika ditranformasi ke hasil pengujian maka didapat
1,6430<1,835<2,357 dan 1,6430<1,650<2,357.
nilai durbin watson
Kinerja Keuangan 1,835
Belanja Modal 1,650
k= 2 dL= 1,4954
n= 56 dU= 1,6430
4-dU= 2.357
3. Uji heteroskedastisitas
Kinerja keuangan menunjukkan nilai signifikasi sebesar 0,105. Hal ini
menunjukkan sig > a=0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi heteroskedastisitas pada model.
ANOVAb
Total .003 55
Belanja modal menunjukkan nilai signifikasi sebesar 0,065. Hal ini menunjukkan
sig > a=0,05 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heteroskedastisitas pada model.
ANOVAb
Total 871242.895 55
4. Uji multikolinearitas
nilai tolerance value untuk seluruh variabel independen lebih besar dari 0,10
dan nilai dari VIF untuk seluruh variabel independen memiliki nilai dibawah
10. Hal ini dapat berarti bahwa model regresi bebas dari gejala
multikolinieritas.
Kinerja Keuangan Belanja Modal
Variabel Statistik Kolinearitas
Tolerance VIF Tolerance VIF
PAD 0,841 1,189 0,841 1,189
Dana Perimbangan 0,841 1,189 0,841 1,189
Pengujian Hipotesis
Hasil Analisis Regresi Berganda Kinerja Keuangan
Model Koefisien t-value Sig
konstanta 0,037 12,106 0,000*
Pendapatan Asli Daerah 0,000 14,291 0,000*
Dana Perimbangan -1.73E-05 -9,556 0,000*
nilai F= 110,963
sig. F= 0,000
R2= 0,800
R= 0,898
*)signifikansi pada level 5% atau 0,05
nilai R sebesar 0,898. Hal ini menunjukkan korelasi antara variabel kinerja
keuangan dengan variabel independennya (Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan) sangat kuat, sedangkan nilai R2 sebesar 0,800 atau sebesar 80%.
jumlah F hitung dalam penelitian ini sebesar 110,963 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,000. Tingkat signifikansi hasil uji F dalam penelitian ini sebesar 0,000
lebih kecil dari 0,05 yang artinya bahwa secara bersama-sama variabel
independen yaitu pendapatan asli daerah dan dana perimbangan mempengaruhi
variabel dependen yaitu kinerja keuangan.
probalitas signifikan untuk variabel pendapatan asli daerah dan dana perimbangan
sebesar 0,000, yang berarti lebih kecil dari tingkat signifikansi sebesar 0,05. Oleh
sebab itu dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan dipengaruhi oleh pendapatan
asli daerah dan dana perimbangan.
Persamaan penelitian yang dihasilkan dari pengujian terhadap koefisien regresi
keseluruhan sampel adalah sebagai berikut:
Kinerja Keuangan= 0,037 + 0,000PAD – (-1.73E-05)DP + e
Berdasarkan hasil uji parameter T diatas, koefisien regresi dari pendapatan asli
daerah memiliki koefisien positif sebesar 0,000. Secara statistik, variabel
pendapatan asli daerah ini signifikan Karena memiliki nilai probalitas lebih kecil
dari a: 5% yaitu 0,000 dengan korelasi positif dengan variabel dependen.
Sedangkan variabel dana perimbangan memiliki nilai koefisien negatif sebesar -
1.73E-05. Secara statistik, variabel dana perimbangan ini signifikan karena
memiliki nilai probalitas lebih kecil dari a: 5% yaitu 0,000 dengan korelasi positif
dengan variabel dependen.
Hasil Analisis Regresi Berganda Belanja Modal
Model Koefisien t-value Sig
Konstanta 174,889 3,338 0,002*
Pendapatan Asli Daerah 0,109 0,253 0,801*
Dana Perimbangan 0,289 9,246 0,000*
nilai F= 51,977
sig. F= 0,000
R2= 0,662
R= 0,814
*)signifikansi pada level 5% atau 0,05
nilai R sebesar 0,814. Hal ini menunjukkan korelasi antara variabel belanja
modal dengan variabel independennya (Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan) sangat kuat. Sedangkan nilai R2 sebesar 0,662 atau sebesar 66%.
jumlah F hitung dalam penelitian ini sebesar 51,977 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,000. Tingkat signifikansi hasil uji F dalam penelitian ini sebesar 0,000
lebih kecil dari 0,05 yang artinya bahwa secara bersama-sama variabel
independen yaitu pendapatan asli daerah dan dana perimbangan mempengaruhi
variabel dependen yaitu belanja modal.
probalitas signifikan untuk variabel pendapatan asli daerah sebesar 0,801, yang
berarti lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05, sehingga dapat
disimpulkan pendapatan asli daerah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
belanja modal. Variabel dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap
belanja modal karena probabilitas signifikan untuk variabel dana perimbangan
lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,000. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa
belanja modal dipengaruhi oleh dana perimbangan namun tidak dipengaruhi oleh
pendapatan asli daerah.
Persamaan penelitian yang dihasilkan dari pengujian terhadap koefisien regresi
keseluruhan sampel adalah sebagai berikut:
Belanja Modal = 174,889 + 0,109PAD + 0,289DP + e
Berdasarkan hasil uji parameter T diatas, koefisien regresi dari pendapatan asli
daerah memiliki koefisien positif sebesar 0,109. Secara statistik, variabel
pendapatan asli daerah ini tidak signifikan Karena memiliki nilai probalitas lebih
besar dari a: 5% yaitu 0,801. dengan korelasi positif dengan variabel dependen.
Sedangkan variabel dana perimbangan memiliki nilai koefisien positif sebesar
0,289. Secara statistik, variabel dana perimbangan ini signifikan karena memiliki
nilai probalitas lebih kecil dari a: 5% yaitu 0,000 dengan korelasi positif dengan
variabel dependen.
PENUTUP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
1. Dana perimbangan dapat meningkatkan kinerja keuangan dan alokasi anggaran
belanja modal pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur.
Dengan demikian, terlihat Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
Kalimantan Timur masih bergantung terhadap pemerintah pusat dalam memenuhi
kebutuhan daerah.
2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat meningkatkan kinerja keuangan
pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur. Peningkatan PAD
dapat meningkatkan kinerja keuangan pemerintah. Semakin tinggi PAD suatu
daerah, maka tingkat ketergantungan fiskal daerah terhadap pemerintah pusat
akan semakin berkurang.
3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak dapat meningkatkan alokasi anggaran
belanja modal pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Timur.
Hal ini disebabkan pendapatan daerah yang masih didominasi oleh dana
perimbangan yang mencapai 90% - 95% dari total penerimaan daerah. Sementara
itu PAD secara rata-rata hanya memberikan kontribusi antara 5% - 10%
penerimaan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Alfarish, H Salman. (2015). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana
Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Empiris
Pada Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Barat). Skripsi. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Anggara, Feri. (2014). pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi
Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal (Studi pada Pemerintah
Kabupaten, Pemerintah Kota dan Pemerintah Provisi di Sumatera Barat).
Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sumatera
Barat.
Arief, Afandi. (2013). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur Tahun Anggaran 2009-2012. Jurnal Fakultas Ekonomi
Universitas Mulawarman.
Fisanti, Atni. (2013). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendaptan Asli
Daerah (PAD) di Kabupaten Rokan Hulu. Skripsi. Riau: Universitas Pasir
Pengaraian.
Florida, Asha. (2006). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja
Keuangan Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara.
Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Ghozali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21
Update PLS Regresi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gibson, J.L. 2003. Struktur Organisasi dan Manajemen 5. Jakarta : Erlangga.
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah Edisi
3. Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. dan Syukriy Abdullah, (2006). Hubungan dan Masalah Keagenan
di Pemerintah Daerah (Sebuah Peluang Anggaran dan Akuntansi). Jurnal
Akuntansi Pemerintah.
Haukilo, Emaunuel Be. (2011). Evaluasi Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Timor Tengah Utara (Studi Kasus Sebelum dan Sesudah Otonomi
Daerah). Tesis. Surakarta: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Indrawan, M. Yusuf. (2013). Faktor-faktor yang Memengaruhi Kinerja Keuangan
pada Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi.
Makasar: Universitas Hasanuddin.
___, Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Irawan, Handi 2002. 10 prinsip kepuasan pelanggan, Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
Jensen, M. C dan Meckling, W.H. (1976). Theory of the firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Owenership Structure. Journal of Financial
Economics.
Julitawati, Ebit. Darwanis. Jalaludin. (2012). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah
(PAD) dan Dana Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah
Kabupaten dan Kota di Provinsi Aceh. Tesis. Banda Aceh: Universitas Syiah
Kuala.
Khadafi, Muhammad Edwin, (2013) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dan Dana
Perimbangan Terhadap Belanja Modal. Skripsi. Bandung: Universitas
Widyatama.
Kuncoro, Mudrajad. 2011. Metode Kuantitatif. Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis
dan Ekonomi Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Erlangga
Mamonto. Dkk. (2015). Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap
Belanja Modal (Studi pada Kabupaten Bolaang Mongondow Periode 2004-
2013). Jurnal Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta: ANDI.
Martini. Dkk. (2014). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum
dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Buleleng
Tahun 2006-2012. Jurnal Ekonomi Universitas Pendidikan Ganesha.
Maryadi. (2014). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana ALokasi Umum, Dana
Bagi Hasil, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dan Luas Wilayah Terhadap
Belanja Modal pada Kabupaten dan Kota di Indonesia Tahun 2012. Jurnal
Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjungpinang.
___, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah.
___, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomot 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
___, Peraturan Menteri Keuangan No. 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi
Anggaran.
___, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang
Dana Perimbangan.
Purwanto, Fiona Puspita Devi. (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) Terhadap
Belanja Modal (studi kasus pada kabupaten dan kota provinsi jawa tengah
tahun 2008-2011). Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Puspitasari. Ayu febriyanti. (2012). Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah Kota Malang Tahun Anggaran 2007-2011. Skripsi. Malang:
Universitas Brawijaya.
Romario, R.F. (2012). Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
dan Dana Bagi Hasil terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal.
Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Rukmana, Wan Vidi. (2013). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Dana
Perimbangan Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau. Skripsi. Riau: Universitas Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang.
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: FE UI.
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia jilid II. 1994. Jakarta: CV Haji
Masagung.
Swastika, Lingga. (2013). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli
Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Modal di
Kabupaten Boyolali Periode Tahun 2005-2012. Skripsi. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Syamni, Ghazali. Nurliana. Mutia. (2013). Pengaruh Komponen Pendapatan Asli
Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kota Lhokseumawe. Jurnal
Ekonomi Universitas Almuslim Bireuen.
Tuasikal, Askam. (2008). Pengaruh DAU, DAK, PAD, dan PDRB Terhadap
Belanja Modal Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Indonesia. Jurnal
Ekonomi Universitas Pattimura Ambon.
___, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
___, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.
___, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
___, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Wenny, Cherrya Dhia. (2012). Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Provinsi Sumatera Selatan. Jurnal Ilmiah STIE MDP.