Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH ALOKASI BELANJA MODAL dan BELANJA BARANG DAN JASA TERHADAP

PENDAPATAN ASLI DAERAH MELALUI PERTUMBUHAN EKONOMI PADA KABUPATEN KOTA


PROVINSI SULAWESI SELATAN

Hasbiyanto Baharuddin Abyfaqir1214@gmail.com


Masdar Mas’ud masdar.masud@umi.ac.id
Syamsu Nujum syamsu.nujum@gmail.com
Muchlis Sufrimukhlis_sufri07@ymail.com
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengaruh Alokasi Belanja


Modal,Belanja Barang dan Jasa terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Pertumbuhan
Ekonomi

Metode penelitian ini adalah metode kuantitatif dan alat analisisnya menggunakan PLS
3.0 (Partial Least Square). Pengumpulan data melalui dokumentasi kepustakaan. Populasi
dalam penelitian adalah 21 Kabupaten dan 3 Kota di wilayah Propinsi Sulawesi Selatan
dengan menjadikan semua kabupaten dan kota diprovinsi Sulawesi selatan sebagai objek
penelitian.

Hasil penelitian ini melaporkan: Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa berpengaruh
langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah. Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan Ekonomi. Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah. Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa tidak berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Pertumbuhan Ekonomi.

Kata Kunci: Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa, Pertumbuhan Ekonomi,
Pendapatan Asli Daerah

A. PENDAHULUAN
Pelaksanaan otonomi daerah yang ditandai dengan di berlakukannya Undang-Undang No.
22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan
keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang kemudian di perbaharui dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menjadi arah
baru hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Kebijakan tentang otonomi daerah, memberikan otonomi yang sangat luas kepada daerah,
khususnya kota dan kabupaten. Otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka mengembalikan harkat
dan martabat masyarakat di daerah, memberikan peluang pendidikan politik dalam rangka
peningkatan kualitas demokrasi di daerah, peningkatan efisiensi pelayanan publik di daerah,
peningkatan percepatan pembangunan di daerah, dan pada akhirnya diharapkan pula penciptaan
cara berpemerintahan yang baik (good governance) dengan kemandirian di dalam mendanai dan
pelaksanaan pembangunan di daerahnya.
Salah satu aspek penting dari hubungan antara pemerintah pusat dan daerah terefleksi dalam
intergovernmental fiscal relations. Pelimpahan tugas kepada pemerintah daerah dalam otonomi
harus disertai dengan pelimpahan keuangan (money follow functions). Pendelegasian pengeluaran
(expenditure assignment) sebagai konsekuensi diberikannya kewenangan yang luas serta
tanggungjawab pelayanan publik yang tentunya harus diikuti dengan adanya pendelegasian
pendapatan (revenue assignment). Pendelegasian pengeluaran menjadi salah satu konsekuensi dari
desentralisasi menjadikan kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan menjadi kriteria
yang penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan menjalankan
urusan rumah tangganya (Kaho 1997). Dengan kata lain, faktor keuangan menjadi salah satu tolak
ukur dalam sebuah penilaian apakah suatu daerah melaksanakan otonominya yang berarti daerah
membutuhkan dana untuk menjalankan kegiatan pemerintahannya (Aslym, 1999).

Cheema dan Rondinelli (1983), menjelaskan bahwa desentralisasi dalam perspektif


kebijakan dan administrasi merupakan bentuk transfer perencanaan, pengambilan keputusan, atau
otoritas administratif dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit-unit
administratif lokal, organisasi semi-otonom, dan organisasi parastatal, pemerintah lokal (daerah)
atau lembaga non-pemerintah. Desentralisasi fiskal pada dasarnya merupakan salah satu turunan
pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.

Dalam konteks otonomi daerah, salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah adalah desentralisasi fiskal. Sebagian besar ekonom percaya bahwa desentralisasi
fiskal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, memperbaiki pemerataan, dan meningkatkan
kualitas pelayanan publik serta kesejahteraan masyarakat dan sebagian lain berpandangan
sebaliknya (Saputra & Mahmudi, 2012). Penelitian Amagoh & Ajab Amin (2012) menyatakan
bahwa desentralisasi fiskal yang efektif dipengaruhi oleh kerangka kelembagaan yang bersifat
komprehensif sehingga kebijakan desentralisasi fiskal menghasilkan manfaat tambahan bagi
akuntabilitas, pendapatan, dan otonomi politik serta meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa dalam literatur teoritis lebih condong mendukung
hubungan positif antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi.

Untuk menjalankan roda perekonomian, pemerintah membutuhkan modal yang diantaranya


didapat dari potensi ekonomi daerah serta dana transfer yang diberikan oleh pusat. Pertumbuhan
ekonomi jadi terhambat jika dalam pemenuhan modal pemerintah hanya mengandalkan dana
transfer dari pemerintah pusat sebagai salah satu bentuk pendelegasian pengelolaan keuangan
kepada daerah.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah menyusun anggaran yang


kemudian dijadikan pedoman dalam menjalankan berbagai aktivitasnya. Anggaran dalam
Pemerintah Daerah biasa disebut dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintahan Daerah baik dalam bentuk uang, barang
dan/jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD (Kawedar, Warsito,
Rohman dan Handayani, 2008). APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan
daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah (Darise, 2008)
Dalam penyusunan Alokasi Anggaran Penedapatan dan Belanja Daerah dan Pembiayaan
Daerah (APBD) Pendapatan terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan
Lain-lain pendapatan Daerah yang sah. Dalam Sisi Belanja, Belanja Daerah terdiri dari Belanja
Operasi, Belanja Modal, Belanja Tidak Terduga dan Belanja Transfer, Pembiayaan Daerah terdiri
dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiyaan ( PP 12 Tahun 2019).

Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam organisasi sektor publik adalah
mengenai pengalokasian anggaran. Pengalokasian anggaran merupakan jumlah alokasi dana untuk
masing-masing program. Dengan sumber daya yang terbatas, Pemerintah Daerah harus dapat
mengalokasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif. Belanja
daerah merupakan perkiraan beban pengeluaran daerah yang dialokasikan secara adil dan merata
agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya
dalam pemberian pelayanan umum (Kawedar,Warsito, Rohman dan 3 Handayani, 2008).

Jaya (1999) menyatakan bahwa sumber pembiayaan pembangunan yang penting untuk
diperhatikan adalah penerimaan daerah sendiri, karena sumber inilah yang merupakan wujud
partisipasi langsung masyarakat suatu daerah dalam mendukung proses pembangunan. Penerimaan
daerah sendiri yang merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam bentuk pembayaran pajak dan
retribusi daerah, harus mampu mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya akan
menaikkan pendapatan daerah.

APBD menjadi salah satu insturmen dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,


pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDRB) suatu wilayah. Data
series Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu alat ukur keberhasilan
pembangunan dari waktu ke waktu. Data PDRB dapat dijadikan sebagai dasar penentuan target
pertumbuhan ekonomi dan sebagai bahan evaluasi keberhasilan pembangunan yang telah
dilakukan. Pengukuran dengan data PDRB dapat menggambarkan kontribusi dan pertumbuhan
masing-masing lapangan usaha dalam membangun perekonomian. Capaian pertumbuhan ekonomi
yang tinggi menunjukkan semakin berkembangnya aktivitas perekonomian. Akan tetapi capaian
tersebut tentunya bukan sebatas pada capaian saja, akan tetapi dari tingkat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi ini dapat mencerminkan pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat, seperti
ketersediaan lapangan kerja dan sebagainya.

Pengaolaksian Belanja Daerah yang terbesar dalam APBD selain Komponen Gaji adalah
Belanja Modal dan Belanja Barang dan Jasa di harapkan mempunyai dampak pada Pertumbuhan
Ekonomi Daerah dan Pendapatan Asli Daerah yang akhirnya mampu menciptakan kesejahteraan
masyarakat dan kemandirian keuangan daerah dalam mewujudkan otonomi daerah dalam
pembangunan ekonomi mesyarakat dan desentralisi fiskal.
TABEL 1
REALISASI PENERIMAAN BELANJA MODAL, BELANJA BARANG DAN JASA,
INVESTASI PEMERINTAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH KAB/KOTA
PROV.SUL-SEL
TAHUN 2011-2020
(000 Rp)

Belanja Barang Pertumbuhan PAD


Tahun Belanja Modal
dan Jasa ekonomi
2011 6.539.167.708 5.419.029.446 8,13 2.130.674.316
2012 6.205.764.922 6.029.689.314 8,87 2.764.015.080
2013 7.534.480.790 7.580.522.150 7,62 3.591.016.192
2014 9.670.063.378 9.842.338.494 7,54 5.292.368.634
2015 12.614.447.062 11.559.305.636 7,19 5.793.622.106
2016 17.241.786.368 13.168.478.946 7,42 7.039.502.496
2017 15.165.349.602 15.648.371.832 7,21 9.107.402.790
2018 13.500.762.688 16.622.952.376 7,04 8.416.143.522
2019 13.709.924.612 17.746.637.930 6,91 9.219.739.558
2020 11.187.346.578 15.868.446.134 -0,71 8.969.888.660
Sumber : BPS Sulsel dan BPKD Prov Sulsel

Tabel 1 diatas menunjukkan Realisasi dari Alokasi Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa
dan Pendapatan Asli Daerah dari Tahun 2011 sampai dengan Tahun 2020 sangat fluktuatif.
Realisasi Belanja Modal terbesar pada tahun 2016 dengan capaian sebesar Rp.17.241.786.368
(Milyar), sedangkan Realisasi Belanja Barang dan Jasa yang terbesar pada tahun 2019 dengan
capaian sebesar Rp.17.746.637.930 (Milyar). Laju pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun
2012 dengan capaian 8,87% dan mengalami kontraksi pada tahun 2020 yang tumbuh negatif -0,71.
Untuk Realisasi Pendapatan Asli Daerah tertinggi pada tahun 2019 dengan capaian sebesar
Rp.9.219.739.558 (Milyar).

Menurut Anasmen (2009), program peningkatan alokasi belanja modal dapat menyentuh
langsung peningkatan pembangunan beragam infrastruktur, seperti sarana pertanian, transportasi,
dan Infrastruktur lain yang langsung menopang produktivitas dan kesejahteraan rakyat. Anggaran
Infrastruktur, Sektor pertanian, kesehatan dan transportasi dilipatgandakan, biaya operasional,
perjalanan dinas, atau pun belanja modal yang tidak produktif harus diturunkan.

Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa
yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan,
dan pengadaan barang yang dimaksud untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan balanja
perjalanan. Belanja ini digunakan untuk pengeluran pembelian/pengadaan barang yang nilainya
tidak lebih dari 12 (dua belas bulan) dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan
kegiatan pemerintah daerah. Pembelian/pengadaan barang barang dan /atau pemakaian jasa
tersebut mencakup belanja barang habis pakai, bahan material, jasa kantor, premi asuransi,
pemeliharaan kendaraan bermotor, cetak, penggandaan, sewa peralatan dan perlengkapan kantor,
makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus hari-hari
tertentu, perjalanan dinas, pindah tugas dan pemulangan pegawai. (Kemenkeu.go.id)
Pertumbuhan ekonomi sangatlah penting untuk dijaga oleh berbagai kebijakan daerah
maupun pusat. Pertumbuhan ekonomi pun diharapkan bisa berkualitas yang artinya
pertumbuhannya diperoleh dari semua kegiatan ekonomi dan terutama banyak digeluti oleh
masyarakat secara luas. Bukan hanya terjadi pada aktivitas pada modal atau dari sektor yang tidak
berdampak luas pada penyerapan tenaga kerja.

Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan tercermin dalam Anggaran


Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan, serta pemerataan dan keadilan dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.

Salah satu ciri utama daerah mampu dalam melaksanakan otonomi daerah adalah terletak
pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya
dengan tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai proporsi yang semakin
mengecil dan diharapkan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian terbesar
dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah daerah

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini berfokus pada Belanja Modal, Belanja
Barang dan jasa variabel Dependen terhadap pendapatan asli daerah sebagai variabel independen
melalui pertumbuhan ekonomi sebagai variabel intervening.

Rumusan Masalah :

Berdasarkan latar belakang dan kajian empiris yang hasilnya tidak konsisten antara peneliti
maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah Belanja Modal Berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan
2. Apakah Belanja Modal berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan
3. Apakah Belanja Barang dan Jasa Berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
4. Apakah Belanja Barang dan jasa Berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
5. Apakah Belanja Modal berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah melalui Pertumbuhan
Ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan
6. Apakah Belanja Barang dan Jasa berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah melalui
Pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Propinsi Sulawesi Selatan
7. Apakah Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerah
pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Belanja Barang dan Jasa terhadap Pertumbuhan
Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
4. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh belanja barang dan jasa terhadap Pendapatan Asli
Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
5. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerah
melalui Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
6. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Belanja Barang dan jasa terhadap Pendapatan Asli
Daerah melalui pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan.
7. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pendapatan Asli
daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan

B. LANDASAN TEORI

Belanja modal daerah sangat berpengaruh terhadap kesempatan investasi bagi daerah.
Asumsinya adalah belanja modal dapat peningkatkan PAD yang diikuti adanya pertumbuhan
ekonomi sebagai bukti keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola dan memanfaatkan
sumber daya yang ada. PAD merupakan indikator untuk mengukur kemandirian daerah. (Septian,
2008).
Belanja modal (Syaiful, 2006) adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih
dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan
yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas
aset. (Syaiful, 2006). Belanja Modal merupakan suatu bentuk kegiatan pengelolaan keuangan
daerah yang harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien,
ekonomis transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatuhan dan
memberikan manfaat untuk masyarakat. Ukuran keberhasilan dari pemanfaatan Belanja Modal
sendiri adalah tepat mutu, tepat jumlah, tepat waktu, tepat sasaran dan tepat harga (Halim, 2014:
229).
Menurut Mahmudi (2010:87) Belanja daerah dipisahkan dua bentuk yang terbagi atas
Belanja Operasi dan Belanja Modal. Belanja Operasi yang hakekatnya merupakan biaya (expense)
untuk membiayai kegiatan non investasi yang memiliki kegunaan kurang dari 1 tahun, berbeda
halnya dengan Belanja Modal dalam pengertiannya merupakan belanja investasi berupa biaya
sehingga diakui neraca. Manajemen belanja daerah harus menjadi fokus pemerintah daerah agar
optimalisasi manajemen keuangan daerah dapat tercapai (Mahmudi, 2010:82).
Belanja barang dan jasa pada pemerintahan yaitu pengeluaran anggaran dana untuk
diproduksi lalu dipasarkan maupun tidak dipasarkan, serta pengadaan yang dituju akan diserahkan
lalu dijual kepada masyarakat diluar syarat belanja bantuan social serta belanja barang perjalanan.
Pengadaan pencairan dana belanja secara umum merupakan kegiatan dibutuhkan dalam satuan
kerja yang umumnya bersifat internal, contohnya keperluan perkantoran, pengadaan bahan
makanan dan minuman, belanja biaya pemeliharaan dan belanja pengiriman surat dinas. Sedangkan
belanja barang nonoperasionan adalah pembelian yang dihubungkan dengan target pencapaian
satuan kerja yang bersifat eksternal (Elsa Marselina; Euis Hernawati,2021).

Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa
yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan,
dan pengadaan barang yang dimaksud untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
perjalanan. Belanja ini digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai
manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan
program dan kegiatan pemerintah daerah.Pembelian/Pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa
tersebut mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi,
kendaraan bermotor cetak/penggandaan,sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas,
sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan
atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas pindah tugas dan
pemulangan pegawai. (PP.71 2010,SAP)

Menurut Budiono (1994), pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses pertumbuhan output
perkapita jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan (Output perkapita untuk naik)
yang bersumber dari proses intern perekonomian tersebut (kekuatan yang berada dalam
perekonomian itu sendiri), bukan berasal dari luar dan bersifat sementara. Atau dengan kata lain
bersifat self generating, yang berarti bahwa proses pertumbuhan itu sendiri menghasilkan suatu
kekuatan atau momentum bagi kelanjutan pertumbuhan tersebut dalam periodeperiode selanjutnya
(Budiono,1994)

Pressman (2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan perpaduan


efek dari produktivitas yang tinggi dan populasi yang besar. Dari kedua faktor ini pertumbuhan
produktivitas jelas lebih penting, karena seperti yang ditunjukkan oleh adam smith, pertumbuhan
produktivitas inilah yang menghasilkan peningkatan dalam standar kehidupan. Kuznets, sangat
menekankan pada perubahan dan inovasi tekhnologi sebagai cara meningkatkan pertumbuhan
produktivitas terkait dengan redistribusi tenaga kerja dari sektor yang kurang produktif (yaitu
pertanian) kesektor yang lebih produktif (yaitu industri manufaktur).

Menurut Sukirno (1996, 33), pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita
yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indicator
keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya
pula tinggi pula kesejahteraan masyarakat, meskipun masih terdapat indicator yang lain yaitu
distribusi pendapatan.

Saragih (2003) menyatakan bahwa setiap terjadi perubahan kondisi perekonomian akan
memberikan dampak berarti terhadap perubahan Pendapatan Asli Daerah (PAD). daerah yang
memiliki perekonomian yang baik akan memiliki PAD yang tinggi. dengan demikian dapat
dikatakan bahwa semakin baik kondisi perekonomian suatu daerah akan menunjang peningkatan
PAD. dengan demikian dapat dikatakan bahwa perekonomian daerah berpengaruh secara positif
terhadap PAD.

Menurut Halim & Mujib (2009, h.1) ada 4 jenis desentralisasi yaitu desentralisasi politik,
desentralisasi administrasi, desentralisasi fiskal dan desentralisasi ekonomi. Dari keempat
desentralisasi tersebut, desentralisasi fiskal merupakan komponen utama dari seluruh jenis
desentralisasi. Desentralisasi fiskal menurut Pujiati (2006, 61,70) yaitu pendelegasian tanggung
jawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal
yang meliputi aspek penerimaan maupun aspek pengeluaran Adanya implementasi desentralisasi
fiskal yang bertolak ukur dari Pendapatan Asli Daerah harus diupayakan secara optimal karena
Pemerintah Daerah tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya
yang cukup untuk membiayai pelayanan dan pembangunan yang dilakukan Pemerintah Daerah.

HIPOTESIS
Berdasarkan kerangka konseptual diatas, maka hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut :

1. Adanya pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di


Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Adanya pengaruh Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Sulawesi Selatan
3. Adanya pengaruh Belanja Barang dan Jasa terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
4. Adanya pengaruh Belanja Barang dan Jasa terhadap Pendapatan Asli Daerah pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
5. Adanya pengaruh Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui Pertumbuhan
Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
6. Adanya pengaruh Belanja Barang dan Jasa terhadap Pendapatan Asli Daerah melalui
pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
7. Adanya pengaruh Pertumbuhan ekonomi terhadap Pendapatan Asli Daerah pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan

C. METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian

Penelitian ini berfokus pada pengujian secara empiris terhadap teori melalui pengujian antar
variabel dengan pendekatan kuantitatif

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah 21 Kabupaten dan 3 Kota di wilayah Propinsi Sulawesi
Selatan dengan menjadikan semua kabupaten dan kota diprovinsi Sulawesi selatan sebagai objek
penelitian.
Metode Analisis

Metode analisis data yang digunakan adalah dengan Partial Least Square (PLS). Alat uji analisis da
ta menggunakan software SmartPLS 3.0

HASIL ANALISIS DATA

Pegujian hipotesis menggunakan smartPLs 3 dengan hasil bosstraping sebagai berikut ;


a) Pengujian Model Struktural (Inner Model )

TABEL 2
R Square dan R Square Adjusted

R Square R Square Adjusted


Pertumbuhan Ekonomi 0.413 0.290
Pendapatan Asli Daerah 0.662 0.568

Kesimpulan dari pengujian nilai R-Square pada tabel 2 adalah sebagai berikut :
1. R Square Pertumbuhan Ekonomi 0,413 dengan R Square Adjustednya 0,290. Artinya
kemampuan variabel Endogen yaitu Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa terhadap
Pertumbuhan Ekonomi tergolong lemah.
2. R Square Pendapatan Asli Daerah 0,662 dengan R Square Adjustednya 0,568 Artinya
kemampuan variabel Endogen yaitu Belanja Modal, Belanja Barang dan Jasa terhadap
Pendapatan Asli Daerah tergolong Kuat.

b) Pengujian Hipotesis (Inner Model)


c)
Pengujian hipotesis secara langsung (Direct Effects) dan Pengaruh Tidak Langsung
(Indirect Effect) menghasilkan nilai koefisien jalur dan nilai p-value dari konstruk sebgai berikut :

TABEL 3
Pengaruh Langsung (Dirrect Effect) dan Pengaruh Tidak langsung (Inderect Effect)

NO Konstruk Dirrect Inderect Total Effect P-Velue Ket.

Belanja Modal
Tidak
1 Terhadap Pertumbuhan 1.000 - -0,020 0.967
berpengaruh
Ekonomi
Belanja Modal
2 Terhadap Pendapatan -001 0,568 0.201 Berpengaruh
1.000
Asli Daerah
Belanja Barang dan - 0,359 0.404 Tidak
3 Jasa Terhadap 1.000
berpengaruh
Pertumbuhan Ekonomi
Belanja Barang dan 1.000
4 Jasa terhadap
0,023 0,086 0.769 Berpegaruh
Pendapatan Asli
Daerah
Belanja Modal
5 terhadap Pendapatan Tidak
-0.001
asli daerah melalui Berpengaruh
pertumbuhan ekonomi
Belaja Barang dan Jasa
6 terhadap pendapatan Tidak
-0.023
asli daerah melalui Berpengaruh
pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi 1.000
7 terhadap Pendapatan - 0,065 0.869 Berpegaruh
Asli Daerah
Sumber : Data diolah

Pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung (Direct Effects) dan
tidak langsung (In-Direct Effects) sebagaimana Coefficient pada output SmatPLS. Lebih jelasnya
sebagai berikut :
1. Pengujian pada hipotesis pertama (H1) dalam penelitian ini memiliki total effect -0,20 denga P-
Velue 0,967 yang bermakna bahwa Belanja Modal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi sehingga hipotesis tersebut tidak dapat diterima.
2. Pengujian pada hipotesis kedua (H2) dalam penelitian ini memiliki total effect 0,359 dengan P-
Velue 0,201 yang bermakna bahwa Belanja Modal berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah
sehingga hipotesis tersebut dapat diterima.
3. Pengujian pada hipotesis ketiga (H3) dalam penelitian ini memiliki total effect 0,359 dengan P-
Velue 0,404 yang bermakna bahwa Belanja Barang dan Jasa tidak berpengaruh pada
pertumbuhan ekonomi sehingga hipotesis tersebut tidak dapat diterima.
4. Pengujian pada hipotesis keempat (H4) dalam penelitian ini memiliki total effect 0,086 dengan
P-Velue 0,769 yang bermakna bahwa Belanja barang dan jasa berpengaruh terhadap pendapatan
asli daerah sehingga hipotesis tersebut dapat diterima.
5. Pengujian pada hipotesis kelima (H5) dalam penelitian ini memiliki Inderect effect -0.001 yang
bermakna pengaruh tidak langsung Belanja Modal terhadap pendapatan asli daerah melalui
pertumbuhan ekonomi tidak dapat diterima.
6. Pengujian pada hipotesis keenam (H6) dalam penelitian ini memiliki Inderect effect -0.023 yang
bermakna pengaruh tidak langsung Belanja Barang dan Jasa terhadap pendapatan asli daerah
melalui pertumbuhan ekonomi tidak dapat diterima.
7. Penngujian pada hipotesis ketujuh (H7) dalam penelitian ini memiliki Total effect 0,065 dengan
P-Velue 0,869 yang bermakna bahwa Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap Pendapata
Asli daerah dapat diterima.

PEMBAHASAN
1. Pegaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

Belanja Daerah merupakan salah satu instrument dalam mendorong pertumbuhan


ekonomi daerah, sehingga di harapkan perencanaan belanja daerah sebagai belanja publik dapat
berkontribusi terhadap sektor-sektor pembentuk PDRB daerah. Belanja Modal sebagai belanja
daerah untuk perolehan aset seharusnya lebih banyak menyentuh sektor-sektor produksi sesuai
dengan karakteristik dan demografi potensi-potensi daerah.
Besarnya alokasi belanja daerah yang di lakukan oleh pemerintah daerah kabupaten kota
di provinsi Sulawesi Selatan yang meningkat setiap tahun, tidak begitu berpengaruh dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan teori dari Syaiful, 2006 bahwa pengeluaran yang
dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang
memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk didalamnya adalah pengeluaran
untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat,
meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Selain itu, penelitian ini sejalan dengan teori Pressman
(2000) menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan perpaduan efek dari
produktivitas yang tinggi dan populasi yang besar. Dari kedua faktor ini pertumbuhan produktivitas
jelas lebih penting, karena seperti yang ditunjukkan oleh adam smith, pertumbuhan produktivitas
inilah yang menghasilkan peningkatan dalam standar kehidupan. Kuznets, sangat menekankan pada
perubahan dan inovasi tekhnologi sebagai cara meningkatkan pertumbuhan produktivitas terkait
dengan redistribusi tenaga kerja dari sektor yang kurang produktif (yaitu pertanian) kesektor yang
lebih produktif (yaitu industri manufaktur). Beradasarkan dua terori tersebut, dapat disimpulkan
bahwa hubungan antara Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi tidak terdapat korelasi yang
cukup signifikan.

2. Pegaruh Belanja Modal terhadap Pendapatan Asli Daerah

Dengan banyakanya alokasi anggaran untuk belanja modal maka nantinya dapat
mewujudkan terciptanya infrastruktur dan sarana yang semakin banyak pula. Semakin banyak
pembangunan yang di kerjakan oleh pemerintah maka nantinya dapat pula meningkatkan
pertumbuhan aktivitas ekonomi yang dapat membentuk sumber-sumber pendapatan daerah.
Pembangunan dalam sektor pelayanan publik akan meransang masyarakat untuk lebih
aktif dan bergairah dalam membangun aktivitas ekonomi karena ditunjang oleh fasilitas yang
memadai selain itu investor juga akan tertarik kepada daerah karena fasilitas yang diberikan oleh
daerah. dengan bertambahnya produktifitas masyarakat dan infestor yang berada di daerah akan
berdampak pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD yang semakin tinggi akan
meransang pemerintah daerah untuk lebih meningkatkan mutu pelayanannya kepada publik.
Peningkatan sektor belanja modal dapat memberikan stimulus kepada masyarakat dalam
membuka usaha-usaha baru yang nantinya akan berpotensi menjadi sumber-sumber pendapatan asli
daerah. Dengan berkembang pesatnya pembangunan yang bersumber dari alokasi belanja modal
menjadi faktor dalam pendorong peningkatan pendapatan asli daerah yang dapat menjadi cermin
bagimana daerah dapat mendanai sendiri kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini sejalan
dengan teori Nugroho, 2012. Upaya dalam menggenjot belanja modal merupakan perkara yang
sangat penting bagi pemerintah daerah karena dapat meningkatkan produktivitas perekonomian
sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan semakin besar alokasi
belanja modal pada tahun selanjutnya.
3. Pengaruh Belanja Barang dan Jasa terhadap pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat di ketahui bahwa Belanja Barang dan tidak
berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten Kota di Provinsi Sulawesi Selatan
dari Tahun 2011-2020. Hal ini mengindikasikan bahwa realisasi belanja barang dan jasa terhadap
target yang di tetapkan tidak berpengaruh pada laju pertumbuhan ekonomi.
Belanja barang dan jasa adalah Belanja Barang dan Jasa adalah Pengeluaran untuk
menampung pembelian barang dan/ atau Jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan/
atau Jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan dan pengadaan barang yang dimaksudkan
untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat/ Pemerintah Daerah (Pemda) dan belanja
perjalanan.
Sebagai belanja rutin dan opersional pemerintah daerah, belanja daerah yang tidak
mempunyai dampak jangka panjang tidak dapat atau berkontribusi terhadap sektor-sektor PDRB
daerah.tingginya alokasi belanja barang dan jasa di harapkan menyentuh sektor-sektor yang
berkontribusi terhadap penyumbang PDRB daerah yang dapat ikut berkontribusi terhadap laju
pertumbuhan ekonomi daerah sesuai dengan karatkteristik dan tipologi suatu daerah.
Hasil Penelitian ini sejalan dengan teory Mohammad Yusuf,2021, bahwa belanja barang
dan jasa merupakan suatu pengeluaran untuk pengadaan pembelian sebuah barang dan/atau jasa
yang tujuannya habis pakai untuk melakukan produksi barang dan/atau jasa yang akan dijual
maupun yang tidak dijual serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau
dipasarkan kepada masyarakat di luar kategori belanja bantuan sosial serta belanja suatu perjalanan.
Dan juga teory dari Sukirno (1996, 33), pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output
perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang.

4. Pegaruh Belanja Barang dan Jasa terhadap Pendapatan Asli Daerah

Belanja Barang dan Jasa merupakan belanja yang digunakan untuk pengeluaran
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan bersifat
rutin karena terjadi terus-menerus. Belanja barang dan jasa yang dialokasikan merupakan
pengeluaran pemerintah dalam rangka pengadaan barang/jasa non investasi guna mendukung
kegiatan operasional pemerintah.
Belanja Barang dan jasa mendapatkan porsi yang cukup besar dalam alokasi anggaran pada
APBD selain belanja modal, di karenakan belanja barang dan jasa adalah belanja yang di gunakan
untuk mendukung kegiatan rutin atau operasional pemerintah. Selain itu, belanja barang dan jasa
juga melibatkan pihak ketiga atau penyedia barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
operasional pemerintah daerah. setiap penyedia barang dan jasa yang di gunakan oleh pemerintah
daerah, wajib membayar pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
setiap pembelian barang dan jasa.
Hal ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Mangkoesoebroto, 2002, bahwa
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah
menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah
mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan
tersebut.
5. Pengaruh Belanja Modal terhadap Pendapatan asli daerah melalui pertumbuhan ekonomi
Pemerintah Daerah di harapkan dalam pengalokasian Belanja Modal untuk memperhatikan
belanja modal dalam menunjang pembentukan sektor-sektor produksi atau industri sebagai salah
satu komponen dalam pembentukan struktor ekonomi dalam mendorong laju pertumbuhan
ekonomi.
Sebagaimana yang di kemukakan oleh Irawan, (2014) Kegiatan dari struktur ekonomi
berdampak pada peningkatan sektor-sektor perekonomian lainnya yang saling berkaitan. Suatu
daerah dapat dikatakan maju apabila ditunjang dari segi pengetahuan masyarakat yang tinggi,
adanya sumber daya alam yang cukup memadai yang dikelola oleh sumber daya manusia yang
mempunyai potensi besar guna tercapainya kemajuan pembangunan daerah. Perkembangan
ekonomi yang telah dicapai Negara- negara didunia tidak dapat ditiru begitu saja oleh Negara-
negara sedang berkembang. Meskipun demikian, bentuk perkembangan ekonomi sebagian besar
tergantung pada pemecahan beberapa masalah pokok. Masalah-masalah pokok ini antara lain ialah,
akumulasi capital dan penggunaan maksimal dari sumber daya manusia dan sumber daya alam
untuk menaikkan serta memperbaiki produksi barang dan jasa (Irawan. 2014).

6. Pengaruh Belanja Barang dan Jasa terhadap Pendapatan asli daerah

Belanja Daerah yang dilakukan oleh pemerintah baik dalam bentuk belanja operasional
maupun belanja modal diharapkan akan meningkatkan aktivitas yang memicu pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi, diharapkan sejalan dengan peningkatan alokasi pendapatan
masyarakat untuk konsumsi kebutuhan primer.
Belanja barang dan jasadigunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang
nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan
program dan kegiatan pemerintah daerah. Belanja barang dan jasa umumnya dianggarkan untuk
membiayai operasional dalam mendukung pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah seperti
belanja untuk alat tulis kantor, perjalanan dinas pegawai, dan pemeliharaan aset.
Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk pengadaan barang-barang dilingkungan
pemerintahan yang nilai kegunaannya kurang dari satu tahun dalam periode akuntansi dan/atau
pemakaian jasa dalam menjalankan kegiatan-kegiatan pemerintah suatu wilayah. Ketika belanja
barang dan jasa dipenuhi dengan semestinya maka pegawai pemerintahan akan dapat
memaksimalkan pelayanan publik (Pangestu, 2018). Belanja barang dan jasa digunakan pemerintah
sebagai pendukung kelancaran tugas dalam memberi pelayanan kepada masyarakat sehingga
semakin tinggi realisasi belanja barang dan jasa pemerintah daerah akan meningkatkan aktivitas
perekonomian daerah tersebut yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan
ekonomi (Hutabarat, 2013)

7. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap pendapatan asli daerah

Sasaran utama pembangunan suatu daerah adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran dari hasil kerja pemerintah
dalam mensejahterakan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi salah satu indikator
peningkatan kesejahteraan penduduk suatu daerah. Pembangunan daerah sebagai bagian integral
dari pembangunan nasional pada hakekatnya upaya meningkatkan kapasitas pertumbuhan daerah
sehingga mampu menjalankan pemerintahan dengan baik.
Pertumbuhan ekonomi juga mempunyai dampak terhadap peningkatan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dimana PAD idealnya menjadi sumber utama biaya pemrintah daerah untuk
menjalankan pembangunan daerahnya. Daerah yang pertumbuhan ekonominya positif mempunyai
kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD. Hal ini seharusnya membuat pemerintah daerah lebih
berkonsentrasi pada pemberdayaan kekuatan ekonomi lokal untuk menciptakan pertumbuhan
ekonomi daripada sekedar mengeluarkan produk perundangan terkait pajak ataupun retribusi.
Penelitian ini sejalan dengan teori Peacok dan Wise- man (1961) dalam teorinya mengenai
tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik berkesimpulan bahwa dalam
partumbuhan performa ekonomi menye- babkan pemungutan pajak yang semakin meningkat
walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pe-
ngeluaran pemerintah juga semakin meningkat (Mangkoesoebroto,1991). Oleh karena itu dalam
keadaan normal, meningkatnya GNP menye- babkan adanya penerimaan pemerintah yang semakin
besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Faishal
Fadhly 2016 dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa perkembangan perekonomian akan
berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan asli daerah. Semakin baik perekonomian atau
semakin meningkat nilai tambah yang diha- silkan oleh masing-masing sektor dalam perekonomian
maka kemam- puan atau potensi masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi akan semakin
meningkat.

D. SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian Pegaruh Alokasi
Belanja Modal dan Belanja Barang dan Jasa terhdap Pendapatan Asli Daerah melalui pertumbuhan
ekonomi merumuskan kesimpulan sebegai berikut :
1. Belanja Modal sebagai belanja Infrastruktur dalam membentuk aset daerah berpengaruh
terhadap Pendapatan Asli Daerah tapi tidak berpengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi. hal ini
memberikan makna bahwa pengaolokasian belanja modal tidak begitu menyentuh pada sektor-
sektor indokator makro ekonomi daerah dan komponen PDRB daerah yang dapat mendorong
tumbuhnya PDRB. Diharapkan pada pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan belanja
daerah khususnya belanja modal untuk mengalokasikan belanja modal terhadap sektor
pembentuk PDRB sehingga semakin tinggi alokasi belanja modal terhadap sektor PDRB maka
akan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi daerah.
2. Belanja Barang dan Jasa sebagai belanja barang habis pakai yang masa manfaatnya kurang dari
satu tahun/12 bulan berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah, namun tidak berpengaruh
terhadap Pertumbuhan ekonomi daerah. hal ini bermakna bahwa sektor jasa sebagai salah satu
komponen dalam PDRB ekonomi daerah tidak tersentuh oleh alokasi belanja barang dan jasa. Di
harapka kepada pemerintah daerah dalam mengalokasikan belanja barang dan jasa untuk lebih
menyentuh sektor jasa lebih maksimal yang termuat dalam PDRB baik PDRB atas dasar harga
konstan maupun PDRB atas dasat harga berlaku. Dengan makin meningkatnya pemanfaatan
barang dan jasa pada dua komponen tersebut maka akan dapat mendorong dan mempengaruh
pertumbuhan ekonomi pada satu daerah.
3. Belanja Modal dan belanja barang dan jasa tidak berpengaruh secara tidak langsung terhadap
pendapatan asli daerah melalui pertumbuhan ekonomi, yang bermakna bahwa belanja modal dan
belanja barang dan jasa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang dapat
berpengaruh pada pendapatan asli daerah secara tidak langsung.
Belanja Barang dan Jasa untuk di alokasikan lebih banyak kepada sektor-sektor pendorong
PDRB Daerah dalam mendorong Laju pertumbuhan ekonomi Daerah khsusnya PDRB menurut
lapangan usaha.
4. Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah yang bermakna bahwa
aktivitas ekonomi yang meningkat pada satu daerah memberikan kontribusi besar terhadap
pendapatan asli daerah. Laju pertumbuhan ekonomi daerah juga sangat di pengaruhi oleh
pertumbuhan penduduk, akumulasi modal dan kemajuan tekhnologi. Seperti di ketahui PDRB
secara konseptual menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: pendekatan produksi,
pendekatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan. Sehingga secara umum ketiga sektor inilah
yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang dapat berpengaruh secara kuat
pada pendapatan asli daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Aslym, A, 1999, Beberapa Aspek Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Makalah Seminar,
Lustrum I MEP–UGM, Yogyakarta.
Anasmen. 2009. Pengaruh Belanja Modal Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi
Sumatera Barat : 2000-2006. Tesis. Depok: Program Magister Perencanaan dan
Kebijakan Publik Universitas Indonesia.
Amagoh, Francis dan Aloysius Ajab Amin. 2012. An Examination of the Impacts of Fiscal
Decentralization on Economic Growth. International Journal of Business
Administration. Vol.3, No.6: 72-81.
Budiono,1994) Teori pertumbuhan Ekonomi, edisi 1, BPFE,Jogjakarta, 1994).
Cheema, G.S dan Rondinelli, G.A. (Eds), 1983, Decentralization and Development: Policy
Implementation in Developing Countries, Sage Publication, Beverly Hills
Darise, N. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta: PT Indeks.

Elsa Marselina1), Euis Hernawati2) Perancangan Sistem Informasi Akuntansi Pencairan Dana
Belanja Barang Dan Jasa Berbasis WEB di Kecamatan Cangkuang ISSN 2338-1523 E-
ISSN 2541-576X Volume 9 No. 2 Agustus 2021
Faishal Fadhly (2016) : https://jurnal.uns.ac.id/jiep/article/view/2312

Huda, Ni’matul, Pengawasan Pusat terhadap Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah dan
Daerah, (Yogyakarta: FH.UII Press, 2007).

Halim Abdul dan Ibnu Mujib. (2009) Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat-Daerah Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Daerah.
Yogyakarta, Sekolah Pascasarjana UGM.
Halim, Abdul. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. ------. 2014.
Manajemen Keuangan Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat
Hutabarat (2013) E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 9.6 (2020):485-508

Irawan. 2014. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE


Jaya, I Putu Ngurah Panji Kartika Dan Dwirandra, A.A.N.B. 2014. Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah Pada Belanja Modal Dengan Pertumbuhan Ekonomi Sebagai Vari- abel Pemoderasi.
Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. www.ojs.- unud.ac.id.
Kaho Josef Riwu. 1997. Prospek Otonomi Daerah Di Negara Republik Indonesia. Grafindo
Persada. Jakarta.

Kuznets, Simon 1973 Modern Economic Growth : Finding and reflections : The American
Economic Review. Vol 63, No 3 (Jun), PP.247-258

Kawedar, Warsito, Abdul Rohman, dan Sri Handayani. 2008. Akuntansi Sektor Publik.Buku I.
Cetakan I. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta: Penerbit Erlangga
Mohammad Yusuf, analisis pajak daerah, retribusi daerah, belanja pegawai, belanja hibah dan
belanja barang dan jasa terhadap modal: panel data 12 kabupaten kota di sumatera
utara, Jurnal Kajian Ekonomi dan Kebijakan Publik, Vol. 4 No. 1 Januari 2018 ISSN:
22527-2772

Mangkoesoebroto, Guritno (2002). Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE.

Mangkoesoebroto. 1991. Ekonomi Publik. Yogyakarta : BPFE UGM

Nugroho, (2012). https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/accounting/article/view/38

Pressman, Steven, 2000, Lima Puluh Pemikir Ekonomi Dunia, Terjemahan Edisi Pertama, Jakarta
PT Raja Grafindo Persada

Pujiati, Amin. (1990) Analisis Pertumbuhan Ekonomi di Karesidenan Semarang Era desentralisasi
Fiskal. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 61-70.
Pangestu (2018) https://ppjp.ulm.ac.id/journals/index.php/jiep/article/view/1113

Peacock, A. T., & Wiseman, J. (1961). Chapters 2 & 3. The Growth Of Public Expenditure In The
United Kingdom

Republik Indonesia , Pertaruan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 : Pengelolaan Keungan Daerah

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah

Saputra, B., & Mahmudi. (2012). Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Kesejahteraan Masyarakat. Jurnal Akuntansi Dan Audit Indonesia (JAAI), 16(2),
185–199.

Septian, Gunawan Wahyudi. 2008. Pengaruh Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
dan Pendapatan Asli Daerah. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta
Syaiful. 2006. Pengertian dan Perlakuan Akuntansi Belanja Barang dan Belanja Modal Dalam
Kaidah Akuntansi Pemerintahan. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 1996 Teori Pembangunan Ekonomi

Saragih, Juli Panglima. (2003). Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai