dan belanja wajib seperti belanja pegawai dan bunga. Hasil analisis menunjukkan
bahwa ruang fiskal tertinggi baik untuk total pemda perprovinsi, kabupaten/kota
perprovinsi, pemerintah provinsi, maupun per wilayah adalah di wilayah Kalimantan,
utamanya di Kalimantan Timur. Posisi terendah untuk kabupaten/kota adalah daerahdaerah di provinsi Jawa Tengah, sementara untuk pemerintah provinsi yang terendah
adalah Aceh, serta untuk per wilayah adalah wilayah Sulawesi. Tinggi rendah angka
tersebut dapat disebabkan oleh 4 (empat) faktor, yaitu: tinggi-rendahnya pendapatan
umum, tinggi-rendahnya pendapatan yang bersifat terikat, tinggi-rendahnya belanja
wajib, serta gabungan beberapa faktor di atas.
Rasio kemandirian daerah dicerminkan oleh rasio Pendapatan Asli Daerah
terhadap total pendapatan, serta rasio transfer terhadap total pendapatan. Dua rasio
tersebut memiliki sifat berlawanan, yaitu semakin tinggi rasio PAD semakin tinggi
kemandirian daerah dan sebaliknya untuk rasio transfer. Untuk rasio PAD, Provinsi
DKI Jakarta memiliki rasio tertinggi secara nasional, Provinsi Bali untuk
kabupaten/kota per provinsi, Jawa Timur untuk per pemerintah provinsi dan Jawa-Bali
untuk kewilayahan. Sementara itu, yang terendah secara nasional, kabupaten/kota per
provinsi, serta per pemerintah provinsi adalah adalah Provinsi Papua Barat, sedangkan
untuk per wilayah adalah Nusa Tenggara-Maluku-Papua. Posisi tertinggi dan terendah
rasio transfer umumnya berkebalikan dengan posisi provinsi yang bersangkutan pada
rasio PAD. Artinya, provinsi yang tertinggi untuk rasio PAD merupakan rasio terendah
untuk rasio transfer dan demikian pula sebaliknya.
Di sisi belanja daerah, analisis meliputi rasio belanja pegawai terhadap total
belanja, rasio belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja, rasio belanja
modal per total belanja, rasio belanja per jumlah penduduk, serta rasio belanja modal
per jumlah penduduk. Semua rasio tersebut menunjukkan kecenderungan pola belanja
daerah, apakah suatu daerah cenderung mengalokasikan dananya untuk belanja yang
terkait erat dengan upaya peningkatan ekonomi, seperti belanja modal, atau untuk
belanja yang sifatnya untuk pendanaan aparatur, seperti belanja pegawai tidak
langsung.
Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk belanja pegawai, Provinsi DIY
memiliki rasio tertinggi untuk total pemda per provinsi dan kabupaten/kota per
provinsi. Sementara itu, rasio belanja pegawai terendah untuk seluruh pemda per
provinsi dan pemerintah provinsi adalah Provinsi Papua Barat, sedangkan untuk
daerah kabupaten/kota per provinsi yang terendah adalah Kalimantan Timur. Hal yang
Zulkarnain | 2012.232.00.232 | Manajemen Pembangunan Daerah | STIA LAN Makassar | 2016
hampir serupa terjadi untuk rasio belanja pegawai tidak langsung. Hal ini wajar,
karena secara rata-rata porsi belanja pegawai tidak langsung terhadap total belanja
pegawai total relatif hampir seragam di seluruh daerah. Sebagaimana patut diduga,
kondisi berkebalikan terjadi untuk rasio belanja modal. DIY memiliki rasio terendah
untuk rasio belanja modal, sedangkan Kalimantan Timur merupakan yang tertinggi.
Untuk rasio belanja per kapita, Papua Barat dan Jawa Barat merupakan yang memiliki
rasio tertinggi dan terendah dalam agregat per provinsi. Sementara berdasarkan
pembagian wilayah, rasio di Kalimantan merupakan yang tertinggi, dan Jawa-Bali
(tidak termasuk DKI) adalah yang terendah.
Analisis APBD juga meliputi analisis atas defisit/surplus dan pembiayaan yang
meliputi analisis defisit/surplus, Selisih Lebih atas Perhitungan Anggaran (SiLPA),
penerimaan pembiayaan melalui pinjaman, serta rasio keseimbangan primer. Dari
analisis di sisi bellow the line ini ternyata terdapat beberapa hal yang perlu dicermati.
Salah satunya adalah adanya beberapa daerah yang menganggarkan defisit namun
anggaran pembiayaannya tidak mencukupi untuk menutup defisit tersebut. Paling
tidak terdapat 20 kabupaten/kota yang mengalami kejadian ini. Hal ini menunjukkan
tidak sehatnya APBD mereka, karena dengan demikian belanja menjadi tidak jelas
sumber pendanaannya. Sebaliknya, kondisi yang berlawanan juga terjadi dimana
terdapat beberapa daerah yang menganggarkan surplus penerimaan (yang berarti
terjadi selisih positif antara defisit/surplus dengan netto pembiayaan). Hal ini
menunjukkan bahwa daerah-daerah tersebut memang mentargetkan SiLPA mereka.
Terlepas dari apapun tujuan target SiLPA, namun hal ini tidak layak dilakukan dalam
pola pengelolaan keuangan yang sehat, karena akan menimbulkan tidak efisiennya
penggunaan budget untuk membiayai peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta
mendorong munculnya dana yang off budget. Di samping itu, hal ini kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh ketidakmampuan SDM pengelola keuangan daerah dalam
melakukan perencanaan anggaran.
Penelitian sejenis sebelumnya telah dilakukan oleh Dian Nofriana Batubara tahun
2009. Dian Nofriana Batubara telah meneliti tentang Pengaruh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah kabupaten dan kota di Propinsi Sumatera Utara. Sementara secara parsial
hanya pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah saja yang
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan kota di
Propinsi Sumatera Utara, sedangkan hasil kekayaan daerah yang dipisahkan tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan kota di
propinsi Sumatera Utara.
Hal
tersebut
senada
dengan
penelitian
Asha
florida
(2007)
yang
10
hanya
sekitar
Rp
16
miliar
dari
pengelolaan
(http://dataprimer.sumenep.go.id/bankdata_sumenep/LAMP-1.pdf,
kekayaan
diakses
daerah
6
Juli
11
masyarakat
(https://syukriy.wordpress.com/
2013/11/01/belanja-modal-dan-
perubahan-apbd/, diakses pada 6 Juli 2015). Belanja pegawai adalah belanja yang
dikeluarkan oleh APBD untuk kepentingan pegawai atau birokrat pemerintahan.
Sedangkan Belanja Barang dan Jasa seperti namanya adalah belanja barang habis
pakai yeng berbeda dengan belanja modal yang berupa aset tetap.
Setelah kita tahu pengertian belanja modal, belanja pegawai, dan belanja barang dan
jasa tentu kita bias menerka APBD yang pro rakyat atau tidak. Asumsinya,
kepentingan rakyat terlihat dari belanja modal sedangkan kepentingan birokrat terlihat
pada belanja pegawai dan belanja barang dan jasa yang lebih banyak dimanfaatkan
oleh para birokrat pula. Belanja modal Kabupaten Sumenep tahun 2015 sekitar Rp 335
miliar, belanja barang dan jasa sekitar Rp 325 miliar, dan belanja pegawai sekitar Rp
70 miliar. Jika kita akumulasikan jumlah anggaran belanja modal dan belanja pegawai
maka kita akan mendapat angka sekitar Rp 395 miliar jauh lebih besar daripada
belanja modal yang hanya sebesar Rp 335 miliar (http://dataprimer.sumenep.go.id/
bankdata_sumenep/LAMP-1.pdf, diakses 6 Juli 2015).
12
Hal ini berarti anggaran untuk para birokrat jauh lebih besar daripada untuk rakyat
yang seharusnya harus mendapatkan porsi jauh lebih besar.
Otonomi keuangan yang didapatkan oleh daerah mestinya ditujukan bagi kepentingan
masyarakat daerah. APBD adalah uang rakyat dan pemerintah bertugas untuk memanage-nya dengan baik. Jangan sampai uang rakyat ini malah menjadi uang
birokrat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Hehamahua, Hayati. 2014. Analisis APBD Kota Surabaya Suatu Kajian
Kemandirian Dan Efektifitas Keuangan Daerah. Surabaya : Media Trend.
DEPKEU RI, DIRJEN Perimbangan Keuangan. 2011. Deskripsi dan Analisis APBD
Tahun 2011. Jakarta : Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Ilmu Pemerintahan, Jurnal. 2013. Analisis Proses Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pekanbaru Tahun 2012, FISIP
UR
Forum Bisnis & Kewirausahaan, Jurnal Ilmiah STIE MDP. 2012. Analisis Pengaruh
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Kinerja Keuangan Pada Pemerintah
Kabupaten dan Kota Di Propinsi Sumatera Selatan. Palembang.
http://salman-setiadji-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-141450-Politik
%20Keuangan%20dan%20Anggaran-Analisis%20Anggaran%20Pendapatan%20dan
%20Belanja%20Daerah%20Kabupaten%20Sumenep%20Tahun%202015.html
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=376805&val=7694&title=ANALISIS%20APBD%20KOTA%20SURABAYA
14
%20Suatu%20Kajian%20Kemandirian%20Dan%20Efektifitas%20Keuangan
%20Daerah.
http://www.djpk.depkeu.go.id/wpcontent/uploads/2016/01/deskripsi_dan_analisis_AP
BD_2011_a.pdf
http://repository.unri.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/5174/JURNAL.pdf?
sequence=1
http://eprints.mdp.ac.id/676/1/4.%20CHERRYA%20.pdf
http://www.academia.edu/5886221/Analisis_APBD_Kota_Jambi
http://iuwash.or.id/lg-watsan-budget-analysis/