Anda di halaman 1dari 27

Analisis Pengaruh APBN Dan APBD Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Kemiskinan Dan Penganguran

CINDY OKTAVIYANI
A1A118034

JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2021
II. PENDAHULUAN
Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah di Indonesia telah membawa
konsekuensi terjadinya perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintah di daerah. Kondisi
tersebut ditandai dengan semakin banyaknya kewenangan yang dimiliki daerah dan kebijakan
pemerintah pusat yang makin dibatasi dalam desentralisasi fiskal. Adanya kewenangan daerah
otonom diharapkan dapat memperoleh sumber pembiayaan dalammelaksanakan otonominya.
Untuk itu pemerintah daerah dituntut dapat mengelola kewenangannya dalam meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah. Peran pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan daerah terus
ditingkatkan, selaras dengan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan untuk lebih
mewujudkan otonomi daerah yang lebih nyata dan bertanggungjawab.Pembangunan daerah
dilaksanakan secara terpadu dan serasi oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta
secara bersama-sama mewujudkan keharmonisan dan keseimbangan pembangunan nasional,
mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Salah satu usaha untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan berbagai upaya perbaikan
dan penyempurnaan dalam bidang keuangan daerah. Upaya tersebut melalui pelaksanaan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Anggaran
yang dikelola secara lebih efektif dan efisien.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah program kerja yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam tahun
anggaran yang bersangkutan. Program kerja tersebut telah ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan
persetujuan DPRD, yaitu dari Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dituangkan dalam Peraturan
Daerah.

Dalam rangka keperluan analisis dan pengambilan keputusan maupun untuk memenuhi
kelengkapan informasi tentang Keuangan Negara dalam berbagai keperluan maka alasan untuk
mengumpulkan data statistik tentang keuangan daerah menjadi makin diperlukan. Sebagai
informasi, setiap tahun baik BPS Provinsi maupun BPS Kabupaten/ Kota mengumpulkan data
keuangan daerah yang terdiri dari Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi, Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
II. PEMBAHASAN
A. Kabupaten Kota
1. Kota Kendari
2. kota bau-bau
3. kabupaten buton
4. Kabupaten Muna
5. Kabupaten Konawe
6. kabupaten kolaka
7. kabupaten Konawe selatan
8. kabupaten Bombana
9. kabupaten wakatobi
10. kabupaten kolaka utara
12. kabupaten buton utara
12. konawe utara
13. kabupaten konawe kepulauan
Salah satu upaya tercapainya pembangunan adalah penyediaan anggaran daerah yang
memadai. Anggaran daerah tertuang dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD),
yang terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan. Berdasarkan tabel
APBD kabupaten kota di bawah ini tercatat dalam kurun waktu 2012 dicapai oleh pemerintah
daerah kabupaten kolaka, tahun 2013 oleh pemerintah daerah kabupaten muna, pada tahun 2014,
realisasi pendapatan tertinggi di capai oleh kota kendari. Pada , realisasi pendapatan tertinggi
kota kendari .dari keseluruhan pendapatan pemerintah, dama alokasi setiap daerah merupakan
komponen yang tercatat paling dominan dalam membentuk relisasi pendapatan setiap daerah bila
dibandingkan dengan komponen lainnya.
Anggaran 2019 dan Rencana Pendapatan Tahun Anggaran 2020 dapat terlihat bahwa
realisasi pendapatan pemerintah daerah kabupaten/kota terbesar se Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun Anggaran 2019 adalah Kabupaten Konawe sebesar Rp1.475.012,59 Juta, yang terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah Rp97.075,62 Juta atau 6,58 persen, Dana Perimbangan Rp1.072.491,77
Juta atau 72,71 persen dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah Rp305.445,20 Juta atau 20,71 persen.
Realisasi pendapatan tersebut naik sebesar 19,00 persen dibandingkan realisasi pendapatan
Tahun 2018. Sedangkan realisasi pendapatan pemerintah daerah Tahun Anggaran 2019 yang
terkecil adalah Kabupaten Konawe Kepulauan sebesar Rp566.173,80 Juta, yang terdiri dari
Pendapatan Asli Daerah Rp10.707,56 Juta atau 1,89 persen, Dana Perimbangan Rp462.107,44
Juta atau 81,62 persen, dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp93.358,81 Juta atau 16,49
persen. Realisasi pendapatan tersebut meningkat sebesar 10,03 persen dibandingkan dengan
tahun 2018.

B. Sulawesi Tenggara
Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Realisasi pendapatan
pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Tenggara tahun anggaran 2012 adalah Rp. 1.811.984,33
juta, yang terdiri dari bagian pendapatan asli daerah Rp. 502.842,25 juta atau 27,75 persen, dana
perimbangan Rp. 1.020.125,15 juta atau 56,30 persen dan lain-lain pendapatan yang sah Rp.
289.016,93 juta atau 15,95 persen (tabel 1 lampiran 1). Rencana pendapatan pemerintah daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun anggaran 2013 adalah Rp. 1.898.244,09 juta, yang terdiri dari
pendapatan asli daerah Rp. 417.111,45 juta atau 21,97 persen, dana perimbangan Rp.
1.123.896,14 juta atau 59,21 persen dan lain-lain pendapatan yang sah Rp. 357.236,50 juta atau
18,82 persen.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menggambarkan kondisi keuangan
pemerintah yang berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan dan alokasi belanja pemerintah
untuk satu periode tahun anggaran yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Pendapatan negara
lingkup Sultra tahun 2019 ditargetkan sebesar Rp2,64 triliun, meningkat 17,64% dibandingkan
target tahun 2018. Sementara pagu belanja negara juga meningkat 7,99% dibandingkan pagu
tahun 2018 menjadi Rp24,55 triliun.
C. INDONESIA
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Apbn) Indonesia 2010-2019
Analisis APBN Indonesia
Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan daya saing wilayah, meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketimpangan antarwilayah, serta memajukan kehidupan
masyarakat. Pembangunan wilayah yang strategis dan berkualitas menjadi harapan setiap daerah
di Indonesia.
Pembangunan wilayah selain meningkatkan daya saing wilayah juga mengupayakan
keseimbangan pembangunan antar daerah sesuai dengan potensinya masing-masing.
Perkembangan indikator utama dalam pembangunan wilayah meliputi pertumbuhan ekonomi,
pengurangan pengangguran, dan pengurangan kemiskinan dapat menggambarkan capaian kinerja
pembangunan wilayah secara umum.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk terus menyerap tenaga kerja dan menekan angka
kemiskinan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Untuk kepentingan penghitungan
dampak alokasi anggaran pemerintah terhadap penyerapan tenaga kerja, maka digunakan
anggaran infrastruktur. Pembangunan infrastruktur akan mendorong investasi, dengan adanya
investasi, ekonomi akan berkembang dan menciptakan lapangan kerja baru sehingga dapat
menyerap tenaga kerja.
Sektor infrastruktur mendapat alokasi anggaran yang terus meningkat. Dalam 10 tahun
terkhir, alokasi anggaran infrastruktur meningkat rata-rata sebesar 24,89%. Dari Rp76,3
triliun di tahun 2009 menjadi Rp184,3 triliun di tahun 2013. Bandingkan dengan
penurunan jumlah pengangguran yang dalam 10 tahun terakhir hanya mencapai
4,62% atau sekitar 0,924% per tahun. Bahkan jumlah pengangguran sempat mengalami
peningkatan sebesar 2% di tahun 2013, padahal anggaran infrastruktur yang
digelontorkan pada tahun tersebut meningkat sebesar 26,67%.
Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi adalah jumlah penduduk sebagai
sumber daya manusia. Secara makro dikatakan bahwa pertumbuhan penduduk merupakan
faktor yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Besarnya jumlah penduduk, yang berarti
jumlah tenaga kerja yang lebih besar akan menambah tingkat produksi disamping tentunya
juga berarti ukuran pasar domestik yang lebih besar. Pengaruh positif atau negatif dari besarnya
jumlah penduduk tergantung pada kemampuan sistem perekonomian menyerap dan secara
produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja.
Berdasarkan data yang dikeluarkan BPS, jumlah pengangguran dan tingkat pengangguran
terbuka (TPT) pada tahun 2011 s.d Februari 2013 terus menurun, sementara pertumbuhan
ekonomi juga cenderung menunjukkan peningkatan. Kecenderungan yang terjadi antara
pertumbuhan ekonomi dan pengangguran tersebut sesuai dengan studi yang dilakukan oleh
Arthur Okun. Ekonom tersebut mengindikasikan hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi
dengan pengangguran, yaitu semakin tinggi pertumbuhan ekonomi yang mampu dicapai maka
jumlah pengangguran juga akan semakin rendah, dan sebaliknya.
Namun dengan pencapaian penurunan jumlah pengangguran dan TPT tersebut belum
sepenuhnya memenuhi amanat UU APBN 2011, UU APBN 2012, dan UU APBN 2013.
Pertumbuhan ekonomi yang dicapai di tahun 2011 sampai dengan tahun 2013 belum mampu
menyerap tenaga kerja sebanyak target yang ditetapkan. Penyerapan tenaga kerja dari 1%
pertumbuhan ekonomi tahun 2011 – 2013 terus menurun. Tahun 2011 dan tahun 2012,
tenaga kerja yang mampu terserap masing-masing hanya sekitar 56,3% dan 45,15% dari target
yang ditetapkan. Bahkan pada tahun 2013, dimana perekonomian mengalami stagnasi, tidak
terjadi penyerapan tenaga kerja melainkan sekitar 0,36% penduduk bekerja di tahun 2013
tidak lagi bekerja di tahun 2014. Kondisi ini juga ditunjukkan oleh TPT yang berada diatas
target dalam Undang-undang APBN tahun yang sama.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia
cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,33% per tahun
sedangkan persentase penduduk miskin di Indonesia cenderung mengalami penurunan dengan
nilai rata-rata sebesar 16,13% per tahun. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun tingginya pertumbuhan ekonomi suatu daerah
tidak menjamin kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut, sebagaimana fenomena yang terjadi
di provinsi Papua Barat memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi secara nasional
(11,27% per tahun) namun persentase penduduk miskin di provinsi tersebut menduduki posisi
nomor dua tertinggi (35,77%) atau setelah provinsi Papua. Fenomena ini menunjukkan
pertumbuhan ekonomi yang tidak berpihak pada penduduk miskin. Kawasan Barat Indonesia
(KBI) memiliki keadaan yang relatif lebih baik jika dibanding dengan Kawasan Timur Indonesia
(KTI) baik dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi maupun kemiskinan. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi KBI sebesar 5,45% per tahun diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi
nasional dan persentase penduduk miskin sebesar 43% sedangkan KTI sebesar 57%. Secara
umum Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta beberapa daerah yang tergabung dalam kawasan
tersebut termasuk dalam kategori daerah tertinggal. Hendaknya pemerintah secara sungguh-
sungguh berupaya mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah dan percepatan
pertumbuhan ekonomi daerah, serta meningkatkan program-program pengentasan kemiskinan
karena secara akumulasi akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
III. Penutup
A. Kesimpulan
Pemerintah melaksanakan fungsinya melalui kebijakan fiskal salah satu penekanannya
adalah kebijakan belanja pemerintah. Belanja pemerintah dinilai memiliki peran penting dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi penerapan belanja pemerintah adalah untuk kegiatan
produktif. Belanja yang bersifat produktif dan bersentuhan langsung dengan kepentingan
masyarakaat diharapkan dapat menstimulus perekonomian sehingga dapat menciptakan lapangan
kerja baru, mengurangi pengangguran dan menekan angka kemiskinan. Dalam konteks ekonomi
makro, belanja pemerintah juga merupakan variabel pembentuk produk domestik bruto, bersama
dengan konsumsi masyarrakat, investasi, dan net ekspor.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh kementrian keuangan (2011) menunjukan adanya
relevansi antaraa tingkat belanja negara dengan pertumbuhan, jumlah pengangguran dan tingkat
kemiskinan. Total belanja negara (terutama belanja modal, belanja barang, subsidi, dan transfer
daerah) berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara tingkat kemiskinan dapat
ditekan dengan peningkatan belanja modal dan belanja barang. Hal ini dikarenakan kenaikan
alokasi belanja barang dan modal akan menaikan produktifitas dan daya beli masyarakat yang
pada akhirnya akan mengurangi tingkat kemiskinan.
B. Rekomendasi
Dalam perencanaan pembagunan yang tercermin dalam APBN mempengaruhi rencana-
rencana sector swasta dan menyakinkan lembaga-lembaga lain mengenai apa yang akan
ditempuh oleh Negara yang bersangkutan (Indonesia) dimasa mendatang, serta yang lebih
penting lagi adalah bahwa pemerintah yang bersangkutan lebih efesien dalam mengambil
keputusan dimasa mendatang.
Di sini juga kami mengharapkan kepada teman-teman pembaca atau pun di lain pihak
agar memberikan suatu masukan atau hal-hal yang berkaitan dalam penulisan makalah ini,
karena disini kami membutuhkan kritik dan saran untuk membangun atau memberikan motivasi
ke depanya agar dalam pembuatan makalah selanjutnya bisa sempurna.
Daftar Pustaka

Biro analisa anggaran dan pe;aksanaan APBN-SETJEN DPR RI. (2013, MARET 13). ANGGARAN
KEMISKINAN DAN INFRASTRUKTUR DALAM PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN PENURUNAN
KEMISKINAN. pp. 4,5,6.

BPS SULTRA. (2014). Statistik Keuangan Daerah Prov.Sultra 2014. Kendari: BPS Sulawesi Tenggara.

BPS SULTRA. (2018). Statistik Keuangan Daerah Prov.Sultra 2018. kendari: BPS Sulawesi tenggara.

BPS SULTRA. (2021). Statistik keuangan daerah prov.sultra 2020. kendari: BPS Prov. sulawesi
tenggara.

kanwil dirjen perbendaharaan sulawesi tenggara. (2019). kajian fiskal regional triwulan II 2019.
kendari: djpb Indonesia Treasury.

Anda mungkin juga menyukai