BAB I PENDAHULUAN
BAB II REVIEW
KONSEP PERENCANAAN
DAN DOKUMEN
PERENCANAAN
KABUPATEN BANDUNG
maupun non ekonomi. Oleh sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan
pasti ada menurut Todaro (1983:1280) dalam Suryana (2000:6) adalah:
(1) Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan
bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan,
kesehatan dan lingkungan.
(2) Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi
pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik,
dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi,
yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi,
akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu
maupun nasional.
(3) Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu
dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan
ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara
lain,tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.
Ada empat model pembangunan (Suryana, 2000:63) yaitu model pembangunan
ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja,
penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model pembangunan tersebut,
semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan barang-barang
dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak, dengan harapan
tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang kemudian
sampai batas maksimal.
Saat ini tidak ada satu teori pun yang mampu menjelaskan pembangunan ekonomi
daerah secara komprehensif.Namun demikian, ada beberapa teori yang secara
parsial dapat membantu bagaimana memahami arti penting pembangunan
ekonomi daerah.Pada hakikatnya, inti dari teori-teori tersebut berkisar pada dua
hal, yaitu pembahasan yang berkisar tentang metode dalam menganalisis
perekonomian suatu daerah dan teori-teori yang membahas tentang faktor-faktor
yang menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (Arsyad 1999:114).
Teori Tempat Sentral (central place theory) menganggap bahwa ada hirarki
tempat dimana setiap tempat sentral didukung oleh sejumlah tempat lebih
kecil yang menyediakan sumberdaya (industri dan bahan baku). Tempat
sentral tersebut merupakan suatu pemukiman yang menyediakan jasa-jasa
bagi penduduk daerah yang mendukungnya.Teori tempat sentral
memperlihatkan bagaimana pola-pola lahan dari industriyang berbeda-beda
terpadu membentuk suatu sistem regional kota-kota. (Prasetyo Supomo
2000:415). Teori tempat sentral ini bisa diterapkan pada pembangunan
ekonomi daerah, baik di daerah perkotaan maupun daerah
pedesaaan.Misalnya, perlunya melakukan pembedaan fungsi antara daerah-
daerah yang bertetangga (berbatasan).Beberapa daerah bisa menjadi wilayah
penyedia jasa sedangkan daerah lainnya hanya sebagai wilayah
Merupakan arus gerak yang terjadi antara pusat-pusat pelayanan baik berupa
barang, penduduk, uang maupun yang lainnya. Untuk itu perlu adanya
hubungan antar daerah satu dengan yang lain karena dengan adanya interaksi
antar wilayah maka suatu daerah akan saling melengkapi dan bekerja sama
untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya. Dalam teori ini
didasarkan pada teori gravitasi, dimana dijelaskan bahwa interaksi antar dua
daerah merupakan perbandingan terbalik antara besarnya massa wilayah yang
bersangkutan dengan jarak keduanya.
(1) Menganalisa gerakan antar aktivitas dan kekuatan pusat dalam suatu
daerah.
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor
ekonomi dan faktor non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tergantung pada sumber
daya alam (natural resources), sumber daya manusia (human resources), modal
(capital), teknologi (technology) dan lain-lain yang dimiliki oleh suatu wilayah
baik nasional (negara) maupun regional (propinsi dan kabupaten atau kota). Akan
tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, kondisi
politik dan nilai-nilai moral suatu wilayah tidak menunjang. Faktor-faktor tersebut
yang dinamakan sebagai faktor nonekonomi. Dasar pemikiran kewilayahan
(regionalisasi) sebenarnya merupakan sesuatu yang nyata, yaitu setiap kegiatan itu
pasti terjadi dan mempunyai efek dalam sebuah ruang dan bukan dalam sebuah
titik yang statis (Budiono Sri Handoko, 1984). Oleh karena itu kondisi struktural
perekonomian suatu daerah akan mempengaruhi kondisi perekonomian daerah
lain, sehingga akan tergantung pada mobilitas penggunaan faktor produksi dan
aktivitas produksi yang berlangsung, dan untuk melakukan aktivitas produksi
setiap daerah akan menghadapi kendala ketersediaan sumber daya, oleh karena itu
antara satu daerah dengan daerah lain akan saling mempengaruhi. Dengan
demikian, dalam pendekatan tata ruang tersebut, pembangunan yang terjadi di
suatu daerah akan mempengaruhi daerah lain, demikian pula sebaliknya. Dalam
perkembangan daerah, pendekatan tata ruang ini digunakan untuk membahas
hubungan antara pertumbuhan daerah perkotaan dengan pedesaan. Hubungan atau
kontrak yang terjadi antara daerah perkotaan dengan pedesaan beserta hasil-hasil
hubungannya dalam wujud tertentu diartikan sebagai interaksi (R. Bintarto, 1996).
Status lokasi kota dalam pandangan teori lokasi merupakan tempat sentral (central
place). Tempat sentral menurut Christaller dan Losch (1991) (dalam AR.Karseno
dan Sukanto Resksohadiprojo, 1997), merupakan tempat yang produktif, karena
berbagai jasa penting harus disediakan untuk daerah-daerah di sekitarnya. Oleh
karena itu, peran kota tidak saja bersifat statis dalam wilayahnya, melainkan
menjadi pendorong bagi kemajuan daerah-daerah sekitarnya. Dikatakan sebagai
pendorong daerah sekitarnya, karena kemajuan suatu daerah akan berdampak
pada daerah sekitarnya. Sebagai contoh, kemajuan ekonomi Provinsi DKI Jakarta
akan berdampak pada daerah sekitarnya. Kemajuan perekonomian DKI Jakarta
akan memberikan spread effect, terhadap aktivitas ekonomi di Kab/Kota di sekitar
DKI Jakarta.
Secara garis besar hubungan timbal balik antara desa dan kota dapat
diinterpretasikan berbagai macam hubungan antara kegiatan-kegiatan yang berada
di kota dan di desa, di antaranya ada yang menyamakan hubungan antara desa dan
kota dengan hubungan antara pertanian dan industri. Hubungan timbal balik
itulah yang mengakibatkan munculnya fungsi kota, yaitu antara lain: (1) sebagai
tempat pengumpulan hasil produksi dari daerah-daerah di belakangnya, atau desa-
desa sekitarnya (hinterland); (2) sebagai tempat pengumpulan input yang
diperlukan pedesaan (pupuk, bibit, obat-obatan, dan sebagainya); dan (3) sebagai
pusat administratif (Kadariah, 1989).
dapat dilihat dari sejumlah indikator, seperti: (1) besar kecilnya kemampuan
perekonomian dalam meningkatkan output atau PDRB per sektor; dan (2) dilihat
dari besar kecilnya peran sektoral dalam memaksimalkan penggunaan sumber
daya atau faktor produksi, seperti; tenaga kerja, modal, dan teknologi. Perubahan
struktur ekonomi dari basis perekonomian agraris atau sektor-sektor primer ke
arah perekonomian dengan basis sektor-sektor sekunder dan tersier dapat dilihat
dari peran sektoral dalam agregat PDRB, sektor yang nilai share-nya terhadap
PDRB kecil berarti bukan merupakan spesialisasi dan bukan sektor unggulan.
Oleh kerena itu perubahan struktur harus meningkatkan nilai output masing-
masing sektor (yang diunggulkan) dan mampu memperbaiki penyerapan faktor
produksi, seperti menyerap lebih banyak tenaga kerja. Pertumbuhan sektor-sektor
tertentu memiliki keunggulan kompetitif maka analisis tersebut perlu dilengkapi
dengan analisa sektor unggulan, artinya meskipun suatu sektor kompetitif belum
tentu sektor tersebut prospektif untuk dikembangkan menjadi leading sector
(sektor basis) bagi perekonomian kab/kota. Oleh karena itu untuk melihat
keunggulan kompetitif sekaligus keunggulan komparatif suatu sektor tertentu di
daerah kab/kota, maka digunakan analisis LQ, sehingga dari hasil tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa sektor tersebut prospektif untuk dikembangkan atau
tidak dengan melihat kondisi aktualnya.Ukuran yang dipakai untuk melihat
kriteria LQ adalah: bila nilai LQ sektor >1, maka sektor tersebut merupakan
sektor basis, sedangkan bila LQ = 1, maka produk domestik bruto habis
dikonsumsi di daerah tersebut, sedangkan bila LQ sektor < 1, maka sektor tersebut
merupakan sektor non-basis.
Salah satu model gravitasi yang banyak digunakan dalam melihat asesibilitas
antar wilayah adalah model gravitasi Hansen (1959) (dalam Robinson Tarigan,
2004). Model gravitasi digunakan untuk memprediksi potensi suatu daerah
berdasarkan lokasi dari pemukiman penduduk (yang dilihat berdasarkan daya tarik
masing-masing lokasi). Model gravitasi mengasumsikan ketersediaan lapangan
pekerjaan, tingkat aksesibilitas, dan adanya luas lahan kosong (untuk perumahan
dan industri), pada akhirnya akan menarik/mendorong (sebagai bentuk daya tarif
Model gravitasi mulai mendapat perhatian sebagai alat analisis interaksi sosial dan
ekonomi setelah penelitian Carey dan Ravenstein (1950), dikembangkan oleh
Lloyd (1977) (dalam Robinson Tarigan, 2004), melakukan penelitian tentang asal
tempat migran yang berdatangan ke berbagai lokasi di Amerika Serikat. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah migran yang masuk ke suatu kota
dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk yang didatangi, besarnya jumlah
penduduk dipengaruhi oleh besarnya jumlah penduduk tempat asal migran, dan
jarak antara kota asal dengan kota yang dituju (destination city). Konsep ini
menunjukkan bahwa kedatangan penduduk (migrasi) yang memasuki suatu kota
bukanlah bersifat acak (random), melainkan dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu.
Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim terjadi
pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini pada dasarnya disebabkan pada
analisa pertumbuhan ekonomi regional tekanan lebih dipusatkan pada pengaruh
perbedaan karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. (Sjafrizal, 1985:
331)
Gllasson (1977), pertumbuhan regional dapat terjadi akibat faktor endogen (dari
dalam), dan faktor eksogen (dari luar) serta kombinasi dari keduannya. Faktor
endogen adalah distrubusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja,
modal. Faktor eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap
komoditas yang dihasilkan daerah tersebut (Glasson, 1977).
Memikirkan pengembangan ekonomi lokal tentu tak bisa dilepaskan dari banyak
teori yang mendasarinya. Malizia dan Feser tahun 1999 dalam bukunya
Understanding Local Economic Development mengompilasi ada 10 teori LED
dan membandingkan bagaimana dasar-dasar teorinya, sasaran pengembangannya,
prosesnya, kelebihan dan kelemahan, serta penerapannya (Info URDI Vol.15: 1-
5).
Menurut kedua penulis tersebut, ke-10 teori dapat dipahami melalui dua cara,
antara lain :
1. Teori dapat dipahami sebagai suatu realitas dari suatu proses pembangunan
ekonomi;
2. Teori dipahami sebagai banyaknya faktor dan aktor yang terlibat di dalamnya.
Tidaklah mengherankan bahwasanya satu teori tidaklah cukup dan teori-teori
yang ada lebih menggambarkan paradigma pada masanya.
1. Basis wilayah "luas" dan fungsional seperti provinsi atau gabungan provinsi
versus wilayah kota dan kabupaten yang relatif tidak luas;
A. Faktor Internal
Letak wilayah secara geografis memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
perkembangan wilayah baik dari segi ekonomi, budaya, social, politik dan fisikal.
Letak geografis memiliki pengaruh pula terhadap letak strategis wilayah dalam
pelbagai aspek kehidupan. Kedudukan strategis wilayah yang bersangkutan dan
dapat menjadikan wilayah tersebut sebagai salah satu pasar produksi
pembangunan baik sektoral maupun non-sektoral dan bahkan mungkin dapat
menjadi salah satu produsen handal yang mampu memasok terhadap daerah lain
disekitarnya, dengan demikian kedudukan geografi memiliki peran yang penting
dan dapat menjadi factor pengaruha yang sangat kuat terhadap perkembangan
wilayah yang bersangkutan dan sekitarnya. Disamping itu, dengan letak geografi
tersebut dapat dijadikan sebagai dasar setting terhadap kegiatan yang prospektif
dimasa depan termasuk penentuan pola konservasi dan preservasi serta pola
eksploatasinya. Rancangan yang didasarkan pada letak geografis akan mampu
memberikan hasil yang optimal termasuk dapat mengakomodasi terhadap jiwa
rancangan pembangunan daerah yang searah (compatible) dengan Undang-
Undang tentang otonomi daerah dan tata lingkungannya, sehingga dalam
pemanfaatan setiap sumberdaya perlu senantiasa mempertimbangkan where,
what, when, why, how and by whom?.
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dimasa yang akan datang disatu sisi
merupakan salah satu modal dasar pembangunan nasional, sedangkan disisi lain
akan merupakan masalah, hal ini akan besar pengaruhnya terhadap laju dan
kecenderungan pembangunan regional. Sumberdaya daerah akan menanggung
beban yang lebih besar dalam rangka menyediakan lingkunan hidup yang
berkualitas baik. Proyek pembangunan regional dan bersifat lintas administratif
yang pada saat ini sedang dilaksanakan, dibangun dengan kesadaran penuh, akan
pentingnya kualitas lingkungan hidup, oleh sebab itu, salah satu indikator yang
akan dipergunakan dalam mengukur kinerja pengelolaan sumberdaya daerah
adalah neraca sumberdaya daerah.
- Faktor Kesenjangan
Pelaksanaan pembangunan daerah khususnya dalam pelaksanaan pembangunan
sektoral, telah menimbulkan ekses terjadinya kesenjangan antara penanam modal
dengan masyarakat. Ekses tersebut tidak jarang menimbulkan kerawanan sosial
yang berdampak negatif terhadap pengelolaan sumberdaya. Oleh karena itu perlu
diusahakan terlaksananya keterlibatan masyarakat di daerah dalam setiap
B. Faktor Eksternal
- Faktor Era Globalisasi
Berkembangnya kerjasama Regional Asia Pasific dan pengaruh globalisasi pada
gilirannya akan mempengaruhi perkembangan pembangunan regional dan
nasional di Indonesia. Pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia bukan semata-
mata menjadi tanggung jawab bangsa Indonesia tetapi juga sudah dianggap
sebagai tanggung jawab semua umat manusia di dunia. Globalisasi yang terjadi
meliputi globalisasi ekonomi, demokrasi, lingkungan dan globalisasi sosial.
A. Visi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Bandung Tahun 2010 - 2015 merupakan bagian dari rencana pembangunan jangka
panjang daerah pada tahap kedua 2011-2015 Kabupaten Bandung Tahun 2005
2025. Pada tahap ini perlu perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi
permasalahan yang belum terselesaikan, namun juga untuk mengantisipasi
perubahan yang muncul di masa yang akan datang.
Berbagai isu global dan nasional perlu dipertimbangkan dalam
menyelesaikan isu yang bersifat lokal, dan berimplikasi pada kesejahteraan
masyarakat. Isu yang dihadapi Kabupaten Bandung antara lain : keamanan dan
ketertiban masyarakat, pelayanan publik, lingkungan hidup dan bencana, kualitas
sumber daya manusia (pendidikan, kesehatan dan keshalehan sosial),
pembangunan perdesaan dan ketahanan pangan, infrastruktur wilayah dan tata
ruang, serta kemiskinan. Dalam menangani isu tersebut diperlukan penguatan
kepemimpinan yang didukung oleh segenap komponen masyarakat dan
penyelenggara pemerintahan.
Dengan mempertimbangkan isu yang ada, maka visi Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung, yang dituangkan dalam RPJMD tahun 2010 2015, yang
hendak dicapai adalah :
lebih berperan dalam perubahan yang terjadi di lingkup regional, nasional maupun
global.
B. Misi
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Bandung tahun 2010-2015, berorientasi pada pembangunan dan peningkatan
kompetensi segenap sumber daya yang terdapat di Kabupaten Bandung dalam
segala bidang, guna menyiapkan kemajuan, kemandirian dan kemampuan
bersaing.
Dengan memperhatikan isu dan pencapaian visi Kabupaten Bandung yang
maju, mandiri dan mampu bersaing tersebut, maka dirumuskan 7 (tujuh) Misi
SDM berkualitas yang berlandaskan Iman dan takwa merupakan salah satu
tolok ukur menuju keberhasilan pembangunan Kabupaten Bandung yang
nyunda, nyantana, nyantika, nyaloka dan sikap yang luhur, luhung, perigel,
gesit binangkit.
Peningkatan kualitas SDM yang berlandaskan Iman dan takwa serta
melestarikan budaya sunda sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui :
peningkatan pendidikan non formal (keaksaraan fungsional); peningkatan
kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan; pencanangan dan
penerapan wajib belajar 12 tahun; fasilitasi kemudahan bagi anak-anak usia
sekolah jenjang SMA/Sederajat; peningkatan sarana prasarana pendidikan
menengah; pemerataan pelayanan kelembagaan satuan pendidikan menengah
dalam rangka rintisan wajib belajar 12 tahun; Peningkatan penyelenggaraan
pendidikan kejuruan; ekstensifikasi kurikulum pendidikan umum ke
pendidikan kejuruan; penguatan dan pendalaman relevansi muatan kurikulum
satuan pendidikan menengah; menyelenggarakan pendidikan usia dini;
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga pendidik dan
kependidikan; meyediakan fasilitas pendidikan bagi tenaga pendidik dan
kependidikan; meningkatkan mutu manajemen pendidikan bermuatan lokal;
meningkatkan pembinaan olahraga prestasi dan olahraga rekreasi;
meningkatkan sarana dan prasaran olahraga; meningkatkan peran pemuda
dalam pembangunan; peningkatan rasio sarana kesehatan terhadap jumlah
penduduk; peningkatan sarana prasarana kesehatan; peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan; peningkatan Kualitas SDM Kesehatan; peningkatan
kemitraan dan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan; penguatan
manajemen kesehatan; penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender;
peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan; peningkatan dan
peran serta kesetaraan gender; peningkatan penyediaan fasilitas PONED dan
tenaga medik terlatih di setiap wilayah; meningkatkan pemberdayaan
kelembagaan sosial; meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap
penyadang sosial, anak terlantar dan jompo; meningkatkan upaya rehabilitasi
sosial terhadap korban narkoba; peningkatan implemetasi norma-norma
religius dalam kehidupan bermasyarakat; peningkatan pemahaman
keagamaan, melalui pemasyarakatan pemahaman Al-Qur'an bagi pemeluk
sumber daya manusia dan sumber daya fisik (buatan); serta memperhatikan
keterpaduan dengan tata ruang wilayah. Hal ini dimaksudkan untuk
meminimalisir dampak negatif yang terjadi akibat pembangunan yang kurang
memperhatikan kapasitas sumber daya yang ada.
Salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur dan
keterpaduan tata ruang wilayah adalah peningkatan kualitas dan kuantitas
infrastruktur dasar wilayah; pengaturan pola penggunaan lahan pada wilayah
yang berkembang pesat; peningkatkan efektivitas tata ruang wilayah;
pengaturan zonasi rencana pola ruang; pengendalian dan pengawasan
pemanfaatan ruang secara konsisten; penerapan mekanisme dan prosedur
perizinan yang efisien dan efektif; penerapan sistem insentif dan disinsentif
untuk medukung perwujudan tata ruang sesuai rencana; penataan perumahan
sesuai dengan tata ruang wilayah; penataan areal pemakaman; peningkatan
kualitas SDM perhubungan; peningakatan sarana dan prasarana perhubungan;
peningkatan pelayanan jasa angkutan serta peningkatan kelaikan operasional
kendaraan.
unggulan daerah hasil KUMKM; peningkatan posisi tawar dan daya saing
produk unggulan daerah; penataan pedagang kakilima dan asongan;
peningkatan peran dan fungsi lembaga ketenagakerjaan; peningkatan kualitas
SDM pencari kerja; peningkatan sarana dan prasarana pelatihan kerja;
pengembangan potensi agribisnis; memudahkan aksesibilitas pemasaran
produk-produk pertanian dan perikanan; mempermudah akses permodalan;
pengembangan kawasan pertanian dan perikanan penerapan konsep ekonomi
perdesaan melalui One Village One Product (OVOP); pembangunan dan
pengembangan kawasan agropolitan; pembangunan dan pengembangan
kawasan terpadu; serta pembangunan dan pengembangan kawasan wisata.
b. Sektor Pertanian
Persepsi atas suatu wilayah, apakah memiliki kualitas hidup yang baik,
merupakan hal penting bagi dunia usaha untuk melakukan investasi. Investasi
pemerintah daerah yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat sangat penting
untuk mempertahankan daya saing. Jika masyarakat ingin menarik modal dan
investasi, maka haruslah siap untuk memberi perhatian terhadap:
keanekaragaman, identitas dan sikap bersahabat. Pengenalan terhadap fasilitas
untuk mendorong kualitas hidup yang dapat dinikmati oleh penduduk suatu
wilayah dan dapat menarik bagi investor luar perlu dilakukan.
Kawasan bersejarah adalah pembentuk kualitas lingkungan yang penting.
Pelestarian kawasan bersejarah berkaitan dengan berbagai aspek ekonomi lokal
seperti keuangan daerah, permukiman, perdagangan kecil, dan pariwisata dengan
menciptakan pekerjaan yang dapat signifikan. Kegiatan ini memberikan kontribusi
terhadap kualitas hidup, meningkatkan citra masyarakat dan menarik kegiatan
ekonomi yang menghasilkan pendapatan bagi penduduk. Pelestarian kawasan
bersejarah memberikan perlindungan kepada warisan budaya dan membuat
masyarakat memiliki tempat yang menyenangkan untuk hidup. Investor dan
developer umumnya menilai kekuatan wilayah melalui kualitas dan karakter dari
wilayahnya, salah satunya adalah terpeliharanya kawasan bersejarah.
Selain aset alam dan budaya, sarana umum merupakan penarik kegiatan
bisnis yang penting. Untuk melihat dan mengukur tingkat kenyamanan hidup pada
suatu wilayah dapat dilihat dari ketersediaan sarana umum di wilayah tersebut.
Sarana umum merupakan kerangka utama dari pembangunan ekonomi dan sarana
umum ini sangat penting bagi aktivitas masyarakat. Sarana umum yang palling
dasar adalah jalan, pelabuhan, pembangkit listrik, sistim pengairan, sarana air
bersih, penampungan dan pengolahan sampah dan limbah, sarana pendidikan
seperti sekolah, taman bermain, ruang terbuka hijau, sarana ibadah, dan masih
memiliki akses transportasi menuju pasar secara lancar. Jalur jalan yang
menghubungkan suatu wilayah dengan kota-kota lebih besar merupakan prasarana
utama bagi pengembangan ekonomi wilayah. Pelabuhan laut dan udara berpotensi
untuk meningkatkan hubungan transportasi selanjutnya. Pemeliharaan jaringan
jalan, perluasan jalur udara, jalur air diperlukan untuk meningkatkan mobilitas
penduduk dan pergerakan barang. Pembangunan prasarana diperlukan untuk
meningkatkan daya tarik dan daya saing wilayah. Mengenali kebutuhan
pergerakan yang sebenarnya perlu dilakukan dalam merencanakan pembangunan
tarsnportasi.
Umumnya usaha yang sama cenderung beraglomerasi dan membentuk
kelompok usaha dengan karakter yang sama serta tipe tenaga kerja yang sama.
Produk dan jasa yang dihasilkan juga satu tipe. Sumber daya alam dan industri
pertanian biasanya berada di tahap awal pembangunan wilayah dan menciptakan
kesempatan yang potensial untuk perkembangan wilayah. Pengelompokan usaha
(aglomerasi) berarti semua industri yang saling berkaitan saling membagi hasil
produk dan keuntungan. Pengelompokan itu juga menciptakan potensi untuk
menciptakan jaringan kerjasama yang dapat membangun kegiatan pemasaran
bersama dan untuk menarik kegiatan lainnya yang berkaitan ke depan atau ke
belakang.
Pertumbuhan ekonomi yang sehat sangat penting jika suatu wilayah ingin
bersaing di pasar lokal dan nasional. Untuk mencapai tujuan ini, pendekatan
kawasan yang terpadu diperlukan untuk mempromosikan pembangunan ekonomi.
Prioritas utama adalah mengidentifikasi kawasan-kawasan yang menunjukkan
tanda-tanda aglomerasi dengan seluruh kegiatan dan institusi yang
membentuknya. Kemungkinan kawasan ini menjadi pusat usaha dan perdagangan
tergantung pada jaringan transportasi yang baik, prasarana yang lengkap, tempat
kerja yang mudah dicapai, dukungan modal, dan kesempatan
pelatihan/pendidikan.
Salah satu kendala berusaha adalah pola serta arah kebijakan publik yang
berubah-ubah sedangkan pihak investor memerlukan ada kepastian mengenai arah
serta tujuan kebijakan pemerintah. Strategi pembangunan ekonomi daerah yang
baik dapat membuat pengusaha yakin bahwa investasinya akan menghasilkan
keuntungan di kemudian hari. Perhatian utama calon penanam modal oleh sebab
itu adalah masalah kepastian kebijakan. Pemerintah daerah akan harus
menghindari adanya tumpang tindih kebijakan jika menghargai peran pengusaha
dalam membangun ekonomi daerah. Ini menuntut adanya saling komunikasi
diantara instansi-instansi penentu perkembangan ekonomi daerah. Dengan cara
ini, suatu instansi dapat mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukan instansi
lain, sehingga dapat mengurangi terjadinya kemiripan kegiatan atau ketiadaan
dukungan yang diperlukan.
Pengusaha juga mengharapkan kepastian kebijakan antar waktu.
Kebijakan yang berubah-ubah akan membuat pengusaha kehilangan kepercayaan
mengenai keseriusannya membangun ekonomi daerah. Pengusaha daerah
umumnya sangat jeli dengan perilaku pengambil kebijakan di daerahnya.
Kerjasama yang saling menguntungkan mensyaratkan adanya kepercayaan
terhadap mitra usaha. Membangun kepercayaan perlu dilakukan secara terencana
dan merupakan bagian dari upaya pembangunan daerah.
c. Mendorong Sektor Jasa dan Perdagangan
Kualitas strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dilihat dari apa yang
akan dilakukan pemerintah daerah dalam menyiapkan pengusaha-pengusaha di
daerahnya menghadapi persaingan global. Globalisasi (atau penduniaan) akan
semakin mempengaruhi perkembangan ekonomi daerah dengan berlakunya
perjanjian AFTA, APEC dan lain-lain. Mau tidak mau, siap atau tidak siap
perdagangan bebas akan menjadi satu-satunya pilihan bagi masyarakat di semua
daerah. Upaya untuk menyiapkan pengusaha daerah oleh sebab itu perlu
dilakukan. Pengusaha dari negara maju telah siap atau disiapkan sejak lama.
Pengusaha daerah juga perlu diberitahu konsekuensi langsung dari ketidaksiapan
menghadapi perdagangan bebas. Saat ini, pengusaha lokal mungkin masih dapat
meminta pengertian manajer supermarket untuk mendapatkan tempat guna
menjual produksinya. Tahun depan, bisa tidak ada toleransi untuk produksi lokal
yang tidak lebih murah, tidak lebih berkualitas dan tidak lebih tetap pasokannya.
Meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan persaingan itu
sendiri. Ini berarti perlakuan-perlakukan khusus harus ditinggalkan. Proteksi perlu
Keterkaitan antar sektor dan daerah dapat terjadi apabila didukung dengan
sarana dan prasarana yang baik terutama sarana dan prasarana di bidang
perhubungan dan infrastruktur industri dan pertanian.
c. Sumberdaya Manusia
budaya produktif dan bekerja keras dan rajin sebagai prasyarat bagi
pembangunan masyarakat secara menyeluruh.
d. Penatagunaan Tanah
kegiatan utama yaitu kegiatan pertanian. Jenis yang diusahakan antara lain
anyaman bambu, anyaman mendong, kripik singkong, kripik pisang, gula aren
dan lain-lain. Ciri utama industri lokal adalah kelompok jenis industri yang
menggantungkan kelangsungan hidupnya kepada pasar setempat yang terbatas
serta relatif tersebar dari segi lokasinya. Skala usaha umumnya sangat kecil dan
mencerminkan suatu pola pengusahaan yang bersifat subsisten Target
pemasarannya sangat terbatas dan ditangani sendiri. Pada kelompok industri
sentra, terdapat indikasi pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh
terkonsentrasinya bahan mentah bagi suatu produksi di daerahdaerah tertentu. Ciri
utama dari industri sentra adalah kelompok jenis industri yang dari segi satuan
mempunyai skala kecil tetapi membentuk suatu pengelompokan atau kawasan
produksi yang terdiri dari kumpulan unit usaha yang menghasilkan barang sejenis.
Ditinjau dari target pemasarannya, industri sentra umumnya menjangkau pasar
yang lebih luas sehingga peranan pedagang perantara atau pedagang pengumpul
menjadi cukup menonjol. Jenis industrinya antara lain konveksi di Kecamatan
Soreang, alat rumah tangga di Kecamatan Cileunyi, kerajinan bambu di Pacet,
kerajinan topi di Margaasih dan boneka di Margahayu.
Sektor ekonomi yang kontribusinya paling rendah dalam PDRB
Kabupaten Bandung adalah sektor pertambangan dan penggalian. Keberadaan
kontribusi sektor pertambangan dan penggalian relatif sulit dipertahankan dalam
jangka menengah hingga jangka panjang, mengingat status sumber dayanya yang
tidak dapat diperbaharui. Sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Bandung yang
diperkirakan potensial berkembang antara lain adalah sektor pertanian,
perdagangan-hotel dan restoran, serta sektor-sektor tersier, khususnya sektor jasa.
Kemungkinan perkembangan sektor-sektor tersebut tidak saja didukung oleh
kondisi geografis Kabupaten Bandung yang memungkinkan beberapa sektor
tersebut berkembang, tetapi juga karena faktor peningkatan dampak ekonomi
masyarakat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk. Posisi Kabupaten
Bandung yang berbatasan dengan Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat dan
Kota Cimahi sangat memungkinkan perkembangan ekonominya sejalan dengan
2011 menjadi 133 Ribu Jiwa diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti: dampak melambatnya aktivitas produksi sektor-sektor utama yang
berdampak pada kuantitas penyerapan lapangan kerja, seperti untuk sektor
industri manufaktur akibat dampak liberalisasi perdagangan, meningkatnya
jumlah angkatan kerja yang belum sebanding dengan pertambahan lapangan kerja
baru, dan adanya migrasi penduduk baru yang belum terserap oleh lapangan
pekerjaan. Oleh sebab itu, meskipun terjadi kenaikkan kontribusi (share) nilai
output sektor-sektor utama lainnya terhadap PDRB, seperti sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor pertanian, sektor jasa, dan sektor bangunan, akan tetapi
hal tersebut belum optimal mengimbangi tekanan kenaikkan jumlah
pengangguran. Karakteristik sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa
dan sektor bangunan yang dalam beberapa hal memerlukan adanya keahlian
khusus dan tingkat pendidikan spesifik diperkirakan menjadi sumbatan
transformasi penyerapan tenaga kerja diluar sektor industri manufaktur.
Perkembangan jumlah pengangguran tahun 2011 dilihat dari perspektif
jumlah penduduk miskin terlihat berbanding positif. Indikasi positif terlihat dari
kenaikkan jumlah penduduk miskin sebanyak 16 Ribu Jiwa (menjadi 652 Ribu
Jiwa) tahun 2011 dibandingkan posisi jumlah penduduk miskin tahun 2010 (635
Ribu Jiwa). Peningkatan jumlah pengangguran dalam perspektif/terminologi
kemiskinan jelas akan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk miskin,
sebagai akibat hilang/berkurangnya penghasilan tulang punggung pendapatan
keluarga.
Faktor lain yang diperkirakan juga berkontribusi terhadap peningkatan
pengangguran dan tingkat kemiskinan adalah kenaikkan tingkat inflasi 2011.
Tingkat inflasi 2011 diproyeksikan sedikit lebih tinggi dibanding tahun 2010.
Kenaikkan tingkat inflasi 2011 menjadi 5,83% (year on year) dibanding tahun
2011 berdampak pada penurunan permintaan sekelompok masyarakat (konsumen)
di Kabupaten Bandung. Penurunan permintaan tersebut berdampak pada
perlambatan permintaan komoditas sektoral, sehingga pada akhirnya berdampak
pada perubahan/peningkatan permintaan faktor produksi tenaga kerja sektor-
sektor yang mengalami perlambatan peningkatan output. Dampak peningkatan
3.2. Pendekatan
pengkajian kondisi dan persoalan, (2) analisis kebutuhan, tujuan dan sasaran; (3)
pengembangan model dan asumsi-asumsi strategis, dan (4) pengembangan
alternatif rencana dan program.
Pekerjaan kajian Grand Design Pengembangan Ekonomi Masyarakat
dilakukan malalui kajian desk research, focus group discussion, kuesioner dan
workshop. Selama masa pekerjaan tim Konsultan akan berhubungan dengan tim
Counterpart yang ditunjuk dari Bappeda Kabupaten Bandung dan seluruh OPD
terkait. Hasil pengumpulan data awal tersebut kemudian dikaji untuk
mendapatkan kesinambungan program pengembangan sumber daya air yang
dimaksud di atas pada level makro sistem dan mikro sistem sehingga nampak
jelas adanya penajaman atau konsep detail dari usaha yang telah ditentukan.
Aspek yang dipelajari dari studi terdahulu meliputi :
Rekomendasi studi terdahulu dan relevansinya terhadap pekerjaan studi
yang akan dilaksanakan.
Pendekatan teknis dari permasalahan yang ada, kemudian diklarifikasi
validitasnya di lapangan.
Rekomendasi pemecahan masalah dan program penangannya baik aspek
teknik maupun skala prioritasnya apakah masih representarif untuk kondisi
saat ini.
Relevansi rekomendasi studi terdahulu terhadap kondisi existing pada saat
ini dengan melakukan komparasi secara visual di lapangan.
Ketersediaan data dari studi terdahulu, referensi dan lain - lain.
Pendakatan analisis pengolahan data dalam penyusunan kajian ini
menggunakan pendekatan (alur) seperti sebagai berikut:
Identifikasi
Analisis Strategi,
Kondisi Variabel Faktor Kekuatan, Kedudukan Strategi
Kelemahan, Kebijakan, dan
Mikro Ekonomi Pengembangan Ekonomi
Kabupaten Peluang dan Program/Kegiatan Masyarakat Kabupaten Bandung
Bandung Tantangan Pengembangan Dalam Konstelasi Perencanaan
Perekonomian Ekonomi Jawa Barat dan Pusat
Kabupaten Masyarakat
Bandung
Pendekatan
Teoritis dan
Hasil-Hasil
Road Map
Kajian Saran dan
Sebelumnya Pengembangan
Rekomendasi
Ekonomi Masyarakat
Kabupaten Bandung
Pengolahan Data
Statistik dan Tahun 2011-2015
Ekonometrik
Gambar 3. 1
Kerangka Analisis
TAHAPAN KAJIAN
Lapran Pendahuluan
PerPersiapan Komprehensif, Koordinasi
Teknis, Kelengkapan Administratif,
Persiapan Penetapan Indikator, Penetapan Alat
Analisis, Penyusnsunan Kerangka Analisis,
Pembagian Tim Analisis
Laporan Antara
Pengolahan Data
Pengolahan Data, Verifikasi Data
Gambar 3. 2
Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan
BAB IV KONDISI
SOSIAL DAN EKONOMI
DI KABUPATEN BANDUNG
Dari ke-9 sektor lapangan usaha, sektor industri pengolahan berperan paling besar
bagi PDRB Kabupaten Bandung (60 %). Sektor lainnya yang mempunyai peranan
cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel, restoran; dan sektor pertanian;
yaitu masing-masing berperan 16,56 % dan 7,36 %.
Tabel 4. 1
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 sampai dengan 2010
atas Dasar Harga Konstan Tahun 2006
Kabupaten Bandung
Tahun
No Sektor 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Nilai %
1 Pertanian/Agriculture 1.338.248,71 7,59 1.371.807,74 7,34 1.424.992,98 7,24 1.502.003,39 7,32 1.602.050,01 7,37
Industry Pengolahan/Manufacturing
3 10.838.753,39 61,44 11.478.643,51 61,44 12.110.396,65 61,56 12.519327,64 60,98 13.173.587,93 60,61
Industry
5 Bangunan/Konstruksi/Construction 312.842,65 1,77 327.475,13 1,75 339.547,36 1,73 355.614,56 1,73 381.103,63 1,75
9 Jasa-jasa/Services 856.789,53 4,86 911.462,79 4,88 955.207,67 4,86 1.000.817,32 4,87 1.056.862,46 4,86
Total 17.640.170,12 100 18.683.930,07 100 19.673.732,87 100 20.529.643,24 100 21.734.661,19 100
Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung
Tabel 4. 2
Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB Tahun 2006 sampai dengan 2010 atas Dasar Harga Berlaku
Kabupaten Bandung
Tahun
No. Sektor 2006 2007 2008 2009 2010
Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % Nilai %
1 Pertanian/Agriculture 2.228.624,62 7,57 2.465.321,20 7,40 2.753.632,27 7,19 3.013.007,10 7,36 3.471.661,92 7,53
Pertambangan dan
2 368.568,14 1,25 419.179,42 1,26 468.303,79 1,22 526.035,13 1,28 580.783,81 1,26
Penggalian/Mining and Quarrying
Industry
3 17.876.119,11 60,74 20.154.147,70 60,49 23.275.745,49 60,79 24.565.562,89 60,00 27.471.535,02 59,60
Pengolahan/Manufacturing Industry
Listrik, Gas dan Air
4 Bersih/Electricity Gas and Water 524.707,23 1,78 588.412,88 1,77 642.658,73 1,68 674.520,69 1,65 741.188,33 1,61
Supply
5 Bangunan/Konstruksi/Construction 506.056,81 1,72 571.271,13 1,71 648.394,06 1,69 696.720,83 1,70 764.990,68 1,66
Perdagangan, Hotel dan
6 4.432.799,58 15,06 5.112.043,54 15,34 6.005.197,92 15,68 6.780.385,10 16,56 7.796.200,55 16,91
Restoran/Trade, Hotel and Resto
Pengangkutan dan
7 1.360.838,71 4,62 1.566.528,90 4,70 1.766.609,79 4,61 1.795.161,77 4,38 1.933.148,22 4,19
Komunikasi/Transport and Comm
Keuangan, Persewaan dan Jasa
8 634.303,86 2,16 721.566,11 2,17 792.877,54 2,07 820.502,95 2,00 898.354,49 1,95
Perusahaan/
9 Jasa-jasa/Services 1.499.027,98 5,09 1.721.159,87 5,17 1.936.315,52 5,06 2.069.321,52 5,05 2.434.375,72 5,28
40.266.697,29
Total 29.431.046,04 100 3.319.630,75 100 38.289.735,11 100 100 46.092.238,74 100
Sektor ekonomi lainnya seperti : sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan
air bersih; sektor bangunan/konstruksi; sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan; serta sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan di bawah 5 %.
Tabel 4. 3
Laju Pertumbuhan EKonomi Kabupaten Bandung per tahun
2007-2010
Tahun
Indikator Tahun 2007 Tahun 2009 Tahun 2010
2008
Laju Pertumbuhan
5,92% 5,30% 4,35% 5,31%
Ekonomi
Tabel 4. 4
Pendapatan Perkapita Kabupaten Bandung per tahun
2007-2010
d. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi di Kabupaten Bandung tahun ini cukup rendah yaitu 2,49 %
dibandingkan tahun lalu yang mencapai 9,11 %. Penurunan tingkat inflasi terjadi
hampir di seluruh sektor perekonomian. Penurunan tingkat inflasi terbesar terjadi
pada sektor pengangkutan dan komunikasi yang mana pada tahun ini mengalami
deflasi hingga 5,21 %. kondisi ini merupakan dampak dari pemberlakuan
kebijakan penurunan tarif interkoneksi layanan seluler pada tahun 2008. Akibat
dari kebijakan tersebut adalah terjadinya perang tarif telekomunikasi pada tahun
2009 yang membawa Indonesia sebagai Negara dengan industri telekomunikasi
yang memiliki jumlah operator terbanyak dan tarif terendah.
Tabel 4. 5
Tingkat Inflasi Kabupaten Bandung per tahun
2007-2010
Tahun
Indikator Tahun 2007 Tahun 2009 Tahun 2010
2008
Inflasi PDRB 6,89% 9,11% 3,15% 5,78%
Tabel 4. 6
Kondisi Perekonomian Kabupaten Bandung
(PDRB, Peranan NTB, LPE dan Tingkat Inflasi) Tahun 2009
PDRB (juta rupiah) Kontribusi/ LPE ADH
Tingkat
No. Sektor ADH ADH Peranan NTB Konstan
Inflasi (%)
Berlaku Konstan (%) (%)
1. Pertanian 3.013.007,10 1.502.003,49 7,36 5,31 4,85
2. Pertambangan dan
526.035,13 269.782,12 1,28 5,43 6,54
Penggalian
3. Industri Pengolahan 24.565.562,89 12.519.327,64 60,00 3,38 2,09
4. Listrik, Gas dan Air 674.520,69 376.034,30 1,65 4,04 0,88
Tabel 4. 7
Indikator Makro Kabupaten Bandung
Tahun 2007-2010
No Indikator Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010
Bukan Pajak terjadi pada tahun 2009; dan penerimaan terbesar dari Dana
Alokasi Khusus terjadi pada tahun 2010.
Tabel 4. 8
Rata-rata Pertumbuhan Realisasi Pendapatan Daerah
Tahun 2006 s/d Tahun 2010 Kabupaten Bandung
Rata-rata
No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 Pertumbuhan
(%)
1.1. Pendapatan Asli Daerah 137.532.499.196,23 147.630.987.490,05 144.660.409.277,08 153.271.649.974,00 198.658.826.439,00 10,22%
1.1.1. Pajak daerah 57.334.770.599,51 54.391.453.802,20 51.654.333.709,60 47.951.110.528,00 59.385.578.062,00 1,63%
1.1.2. Retribusi daerah 40.907.499.229,32 44.750.349.784,97 36.067.479.245,10 41.592.879.257,00 60.254.329.366,00 12,54%
Hasil pengelolaan keuangan
1.1.3. 19.173.811.516,00 24.386.963.267,00 35.674.088.462,00 43.280.145.688,00 52.790.345.015,00 29,19%
daerah yang dipisahkan
1.1.4. Lain-lain PAD yang sah 20.116.417.851,40 24.102.220.635,88 21.264.507.860,38 20.447.514.501,00 26.228.573.996,00 8,12%
Lain-Lain Pendapatan
1.3. 164.038.670.680,00 184.321.569.990,00 190.129.875.773,00 357.748.700.058,00 408.288.799.780,00 23,40%
Daerah yang Sah
1.3.1 Hibah
1.3.2 Dana darurat 3.000.000.000,00 44.266.548.000,00 - 0,00%
Dana bagi hasil pajak dari
1.3.3 Provinsi dan Pemerintah 109.693.954.850,00 108.748.711.214,00 112.040.363.851,00 118.058.122.758,00 26,32%
Daerah lainnya ***)
Dana penyesuaian dan
1.3.4 8.703.546.800,00 10.570.533.600,00 53.130.359.000,00 172.051.700.400,00 70,38%
otonomi khusus****)
Rata-rata
No. Uraian 2006 2007 2008 2009 2010 Pertumbuhan
(%)
a. Pendidikan
Indikator pendidikan yang digunakan untuk mengukur kemajuan
pembangunan manusia (IPM) adalah angka melek huruf (AMH) dan rata-rata
lama sekolah (RLS). Indikator-indikator tersebut dapat menggambarkan mutu
sumber daya manusia/SDM dan jumlah tahun yang dihabiskan dalam menempuh
semua jenis pendidikan formal. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke
atas) yang melek huruf mencapai 98,87 %, dengan rata-rata lama sekolah
mencapai 8,87 tahun.
Jika dilihat dari penduduk usia 10 tahun ke atas menurut pendidikan yang
ditamatkan (ijazah tertinggi yang dimiliki) dan jenis kelamin, jumlah penduduk
perempuan yang tamat SD dan SLTP lebih baik dibandingkan dengan penduduk
laki-laki. Namun tidak demikian pada jenjang pendidikan SLTA dan Perguruan
tinggi. Dari 2.532.526 penduduk usia 10 tahun ke atas, sebanyak 39,47 % hanya
mempunyai ijazah SD/setara SD; 23,28 % mempunyai ijazah SLTP/setara SLTP;
b. Kesehatan
Keberhasilan pembangunan bidang kesehatan salah satunya dapat dilihat
dari indikator : angka harapan hidup saat dilahirkan (AHH), angka kematian bayi
(AKB), angka kematian kasar (AKK) dan status gizi. AHH merupakan salah satu
indikator kesehatan yang digunakan sebagai acuan untuk mengukur kemajuan
pembangunan manusia (IPM). AHH berbanding terbalik dengan angka kematian
(bayi lahir mati, kematian bayi di bawah 1 tahun, kematian anak di bawah 5 tahun
dan kematian ibu). Makin tinggi kualitas kesehatan, makin rendahnya angka
kematian sehingga meningkatnya harapan untuk hidup.
Saat ini AHH Kabupaten Bandung mencapai 68,94 artinya perkiraan lama
hidup rata-rata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas
menurut umur adalah selama lk. 68-69 tahun. Sedangkan AKB mencapai 36,02
artinya rata-rata dari setiap 1000 kelahiran hidup terdapat 36 bayi diperkirakan
meninggal. Kematian bayi tersebut lebih banyak dialami oleh ibu yang mengidap
infeksi/penyakit, berat bayi lahir rendah, pertolongan kelahiran yang kurang aman
dan perawatan bayi yang kurang baik.
Tabel 4. 10
Jumlah Penduduk dan Indikator Kependudukan Lainnya di Kabupaten
Bandung Tahun 2010
Jenis Kelamin
No Kelompok Umur (Thn) Jumlah %
Laki-laki Perempuan
1 Muda (0-14) 513.714 488.483 1.002.197 31,17%
2 Produktif (15-64) 1.065.575 1.021.119 2.086.694 64,89%
3 Tua (65+) 59.334 67.323 126.657 3,94%
Jumlah 1.638.623 1.576.925 3.215.548 100%
Indikator Kependudukan Lainnya
4 Laju Pertumbuhan Penduduk 2,63 (2011) 2,64 (Proyeksi 2012)
Jenis Kelamin
No Kelompok Umur (Thn) Jumlah %
Laki-laki Perempuan
(%)
Rata-Rata Laju Pertumbuhan
5 1,49
Penduduk Nasional (%)
21,09% Tidak Permanen
Kualitas Bangunan Rumah
6 25,41% Semi Permanen
Penduduk
53,50% Rumah Permanen
3 Sektor Utama Mata Industri Pengolahan (356.940 jiwa)
7 Pencaharian Penduduk di Pertanian (231.945 jiwa)
Kabupaten Bandung Perdagangan Besar dan Eceran (231.567 jiwa)
8 Kepadatan Penduduk (2010) 1.754 jiwa/KM2
Sumber: BPS Kabupaten Bandung (2011)
Tabel 4. 11
Penduduk Menurut Kelompok Umur Tahun 2008-2009
Kelompok Umur 2008 (Jiwa) 2009 (Jiwa) Pertumbuhannya (%)
0-14 Thn 868.572 979.271 12,74
15-64 Thn 1.917.840 1.977.706 3,12
65+ Thn 135.281 185.216 36,91
Total 2.921.693 3.142.193
Sumber: BPS Kabupaten Bandung 2010
Rasio daya serap tenaga kerja pada perusahaan penanaman modal asing
(PMA) dan perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN)
mencerminkan besar kecilnya daya tampung proyek investasi PMA/PMDN
dalam menyerap tenaga kerja di suatu daerah. Semakin besar rasio daya
serap PMA/PMDN semakin besar pula jumlah tenaga kerja suatu daerah
yang dapat terserap pada perusahaan tersebut.
Pada tahun 2009 jumlah tenaga kerja yang terserap pada 528 PMA/PMDN
berjumlah sebanyak 201.646 orang. Penyerapan tenaga kerja ini lebih tinggi
0,06 % bila dibandingkan dengan tahun 2008. Namun rasio penyerapan
tenaga kerja terhadap jumlah PMA/PMDN pada tahun 2009 lebih kecil bila
dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (2006-2008), di mana rasio
penyerapan tenaga kerja pada tahun 2006 mencapai 397 : 1, pada tahun
2007 mencapai 426 : 1 , pada tahun 2008 mencapai 383 : 1 dan pada tahun
2009 mencapai 381 :1. Hal ini berarti pada tahun 2006 jumlah tenaga kerja
terserap sebanyak 397 orang per PMA/PMDN, pada tahun 2007 terserap
sebanyak 426 orang per PMA/PMDN, tahun 2008 terserap 383 orang per
PMA/PMDN dan tahun 2009 terserap 381 per PMA/PMDN. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 12
Rasio Daya Serap Tenaga Kerja di Kabupaten Bandung
Tahun 2006 s.d. 2009
No. Uraian 2006 2007 2008 2009
Pada tahun 2008 TPAK laki-laki di Kabupaten Bandung mencapai 60,22 % dan
perempuan mencapai 53,50 %. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan
tahun 2007, namun lebih kecil bila dibandingkan dengan tahun 2006. Adapun
tingkat pengangguran terbuka pada tahun 2008 mencapai 16,72 %. Angka ini
lebih kecil bila dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2006.
Kesempatan Kerja
Kesempatan kerja merupakan peluang atau keadaan yang menunjukkan
tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan
sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai
dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing. Kesempatan
Kerja dapat menggambarkan ketersediaan pekerjaan (lapangan kerja) untuk
para pencari kerja.
Kesempatan kerja di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 menurut
lapangan usaha mencapai 1.324.930 orang. Angka ini lebih besar bila
dibandingkan dengan tahun 2008, namun lebih kecil bila dibandingkan
dengan tahun 2007 dan 2006. Kesempatan kerja terbesar berada pada
lapangan usaha pertanian, disusul dengan lapangan usaha industri
pengolahan serta perdagangan, restoran dan hotel.
Tabel 4. 14
Jumlah Penduduk di Kabupaten Bandung yang Bekerja
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2009
Pola penyerapan tenaga kerja dilihat dari kondisi TPAK tahun 2010
menunjukkan adanya peningkatan TPAK perempuan, dari 27.46% tahun
2009 menjadi 35,72% tahun 2010. Dilihat dari perbandingannya dengan
TPAK tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki, TPAK tenaga kerja
perempuan relatif masih rendah. Peningkatan TPAK berjenis kelamin
perempuan tersebut dalam hal ini terlihat berdampak cukup signifikan
terhadap penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bandung, terutama jika
memperhatikan masih tingginya tingkat pengangguran angkatan kerja
perempuan (19,12%). Kondisi TPAK tersebut dalam perkembangannya di
tahun-tahun mendatang diharapkan dapat lebih berkontribusi terhadap
pengurangan tingkat pengangguran. Upaya meningkatkan TPAK
perempuan dalam hal ini diharapkan bisa meningkat sejalan dengan
bertambahnya persentase kesempatan kerja bagi perempuan di Kabupaten
Bandung. Perkembangan penyerapan tenaga kerja laki-laki maupun
perempuan, diupayakan dapat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan
investasi langsung dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Bandung. Sinyal positif tersebut terlihat dari perkembangan sektor-sektor
ekonomi yang seyogyanya bisa member ruang partisipasi yang lebih tinggi
kepada angkatan kerja perempuan untuk lebih terlibat, seperti tercermin
dari peningkatan kontribusi sektor pertanian; sektor perdagangan, hotel
dan restoran; dan sektor jasa. Namun demikian, partisipasi perempuan
dalam angkatan kerja cenderung bisa berbeda antar kelompok umur,
menurut status perkawinan dan perbedaan tingkat pendidikan. Oleh sebab
Tabel 4. 15
Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung Tahun 2010
2010 (%)
No. Jenis Kelamin TPAK TPAK Kesempatan
Pengangguran
2009 2010 Kerja
1. Laki-laki 76,32 70,56 94,16 5,84
2. Perempuan 27,46 35,72 80,88 19,12
Jumlah 52,00 53,44 89,80 10,20
Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM Tahun 2010.
Sementara gambaran angka melek huruf per kecamatan selama tahun 2010, dapat
tergambarkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4. 18
Angka Melek Huruf tahun 2010
Kabupaten Bandung
Jumlah penduduk usia
Jumlah
diatas 15 tahun yang Angka Melek
No Kecamatan penduduk usia
bisa membaca dan Huruf
15 tahun keatas
menulis
1 ARJASARI 68.858 71.081 96.87%
2 BALEENDAH 172.421 174.157 99.00%
3 BANJARAN 88.449 89.937 98.35%
4 BOJONGSOANG 80.897 81.740 98.97%
5 CANGKUANG 50.283 50.873 98.84%
6 CICALENGKA 84.480 85.384 98.94%
7 CIKANCUNG 62.424 63.458 98.37%
8 CILENGKRANG 36.066 36.898 97.75%
9 CILEUNYI 128.285 129.304 99.21%
10 CIMAUNG 55.724 57.711 96.56%
11 CIMENYAN 81.981 83.360 98.35%
12 CIPARAY 116.382 118.385 98.31%
13 CIWIDEY 57.339 58.374 98.23%
14 DAYEUHKOLOT 91.398 91.816 99.54%
15 IBUN 57.167 58.853 97.14%
16 KATAPANG 85.648 86.306 99.24%
17 KERTASARI 50.231 51.565 97.41%
18 KUTAWARINGIN 69.263 70.672 98.01%
d. Ketenagakerjaan
Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat adalah laju pertumbuhan angkatan kerja yang terserap
pada lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di suatu daerah secara
langsung dapat menggerakan perekonomian daerah tersebut. Hal sebaliknya dapat
mengakibatkan timbulnya masalah sosial. Gambaran kondisi ketenagakerjaan
seperti persentase angkatan kerja yang bekerja dan distribusi lapangan pekerjaan
sangat berguna dalam melihat prospek ekonomi suatu daerah. Pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat apakah benar-benar digerakan oleh produksi yang
melibatkan tenaga kerja daerah atau karena pengaruh faktor lain. Banyaknya
penduduk yang bekerja akan berdampak pada peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendapatan penduduk sangat menentukan pemenuhan kebutuhan
hidup yang layak (peningkatan kemampuan daya beli).
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bandung
mencapai 52 %. Jika dilihat berdasarkan perspektif jender, TPAK perempuan
hanya mencapai 27,46 % relatif jauh dibandingkan laki-laki yang mencapai 76,32
%. Perempuan cenderung kurang memiliki akses untuk memasuki dunia kerja, hal
ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar perempuan usia produktif
berada pada posisi sebagai ibu rumah tangga.
Berkaitan hal di atas, kesempatan kerja mencapai 87,49 % dan tingkat
pengangguran terbuka mencapai 12,51 % yang pada umumnya didominasi oleh
perempuan sebesar 17,86 %.
Tabel 4. 22
Kondisi Ketenagakerjaan di Kabupaten Bandung Tahun 2009
Capaian (%)
No Jenis Kelamin Kesempatan
TPAK Pengangguran
Kerja
1 Laki-laki 76,32 89,39 10,61
2 Perempuan 27,46 82,14 17,86
Jumlah 52,00 87,49 12,51
Sumber : BPS Kabupaten Bandung, IPM 2009.
1. Pertanian
Pertanian telah mempengaruhi kehidupan masyarakat di wilayah ini,
baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Berdasarkan pada besarnya
KOMODITAS UNGGULAN
PENANGKAPAN
Kolam Jaring Kolam
NO KECAMATAN IKAN
Sawah
Air Air DI PERAIRAN
Tenang Terapung Deras UMUM
24 Soreang X X X
25 Pasirjambu X X X
26 Ciwidey X X X
27 Rancabali X
28 Cangkuang X X X
29 Nagreg
30 Solokanjeruk
KETERANGAN :
X : Potensi
Sumber: PERDA NOMOR 3 TAHUN 2008 tentang RTRW Kabupaten Bandung 2007-
2027
Sementara untuk potensi peternakan, dapat tergambarkan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. 24
Kawasan/Sentra Unggulan Peternakan di Kabupaten Bandung
POTENSI YANG ADA/KOMODITAS UNGGULAN
Pertumbuhan Industri
Kecenderungan membaiknya perekonomian nasional dan regional merupakan
salah satu faktor pendorong pertumbuhan sektor industri. Sektor industri di
Kabupaten Bandung mempunyai kontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten
Bandung, terutama indutsri olahan. Total jumlah industri di Kabupaten
Bandung pada tahun 2010 secara keseluruhan mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan tahun 2009, yaitu dari 701 industri menjadi 751 industri
pada tahun 2010. Peningkatan ini terjadi pada industri kecil, di mana pada
tahun 2009 berjumlah sebanyak 535 industri, dan pada tahun 2010 berjumlah
580 industri.
Apabila dilihat dari table pertumbuhan industri, mengalami kenaikan setiap
tahunnya pada industry kecil dari tahun 2006 sampai tahun 2010 dengan
kenaikan yang signifikan yaitu sebanyak 144 industri kecil. Pada industry
menengah juga mengalamikenaikan sebanyak 38 industri, sedangkan industry
besar naik sebanyak 16 industri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Tabel 4. 25
Pertumbuhan Industri di Kabupaten Bandung
Tahun 2006 s.d 2010
Tabel Industri Aglomika
Industri Agro Industri Kimia Industri Elekronik Jml Jml Jml
No Tahun Indust. Indust Indust
Besar Mengah Kecil Besar Mengah Kecil Besar Mengah Kecil
Besar Menengh kecil.
1 2006 16 13 51 4 19 67 2 7 28 22 36 146
2 2007 18 21 61 6 24 92 4 8 39 28 53 192
3 2008 18 21 65 6 30 99 4 8 41 28 59 205
4 2009 19 22 69 9 30 103 4 9 42 32 61 214
5 2010 19 22 69 10 30 106 5 9 43 34 61 218
Tabel 4. 27
Faktor Daya Tarik Investasi
Faktor Pertimbangan
Bisnis
Kedekatan Dengan Pasar
Ketersedian Bahan Mentah
Kedekatan Dengan Konsumen
Kesiapan Lokasi
Pendukung
Dukungan Perbankan
Dukungan Pemerintah
Dukungan Bahasa dan Karakteristik Lokal
Tingkat Pajak Perusahan (Insentif)
Tenaga Kerja Ketersedian Buruh
Keterampilan Buruh
Karakteristik Perburuhan
Biaya Harga dan Sewa Tanah
Upah Buruh
Infrastruktur Kualitas Infratruktur Transportasi
Kedekatan Dengan Pelabuhan dan Bandar Udara
Sumber: Laporan Perekonomian Indonesia, BI (2009)/World Competitiveness
Report (2009)
sampai saat ini baru mencapai 30 investor, yaitu terdiri dari 5 investor dalam
negeri dan 25 investor asing. Jumlah ini meningkat bila dibandingkan
dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana jumlah investor yang
menanamkan modalnya di Kabupaten Bandung pada tahun 2006 sebanyak 8
Semakin banyak nilai realisasi investasi PMDN dan PMA maka semakin
menggambarkan ketersediaan pelayanan penunjang yang dimililiki daerah
berupa ketertarikan investor untuk meningkatkan investasinya di daerah.
Dan semakin banyak realisasi proyek maka akan semakin menggambarkan
keberhasilan daerah dalam memberi fasilitas penunjang pada investor untuk
merealisasikan investasi yang telah direncanakan.
Tabel 4. 29
Jumlah Investasi PMDN/PMA di Kabupaten Bandung
Tahun 2007 s.d. 2009
Persetujuan Realisasi
Tahun Jumlah Jumlah
Nilai Investasi Nilai Investasi
Proyek Proyek
2007 28 1.151.199.749,00 21 308.486.784,80
2008 34 877.033.716,00 16 343.628.770,00
2009 22 682.269.594,00 13 89.634.094,00
Indikator Investasi Lainnya (Kondisi Tahun 2011)
Januari-Juni Tahun 2011 jumlah kegiatan investasi PMA di Kabupaten Bandung
sebanyak 9 LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman Modal) dengan nilai sebesar
Rp.32,5 Milyar
Januari-Juni Tahun 2011 jumlah kegiatan investasi PMDN di Kabupaten Bandung
sebanyak 5 LKPM (Laporan Kegiatan Penanaman Modal) dengan nilai sebesar
Rp.84,5 Milyar
Untuk PMA, Kabupaten Bandung menempati urutan ke 6 dari 26 Kabupaten/Kota di
Jabar dan untuk PMDN menempati urutan ke 7 dari 26 Kab/Kota di Jabar
Untuk dampak PMA dan PMDN terhadap penyerapan tenaga kerja: PMA di
Kabupaten Bandung menyerap 1.892 tenaga kerja dan PMDN sebanyak 1.136 tenaga
kerja. Dalam hal penyerapan tenaga kerja, peringkat penyerapan tenaga kerja dari
Persetujuan Realisasi
Tahun Jumlah Jumlah
Nilai Investasi Nilai Investasi
Proyek Proyek
PMA di Kabupaten Bandung menempati urutan ke 11 (dari 26 kab/Kota di Jabar) dan
untuk penyerapan tenaga kerja oleh PMDN menempati urutan ke 3
Sumber : BPMP Kabupaten Bandung Tahun 2010 dan BKPPMD Jabar 2011
1. Kontribusi Sektor
Perdagangan
(PPerdagangan,
Hotel dan
Restoran) :
- ADH Berlaku 4.432.799,58 5.112.043,54 6.005.197,92 6.780.385,10 7.796.200,55
- ADH Konstan 2.625.092,39 2.819.715,77 2.994.763,36 3.211.263,99 3.474.795,78
2. Jumlah PDRB :
dengan daerah yang lebih luas. Indikator yang digunakan untuk melihat kondisi
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Jika nilai LQ > 1 berarti sektor tersebut dapat memenuhi konsumsi daerahnya
sendiri, juga konsumsi daerah lain (potensi eksport).
2. Jika nilai LQ = 1 berarti sektor tersebut hanya dapat memenuhi konsumsi
daerahnya sendiri.
3. Jika nilai LQ < 1 berarti sektor tersebut tidak cukup untuk memenuhi
konsumsi daerahnya sendiri bahkan cenderung mengimpor dari daerah lain.
Untuk memberikan gambaran yang lebih teliti terhadap kondisi tiap sektor
pada masing-masing Kabupaten/Kota, maka dilihat pula bagaimana kondisi rata-
rata pertumbuhan tiap sektor dalam kurun waktu 4 (empat) tahun. Rata-rata
pertumbuhan tiap sektor tersebut kemudian dibandingkan dengan rata-rata
pertumbuhan tiap sektor di Jawa Barat. Jika nilai perbandingan tersebut lebih
besar dari 1 (satu), maka sektor dimaksud memiliki potensi untuk dikembangkan
sebaliknya jika nilai perbandingan kurang dari 1 (satu), maka sektor dimaksud
kurang potensial untuk dikembangkan.
Tabel 5. 1
Hasil Analisis Location Quotient Kabupaten Bandung
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,00 0,99 1,00 1,00
2 Pertambangan dan Galian 1,00 0,99 1,00 0,99
3 Industri Pengolahan 1,00 1,00 0,99 0,99
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,00 1,00 0,99 0,99
5 Bangunan dan Konstruksi 1,00 0,98 0,99 1,00
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,00 1,01 1,04 1,06
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,00 0,99 1,00 1,00
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,00 0,99 0,98 0,97
9 Prsh
Jasa-Jasa 1,00 1,00 1,00 1,00
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 3
Tabel 5. 4
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pasirjambu
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,02 2,99 2,99 2,98
2 Pertambangan dan Galian 0,15 0,15 0,15 0,15
3 Industri Pengolahan 0,60 0,61 0,60 0,61
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,66 0,65 0,65
5 Bangunan dan Konstruksi 1,31 1,29 1,28 1,28
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,43 1,44 1,45 1,45
7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,46 2,44 2,46 2,46
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,83 0,82 0,81 0,80
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,73 0,73 0,72 0,72
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 5
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cimaung
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,28 3,24 3,21 3,20
2 Pertambangan dan Galian 0,25 0,25 0,24 0,25
3 Industri Pengolahan 0,30 0,30 0,30 0,30
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,20 1,20 1,18 1,17
5 Bangunan dan Konstruksi 2,37 2,35 2,31 2,31
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,95 1,97 1,99 2,00
7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,64 2,63 2,65 2,66
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,60 1,59 1,55 1,51
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,48 1,49 1,48 1,48
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 6
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pangalengan
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,50 3,48 3,48 3,49
2 Pertambangan dan Galian 12,13 12,07 12,18 12,06
3 Industri Pengolahan 0,32 0,32 0,32 0,32
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 7,73 7,72 7,63 7,56
5 Bangunan dan Konstruksi 0,58 0,57 0,56 0,56
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,80 0,81 0,82 0,82
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,07 1,06 1,08 1,09
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,71 0,71 0,69 0,69
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,11 1,12 1,11 1,11
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 7
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Kertasari Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 3,77 3,74 3,75 3,75
2 Pertambangan dan Galian 3,77 3,74 3,75 3,75
3 Industri Pengolahan 0,76 0,76 0,76 0,76
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,75 0,75 0,74 0,73
5 Bangunan dan Konstruksi 0,96 0,95 0,94 0,94
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,04 1,05 1,06 1,06
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,88 0,88 0,89 0,89
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,63 0,62 0,61 0,60
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,36 0,36 0,36 0,36
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 8
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pacet Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 2,54 2,52 2,53 2,53
2 Pertambangan dan Galian 0,68 0,68 0,67 0,69
3 Industri Pengolahan 0,59 0,59 0,59 0,59
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,86 0,85 0,83 0,82
5 Bangunan dan Konstruksi 1,61 1,59 1,57 1,58
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,52 1,54 1,56 1,56
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,27 1,25 1,26 1,27
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,20 1,19 1,17 1,15
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,83 1,81 1,79 1,77
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 9
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Ibun
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,87 1,85 1,86 1,88
2 Pertambangan dan Galian 12,14 11,99 11,89 11,55
3 Industri Pengolahan 0,61 0,61 0,61 0,61
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 7,71 7,67 7,63 7,60
5 Bangunan dan Konstruksi 0,71 0,70 0,70 0,71
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,68 0,70 0,73 0,74
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,66 0,65 0,66 0,67
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,73 0,72 0,71 0,69
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,61 0,61 0,61 0,58
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 10
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Paseh Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 2,15 2,13 2,14 2,15
2 Pertambangan dan Galian 0,07 0,07 0,07 0,07
3 Industri Pengolahan 0,90 0,90 0,90 0,90
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,66 0,66 0,66 0,65
5 Bangunan dan Konstruksi 1,16 1,15 1,15 1,16
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,94 0,95 0,97 0,97
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,08 1,07 1,08 1,08
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,03 1,02 1,00 0,99
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,95 0,94 0,94 0,93
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 11
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cikancung Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,69 0,68 0,68 0,69
2 Pertambangan dan Galian 1,10 1,11 1,11 1,16
3 Industri Pengolahan 1,08 1,08 1,08 1,07
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,52 0,52 0,51 0,51
5 Bangunan dan Konstruksi 0,94 0,92 0,92 0,92
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,99 0,99 1,01 1,01
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,22 1,21 1,23 1,23
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,20 1,18 1,17 1,16
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,41 0,41 0,42 0,42
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 12
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cicalengka
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,79 0,77 0,77 0,77
2 Pertambangan dan Galian 0,52 0,52 0,52 0,53
3 Industri Pengolahan 0,89 0,89 0,89 0,89
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,64 0,63 0,63 0,62
5 Bangunan dan Konstruksi 1,27 1,25 1,25 1,25
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,39 1,40 1,42 1,43
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,76 1,74 1,76 1,77
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,28 1,26 1,25 1,24
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,90 0,89 0,89 0,88
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 13
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Nagreg Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,74 0,73 0,73 0,72
2 Pertambangan dan Galian 0,36 0,36 0,36 0,36
3 Industri Pengolahan 0,69 0,69 0,69 0,69
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,60 0,60 0,59 0,58
5 Bangunan dan Konstruksi 1,86 1,84 1,85 1,87
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,31 1,32 1,32 1,35
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,46 1,44 1,47 1,48
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,45 1,43 1,41 1,38
9 Jasa-Jasa
Prsh 3,77 3,77 3,77 3,73
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 14
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Rancaekek
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,29 1,28 1,29 1,31
2 Pertambangan dan Galian 0,01 0,01 0,01 0,01
3 Industri Pengolahan 0,90 0,90 0,89 0,89
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,68 0,67 0,66 0,66
5 Bangunan dan Konstruksi 1,25 1,24 1,24 1,25
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,27 1,28 1,31 1,32
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,43 1,41 1,44 1,44
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,31 1,29 1,28 1,27
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,75 0,75 0,75 0,75
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 15
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Majalaya
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,20 0,20 0,20 0,21
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 1,40 1,40 1,40 1,39
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,23 0,23 0,23 0,23
5 Bangunan dan Konstruksi 0,29 0,29 0,29 0,30
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,50 0,48 0,49 0,49
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,53 0,53 0,54 0,54
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,57 0,57 0,57 0,57
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,18 0,18 0,18 0,19
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 16
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Solokanjeruk
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,71 0,72 0,73 0,74
2 Pertambangan dan Galian 0,02 0,02 0,02 0,02
3 Industri Pengolahan 1,17 1,19 1,19 1,19
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,44 0,44 0,44 0,45
5 Bangunan dan Konstruksi 0,89 0,90 0,91 0,93
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,90 0,79 0,78 0,76
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,74 0,74 0,75 0,75
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,93 0,93 0,93 0,93
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,40 0,40 0,41 0,41
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 17
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Ciparay
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 2,49 2,47 2,48 2,50
2 Pertambangan dan Galian 0,03 0,03 0,03 0,03
3 Industri Pengolahan 0,52 0,52 0,52 0,52
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,87 0,88 0,87 0,86
5 Bangunan dan Konstruksi 1,61 1,58 1,57 1,58
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,50 1,52 1,54 1,55
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,76 1,74 1,74 1,67
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,63 1,61 1,58 1,55
9 Jasa-Jasa
Prsh 2,48 2,45 2,41 2,39
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 18
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Baleendah
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,48 0,47 0,47 0,47
2 Pertambangan dan Galian 0,79 0,79 0,78 0,80
3 Industri Pengolahan 0,76 0,76 0,76 0,76
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,72 0,72 0,71 0,70
5 Bangunan dan Konstruksi 1,58 1,55 1,56 1,59
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,39 1,40 1,43 1,43
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,21 1,19 1,20 1,19
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,83 1,81 1,79 1,79
9 Jasa-Jasa
Prsh 2,98 2,96 2,96 2,94
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 19
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Arjasari
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,54 1,52 1,53 1,58
2 Pertambangan dan Galian 0,14 0,14 0,14 0,15
3 Industri Pengolahan 1,03 1,04 1,03 1,02
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,54 0,54 0,53
5 Bangunan dan Konstruksi 1,41 1,39 1,38 1,38
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,94 0,94 0,96 0,96
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,85 0,84 0,85 0,85
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,93 0,91 0,90 0,89
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,38 0,38 0,39 0,39
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 20
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Banjaran Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,70 0,69 0,69 0,69
2 Pertambangan dan Galian 0,08 0,08 0,08 0,08
3 Industri Pengolahan 0,85 0,85 0,84 0,84
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,69 0,69 0,68 0,67
5 Bangunan dan Konstruksi 1,36 1,34 1,35 1,37
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,61 1,63 1,65 1,66
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,60 1,57 1,60 1,62
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,71 1,70 1,67 1,67
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,85 0,84 0,84 0,83
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 21
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cangkuang Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,70 1,67 1,64 1,63
2 Pertambangan dan Galian 0,04 0,04 0,04 0,04
3 Industri Pengolahan 0,50 0,49 0,49 0,48
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,80 0,79 0,77 0,75
5 Bangunan dan Konstruksi 2,96 2,91 2,84 2,80
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,33 2,39 2,45 2,50
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,39 1,35 1,35 1,34
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,65 1,61 1,55 1,49
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,17 1,16 1,14 1,12
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 22
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Pameungpeuk
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,68 0,67 0,69 0,70
2 Pertambangan dan Galian 0,11 0,11 0,11 0,11
3 Industri Pengolahan 1,24 1,24 1,23 1,23
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,28 0,28 0,28 0,28
5 Bangunan dan Konstruksi 0,64 0,63 0,65 0,66
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,73 0,74 0,76 0,77
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,62 0,61 0,63 0,63
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,84 0,83 0,83 0,83
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,29 0,29 0,29 0,30
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 23
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Katapang
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,23 0,23 0,23 0,23
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 1,36 1,36 1,36 1,35
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,28 0,28 0,28 0,28
5 Bangunan dan Konstruksi 0,53 0,52 0,53 0,53
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,45 0,46 0,47 0,49
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,52 0,51 0,52 0,51
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,70 0,69 0,68 0,67
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,57 0,56 0,56 0,55
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 24
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Soreang
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,67 0,66 0,66 0,66
2 Pertambangan dan Galian 0,19 0,19 0,19 0,19
3 Industri Pengolahan 0,84 0,83 0,81 0,80
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,55 0,54 0,53 0,53
5 Bangunan dan Konstruksi 1,27 1,25 1,26 1,28
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,12 1,18 1,25 1,30
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,23 1,21 1,23 1,24
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,82 1,80 1,76 1,76
9 Jasa-Jasa
Prsh 2,84 2,83 2,85 2,84
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 25
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Kutawaringin Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,56 1,55 1,55 1,55
2 Pertambangan dan Galian 0,56 0,56 0,55 0,56
3 Industri Pengolahan 0,98 0,97 0,96 0,95
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,70 0,69 0,68 0,67
5 Bangunan dan Konstruksi 0,77 0,76 0,78 0,79
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,75 0,79 0,84 0,90
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,85 0,84 0,84 0,83
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,70 0,69 0,67 0,65
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,80 1,80 1,80 1,76
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 26
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Margaasih Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,22 0,22 0,22 0,22
2 Pertambangan dan Galian 0,27 0,27 0,27 0,28
3 Industri Pengolahan 0,88 0,89 0,88 0,87
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,44 0,44 0,44 0,43
5 Bangunan dan Konstruksi 1,20 1,17 1,17 1,18
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,80 1,81 1,84 1,86
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,10 1,09 1,11 1,11
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,29 1,28 1,26 1,26
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,27 1,25 1,25 1,24
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 27
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Margahayu
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,03 0,03 0,03 0,03
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 0,88 0,89 0,88 0,88
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,40 0,40 0,40 0,40
5 Bangunan dan Konstruksi 1,08 1,06 1,06 1,07
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,66 1,64 1,66 1,67
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,87 0,86 0,88 0,88
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,26 1,26 1,25 1,26
9 Jasa-Jasa
Prsh 2,35 2,36 2,39 2,40
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 28
Hasil Analisis Location Quotient Kabupaten Bandung Kecamatan
Dayeuhkolot Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,01 0,01 0,01 0,01
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 1,47 1,47 1,47 1,47
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,15 0,15 0,15 0,15
5 Bangunan dan Konstruksi 0,25 0,24 0,25 0,25
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,27 0,27 0,28 0,29
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,28 0,27 0,28 0,29
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 0,44 0,43 0,44 0,44
9 Jasa-Jasa
Prsh 0,50 0,50 0,52 0,53
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 29
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Bojongsoang Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,69 0,68 0,69 0,69
2 Pertambangan dan Galian 0,10 0,10 0,10 0,10
3 Industri Pengolahan 1,08 1,08 1,07 1,05
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,43 0,43 0,43 0,42
5 Bangunan dan Konstruksi 1,19 1,17 1,16 1,14
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 0,96 0,97 1,00 1,12
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0,90 0,89 0,90 0,87
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,02 1,01 1,01 0,99
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,06 1,05 1,04 1,02
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 30
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cileunyi Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 0,44 0,42 0,40 0,39
2 Pertambangan dan Galian 0,00 0,00 0,00 0,00
3 Industri Pengolahan 0,57 0,56 0,54 0,52
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,75 0,73 0,69 0,66
5 Bangunan dan Konstruksi 2,22 2,12 2,03 1,96
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,15 2,30 2,47 2,62
7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,57 3,42 3,30 3,15
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,58 1,52 1,45 1,39
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,16 1,12 1,07 1,03
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 31
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cilengkrang
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 1,56 1,54 1,54 1,53
2 Pertambangan dan Galian 0,10 0,10 0,10 0,10
3 Industri Pengolahan 0,51 0,51 0,51 0,51
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,28 1,29 1,26 1,25
5 Bangunan dan Konstruksi 6,75 6,66 6,60 6,60
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 1,47 1,49 1,51 1,53
7 Pengangkutan dan Komunikasi 1,49 1,49 1,50 1,47
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 3,34 3,30 3,24 3,19
9 Jasa-Jasa
Prsh 1,48 1,48 1,48 1,45
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 32
Hasil Analisis Location Quotient Kecamatan Cimenyan
Tahun 2007-2010
No Sektor Ekonomi Tahun
2007 2008 2009 2010
1 Pertanian 2,85 2,82 2,80 2,70
2 Pertambangan dan Galian 0,23 0,23 0,22 0,23
3 Industri Pengolahan 0,05 0,05 0,05 0,05
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 1,43 1,43 1,39 1,33
5 Bangunan dan Konstruksi 4,13 4,07 4,03 4,10
6 Perdagangan, Hotel & Restoran 2,90 2,94 2,99 3,10
7 Pengangkutan dan Komunikasi 2,02 2,00 1,98 1,87
8 Keuangan, Persewaan & Jasa 1,72 1,69 1,64 1,54
9 Jasa-Jasa
Prsh 2,01 1,99 1,94 1,89
Sumber: Hasil Pengolahan
Tabel 5. 33
Hasil Analisis Shift-Share Kabupaten Bandung (juta Rp)
Pertumbuhan Keunggulan Pertumbuhan
Bauran
No. Lapangan Usaha Prov. JABAR Kompetitif Kab. Bandung
Industri (Mij)
(Nij) (Cij) (Dij)
1 Pertanian 227.301,44 261.610,47 -229.537,08 259.374,83
2 Pertambangan dan Penggalian 38.656,62 -135.346,26 154.420,97 57.731,33
3 Industri Pengolahan 1.921.320,61 -1.524.425,97 892.922,76 1.289.817,40
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 53.048,93 69.514,62 -90.701,60 31.861,95
5 Bangunan/Konstruksi 53.522,36 10.092,20 -15.287,79 48.326,77
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 495.705,31 410.673,03 -131.191,16 775.187,18
7 Pengangkutan dan Komunikasi 145.826,64 115.216,25 -232.490,92 28.551,98
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 65.448,90 7.027,27 -44.850,76 27.625,41
9 Jasa-Jasa 159.835,18 127.206,67 -154.035,85 133.006,00
Jumlah 3.160.666,00 -658.431,73 149.248,59 2.651.482,85
Persentase terhadap Pertumbuhan Kab. Bandung (Dij) 119,20 -24,83 5,63 100,00
model yang diturunkan dari tabel Input-Output dapat dilakukan secara simultan
dan memperlihatkan aspek keterkaitan antar sektor.
Tabel 5. 34
Koefisien Input Output Kabupaten Bandung 2007 (34x34 Sektor)
Sektor 180 309 310 Sektor
1 0.01727 0.04982 0.04197 1
2 0.04843 0.00321 0.03519 2
3 0.03460 0.02279 0.03753 3
4 0.00087 0.00272 0.00224 4
5 0.00984 0.01471 0.01565 5
6 0.01905 0.00485 0.01601 6
7 0.01324 0.12854 0.08678 7
8 0.25313 0.50172 0.47704 8
9 0.00357 0.00685 0.00695 9
10 0.00750 0.01458 0.01397 10
11 0.03504 0.03258 0.04375 11
12 0.00209 0.00249 0.00293 12
13 0.00492 0.01514 0.01253 13
14 0.01217 0.02139 0.02128 14
15 0.00259 0.00259 0.00334 15
16 0.00134 0.00679 0.00502 16
17 0.04284 0.01239 0.03690 17
18 0.00040 0.00027 0.00044 18
19 0.00400 0.03126 0.02164 19
20 - - - 20
21 0.00163 0.00159 0.00208 21
22 0.00276 0.02295 0.01577 22
23 0.00021 0.00051 0.00045 23
24 0.01020 0.02061 0.01946 24
25 0.00390 0.00048 0.00297 25
26 0.00475 0.00314 0.00516 26
27 0.00821 0.00045 0.00591 27
28 0.01589 0.00611 0.01460 28
29 0.00520 0.00079 0.00405 29
30 0.00066 0.04824 0.02961 30
Tabel 5. 35
Input Output Kabupaten Bandung 2007
Keterkaitan Ke Depan dan Keterkaitan Ke Belakang (34 Sektor)
Keterkaitan Keterkaitan
Sektor Sektor
Ke Depan Ke Belakang
1 0.99858 1.03099 1
2 0.62305 0.78343 2
3 0.82200 0.95567 3
4 0.65853 0.87716 4
5 1.05862 0.75278 5
6 0.62392 2.27628 6
7 1.06311 1.30737 7
8 1.30119 1.09724 8
9 1.09579 0.81411 9
10 1.21158 1.10822 10
11 1.02618 2.48497 11
12 0.94002 0.67647 12
13 1.20767 1.08112 13
14 1.42815 1.21583 14
15 1.13034 0.93478 15
16 0.98904 0.59347 16
17 1.06335 1.30784 17
18 0.75158 0.59649 18
19 1.23817 0.85657 19
20 0.79724 1.42872 20
21 1.00574 0.57136 21
22 0.94521 0.67776 22
23 2.24922 1.23719 23
24 0.99905 1.55465 24
25 0.76788 0.67535 25
26 0.78245 0.80259 26
27 0.95679 1.17375 27
28 0.97174 0.72920 28
29 0.73233 0.97157 29
30 0.96905 0.62088 30
31 1.03453 0.62498 31
32 0.91299 0.56022 32
33 0.66025 0.96933 33
34 0.98464 0.65168 34
jumlah 34.00000 34.00000
Sumber : Tabel I-O Kabupaten Bandung
Identifikasi Kelemahan
Identifikasi Peluang
Identifikasi Ancaman
Pertanian Luas Lahan/Kawasan Masih Tidak Stabilnya Harga Jual Ancaman krisis pangan Membajirnya barang pertanian
Memungkinkan Untuk di Komoditas menyebabkan permintaan produk impor
Kembangkan Budi Daya Ketidakstabilan Harga Input pertanian tinggi Tingginya persaingan pasokan
Pertanian Produksi Defisit beras dan daging produk pertanian regional ke
Ketersedian Tenaga Kerja (Pupuk/Bibit/Pestisida) Pertambahan jumlah penduduk luar pasar lokal, regional dan
Mencukupi Diversifikasi Komoditas Kabupaten Bandung berdampak nasional
Dekat Dengan Pasar Lokal dan Masih Rendah terhadap permintaan produk Tertekannya aktivitas
Wilayah Sekitar Kuatnya pengaruh pertanian pemasaran produk-produk
Kondisi Lingkungan (Iklim) ketidakstabilan iklim/cuaca Menyusutnya lahan pertanian diluar pertanian di pasar-pasar
Yang Cocok Untuk Banyak terhadap kinerja produksi wilayah Kabupaten Bandung tradisional
Budidaya Tanaman Masih rendahnya kualitas Komitmen pemerintah pusat dan
Secara historis Kawasan dan perawatan infrastruktur Provinsi cukup kuat mendorong
Bandung Selatan dikenal sejak pertanian perkembangan produksi pertanian
lama sebagai kawasan
perkebunan dan pertanian
Pertambangan Komoditas tambang dan Potensinya semakin Permintaan pasar eksternal terus Tingginya tingkat persaingan
dan Penggalian penggalian memiliki nilai jual menurun (tidak terbarukan) meningkat pasar produk antar wilayah
tinggi Eksploitasi semakin terbatas Dekat dengan pasar Permintaan semakin kritis
Permintaan produk penggalian karena terkait pengendalian terhadap kualitas produk
meningkat sejalan dengan lingkungan dan status Ongkos logistik yang
perkembangan sektor properti kawasan dalam RTRW cenderung meningkat
dan infrastruktur
Kedekatan pemasaran produk
dengan akses pasar
Industri Kemampuan pasar lokal Variasi produk yang kurang Permintaan eksternal Ketidakstabilan harga bahan
Pengolahan menopang permintaan terus berkembang (Regional/Nasional/Internasional) baku kandungan impor (import
meningkat Harga bahan baku kurang meningkat dinamis content)
Biaya input relatif rendah stabil Kesepakatan-kesepakatan Persaingan semakin ketat
Dekat dengan akses pasar Masih rendahnya akumulasi perdagangan dapat dijadikan peluang sejalan dengan liberalisasi
Kestabilan politik dan ekonomi permodalan dan teknologi mengakses pasar internasional perdagangan kawasan
Ketersediaan bahan baku, Eksternalitas kondisi cuaca Meningkatnya insentif pemerintah Konsumen eksternal semakin
tenaga kerja, dan lahan masih mempengaruhi kinerja pusat dan regional terhadap sektor kritis terhadap kualitas
mencukupi produksi industri (semacam revitalisasi mesin Ketidakstabilan kurs dan harga
Masih rendahnya inovasi TPT) komoditas energi
Dukungan infrastruktur Ongkos logistic yang
masih terbatas cenderung meningkat
Listrik, Gas dan Permintaan lokal cenderung Terkait erat denan Peluang sinergi dengan program Perkembangan sektor ekonomi
Air Bersih meningkat pembiayaanpemerintah ketahanan energi pemerintah pusat diluar Kabupaten Bandung
Perkembangan sektor-sektor Investasi besar berdampak terhadap
bisnis mendorong kenaikkan Keterlibatan swasta masih pengendalian potensi sumber
permintaan minim daya air
Sektor Listrik, Gas dan Air
Bersih masuk ke dalam
indikator pembangunan dan
berhubungan dengan
infrastruktur strategis
Potensi sumber daya dimiliki
Bangunan/Kons Permintaan meningkat sejalan Mensinergikannya dengan Letak strategis Kabupaten Bandung Harga bahan baku bangunan
truksi dengan perkembangan RTRW sebagai satelit Kota Bandung dan konstruksi cenderung
penduduk dan aktivitas Dukungan infrastruktur mendorong permintaan sektoral kurang stabil
ekonomi pendukung kawasan masih bangunan dan konstruksi (terkait
Luas lahan yang mencukupi mobilitas dan tempat tinggal
Tabel 6. 2
Identifikasi Produk Potensial Kecamatan di Kabupaten Bandung
Sub Sektor Potensial Produk Potensial Kecamatan
Tanaman Bahan Makanan Padi Majalaya
Peternakan Ayam buras dan ras, domba;
Perikanan Pembenihan ikan
Industri pengolahan Makanan, konveksi, percetakan
Jasa Pertukangan
Tanaman Bahan Makanan Padi, ubi kayu Paseh
Tanaman Perkebunan Tembakau, murbey
Peternakan Sapi, domba, Ayam pedaging, kokon
Kehutanan Bambu, aren
Perikanan Ikan Nila, ikan mas
Industri pengolahan Kapas kecantikan
Tanaman Bahan Makanan Padi, Solokanjeruk
Perkebunan Sayur mayur
Peternakan Ayam buras dan ras
Industri pengolahan Lap piring, pakaian,
Tanaman Bahan Makanan Padi ketan, ubi jalar, ubi kayu Ibun
Peternakan Sapi, domba, Ayam pedaging
Kehutanan Bambu hitam
Perikanan Ikan Nila, ikan mas
Industri pengolahan Konveksi, Alat rumah tangga
Jasa Wisata alam
Tanaman Perkebunan Tanaman holtikultura, Kertasari
Peternakan Sapi Perah
Tanaman Bahan Makanan Padi Pacet
Tanaman Perkebunan Bawang merah, bawang daun, cabe merah, kacang merah,
tembakau
Kehutanan Bambu, kayu
Perikanan Bibit ikan,
Industri pengolahan Makanan, konveksi, rajut, kerajinan
Tanaman Bahan Makanan Beras, beras ketan, ubi kayu Ciparay
Perkebunan Sayur mayur
Peternakan Domba, ayam buras dan ras; kambing, sapi perah
Kehutanan Bambu; kayu albasiah;
Industri pengolahan Kulit, tapioka, makanan
Tanaman Bahan Makanan padi sawah, ketela pohon Banjaran
Perkebunan Kedele; Kacang tanah, Bawang merah
Peternakan Ayam pedaging, itik, ayam buras, domba
Kehutanan Bambu, kayu,
Industri pengolahan Tepung tapioka; Ikan pindang; tahu; krupuk, Kulit domba
Tanaman Bahan Makanan Padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar Pengalengan
Tanaman Perkebunan Tomat, alpukat, pisang, bawang merah, bawang daun, cabe,
ketang , jeruk
Peternakan Ayam buras, sapi perah, itik, domba
Industri pengolahan Susu caramel, kripik kentang, dodol susu, yoghurt, krupuk,
kerajinan miniatur
Identifikasi Kelemahan
Identifikasi Peluang
Identifikasi Ancaman
1 Tanaman Pangan Tenaga kerja dan lahan yang masih Ketidakstabilan harga Permintaan luar wilayah Persaingan harga jual dengan
memungkinkan Value added produk yang Kabupaten Tinggi tinggi komoditas impor
Dekat dengan pasar rendah Lahan di wilayah lain Perubahan harga-harga input
Permintaan konsisten meningkat Persaingan dengan cenderung berkurang (pupuk dan pestisida)
komoditas impor tinggi Pengembangan pasar lebih
Infrastruktur pendukung terbuka
kurang mendukung
Hambatan permodalan tinggi
2 Perkebunan Tenaga kerja dan lahan yang masih Variasi komoditas rendah Permintaan luar wilayah Persaingan harga jual dengan
memungkinkan Pengembangan lahan Kabupaten Tinggi tinggi komoditas impor
Harga jual meningkat stabil terbatas Lahan di wilayah lain Perubahan harga-harga input
Dekat dengan pasar Persaingan pemanfaatan cenderung berkurang (pupuk dan pestisida
lahan tinggi Pengembangan pasar lebih
Kurang terhubungan dengan terbuka
industri pengolahan (hilir)
3 Kerajinan Permintaan meningkat sejalan Kurang ada inovasi Permintaan eksternal Persaingan dengan produk
dengan pertambahan penduduk dan Pengembangan pasar rendah meningkat impor tinggi
pendapatan Penggunaan teknologi Dekata dengan pasar Pengembangan pasar
Pelaku usaha terus berkembang rendah eksternal potensial eksternal bergerak lamban
Variasi jenis produk lebih variatif
4 Perikanan Permintaan lokal meningkat Permodalan rendah Pengembangan pasar Persaingan produk dengan
Wilayah pengembangan mendukung Ketidakstabilan harga jual eksternal terbuka wilayah sekitar meningkat
Produksi bibit ikan terbatas
Harga pakan tidak stabil
dengan pasar masih defisit bibit/bakalan Persaingan dengan produk ke Kabupaten Bandung
Kurang terhubung dengan impor masih minim
sektor hilir
Kurangnya lapangan
Pertambangan kerja di sektor industri
dan Penggalian sehingga banyak
pengangguran
Penguasaan 3 industri : Penguasaan 3 Belum optimalnya upaya Penguasaan 3 Penguasaan 3 industri : hulu, Penguasaan 3 industri : hulu,
hulu, budidaya, dan hilir industri : hulu, pengembangan industri industri : hulu, budidaya, dan hilir yang budidaya, dan hilir yang
yang belum terintegrasi budidaya, dan hilir kecil budidaya, dan hilir belum terintegrasi belum terintegrasi
Menghadapi kendala yang belum Rendahnya bahan baku yang belum
bahan baku karena harga terintegrasi agro industri terintegrasi
bahan baku berfluktuasi Terbatasnya pemasaran Pengadaan mesin-
Membutuhkan bantuan dan permodalan industri mesin murah untuk
Industri
pemerintah terutama kecil menunjang produksi
Pengolahan
untuk alat (mesin dan Penguasaan 3 industri :
obras). hulu, budidaya, dan hilir
SDM rendah, dibutuhkan yang belum terintegrasi
pelatihan padahal BLKD
ada.
Bantuan modal usaha
Kecamatan:
Sektor
Banjaran Pengalengan Cangkuang Cimaung Arjasari Pamengpek Baleendah Bojongsoang Dayeuhkolot
Pertanian Perlu Bantuan Memerlukan Perbaikan Perlu Mesin Dikembangkan Bantuan Pembangunan Perlu Perlindunga
Bibit Bantuan Kualitas SDM Pembuat Pelet Sistem Penjualan Pembuatan Sentra Pembanguna n Alih
Peternakan, Alat/Teknoloigi Pertanian Ikan Hasil Pertanian Sumur Air Produksi n Sentra Fungsi
Seperti Sapi, Sarana Melalui Perlu Melalui Sistem Artesis dan Sektor Agribisnis Lahan
Kelinci, Penunjang Pelatihan dan Digalakkan Tunda Jual Melalui Air Baku Pertanian, Terpadu Pertanian
Domba Produksi Pendidikan Pembentukan Dana Talangan Bagian Seperti Perlu Perlu
Kampung Pertanian Kelompok Pembenahan Irigasi, Pertanian Sentra Pembanguna Dibangun
Perlu Perhatian Usaha Penggunaan Perlu Bantuan Agribisnis n Jalan Showroom
Terhadap Perikanan Berimbang Antara Bibit Domba Pembinaan Menuju Untuk
Usaha (Sistem Organik dan Yang Pelaku Usaha Daerah- Pemasaran
Pertanian Kerjasama Anorganik Berkualitas Pertanian Daerah Produk
Khususnya Lahan Pemerintah Dalam Pertanian Agribisnis
Dalam Produk Perikanan, Mencarikan Bidang Terpecil Yang Mudah
Sayuran, Kopi, Atau Jaringan Pemasaran, Diakses
Kentang dan Kerjasama nformasi Produksi dan (Misalnya Di
Susu dan Teh Penyediaan pasar untuk Teknologi Sekitar
Benih Ikan) Produksi Soreang)
Lokal,
Misalnya
Pemasaran
Ketan
Industri Perlu Memerlukan Pemkab Bantuan Pemasaran Pemberian Didirikan Pusat Perlu Bantuan
Pengolahan Didirikan Bantuan Mengupayaka Agar Tidak Dikuasai Insentif Informasi Pembinaan Manajemen
Asosiasi Alat/Teknolo n Penggunaan Tengkulak Terhadap Pendukung Pelaku Usaha, Usaha Untuk
Untuk gi Sarana Produk Lokal Pengembangan Industri, Khususnya Industri Kecil
Berbagai Peningkatan Dengan Home Industry, Misalnya Dalam Hal Olahan
Kelompok/Jen Produksi Menyelengga Terutama Pada Dalam Hal Kualitas Bambu,
is Produk Kerajinan rakan Industri Informasi Produk dan Produk Tas
UMKM Bambu, Pameran, Kerajinan Bahan Baku Pemasaran dan Sepatu
Boneka, Pekan Bambu dan Industri Kecil
Promosi Olahannya, Yang Ada
Opak, Peci Ditempat Lain,
Agar Pelaku
UMKM Tidak
Mengalami
Kesulitan
Mendapatkan
Bahan Baku
Bangunan dan Perbaiki
Konstruksi Infrastruktur Jalan
Sampai Ke Wilayah
Identifikasi Kelemahan
Identifikasi Peluang
Identifikasi Ancaman
Penertiban pembagunan pada lahan yang tidak sesuai peruntukan dan polanya.
Peningkatan kesadaran masyarakat akan bahaya bencana tanah longsor dengan
tetap mempertahankan kaidah pembangunan yang ramah lingkungan.
Penertiban dan peninjauan kembali alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan
kaidah ramah lingkungan.
Penertiban dan sosialisasi perijinan terkait dengan pembangunan baik pada
sekal kecil maupun besar.
Penertiban terhadap industri-industri yang melakukan pencemaran lingkungan.
Penawaran kerjasama dengan pihak swasta terkait dengan penanganan sampah
agar tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap penampungan akhir
sampah.
Tabel 6. 9
Matrik Identifikasi Isu Strategis Yang Terkait Dengan Pengembangan
Ekonomi Masyarakat
Jenis Permasalahan Strategis Yang Berhubungan Dengan Pengembangan
No
Dokumen Ekonomi Masyarakat
A. Prinsip Penjelasan
B. Indikator Masalah
Sektor Perdagangan
SEKTOR/
PRODUK Lembaga Riset
- Pengembangan pasar
- Pelatihan
- Informasi jaringan pasar
- Pembinaan SDM
UNGGULAN - Informasi
- Teknologi
C. Klaster pengembangan
C. Bila sektor kunci berasal dari Sektor Tersier (Jasa perdagangan dan
Pariwisata) :
a. Fokus
Berdasarkan kontribusi sektor terhadap PDRB, dan perhitungan LQ
kecamatan di Kabupaten Bandung, serta ketersedian lahan yang dimiliki,
sub sektor Pertanian tanaman bahan makanan dengan komoditas padi,
jagung dan ubi jalar menjadi salah satu lumbung pangan di Provinsi Jawa
Barat.
Bila dilihat dari pola sub sektor kawasan, maka untuk pertanian tanaman
bahan makanan, pola yang terbentuk adalah ke arah utara yang memiliki
kontur dataran rendah.
b. Industri Penunjang
Industri yang dikembangkan bisa dalam skala besar maupun skala kecil
(IKM). Industri penunjang bagi sub sektor pertanian bahan makanan
adalah industri makanan, diketahui bersama dalam 5 tahun terakhir
industri makanan dan minuman di Indonesia cukup meningkat.
c. Target Pasar
Walaupun mempunyai bahan baku cukup banyak dan berpotensi ekspor ke
luar wilayah Kabupaten Bandung, strategi pemasaran bagi sub sektor
tanaman bahan makanan belum tersusun, karena masih didominasi oleh
tengkulak, bukan oleh kelompok tani.
d. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan, padi dan jagung serta ubi jalar
menjadi salah satu pilihan dalam pengembangan perekonomian Kabupaten
Bandung.
e. Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten
Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan kelompok tani
atau koperasi yang dibina oleh pemerintah daerah, dengan tujuan agar
masyarakat bisa mengatur tata kelola dan tata niaga untuk komoditas
tersebut, selain itu juga perlu dikembangkan IKM untuk pengolahan
makanan pada salah satu titik strategis yang akan mengolah komoditas
a. Fokus
Sama halnya dengan penilaian sub sektor sebelumnya, untuk penentuan
fokus pengembangan kawasan ditentukan berdasarkan kontribusi sektor
terhadap PDRB, dan perhitungan LQ kecamatan di Kabupaten Bandung,
untuk sub sektor holtikultura dengan komoditas sayur-mayur dan buah-
buahan, maka Kabupaten Bandung dengan topografi pegunungan
merupakan salah satu daerah yang menjadi penyuplai sayuran (kentang)
dan buah-buahan (strawbery dan jambu biji) di Provinsi Jawa Barat.
b. Industri Penunjang
Seperti diketahui, beberapa wilayah di Kabupaten Bandung telah di
identifikasi melalui kajian One Village One Product (OVOP) oleh
Kementerian Perindustrian sebagai penghasil strawberry untuk wilayah
Jawa Barat. Selain itu juga untuk sub sektor perkebunan, wialayah
Kabupaten Bandung bagian selatan memiliki potensi teh yang cukup besar
pula, sehingga jika terus dikembangkan, maka potensi tersebut bisa
berubah menjadi komoditas unggulan Kabupaten Bandung.
d. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan. Keberadaan potensi komoditas dan
industri olahannya diharapkan dapat memberi dampak berganda yang
positif terhadap kegiatan sektor lainnya terutama sektor perdagangan dan
sektor pariwisata.
e. Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten
Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan UKM di
Kecamatan Pasir Jambu yang akan mengolah komoditas sayuran
(Kentang) dan buah-buahan (strawberry dan jambu biji), pengembangan
UKM untuk pengolahan makanan tersebut nantinya bisa diinisiasi dan
dibina oleh pemerintah daerah.
a. Fokus
Gambar 6. 3
Wilayah Kecamatan dengan Sub Sektor Basis Peternakan
b. Industri Penunjang
Kondisi sub sektor peternakan di Kabupaten Bandung saat ini, masih
memberikan angka nilai tambah yang kecil dalam proses produksinya,
c. Target Pasar
Target pasar yang bisa dicapai yakni melakukan ekspor ke luar wilayah
Kabupaten Bandung untuk peternakan ayam dan itik, sedangkan untuk
peternakan sapi dan hasilnya yang saat ini telah mendapatkan pasar utama
yakni industri-industri pengolahan makanan dan minuman di sekitar
wilayah Jawa Barat.
d. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri
pengolahan makanan diharapkan dapat memberi dampak berganda yang
positif terhadap kegiatan sektor lainnya. selain itu juga perlu
dikembangkan keterkaitan dengan sektor pariwisata, karena tingginya
minat wisatawan untuk mengetahui proses pemerahan sapi perah.
e. Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten
Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan UKM pada salah
satu titik strategis yang akan mengolah komoditas sapi perah.
pengembangan UKM untuk pengolahan makanan tersebut nantinya bisa
dibina olehh pemerintah daerah.
Tanaman Peternakan
Tanaman
TAHUN PERTANIAN Bahan dan Hasil-
Perkebunan
Makanan hasilnya
2007 1,371,807.74 964,613.57 208,135.54 158,625.37
2008 1,426,244.50 1,003,335.18 217,140.10 164,117.38
2009 1,502,003.49 1,057,171.63 228,775.99 172,980.14
2010 1,602,050.01 1,130,485.87 241,385.29 184,669.31
2011* 1,667,147.89 1,176,764.90 251,705.52 191,846.69
2012* 1,743,796.47 1,231,910.24 262,844.03 200,546.15
2013* 1,820,445.05 1,287,055.57 273,982.54 209,245.61
2014* 1,897,093.63 1,342,200.91 285,121.06 217,945.06
2015* 1,973,742.21 1,397,346.24 296,259.57 226,644.52
* Angka Proyeksi
Sumber : BPS, Data Diolah
a. Fokus
Gambar 6. 4
Wilayah Kecamatan dengan Sektor Basis Industri Pengolahan
b. Sektor Penunjang
Kondisi sektor pertanian yang menjadi sektor basis di Kabupaten Bandung
saat ini, harus terus dioptimalkan, sehingga seluruh produk atau komoditas
pertanian yang diekspor keluar Kabupaten Bandung tidah hanya sebatas
bahan baku (raw material), namun telah mengalami proses pengolahan
terlebih dahulu, sehingga tercipta nilai tambah baru dalam setiap proses
produksi yang dilakukannya.
Di sisi lain, sektor industri yang saat ini ada, seperti industri tekstil harus
lebih ditingkatkan lagi dari sisi produktivitasnya, kemudian diharapkan
adanya pekembangan industri kreatif akhir ini juga bisa menjadi sebuah
peluang yang harus dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten
Bandung, yakni dengan cara, bekerjasama dengan sektor industri tekstil,
untuk dilakukan proses kerjasama dalam rangka pengembangan indsutri
c. Target Pasar
Target pasar yang saat ini telah dilakukan yakni ekspor kebeberapa negara,
baik di asia, eropa maupun amerika.
d. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri
sektor indsutri kreatif dalam mengembangan rantai nilai pada sektor
industri pengolahan.
e. Pengembangan Kelembagaan
Untuk meningkatkan nilai tambah yang diciptakan oleh Kabupaten
Bandung, maka bisa diinisiasi dengan mengembangkan IKM yang
difasilitasi oleh pemerintah dalam pengembangan industri kreatif tersebut..
Gambar 6. 5
Wilayah Kecamatan dengan Sektor Basis Industri Pengolahan
a. Fokus
Untuk itu dalam kurun waktu 5 tahun ke depan, tren prekembangan sektor
jasa bisa terus dikembangkan, dengan cara mensinergikan keunggulan
wilayah-wilayah yang memiliki potensi wisata dengan peningkatan
kualitas infrastruktur.
Target Pasar
Target pasar dari sektor jasa (PHR) adalah para wisatawan domestik dan
mancanegara, selain itu juga tren perkembangan dalam 5 tahun terakhir
pihak pnyelengga sering mengadakan acara Meeting, Incentive,
Convention and Exhibition (MICE) di sekitar Bandung (kota dan
kabupaten)
b. Analisis Keterkaitan
Analisis keterkaitan ke belakang dan ke depan diperlukan untuk
menentukan sektor penggerak utama ekonomi di Kabupaten Bandung.
Berdasarkan kriteria produk unggulan, maka keterkaitan kedepan industri
sektor industri kreatif dan sektor pertanian.
c. Strategi Pengembangan
Pengembangan komoditas peternakan saat ini bisa diarahkan kepada
peningkatan nilai tambah yang bisa diciptakan dalam proses produksi
tersebut antara lain :
untuk itu dalam 5 tahun kedepan bisa diprediksi perkembangan sektor jasa
(PHR) akan terus meningkatkan peranananya dalam struktur PDRB
Kabupaten Bandung, dan diperkirakan pada tahun 2015 sektor PHR akan
memberikan kontribusi kepada PDRB sebesar Rp. 4, 543 miliar, seperti
pada tabel dibawah ini.
PERDAGANGAN,
Perdagangan
TAHUN HOTEL & Hotel Restoran
Besar & Eceran
RESTORAN
2007 2,819,715.76 2,338,657.77 2,726.94 478,331.05
2008 2,994,763.36 2,480,600.77 2,888.40 511,274.19
2009 3,211,277.00 2,675,061.64 3,053.38 533,161.98
2010 3,474,808.55 2,888,561.75 3,275.02 582,971.78
2011* 3,670,589.17 3,056,763.69 3,438.24 610,387.24
2012* 3,888,768.37 3,241,180.97 3,619.16 643,968.24
2013* 4,106,947.57 3,425,598.25 3,800.08 677,549.23
2014* 4,325,126.77 3,610,015.53 3,981.00 711,130.23
2015* 4,543,305.97 3,794,432.82 4,161.92 744,711.23
* Angka Proyeksi
Sumber : BPS, Data Diolah
Tabel 8. 2
Analisis Kebutuhan Investasi
Pertumbuhan ekonomi 5.87 %
selisih penduduk mengganggur (140,779) orang
Angka Penyerapan Tenaga Kerja setiap 1%
23,984 orang
pertumbuhan ekonomi
Rata-rata Nilai ICOR 2.12
Target peunurunan Pengangguran (di asumsikan
setengahnya dari jumlah penduduk menganggur 130,451 orang
tahun terakhir)
Target Pertumbuhan Ekonomi yang ingin dicapai 5.44 %
Kebutuhan investasi 2,269,866,529,670 Rupiah
Sumber : BPS data diolah
Dengan mengacu kepada hasil ICOR dan total output di Kabupaten Bandung,
maka diperoleh hasil kebutuhan investasi sebanyak Rp 2,269,866,529,670
Kebutuhan investasi tersebut telah memperhatikan kepada asums-asumsi yang
telah ditetapkan, seperti angka pengangguran yang ingin diturunkan dari total
angka pengangguran terakhir di Kabupaten Bandung. Sedangkan target
pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai, merupakan hasil dari pencapaian yang
ingin diperoleh dari tingkat pengangangguran yang ingin diturunkan.
Tabel 8. 3
Proyeksi Kebutuhan Tenaga Kerja
Indikator Satuan 2011 2012* 2013* 2014* 2015*
Jumlah Angkatan
orang 1,349,059 1,094,283 983,252 872,221 761,190
Kerja
Jumlah Penduduk
orang 133,796 52,104 26,052 13,026 6,513
Menganggur
Sumber : BPS
Pengembangan Peran
NO Konteks Potensi &
Sektor Potensial Sektor Pelaku
Mewujudkan Prospek Infrastruktur
Produktif
Kebijakan Investasi
1. Pengembangan
Sektor Pertanian
Pengembangan Peran
NO Konteks Potensi &
Sektor Potensial Sektor Pelaku
Mewujudkan Prospek Infrastruktur
Produktif
Kebijakan Investasi
Pengembangan
Regulasi yang Pengembangan Penyediaan Sektor terkait Pemerintah
Pengolahan hasil
jelas dan tegas. industri infrastruktur dalam
pertanian
pengolahan pendukung pengembangan Swasta
Koordinasi hortikultura dan pertanian
dengan semua produk Penyediaan
pihak terkait. turunannya pabrik
pengolahan hasil
Teknologi pertanian
yang tepat
guna.
Pembiayaan
yang jelas.
Promosi yang
real dan lokasi
siap pakai.
Pengembangan
Menjadi Pengembangan Idem Idem Pemerintah
industri hasil buah-
komoditas industri makanan
buahan (Straberry)
unik dan dan minuman Swasta
potenisl bagi berbasis pada
straberry
Peningkatan
Idem Pengembangan Idem Idem Pemerintah
produktivitas
Industri
peternakan
pengolahan Swasta
makanan dan
produk
turunannya
berbasis pada
produk
peternakan.
2. Pengembangan
Sektor Perkebunan
Pengembangan Peran
NO Konteks Potensi &
Sektor Potensial Sektor Pelaku
Mewujudkan Prospek Infrastruktur
Produktif
Kebijakan Investasi
3. Sektor Industri
Pembiayaan
yang jelas.
3. Sektor Jasa
APBN
Sumber lainnya, seperti kemitraan, Sistem BOT, BOO, BOL, joint venture
dan swadaya masyarakat.
Pada umumnya untuk masyarakat (PMDN) dan sektor swasta (PMA dan
PMDN) selalu memperhitungkan faktor keuntungan dan biaya sebagai salah
satu faktor utama dalam menentukan keputusannya dalam menanamkan
modalnya, sehingga untuk beberapa sektor yang bersifat sosial dan penunjang
bagi sektor produktif (infrastruktur) penanaman modalnya dilakukan oleh
pemerintah.
PEMERINTAH
SEKTOR
INVESTASI INFRASTRUKTUR
STRATEGIS
SWASTA MASYARAKAT
LOKASI
SPASIAL
TATA RUANG
Tabel 8. 4
Tahapan Umum Pengengembangan Grand Design Kabupaten Bandung
No RENCANA AKSI 2011 2012 2013 2014 2015 INSTANSI
1. Konsolidasi BAPPEDA
4. Pengembangan Dinas
Kualitas SDM Koperasi,
UKM dan
Perindag
Tabel 9. 5
Tahapan Pengembangan Industri Inti , Penunjang dan Industri Terkait
Industri Inti Industri Penunjang Industri Terkait
Pasar SDM
Grand Design Ekonomi Kabupaten Bandung memiliki fungsi sebagi acuan bagi
Pemerintah Kabupaten Bandung dalam menyusun program lima tahunan ataupun
program tahunan. Indikasi program-program akan diarahkan kepada penanaman
modal sebagai bagian dari penjabaran kebijakan dan rencana penanaman modal
yang telah ditetapkan kedalam program-program sektoral. Indikasi program dalam
Masterplan Penanaman Modal ini dijabarkan secara sektoral untuk kawasan atau
bagian wilayah Provinsi. Jangka waktu perencanaan program selama 5 tahun
mengingat masa jabatan kepala daerah adalah 5 ahun. Dalam kurun waktu
tersebut diharapkan seluruh rencana yang telah disusun dapat dilaksanakan
sehingga tujuan dan sasaran pengembangan penanaman modal Kabupaten
Bandung yang telah ditetapkan dapat dicapai pada akhir tahun perencanaan.
1 KONSOLIDASI
Bandung
Swasta Swasta
endownmwent
33. Pengembangan APBD Kabupaten
Jalan Lingkar Selatan Kabupaten, Bandung,
Kabupaten Bandung Swasta Swasta
10.1 Kesimpulan