Disusun oleh:
Agung Suharyana
Latar Belakang
Permasalahan buruh menjadi masalah mendasar di negara Indonesia. Keberadaan
buruh yang kurang diperhatikan secara layak menyebabkan permasalahan buruh
mengalami kontroversi hingga saat ini, sehingga timbul kesenjangan yang terjadi diantara
beberapa pihak seperti buruh dengan perusahaan. Semenjak Indonesia mengalami krisis
ekonomi dan politik pada pertengahan tahun 1990-an, dunia ketenagakerjaan mengalami
dampak buruk yang cukup luar biasa. Krisis ekonomi membuat banyak perusahaan
skala kecil menengah mengalami kesulitan beroperasi. Akibat hal tersebut banyak
investor asing yang menarik modal dari Indonesia dan mengalihkan investasi ke negara
lain.
Hingga saat ini hasil di lapangan menunjukkan, fenomena ketidakadilan dan
tindakan sebelah pihak yang dialami buruh masih terjadi. Penutupan tiga pabrik Toshiba
dan Panasonic di Indonesia sebagai contoh membawa dampak terhadap Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK) sebanyak lebih dari 2.500 karyawan akibat lesunya penjualan
produk elektronik yang berdampak pada penurunan daya beli masyarakat1. Menurut
Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, 26.000 karyawan buruh terkena PHK sampai
Senin 31 Agustus 2015. Pemutusan kerja sebagai akibat dari melemahnya nilai tukar
rupiah dan melambatnya perekonomian dalam negeri. Menurut Asosiasi Pengusaha
Indonesia (Apindo), perusahaan yang melakukan PHK kepada para pekerja banyak
terjadi di wilayah-wilayah Tangerang, Bekasi, Solo, dan Jawa Tengah2. Akibat fenomena
terssebut pengangguran di Indonesia meningkat 320 ribu jiwa pada Agustus 2015.
Disisi lain, dimulainya Masyarakat Ekonomi ASEAN di tahun 2016
mengisyaratkan bahwa persaingan tenaga kerja semakin ketat karena tenaga kerja asing
dengan mudah masuk ke Indonesia. Secara kuantitas, jumlah penduduk Indonesia jauh
lebih banyak dibandingkan dengan negara-negara lain dalam ASEAN. Namun persaingan
secara kuantitas tidak akan memenangkan persaingan ketika kualitas masih jauh
dibawahnya. Oleh karena itu, masalah tenaga kerja Indonesia bukan hanya menyangkut
jumlah dan kesempatan kerja saja, melainkan juga kualitas yang masih rendah (Ruhimat
2011).
Berbagai permasalahan di atas, menunjukkan kondisi buruh yang tidak
menguntungkan. Kehadiran negara yang semula diharapkan dapat memberikan jaminan
kepastian hukum atas hak-hak dasar pekerja/buruh, justru terkesan represif bahkan
2
Urgensi masalah
Secara umum terdapat 5 masalah mendasar yang dihadapi buruh: (1) Perusahaan
tidak melakukan klasifikasi terhadap pekerjaan utama (core business) dan pekerjaan
penunjang perusahaan (non core business) yang merupakan dasar dari pelaksanaan
kontrak kerja (alih daya). (2) Hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan vendor tidak
dibuat dalam bentuk perjanjian kerja secara tertulis, sehingga status pekerja/buruh
menjadi tidak jelas. (3) Vendor membayar upah murah yang tidak sesuai dengan standar
upah minimum dan kebutuhan hidup layak bagi pekerja/buruh. (4) Tidak diterapkannya
waktu kerja dan waktu istirahat bagi pekerja/buruh, serta perhitungan upah kerja lembur
yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur
dan Upah Kerja Lembur. (5) Secara umum vendor tidak menerapkan norma Keselamatan
dan Kesehatan Kerja bagi pekerja/buruhnya
Tujuan
Tujuan penulisan adalah: (1) Menganalisis Permasalahan buruh di Indonesia
akibat fluktuasi ekonomi dunia dan nasional; (2) Memberikan solusi alternatif dalam
bentuk penciptaan standarisasi penataan buruh guna meningkatkan kesejahteraan buruh
selaku pelaku ekonomi dan (3) Merumuskan strategi implementasi terhadap solusi yang
diciptakan sebagai perancangan awal yang terintegrasi.
1. Fiki Ariyanti. 2016. Pabrik Toshiba dan Panasonic Tutup, 2.500 Buruh Kena PHK. Diakses pada : Portal
CBN,http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybernews/detail.aspx?x=Economy&y=cybernews%7C0%7C0%7C3%7C23326,
[Internet][19 Januari 2016]
2. Syahrul Ansyari. 2016. Buruh Indonesia Kembali Resah. Diakses pada: VIVA.co.id,
http://fokus.news.viva.co.id/news/read/668482-buruh-indonesia-kembali-resah, [Internet][19 Januari 2016]
3
Tinjauan Pustaka
Buruh bukanlah istilah baru di Indonesia, melainkan telah ada sejak zaman dahulu.
Menurut Prof. Imam Soepomo, SH Buruh adalah seseorang yang menjalankan pekerjaan
untuk majikan, dalam hubungan kerja dengan menerima upah. Sedangkan menurut UU
Kecelakaan, Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 pengertain buruh adalah tiap orang
yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dengan
mendapat upah. Sehingga terdapat 2 kunci utama terkait buruh, yakni:
1. Secara yuridis, buruh adalah bebas, karena prinsip negara yang menyatakan tidak ada
orang yang boleh diperbudak
3. BPS. 2015. Labour force situation: February 2015, Badan Pusat Statistik, Jakarta
4. Artikel. Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia. Juli 2015. Maju Perlahan. Diakses pada:
http://www.worldbank.org/in/news/feature/2015/07/08/indonesia-economic-quarterly-july-2015 [Internet] 20 Januari
2016]
4
2. Secara sosiologis adalah tidak bebas, sebagai sebagai orang yang tidak mempunyai
bekal hidup selain daripada tenaganya, maka seseoragn terpaksa bekerja untuk orang
lain dan majikan yang menentukan syarat-syarat kerja.
Menurut Bertens (2007), terdapat Peranan Perusahaan dalam Masalah Perburuhan,
diantaranya:
1. Perusahaan memberikan informasi tentang situasi bisnis dan kebijaksanaan
manajemen.
2. Melibatkan karyawan dalam perencanaan korporat
3. Mempraktekkan prinsip Islam yaitu melihat Upah berkaitan dengan konsep Moral
4. Menerapkan ramburambu pengupahan dalam Islam yakni adil dan layak. Adil
bermakna 2 hal ; (1) jelas dan transparan, (2) proporsional. Sedangkan Layak
bermakna 2 hal;(1), cukup pangan, sandang dan papan, (2), sesuai dengan pasaran.
5. Selalu berpedoman pada kode etik perusahaan yang didalamnya menyoal
tentang perusahaan harus melindungi karyawannya5.
Di sisi lain Hubungan kerja Menurut Imam Soepomo (1990) adalah suatu
hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja hendak
menunjukkan kedudukan kedua pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak
dan kewajibankewajiban buruh terhadap majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban
majikan terhadap buruh6. Berdasarkan pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan, hubungan kerja adalah suatu hubungan antara
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan
perintah. Pada dasarnya hubungan kerja terjadi setelah diadakan perjanjian kerja antara
pekerja/buruh dengan pengusaha. Perjanjian ini disebut perjanjian kerja.
Menurut Halili Toha dan Hari Pramono (1987), Dasar- dasar hubungan kerja,
meliputi: a) Pembuatan perjanjian kerja karena merupakan titik tolak adanya suatu
hubungan kerja; b) Kewajiban buruh melakukan pekerjaan pada atau di bawah pimpinan
majikan, yang sekaligus merupakan hak majikan atas pekerjaan dari buruh; c) Kewajiban
majikan membayar upah kepada buruh sekaligus merupakan hak buruh atas upah; d)
Berakhirnya hubungan kerja, dan 33 e) Caranya perselisihan antara pihak-pihak yang
bersangkutan diselesaikan dengan sebaik-baiknya7.
Secara teori Kebutuhan hidup layak (KHL) diatur dalam Permenakertrans No.
17/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian KHL, yang
5. Soepomo, Imam, Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan Kerja (Perlindungan Kerja), Jakarta: Pradnya Paramitha, 1981
6. Bertens, K., Pengantar Etika Bisnis, penerbit Kanisius, Cetakan ke7, 2007, Yogyakarta
7. Halili Toha & Hari Pramono. Hubungan Antara Majikan dan Buruh. (Cet. II; PT. Rineka Cipta:Jakarta, 1991)
5
menyatakan bahwa KHL adalah standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang
buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk
kebutuhan 1 (satu) bulan, dan berlaku bagi buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu)
tahun (pasal 4). Komponen KHL adalah kebutuhan dasar yang meliputi: Pangan
(makanan dan minuman 11 jenis), papan (perumahan dan fasilitas 19 jenis), sandang (9
jenis), pendidikan (1 jenis), kesehatan (3 jenis), transportasi (1 jenis), rekreasi dan
tabungan (2 jenis).
dengan kebijakan pasar tenaga kerja aktif. Berikut ini penjelasan flexicurity system dalam
program AWL:
1. Sisi pertama, aturan untuk merekrut dan memecat. Pengusaha mudah untuk
memberhentikan pegawai saat ekonomi turun dan memudahkan merekrut saat
ekonomi tumbuh tanpa harus mengeluarkan biaya iklan lowongan pekerjaan.
2. Sisi kedua, keamanan program berupa user name dan password. Artinya hanya
perusahaan dan buruh (aktif dan pasif) yang dapat mengakses. Tidak hanya itu,
sistem keamanan yang diterapkan mengurangi tingkat pihak ketiga dalam proses
negosiasi. Aplikasi AWL yang disediakan mecakup tiga menu utama. Berikut menu
utama aplikasi AWL yang disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Menu Utama Aplikasi AWL.
No Tahapan Keterangan
1 Pre-Employment Identifikasi Perusahaan dan menjalin hubungan melalui pengembangan
jaringan dengan menampilkan Data base semua perusahaan yang
membuka lowongan pekerjaan. Memungkinkan setiap buruh yang masih
bekerja atau sudah di PHK dapat mengakses dan mencari informasi
lowongan kerja yang disediakan perusahaan memalui menu
“Recruitment”
2. Job Placement Menampilkan data base semua buruh yang aktif dan pasif (buruh yang
di PHK) dengan memuat profil dan tingkat kinerja yang sudah dinilai
oleh perusahaan sebelumnya melalui simbol bintang yang diberikan. Hal
ini dilakukan untuk pencocokan keterampilan individu dengan tuntutan
pekerjaan yang diperlukan sebagai aspek penting dari penempatan kerja.
Data base profil dan kinerja buruh ditampilkan dalam menu “List of
Labor”
3 Post Placement Memberikan dukungan yang berkelanjutan untuk mengidentifikasi
akomodasi tempat kerja yang sesuai melalui kotak keluhan sekaligus
memecahkan masalah di sekitar masalah perburuhan melalui menu
“Advancement”.
Program Automatic Welfare Of Labor (AWL) akan difokuskan pada penataan
buruh yang berstandar internasional. Penataan yang dibuat berintegrasi dengan aplikasi
AWL yang telah disiapkan. Terdapat beberapa aktivitas dalam proses standarisasi buruh
dalam program AWL. Aktivitas proses standarisasi dalam program Automatic Welfare Of
Labor dijabarkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Langkah Strategis Penataan Buruh dalam Program Automatic Welfare Of Labor
No. Tahapan Aktivitas
1 Perekrutan Perencanaan: Mengidentifikasi kebutuhan tenaga kerja, melakukan
analisis pekerjaan (menentukan sifat yang tepat dari posisi yang akan
diisi) dan desain pekerjaan (menentukan pekerjaan yang harus
dilakukan, material dan peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan )
Rekrutmen: Menarik orang untuk melamar posisi dalam bisnis
7
Dari sisi jaminan sosial, Labor Card menjadi daya tarik dalam Program AWL.
Labor Card berintegrasi dengan dinas ketenagakerjaan, dinas kesehatan dan lembaga
asuransi dalam memberikan jaminan sosial kepada buruh. Menurut Edward dan
Christopher (2006), orang tidak otomatis masuk kerja, terus bekerja, atau bekerja keras
untuk sebuah organisasi. Berikut fungsi masing-masing institusi dalam program
Automatic Walfare of Labor:
1 Dinas Tenaga Kerja : o Legalitas kaum buruh, dengan status buruh yang
sah dihadapan hukum
2 Dinas Kesehatan : o Menjamin kesehatan para buruh selama proses
kerja dan setelah pemutusan kerja
3 Asuransi jiwa : o Meningkatkan kualitas dan dan kinerja buruh.
o Jaminan keselamatan kerja
Selama masa aktif kerja, setiap buruh tidak hanya mendapatkan upah. Hak buruh
aktif dan pasif pada program Automatic Walfare of Labor dijabarkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Hak buruh aktif dan pasif pada program Automatic Walfare of Labor
Hak Buruh Buruh aktif Buruh pasif
Upah √ -
Jaminan pemeliharaan kesehatan √ √
Jaminan kecelakan kerja √ -
Jaminan hari tua √ -
Tunjangan hari raya √ -
Bantuan pinjaman √ -
Biaya transport √ -
Bantuan beasiswa pendidikan anak √ -
Bantuan kebutuhan pokok √ -
Intensif √ -
Modal usaha √ √
Akses informasi √ √
Program AWL menarik, karena buruh yang di PHK akan tetap mendapatkan
jaminan kesehatan selama 3 bulan terhitung saat surat PHK diberikan. Tidak hanya itu,
setiap buruh yang di PHK akan mendapatkan dana berupa modal usaha. Pemberian modal
usaha ditujukan untuk mendorong buruh berwirausaha sebagai bentuk pekerjaan
alternatif sebelum mendapatkn pekerjaan. Besarnya jaminan, bantuan, modal usaha dan
intensif dikembalikan kepada setiap perusahaan selaku pihak pemberi.
9