dilaksanakan pada 2016 mendatang masih menyisakan tanda tanya. Terutama bagaimana
mekanisme pelaksanaan pasar bebas ini, langkah antisipasi pemerintah, dan implikasinya
bagi banyak sektor di Indonesia
Salah satunya adalah persoalan ketenagakerjaan. Hingga saat ini, regulasi arus tenaga kerja
secara bebas masuk ke Indonesia. Secara terpisah sudah ada sejumlah regulasi parsial tentang
tenaga kerja asing di bidang industri pengolahan minuman, dan bidang di bidang energi.
Kalau pada akhirnya ketenagakerjaan menjadi bebas masuk ke dalam negeri, bagaimana pula
wajah tenaga kerja Indonesia untuk bersaing bersama anggota peserta AEC 2015?
Sektor tenaga kerja di Indonesia menghadapi tiga permasalahan utama yang dapat
mempengaruhi daya saing tenaga kerja. Pertama, persoalan kesempatan kerja yang terbatas.
Situasi ini, disebabkan karena pertumbuhan ekonomi yang belum mampu menyerap angkatan
kerja yang masuk ke dalam pasar kerja dan jumlah penganggur riil. Kedua, rendahnya
kualitas angkatan kerja. Berdasarkan data BPS Agustus 2013, rendahnya kualitas angkatan
kerja terlihat dari perkiraan komposisi angkatan kerja yang sebagian besar berpendidikan SD
ke bawah yang masih mencapai 52 juta orang atau 46,95 persen. Ketiga, masih tingginya
tingkat pengangguran. Berdasarkan data BPS, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia
pada Agustus 2013 mencapai 6,25 persen atau meningkat dari Februari 2013 yang tercatat
5,92 persen dan Agustus 2012 yang sebesar 6,14 persen.
Melihat hal tersebut, kondisi ini mengharuskan Indonesia untuk mencari terobosan dan
pemecahan agar tenaga kerja sebagai aset bangsa tidak menjadi beban di kemudian hari bagi
pembangunan. Kondisi ini mengharuskan kita mencari suatu pemecahan yang tidak lagi
bersifat normatif tetapi ke arah terobosan (breathrough) agar tenaga kerja sebagai aset bangsa
tidak justru menjadi beban di kemudian hari bagi pembangunan.
Setidaknya dua aspek penting ketenagakerjaan di Indonesia yakni Sumber Kekayaan Alam
(SKA) dan Sumber Daya Manusia (SDM). Sumber kekayaan alam tidak akan berarti dan
menyejahterakan rakyat jika tidak dikelola oleh tenaga kerja yang kompeten dan berkualitas.
Tenaga kerja mempunyai peran dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan
tujuan pembangunan itu sendiri.
Masalah lain yang dihadapi Indonesia adalah kenaikan upah yang signifikan dalam konteks
UMR (Upah Minimum Regional), isu pekerjaan yang bersifat outsourcing, dan ancaman
pengangguran.
Disamping itu, dalam menghadapi MEA 2015, persoalan tenaga kerja di Luar Negeri masih
banyak menyisakan perkerjaan rumah. Landasan hukum terkait penempatan tenaga kerja
Indonesia ke luar negeri adalah Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKLN).
Namun, ketika dibaca dan ditelaah secara kritis, UU ini dinilai lebih banyak mengatur
prosedural dan tata cara penempatan TKI ke luar negeri, dan hanya sedikit mengatur hak-hak
dan jaminan perlindungan hak-hak buruh migran dan anggota keluarganya.
MEA 2015 akan mendorong liberalisasi pangan melalui pengintegrasian sektor pertanian dan
perikanan Negara-negara ASEAN. Sebagai informasi, bahwa Indonesia merupakan produsen
terbesar ikan di dunia dengan total produksi sebesar 19,56 juta ton pada 2013, dan produsen
terbesar beras di dunia sebesar 36,55 juta ton.
Namun, hingga saat ini evaluasi terhadap kebijakan subsidi belum terjawab dengan solusi
yang tepat. Harapan adanya penambahan alokasi subsidi benih dan pupuk bagi petani dan
pemberian subsidi BBM yang tepat sasaran kepada nelayan.
Untuk itu, diperlukan strategi baru perlindungan petani dan nelayan Indonesia, terlebih dalam
menghadapi MEA 2015. Strategi dimaksud meliputi intervensi negara dalam mereduksi
hegemoni industri dalam kegiatan hulu-hilir pertanian maupun perikanan rakyat.
Berlakunya MEA hanya tinggal hitungan bulan diakhir tahun 2014 ini karena sejak awal
tahun depan MEA akan segera berlaku. Kesiapan Indonesia sangat diperlukan menghadapi
MEA bila tidak ingin Negara Indonesia akan menjadi pasar bagi negara ASEAN lainnya.
Kesiapan Indonesia diperlukan tidak hanya pada proteksi produk dalam negeri namun juga
pada sisi dunia ketenagakerjaan. Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang
Ketenagakerjaan, definisi ketenagakerjaan itu sendiri adalah segala hal yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Bekerja
merupakan cara manusia mendapatkan harkat dan martabatnya sebagai manusia meskipun
selalu harus dihadapkan dengan kenyataan terbatasnya lapangan kerja di negara ini. Padahal
bila mengkristalisasi tujuan kedua dari tujuan nasional dalam UUD NRI Tahun 1945, maka
akan bisa dimaknai bahwa negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan
sehingga hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak adalah jaminan sekaligus hak
konstitusional setiap warga negara karena dengan bekerja akan dapat meningkatkan
kesejahteraan seseorang.
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk paling banyak di kawasan Asia
Tenggara. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat mengakibatkan jumlah
angkatan kerja juga terus meningkat setiap tahunnya di tengah kesempatan kerja yang
terbatas karena pertumbuhan ekonomi belum mampu menyerap angkatan kerja tersebut
masuk ke dalam pasar kerja. MEA yang akan dimulai awal tahun depan tersebut tentu akan
memberikan dampak positif dan negatif bagi negara Indonesia.
Dampak positifnya dengan adanya MEA, tentu akan memacu pertumbuhan investasi baik
dari luar maupun dalam negeri sehingga akan membuka lapangan pekerjaan baru. Selain itu,
penduduk Indonesia akan dapat mencari pekerjaan di negara ASEAN lainnya dengan aturan
yang relatif akan lebih mudah dengan adanya MEA ini karena dengan terlambatnya
perekonomian nasional saat ini dan didasarkan pada data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
pengangguran per februari 2014 dibandingkan Februari 2013 hanya berkurang 50.000 orang.
Padahal bila melihat jumlah pengguran tiga tahun terakhir, per Februari 2013 pengangguran
berkurang 440.000 orang, sementara pada Februari 2012 berkurang 510.000 orang, dan per
Februari 2011 berkurang sebanyak 410.000 orang (Koran Sindo, Selasa, 6 Mei 2014).
Dengan demikian, hadirnya MEA diharapkan akan mengurangi pengangguran karena akan
membuka lapangan kerja baru dan menyerap angkatan kerja yang ada saat ini untuk masuk ke
dalam pasar kerja.
Adapun dampak negatif dari MEA, yaitu dengan adanya pasar barang dan jasa secara bebas
tersebut akan mengakibatkan tenaga kerja asing dengan mudah masuk dan bekerja di
Indonesia sehingga mengakibatkan persaingan tenaga kerja yang semakin ketat di bidang
ketenagakerjaan. Saat MEA berlaku, di bidang ketenagakerjaan ada 8 (delapan) profesi yang
telah disepakati untuk dibuka, yaitu insinyur, arsitek, perawat, tenaga survei, tenaga
pariwisata, praktisi medis, dokter gigi, dan akuntan (Media Indonesia, Kamis, 27 Maret
2014). Hal inilah yang akan menjadi ujian baru bagi masalah dunia ketenagakerjaan di
Indonesia karena setiap negara pasti telah bersiap diri di bidang ketanagakerjaannya dalam
menghadapi MEA.
Bagaimana dengan Indonesia? Dalam rangka ketahanan nasional dengan tetap melihat
peluang dan menghadapi tantangan bangsa Indonesia di era MEA nantinya, khususnya
terhadap kesiapan tenaga kerja Indonesia sangat diperlukan langkah-langkah konkrit agar
bisa bersaing menghadapi tenaga kerja asing tersebut.
2. KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM
MENGHADAPI MEA
Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian atau catatan bagi dunia ketenagakerjaan
sebelum saatnya negara kita benar-benar akan memasuki MEA.
Sebagai contoh, dalam setiap orasi atau demo yang dilakukan oleh kalangan pekerja,
penerapan sistem kontrak dan outsourcing yang didasari oleh Undang-Undang ini dianggap
telah memperlemah posisi buruh karena tidak ada kepastian kerja, kepastian upah, bahkan
kepastian tunjangan kesejahteraan lainnya sehingga pekerja/buruh meminta hal tersebut
untuk dihapus. Bahkan pemerintah seringkali dituding telah banyak menghapus atau
mengubah berbagai peraturan yang bersifat protektif demi masuknya investasi ke negara
Indonesia.
Selanjutnya, dengan telah diuji materilkannya beberapa kali Undang- Undang ini ke
Mahkamah Konstitusi telah mengakibatkan beberapa pasal yang telah diputus dalam uji
materiil tersebut sehingga mengakibatkan perlu segera ditindaklanjuti. Dengan telah
dibatalkannya beberapa Pasal seperti misalnya Pasal 120 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 155 ayat
(2), dan Pasal 158, keberadaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengakibatkan Undang-Undang ini menjadi tidak utuh lagi sehingga
Undang- Undang tersebut memang layak untuk segera disempurnakan kembali. Namun,
perubahan atau penggantian Undang- Undang tentang Ketenagakerjaan tak semudah seperti
membalikkan telapak tangan. Rencana revisi Undang-Undang tersebut sebenarnya pernah
terjadi tahun 2006, dan saat itu pemerintah menarik kembali usulan revisi karena ada tarik-
menarik kepentingan yang cukup kuat antara kepentingan buruh dan pengusaha. Hal Ini
pulalah yang mengakibatkan rencana perubahan atau penggantian Undang-Undang tentang
Ketenagakerjaan tersebut menjadi sulit karena kepentingan antara pekerja dan pengusaha
sulit mencapai titik yang ideal.
Berdasarkan teori Radbruch, suatu peraturan atau hukum baru dapat dikatakan baik apabila
memenuhi tiga syarat, yaitu secara filosofis dapat menciptakan keadilan, secara sosiologis
bermanfaat, dan secara yuridis dapat menciptakan kepastian (Satjipto Rahardjo, 1980).
Dibuatnya peraturan di bidang ketenagakerjaan memang bertujuan untuk mencapai
kedamaian dan memenuhi ketiga syarat tersebut. Pemerintah seharusnya hadir untuk
melindungi dengan memberikan perlindungan khususnya kepada pekerja
Indonesia dan bukan menjadi takluk bagi kepentingan para pemilik modal. Untuk
menghadapi MEA, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan diharapkan segera
disempurnakan untuk memenuhi ketiga syarat tersebut karena pekerja Indonesia adalah salah
satu komponen yang berpengaruh terhadap bidang ekonomi, politik, dan sosial di negara ini.
Rendahnya kualitas pekerja Indonesia bila dilihat dari tingkat pendidikan formal ini jelas
sangat mengkhawatirkan. Dengan sisa waktu yang sangat sempit ini, Pemerintah perlu
mencari terobosan dan cara singkat untuk meningkatkan ketrampilan dan kompetensi kerja
bagi SDM kita yang sesuai dengan kebutuhan pasar MEA nantinya dan bukan hanya
terobosan yang sifatnya normatif melalui Peraturan perundang-undangan. Perlindungan
melalui peraturan bukannya tidak penting, namun untuk saat ini diperlukan upaya riil karena
kita berpacu dengan waktu yang sempit. Salah satu upayanya bisa dengan mengoptimalkan
sarana prasarana yang ada baik dengan sering mengadakan workshop ataupun seminar bagi
angkatan kerja baru maupun pelatihan peningkatan kualitas skill bagi angkatan kerja yang
sudah ada. Sebagai perbandingan, di negara Vietnam mulai memberikan pelatihan bahasa
Indonesia bagi setiap tenaga kerjanya menghadapi MEA.
Dengan dimulainya MEA tentu akan ada masalah dalam komunikasi karena bahasa dari tiap-
tiap negara berbeda.
Pengenalan bahasa negara ASEAN lainnya atau minimal penguatan bahasa Internasional
seperti bahasa Inggris kepada pekerja atau masyarakat kita bisa dijadikan terobosan sebagai
upaya persiapan menghadapi MEA.
Selain itu, di era digital seperti saat ini, kebutuhan akan penguasaan atas teknologi bagi
tenaga kerja merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi karena perkembangan
teknologi berkembang sangat cepat. Oleh karena itu perlu adanya pelatihan bagi pekerja
Indonesia untuk belajar memahami dan terus meng-update teknologi terkini yang mendukung
setiap pekerjaannya.
Hal ini jelas akan meningkatkan keahlian mereka sehingga akan meningkatkan daya saing
mereka dengan pekerja dari negara ASEAN lainnya. Meskipun saat ini telah ada Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan
Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing sebagai upaya bentuk perlindungan
dan mengantisipasi globalisasi sektor jasa atau ketenagakerjaan ini, persiapan SDM Indonesia
di berbagai hal seperti mempelajari bahasa asing untuk berkomunikasi dan mengenal
teknologi terkini sangat penting dilakukan.
Artinya, perlu ada nilai lebih yang dimiliki pekerja Indonesia untuk ditawarkan kepada
pemberi pekerjaan agar dapat berhasil menghadapi MEA awal tahun depan tersebut.
Dari sisi kualitas, dengan adanya perubahan sistem pemerintahan yang awalnya sentaralistik
menjadi desentralistik mengakibatkan kewenangan pemerintahan saat ini lebih banyak
bertumpu pada pemerintahan kabupaten/kota. Namun, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) yang
seharusnya menjadi pelindung bagi pekerja bisa dikatakan belum dapat menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya dan mengetahui permasalahan tenaga kerja secara mendalam karena
seringkali latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja pengawas ketenagakerjaan
tersebut tidak mendukung. Hal ini diakibatkan pelaksanaan mutasi pegawai yang seringkali
kurang memperhatikan latar belakang pendidikan seseorang saat akan melakukan mutasi.
Dari sisi kuantitas, berdasarkan data yang didapat dari Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kemenakertrans), jumlah pengawas ketenagakerjaan pada tahun 2013 tercatat
sekitar kurang lebih 2.400 orang di Indonesia, dan para pengawas itu harus mengawasi
sekitar 216.000 perusahaan di Indonesia. Sebaran pengawas ketenagakerjaan itupun hingga
saat ini baru menjangkau kurang lebih 300 kabupaten/kota dari kurang lebih sebanyak 500
jumlah kabupaten/kota yang ada. Hal ini sangat kurang ideal mengingat disparitas yang
terlalu jauh antara jumlah penegak hukum dengan jumlah perusahaan yang harus diawasi.
Dengan jumlah yang tidak berimbang antara tenaga pengawas dan jumlah perusahaan, hal ini
jelas mengakibatkan pengawasan ketenagakerjaan menjadi tidak efektif karena kuantitas
SDM pengawas ketenagakerjaan yang belum sesuai dengan kebutuhan dilapangan. Untuk
mengatasi hal ini sudah seharusnya Pemerintah segera melakukan pendidikan dan pelatihan
secara berkesinambungan serta menginventarisasi kebutuhan jumlah pegawai pengawas
ketenagakerjaan, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten kota sehingga dapat
mengantisipasi derasnya investasi yang akan masuk ke Indonesia saat berlakunya MEA nanti.
KESIMPULAN
Mempersiapkan peraturan perundang-undangan, kualitas SDM pekerja Indonesia, dan
pengawas ketenagakerjaan secara maksimal merupakan beberapa hal yang perlu dipersiapkan
dalam menghadapi tantangan MEA. Tidak ada kata terlambat untuk menyiapkan dan
menerapkan strategi brilian untuk menghadapi MEA melalui sejumlah upaya aksi nyata di
tengah persiapan yang telah dilakukan oleh Pemerintah, pengusaha, dan pekerja saat ini.
Bahkan hari kebangkitan nasional pada bulan Mei tahun ini harus dijadikan momentum bagi
rakyat Indonesia dan generasi penerus untuk mendapatkan lecutan semangat nasionalisme
dan perjuangan tanpa pamrih yang pernah dilakukan oleh para pejuang dan pahlawan bangsa
ini demi terciptanya sebuah kemerdekaan bangsa indonesia yang hakiki, sentosa, adil, dan
makmur tanpa harus tergerus oleh perkembangan zaman di negeri sendiri.
http://rizkie-library.blogspot.co.id/2015/09/mea-dan-kebijakan-ketenagakerjaan.html
Dalam aturan itu, pemerintah mewajibkan syarat-syarat baru yang lebih ketat. Di antaranya
aturan TKA harus memiliki sertifikat kompetensi atau
berpengalaman kerja minimal 5 tahun serta ada jabatan tertentu yang tertutup bagi TKA.
Baca Juga
Ada juga jabatan yang hanya diberi izin kerja selama 6 bulan dan tidak boleh diperpanjang.
Selain itu diatur pula soal ketentuan setiap merekrut 1 TKA di saat yang sama harus merekrut
10 tenaga kerja dalam negeri (TKDN). Serta, adanya kewajiban TKA didampingi oleh TKDN
dalam rangka alih teknologi, ilmu, dan lainnya.
Semua TKA harus taat terhadap regulasi ketenagakerjaan. Setiap TKA yang dipekerjakan di
Indonesia harus berdasarkan jabatan dan sektor-sektor
yang dibuka untuk masuknya TKA, dengan jangka waktu yang juga dibatasi untuk tiap-tiap
jabatan," Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri saat membuka seminar nasional di
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yogyakarta, Sabtu 12 September 2015.
Bahkan, imbuh Hanif, ada juga jabatan yang sama sekali tertutup bagi TKA. "Kita juga atur
komposisi TKA dengan didampingi 10 TKDN.
Untuk memperketat masuknya TKA ilegal, Hanif mengaku telah berkoordinasi dengan
Kementerian Hukum dan HAM, imigrasi, Polri, dan instansi terkait lainnya, termasuk dengan
Kementerian Pariwisata terkait adanya indikasi visa wisata yang disalahgunakan oleh TKA
Ilegal.
"Kita pastikan hanya menerima TKA yang level atas dan masuk kategori skill, jika ada
ditemukan TKA yang unskilled, maka itu adalah TKA ilegal dan merupakan pelanggaran
yang harus diberi sanksi tegas sesuai aturan hukum," beber Hanif Dhakiri. (Gilar/Ans)
http://news.liputan6.com/read/2316657/perketat-masuknya-tenaga-kerja-asing-ini-aturan-
baru-kemnaker
Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia telah diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan, yakni pada Bab VIII: Penggunaan Tenaga Kerja Asing Pasal 42
sampai dengan Pasal 49.
Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk
jabatan tertentu waktu tertentu. Penggunaan tenaga kerja asing tidak bisa sembarangan,
karena harus ada izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Selain itu, dalam bidang apapun, tenaga kerja asing yang dipekerjakan harus sesuai dengan
ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi yang berlaku.
Pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memulangkan tenaga kerja
asing ke negara asalnya setelah hubungan kerjanya berakhir.
Menurut pasal 2 Peraturan 12 Tahun 2013, persekutuan perdata, firma, CV, dan usaha dagang
dilarang mempekerjakan TKA kecuali diatur dalam undang-undang. Dalam peraturan
terdahulu, larangan tersebut tidak diatur secara tegas. Berdasarkan Pasal 3 Peraturan 12
Tahun 2013, hanya badan-badan sebagai berikut yang diijinkan untuk mempekerjakan tenaga
kerja asing:
Peraturan 12 Tahun 2013 mengatur mekanisme baru untuk memperoleh Rencana Penggunaan
Tenaga Kerja Asing (RPTKS) untuk pekerjaan yang bersifat sementara. Berdasarkan pasal
8 Peraturan 12 Tahun 2013, RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara diberikan
untuk pekerjaan yang sekali selesai dan pekerjaan yang berhubungan dengan pemasangan
mesin, elektrikal, layanan purna jual atau produk dalam masa penjajakan usaha.
RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara diberikan untuk jangka waktu paling lama 6
bulan dan tidak dapat diperpanjang. Sejalan dengan RPTKA, IMTA juga memiliki jangka
waktu berlaku paling lama 6 bulan berdasarkan Pasal 39 Peraturan 12 Tahun 2013.
Persyaratan RPTKA untuk pekerjaan yang bersifat sementara berbeda dengan RPTKA secara
umum, karena pemberi kerja tidak diwajibkan untuk mempersiapkan program pelatihan
untuk pendidikan kerja bagi tenaga kerja Indonesia. Mekanisme baru ini untuk memperoleh
RPTKA (dan IMTA) untuk proyek jangka pendek yang memberikan pengaruh positif bagi
tenaga kerja asing, dimana sebelumnya tenaga kerja asing lebih sering memiliki visa untuk
kegiatan tersebut yang dipertanyakan lingkup dari visa tersebut.
Peraturan 12 Tahun 2013 mengatur lebih ketat persyaratan untuk tenaga kerja asing agar
dapat bekerja di Indonesia. Berdasarkan Pasal 26 ayat (1) Peraturan 12 Tahun 2013, TKA
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh
tenaga kerja asing;
2. memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi atau pengalaman
kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki tenaga kerja asing paling kurang 5
(lima) tahun;
3. bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja
Indonesia pendamping; dan
4. dapat berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
Perubahan utama dalam persyaratan adalah bahwa dalam peraturan lama, tenaga kerja asing
diwajibkan untuk memenuhi persyaratan a atau b, sedangkan dalam peraturan 12 Tahun 2013
kedua persyaratan a dan b harus terpenuhi. Persyaratan yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1)
Peraturan Nomor 12 Tahun 2013 tidak dikecualikan untuk jabatan direktur atau komisaris,
tenaga kerja asing yang dipekerjakan dalam bisnis hiburan dan untuk tenaga kerja asing
untuk pekerjaan yang bersifat sementara sebagaimana diuraikan diatas.
Sanksi
Peraturan 12 Tahun 2013 tidak mengatur sanksi dalam hal pemberi kerja gagal untuk
memenuhi kewajibannya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Namun, berdasarkan
pengalaman kami, dalam hal pemberi kerja gagal untuk memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan 12 Tahun 2013, pengajuan untuk ijin yang diperlukan tidak akan diterima oleh
pihak yang berwenang.
http://ind-blog.pnblawfirm.com/tata-cara-baru-tenaga-kerja-asing/
Definisi mengenai tenaga kerja disebutkan dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) yaitu: Tenaga kerja
adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau
jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat
http://www.hukumtenagakerja.com/
Menurut Pasal 1 huruf (b) UU No.7/1981, yang dimaksud sebagai pengusaha adalah:
1. orang, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu perusahaan milik
sendiri;
2. orang, persekutuan atau badan hukum yang berdiri sendiri menjalankan perusahaan
bukan miliknya;
3. orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan
sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2 di atas.
Sedangkan yang dimaksud sebagai pengurus adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin
suatu perusahaan.
Dalam pasal 6 UU No.7/1981 mengatur bahwa pengusaha atau pengurus wajib melaporkan
secara tertulis kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan
perusahaan. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.14/MEN/IV/2006 tentang Tata Cara Pelaporan Ketenagakerjaan di Perusahaan
(Permenaker No. 14/2006), pengusaha wajib membuat laporan ketenagakerjaan sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya baik pada kantor pusat, cabang maupun pada bagian
perusahaan yang berdiri sendiri.
Pengusaha atau pengurus wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai
ketenagakerjaan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk. Adapun dalam laporan tersebut
harus memuat keterangan sebagai berikut:
1. identitas perusahaan;
2. hubungan ketenagakerjaan;
3. perlindungan tenagakerja; dan
4. kesempatan kerja.
Pasal 8 ayat (1) UU No.7/1981 juga mewajibkan pengusaha atau pengurus untuk melaporkan
secara tertulis pemindahan, penghentian, pembubaran perusahaan kepada menteri atau
pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum
dilakukannya pemindahan, penghentian atau pembubaran perusahaan tersebut.
Sesuai dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor SE.3/MEN/III/2014 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Ketenagakerjaan di
Perusahaan (SE Menakertrans 3/2014), batas waktu proses pengesahan pendaftaran wajib
lapor ketenagakerjaan di perusahaan adalah 1 (satu) hari kerja setelah menerima berkas
pendaftaran wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan yang telah diisi lengkap dan
ditandatangani dengan dibubuhi stempel perusahaan.
Pengusaha atau pengurus dapat diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau
denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000,- (satu juta Rupiah), apabila tidak memenuhi
kewajiban wajib lapor ketenagakerjaan.
Dianyndra Hardy
http://www.hukumtenagakerja.com/wajib-lapor/ketentuan-wajib-lapor-ketenagakerjaan/
PENEMPATAN TENAGA KERJA LUAR NEGERI KETENAGAKERJAAN
LATAR BELAKANG
Peraturan presiden RI Nomor 81 tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan
perlindungan tenaga kerja Indonesia
PENEMPATAN PERSEORANGAN
https://wicaksonoagus.wordpress.com/ketenagakerjaan/penempatan-tenaga-kerja-luar-negeri-
ketenagakerjaan/
foto layanan tk http://www.bnp2tki.go.id/
Abstract
Sukowati, Sunawar. 2011. Pelaksanaan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ke Luar
Negeri Menurut Undang-undang No. 39 Tahun 2004 (Studi Pada Balai Pelayanan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Propinsi Jawa Tengah), Skripsi, Prodi
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang. Drs. Sartono Sahlan, M.H, Tri
Sulistiyono, S.H,. M.H Upaya yang merupakan alternatif untuk mengatasi pengangguran dan
kelangkaan kesempatan kerja adalah dengan menempatkan tenaga kerja ke luar negeri.
Penempatan jasa tenaga kerja ke luar negeri dengan mekanisme yang sudah diatur baik
melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: PER-19/MEN/V/2006
tentang pelaksanaan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dianggap sebagai salah satu upaya efektif untuk mengatasi masalah
tersebut. Penempatan tenaga kerja ke luar negeri tersebut merupakan upaya untuk
mewujudkan hak dan kesempatan kerja yang sama bagi tenaga kerja untuk meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Penempatan tenaga kerja ke luar negeri
menimbulkan masalah, sebab tenaga kerja tidak memiliki perlindungan ketika tenaga tersebut
mendapatkan masalah di negara tempat tenaga kerja bekerja. Perlunya peran serta dari
masyarakat dalam suatu sistem hukum guna melindungi tenaga kerja Indonesia yang
ditempatkan ke luar negeri. Sehubungan dengan perencanaan kebutuhan tenaga kerja ke luar
negeri perlu digambarkan bahwa kondisi saat ini penempatan tenaga kerja ke luar negeri
masih didominasi tenaga kerja di sektor informal, khususnya pinata laksana rumah tangga
(PLRT) sering juga disebut tenaga kerja wanita (TKW). Tetapi, pengiriman TKI ke luar
negeri tersebut tidaklah memberikan sumbangan yang sedikit bagi negara. Rumusan masalah
yang kemudian menjadi fokus kajian adalah berkaitan dengan (1)Bagaimana perlindungan
hak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri menurut peraturan perundang-undangan
yang dilakukan oleh Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BP3TKI) Provinsi Jawa Tengah. (2) Hambatan-hambatan apa yang dihadapi Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3 TKI) Provinsi Jawa
Tengah untuk melindungi TKI ke Luar Negeri. (3) Upaya-upaya apa yang dilakukan Balai
Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Provinsi Jawa
Tengah untuk melindungi TKI ke Luar Negeri. Penelitian ini merupakan penelitian hukum
bidang ketenagakerjaan yang menggunakan metode analisis data kualitatif dengan
pendekatan yuridis sosiologis. Jenis-jenis data yang berisi data sekunder dan data primer.
Metode pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian memperoleh dan pembahasan dalam Pelaksanaan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) Ke Luar Negeri Menurut Undang-undang No. 39 Tahun 2004 (Studi Pada
Balai pelayanan penempatan dan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Propinsi Jawa
Tengah) yang menjalankan fungsi adalah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Kemnakertrans) dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) Hasil penelitian memproleh simpulan sebagai berikut: (1) Perlindungan hukum
atas hak-hak TKI dalam bekerja belum berjalan dengan baik, kurangnya pengarahan tentang
arti hukum bagi para TKI, hal ini mempersulit para TKI dan menghilangkan rasa aman bagi
TKI sewaktu di luar negeri. (2) Kendala pelaksanaan perlindungan hukum terhadap TKI
adalah adanya kesalahan yang dilakukan oleh TKI, yaitu tidak melaporkan permasalahannya
pada pemerintah Indonesia ditempat TKI bekerja, pendidikan yang dimiliki TKI masih
rendah. (3) BP3TKI berupaya mengadakan bursa kerja TKI ini diharapkan dapat menjadi
wahana komunikasi antara pencari kerja dan perusahaan penyalur TKI. Usaha ini bertujuan
untuk meminimalisir kesalahan yang berakibat kerugian saat penempatan dan penyaluran
TKI. Rekomendasi yang diberikan penelitian ini adalah TKI yang sedang bekerja di luar
negeri, ketika sedang mengalami permasalahan dengan majikan atau pengguna jasa dalam
pemenuhan hak-hak TKI, hendaknya melaporkan hal tersebut pada pemerintah Indonesia
yang berada ditempat tujuan TKI bekerja. Meningkatkan pelayanan bagi calon TKI/TKI
dalam para, masa atau purna kerja. Meningkatkan seleksi atau penelitian dokumen-dokumen
yang akan digunakan untuk kelengkapan para TKI. Meningkatkan pembinaan dan
penyuluhan bagi para TKI yang akan bekerja, sehingga para TKI siap untuk diterjunkan
Item Type: Thesis (Under Graduates)
http://lib.unnes.ac.id/11142/
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Di bawah koordinasi
Kepala
Nusron Wahid
www.bnp2tki.go.id
l
b
s
melakukan penempatan atas dasar perjanjian secara tertulis antara Pemerintah dengan
Pemerintah negara Pengguna TKI atau Pengguna berbadan hukum di negara tujuan
penempatan;
memberikan pelayanan, mengkoordinasikan, dan melakukan pengawasan mengenai:
dokumen; pembekalan akhir pemberangkatan (PAP); penyelesaian masalah; sumber-
sumber pembiayaan; pemberangkatan sampai pemulangan; peningkatan kualitas calon
TKI; informasi; kualitas pelaksana penempatan TKI; dan peningkatan kesejahteraan
TKI dan keluarganya.
Daftar isi
1 Sejarah
o 1.1 Kementerian Perburuhan Era Kemerdekaan
o 1.2 Penempatan TKI dengan Kebijakan Pemerintah
2 Pranala luar
3 Referensi
Sejarah
Pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia, migrasi tenaga kerja Indonesia (TKI) ke luar
negeri dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda melalui penempatan buruh kontrak ke
negara Suriname, Amerika Selatan, yang juga merupakan wilayah koloni Belanda. Bahan
yang diperoleh dari Direktorat Sosialisasi dan Kelembagaan Penempatan Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) menyebutkan, sejak 1890 pemerintah
Belanda mulai mengirim sejumlah besar kuli kontrak asal Jawa bahkan Madura, Sunda, dan
Batak untuk dipekerjakan di perkebunan di Suriname. Tujuannya untuk mengganti tugas para
budak asal Afrika yang telah dibebaskan pada 1 Juli 1863 sebagai wujud pelaksanaan politik
penghapusan perbudakan sehingga para budak tersebut beralih profesi serta bebas memilih
lapangan kerja yang dikehendaki. Dampak pembebasan para budak itu membuat perkebunan
di Suriname telantar dan mengakibatkan perekonomian Suriname yang bergantung dari hasil
perkebunan turun drastis.[1]
Adapun dasar pemerintah Belanda memilih TKI asal Jawa adalah rendahnya tingkat
perekonomian penduduk pribumi (Jawa) akibat meletusnya Gunung Merapi dan padatnya
penduduk di Pulau Jawa. Gelombang pertama pengiriman TKI oleh Belanda diberangkatkan
dari Batavia (Jakarta) pada 21 Mei 1890 dengan Kapal SS Koningin Emma. Pelayaran jarak
jauh ini singgah di negeri Belanda dan tiba di Suriname pada 9 Agustus 1890. Jumlah TKI
gelombang pertama sebanyak 94 orang terdiri 61 pria dewasa, 31 wanita, dan 2 anak-anak.
Kegiatan pengiriman TKI ke Suriname yang sudah berjalan sejak 1890 sampai 1939
mencapai 32.986 orang, dengan menggunakan 77 kapal laut.
Pada 3 Juli 1947 menjadi tanggal bersejarah bagi lembaga Kementerian Perburuhan dalam
era kemerdekaan Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah No 3/1947 dibentuk lembaga yang
mengurus masalah perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan.
Pada masa awal Orde Baru Kementerian Perburuhan diganti dengan Departemen Tenaga
Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi sampai berakhirnya Kabinet Pembangunan III. Mulai
Kabinet Pembangunan IV berubah menjadi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
sementara Koperasi membentuk Kementeriannya sendiri.
Selanjutnya dapat dikatakan, pada masa kemerdekaan Indonesia hingga akhir 1960-an,
penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri belum melibatkan pemerintah, namun
dilakukan secara orang perorang, kekerabatan, dan bersifat tradisonal.
Negara tujuan utamanya adalah Malaysia dan Arab Saudi yang berdasarkan hubungan agama
(haji) serta lintas batas antarnegara.
Untuk Arab Saudi, para pekerja Indonesia pada umumnya dibawa oleh mereka yang
mengurusi orang naik haji/umroh atau oleh orang Indonesia yang sudah lama tinggal atau
menetap di Arab Saudi.
Adapun warganegara Indonesia yang bekerja di Malaysia sebagian besar datang begitu saja
ke wilayah Malaysia tanpa membawa surat dokumen apa pun, karena memang sejak dahulu
telah terjadi lintas batas tradisional antara dua negara tersebut. Hanya pada masa konfrontasi
kedua negara di era Orde Lama kegiatan pelintas batas asal Indonesia menurun, namun masih
tetap ada.
Penempatan TKI yang didasarkan pada kebijakan pemerintah Indonesia baru terjadi pada
1970 yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 4/1970 melalui Program Antarkerja Antardaerah
(AKAD) dan Antarkerja Antarnegara (AKAN), dan sejak itu pula penempatan TKI ke luar
negeri melibatkan pihak swasta (perusahaan pengerah jasa TKI atau pelaksana penempatan
TKI swasta).
Program AKAN ditangani oleh pejabat kepala seksi setingkat eselon IV dan bertanggung
jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penggunaan (Bina Guna).
Program/Seksi AKAN membentuk Divisi atau Satuan Tugas Timur Tengah dan Satuan
Tugas Asia Pasifik.
Sementara itu pelayanan penempatan TKI ke luar negeri di daerah dilaksanakan oleh Kantor
Wilayah Depnakertranskop untuk tingkat provinsi dan Kantor Depnakertranskop Tingkat II
untuk Kabupaten. Kegiatan yang dinaungi oleh Dirjen Bina Guna ini berlangsung hingga
1986.
Selanjutnya pada 1986 terjadi penggabungan dua Direktorat Jenderal yaitu Direktorat
Jenderal Bina Guna dan Direktorat Jenderal Pembinaan dan Perlindungan (Bina Lindung)
menjadi Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan (Binapenta).
Pada 1986 ini Seksi AKAN berubah menjadi "Pusat AKAN" yang berada di bawah
Sekretariat Jenderal Depnakertrans. Pusat AKAN dipimpin oleh pejabat setingkat eselon II
dan bertugas melaksanakan penempatan TKI ke luar negeri.
Di daerah pada tingkat provinsi/Kanwil, kegiatan penempatan TKI dilaksanakan oleh "Balai
AKAN."
Pada 1994 Pusat AKAN dibubarkan dan fungsinya diganti Direktorat Ekspor Jasa TKI
(eselon II) di bawah Direktorat Jenderal Binapenta. Namun pada 1999 Direktorat Ekspor Jasa
TKI diubah menjadi Direktorat Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PTKLN).
Dalam upaya meningkatan kualitas penempatan dan keamanan perlindungan TKI telah
dibentuk pula Badan Koordinasi Penempatan TKI (BKPTKI) pada 16 April 1999 melalui
Keppres No 29/1999 yang keanggotannya terdiri 9 instansi terkait lintas sektoral pelayanan
TKI untuk meningkatkan program penempatan dan perlindungan tenaga kerja luar negeri
sesuai lingkup tugas masing-masing.
Pada tahun 2001 Direktorat Jenderal Binapenta dibubarkan dan diganti Direktorat Jenderal
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) sekaligus membubarkan
Direktorat PTKLN.
Direktorat Jenderal PPTKLN pun membentuk struktur Direktorat Sosialisasi dan Penempatan
untuk pelayanan penempatan TKI ke luar negeri.
Pada 2004 lahir Undang-undang No 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang pada pasal 94 ayat (1) dan (2) mengamanatkan
pembentukan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI). Kemudian disusul dengan lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No 81/2006
tentang Pembentukan BNP2TKI yang struktur operasional kerjanya melibatkan unsur-unsur
instansi pemerintah pusat terkait pelayanan TKI, antara lain Kemenlu, Kemenhub,
Kemenakertrans, Kepolisian, Kemensos, Kemendiknas, Kemenkes, Imigrasi (Kemenhukam),
Sesneg, dan lain-lain.
Pada 2006 pemerintah mulai melaksanakan penempatan TKI program Government to
Government (G to G) atau antarpemerintah ke Korea Selatan melalui Direktorat Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) di bawah Direktorat Jenderal
PPTKLN Depnakertrans.
Pada 2007 awal ditunjuk Moh Jumhur hidayat sebagai Kepala BNP2TKI melalui Keppres No
02/2007, yang kewenangannya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.
Tidak lama setelah Keppres pengangkatan itu yang disusul pelantikan Moh Jumhur Hidayat
selaku Kepala BNP2TKI, dikeluarkan Peraturan Kepala BNP2TKI No 01/2007 tentang
Struktur Organisasi BNP2TKI yang meliputi unsur-unsur intansi pemerintah tingkat pusat
terkait pelayanan TKI. Dasar peraturan ini adalah Instruksi Presiden (Inpres) No 6/2006
tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Dengan kehadiran BNP2TKI ini maka segala urusan kegiatan penempatan dan perlindungan
TKI berada dalam otoritas BNP2TKI, yang dikoordinasi Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi namun tanggung jawab tugasnya kepada presiden. Akibat kehadiran BNP2TKI
pula, keberadaan Direktorat Jenderal PPTKLN otomatis bubar berikut Direktorat PPTKLN
karena fungsinya telah beralih ke BNP2TKI.
Program penempatan TKI G to G ke Korea pun dilanjutkan oleh BNP2TKI, bahkan program
tersebut diperluas BNP2TKI bekerjasama pemerintah Jepang untuk penempatan G to G TKI
perawat pada 2008, baik untuk perawat rumahsakit maupun perawat lanjut usia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Nasional_Penempatan_dan_Perlindungan_Tenaga_Kerja
_Indonesia
Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia: Mulai Pengurusan Izin Hingga
Kewajiban Pemberi Kerja
Pada tahun 2016, negara-negara yang tergabung dalam ASEAN memasuki sebuah era baru
yang dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Salah satu misi MEA adalah
meliberalisasi perdagangan dalam bidang barang dan jasa. Sehingga dengan berlakunya
MEA, arus masuk tenaga kerja asing serta professional asing ke Indonesia tidak dapat
dihindari lagi. Kedatangan tenaga kerja asing di satu sisi akan menciptakan iklim kompetitif
di Indonesia, memberikan ilmu dan/atau skill baru yang meningkatkan kualitas Sumber Daya
Manusia, di sisi lain, kedatangan tenaga kerja asing dapat pula mengancam posisi tenaga
kerja Indonesia, karena tingkat kredibilitas dan kepercayaan yang lebih tinggi, kefasihan
penggunaan bahasa asing dan keahlian-keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh tenaga kerja
Indonesia.
Berkaitan dengan tenaga kerja asing, terdapat 2 (dua) peraturan yang patut diperhatikan,
yakni : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 16
Tahun 2015 dan Permenakertrans Nomor 35 Tahun 2015. Kedua peraturan tersebut
mewajibkan setiap tenaga kerja asing dan pemberi kerja melakukan pengurusan izin terlebih
dahulu, seperti Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Izin Mempekerjakan
Tenaga Kerja Asing (IMTA), Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) dan izin-izin lainnya.
Sebelum membahas mengenai izin-izin yang dibutuhkan, perlu diketahui terlebih dahulu
siapa yang dimaksud dengan tenaga kerja asing dan siapa saja yang dapat mempekerjakan
tenaga kerja asing. Pasal 1 angka 1 Permenakertrans Nomor 35 Tahun 2015 jo.
Permenakertrans 35 2015 mendefinisikan tenaga kerja asing sebagai: warga negara asing
pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Sehingga, dapat dinyatakan
bahwa yang dimaksud dengan tenaga kerja asing adalah setiap orang yang:
Dan yang dimaksud dengan pemberi kerja berdasarkan Pasal 1 angka 3 Permenakertrans
Nomor 16 Tahun 2015 jo. Permenakertrans 35 Tahun 2015 adalah badan hukum atau badan-
badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja asing dengan membayar upah atau imbalan
dalam bentuk lain. Lebih lanjut, berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (1), terdapat 9
(Sembilan) subyek yang dapat mempekerjakan tenaga kerja asing, yakni:
1. Instansi pemerintah;
2. Badan-badan internasional;
3. Perwakilan negara asing;
4. Organisasi internasional;
5. Kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, kantor
perwakilan berita asing;
6. Perusahaan swasta asing, badan usaha asing yang terdaftar di instansi yang
berwenang;
7. Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dalam bentuk Perseroan
Terbatas atau Yayasan;
8. Lembaga sosial, keagamaan, pendidikan, kebudayaan; dan
9. Usaha jasa impersariat.
Setelah memenuhi kriteria tersebut, pemberi kerja memulai pengurusan izin IMTA dengan
mengajukan RPTKA dan membayarkan Dana Kompensasi penggunaan tenaga kerja asing
sebesar US$100 per jabatan per bulannya. Setelah permohonan IMTA disetujui, pengurusan
izin berikutnya adalah KITAS agar orang asing dapat tinggal di wilayah Indonesia untuk
suatu waktu tertentu (biasanya selama melaksanakan pekerjaannya). Setelah mengurus kedua
izin tersebut, izin yang perlu diurus adalah izin-izin turunan lainnya seperti Kawat Visa
Kerja, ITAS Perairan, Perubahan status keimigrasian, serta izin-izin seperti wajib lapor
kepolisian dan kelurahan.
Menurut Permenakertrans No. 16 Tahun 2015 jo. PP No. 35 Tahun 2015, persetujuan
RPTKA harus diterbitkan maksimal 3 (tiga) hari setelah persetujuan kelayakan dan IMTA 3
(tiga) hari setelah permohonan diajukan dan izin-izin terkait lainnya membutuhkan waktu
sekitar 2 (dua) minggu. Dengan kata lain pengurusan izin tersebut akan memakan sekitar 45
60 (empat puluh lima sampai enam puluh) hari, kecuali izin dari instansi lainnya, seperti dari
Kantor Keimigrasian.
Artinya, setiap pemberi kerja yang mendatangkan 1 (satu) tenaga kerja asing, berkewajiban
untuk mempekerjakan 10 tenaga kerja Indonesia. Jadi, jika tenaga kerja asing dikontrak
selama 6 (enam) bulan, maka tenaga kerja Indonesiapun sekurang-kurangnya juga harus
dikontrak selama 6 (enam) bulan.
Pemberi kerja juga wajib menunjuk tenaga kerja pendamping (dari Indonesia) untuk alih
teknologi dan keahlian, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja Indonesia. Selain kewajiban-kewajiban tersebut, pemberi kerja juga
diwajibkan untuk memulangkan tenaga kerja asing, setelah pekerjaannya/jangka waktu
kerjanya telah selesai.
Dengan demikian, dari segi hukum, pemerintah telah mempersiapkan kebutuhan berbagai
pihak terkait penggunaan tenaga kerja asing. Hal tersebut terbukti melalui keberhasilan
pemerintah dalam memberikan kepastian kepada pemberi kerja dan tenaga kerja asing
dengan meminimalisir proses permohonan izin tenaga kerja asing, serta melindungi
kepentingan WNI melalui rasio penggunaan tenaga kerja. (RMA)
http://rmalegalpractice.com/penggunaan-tenaga-kerja-asing-di-indonesia-mulai-pengurusan-
izin-hingga-kewajiban-pemberi-kerja/
pdf http://repository.ut.ac.id/3492/1/fisip2015_18_anggraenip.pdf
SAMBUTAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
Dalam perkembangan pergaulan Internasional saat ini, tidak mungkin suatu Negara
dan atau bangsa tidak mengadakan kontak dengan bangsa dan atau Negara lain. Suatu Negara
tidak mungkin dapat maju dan berkembang apabila mengisolasi diri dari pergaulan
internasional, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, kebudayaan maupun kepentingan
lainnya, termasuk di bidang ketenagakerjaan.
Hadirin yang kami hormati,
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) juga menghendaki barang, jasa, modal, dan
investasi bergerak bebas melewati batas negara anggota MEA. Sayangnya Tenaga kerja tidak
trampil, yang menjadi "kekuatan" Indonesia, tidak termasuk sektor tenaga kerja yang
dibebaskan bergerak dalam MEA. Skim liberalisasi hanya berlaku untuk tenaga profesional,
seperti dokter, arsitek, akuntan, dan pengacara. Dengan demikian bukan tidak mungkin
dalam tahun-tahun mendatang pembatasan TKI semakin ketat di negara
tetangga. Sebaliknya, kita semakin banyak melihat tenaga profesional negara-negara
tetangga hilir mudik di sekeliling kita.
Dalam perkembangan saat ini, beberapa RUU yang berkaitan dengan penempatan
tenaga kerja asing telah pula dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Beberapa di antarnya adalah RUU tentang Lalu Lintas Barang dan Jasa, RUU tentang
Perubahan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan RUU tentang Perubahan
Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian yang di dalamnya diharapkan
akan memberikan pengaturan penempatan tenaga kerja asing yang tidak merugikan tenaga
kerja Indonesia, serta akan memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja
Indonesia dan juga juga mampu memberikan iklim yang lebih kondusif bagi penempatan
tenaga kerja di industri-industri yang berada di wilayah Indonesia. RUU yang sedang dan
akan disusun ini harus pula mengantisipasi ketentuan-ketentuan globalisasi dan regionalisasi,
terutama dalam menghadapi AFTA pada 2015 nanti.
Kita mengakui bahwa hingga saat ini terdapat banyak permasalahan di bidang
ketenagakerjaan. Untuk itu, diskusi ilmiah dalam bentuk seminar seperti ini perlu dilakukan,
khususnya dalam rangka memperkaya khasanah dan wacana bagi pembentukan dan
pembinaan hukum. Oleh karena itu dalam seminar yang akan dilaksanakan 2 (dua) hari ini
diharapkan lahir masukan-masukan konkrit dan rasional untuk mewujudkan pengaturan dan
regulasi di bidang ketenagakerjaan. Selain itu dalam kesempatan ini pula saya berharap
bahwa seminar ini dapat menampung ide-ide tentang bagaimana pengaturan tenaga kerja
asing di Indonesia ini dapat dilakukan.
http://bphn.go.id/data/documents/keynoot_speechrevisi.htm
ASEAN Economic Community 2015 akan mulai diberlakukan pada akhir tahun 2015. Setiap
negara anggotanya tengah bersiap untuk menyongsong AEC 2015 tersebut. Setiap negara
memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi tantangan terhadap pemberlakuan AEC 2015
tersebut. Termasuk Indonesia juga melakukan persiapan, salah satunya dengan
mengesahkan dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 mengenai
Perdagangan. Melalui Undang-Undang tersebut, pemerintah Indonesia dihadapkan pada
pertanyaan : apakah UU Nomor 7 Tahun 2014 yang disahkan merupakan bentuk strategi
atau bentuk ketidakpercayaan diri dalam menghadapi AEC 2015? Berdasarkan pasal-pasal
yang tertuang dalam UU tersebut juga mempertegas jika Indonesia menggunakan sistem
ekonomi campuran. Dimana sektor perdagangan yang berkaitan dengan hajat hidup orang
banyak akan dikelola oleh pemerintah, namun juga terdapat penerimaan FDI terhadap
industri dalam negeri.
Kata Kunci : AEC 2015, tantangan, UU Nomor 7 Tahun 2014, sistem ekonomi campuran,
perdagangan.
Latar Belakang
Negara-negara anggota ASEAN kini tengah bersiap menyongsong pelaksanaan AEC (ASEAN
Economic Community) 2015. Di Indonesia AEC lebih dikenal dengan MEA atau Masyarakat
Ekonomi ASEAN yang merupakan suatu bentuk integrasi ekonomi. Terealisasinya integrasi
ekonomi regional tersebut merupakan salah satu tujuan dari ASEAN sejak awal
pembentukannya (Wangke 2014). ASEAN sendiri telah menciptakan Blueprint AEC 2015
pada 2007 sebagai pedoman dalam melaksanakan MEA 2015 (ASEAN Secretary 2008).
Keberadaan MEA semakin menunjukkan dunia yang berada dalam sistem kapitalisme.
Dimana terjadi perdagangan bebas diantara negara-negara ASEAN, dan menunjukkan jika
keberadaan pengusaha menjadi penting.
MEA sendiri merupakan integrasi ekonomi yang fundamentalnya adalah freedom (Kalloe
2014). Kemudian disebutkan dalam Blueprint MEA, jika terdapat beberapa kunci dari
perwujudan MEA, yaitu (1) pasar dan produksi tunggal; (2) wilayah ekonomi yang
kompetitif; (3) wilayah ekonomi dengan pengembangan merata; (4) dan integrasi wilayah
menuju ekonomi global. Maka yang terjadi adalah akan tercipta arus bebas dari barang, jasa,
tenaga kerja, kapital, dan investasi antara negara-negara ASEAN (ASEAN Secretary
2008). Hal tersebut juga berkenaan dengan hilangnya batas-batas tarif dan non-tarif masing-
masing negara. Dan juga menunjukkan jika semua masyarakat masing-masing negara
ASEAN akan berkompetisi dalam MEA ini. Karena setiap orang dapat bekerja ataupun
melakukan usaha di negara lain di Asia Tenggara.
Selain itu, neraca perdagangan Indonesia dalam kegiatan ekspor impor pada 2010-2014
menunjukkan jika ekspor Indonesia tidak terlalu stabil (Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia t.thn.). Terlebih pada tahun 2011-2014 menunjukkan penurunan kegiatan
ekspornya. Berbanding terbalik, pada kegiatan impor terus terjadi peningkatan dari tahun
2010 hingga 2014. Sehingga pemerintah harus menemukan cara untuk menguatkan ekspor
dan membantu eksportir Indonesia untuk dapat bersaing dalam MEA. Tantangan selanjutnya
adalah mengubah paradigma masyarakat dari konsumtif menjadi produktif dan juga
mempersiapkan lulusan perguruan tinggi yang memiliki kompetensi sesuai yang disyaratkan
oleh negara-negara ASEAN agar senantiasa mampu bersaing (Suryanto 2014).
Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 mengenai perdagangan disahkan pada 11 Maret 2014
(UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan 2014). Disahkan pada masa pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono, undang-undang tersebut mengatur seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri. Berkenaan dengan
isu MEA 2015, pengesahan undang-undang tersebut menimbulkan pertanyaan tersendiri.
Apakah disahkannya UU tersebut merupakan strategi pemerintah dalam mempersiapkan
masyarakat Indonesia untuk menghadapi MEA 2015? Ataukah merupakan bentuk proteksi
ketidakpercayaan diri dalam menghadapi MEA 2015?
Munculnya pertanyaan kedua didasari atas berbagai tantangan yang di hadapi Indonesia
dengan persiapan yang hanya sedemikian rupa. Namun untuk mengetahui lebih detail maka
perlu adanya pemahaman butir-butir pasal dalam undang-undang tersebut. Perdagangan
menurut undang-undang tersebut merupakan hal yang sangat penting dalam menggerakan
perekonomian Indonesia (UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan 2014). Dimana jika
perekonomian Indonesia dalam posisi yang baik maka cita-cita bangsa untuk menciptakan
kesejahteraan umum akan lebih mudah tercapai.
Melalui UU perdagangan ini, pemerintah menunjukkan jika upaya menghadapi MEA 2015
juga harus diwujudkan dalam bentuk peraturan yang jelas dan mengikat pagi para pelaku
ekonomi terutama di ASEAN. Melalui perundangan tersebut, pemerintah berupaya untuk
meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan meningkatkan kualitas serta jumlah
ekspor para eksportir Indonesia. Cara-cara seperti sosialisasi, promosi, pemasaran, dan
kewajiban menggunakan produk dalam negeri, menjadi contoh upaya yang dilakukan dalam
rangka meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan sesuai dengan pasal 22 UU
Perdagangan 2014 (UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan 2014). Pada undang-
undang tersebut juga menyangkut standarisasi yaitu dalam melakukan kegiatan perdagangan
harus sesuai dengan standar yang telah dibuat oleh pemerintah Inddonesia.
Selanjutnya dibahas pula perihal pengelolaan oleh pemerintah terhadap barang atau sektor
pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Pemerintah juga melalui perundangan
tersebut berusaha untuk melindungi dan meningkatkan kemampuan eksportir, sehingga
barang-barang yang diekspor terutama terhadap negara-negara ASEAN sesuai dengan standar
ASEAN dan masing-masing negara di ASEAN (UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan 2014). Pemerintah juga mengatur mengenai pelabelan produk-produk yang
dijual di Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia (UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan 2014).
MEA mendasari kegiatannya pada freedom, terutama berjalannya pasar bebas antara negara-
negara ASEAN. Hal itu sesuai dengan dunia yang kapitalis sekarang ini. Pengusaha dan
pemegang kapital menjadi unsur yang penting dalam pelaksanaan MEA. Pelaku ekonomi
dituntut untuk lebih kreatif dalam bersaing. Tidak hanya modal yang menjadi sangat penting,
namun skill dari pelaku ekonomi juga penting, karena tanpa skill yang baik maka akan sulit
untuk bersaing dalam pasar bebas tersebut. Jika dilihat di dunia yang kapitalis ini, maka
adanya pasar bebas di wilayah regional Asia Tenggara ini sangat menguntungkan bagi para
kapitalis.
Lalu jika dihubungkan dengan UU Nomor 7 Tahun 2014, maka terlihat jelas jika Indonesia
tetap menggunakan sistem ekonomi campuran di dunia yang kapitalis ini. Pemerintah
mengelola sektor ekonomi dan bahan pokok yang berhubungan dengan hajat orang banyak,
namun tetap mengizinkan sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam proses perekonomian
di Indonesiaa melalui MEA 2015. Peraturan mengenai perdagangan tersebut merupakan
proteksi yang dilakukan pemerintah terhaddap kepentingan masyarakat Indonesia. Hal itu
menunjukkan jika pemerintah masih memegang kendali yag cukup kuat. Dan dari situlah
terlihal sisi sosialisme dalam kepemerintahan di Indonesia. Sedangkan FDI (Foreign Direct
Investment) yang merupakan penanaman investasi asing di Indonesia dalam rangka MEA
2015 menunjukkan sisi kapitalisme di Indonesia.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan jika dalam menghadaapi MEA atau Masyarakat Ekonomi ASEAN perlu
adanya kerjasama antarwarga negara Indonesia, kemudian antara warga dan pemerintah, serta
masyararakat dunia terutama pelaku ekonomi dalam MEA 2015. MEA yang merupakan
perwujudan integrasi ekonomi wilayah regional Asia Tenggara memberikan tantangan
tersendiri bagi masing-masing negara ASEAN terutama Indonesia. Pasar bebas tunggal yang
hendak terwujud menunjukkan bahwa kapitalisme masih mendominasi dunia saat ini. Namun
dalam menghadapi MEA 2015, Indonesia tetap menggunakan sistem ekonomi campurannya.
Sehingga disahkan dan diberlakukanlah UU Nomor 7 Tahun 2014 yang merupakan peraturan
terhadap perdagangan baik dalam dan luar negeri. Peraturan yang telah secara resmi berlaku
itu sebaiknya tidak hanya menjadi peraturan tertulis,melainkan dilakukan dan diterapkan
secara maksimal melalui prakten-praktek di masyarakat.
https://ideasforaec.wordpress.com/2015/10/18/undang-undang-nomor-7-tahun-2014-bentuk-
strategi-atau-bentuk-ketidakpercayaan-diri-dalam-menghadapi-asean-economic-community-
2015/
Tidak lama lagi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan dilaksanakan. MEA merupakan
realisasi pasar bebas yang dilaksanakan oleh negara-negara Asia Tenggara diantaranya,
Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Myanmar, Vietnam, Laos, Kamboja dan
Indonesia. Tujuan dibuatnya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yaitu untuk meningkatkan
stabilitas dan pertumbuhan perekonomian dikawasan ASEAN, sehingga dengan dibentuknya
kawasan ekonomi ASEAN 2015 ini diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah terutama
di bidang ekonomi antar negara ASEAN, dan untuk di Indonesia diharapkan tidak terjadi lagi
krisis yang pernah terjadi di negara ini. Dengan dilaksanakannya MEA ini maka akan terjadi
pasar bebas di bidang permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja yang nantinya akan
berdampak pada aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN, dampak arus bebas jasa,
dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja, dan dampak arus bebas modal.
Dengan demikian, maka negara-negara yang masuk ke dalam MEA ini akan bersaing untuk
meningkatkan kualitas perekonomiannya masing-masing termasuk Indonesia. Indonesia
harus benar-benar memanfaatkan pasar bebas ini supaya perekonomian Indonesia dapat
tumbuh pesat dan bisa menikmati keuntungan dari MEA tersebut dan nantinya kesejahteraan
masyarakat Indonesia akan tercipta. Jika tidak, maka Indonesia akan kalah bersaing dengan
negara-negara lainnya. Dan masyarakatlah yang akan menjadi korbannya.. Peranan tenaga
kerja sangat penting dalam sector industry. Dalam pasar bebas ASEAN Indonesia harus
memperhatikan masalah tenaga kerjanya. Seperti diketahui bahwa kualitas tenaga kerja
Indonesia masih dinilai rendah atau bahkan kalah dengan dengan negara lainnya seperti
Singapura. Meskipun jumlah populasi Singapura yang hanya segelincir dari jumlah populasi
di Indonesia, akan tetapi secara kualitas tenaga kerja Singapura memliliki daya saing yang
tinggi dalam ketenaga kerjaan dalam Asia Tenggara atau bahkan dunia. Daya saing tenaga
kerja di Indonesia akan menjadi sandungan untuk keberhasilan dalam pemanfaatan MEA ini
jika pemerintah tidak meningkatkan kualitas tenaga kerjanya. Dengan demikian pemerintah
harus meluncurkan strategi untuk meningkatankualitas tenaga kerja yang sangat berpotensial
ini. Permasalahan tenaga kerja yang rendah ini tidak luput dari kualitas skill, tingkat
pendidikan ataupun tingkat keahlian masyarakat Indonesia yang belum memadai.Seperti
diketahui bahwa mayoritas pendidikan masyarakat Indonesia lulusannya masih dibawah
Sarjana atau bahkan tidak sedikit tenaga kerja yang hanya lulusan SD ataupun SMP. Dengan
kualitas yang seperti itu membuat masyarakat Indonesia sulit untuk berinovasi atau bahkan
mengembangkan ide-ide mereka. Perlu dipahami bahwa pasar bebas ASEAN ini tidak hanya
bersaing secara regional tetapi juga secara global. Memang secara kuantitas tenaga kerja
Indonesia sangat melimpah akan tetapi secara kualitas tenaga kerja Indonesia masih sangat
minim. Jika hal ini tidak berkembang maka bukan tidak mungkin kalau tenaga kerja
Indonesia hanya akan menjadi kacung atau bawahan dari tenaga kerja negara lain. Untuk itu
pemerintah harus menyiapkan strategi-strategi khusus untuk menghadapi MEA ini jika tidak
ingin semakin kalah bersaing dengan negara-negara lain terutama dalam kawasan ASEAN.
Karena MEA tidak hanya bertemunya semua anggota negara di ASEAN, namun MEA ini
juga sebagai ajang persaingan ekonomi antar Negara tersebut termasuk tenaga kerja.
Indonesia mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat melimpah dimana jumlah
tenaga kerja Indonesia jauh lebih tinggi dari Negara ASEAN lainnya ,apabila dapat dikelola
dengan baik, bukan tidak mungkin Indonesia dapat menjadi pemenang dalam persaingan
pasar bebas ASEAN nantinya. Sebenarnya bukan hanya pemerintah yang harus siap untuk
menghadapi MEA ini tetapi masyarakat Indonesia juga harus ikut dalam mensukseskan
adanya pasar bebas ini. Karena keberadaan MEA ini tidak dapat dilepaskan dari seluruh
lapisan masyarakat. Dengan adanya MEA 2015 ini harusnya menjadi pendorong dan
penyemangat kita bahwa program ASEAN ini bisa menstabilkan pertumbuhan ekonomi
indonesia di masa yang akan dating yang nantinya akan mensejahterakan masyarakat
Indonesia. Selain itu kita harus menghilangkan keraguan dan kekhawatiran dengan tetap
fokus, berkomitmen, dan kerja keras dari semua pihak untuk bersama-sama mensukseskan
pemanfaatan dari Asean Economic Community 2015 mendatang.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/taufikbluez/masalah-tenaga-kerja-dalam-
mea_5562947d4023bd2f0e6df028
BANYAK pihak mengira pada 31 Desember 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
langsung terimplementasi di ASEAN, termasuk di Indonesia.
Apakah benar seperti itu? Saat ini belum ada suatu perjanjian internasional mengikat secara
hukum bagi negara anggota ASEAN yang menyepakati MEA akan terbentuk pada 31
Desember 2015 atau di tahun 2015. Artinya apa? Tidak ada kewajiban secara hukum MEA
wajib terbentuk atau berlaku di 31 Desember 2015 atau di tahun 2015. Pada awalnya rencana
tahun terbentuknya MEA adalah pada 2020 (Declaration of ASEAN Concord II 2003).
Rencana tersebut direvisi menjadi 2015 pada Deklarasi Cebu 2007 dan Deklarasi Cetak Biru
MEA 2007 serta dipertegas oleh antara lain Deklarasi Nay Pyi Taw 2014. Terakhir, pada
Chairmans Statement of the 27th ASEAN Summit 21 November 2015 disepakati secara
formal MEA terbentuk pada 31 Desember 2015. Penting digarisbawahi deklarasi dan
pernyataan ini tidak mengikat secara hukum pada anggota negara ASEAN.
Dalam ASEAN Charter yang mengikat secara hukum bagi seluruh negara ASEAN tidak
disebutkan tanggal ataupun tahun MEA direncanakan terbentuk. Namun demikian, pada
Pasal 1 ayat 5 ASEAN Charter memang dikatakan tujuan ASEAN adalah menciptakan pasar
tunggal dengan konsep free flow di mana barang, jasa, investasi, dan modal bergerak bebas
di wilayah ASEAN.
Dengan konsep ini, ASEAN Charter mendukung fasilitasi pergerakan para pengusaha,
profesional, dan pekerja. Melalui konsep ini diharapkan oleh ASEAN Charter akan
menciptakan ekonomi ASEAN yang stabil dan makmur.
Terdapat sejumlah aspek penting yang harus diperhatikan terkait pembentukan dan
pelaksanaan MEA yang status hukumnya masih lemah ini.
Pertama, apakah negara di ASEAN, termasuk Indonesia, secara sukarela melaksanakan MEA
di negaranya masing-masing? Misalnya, apakah Indonesia secara sukarela membentuk
peraturan dan kebijakan pro MEA tanpa menunggu suatu perjanjian internasional tertentu
terkait MEA? Jika negara besar seperti Indonesia tidak secara sukarela melakukan poin
pertama, MEA akan terhambat secara signifikan.
Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar dan ekonomi terbesar di ASEAN. Tanpa
Indonesia MEA akan pincang. Bayangkan saja populasi Indonesia sekitar 252 juta jiwa (PBB,
2015) atau sekitar 38% dari jumlah populasi ASEAN yang kabarnya sudah mencapai 622 juta
jiwa (ASEAN Secretariat, 2015). Kedua, MEA sebetulnya secara langsung dan tidak
langsung didukung oleh perjanjian internasional yang disepakati oleh negara-negara ASEAN.
Misalnya, ASEAN punya perjanjian mengenai bea cukai yang sudah berlaku secara hukum
tahun 2014. ASEAN juga punya perjanjian mengenai pergerakan orang yang sampai saat ini
belum berlaku. Jika negara anggota ASEAN membuat sejumlah perjanjian yang mendukung
konsep MEA pada ASEAN Charter dan Cetak Biru MEA 2025 maka MEA akan menjadi
mengikat secara hukum melalui perjanjian-perjanjian internasional tersebut.
Alternatifnya, bisa saja negara anggota ASEAN membentuk perjanjian internasional khusus
mengenai MEA. Apabila hal ini akan dilakukan, perjanjian mengenai MEA harus menjadi
suatu perjanjian hidup yang didukung oleh protokol-protokol serta Konferensi Para Pihak
(Conference of the Parties/ COP) yang dapat melahirkan petunjuk pelaksanaan dari
perjanjian maupun protokol tersebut.
Konsep ini sudah dilakukan di sejumlah perjanjian multilateral di bidang lingkungan hidup,
misalnya terkait dengan perubahan iklim. Peran COP akan melengkapi ASEAN Economic
Community Council yang sudah diatur dalam ASEAN Charter. Ketiga, jikapun poin kedua
terwujud, implementasi teknisnya sangat tergantung dari negara anggota ASEAN. Misalnya,
perjanjian internasional mengenai bea cukai tidak akan terlaksana di lapangan apabila
Indonesia tidak membuat peraturan dan kebijakan pelaksana mengenai perjanjian
internasional tersebut.
http://ekbis.sindonews.com/read/1077130/39/status-hukum-mea-1452777473
Program Masyarakat Ekonomi ASEAN
Kelas :A
Mata kuliah : Sistem Administrasi Negara Indonesia
Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA adalah kesepakatan para pemimpin ASEAN
untuk membentuk sebuah pasar tunggal di kawan Asia Tenggara pada akhir 2015 mendatang.
MEA ini memungkinkan satu Negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke Negara-
negara lain di seluruh Asia Teanggara sehingga kompetisi akan semakin ketat.
Tentang komite persiapan pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN atau MEA yang
selanjutnya disebut Komite Nasional.
Hatta menuturkan bahwa pada pertemuan kali ini isu digital device dan pada
akhirnya pembahasan mengenai software danhardware menjadi penting. "Masalah
teknologi, informasi, dan komunikasi menjadi masalah krusial yang akan dibahas."
Oleh sebab itu, kata Hatta, peningkatan sumber daya manusia menjadi penting untuk
mengatasi masalah sosial, ekonomi, dan pemerintah untuk menghadapi pasar bebas
tersebut.
Di era Masyarakat Ekonomi ASEAN, sistem perdagangan di seluruh kawasan tersebut
didesain memakai NSW. "Jika ingin melakukan ekspor, suatu negara tidak perlu datang ke
pelabuhan untuk mengurus perizinan. "Mau melakukan ekspor-impor di mana akan mudah
dengan dengan memanfaatkan sistem NSW, tutur Hatta.
Dengan adanya NSW, kewenangan untuk melakukan perdagangan lintas negara akan
tertib. Tidak akan ada timpang tindih otoritas lagi dalam melakukan kegiatan ekspor-
impor.
Jika sistem ini bekerja optimal dalam perdagangan internasional, maka tingkat efektivitas
dan efisiennya tinggi. Sistem ini memiliki peluang kecil manusia untuk berinteraksi. "Jadi, ini
less paper work dan kecil bersentuhan dengan manusia sehingga menjadi critical
reform.Kemungkinan terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme sangat kecil."
Hatta juga mengatakan bahwa untuk mendukung upaya NSW ini, pemerintah telah
membangun broadband. Pemerintah membangun 50 ribu kilometer serat optic di beberapa
perairan dalam sebagai upaya konektivitas. "Ini adalah tulang punggung yang Indonesia
bangun habis-habisan," katanya.
Ia berharaap partisipasi swasta dalam persiapan NSW 2015 agar APBN tidak terlalu
terbebani. "Penting juga untuk menerapkan pola public private partnership karena ini
adalah program komersial."
Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/06/10/090487023/Hadapi-Masyarakat-
Ekonomi-ASEAN-IT-Makin-Penting
Kesimpulan
Dari isu mengenai program kesejahteraan masyarakat yang kita ambil dari isu
masyarakat ekonomi Asean ini dititik beratkan dapat mensejahterakan rakyat yang berprofesi
sebagai wirausaha. Tetapi di balik itu program masyarakat ekonomi asean ini dapat
mensejahterakan masyarakat secara tidak langsung, seprti tujuannya di ranah nasional yang
memperkeil kesenjangan ekonomi di Negara berkembang. Artinya kemungkinan besar hal ini
dapat membuat kenaikan terhadap pendapatan perkapita di tiap-tiap daerah dan juga
membuka lapangan pekerjaan yang lebih lebar kembali. Program masyarakat ekonomi asean
ini dapat memudahkan industry menengah kebawah yang ditunjang oleh menteri koperasi
yang telah dilatih dan dipersiapkan untuk adanya MEA ini ditahun 2015 nanti.
Tetapi yang perlu dilihat kembali dan diperhatikan adalah dimana Indonesia sendiri
harus siap dan mampu dalam sumber daya manusianya untuk menjalankan MEA ini nanti.
Tidak hanya di sumber daya manusianya saja, tetapi teknologi yang menunjang cara kerja ke
depannya nanti ini juga perlu dipersiapkan kembali. Indonesia memang belum mempunyai
teknologi yang dapat dikatakan sebaga teknologi canggih untuk menunjang produksi-
produksi. Sumber daya manusia harus diatasi dengan serius guna mengatasi permasalahan
ekonomi, sosial, dan pemerintah juga turut siap dalam menghadapi pasar bebas MEA ini.
Sistem perdangan yang diterapkan MEA nantinya yaitu dengan NSW. NSW ini
sangat berpengaruh besar untuk sistem perdagangannya yang nantinya akan melakukan
perdagangan lintas Negara (ekspor-impor). Tidak hanya itu tapi juga pola public private
partnership yang pernah dijalankan dan diterapkan haruslah diterapkan kembali dalam
penerapan MEA nantinya agar tidak terjadi missed diantara pihak public and private di
Negara sendiri. Dari isu diatas lebih menitik beratkan bahwa yang perlu diperhatikan dan
dipersiapkan kembali untuk MEA ini adalah sumber daya manusianya disertai teknologi yang
bisa menyokong kegiatan MEA 2015 nantinya.
http://anafisipunpad13.blogspot.co.id/2014/09/masyarakat-ekonomi-asean.html
2014/0215
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT karena atas segala karunia, rahmat dan berkat-Nya, paper ini
dapat diselesaikan. Paper ini penulis sampaikan kepada pembina mata kuliah pengantar ilmu
ekonomi Ibu Yustiana Wardhani, M.M. sebagai salah satu syarat tugas mata kuliah tersebut.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa paper ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi
penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari ibu Yustiana Wardhani, M.M. guna
menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi penulis untuk lebih baik di masa yang akan
datang. Semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Bogor, Desember 2014
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
LLatar Belakang............................................................................................... 1
2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
3 Tujuan............................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
2Posisi Indonesia di Pentas ASEAN............................................................... 3
2 Tantangan MEA 2015.................................................................................... 5
2 Kesiapan dan Kekuatan Indonesia Menghadapi MEA 2015........................ 7
2Bagaimana Mengembangkan SDM dan Jiwa Kewirausahaannya dalam menghadapi MEA
2015 11
2Upaya Pemerintah dalam Menghadapi MEA................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan kami dalam melakukan kegiatan observasi ini adalah :
1. Mengetahui apa yang di maksud dengan masyarakat ekonomi ASEAN
2. Mengetahui potensi Indonesia di pentas ASEAN
3. Mengetahui bagaimana cara menghadapi tantangan dalam MEA 2015
BAB II
PEMBAHASAN
Berkaca pada salah satu statement ASEAN Community bahwa Masyarakat ASEAN
2015 adalah Warga ASEAN yang cukup sandang pangan, cukup lapangan pekerjaan,
pengangguran kecil tingkat kemiskinan berkurang melalui upaya penanggulangan kemiskinan
yang kongkrit. Pemerintah Indonesia sampai dengan pada saat ini terus berusaha untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia itu sendiri makmur dan berkecukupan sebelum memasuki
AEC kelak.
ASEAN Economic Community (AEC) sebenarnya merupakan bentuk integrasi
ekonomi yang sangat potensial di kawasan maupun dunia. Barang, jasa, modal dan investasi
akan bergerak bebas di kawasan ini. Integrasi ekonomi regional memang suatu
kecenderungan dan keharusan di era global saat ini. Hal ini menyiratkan aspek persaingan
yang menyodorkan peluang sekaligus tantangan bagi semua negara. Skema AEC 2015
tentang ketenagakerjaan, misalnya, memberlakukan liberalisasi tenaga kerja profesional
papan atas, seperti dokter, insinyur, akuntan dsb. Celakanya tenaga kerja kasar yang
merupakan kekuatan Indonesia tidak termasuk dalam program liberalisasi ini. Justru tenaga
kerja informal yang selama ini merupakan sumber devisa non-migas yang cukup potensional
bagi Indonesia, cenderung dibatasi pergerakannya di era AEC 2015.
Ada tiga indikator untuk meraba posisi Indonesia dalam AEC 2015. Pertama, pangsa
ekspor Indonesia ke negara-negara utama ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Pilipina)
cukup besar yaitu 13.9% (2005) dari total ekspor. Dua indikator lainnya bisa menjadi
penghambat yaitu menurut penilaian beberapa institusi keuangan internasional - daya saing
ekonomi Indonesia jauh lebih rendah ketimbang Singapura, Malaysia dan Thailand.
Percepatan investasi di Indonesia tertinggal bila dibanding dengan negara ASEAN lainnya.
Namun kekayaan sumber alam Indonesia yang tidak ada duanya di kawasan, merupakan
local-advantage yang tetap menjadi daya tarik kuat, di samping jumlah penduduknya terbesar
yang dapat menyediakan tenaga kerja murah.
Sisa krisis ekonomi 1998 yang belum juga hilang dari bumi pertiwi, masih berdampak
rendahnya pertumbuhan investasi baru (khususnya arus Foreign Direct Investment) atau
semakin merosotnya kepercayaan dunia usaha, yang pada gilirannya menghambat
pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut karena buruknya infrastruktur ekonomi,
instabilitas makro-ekonomi, ketidakpastian hukum dan kebijakan, ekonomi biaya tinggi dan
lain-lain. Pemerintah tidak bisa menunda lagi untuk segera berbenah diri, jika tidak ingin
menjadi sekedar pelengkap di AEC 2015. Keberhasilan tersebut harus didukung oleh
komponen-komponen lain di dalam negeri. Masyarakat bisnis Indonesia diharapkan
mengikuti gerak dan irama kegiatan diplomasi dan memanfaatkan peluang yang sudah
terbentuk ini. Diplomasi Indonesia tidak mungkin harus menunggu kesiapan di dalam negeri.
Peluang yang sudah terbuka ini, kalau tidak segera dimanfaatkan, kita akan tertinggal, karena
proses ini juga diikuti gerak negara lain dan hal itu terus bergulir. Kita harus segera berbenah
diri untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia yang kompetitif dan berkulitas
global.
Tantangan Indonesia kedepan adalah mewujudkan perubahan yang berarti bagi
kehidupan keseharian masyarakatnya. Semoga seluruh masyarakat Indonesia kita ini bisa
membantu untuk mewujudkan kehidupan ekonomi dan sosial yang layak agar kita bisa segera
mewujudkan masyarakat ekonomi ASEAN tahun 2015.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diberlakukannya ASEAN Economic Community (AEC) atau yang lebih dikenal
sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN akan meberikan dampak yang sangat luas bagi bangsa
Indonesia baik dari sisi negative juga positifnya. Beberpa tantangan seperti persaingan
dengan tenaga kerja asing, tenggelamnya produk dalam negeri, serta kemungkinan investasi
yang tidak terkendali.
Namun masyarakat Indonesia tidak perlu pesimis dengan hal tersebut, karena
sebenarnya Indonesia memiliki kualitas yang patut untuk diwaspadai oleh negara-negara
lainnya di kawasan ASEAN. Kekuatan utama Indonesia ada di hasil alam serta pariwisatanya,
yang kemudian didukung oleh semangat berwirausaha dan proteksi dari pemerintah. Sebagai
sector multidimensi, pariwisata Indonesia diharapkan dapat memenangkan persaiangan
global sehingga dapat menggerakkan sektor-sektor lain seperti pertanian, perikanan, dan
perdagangan.
Ad. 2 PERATURAN-PERATURAN
Peraturan merupakan pelaksanaan Undang-Undang yang dibuat oleh Presiden dan Menteri
Tenaga Kerja. Peraturan ini dapat berwujud P.P (Peraturan Pemerintah), Keputusan Menteri
Tenaga Kerja, Keputusan Presiden.
Contoh : Peraturan Pemerintah R.I No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keempat atas
Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.
Contoh : Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.102 Tahun 2004 tentang
Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur.
Ad. 4 PERJANJIAN
Yang dimaksud perjanjian sebagai sumber hukum perburuhan ini adalah Perjanjian Kerja dan
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Perjanjian kerja adalah perjanjian antara para pihak (pekerja) dengan pengusaha yang dibuat
secara tertulis mengenai syarat-syarat kerja. Perjanjian tersebut memuat :
a. nama, alamat perusahaan, jenis usaha;
b. nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja;
c. jabatan/jenis pekerjaan;
d. tempat pekerjaan;
e. besarnya upah dan cara pembayaran;
f. hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja;
g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
h. tempat dan tanggal perjanjian dibuat;
i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang dibuat oleh Serikat Pekerja atau beberapa
Serikat Pekerja yang telah tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan dengan pengusaha atau beberapa pengusaha.
Baik perjanjian kerja maupun perjanjian kerja bersama dapat menjadi sumber hukum
perburuhan bila ada masalah perburuhan diantara pekerja/Serikat Pekerja dengan
pengusaha/beberapa pengusaha.
Ad. 5 TRAKTAT/KONVENSI
Traktat adalah perjanjian yang diadakan oleh beberapa negara di dunia ini mengenai
permasalahan perburuhan.
Negara-negara tersebut menjadi Anggota International Labour Organization (ILO).
Sampai dengan Tahun 2001 ILO telah menghasilkan 184 konveksi, 12 diantaranya telah
diratifikasi Indonesia. Dari 12 konveksi tersebut ada yang diratifikasi pemerintah Hindia
Belanda dan pemerintah Republik Indonesia.
a. Konveksi yang diratifikasi pemerintah Hindia Belanda
1. Konvensi No.19 Tahun 1925 tentang Equality of Treatment (Accident Compensation) =
Perlakuan yang sama bagi pekerja nasional dan asing dalam hal tunjangan kecelakaan. Diatur
dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
2. Konvensi No. 27 Tahun 1929 tentang Marking of Weight (Packages Transported by
Vessel) = Pemberian tanda berat pada barang-barang besar yang diangkut dengan kapal.
3. Konvensi No. 29 Tahun 1929 tentang Foroed Labour = Wajib kerja.
4. Konvensi No. 45 Tahun 1945 tentang Underground Work (Women) = Kerja wanita
dalam semua macam tambang dibawah tanah.
b. Konvensi yang Diartifikasi Pemerintah Republik Indonesia
1. Konvensi No.98 Tahun 1949 tentang Right to Organized & Collective Emergency =
Berlakunya dasar-dasar hak berorganisasi dan berunding bersama. Diratifikasi dengan
Undang-Undang No.18 Tahun 1956 dan diatur secara khusus dalam Undang-Undang No. 21
Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
2. Konvensi No.100 Tahun 1951 tentang Equal Penumaration = Pengupahan yang sama
bagi pekerja laki-laki dan wanita yang mempunyai nilai yang sama.
3. Konvensi No.106 Tahun 1957 tentang Weekly Rest/Commerce & Office = Istirahat
mingguan diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal
79 ayat (2a)
4. Konvensi No.120 Tahun 1964 tentang Hygiene (Commerce & Office)
Hygiene dalam perniagaan dan kantor diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja.
5. Konvensi No.105 Tahun 1957 tentang Abolition of Foroed Labour = Penghapusan Kerja
Paksa diatur dalam Undang-Undang No.19 Tahun 1999 tentang Penghapusan Kerja Paksa.
6. Konvensi No.138 Tahun 1973 tentang Minimum Age for Administration of Employment
= Usia minimum untuk diperbolehkan bekerja diatur dalam Undang-Undang No.20 Tahun
1999 tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.
7. Konvensi No.111 Tahun 1958 tentang Discrimination in Respect of Employment &
Occupation = Deskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. Diatur dalam Undang-Undang
No.21 Tahun 2001 tentang Diskriminasi dalam Pekerjan dan Jabatan.
8. Konvensi No.182 Tahun 1999 tentang Prohibition and Immediate Action for the
Elimination Of The Worst Form Of Child Labour = Pelarangan dan tindakan segera
penghapusan bentuk-bentuk pekerjan terburuk untuk anak. Diatur dalam Undang-Undang
No.1 Tahun 2001 tentang penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
https://www.facebook.com/permalink.php?id=372952162727420&story_fbid=79650493037
2139
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Ketenagakerjaan
Salah satu persoalan mendasar dalam aspek ketenagakerjaan adalah
pengangguran. Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah orang yang masuk
dalam angkatan kerja (15 tahun keatas) yang sedang mencari pekerjaan, yang
mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena mesara tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan
(sebelumnya dikatagorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang sudah punya
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikatagorikan pekerjaan bekerja), dan
pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja. Selain pengangguran terbuka, juga
dikenal istilah Setengah Pengangguran (Under Unemployment) yaitu tenaga kerja yang
tidak bekerja secara optimal yang bekrja kurang dari 35 jam selama seminggu.
Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan persoalan serius
karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran
masyarakat tidak mencapai potensi maksimal. Diilihat dari penyebabnya, pengangguran
dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian :
1. Pengangguran struktural yaitu : pengangguran yang terjadi karena adanya perubahan dalam
struktur perekonomian. Penduduk tidak mempunyai keahlian yang cukup untuk memesuki
sektor baru sehingga mereka menganggur. Contoh para petani kehilangan pekerjaan
karena adanya berubahan dari daerah agraris menjadi daerah industri.
2. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang terjadi karena menurunnya
kegiatan perekonomian (misal terjadi resesi) sehingga menyebabkan
berkurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).
3. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena adanya
pergantian musin misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
4. Pengangguran friksional adalah Pengangguran yang muncul akibat adanya
ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja.
5. Pengangguran teknologi adalah Pengangguran yang terjadi karena adanya
penggunaan alat-alat teknologi yang semakin modern yang menggantikan
tenaga krja manusia.
Data tentang situasi ketenaga kerjaan merupakan salah satu data pokok yang
dapat mengambarkan kondisi perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan
penduduk di suatu wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Salah satu isu penting dalam
ketenagakerjaan, disamping keadaan angkatan kerja (economically active population) dan
struktur ketenagakerjaan adalah isu pengangguran. Pengangguran dari sisi ekonomi
merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang
tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas tidak mampu menyerap para
pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah
penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-masalah di
bidang ekonomi saja melainkan juga menimbulkan berbagi masalah di bidang sosial seperti
kemiskinan dan kerawanan sosial.
Untuk memenuhi kebutuhan data ketenagakerjaan, Badan Pusat Statistk (BPS)
melaksanakan pengumpulan data ketenagakerjaan melalui berbagai kegiatan sensus dan
suevei antara lain Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (Supas), Survei
Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas).
Sakernas merupakan survei yang dirancang khusus untuk mengumpulkan data
ketenagakerjaan dengan pendekatan rumah tangga.
1. Penduduk
Semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama enam bulan
atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk
menetap.
2. Usia kerja
Indonesia menggunakan batas bawah usia kerja (economically active population) 15 tahun
(meskipun dalam survei dikumpulkan informasi mulai dari usia 10 tahun) dan tanpa batas
atas usia kerja.
3. Angkatan Kerja
Konsep angkatan kerja merujuk pada kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk usia
kerja selama periode tertentu. Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja,
atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan pengangguran.
4. Bukan angkatan kerja
Penduduk usia kerja tidak termasuk angkatan kerja mencakup penduduk yang bersekolah,
mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainya.
5. Bekerja
Kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntingan paling sedikit 1(satu) jam secara tidak terputus
selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja
maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak bekerja,
misal karena cuti, sakit dan sejenisnya.
Kriteria satu jam (the one-hour criterion) digunakan dengan pertimbangan untuk
mencakup semua jenis pekerjaan yang mungkin ada pada suatu negara, termasuk
didalamnya adalah pekerja dengan waktu singkat (short-time work), pekerja bebas, stand-by
work dan pekerja yang tak beraturah lainnya.
Kriteria satu jam juga dikaitkan dengan definisi bekerja dan pengangguran yang
digunakan, dimana pengangguran adalah situasi dari ketiadaan pekerja secra total,
sehingga jika batas minimum dari jumlah jam kerja dinaikkan maka akan mengubah definisi
pengangguran yaitu bukan lagi ketiadaan pekerjaan secara total.
Di samping itu, juga untuk memastikan bahwa pada suatu tingkat agregasi tertentu
input tenaga kerja total berkaitan langsung dengan produksi total. Hal ini diperlukan
terutama ketika dilakukan join analysis antara statistik ketenagakerjaan dan statistik
produksi. Kriteria satu jam ini bisa berarti satu jam per minggu maupun satu jam per hari.
Penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja norma l( dalam hal ini 35 jam
seminggu, tidak termasuk yang sementara tidak bekerja) dikatagorikan sebagai setengah
pengangguran.
6. Pengangguran
Definisi untuk pengangguran adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, bersedia
untuk bekerja, dan sedang mencari pekerjaan. Definisi ini digunakan pada pelaksanaan
Sakernas 1986 sampai dengan 2000, sedangkan sejak tahun 2001 definisi pengangguran
mengalami penyesuaian/perluasan menjadi sebagai berikut ;
Pengangguran adalah mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikatagorikan sebagai bukan angkatan kerja), yang
sudak punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikatagorikan sebagai
bekerja), dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Pengangguran
dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (open
unemployment).
Mereka yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan, dan
Mereka yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja,
tetapi belum mulai bekerja.
Dimana :
AK = Angkatan Kerja
B. Teori-teori Ketenagakerjaan
1. Teori Klasik Adam Smith
Adam smith (1729-1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi yang kemudian
dikenal sebagai aliran klasik. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa
alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah
ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar
ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan
syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
2. Teori Malthus
Sesudah Adam Smith, Thomas Robert Malthus (1766-1834) dianggap sebagai pemikir
klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Thomas
Robert Malthus mengungkapkan bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat
dibandingkan dengan produksi hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Manusia berkembang sesuai dengan deret ukur, sedangkan produksi makanan hanya
meningkat sesuai dengan deret hitung.
Jika hal ini tidak dilakukan maka pengurangan penduduk akan diselesaikan secara alamiah
antara lain akan timbul perang, epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya.
3. Teori Keynes
John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa dalam kenyataan pasar tenaga
kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai
semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan
buruh dari penurunan tingkat upah.
Kalaupun tingkat upah diturunkan tetapi kemungkinan ini dinilai keynes kecil sekali, tingkat
pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota
masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan
menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli
masyarakat akan mendorong turunya harga-harga.
Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor ( marginal value of
productivity of labor) yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam
mempekerjakan labor akan turun. Jika penurunan harga tidak begitu besar maka kurva nilai
produktivitas hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah
tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-
harga turun drastis, ini menyebabkan kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis
pula, dan jumlah tenaga kerja yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran
menjadi semakin luas.
4. Teori Harrod-domar
Teori Harod-domar (1946) dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini investasi
tidak hanya menciptakan permintaan, tapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas
produksi yang membesar membutuhkan permintaan yang lebih besar pula agar produksi
tidak menurun. Jika kapasitas yang membesar tidak diikuti dengan permintaan yang besar,
surplus akan muncul dan disusul penurunan jumlah produksi.
5. Teori Tentang Tenaga Kerja
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja seperti yang sudah
dibukakan dalam Latar belakang dari pemelihan judul ini adalah ketidak seimbangan akan
permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor),
pada suatu tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut penawaran yang lebih besar dari
permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan
dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor) dalam pasar tenaga kerja.
C. Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia
Tiga masalah ketenagakerjaan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015:
2. Mendorong Investasi
Mengharapkan investasi dari luar negeri kenyataannya belum menunjukkan hasil yang
berarti selama tahun 2006 lalu. Para investor asing mungkin masih menunggu adanya
perbaikan iklim investasi dan beberapa peraturan yang menyangkut aspek perburuhan.
Kalau upaya terobosan lain tidak dilakukan, khawatir masalah pengangguran ini akan
bertambah terus pada tahun-tahun mendatang.
Beberapa produk perikanan dan kelautan juga sangat potensial untuk dikembangkan seperti
udang, ikan kerapu dan rumput laut dan beberapa jenis budidaya perikanan dan kelautan
lainnya. Sektor industri manufaktur dan kerajinan, khususnya untuk industri penunjang -
supporting industries seperti komponen otomotif, elektronika, furnitur, garmen dan produk
alas kaki juga memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan dan penyerapan tenaga
kerja. Penulis juga mencermati banyak sekali produkproduk IT dan industri manufaktur yang
sangat dibutuhkan, baik untuk pasar domestik, maupun untuk pasar ekspor. Di samping
kedua sektor tersebut, sector jasa keuangan, persewaan, jasa konsultasi bisnis dan jasa
lainnya juga memiliki prospek baik untuk dikembangkan.
3. Memperbaiki daya saing
Daya saing ekspor Indonesia bergantung pada kebijakan perdagangan yang terus menjaga
keterbukaan, disamping menciptakan fasilitasi bagi pembentukan struktur ekspor yang
sesuai dengan ketatnya kompetisi dunia. Dalam jangka pendek, Indonesia dapat
mendorong ekspor dengan mengurangi berbagai biaya yang terkait dengan ekspor itu
sendiri serta meningkatkan akses kepada pasar internasional. Kebijakan yang dapat dipakai
untuk mengontrol biaya-biaya tersebut diantaranya i) Menjaga kestabilan dan daya saing
nilai tukar ii) Memastikan peningkatan tingkat upah yang moderat sejalan dengan
peningkatan produktifitas iii) Akselerasi proses restitusi PPn dan restitusi bea masuk impor
bagi para eksportir dan iv) Meningkatkan kemampuan fasilitas pelabuhan dan bandara dan
infrastruktur jalan untuk mengurangi biaya transportasi.
Pemerintah dapat berupaya lebih keras lagi dalam menegosiasikan akses yang lebih besar
ke pasar internasional pada pembicaraan perdagangan multilateral Putaran Doha terbaru.
Karena Indonesia telah mempunyai kebijakan rezim perdagangan yang sangat terbuka,
pemerintah dapat meminta pemotongan bea masuk dan pembebasan atas berbagai
pengenaan bea masuk bukan ad-valorem oleh negara-negara maju, dengan dampak yang
kecil bagi kebijakan proteksi Indonesia sendiri.
4. Meningkatkan Fleksibilitas tenaga kerja
Indonesia memiliki aturan ketenagakerjaan yang paling kaku serta menimbulkan biaya
paling tinggi di Asia Timur. Sebagai contoh, biaya untuk mengeluarkan pekerja sangatlah
tinggi; pesangon yang harus dibayarkan mencapai 9 bulan gaji. Tentunya kebijakan pasar
tenaga kerja harus berimbang antara penciptaan pasar tenaga kerja yang fleksibel dengan
kebutuhan untuk memberikan perlindungan dan keamanan bagi tenaga kerja.
Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan fleksibilitas
tenaga kerja antara lain:
Menyelesaikan pelaksanaan perundang-undangan tenaga kerja dan berkonsentrasi pada
dua isu utama yang mendapat perhatian para pengusaha yaitu: i) keleluasaan dalam
mempekerjakan pekerja kontrak dan ii) keleluasaan dalam melakukan outsourcing, dengan
menekankan para sub-kontraktor untuk memenuhi hak-hak pekerja mereka.
Menciptakan peradilan tenaga kerja, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
perselisihan hubungan industrial. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses
penyelesaian perselisihan tenaga kerja.
Membentuk tim ahli dalam menentukan tingkat upah minimum. Pemerintah pusat dapat
menjalankan kewenangan untuk membatasi peningkatan upah minimum di daerah.
Jika diperlukan, merevisi Undang-undang mengenai Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional
yang baru disahkan dan membentuk komisi tingkat tinggi yang bertugas mendesain sistem
kesejahteraan nasional. Sistem ini harus dapat dilaksanakan dan mendukung penciptaan
lapangan pekerjaan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kondisi ketenagakerjaan di indonesia amatlah kurang dari harapan. Angka pengangguran
masih sangat tinggi, kualitas pekerja yang kurang memadai dan berbagai factor lain yang
turut memburuk kondisi tenaga kerja di Indonesia. Kebijakan pemerintah berkenaan dengan
ketenagakerjaan Indonesia belumlah cukup untuk mengentaskan para pekerja dari
kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
http://kartika-s-n-fisip08.web.unair.ac.id/artikel_detail-37092-
hardskill%20PERENCANAAN%20TENAGA%20KERJA%20DALAM%20ORGANISASI%20.
html
https://www.academia.edu/7148920/Menganalisis_Permasalahan_Ketenagakerjaan_di_Indo
nesia
http://industri.bisnis.com/read/20141202/12/379243/mea-2015-indonesia-hadapi-3-masalah-
ketenagakerjaan
http://seshakri-ariezuya.blogspot.co.id/2012/06/ventor-12.html
http://fattakhy.blogspot.co.id/2011/01/makalah-ketenagakerjaan-dan.html
http://www.slideshare.net/andreawburhana/ekonomi-ketenagakerjaan-ppt?related=1
http://underground-paper.blogspot.co.id/2013/06/makalah-ketenagakerjaan-di-
indonesia.html
http://www.bps.go.id/index.php/pencarian?keywordforsearching=pengangguran&yt1=Cari
http://www.bps.go.id/index.php/brs/1196
Sumber : http://myirfanberbagi.blogspot.co.id/2016/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html