Anda di halaman 1dari 152

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mewujudkan pembangunan nasional bangsa sebagai visi dan misi

Negara Kesatuan Republik Indonesia, negara melalui pemerintah diberikan

kewenangan dan tanggungjawab untuk mencapai pembangunan nasional

secara utuh dan menyeluruh sebagai komitmen atas janji yang telah disepakati

dalam bernegara. Pembangunan nasional sebagai suatu tanggung jawab, wajib

dilaksanakan oleh pemerintah demi terwujudnya kesejahteraan sosial,

ekonomi dan politik nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pengamalan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, tenaga

kerja merupakan salah satu unsur terpenting terlaksana atau tidaknya suatu

pembangunan. Tantangan pembangunan nasional berkaitan dengan

ketenagakerjaan bertambah dengan hadirnya perdagangan bebas dan

gelombang globalisasi, berdampak pada keterbukaan arus tenaga kerja lintas

negara sebagai kebutuhan yang tidak dapat dihindari.

Masalah ketenagakerjaan di Indonesia menjadi salah satu

permasalahan nasional yang harus mendapatkan perhatian khusus melalui

kebijakan strategis sehingga tercipta jaminan kesempatan kerja sebanyak

1
mungkin, perlindungan terhadap tenaga kerja secara menyeluruh serta

peningkatan kesejahteraan tenaga kerja secara nasional. Dalam hal ini

kebijaksanaan ketenagakerjaan dalam program pembangunan nasional selalu

diusahakan pada terciptanya kesempatan kerja sebanyak mungkin diberbagi

bidang usaha dengan peningkatan mutu dan perlindungan tenaga kerja yang

bersifat menyeluruh pada semua sektor.

Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perlindungan terhadap tenaga kerja

dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin

kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun

untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap

memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional yang

diterbitkan pada Senin tanggal 7 Mei 2018, menyebutkan bahwa jumlah

angkatan kerja pada Februari 2018 sebanyak 133,94 juta orang. Jumlah

tersebut mengalami kenaikan sebesar 2,39 juta orang dibanding Februari

2017, yang sebelumnya hanya mencapai 131, 55 juta orang1.

Kepala Badan Pusat Statistik Nasional Republik Indonesia, Suhariyanto

menambahkan dari seluruh penduduk bekerja pada data 2018, status pekerjaan
1
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,13 persen, Rata-rata upah buruh per
bulan sebesar 2,65 juta rupiah, website:
https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/1484/februari-2018--tingkat-
pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-13-persen--rata-rata-upah-buruh-per-bulan-
sebesar-2-65-juta-rupiah.html, diakses pada tanggal 29 September 2018.
2
utama yang terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai yang

mencapai 38,11 persen, diikuti status berusaha sendiri (18,58 persen),

berusaha dibantu buruh tetap (16,48 persen) dan pekerja keluarga/tak dibayar

(14,56 persen)2, sedangkan jumlah Tenaga Kerja Asing (TKA) di Indonesia

menurut  izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) Kementerian

Ketenagakerjaan hingga akhir 2017 mencapai 85.974 pekerja. Jumlah tersebut

hanya sekitar 0,03% dari total penduduk 261,89 juta jiwa. Total TKA yang

ada di tanah air tersebut lebih rendah dibanding dengan jumlah TKA di

beberapa negara lainnya yaitu Saudi Arabia mencapai 10,7 juta jiwa, Uni

Emirat Arab sebanyak 7,3 juta jiwa, Kuwait sebanyak 2 juta, Malaysia

sebanyak 1.8 juta jiwa, Qatar sebanyak 1.4 juta jiwa, Singapura sebanyak 1,4

juta jiwa, Taiwan sebanyak 725,3 ribu jiwa, Korea Selatan sebanyak 621 ribu

jiwa, Hongkong sebanyak 351,5 ribu jiwa, dan Brunai Darusalalam sebanyak

137,2 ribu jiwa3.

Dalam upaya meningkatkan percepatan pembangunan nasional

berkelanjutan, Indonesia tidak dapat bekerja sendirian tanpa menjalin

kerjasama dengan negara-negara lain khususnya negara-negara yang telah

2
Jumlah Angkatan Kerja Meningkat Pada Tahun 2018, website
:http://www.jurnas.com/artikel/33918/Jumlah-Angkatan-Kerja-Meningkat-pada-2018/,
diakses pada tanggal 28 September 2018.
3
Inilah Jumlah Tenaga Kerja Asing di Indonesia Dibanding Beberapa Negara,
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/08/21/inilah-jumlah-tenaga-kerja-
asing-di-indonesia-dibanding-beberapa-negara, diakses pada tanggal 29 September
2018.
3
terikat dengan kesepakatan atau perjanjian yang disepakati. Permasalahan

ketenagakerjaan semakin kompleks dengan hadirnya pola kerjasama kawasan

ekonomi yang terintegrasi antara satu negara dengan beberapa negara dalam

satu kawasan atau antara satu negara dengan negara-negara lain antar benua

dan antara satu atau beberapa negara dalam satu benua dengan

negara/beberapa negara dengan benua lainnya, seperti kesepakatan Perjanjian

Kemiteraan Ekonomi EPA Indonesia-Jepang, Integrasi Perdagangan Kawasan

Mayarakat Ekonomi ASEAN, ASEAN + 3 (China, Jepang dan Korea

Selatan), Kerjasama Multilateral ASEAN dengan Rusia (ASEAN-Russia

Trade and Investment Cooperation Work Programme) pada tahun 2015,

penandatanganan kesepakatan kerjasama dan investasi bidang Usaha Kecil

dan Menengah (UKM) Indonesia dan Australia pada awal tahun 2018 dan

berbagai bentuk kerja sama lainnya.

Pola perkembangan kerjasama ekonomi arus bebas lintas negara

tersebut, disatu sisi turut mendukung cita-cita negara dalam mewujudkan

pembangunan nasional dengan memberikan ruang dan kesempatan bagi

negara luar untuk menanamkan modal, berinvestasi serta turut menjadi

pelaku usaha di Indonesia sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang telah

disepakati, yaitu dengan diperbolehkannya tenaga kerja asing memasuki

wilayah kerja Indonesia, namun disisi lain menjadi tantangan bagi para tenaga

4
kerja lokal nasional untuk bersaing mendapatkan pekerjaan yang layak di

negaranya sendiri.

Dalam menanggulangi permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia,

negara dihadapkan dengan bertambahnya kesempatan ketersediaan lapangan

kerja bagi tenaga kerja lokal nasional, namun disisi lain, negara dihadapkan

dengan tantangan serbuan tenaga kerja asing sebagai dampak giatnya upaya

pembangunan nasional dan arus bebas investasi.

Kehadiran tenaga kerja asing juga tidak terlepas dari kebutuhan

sebuah perusahaan dalam meningkatkan kualitas dan performa serta

mempermudah jaringan bisnis. Keberadaan tenaga kerja asing dalam sebuah

perusahaan seringkali dijadikan sebagai suatu ukuran di dalam masyarakat

sebagai sebuah perusahaan dianggap lebih bergengsi dan berkualitas

dibandingkan dengan hanya mempekerjakan tenaga kerja lokal.

Seiring dengan gerak laju pembangunan dan pertumbuhan ekonomi

serta era globalisasi, masalah ketenagakerjaan mempunyai peranan penting

dan daya tawar di dalam pembangunan masyarakat yang strategis. Untuk

menghindari terjadinya gesekan dan legalitas serta penggunaan tenaga kerja

asing di Indonesia, Pemerintah harus cermat dalam menentukan kebijakan

yang berpihak pada kelangsungan hidup dan nasib tenaga kerja lokal dan

melaksanakan kebijakan pembatasan tenaga kerja asing guna menjaga

keseimbangan antara tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal nasional, oleh

5
karena itu, diperlukan suatu kebijakan hukum yang mengatur tenaga kerja

asing dalam rangka mencegah masuknya tenaga kerja asing ilegal, non skill

atau unskill worker yang dapat merugikan perekonomian, dan sekaligus

jaminan lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal. Disamping itu, pengaturan

tenaga kerja asing akan memberikan batasan sekaligus legalitas untuk

melindungi tenaga kerja asing dari perbuatan-perbuatan diskriminatif.

Dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, dilakukan melalui

mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan cara mewajibkan

bagi perusaahan yang mempergunakan tenaga kerja asing membuat rencana

penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) sebagaimana diatur sebelumnya

dalam Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2015 Tentang Tata Cara

Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Adapun tenaga kerja asing yang bekerja di

wilayah Indonesia diwajibkan memenuhi persyaratan berpendidikan sarjana

(S1) bagi tenaga kerja asing dan terhadap perusahaan pemberi kerja tenaga

kerja asing yang mempekerjakan 1 (satu) orang tenaga kerja asing,

mewajibkan harus dapat menyerap tenaga kerja lokal sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) orang pada perusahaan pemberi kerja tenaga kerja asing, serta

adanya kewajiban kepesertaan jaminan sosial nasional bagi tenaga kerja asing

yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan. Sedangkan ketentuan Izin

Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) berlaku juga bagi tenaga kerja

asing yang menduduki jabatan sebagai anggota direksi, dewan komisaris atau

6
anggota pembina, anggota pengurus dan anggota pengawas yang berdomisili

di luar negeri. Pemberian izin penggunaan tenaga kerja asing dimaksudkan

agar pengguna tenaga kerja asing dilaksanakan secara selektif dalam rangka

pemberdayaan tenaga kerja lokal secara optimal4.

Lahirnya sistem era kesatuan ekonomi global mengharuskan adanya

pola kebijakan hukum dalam menertibkan percepatan arus pembangunan dan

investasi, membuka lapangan pekerjaan birokrasi yang demokratis tanpa

mengabaikan kepentingan tenaga kerja nasional serta memberikan penegasan

ruang dan lingkup kerja tenaga kerja asing dalam mewujudkan Negara

Indonesia yang demokratis dan berdasarkan hukum.

Dalam menghadapi hal tersebut, sebagai perwujudan dari pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pemerintah

Indonesia telah melakukan berbagai langkah melalui regulasi dan deregulasi

terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan berkaitan dengan

pengaturan tenaga kerja asing (TKA), salah satu usaha pemerintah yaitu

dengan mengesahkan dan melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun

2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang diundangkan pada

tanggal 29 Maret 2018 menggantikan ketentuan hukum yang sebelumnya

diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan

Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga

4
Hesty Hastuti, Permasalahan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia, (Jakarta : BPHN-
Departemen Hukum dan HAM, 2005), hlm.20.
7
Kerja Pendamping dan diterbitkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing

menggantikan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 tahun 2015

tentang Tata cara Pengunaan Tenaga Kerja Asing.

Substansi dari Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Asing mengharuskan adanya harmonisasi

ketentuan dibidang ketenagakerjaan dalam mendukung arus percepatan

pembangunan dan investasi serta perluasan kesempatan kerja5 dalam visi

mewujudkan perekenomian bangsa Indonesia yang lebih baik. Melalui

deregulasai Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 menumbuhkan niat dan

terbuka luasnya iklim investasi untuk membuka lapangan kerja, namun

dengan pembatasan kesempatan kerja tenaga asing bersyarat.

Pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia sebagai

penegasan dan tindaklanjut pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan kebijakan legalisasi,

penegasan sekaligus proteksi terhadap penggunaan tenaga kerja asing beserta

batasan-batasan yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing yang bekerja di

Indonesia dengan standar kompetensi dan batasan jangka waktu tertentu.

Melalui kebijakan deregulasi tersebut menuntut terlaksananya prinsip kehati-

hatian dan selektivitas penggunaan tenaga kerja asing, pembatasan tenaga

5
Lihat Preambule Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Asing.
8
kerja asing dari penyalahgunaan secara ilegal demi terlindunginya kesempatan

kerja bagi tenaga kerja lokal di Indonesia dan membuka peluang kesempatan

kerja bagi tenaga kerja Indonesia di luar Indonesia.

Untuk itulah, dalam rangka pembatasan penggunaan tenaga kerja

asing, dilakukan tertib administrasi demi terciptanya kepastian hukum dan

tertib administrasi dalam rangka mempermudah arus investasi dan tersedianya

lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja lokal secara nasional dan mempermudah

pengawasan terhadap tenaga kerja asing di Indonesia. Pemerintah selaku

pengambil kebijakan harus ikut berperan dalam mengatur tata tertib termasuk

kriteria dan jabatan-jabatan tertentu yang diperbolehkan atau tidak

diperbolehkan dapat diduduki oleh tenaga kerja asing sebagai bentuk

pembatasan secara legal, sehingga dengan demikian dapat memberikan

kesempatan dan kepastian tersedianya lapangan kerja bagi tenaga kerja lokal

nasional di negaranya sendiri.

Menyikapi permasalahan tersebut, pemerintah telah beberapa kali

mengeluarkan kebijakan hukum dengan regulasi/deregulasi peraturan

perundang-undangan tentang yang berkaitan dengan kebijakan tenaga kerja

asing di Indonesia, diantaranya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018

Tentang Pengaturan tenaga Kerja Asing.

Lahirnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Asing menggantikan peraturan yang sebelumnya

9
diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan

Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga

Kerja Pendamping, telah menimbulkan pro dan kontra di dalam masyarakat,

Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tersebut dikawatirkan berpotensi

memberikan kesempatan kerja di dalam negeri yang didominasi oleh tenaga

kerja asing melalui arus investasi yang masif dan berdampak buruk terhadap

kelangsungan nasib tenaga kerja lokal. Hilangnya kesempatan kerja nasional

dalam negeri akan berakibat terjadinya pengangguran kerja secara besar-

besaran.

Senada dengan itu, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung sebagaimana

dikutip dari media elektonik detiknews.com yang diterbitkan pada hari Rabu,

tanggal 18 April 2018 pukul 18:26 WIB, menerangkan bahwa: “Peraturan

Presiden Nomor 20 tahun 2018 tersebut bertujuan untuk mempermudah

administrasi tenaga kerja asing level manajer ke atas, bukan untuk

memudahkan tenaga kerja asing masuk Indonesia dengan mempermudah

sistem administrasinya yang selama ini administrasinya terlalu berbelit-belit,

kemudian pengurusannya terlalu lama”6.

Kebijakan deregulasi melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun

2018 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tersebut

pada prinsip bertujuan untuk mendukung perekonomian nasional dan


6
Istana: Perpres No 20 Tahun 2018 Bukan untuk Datangkan TKA,
https://news.detik.com/berita/d-3978302/istana-perpres-no-20-tahun-2018-bukan-untuk-
datangkan-tka, diakses pada tanggal 25 Mei 2018.
10
perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi sehingga perlu

dilakukan pengaturan kembali perizinan penggunaan tenaga kerja asing

sebagai upaya penyesuaian perkembangan kebutuhan untuk peningkatan

investasi guna membuka lapangan kerja nasional yang lebih luas dengan tidak

menyampingkan ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

Kebijakan deregulasi ketenagakerjaan khususnya penggunaan tenaga

kerja asing dalam menyikapi perubahan-perubahan multi dimensional

mengarah pada prinsip selektivitas (selective policy) dan satu pintu (one gate

policy), sehingga kepentingan perlindungan tenaga kerja dapat terlaksana

tanpa mengabaikan prinsip globalisasi dan pelaksanaan otonomi daerah7.

Diterbitkannya deregulasi tentang penggunaan tenaga kerja asing dan

pengaturan tenaga kerja asing menjadi kesempatan bagi tenaga kerja nasional

untuk berkompetisi dalam persaingan kerja yang semakin terbuka, dan

kesiapan dalam mengembangkan diri menerima peralihan keahlian kepada

tenaga kerja pendamping.

Permasalahan yang timbul sehubungan dengan penggunaan tenaga

kerja asing di Indonesia adalah pelanggaran izin tinggal, dan izin kerja. Dalam

paspor para tenaga kerja asing ini tertulis bahwa izin yang diberikan

pemerintah Indonesia oleh pihak imigrasi adalah untuk bekerja sebagai tenaga

7
Nevey Varila Ariani, Penelitian Hukum, Jurnal Penelitian Hukum Dejure Vol. 18 No.1
Maret 2018, hlm. 121
11
kerja asing di Indonesia dengan jabatan dan waktu tertentu bahkan hanya

sebagai turis. Tidak jarang para perusahaan investor maupun perusahaan

pengguna tenaga kerja asing sering kali mendatangkan pekerja secara ilegal

dan tidak memiliki keahlian (unskill worker). Peningkatan jumlah tenaga kerja

yang terus bertambah dan tidak tertata rapi akibat pesatnya arus investasi

global telah melahirkan ketidakmampuan dalam menata tertib administrasi

pekerja lokal dan asing menyebabkan Peraturan Presiden Nomor 72 tahun

2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaannya

Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja pendamping dianggap tidak mampu

mencegah masuknya tenaga kerja asing secara sembarangan dan ilegal/unskill

worker yang bekerja sebagai buruh kasar di beberapa perusahaan di tanah air.

Sedangkan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Asing dianggap sebagai upaya hukum untuk

melegalkan masuknya tenaga kerja asing yang sudah dan akan masuk secara

Ilegal dan unskill worker.

Lahirnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 dan Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara

Penggunaan Tenaga Kerja Asing dirasa sangat perlu sebagai instrumen

hukum untuk melakukan tertib administrasi masuknya tenaga kerja asing

secara formal sesuai kualifikasi dan sebaliknya, untuk mencegah tenaga kerja

asing secara ilegal dan unskill worker ditengah giat investasi yang

12
mengglobalisasi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian melalui analisa dan

implikasi diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Asing secara komprehensif sebagai instrumen

dalam penanggulangan penanganan tenaga kerja di Indonesia, sehingga

persoalan-persoalan diatas dapat dipahami secara lebih baik, sekaligus

diperoleh rumusan yang lebih memadai bagi upaya penyelesaian berbagai

permasalahan di atas. Oleh karena itu, dengan ini penulis bermaksud untuk

menyajikan suatu karya tulis atau penelitian hukum yang diberi judul

“Tinjauan Yuridis Peraturan Perundang-Undangan Tenaga Kerja Asing

Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Tenaga Kerja Di

Indonesia”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, adapun yang

menjadi rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai

berikut:

13
1. Apa yang menjadi dasar kebijakan pengaturan penggunaan tenaga kerja

asing di Indonesia?

2. Apa Tujuan diterbitkannya Peraturan Perundang-Undangan Tentang

Penggunaan Tenaga Asing Di Indonesia?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, penulisan penelitian ini bermaksud

untuk mengetahui dampak kebijakan diterbitkannya Peraturan Presiden

Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Asing dan Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara

Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia, memberikan pengetahuan

tentang ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi dan dilaksanakan serta

kedudukan yang wajib dilaksanakan oleh tenaga kerja asing yang hendak

bekerja di Indonesia. Dengan demikian diperoleh suatu jawaban tentang

dampak dan tujuan diterbitnya kebijakan hukum melalui Peraturan Presiden

Nomor 20 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10

Tahun 2018 bagi eksistensi ketenagakerjaan di Indonesia, sehingga dapat

dibuat suatu deskripsi untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian tersebut.

Sedangkan tujuan dari penelitian tesis ini, terdiri dari:

a. Tujuan Umum

14
Tujuan umum dari penulisan tesis ini selain untuk melaksanakan Tri

Dharma Perguruan Tinggi dalam memenuhi syarat finalisasi magister

hukum pada program pasca sarjana Universitas Katolik Indonesia Atma

Jaya, juga bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang

hukum khususnya bidang hukum Relationship Industrial dan Sumber

Daya Manusia (SDM) serta memberikan pemahaman lebih jauh mengenai

kebijakan hukum diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun

2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan

Tenaga Kerja Asing di Indonesia.

b. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penulisan tesis yaitu untuk mendeskripsikan

dan menganalisis bagaimana ruang lingkup pelaksanaan, dampak dan

peranan kebijakan pengaturan tenaga kerja asing terhadap sistem

ketenagakerjaan di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagai

berikut:

15
a. Secara Teoritis, dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam

mempelajari dan mengkaji serta mengembangkan ilmu pengetahun di

bidang Relationship Industrial dan Sumber Daya Manusia (SDM)

khususnya dalam bidang hukum ketenagakerjaan, selain itu juga

diharapkan dapat memberikan referensi di bidang akademis sebagai

bahan kepustakaan hukum ketenagakerjaan dan bagi pengembangan ilmu

hukum dimasa yang akan datang.

b. Secara Praktis penulisan tesis ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi perumusan atau pengambil kebijakan

sehubungan dengan ketenagakerjaan, pemerintah (eksekutif), legislatif,

yudikatif, aktivis, lembaga sosial masyarakat, perusahan-perusahaan

swasta dan BUMN, praktisi dan akademisi dibidang ketenagakerjaan

sehingga dapat mewujudkan keseimbangan dan kemanfaatan serta

perlindungan hukum terhadap tenaga kerja Indonesia baik nasional

maupun asing di Indonesia. Penulis juga berharap para akademisi dan

mahasiswa Fakultas Hukum khususnya yang mempelajari hukum di

bidang ketenagakerjaan serta masyarakat pada umumnya dapat

memanfaatkan hasil dari penelitian ini untuk memperluas wawasan dan

pengetahuan mengenai hukum ketenagakerjaan.

1.5. Landasan Teori dan Kerangka Berpikir

16
1) Landasan Teori

Sebagai suatu kegiatan ilmiah, maka dalam suatu penelitian

diperlukan teori berupa asumsi, konsep, definisi dan proposisi untuk

menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara

merumuskan hubungan antar konsep8.

Suatu teori merupakan hubungan antar dua variable atau lebih yang

telah diuji kebenarannya. Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk

memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan. Teori

dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable bebas

tertentu dimasukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori variable

bersangkutan memang dapat mempengaruhi variable tak bebas atau

merupakan salah satu penyebab9.

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis

artinya menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam

kerangka teoritis yang relevan, sebagaimana yang dirumuskan oleh Hans

Kelsen yaitu yang berhubungan dengan konsep tanggungjawab hukum.

Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan

tertentu atau ia memikul tanggung jawab hukum berarti ia bertanggung

jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan hukum yang bertentangan10.
8
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2004), hlm. 19.
9
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2001), hlm. 30.
10
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of Law and
State”, alih bahasa Somardi, (Jakarta: Rumidi Pers, 2001), hlm.65.
17
Teori digunakan sebagai pisau analisa terhadap bahan hukum yang

dikumpulkan dalam rangka penulisan tesis dengan cara memilih dari

berbagai teori atau sistem berpikir daripada membangun sendiri atau

mencoba sendiri bagian-bagian dari suatu teori. Teori itu dapat dikatakan

sebagai prinsip-prinsip umum atau perangkat prinsip yang secara

keilmuan dapat dapat diterima dan menawarkan penjelasan tentang suatu

gejala11.

Dalam penelitian ini, teori yang digunakan sebagai landasan dalam

menganalisa pokok permasalahan terhadap Analisa Yuridis Terhadap

Implikasi Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan

Tenaga Kerja Asing Di Indonesia, dipergunakan teori keadilan yang

dikenal dengan istilah Theory of Justice. Teori ini diperkenalkan oleh

Aristoteles dalam bukunya The Nichomacean Ethich. Theory of Justice

terdiri dari distributive justice dan rectificatory justice12 dan teori keadilan

sosial yang dikemukakan oleh John Lawls.

Distributive Justice adalah peristiwa apabila hukum dan institusi-

institusi publik mempengaruhi manfaat-manfaat sosial kepada tiap-tiap

orang menurut jasanya yaitu tidak berdasarkan atas kesamarataan,

11
Erman rajagukguk, Filsafat Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, Fakultas, 2011),
hlm.8.
12
Aristoteles, The Nichomacean. (Rcis ed) (Cambridg: Cambridge University Press,
2000), hlm.85.
18
melainkan atas dasar kesebandingan. Oleh Aristoteles mengemukakan

bahwa:

“Distributive justice,....applies to the distribution of


publik interest such as honor or money or other things
that have to be shared among members of the political
community13”.
Sedangkan yang dimaksud rectificatory justice adalah ukuran dari

prinsip-prinsip penerapan hukum. Dalam pengaturan hubungan-hubungan

hukum harus ada standar umum untuk menanggulangi akibat-akibat dari

tindakan-tindakan, tanpa memandang siapapun orangnya. Menurut

Aristoteles mengemukakan bahwa:

“....the law looks only to the distinctive character of the


injury, and treats the parties as equel, if one is in the
wrong and the other is being wronged, and if one
inflicted injury and the other has received it14”.
John Rawls yang hidup pada awal abad 21, konsep keadilan lebih

menekankan pada keadilan sosial15. Hal ini terkait dengan munculnya

pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara pada

saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah jaminan

stabilitas hidup manusia dan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan

13
Nicholas Rescher, Fairness : The Theory and Practice of Distributive Justice, New
Brunswick, Transaction Publisher, 2000.
14
Ibid, hlm.115.
15
Damanhuri Fattah, Teori Keadilan Menurut John Rawls, Jurnal TAPIs, Vol.9 No.2 Juli
Desember 2013, hlm. 31
19
kehidupan bersama16. Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat

ideal yang adil adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak

dasar, kebebasan, kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan

kesejahteraan terpenuhi. Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan

untuk menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau

tidak dan melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial17.

Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah

situasi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsipprinsip

keadilan yang dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang

baik. Koreksi atas ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan

(call for redress) masyarakat pada posisi asli (people on original

position). Dalam posisi dasar inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar

(original agreement) anggota masyarakat secara sederajat18.

Untuk dapat menerapkan keadilan, membutuhkan suatu keadaan

finalitas atau kemanfaatan dan untuk dapat memastikan keadilan dan

keadaan kemanfaatan tersebut dapat tercapai maka dibutuhkan suatu

kepastian, maka pada prinsipnya hukum memang terdiri dari tiga aspek,

yakni:

a. Keadilan, yaitu menunjuk kesamaan hak dan kewajiban di depan

hukum.
16
Ibid, hlm 32.
17
Ibid.
18
Ibid, hlm.33.
20
b. Kemanfaatan, yaitu menunjuk kepada tujuan keadilan yakni

memajukan kebaikan dalam kehidupan manusia.

c. Kepastian, yaitu menunjuk pada jaminan bahwa hukum yang

didalamnya berisi keadilan dan norma kemanfaatan benar-benar

berfungsi sebagai hukum yang ditaati19.

Sehingga dengan demikian di dalam pelayanan hukum harus

memenuhi rasa keadilan di dalam masyarakat, walaupun rasa keadilan itu

sulit untuk dipastikan, namun setidaknya harus memenuhi suatu ukuran

normatif yang hidup di dalam masyarakat yang akan melahirkan suatu

kepastian hukum20.

2) Kerangka Konspetual

Untuk menghindari perbedaan pengertian dari istilah-istilah yang

dipakai dalam penulisan ini, didefinisikan beberapa konsep dasar agar

diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan dan untuk

menghindari perbedaan pengertian dari istilah-istilah yang dipakai dalam

penulisan yang telah ditentukan, sebagai berikut:

a. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi

kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat21.

19
Bernard L. Tanya, dkk, Teori Hukum, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hlm.171.
20
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm.146.
21
Lihat Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
21
b. Perencanaan tenaga kerja adalah proses penyusunan rencana

ketenagakerjaan secara sistematis yang dijadikan dasar dan acuan

dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program

pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan22.

c. Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat TKA adalah warga

negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah

Indonesia23.

d. Tenaga Kerja Pendamping adalah tenaga kerja Indonesia yang

ditunjuk dan dipersiapkan sebagai pendamping dalam rangka alih

teknologi dan alih keahlian24.

e. Pemberi Kerja Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut Pemberi

Kerja TKA adalah badan hukum atau badan lainnya yang

mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam

bentuk lain25.

f. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat

RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang

dibuat oleh Pemberi Kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang

22
Lihat Pasal 1 Ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
23
Lihat Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
24
Lihat Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Asing.
25
Lihat Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Asing.
22
disahkan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintahan di

bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk26.

g. Visa Tinggal Terbatas yang selanjutnya disebut Vitas adalah

keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang di

Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lain yang ditetapkan

oleh Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi

Orang Asing untuk melakukan perjalanan ke Wilayah Indonesia dan

menjadi dasar untuk pemberian Izin Tinggal Terbatas dalam rangka

bekerja27.

h. Izin Tinggal Terbatas yang selanjutnya disebut Itas adalah izin yang

diberikan kepada orang asing tertentu untuk berada dan tinggal di

Wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu untuk bekerja28.

i. Notifikasi adalah persetujuan penggunaan TKA yang diterbitkan oleh

Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan

Kesempatan Kerja sebagai dasar penerbitan Itas29.

j. Pekerjaan Bersifat Darurat dan Mendesak adalah pekerjaan yang tidak

terencana yang memerlukan penanggulangan segera disebabkan antara

26
Lihat Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Asing.
27
Lihat Pasal 1 Ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Asing.
28
Lihat Pasal 1 Ayat (6) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Asing.
29
Lihat Pasal 1 angka (15) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018
tentang Tata cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
23
lain bencana alam, kerusakan mesin utama, huru-hara/unjuk

rasa/kerusuhan yang perlu segera ditangani untuk menghindari

kerugian fatal bagi perusahaan dan/atau masyarakat umum30.    

k.  Pekerjaan Bersifat Sementara adalah pekerjaan yang bersifat sewaktu-

waktu atau dapat diselesaikan dalam jangka waktu singkat paling lama

6 (enam) bulan31.

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

A. Pengertian Tenaga Kerja Asing (TKA)

Tenaga kerja didefenisikan terhadap setiap orang yang dianggap

dapat dan mampu bekerja. Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap

30
Lihat Pasal 1 angka (10) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018
tentang Tata cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
31
Lihat Pasal 1 angka (11) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018
tentang Tata cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
24
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat32dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain 33.

Pengertian setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

menghasilkan barang dan/jasa, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat dapat meliputi setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain atau setiap orang

yang bekerja sendiri dengan tidak menerima upah atau imbalan. Tenaga

kerja meliputi pegawai negeri, pekerja formal, dan orang yang belum

bekerja atau pengangguran34.

Abdul Khakim memberikan pengertian bahwa tenaga kerja asing

adalah tiap orang bukan warga negara Indonesia yang mampu melakukan

pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna

menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat35.

Sedangkan Murti, mendefinisikan tenaga kerja sebagai individu yang

menawarkan keterampilan dan kemampuan untuk memproduksi barang

atau jasa agar perusahaan dapat meraih keuntungan dan untuk itu individu
32
Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
33
Lihat Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
34
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika,
2009), hlm. 1.
35
Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2009), hlm.27.
25
tersebut akan memperoleh gaji atau upah sesuai dengan keterampilan yang

dimilikiya36. Sedangkan menurut Mulyadi mendefinisikan definisi tenaga

kerja sebagai penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau

jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi

barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika

mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut37.

Selain beberapa para sarjana yang memberikan pengertian tentang

tenaga kerja asing, Simanjuntak mendefinisikan bahwa tenaga kerja

mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang

mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah

dan mengurus rumah tangga. Pencari kerja, bersekolah, dan mengurus

rumah tangga walaupun tidak bekerja, tetapi secara fisik mampu dan

sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. Pengertian tentang tenaga kerja yang

dikemukakan oleh Simanjuntak memiliki pengertian yang lebih luas dari

pekerja/buruh. Pengertian tenaga kerja disini mencakup tenaga

kerja/buruh yang sedang terkait dalam suatu hubungan kerja dan tenaga

kerja yang belum bekerja. Sedangkan pengertian dari pekerja/buruh

adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan

36
Murti Sumarni dan John Suprihanto, Pengantar Bisnis Dasar-Dasar Ekonomi
Perusahaan, (Yogyakarta : Liberty, 2014), hlm.5.
37
Mulyadi S, Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada), 2014, hlm.71.
26
dalam bentuk lain. Dengan kata lain, pekerja atau buruh adalah tenaga

kerja yang sedang dalam ikatan hubungan kerja38.

Berdasarkan dari definsi baik dari peraturan perundang-undangan

serta pendapat para hali diatas, dapat ditemukan satu penekanan yang

menjadi unsur fundamental tenaga kerja asing. Unsur fundamental yang

dimaksud adalah terletak pada persoalan kewarganegaraan seorang

pekerja.

Pada prinsipnya usia tenaga kerja di Indonesia ditentukan dengan

batas usia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Penetapan batas usia

tenaga kerja oleh pemerintah Indonesia didasarkan pada perhitungan

bahwa rentang usia 15 tahun hingga 64 tahun dianggap sebagai usia

produktif untuk bekerja.

Secara umum, tenaga kerja dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa

kelompok, yaitu:

1. Tenaga kerja terlatih yaitu tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam

bidang tertentu dengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja jenis

ini dibutuhkan latihan secara rutin dan berulang-ulang sehingga

mampu menguasai bidang pekerjaan yang ditekuninya, seperti

mekanik, apoteker, ahli bedah dan lain-lain.

38
Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2008), hlm.12-13.
27
2. Tenaga kerja terdidik yaitu tenaga kerja yang memiliki keahlian dan

kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara pendidikan formal atau

nonformal, seperti pengacara, dokter dan profesi lainnya.

3. Tenaga kerja tidak terlatih dan tidak terdidik yaitu tenaga kerja yang

tidak memiliki keahalian dan keterampilan khusus maupuan keahlian

yang diperoleh melalui pendidikan formal atau informal. Kelompok

tenaga kerja ini sering disebut juga sebagai tenaga kerja kasar yang

mengandalkan tenaga yang dimiliki, seperti buruh angkut, kuli, asisten

rumah tangga dan lain-lain.

B. Sejarah dan Pengertian Tenaga Kerja Asing

Istilah Tenaga Kerja Asing atau sering disingkat (TKA) sudah

menjadi fenomena yang lumrah, dilihat dari perkembangannya, latar

belakang digunakannya TKA di Indonesia mengalami perubahan sesuai

zamannya39. Keberhasilan pembangunan ekonomi di negara maju telah

mendorong tingkat upah dan kondisi lingkungan kerja ke tahap yang lebih

baik. Dinegara industri baru, percepatan pembangunan ekonomi

menyebabkan permintaan akan tenaga kerja yang berketerampilan harus di

datangkan dari negara maju, sedangkan untuk pekerjaan yang lebih


39
Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia: Dinamika & Kajian Teori, Cet. Ke-1,
(Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm.111.
28
mementingkan otot datang dari negara miskin dan berkembang.

Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi masa kini telah

memberikan sumbangsih dan dampak yang luas serta membuka

kesempatan masyarakat dunia menemukan jalan untuk mencari pekerjaan

di luar wilayah negaranya sendiri.

Perkembangan era globalisasi masa kini tidak hanya menyebabkan

masifnya perputaran arus investasi dan informasi secara cepat antar

bangsa, namun juga berpengaruh pada kemudahan peluang kerja. Negara

yang tenaga kerja dengan upah murah akan senantiasa mencari kerja ke

negara lain yang memberikan kemudahan dan upah lebih tinggi.

Tenaga kerja yang memiliki kewarganegaraan berbeda satu sama

lain dalam suatu negara, telah melahirkan istilah tenaga kerja asing yang

hak dan kewajibannya diatur secara berbeda pula. Tenaga kerja asing

(TKA) adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja

di Indonesia40. Setiap orang selain berkewarganegaraan Indonesia bekerja

di wilayah negara republik Indonesia disebut tenaga kerja asing.

Menurut Dra. C. Sumarprihatiningrum mendefinisikan Tenaga Kerja

Asing sebagai orang asing yang bukan warga negara Indonesia karena

kemampuan dna kualifikasi yang dimilikinya sangat dibutuhkan untuk


40
Lihat Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan Peraturan Presiden Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 20
Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
29
melakukan kegiatan dan atau pekerjaan di dalam negeri guna memenuhi

kebutuhan masyarakat.

C. Urgensi Pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Pengaturan hukum ketenagakerjaan merupakan bentuk kebijakan

negara dalam mengatur lalu lintas ketenagakerjaan secara normatif dan

aplikatif melalui kodifikasi hukum sehingga tersusun secara sistematis dan

saling mengisi satu sama lain antara peraturan hukum yang lebih tinggi

dengan peraturan hukum yang lebih rendah dibawahnya. Dalam sistem

ketatanegaraan, Indonesia menganut sistem negara hukum yang

mewajibkan semua sikap tindak dan perilaku didasarkan pada hukum,

oleh karenanya, ketentuan-ketentuan hukum yang ada diwujudkan dalam

bentuk formal dan materil melalui peraturan perundang-undangan secara

tertulis.

Menurut Padmo Wahyono dalam Aries Haryanto 41, dalam negara

hukum dan kesejahteraan mewajibkan adanya pengakuan dan

41
Aries Hariento, Hukum Ketenagakerjaan : Makna Kesusilaan dalam Perjanjian Kerja
(Yogyakarta : Laksbang Presindo, 2016), hlm.178-179.
30
perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, menjamin keamanan,

ketertiban dan mewujudkan keadilan sosial serta kesehteraan masyarakat.

Perlindungan hukum dapat memberikan rasa aman, tertib dan

jaminan keselamatan warga negara dalam negaranya. Karena itu

kedaulatan hukum mengikat bagi setiap subjek hukum manusia baik

warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang berada di

wilayah hukum negara Indonesia. Keberadaan tenaga kerja asing yang

bekerja diwilayah hukum Republik Indonesia. Pentingnya tenaga kerja

sebagai kebutuhan dapat menentukan berjalan atau tidaknya dan

berkembang majunya sebuah usaha. Suatu perusahaan maju dan besar

senantiasa membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup demi

kelangsungan perkembangan perusahaannya, meskipun dengan

mengeluarkan biaya yang lebih.

Tingginya kebutuhan tenaga kerja diberbagai bidang menyebabkan

peningkatan permintaan kebutuhan tenaga kerja. Sudarsono42, menyatakan

bahwa permintaan tenaga kerja berkaitan dengan jumlah tenaga kerja yang

dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi tertentu. Biasanya permintaan

tenaga kerja ini dipengaruhi oleh perubahan tingkat upah dan perubahan

faktor-faktor lain yang mempengaruhi permintaan hasil produksi, antara

lain naik turunnya permintaan pasar akan hasil produksi dari perusahaan

42
Sudarsono, Ekonomi Sumber Daya Manusia, (Jakarta : Karunia, 2008), hlm.35.
31
yang bersangkutan, tercermin melalui besarnya volume produksi dan

harga barang-barang modal yaitu nilai mesin atau alat yang digunakan

dalam proses produksi.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya serap tenaga kerja,

antara lain43:

1. Kemungkinan substitusi tenaga kerja dengan sektor produksi yang

lain, misalnya modal.

2. Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan.

3. Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi.

4. Elastisitas persediaan faktor produksi pelengkap lainnya.

Mempekerjakan tenaga kerja asing adalah suatu hal yang ironi,

sementara di dalam negeri masih banyak masyarakat yang menganggur.

Akan tetapi, karena beberapa sebab, mempekerjakan tenaga kerja asing

tersebut tidak dapat dihindarkan. Menurut Budiono, ada beberapa tujuan

penempatan tenaga kerja asing di Indonesia, yaitu 44:

1. Memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional pada

bidang- bidang tertentu yang belum dapat diisi oleh TKI.


43
Sonny Sumarsono, Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan,
(Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011), hlm. 80.
44
Budiono, Abdul Rachmat, Hukum Perburuhan Di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1995), hlm. 115.
32
2. Mempercepat proses pembangunan nasional dengan jalan

mempercepat proses alih teknologi atau alih ilmu pengetahuan,

terutama di bidang industri.

3. Memberikan perluasan kesempatan kerja bagi TKI.

4. Meningkatkan investasi asing sebagai penunjang modal pembangunan

di Indonesia.

2.2. Penanggulangan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Sebagai negara hukum, Indonesia hadir dalam mewujudkan

perlindungan hak-hak warga negaranya dan jaminan perlindungan hak asasi

manusia setiap orang yang ada di Indonesia. Wujud negara hukum di

Indonesia sebagaimana yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa “Indonesia adalah

Negara Hukum”, yang dijabarkan ke dalam tertib hukum dan perundang-

undangan yang tertulis.

Sunarjarti Hartono dalam Sayid Muhammad Rifqi Noval menyatakan

negara hukum adalah negara yang hukumnya dapat melindungi hak-hak yang

memenuhi syarat-syarat: 1) bahwa hak itu dibutuhkan untuk perkembangan

manusia; 2) bahwa hak itu diakui oleh masyarakat; dan 3) bahwa hak itu

dinyatakan demikian (dan karena itu dilindungi dan dijamin) oleh lembaga

negara. Sedangkan menurut Sunaryati, negara yang adil adalah negara yang

33
sebagian besar hak-haknya memenuhi ketiga syarat tersebut. Pengertian

negara hukum (rechtsstaat) tidak berarti negara yang menegakkan hukum

saja, tetapi negara hukum yang sempurna adalah negara hukum yang adil

sehingga menjamin adanya keadilan di dalam masyarakat45, dalam kaitannya

baik bagi warga masyarakat Indonesia maupun siapa saja yang berada di

Indonesia.

Dalam konteks ketenagakerjaan, Peranan pemerintah secara normatif,

dapat dilihat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

dalam Pasal 28 D yang mengamanatkan bahwa “Setiap orang berhak untuk

bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

hubungan kerja”. Sedangkan Pasal 28 I ayat (4) menegaskan bahwa

perlindungan (protection), pemajuan (furtherance), penegakan (enforcement)

dan pemenuhan (fulfillment) hak asasi manusia adalah tanggungjawab

negara46.

Kehadiran tenaga kerja asing dalam hal tertentu merupakan suatu

kebutuhan. Sebagai sebuah negara yang besar, Indonesia tidak menutup diri

dengan keterbukaan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi yang

saling membutuhkan satu sama lain. Oleh karena itu, sebagai sebuah negara

yang berdasarkan hukum, penggunaan tenaga kerja asing dalam wilayah

45
Sayid Mohamad Rifiq Noval, Hukum Ketenagakerjaan; Hakikat Cita Keadilan dalam
Sistem Ketenagakerjaan, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2017), hlm.26.
46
Ibid, hlm.27.
34
republik Indonesia diatur ke dalam suatu peraturan perundang-undangan

tertulis sebagai landasan komprehensif tentang tata cara dan prosedur

penggunaan tenaga kerja asing.

Pada dasarnya penggunaan tenaga kerja asing adalah dilarang, namun

diaturnya penggunaan tenaga kerja asing dalam peraturan perundang-

undangan dengan berbagai persyaratan ketat mengisyaratkan bahwa larangan

tersebut dikesampingkan. Berdasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun

1945 sebagaimana disebutkan pada pembukaannya bahwa negara melalui

pemerintah memiliki tujuan salah satunya untuk memajukan kesejahteraan

umum, maka telah terdapat landasan filosofis terkait bagaimana seharusnya

pemerintah merumuskan kebijakan strategis dibidang tenaga kerja asing. Oleh

karena dikesampingkannya larangan penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesia dikaitkan dengan cita-cita luhur yang wajib diwujudkan Pemerintah

Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia singkatnya harus

membawa dampak dan manfaat yang sebesar-besarnya47.

Adapun tujuan penggunaan tenaga kerja asing tersebut adalah untuk

memenuhi kebutuhan tenaga kerja terampil dan profesional pada bidang

tertentu yang belum dapat diduduki oleh tenaga kerja lokal dengan cara alih

ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meningkatkan investasi asing

47
Solechan, Kebijakan Penguatan Kewajiban Alih Pengetahuan Tenaga Kerja Asing,
Adminitrative Law & Governance, Journal Vol. 1 Edisi Khusus 1, 2018, hlm. 94.
35
guna meningkatkan pembangunan nasional melalui kehadiran tenaga kerja

asing sebagai penunjang pembangunan di Indonesia, walaupun pada

kenyataannya perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia baik perusahaan-

perusahaan swasta asing ataupun swasta nasional wajib menggunakan tenaga

ahli bangsa Indonesia sendiri48.

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10

Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, pemberi

kerja Tenaga Kerja Asing meliputi:

1. Instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional,

dan organisasi internasional.

2. Kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan asing, dan

kantor berita asing yang melakukan kegiatan di Indonesia.

3. Perusahaan swasta asing yang terdaftar di instansi yang berwenang.

4. Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dalam bentuk

Perseroan Terbatas atau Yayasan.

5. Lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan lembaga pendidikan.

6. Usaha Jasa Impresariat.

48
HR Abdussalam, Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Penerbit Restu Agung, 2008),
hlm.322.
36
7. Badan usaha sepanjang tidak dilarang undang-undang.

Dalam bidang pengaturan lalu lintas ketenagakerjaan, guna menjamin

pelaksanaan kepastian hukum, telah diatur dalam berbagai perundang-

undangan yang dijadikan landasan hukum pengaturan penggunaan tenaga

kerja asing di Indonesi, antara lain:

1. Undang Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

khususnya menyangkut BAB VIII tentang penggunaan tenaga kerja asing;

3. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaaan Tenaga

Kerja Asing.

4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata

Cara Penggunaan tenaga Kerja Asing.

5. Peraturan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012

Tentang Jabatan-Jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki Tenaga

Kerja Asing.

Hukum Ketenagakerjaan Indonesia memberi ketentuan dalam

mempekerjakan dan atau menempatkan tenaga kerja asing di Indonesia,

dengan pemenuhan ketentuan dan syarat, sebagai berikut:

37
a. Bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib

memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk, kecuali bagi

perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai

pegawai diplomatik dan konsuler tidak wajib memiliki izin.

b. Bahwa pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenaga

kerja asing.

c. Bahwa tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam

hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.

d. Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki

rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri.

Untuk mendapatkan izin penggunaan tenaga kerja asing, perusahaan

pengguna harus membuat lebih dulu Rencana Penggunaan Tenaga Kerja

Asing (RPTKA), yang pada awalnya secara khusus diatur dalam Keputusan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 220 Tahun 2003 tentang Tata

Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

RPTKA menjadi dasar untuk memperoleh Izin Menggunakan Tenaga Kerja

Asing (IMTA), IMTA diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Nomor : Kep-20/Men/2004 Tentang Tata Cara Memperoleh Izin

Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

38
Transmigrasi Nomor : Per-07/Men/IV/2006 Tentang Penyederhanaan

Prosedur Memperoleh Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA).

Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) merupakan

rencana penggunaan tenaga kerja asing pada jabatan tertentu yang dibuat oleh

pemberi kerja untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau

pejabat yang ditunjuk sebagai dasar untuk mendapatkan Ijin Mempekerjakan

Tenaga Kerja Asing (IMTA). Pemberi Kerja yang akan mempekerjakan tenag

kerja asing harus memiliki RPTKA, kecuali Instansi Pemerintah, Badan-

Badan Internasional dan Perwakilan Negara Asing. Dalam RPTKA sekurang-

kurangnya memuat alasan penggunaan, jabatan tenaga kerja asing, jangka

waktu penggunaan, penunjukkan tenaga kerja pendamping. Selain diatur

dalam peraturan ketenagakerjaan, penggunaan tenaga kerja asing juga harus

memperhatikan peraturan lain seperti Undang-Undang Kepolisian Nomor 2

Tahun 2002 pada Pasal 15 ayat (2) menyebutkan bahwa Kepolisisan

melakukan pengawasan fungsional terhadap tenaga kerja asing antara lain

tidak menyalahgunakan visa atau izin kerja, tidak melakukan tindakan

kriminal, kegiatan politik dan lain-lain.

2.3. Landasan Dan Ruang Lingkup Pengaturan Tenaga Kerja Asing Di

Indonesia

39
A. Tujuan Pengaturan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Keberadaan bangsa Indonesia sebagai negara besar dan modern

menyadari bahwa kemajuan era globalisasi dikawasan negara-negara

ASEAN, Eropa dan negara-negara di dunia telah terjalin kerjasama yang

berdampak luas terjadinya silang kebutuhan dan arus bebas antara negara-

negara yang terikat dalam kesepakatan tesebut. Terbentuknya Asean Free

Trade Area (AFTA) pada tahun 1995 sebagai cikal bakal lahirnya Pasar

Bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan diteguhkannya komitmen

pelaksanaan (AFTA) pada Tahun 2002 mendorong perlunya pengaturan

tenaga kerja antara negara-negara anggota ASEAN.

Pengaturan tenaga kerja asing diatur di dalam BAB VIII Pasal 42

sampai Pasal 49 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, selain mengatur

alasan dan rencana penggunaan tenaga kerja tententu, jangka waktu, juga

mengatur tentang penempatan tenaga kerja asing di Indonesia. 49 Berkaitan

dengan pengaturan tenaga kerja asing juga diatur dalam beberapa

peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan ketentuan Undang-


49
Pasal 43 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Hukum
Ketenagakerjaan menyatakan bahwa : 1) Pemberi kerja yang menggunakan tenaga
kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk, sedangkan ayat (2) berbunyi :Penggunaan tenaga
kerja asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurangkurangnya memuat
keterangan: a) Alasan penggunaan tenaga kerja asing; b) Jabatan dan/atau kedudukan
tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan; c) Jangka
waktu penggunaan tenaga kerja asing; dan d) Penunjukan tenaga kerja warga negara
Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan.
40
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tersebut. Tujuan pengaturan tenaga kerja

asing ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan pada dasarnya adalah

untuk menjamin dan memberi kesempatan kerja yang layak bagi warga

negara Indonesia di berbagai lapangan dan tingkatan. Untuk itu, dalam

mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia harus dilakukan melalui

mekanisme dan prosedur yang ketat dimulai dari seleksi dan prosedur

perizinan hingga pengawasan.50 Adapun filosopi penggunaan tenaga kerja

asing (TKA) di Indonesia, yaitu:51

1. Asas manfaat berupa perluasan kesempatan kerja;

2. Aspek keamanan berupa mekanisme pengendalian tenaga kerja asing

(termasuk clearance house);

3. Aspek legalitas berupa masuknya tenaga kerja asing harus

mendapatkan izin dari menteri (working permit).

Terdapat beberapa syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja

asing untuk dapat bekerja adi Indonesia, sebagai berikut:

1. Memiliki pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang akan

diduduki oleh tenaga kerja asing.

50
Agusmindah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010),
hlm.111.
51
Widodo Suryandono, Tenaga Kerja Asing: Analisis Politik Hukum (Jakarta:Yayasan
Pusataka Obor Indonesia, 2018), hlm.11.
41
2. Memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja paling

sedikit 5 (lima) tahun yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang

akan diduduki tenaga kerja asing.

3. Mengalihkan keahliannya kepada Tenaga Kerja Pendamping.    

4. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak bagi tenaga kerja asing yang

sudah bekerja lebih dari 6 (enam) bulan.

5. Memiliki Itas untuk bekerja yang diterbitkan oleh instansi yang

berwenang.

B. Pengaturan Tenaga Kerja Asing Sebagai Politik Hukum Pengendalian

Ketenagakerjaan

Kebijakan hukum ketenagakerjaan ditinjau dari aspek tanggung

jawab negara, mempunyai kaitan erat dengan politik hukum dalam

menjalankan wewenang dan fungsinya untuk mengatur negaranya dalam

mewujudkan keteraturan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan

masyarakat.

Politik hukum sebagai aktivitas yang menentukan pola atau cara

membentuk hukum, mengawasi bekerjanya hukum dan mempengaruhi

hukum untuk mencapai tujuan bernegara.52 Politik hukum tersebut sejalan


52
Ibid; hlm.6.
42
dengan politik hukum yang didefinisikan oleh Mahmud MD, yang

menyatakan bahwa53:

“Legal police atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum akan

akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun

dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan

negara”.

Hal ini berarti bahwa politik hukum dijalankan melalui pembangunan

hukum baik berupa perbuatan dan pembaharuan hukum serta pelaksanaan

dan penegakan hukum.54 Pembangunan hukum Indonesia harus

memadukan hubungan antara hukum dengan masyarakat yaitu perpaduan

antara hukum sebagai alat perubahan masyarakat hukum sebagai cermin

keadaan masyarakat55.

Undang-Undang Dasar RI 1945 dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal

28D ayat (2), Pasal 28 E ayat (1) serta Pasal 28 I telah memberikan hak

konstitusional bagi setiap warga negara dan setiap orang di Indonesia atas

pekerjaan, serta mengatur tentang perlindungan, pemajuan, penegakan dan

Hak Asasi Manusia merupakan politik negara dalam memberikan

perlindungan hukum terhadap warganya maupun perlindungan dan

jaminan keamanan serta Hak Asasi Manusia tenaga kerja asing di


53
Mahmud MD, Politik Hukum di Indonesia (Bandung:Rajawali Press, 2009), hlm.1.
54
Widodo Suryandono, Lot.Cit.
55
Mahmud MD, Ibid; hlm.17.
43
Indonesia. Pemenuhan semua hak asasi, ekonomi dan sosial atas pekerjaan

tersebut merupakan tanggungjawab negara yang dilaksanakan oleh

pemerintah. Landasan konstitusional ini menjelaskan bahwa pemenuhan

hak atas pekerjaan (right to work) merupakan kewajiban dan tanggung

jawab negara kepada warga negara Indonesia dan setiap orang di

Indonesia termasuk tenaga kerja asing.56

Keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia dapat dipandang sebagai

ancaman atau peluang tergantung kepada apakah keberadaan mereka

merupakan bahagian asset atau liability negara. Dalam artian apakah

keberadaan mereka mampu dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

peluang kesempatan kerja dan tingkat upah yang diterima pekerja lokal

melalui ilmu pengetahuan dan teknologi yang diterima pekerja lokal di

negara tujuan. Dalam hal ini, pekerja asing yang berkemahiran tinggi dan

profesional bisa dianggap sebagai peluang yang dapat dimanfaatkan asal

mereka bisa membina dan meningkatkan kemampuan pekerja lokal.

Sebaliknya, dapat dianggap menjadi ancaman kalau mereka dianggap

sebagai liability. Dalam artian mereka tidak mampu memberikan

kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan upah

bagi pekerja lokal. Keberadaan mereka menjadi pesaing (substitute)

terhadap pekerja lokal. Umumnya mereka akan menjadi ancaman bila

56
Widodo Suryandono, Op.Cit, hlm.9-10.
44
memiliki kemahiran dan keterampilan rendah, tidak seperti yang

diharapkan, apalagi bila keberadaan mereka melalui prosedur yang tidak

resmi (illegal)57.

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai

peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan

pembangunan. Dalam konsideran Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perlindungan terhadap

tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak hak dasar pekerja/buruh

dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi

atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan

keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia

usaha

Sebagai perwujudan pelaksanaan perintah Undang-Undang Dasar

1945 melalui Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan secara tegas menyebutkan kembali bahwa “Setiap tenaga

kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk

memperoleh pekerjaan”. Hal ini berlaku bagi semua elemen masyarakat

baik tenaga kerja lokal nasional maupun tenaga kerja asing yang berda di

57
Prof. Dr. Nasri Bachtiar, SE.MS, Pokok Pokok Pemikiran Mengenai Tenaga Kerja
Asing Di Indonesia, (Padang : Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, 2017), hlm.5.
45
Indonesia. Pelaksanaan non-diskriminasi tersebut diatur lebih lanjut dalam

berbagai peraturan perundang-undangan dibawahnya.

Kebijakan pengaturan tenaga kerja asing di Indonesia cenderung

berubah menyesuaikan kebutuhan dan perkembangan zaman,

sebagaimana sebelumnya diatur dalam Presiden Nomor 75 Tahun 1995

Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang,

diubah melalui Peraturan Presiden Nomor 72 tahun 2014 tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta Pelaksanaan Pendidikan dan

Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping yang diubah melalui Peraturan

Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

C. Regulasi Ketenagakerjaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia

Melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, di dalamnya mengatur berkaitan dengan eksistensi,

syarat dan penggunaan tenaga kerja asing. Pengaturan tersebut termuat

dalam BAB VIII tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang terdiri

dari 8 Pasal dan 22 Ayat.

Diterbitkannya regulasi pengaturan tentang tenaga kerja asing di

Indonesia merupakan perintah yang diamanatkan dalam Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dalam BAB XA tentang Hak Asasi
46
Manusia sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28A58, Pasal 28D59 dan

Pasal 28I60.

Pelaksanaan komitmen pengaturan tenaga kerja asing yang ada di

Indonesia diwujudkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih

rendah. Terdapat beberapa kebijakan pengaturan hukum yang terkait

dengan tenaga kerja asing di Indonesia, terdiri dari:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Ketentuan hukum dalam bentuk undang-undang mengenai

penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia sebelumnya diatur dalam

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga

Kerja Asing. Namun dalam perjalanannya, seiring perkembangan era

58
Lihat Pasal 28 A Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, berbunyi “Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.
59
Lihat Pasal Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia berbunyi :
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Sedangkan Pasal 28 D ayat
(2) menyebutkan : “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.
60
Lihat Pasal 28 I Ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,
berbunyi :“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu”, sedangkan Pasal Pasal 28 I Ayat (2) menyebutkan: “Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Dan Lihat Pasal 28 I ayat (5) menebutkan bahwa : “Untuk menegakkan dan melindungi
hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan”.
47
globaliasi yang sangat cepat di kawasan negara-negara ASEAN,

undang-undang ini tidak lagi dianggap dapat menyesuaikan kebutuhan

sebagaimana mestinya, sehingga pengaturan penggunaan tenaga kerja

asing di Indonesia tidak lagi diatur berdasarkan ketentuan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1958 melainkan diatur dalam ketentuan

hukum yang baru melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan yang diundangkan dan mulai berlaku sejak

tanggal 25 Maret 2003 pada masa era pemerintahan Presiden

Megawati Soekarno Putri.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, pengaturan tentang penggunaan tenaga kerja asing

dimuat dalam satu Bab khusus yaitu dalam BAB VIII yang terdiri dari

8 Pasal dan 22 ayat. Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban

pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing untuk

memperoleh izin tertulis, memiliki rencana penggunaan tenaga kerja

asing yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan

tenaga kerja asing, kewajiban penunjukan tenaga kerja warga negara

Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing, hingga kewajiban

memulangkan tenaga kerja asing ke negara asal setelah berakhirnya

hubungan kerja.

48
Adapun ketentuan-ketentuan hukum yang diatur dalam Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebagai

berikut:

a. Pasal 42 ayat (1) : tentang perizinan tertulis, tenaga kerja asing

b. Pasal 42 ayat (2) : tentang larangan mempekerjaan tenaga kerja


asing pemberi kerja orang-perseorangan

c. Pasal 42 ayat (3) : tentang pengecualian memiliki izin bagi


diplomatik dan konsuler.

d. Pasal 42 ayat (4) : tentang tenaga kerja asing dapat bekerja untuk
jabatan dan waktu tertentu.

e. Pasal 42 ayat (5) : tentang ketentuan jabatan dan waktu tertentu.

f. Pasal 42 ayat (6) : tentang penggantian tenaga kerja asing lain


yang telah habis masa kerja dan tidak dapat diperpanjang.

g. Pasal 43 ayat (1) : tentang kewajiban memiliki rencana


penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).

h. Pasal 43 ayat (2) : tentang alasan, kedudukan, jangka waktu dan


penunjukan TKI pendamping dalam rencana penggunaan tenaga
kerja asing (RPTKA).

i. Pasal 43 ayat (3) : tentang pengecualian alasan, kedudukan,


jangka waktu dan penunjukan TKI pendamping dalam rencana
penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) bagi intansi pemerintah,
badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.

49
j. Pasal 43 ayat (4) : tentang aturan pelaksanaan melalui keputusan
menteri.

k. Pasal 44 ayat (1) : tentang kewajiban menanati ketentuan


mengenai jabatan dan standar kompetisi.

l. Pasal 44 ayat (2) : tentang pelaksanaan kewajiban menanati


ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetisi diatur melalui
keputusan menteri.

m. Pasal 45 ayat (1) : tentang kewajiban tenaga kerja pendamping


warga negara Indonesia dan kewajiban alih keahlian.

n. Pasal 45 ayat (2) : tentang pengecualian kewajiban alih keahlian


bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau
komisaris.

o. Pasal 46 ayat (1) : tentang larangan menduduki jabatan personalia


bagi tenaga kerja asing.

p. Pasal 46 ayat (2) : tentang pelaksanaan larangan menduduki


jabatan personalia diatur dalam keputusan menteri.

q. Pasal 47 ayat (1) : tentang kewajiban membayar kompensasi


kepada tenaga kerja asing.

r. Pasal 47 ayat (2) : tentang pengecualian kewajiban pembayaran


kompensasi bagi istansi pemerintah, perwakilan negara asing,
badan-badan internastional, lembaga sosial, lembaga keagamaan
dan jabatan tertentu di lembaga pendidikan.

s. Pasal 47 ayat (3) : tentang pelaksaan ketentuan jabatan-jabatan

tertentu di lembaga pendidikan diatur melalui keputusan menteri.


50
t. Pasal 47 ayat (4) : tentang ketentuan besar kompensasi diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

u. Pasal 48 : tentang kewajiban memulangkan tenaga kerja asing

setelah berakhirnya hubungan kerja.

v. Pasal 49 : tentang ketentuan penggunaan serta pelaksaan

pendidikan dan pelatihan tenaga ekrja pendamping diatur melalui

Keputusan Presiden.

2. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga

Kerja Asing.

Pada hakikatnya, pengaturan penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesia perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan masa kini. Hal

ini sebagaimana disebutkan dalam pertimbangan pada poin b

Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga

Kerja Asing yang menyebutkan “Bahwa pengaturan perizinan

penggunaan tenaga kerja asing yang diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Serta

Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping,

51
perlu disesuaikan dengan perkembangan untuk peningkatan

investasi”.61

Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan

Tenaga Kerja Asing, terdiri dari 10 Bab, 39 Pasal dan 85 Ayat.

Adapun ketentuan penggunaan tenaga kerja asing yang diatur dalam

Peraturan Presiden terbut dapat dibandingkan dengan Peraturan

Presiden sebelumnya, sebagai berikut:

No Ketentuan Perpres No.72 Tahun 2014 Perpres No.20 Tahun 2018


1 Penggunaan Pasal 2 Pasal 2
Tenaga Kerja Penggunaan TKA dilakukan 1) Penggunaan TKA dilakukan
Asing oleh Pemberi Kerja TKA dalam oleh Pemberi Kerja TKA
hubungan kerja untuk jabatan dalam hubungan kerja untuk
tertentu dan waktu tertentu. jabatan tertentu dan waktu
tertentu.
2) Penggunaan TKA
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan kondisi pasar
kerja dalam negeri.
2 Pemberi Kerja Pasal 3 Pasal 3
TKA a) Instansi pemerintah, a) Instansi pemerintah,
perwakilan negara asing, perwakilan negara asing,
badan badan internasional; badan-badan internasional,

61
Lihat dalam poin Menimbang Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang
Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
52
b) Kantor perwakilan dagang dan organisasi internasional;
asing, kantor perwakilan b) Kantor perwakilan dagang
perusahaan asing dan kantor asing, kantor perwakilan
berita asing yang melakukan perusahaan asing, dan kantor
kegiatan di Indonesia; berita asing yang melakukan
c) Perusahaan swasta asing yang kegiatan di Indonesia;
berusaha di Indonesia; c) Perusahaan swasta asing yang
d) Badan hukum yang didirikan berusaha di Indonesia;
berdasarkan hukum Indonesia d) Badan hukum yang didirikan
atau badan usaha asing yang berdasarkan hukum Indonesia
terdaftar di instansi yang dalam bentuk Perseroan
berwenang; Terbatas atau Yayasan, atau
e) Lembaga sosial, keagamaan, badan usaha asing yang
pendidikan, dan kebudayaan; terdaftar di instansi yang
f) Usaha jasa impresariat. berwenang;
e) Lembaga sosial, keagamaan,
pendidikan, dan kebudayaan;
f) Usaha jasa impresariat; dan
g) Badan usaha sepanjang tidak
dilarang Undang-Undang.
3 Kewajiban Pasal 4 Pasal 4
Pemberi Kerja 1) Setiap Pemberi Kerja TKA 1) Setiap Pemberi Kerja TKA
wajib mengutamakan wajib mengutamakan
penggunaan tenaga kerja penggunaan tenaga kerja
Indonesia pada semua jenis Indonesia pada semua jenis
jabatan yang tersedia. jabatan yang tersedia.
2) Dalam hal jabatan 2) Dalam hal jabatan
sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada

53
ayat (1) belum dapat diduduki ayat (1) belum dapat diduduki
oleh tenaga kerja Indonesia, oleh tenaga kerja Indonesia,
jabatan tersebut dapat jabatan tersebut dapat
diduduki oleh TKA. diduduki oleh TKA.
4 Pembatasan Tidak ada Pasal 5
TKA 1) TKA dilarang menduduki
jabatan yang mengurusi
personalia dan/atau jabatan
tertentu.
2) Jabatan tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Menteri.
3) Dalam hal
kementerian/lembaga
mensyaratkan kualifikasi dan
kompetensi, atau melarang
TKA untuk jabatan tertentu,
menteri/kepala lembaga
menyampaikan syarat atau
larangan dimaksud kepada
Menteri untuk ditetapkan.
5 Rangkap Tidak ada Pasal 6
Pekerjaan 1) Pemberi Kerja TKA pada
sektor tertentu dapat
mempekerjakan TKA yang
sedang dipekerjakan oleh
Pemberi Kerja TKA yang lain
dalam jabatan yang sama.

54
2) TKA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipekerjakan
paling lama sampai dengan
berakhirnya masa kerja TKA
sebagaimana kontrak kerja
TKA dengan Pemberi Kerja
TKA pertama.
3) Jenis jabatan, sektor, dan tata
cara penggunaan TKA
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
6 Kewajiban Pasal 5 Pasal 7
Pemberi Kerja 1) Setiap Pemberi Kerja TKA 1) Setiap Pemberi Kerja TKA
Memiliki harus memiliki RPTKA yang yang menggunakan TKA
RPTKA disahkan oleh Menteri atau harus memiliki RPTKA yang
pejabat yang ditunjuk disahkan oleh Menteri atau
sebelum mempekerjakan pejabat yang ditunjuk.
TKA.
2) Untuk memiliki RPTKA
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemberi Kerja TKA
harus mengajukan
permohonan secara tertulis
kepada Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.

55
7 Jangka Waktu Pasal 7 Tidak ada
RPTKA 1) RPTKA dapat diberikan untuk
jangka waktu paling lama 5
(lima) tahun dan dapat
diperpanjang untuk jangka
waktu yang sama dengan
memperhatikan kondisi pasar
kerja dalam negeri.
8 Isi RPTKA Pasal 7 Pasal 7
2) RPTKA sebagaimana 2) RPTKA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dimaksud pada ayat (1) paling
dilakukan perubahan, sedikit memuat:
meliputi: a. Alasan penggunaan TKA;
a. alamat perusahaan. b. Jabatan dan/atau
b. nama perusahaan. kedudukan TKA dalam
c. Jabatan. struktur organisasi
d. lokasi kerja. perusahaan yang
e. jumlah TKA; dan/ atau bersangkutan;
f. kewarganegaraan c. Jangka waktu penggunaan
TKA; dan
d. Penunjukan tenaga kerja
Indonesia sebagai
pendamping TKA yang
dipekerjakan.
5) Selain informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
RPTKA dapat memuat
rencana penggunaan TKA

56
untuk pekerjaan yang bersifat
sementara atau sewaktu-waktu
dengan masa kerja paling
lama 6 (enam) bulan, seperti
pekerjaan untuk melakukan
audit, kendali mutu produksi,
inspeksi pada cabang
perusahaan di Indonesia, dan
pekerjaan yang berhubungan
dengan pemasangan atau
perawatan mesin.
9 Prosedur Tidak ada Pasal 7
Pengesahan 3) Untuk mendapatkan
RPTKA pengesahan RPTKA
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemberi Kerja TKA
mengajukan permohonan
kepada Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
4) Permohonan pengesahan
RPTKA sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
disampaikan oleh Pemberi
Kerja TKA dengan
melampirkan:
a. Surat izin usaha dari
instansi yang berwenang;
b. Akta dan keputusan

57
pengesahan pendirian
dan/atau perubahan dari
instansi yang berwenang;
c. Bagan struktur organisasi
perusahaan;
d. Surat pernyataan untuk
penunjukan Tenaga Kerja
Pendamping dan
pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan kerja; dan
e. Surat pernyataan untuk
melaksanakan pendidikan
dan pelatihan kerja bagi
tenaga kerja Indonesia
sesuai dengan kualifikasi
jabatan yang diduduki oleh
TKA.
10 Batas Waktu Tidak ada Pasal 8
Pengurusan Pengesahan RPTKA diberikan
Pengesahan oleh Menteri atau pejabat yang
RPTKA ditunjuk paling lama 2 (dua) hari
sejak permohonan diterima
secara lengkap.
11 Ijin Pasal 5 Pasal 9
Mempekerjaka 3) RPTKA sebagaimana Pengesahan RPTKA
n TKA dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud dalam
digunakan sebagai dasar untuk Pasal 8 merupakan izin untuk
memperoleh IMTA. mempekerjakan TKA.

58
Pasal 8
1) Setiap Pemberi Kerja TKA
wajib memiliki IMTA yang
diterbitkan oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk.
13 Jangka Waktu Pasal 9 Pasal 11
1) IMTA diberikan untuk jangka 1). RPTKA yang telah disahkan
waktu paling lama 1 (satu) sebagaimana dimaksud
tahun dan dapat diperpanjang. dalam Pasal 8 berlaku sesuai
2) Perpanjangan sebagaimana dengan jangka waktu rencana
dimaksud pada ayat (1) penggunaan TKA oleh
diberikan paling lama 1 (satu) Pemberi Kerja TKA.
tahun dengan ketentuan tidak 2) RPTKA sebagaimana
melebihi jangka waktu dimaksud pada ayat (1) wajib
berlakunya RPTKA. dilakukan perubahan
3) Dalam hal jabatan komisaris sepanjang terdapat perubahan
dan direksi, perpanjangan mengenai:
IMTA diberikan paling lama 2 a. Alamat Pemberi Kerja
(dua) tahun dengan ketentuan TKA;
tidak melebihi jangka waktu b. Nama Pemberi Kerja TKA;
berlakunya RPTKA. c. Jabatan yang akan
diduduki TKA;
d. Kebutuhan menggunakan
TKA untuk pekerjaan yang
bersifat sementara dan
tidak tercantum dalam
RPTKA sebagaimana

59
dimaksud dalam Pasal 5
ayat (5).
e. Jangka waktu penggunaan
TKA;
f. Jumlah TKA yang melebihi
jumlah TKA dalam
RPTKA awal; dan/atau
g. Penunjukan tenaga kerja
Indonesia sebagai
pendamping TKA yang
dipekerjakan.
13 Prosedur Pasal 9 Pasal 11
Perpanjangan 4) Perpanjangan IMTA 3) Pemberi Kerja TKA
Ijin Kerja sebagaimana dimaksud pada menyampaikan perubahan
ayat (1), diterbitkan oleh: RPTKA sebagaimana
a. Menteri atau pejabat dimaksud pada ayat (2)
yang ditunjuk untuk kepada Menteri atau pejabat
TKA yang lokasi yang ditunjuk.
kerjanya lebih dari satu
provinsi;
b. Gubernur atau pejabat
yang ditunjuk untuk
TKA yang lokasi
kerjanya lebih dari satu
kabupaten/kota dalam
satu provinsi; atau
c. Bupati/walikota atau
pejabat yang ditunjuk

60
untuk TKA yang lokasi
kerjanya dalam satu
kabupaten/kota.
14 Pengecualian Pasal 6 Pasal 10
Kewajiban Kewajiban memiliki RPTKA 1). Pemberi Kerja TKA tidak
Memiliki sebagaimana dimaksud dalam wajib memiliki RPTKA
RPTKA Pasal 5 ayat (1) tidak berlaku untuk mempekerjakan TKA
bagi instansi pemerintah, yang merupakan:
perwakilan negara asing, dan a. Pemegang saham yang
badan -badan internasional menjabat sebagai anggota
Direksi atau anggota
Dewan Komisaris pada
Pemberi Kerja TKA;
b. Pegawai diplomatik dan
konsuler pada kantor
perwakilan negara asing;
atau
c. TKA pada jenis pekerjaan
yang dibutuhkan oleh
pemerintah.
2) Jenis pekerjaan yang
dibutuhkan oleh pemerintah
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c ditetapkan
oleh Menteri.
15 Pekerjaan Tidak ada Pasal 13
Bersifat 1) Untuk pekerjaan yang
Darurat dan bersifat darurat dan

61
Mendesak mendesak, Pemberi Kerja
TKA dapat mempekerjakan
TKA dengan mengajukan
permohonan pengesahan
RPTKA kepada Menteri atau
pejabat yang ditunjuk paling
lama 2 (dua) hari kerja
setelah TKA bekerja.
2) Pengesahan RPTKA
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan Menteri
atau pejabat yang ditunjuk,
paling lama 1 (satu) hari
kerja setelah permohonan
diterima secara lengkap.
16 Kewajiban Tidak ada Pasal 14
Menyampaika 1) Pemberi Kerja TKA yang
n Data TKA akan mempekerjakan TKA
Sebelum menyampaikan data calon
Mempekerjaka TKA kepada Menteri atau
n TKA pejabat yang ditunjuk.
2) Data calon TKA
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. Nama, jenis kelamin,
tempat dan tanggal lahir;
b. Kewarganegaraan, nomor
paspor, masa berlaku

62
paspor, dan tempat
paspor diterbitkan;
c. Nama jabatan dan jangka
waktu bekerja;
d. Pernyataan penjaminan
dari Pemberi Kerja TKA;
dan
e. Ijazah pendidikan dan
surat keterangan
pengalaman kerja atau
sertifikat kompetensi
sesuai dengan syarat
jabatan yang akan
diduduki TKA.
3) Menteri atau pejabat yang
ditunjuk menyampaikan
notifikasi penerimaan data
calon TKA sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
kepada Pemberi Kerja TKA
paling lama 2 (dua) hari kerja
dengan tembusan Direktorat
Jenderal Imigrasi.
17 Kewajiban Tidak ada Pasal 15
Membayar 1) Pemberi Kerja TKA wajib
Dana membayar dana kompensasi
Kompensasi penggunaan TKA atas setiap
TKA yang dipekerjakan

63
setelah menerima notifikasi.
2) Pembayaran dana
kompensasi penggunaan
TKA sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
melalui bank yang ditunjuk
oleh Menteri.
3) Pembayaran dana
kompensasi penggunaan
TKA oleh Pemberi Kerja
TKA merupakan Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
18 Pengecualian Tidak ada Pasal 16
Kewajiban 1) Instansi pemerintah,
Membayar perwakilan negara asing, dan
Dana badan internasional yang
Kompensasi mempekerjakan TKA, tidak
diwajibkan memiliki RPTKA
dan membayar dana
kompensasi penggunaan
TKA.
2) Penggunaan TKA pada
lembaga sosial, lembaga
keagamaan, dan penggunaan
TKA pada jabatan tertentu di
lembaga pendidikan, tidak
diwajibkan membayar dana
kompensasi penggunaan

64
TKA.
3) Ketentuan mengenai jabatan
tertentu di lembaga
pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
ditetapkan lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.
19 Pembagian Tidak ada Pasal 24
Dana 1) Pembayaran Dana
Kompensasi Kompensasi Penggunaan
Tenaga Kerja Asing dilakukan
setiap tahun sesuai dengan
jangka waktu TKA bekerja di
wilayah Indonesia.
2) Dalam hal penggunaan TKA
lebih dari 1 (satu) tahun,
pembayaran dana kompensasi
untuk tahun kedua dan tahun
berikutnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
menjadi:
a) Penerimaan negara bukan
pajak, dalam hal TKA
bekerja di lokasi lebih dari
1 (satu) provinsi;
b) Penerimaan daerah
provinsi, dalam hal TKA
bekerja di lokasi lebih dari

65
1 (satu) kabupaten/kota
dalam 1 (satu) provinsi;
dan
c) Penerimaan daerah
kabupaten/kota, dalam hal
TKA bekerja di lokasi
dalam 1 (satu)
kabupaten/kota.
20 Kewajiban Tidak ada Pasal 17
Memiliki Visa 1) Setiap TKA yang bekerja di
Tinggal Indonesia wajib mempunyai
Terbatas Vitas untuk bekerja.
(VITAS) dan 2) Vitas sebagaimana dimaksud
Ijin Tinggal pada ayat (1) dimohonkan
Terbatas oleh Pemberi Kerja TKA atau
TKA kepada menteri yang
membidangi urusan
pemerintahan di bidang
hukum dan hak asasi manusia
atau pejabat imigrasi yang
ditunjuk.
3) Pejabat imigrasi yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), termasuk pejabat
imigrasi yang berada di
Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri.

66
Tidak ada Pasal 18
Permohonan Vitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat
(2) dimohonkan dengan
melampirkan notifikasi dan bukti
pembayaran.

Tidak ada Pasal 19


Pejabat imigrasi pada
Perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri memberikan Vitas
paling lama 2 (dua) hari sejak
permohonan diterima secara
lengkap.
Tidak ada Pasal 20
1) Permohonan Vitas
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) sekaligus
dapat dijadikan permohonan
Itas.
2) Dalam hal pengajuan
permohonan Itas dilakukan
sekaligus dengan permohonan
Vitas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), proses
permohonan pengajuan Itas
dilaksanakan Perwakilan
Republik Indonesia di luar

67
negeri yang merupakan
perpanjangan dari Direktorat
Jenderal Imigrasi.
Tidak ada Pasal 21
1) Pemberian Itas dilaksanakan
di Tempat Pemeriksaan
Imigrasi.
2) Itas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan izin
tinggal untuk bekerja bagi
TKA.
3) Izin tinggal untuk bekerja
bagi TKA untuk pertama kali
diberikan paling lama 2 (dua)
tahun dan dapat diperpanjang
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
4) Pemberian Itas bagi TKA
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sekaligus disertai
dengan pemberian Izin Masuk
Kembali untuk beberapa kali
perjalanan yang masa
berlakunya sesuai dengan
masa berlaku Itas.
21 Vitas dan Itas Tidak ada Pasal 22
Dalam Dalam melaksanakan pekerjaan

68
Keadaan yang bersifat darurat dan
Darurat mendesak, TKA dapat
menggunakan jenis visa dan izin
tinggal yang diperuntukkan bagi
kegiatan dimaksud sebagaimana
diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
22 Biaya Vitas Tidak ada Pasal 23
Dan Itas Permohonan Vitas untuk bekerja
dan Itas bagi TKA dikenakan
biaya Penerimaan Negara Bukan
Pajak kementerian yang
membidangi urusan
pemerintahan di bidang hukum
dan hak asasi manusia sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Kewajiban Tidak ada Pasal 25
23 Melindungi Setiap Pemberi Kerja TKA wajib
TKA menjamin TKA terdaftar dalam
Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
bagi TKA yang bekerja lebih
dari 6 (enam) bulan dan/atau
polis asuransi di perusahaan
asuransi berbadan hukum
Indonesia.
24 Pendidikan Pasal 11 Pasal 26
Dan Pelatihan 1) Setiap Pemberi Kerja TKA 1) Setiap Pemberi Kerja TKA

69
Tenaga wajib: wajib:
Pendamping a. Menunjuk tenaga kerja a. Menunjuk tenaga kerja
Indonesia sebagai Tenaga Indonesia sebagai Tenaga
Kerja Pendamping; dan Kerja Pendamping
b. Melaksanakan pendidikan b. Melaksanakan pendidikan
dan pelatihan sesuai dan pelatihan bagi tenaga
dengan kualifikasi jabatan kerja Indonesia sesuai
yang diduduki oleh TKA. dengan kualifikasi jabatan
2) Ketentuan sebagaimana yang diduduki oleh TKA.
dimaksud pada ayat (1) tidak c. Memfasilitasi pendidikan
berlaku bagi TKA yang dan pelatihan Bahasa
menduduki jabatan direksi Indonesia kepada TKA (2)
dan/ atau komisaris. Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a tidak berlaku bagi
TKA yang menduduki
jabatan direksi dan/atau
komisaris.
Pasal 12 Pasal 27
Penunjukan tenaga kerja Penunjukan tenaga kerja
Indonesia sebagai Tenaga Kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja
Pendamping sebagaimana Pendamping sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) huruf a dilaksanakan untuk (1) huruf a dilaksanakan untuk
alih teknologi dan alih keahlian. alih teknologi dan alih keahlian.
Pasal 13 Pasal 28
1) Pendidikan dan pelatihan 1) Pendidikan dan pelatihan
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam

70
Pasal 11 ayat (1) huruf b Pasal 26 ayat (1) huruf b dapat
dapat dilaksanakan di dalam dilaksanakan di dalam
dan/ atau di luar negeri. dan/atau di luar negeri.
2) Pelaksanaan pendidikan dan 2) Pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan di dalam negeri pelatihan di dalam negeri
sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sesuai ayat (1) dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan.
Pasal 14 Pasal 29
Tenaga Kerja Pendamping yang Tenaga Kerja Pendamping yang
mengikuti pendidikan dan mengikuti pendidikan dan
pelatihan sebagaimana dimaksud pelatihan mendapat sertifikat
dalam Pasal 13 mendapat pelatihan dan/atau sertifikat
sertifikat pelatihan dan/ atau kompetensi sesuai dengan
sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-
dengan ketentuan peraturan undangan.
perundang-undangan.
25 Pembinaan Pasal 15 Pasal 33
dan Pembinaan terhadap Pemberi 1) Pengawasan atas penggunaan
Pengawasan Kerja TKA dilakukan oleh TKA dilaksanakan oleh:
Kementerian Tenaga Kerja dan a. Pengawas
Transmigrasi dan dinas yang Ketenagakerjaan pada
membidangi ketenagakerjaan di kementerian dan dinas
provinsi dan kabupaten/kota provinsi yang
sesuai dengan kewenangannya. membidangi urusan di
bidang ketenagakerjaan;
dan

71
Pasal 16 b. pegawai imigrasi yang
Pengawasan atas pelaksanaan bertugas pada bidang
penggunaan TKA serta pengawasan dan
pelaksanaan pendidikan clan penindakan keimigrasian,
pelatihan tenaga kerja secara terkoordinasi
pendamping sebagaimana diatur sesuai dengan lingkup
dalam Peraturan Presiden ini tugas dan kewenangan
dilakukan oleh pegawai masing-masing.
pengawas ketenagakerjaan pada 2) Pengawas Ketenagakerjaan
Kementerian Tenaga Kerja dan sebagaimana dimaksud pada
Transmigrasi dan dinas yang ayat (1) huruf a melakukan
membidangi ketenagakerjaan di pengawasan pada norma
provinsi dan kabupaten/kota penggunaan TKA sesuai
sesuai dengan kewenangannya. dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 3)
Pengawasan pendidikan dan
pelatihan Tenaga Kerja
Pendamping dilakukan oleh
Pengawas Ketenagakerjaan
pada kementerian dan dinas
provinsi yang membidangi
urusan di bidang
ketenagakerjaan secara
bersama-sama atau sendiri-
sendiri sesuai dengan lingkup
tugas dan kewenangan
masing-masing.

72
26 Pelaporan Pasal 17 Pasal 30
1) Pemberi kerja TKA wajib 1) Pemberi Kerja TKA wajib
melaporkan pelaksanaan melaporkan pelaksanaan
penggunaan TKA setiap 6 penggunaan TKA setiap 1
(enam) bulan kepada Menteri. (satu) tahun kepada Menteri.
2) Laporan sebagaimana 2) Laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dimaksud pada ayat (1),
meliputi: meliputi:
a. Pelaksanaan penggunaan a. Pelaksanaan penggunaan
TKA; dan TKA; dan
b. Pelaksanaan pendidikan b. Pelaksanaan pendidikan
dan pelatihan tenaga kerja dan pelatihan Tenaga Kerja
pendamping. Pendamping.
3) Ketentuan lebih lanjut 3) Dalam hal kontrak kerja TKA
mengenai tata cara pelaporan akan berakhir atau diakhiri
diatur dengan Peraturan sebelum masa kontrak kerja,
Menteri. Pemberi Kerja TKA wajib
melaporkan kepada Menteri
dan Kepala Kantor Imigrasi di
lokasi tempat tinggal TKA.
Pasal 31 Menteri atau pejabat
yang ditunjuk harus
menyampaikan data TKA
yang dipekerjakan oleh
Pemberi Kerja TKA kepada
unit kerja pemerintahan
provinsi/kabupaten/kota yang
membidangi ketenagakerjaan

73
sesuai dengan lokasi kerja
TKA.
27 Sanksi Tidak ada Pasal 34
1) Pemberi Kerja TKA yang
melanggar ketentuan
penggunaan TKA,
pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan Tenaga Kerja
Pendamping, dan pelaporan
dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundangundangan di bidang
ketenagakerjaan.
2) Pemberi Kerja TKA yang
memberikan keterangan tidak
benar dalam pernyataan
penjaminan atau tidak
memenuhi jaminan yang
diberikannya dan TKA yang
melanggar ketentuan izin
tinggal keimigrasian
dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di
bidang keimigrasian.
28 Pembiayaan Tidak ada Pasal 35
Segala biaya yang diperlukan
untuk pelaksanaan Peraturan

74
Presiden ini dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi, serta sumber
pendanaan lainnya yang sah
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

3. Peraturan Menteri Ketenegakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang

Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018

tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, terdiri dari 10

Bab, 43 Pasal dan 145 Ayat. Adapun garis besar ketentuan-ketentuan

hukum dalama Peraturan Menteri ketenagakerjaan tersebut, sebagai

berikut:

Bab II

- Pasal 3, dan 4 Tentang Pemberi Kerja Tenaga kerja Asing.

- Pasal 5 tentang Tenaga Kerja Asing.

- Pasal 6, 7 dan 8 tentang Jabatan dan Sektor Tertentu.

Bab III

- Pasal 9, 10, 11, 12 dan 13 tentang Rencana Penggunaan


Tenaga Kerja Asing.
75
- Pasal 14 tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Untuk Pekerjaan Bersifat Darurat dan Mendesak.

- Pasal 15 tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing


Untuk Pekerjaan Bersifat Sementara.

- Pasal 16 dan 17 tentang Perubahan Rencana Penggunaan


Tenaga Kerja Asing.

Bab IV

- Pasal 18, 19, 20, 21 dan 22 tentang Tata Cara Permohonan


Notifikasi.

- Pasal 23, 24, 25 dan 26 tentang Pembayaran Dana Kompensasi


Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

- Pasal 27 dan 28 tentang Integrasi Online.

Bab V

- Pasal 29, 30 dan 31 tentang Pelaksanaan Pendidikan dan


Pelatihan.

- Pasal 32 dan 33 tentang Pelaporan.

Bab VI

- Pasal 34 dan 35 tentang Pembinaan.

Bab VII

- Pasal 36, 37 dan 38 tentang Pengawasan.

Bab VIII

- Pasal 39 dan 40 tentang Sanksi.

76
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam

memecahkan suatu permasalahan yang menjadi objek dari penelitian. Dalam ilmu

hukum yang objeknya adalah norma (hukum), penelitian hukum (de beovening-het de

bedrijven) dilakukan untuk membuktikan beberapa hal berikut:

a. Apakah bentuk penormaan yang dituangkan dalam suatu ketentuan hukum positif

dalam praktik hukum telah sesuai atau merefleksikan prinsip-prinsip hukum yang

ingin menciptakan keadilan.

b. Jika suatu ketentuan hukum bukan merupakan refleksi dari prinsip-prinsip

hukum, apakah ia merupakan konkritisasi dari filsafat hukum.

c. Apakah ada prinsip hukum baru sebagai refleksi dari nilai-nilai hukum yang ada.

d. Apakah gagasan mengenai pengaturan hukum akan suatu perbuatan tertentu

dilandasi oleh prinsip hukum, teori hukum atau filsafat hukum62.

Untuk memecahkan permasalahan tersebut diatas, maka penulis menggunakan

metode penelitian, sebagai berikut:

62
Valerine, J.L.K, Metode Penelitian Hukum (Kumpulan Bahan Bacaan Untuk Program
S2 dan S3, (Jakarta : Universitas Indonesia, 2012), hlm.48.
77
1.1. Bentuk dan Jenis Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu

hukum yang dihadapi63. Sebagai bahan pembanding, dapat dikemukakan

pikiran kontinental tentang penelitian hukum. Menurut Ian Gijssels dan Mark

Van Hoecks dalam terjemahannya menyatakan bahwa penelitian dapat

dibedakan antara penelitian yang bersifat deskriptif dan bersifat eksplatoris.

Dengan penelitian bersifat deskriptif dimaksudkan untuk melakukan

deskripsi, analisis atau klasifikasi, sedangkan dengan penelitian eksplanatoris,

melalui pembentukan hipotesa dan melalui teori-teori ingin didapatkan

pengertian yang lebih baik dari kebenaran64.

Penelitian ini menggunakan kajian hukum normatif untuk memahami

penerapan terhadap norma-norma dan azas-azas hukum yaitu suatu penelitian

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan hukum primer

dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian ini adalah terhadap

peraturan perundang-undangan serta pedoman dan tatalaksana yang

berhubungan topik dan latar belakang pembahasan tesis ini. Kemudian

sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini disesuaikan dengan

pendekatan yang digunakan untuk membahas pokok permasalahan. Adapun

63
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2011), hlm.35.
64
Ibid, hlm.34.
78
pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini, yaitu65Pendekatan

Perundang-Undangan (Statute Approach) yang dimaksudkan untuk mengkaji

ketentuan tata cara pelaksanaan dan penggunaan tenaga kerja asing sebagai

pedoman dan tatalaksana dalam rangka menertibkan lalu lintas

ketenagakerjaan di Indonesia.

1.2. Jenis Data

1) Data Primer

Data yang diperoleh atau dihimpun langsung dari objek penelitian yaitu

wawancara dengan pihak-pihak terkait, yang berkompeten dalam

penulisan tesis ini yaitu Bapak M. Rizky Nasution S.H., selaku Kepala

Sesi Pengawasan Norma Penempatan Tenaga Kerja Asing Dalam Negeri

di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Ibu Myra M. Hanartani,

S.H.,M.A selaku Wakil Ketua Bidang Koordinasi Ketenagakerjaan

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Bapak Dr. Abdul Wahab

S.E.,M.M selaku Staf Ahli Komisi IX Bidang Ketenagakerjaan DPR RI,

dan Bapak Dr. Ir. Hermanto Achmad, S.H.,M.M selaku Sekjen

Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

2) Data Sekunder
65
Ibid, hlm.93.
79
Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum juridis normatif

adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber kepustakaan, yang terdiri

dari 66:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoratitatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah

dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim 67.

Adapun bahan hukum primer dalam penelitian ini berupa:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

3. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan

Tenaga Keja Asing.

4. Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2014 tentang Komite

Nasional Persiapan dan Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi

ASEAN.

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 2015 tentang

Standar Operasional Prosedur Penerbitan Perizinan Penggunaan

66
Amiruddin, dkk, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), hlm.163.
67
Peter Mahmud Marzuki,Op.cit, hlm 141.
80
Tenaga Kerja Asing dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan

Koordinasi Penanaman Modal.

6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 247

Tahun 2011 tentang Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga

Kerja Asing Pada Kategori Konstruksi.

7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40

Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang

Diduduki Tenaga Kerja Asing.

8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 354

Tahun 2013 tentang Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga

Kerja Asing Pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok

Industri Minuman.

9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 355

Tahun 2013 tentang Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga

Kerja Asing Pada Kategori Pengadaan Air, Pengolahan Sampah

Dan Daur Ulang, Pembuangan Dan Pembersihan Limbah Dan

Sampah Golongan Pokok Pengelolaan Limbah.

10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 357

Tahun 2013 tentang Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga

Kerja Asing Pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok

Industri Pakaian Jadi.

81
11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 359

Tahun 2013 tentang Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga

Kerja Asing Pada Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok

Industri Barang Logam Bukan Mesin Dan Peralatannya.

12. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12

Tahun 2015 tentang Jabatan yang Diduduki oleh Tenaga Kerja

Asing pada Kategori Pertanian, Kehutanan dan Perikanan,

Golongan Peternakan.

13. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 707

Tahun 2012 tentang Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga

Kerja Asing Pada Kategori Transportasi dan Pergudangan

Golongan Pokok Angkutan Udara.

14. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2015 tentang

Jabatan yang Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori

Jasa Persewaan, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang

Usaha Lainnya, Kelompok Jasa Penyeleksian dan Penempatan

Tenaga Kerja Dalam Negeri.

15. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 14 Tahun 2015 tentang

Jabatan yang Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori

Industri Pengolahan Subgolongan Industri Furnitur.

82
16. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 Tahun 2015 tentang

Jabatan yang Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori

Pengolaan Subgolongan Industri Alas Kaki.

17. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 Tata

Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

18. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018

Tentang Tata Cara Penggunan Tenaga Kerja Asing.

19. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 Tahun 2015 tentang

Jabatan yang Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori

Industri Subgolongan Industri Rokok dan Cerutu.

20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 2015 tentang

Standar Operasional Prosedur Penerbitan Perizinan Penggunaan

Tenaga Kerja Asing dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan

Koordinasi Penanaman Modal.

21. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 tahun 2015 tentang

Tata Cara Mempersiapkan Pembentukan Rancangan Undang-

undang, Rancanagn Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan

Presiden Serta Pembentukan Rancangan Peraturan Menteri Di

Kementerian Ketenagakerjaan.

83
22. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40

tahun 2012 tentang Jabatan-jabatan Tertentu Yang Dilarang

Diduduki Tenaga Kerja Asing.

23. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 26

Tahun 2015 tentang Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga

Kerja Asing Pada Kategori Industri Pengolahan Sub Golongan

Industri Gula.

24. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 16

Tahun 2015 tentang Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga

Kerja Asing Pada Kategori Penyediaan Akomodasi Dan

Penyediaan Mana Minum Golongan Pokok Penyediaan

Akomodasi dan Penyediaan Makanan dan Minuman.

25. Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 33

Tahun 2016 Tentang Prosedur Teknis Perpanjangan Izin Tinggal

Kunjungan Bagi Orang Asing Eks Warga Negara Indonesia Dan

Keluarganya Pemegang Visa Kunjungan Beberapa Kali

Perjalanan.

26. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 43

Tahun 2015 tentang Prosedur Teknis Alih Status Izin Tinggal

Kunjungan Menjadi Izin Tinggal Terbatas dan Alih Status Izin

Tinggal Terbatas Menjadi Izin Tinggal Tetap.

84
b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan-bahan publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.

Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, buku-buku

hukum termasuk tesis, disertasi hukum, kamus-kamus hukum dan

jurnal-jurnal hukum68.

c. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum tersier69 yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini diataranya adalah

surat kabar, internet, kamus hukum dan kamus besar bahasa

Indonesia.

1.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kepustakaan, yaitu penelitian hukum sebagai sebuah sistem norma,

asas-asas, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan,

perjanjian serta doktrin70 yang relevan dengan pokok pembahasan yaitu

68
Ibid;
69
Ibid;
70
Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hlm.34
85
berkaitan dengan Penggunaan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia sebagaimana

dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, Peraturan

Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Di

Indonesia dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018

Tentang Tata Cara Penggunan Tenaga Kerja Asing, serta melakukan

wawancara langsung dengan berbagai narasumber dari unsur Lembaga

Kementerian Ketenagakerjaan, DPR RI selaku badan legislatif, unsur Asosiasi

Pengusaha Indonesia (APINDO) selaku organisasi atau kumpulan para pelaku

usaha dan unsur organiasi pekerja yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia (KSPSI) untuk melengkapi dan menguatkan data atau dokumen dari

hasil studi pustaka.

1.4. Analisa Data

Setelah data telah tersusun secara sistematis, maka tahap selanjutnya

adalah menganalisis data yang dilakukan secara sistematis, kualitatif,

komprehensif dan lengkap. Analisis secara sistematis dalam penelitian ini

menjelaskan sesuai dengan konsep sehingga dapat memberikan jawaban.

Analisis kualitatif dalam penelitian menjabarkan data secara bermutu dalam

kalimat yang teratur sehingga memudahkan pembahasan dan pemahaman.

Komperhensif artinya pembahasan data secara mendalam dari berbagai aspek

sesuai dengan lingkup penelitian. Analisa data yang dilakukan dalam

86
penelitian ini difokuskan pada norma yang terkait dengan hukum dan

kebijakan, oleh karena itu bersifat kualitatif yaitu dengan cara menjelaskan

dan menerangkan data dalam bentuk kalimat-kalimat yang disusun dengan

pokok bahasan, tujuan dan konsep yang berkaitan dengan hal tersebut secara

sistematis, kemudian dilakukan bahasan dan analisis kesimpulannyanya

sebagai jawaban atas pokok bahasan yang dikemukakan dalam penelitian71.

1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian dalam tesis ini diperlukan

untuk memudahkan pembahasan dalam meneliti satu karya ilmiah yang

teratur dan terbagi dalam Bab I sampai dengan Bab V yang saling berkaitan

satu dengan lainnya, yang terdiri dari:

Bab I Pendahuluan, merupakan bagian pendahuluan yang memberikan

gambaran informasi bersifat menyeluruh dan menguraikan tentang latar

belakang, perumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, manfaat

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka, merupakan kerangka teori yang berisi sub-bab

dasar pemikiran kebijakan pemerintah terhadap penanggulangan tenaga kerja

di Indonesia dan tinjauan umum tentang penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesia.

71
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2004), hlm 127.
87
Bab III Metodologi Penelitian, yaitu berisi tentang metode dari

penelitian yang digunakan yang termasuk jenis penelitian, sumber bahan

hukum, tekhnik pengumpulan data, analisa data dan sistimatika penulisan.

Bab IV Pembahasan dan Analisa berisi tentang analisa permasalahan

berdasarkan landasan teori dan data hasil penelitian.

Bab V Penutup, yaitu berisi kesimpulan dari pembahasan berbagai

materi pada Bab-Bab sebelumnya, kemudian dilanjutkan dengan pemberian

saran.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

88
4.1. Dasar Kebijakan Pengaturan Pengunaan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia

Perkembangan globalisasi dan kerjasama antar negara dalam

meningkatkan arus investasi bekembang dengan pesat, kondisi tersebut

mendorong terjadinya pergerakan arus tenaga kerja sesuai kebutuhan

perusahaan pemodal/investor demi kelangsungan usaha investasinya. Untuk

menghindari terjadinya permasalahan hukum serta penggunaan tenaga kerja

asing yang berlebihan, pemerintah harus cermat menentukan kebijakan hukum

yang akan di ambil guna menjaga keseimbangan antara tenaga kerja asing

dengan tenaga lokal dalam arus bebas investasi.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan melalui pembangunan ekonomi

dan ketersediaan kesempatan kerja secara nasional, Indonesia menyadari

perlunya melibatkan diri membuka kesempatan dalam berbagai kerjasama arus

investasi bisnis dengan negara-negara maju dan sedang berkembang secara

ekonomi, sosial dan teknologi. Keterlibatan tersebut dari segi ketenagakerjaan

membuka peluang terjadinya serapan tenaga kerja nasional secara besar-besaran

baik di dalam negeri maupun di luar negeri, namun juga tidak dapat dipungkiri

terbuka luasnya kesempatan bagi warga negara asing yang ingin bekerja di

Indonesia. Untuk mengantisipasi ketidaktertiban hukum dan menghindari

masuknya tenaga kerja asing unskill/unworker dan ilegal, diperlukan adanya

kebijakan hukum yang komprehensif melalui peraturan-perundang-undangan


89
yang mengatur tentang persyaratan dan tata cara serta kualifikasi tenaga kerja

asing yang dapat bekerja di Indonesia, sedangkan bagi tenaga kerja asing yang

memenuhi ketentuan hukum dapat memperoleh jaminan keamanan dan

keselamatan diri sebagai wujud jaminan perlindungan hak asasi manusia.

Dalam rangka meningkatkan harmonisasi hubungan bisnis dan investasi

antar negara dan terlindunginya tenaga kerja lokal nasional serta tercapainya

maksud penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia, diperlukan kebijakan

hukum yang memadai di bidang ketenagakerjaan baik tenaga kerja lokal

nasional maupun pengaturan tenaga kerja asing sebagai payung hukum ditengah

timbulnya berbagai persoalan dibidang ketenagakerjaan saat ini. Indonesia

sebagai sebuah negara demokratis dengan jumlah penduduk terbanyak di

Kawasan Asia Tenggara dan terbanyak ke-empat di dunia, telah berupaya

memberikan perlindungan hukum, hak dan kewajiban yang secara konstitusi

dituangkan melalui kebijakan-kebijakan hukum sesuai hierarki peraturan-

perundang-undangan. Kebijakan hukum berkaitan dengan penggunaan tenaga

kerja asing diatur dalam Bab VII dari Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Presiden

Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing dan Peraturan

Kementerian Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga

Kerja Asing.Pada dasarnya, setiap perusahaan pemberi kerja tenaga kerja asing

di Indonesia wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia. Hal ini

90
disebutkan secara jelas dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 20

Tahun 2018 maupun dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Nomor 20 Tahun 2018, menyatakan bahwa “Setiap Pemberi Kerja TKA wajib

mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan

yang tersedia”.

Oleh karenanya, dalam mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia,

dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan

cara mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang mempergunakan tenaga

kerja asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana penggunaan tenaga

kerja asing, izin menggunakan tenaga kerja asing, notifikasi, pengaturan

penempatan, jenis jabatan, jangka waktu serta kewajiban terhadap perpajakan.

Pengendalian terhadap tenaga kerja asing di Indonesia memiliki tujuan,

antara lain72:

a. Melindungi pasar kerja Indonesia agar tenaga kerja Indonesia dapat bekerja

sesuai dengan bidangnya dengan mendapatkan gaji yang layak.

b. Melindungi tenaga kerja Indonesia dari arus globalisasi termasuk

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community

(AEC).

72
Widodo Suryandono, Op.Cit, hlm.43.
91
c. Mencegah tenaga kerja Indonesia profesional mencari pekerjaan di luar

negeri; dan

d. Menghemat devisa apabila perusahaan menggunakan tenaga kerja Indonesia

dibandingkan dengan menggunakan tenaga kerja asing.

Pengaturan tenaga kerja asing merupakan kebijakan hukum secara

menyeluruh yang bertujuan memberikan perlindungan hukum dibidang

ketenagakerjaan. Kebijakan pengaturan tersebut sebagai wujud penerapan asas

keadilan universal.

4.2. Tujuan Diterbitkannya Kebijakan Pengaturan Tenaga Kerja Asing Di

Indonesia.

Hak dan kewajiban di dalam ilmu hukum tidak dapat dipisahkan. Tidak

ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak. Isi hak dan

kewajiban itu ditentukan oleh aturan hukum. Aturan hukum itu terdiri dari

peristiwa dan akibat hukum yang oleh aturan hukum tersebut dihubungkan.

Dengan demikian peristiwa hukum adalah peristiwa yang akibatnya diatur oleh

hukum73. Hak dan kewajiban merupakan kewenangan yang diberikan kepada

seseorang oleh hukum, antara hak dan kewajiban terdapat hubungan hukum

73
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Cetakan Ke-2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.
77.
92
yaitu setiap hubungan yang terjadi antara dua subjek hukum atau lebih dimana

hak dan kewajiban disatu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban di pihak

lain yang dapat menimbulkan akibat hukum. Salah satu wujud dari akibat

hukum adalah lahirnya sanksi jika dilakukan tindakan yang melawan hukum 74.

Sebagai langkah kongkrit untuk mewadahi hak dan kewajiban dari subjek

hukum tersebut, dibutuhkan adanya produk hukum sebagai kebijakan

pengendalian yang bersifat mengatur ataupun bersifat penetapan agar

penyelengaraan penggunaan tenaga kerja asing dapat berjalan dengan baik dan

tertib tanpa mengabaikan hak dan kepentingan serta ketersediaan lapangan

kerja secara nasional.

Penggunaan tenaga kerja asing sebagai suatu kebutuhan pemenuhan kerja,

merupakan suatu hal yang diperbolehkan apabila tenaga kerja asing yang

bekerja di Indonesia tersebut sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh

undang-undang. Pengaturan lalu lintas ketenagakerjaan di Indonesia merupakan

wewenang dan kewajiban pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang adil

dan berkemanusiaan. Oleh karena itu, setiap kebijakan terkait pengaturan

tenaga kerja asing dan tenaga kerja lokal diharapkan berdampak positif tersedia

dan terjaminnya lapangan pekerjaan demi mewujudkan keadilan dan

kesejahteraan tenaga kerja secara menyeluruh.

74
Ibid., hlm.83-85.
93
Kebijakan hukum berkaitan dengan pengaturan tenaga kerja asing yang

sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 Tentang

Penempatan Tenaga Asing, pada dasarnya bertujuan memberikan kesempatan

seluas-luasnya pada tenaga kerja Indonesia untuk menempati posisi dalam

segala lapangan pekerjaan dengan menyesuaikan diri dengan kebutuhan

ketersediaan sumber daya manusia dan memungkinkan diberikannya

kesempatan bagi tenaga kerja asing untuk menempati posisi-posisi tetentu di

wilayah kerja di Indonesia, akan tetapi tenaga kerja asing yang diperbolehkan

bekerja di Indonesia harus dibatasi dan diawasi melalui lembaga pengawasan

dengan instrumen perizinan yang memadai.

Penggunaan tenaga kerja asing melalui Keputusan Presiden Nomor 23

Tahun 1974 tentang Pembatasan Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara

Asing Pendatang sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1958, mengatur pembatasan-pembatasan kepada tenaga kerja asing75, sebagai

berikut:

a. Menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang tertutup sama sekali bagi tenaga

kerja Warga Negara Asing Pendatang karena sudah tersedia tenaga kerja

Warga Negara Indonesia.

75
Lihat Pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1974 tentang Pembatasan
Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.
94
b. Menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang untuk jangka waktu tertentu dapat

diisi tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang sementara menyiapkan

tenaga kerja Warga Negara Indonesia untuk menggantinya.

c. Menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang untuk jangka waktu tertentu terbuka

bagi tenaga kerja Warga Negara Asing Pendatang sehubungan dengan

penanaman modal dan kepercayaan yang diperlukan untuk itu.

Perkembangan zaman dan era globalisasi menjadi alasan penting

dilakukannya pengaturan hukum dibidang ketenagakerjaan dan melakukan

deregulasi terhadap kebijakan-kebijakan hukum yang sudah ada sebelumnya.

Hal tersebut dimaksudkan agar adanya jaminan bagi masyarakat untuk

memperoleh kepastian hukum dalam penyelenggaraan lapangan kerja, jaminan

pemenuhan hak serta proteksi terjadinya kehilangan kesempatan kerja akibat

serbuan tenaga kerja asing secara bebas dan ilegal.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

mengamanatkan adanya unit pengawasan ketenagakerjaan tersendiri pada setiap

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Unit pengawasan

dimaksud memiliki unit kerja berdasarkan wilayah mulai tingkat pusat, propinsi

dan kabupaten/kota yang berkewajiban dalam menyampaikan laporan

pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri yang bertanggung

jawab di bidang ketenagakerjaan. Sedangkan kehadiran Peraturan Presiden

95
Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing maupun

Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan

Tenaga Kerja Asing menggantikan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2014

tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan

Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga

Kerja Asing, merupakan wujud dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 menyesuaikan kebutuhan sesuai perkembangan kemajuan zaman.

Deregulasi Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan

Tenaga Kerja Asing dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun

2018 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, pada prinsipnya

mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang bersifat penyederhanaan yang

bertujuan untuk dalam rangka mengintegrasikan dengan ketentuan hukum yang

sudah ada sehingga tersusun secara harmonis tanpa mengabaikan kebutuhan

perkembangan zaman. Adapun penyederhanaan dimaksud berupa izin

penggunaan tenaga kerja asing, cukup hanya dengan membutuhkan Rencana

Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) saja, sedangkan dalam peraturan

sebelumnya mewajibkan adanya Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing

(IMTA) bagi perusahaan pemberi kerja asing sebagai syarat mempekerjakan

tenaga kerja asing di dalam negeri.

96
Selain itu, adanya penyederhanaan waktu pelayanan pengurusan RPTKA

menjadi 2 (dua) hari dan Notifikasi selama 2 (dua) hari, yang sebelumnya

membutuhkan waktu 3 (tiga) hari dan RPTKA selama 3 (tiga) hari, serta

melakukan penghapusan terhadap rekomendasi kementerian dan lembaga

terkait dengan memberikan kewenangan kepada lembaga/kementerian dalam

menetapkan jabatan tertentu yang boleh dan tidak untuk diampu oleh tenaga

kerja asing76.

Masa berlaku RPTKA yang dahulu hanya berlaku selama satu tahun dan

dapat diperpanjang, melalui peraturan menteri yang baru disederhanakan

dengan memberikan kebebasan sesuai perjanjian kerja antara pemberi kerja

dengan tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing yang menjabat sebagai direktur

atau komisaris sekaligus pemegang saham disederhanakan tanpa perlu

mengurus perizinan (IMTA), namun bagi tenaga kerja asing yang menduduki

posisi direksi dan komisaris yang posisinya bukan sebagai pemegang saham,

diperintahkan untuk memiliki RPTKA.

76
Kepala Seksi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Direktorat Pengendalian
Penggunaan TKA (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan, Ratih Rulliyanti, dalam
acara seminar (workshop) di Jakarta pada tanggal 24 Juli 2018 tentang Penggunaan
TKA Berdasarkan Peraturan Ketenagakerjaan dan Perkembangannya di Indonesia,
menyampaikan sudah ada 8 (delapan) kementerian/lembaga yang member usul jabatan
apa saja yang boleh ditempati TKA. Delapan lembaga itu diantaranya Kementerian
Kesehatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kemdikbud, dan Kementerian
PekerjaanUmum dan Perumahan Rakyat. Website:
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b57d36fd6277/inilah-10-aturan-baru-
tata-cara-penggunaan-tka-yang-perlu-dipahami, diakses pada tanggal 12 November
2018.
97
Perubahan lainnya adalah terhadap penguasaan Bahasa Indonesia yang

sebelumnya mewajibkan bagi calon tenaga kerja asing mengetahui Bahasa

Indonesia, namun melalui peraturan yang baru tidak bersifat wajib, akan tetapi

bagi tenaga kerja asing yang sudah bekerja di Indonesia, wajib mendapatkan

Pendidikan dan belatihan Bahasa Indonesia dengan tujuan agar tenaga kerja

asing yang menduduki jabatan teknis, ahli, dan profesional di Indonesia dapat

mengalihkan pengetahuannya kepada tenaga kerja lokal pendamping. Selain

itu, diatur kewajiban bagi perusahaan pemberi kerja untuk menjamin tenaga

kerja asing yang bekerja lebih dari enam bulan mengikuti dan terdaftar dalam

jaminan sosial ketenagakerjaan berupa jaminan sosial kesehatan77.

Sisi lain diterbitkannya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10

Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing bertujuan

untuk menyederhanakan rangkap jabatan yang tidak hanya berlaku untuk

direksi dan komisaris, melainkan terhadap 3 (tiga) sektor yang dapat mengampu

lebih dari satu jabatan yaitu pendidikan dan pelatihan vokasi, migas (K3S), dan

ekonomi digital serta dalam keadaan darurat diperbolehkannya bagi tenaga

kerja asing untuk bekerja terlebih dahulu baru kemudian mengurus RPTKA.

77
Lihat Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Asing, menyebutkan bahwa “Setiap Pemberi Kerja TKA wajib menjamin TKA
terdaftar dalam Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi TKA yang bekerja lebih dari 6
(enam) bulan dan/atau polis asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum
Indonesia”.

98
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 mengatur 4 (empat)

jenis RPTKA yakni darurat dan mendesak, sementara, jangka panjang, dan

perubahan.

Pada dasarnya pengaturan penggunaan tenaga kerja asing bertujuan untuk

memberikan perlindungan tenaga kerja lokal nasional sebagaimana diatur

dalam Bab VIII Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang

memastikan bahwa hanya tenaga kerja dengan kualifikasi dan jabatan tertentu

saja yang dapat ditempati atau diduduki oleh tenaga kerja asing sesuai dengan

batas waktu yang telah ditentukan.

Dengan demikian, perlu diatur penggunaan tenaga kerja asing, sehingga

dengan keberadaan tenaga kerja asing dapat memenuhi maksud dan tujuan

yaitu untuk menularkan segala keahliannya demi meningkatkan kualitas dan

daya saing tenaga kerja nasional jangka panjang, mengoptimalkan peningkatan

kualitas tenaga kerja nasional dengan adanya tenaga kerja asing dapat

mengalihkan keahlian atau alih pengetahuan dan menguasai pasar

ketenagakerjaan khususnya di dalam negeri.

4.2.1 Perlindungan Lalu Lintas Ketenagakerjaan Terhadap Tenaga

Kerja Lokal Nasional Dan Tenaga Kerja Asing

Memperoleh pekerjaan dan mendapatkan penghidupan yang layak

merupakan hak asasi manusia seluruh warga negara Indonesia dan

99
kewajiban negara melalui pemerintah dalam menyelenggarakan

ketenagakerjaan secara nasional.

Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia dalam Pasal 27

ayat (2) menegaskan bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian”. Dan Pasal 28

D ayat (2) menegaskan bahwa, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta

mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan

kerja”, pengaturan tersebut sebagai landasan terhadap penggunaan

tenaga kerjaa asing di Indonesia terhadap kondisi pasar kerja dalam

negeri, kebutuhan investasi, kesepakatan internasional dan liberalisasi

pasar bebas dengan berkaitan kepentingan nasional untuk memberikan

perlindungan terhadap kesempatan tenaga kerja Indonesia.

Sedangkan Pasal 28G ayat (1) menegaskan bahwa “Setiap orang

berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat

dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa

aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”, dan Pasal 28G ayat (2)

menegaskan bahwa “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan

dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak

memperoleh suaka politik dari negara lain”, merupakan bentuk

penghargaan dan jaminan perlindungan hak asasi manusia yang tidak


100
hanya berlaku untuk warga negara Indonesia, akan tetapi berlaku bagi

setiap warga asing yang berada dan bekerja di Indonesia.

Tenaga kerja asing masuk ke Indonesia dapat melalui dua jalur,

yaitu78: Pertama, Penugasan adalah penempatan pegawai oleh

perusahaan multinasional untuk menduduki satu posisi/jabatan tertentu

di salah satu cabang ataupun anak perusahaan di Indonesia, berdasarkan

jangka waktunya. Kedua, rekrutmen adalah masuknya tenaga kerja asing

melalui jalur penerimaan pegawai baik yang berstatus kontrak maupun

tetap, rekrutmen tersebut pada umumnya dilakukan oleh perusahaan

lokal yang memiliki bisnis berskala global sehingga membutuhkan

tenaga kerja asing sebagai upaya menghadapi kompetisi di dunia

internasional.

Penyederhanaan mekanisme penggunaan tenaga kerja asing tidak

dimaksudkan untuk mempermudah tenaga kerja asing secara bebas

masuk ke wilayah Indonesia, melainkan adanya kewajiban dan

kepatuhan hukum terhadap ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003, Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 dan aturan-aturan

hukum lainnya yang mengatur tentang ketentuan hukum yang wajib

dipatuhi, ketentuan-ketentuan tersebut berupa kewajiban tenaga kerja

78
Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam Data dan Informasi, Direktorat Jendral Binapenta
Kemenaker RI, Cetakan ke-1, 2014.
101
asing memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk,

adanya pembatasan jabatan dan jangka waktu tertentu, Rencana

Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan kewajiban melakukan

permohonan notifikasi, memiliki standar kompetensi, adanya larangan

menduduki jabatan tertentu, kewajiban dana kompensasi, serta

kewajiban memulangkan tenaga kerja asing ke negara asalnya.

Filosofi hukum ketenagakerjaan Indonesia dimaksudkan untuk

melindungi tenaga kerja berkewarganegaraan Indonesia yang bekerja di

Indonesia sehingga jika ada kebutuhan yang khusus dan sangat

membutuhkan untuk menggunakan tenaga kerja asing, harus

dibuat persyaratan yang ketat agar tenaga kerja Indonesia terhindar dari

kompetisi yang tidak sehat. Di Indonesia sendiri prinsip penggunaan

jasa tenaga kerja asing telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, diantaranya adalah:79

a. Legal, bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga

kerja asing harus memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat

yang ditunjuk (Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan).

79
Masyarakat Diharapkan Melaporkan Pelanggaran Penggunaan Jasa TKA, alamat
website:http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/masyarakat-diharapkan-
melaporkan-pelanggaran-penggunaan-jasa-tka, diakses pada tanggal 19 Desember
2018.
102
b. Sponsorship, bahwa pemberi kerja orang perorangan dilarang

mempekerjakan tenaga kerja asing (Pasal 42 ayat (2) Undang-

Undang Ketenagakerjaan).

c. Selective, bahwa tenaga kerja asing dipekerjakan dalam

hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu (Pasal 42

ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan).

d. Security, bahwa penggunaan tenaga kerja asing harus sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia dan tidak

membahayakan keamanan negara.

Sekalipun Indonesia terbuka dalam hal penggunaan tenaga

kerja asing, pemerintah tetap berupaya melindungi pekerja lokal dengan

cara menerapkan peraturan yang berisi syarat dan kualifikasi yang ketat

bagi tenaga kerja asing. Hal ini tentunya agar tenaga kerja asing yang

masuk ke Indonesia adalah tenaga kerja asing yang memiliki keahlian

tinggi dan berkualitas, sehingga dimungkinkan untuk terjadinya transfer

keahlian dan teknologi, mendukung perkembangan ekonomi, dan

mendorong meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia.

Berdasarkan berbagai ketentuan hukum, diatur adanya ketentuan

pembatasan waktu dan jabatan tertentu penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesia. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 42 ayat (4) dan ayat (5)
103
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Pasal 5 Peraturan Presiden

Nomor 20 Tahun 2018 menyebutkan salah satu jabatan yang dilarang

apabila menduduki jabatan personalia dan atau jabatan tertentu

lainnya80. Larangan dan pembatasan terhadap jabatan tersebut diatur

melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40

Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki

Tenaga Kerja Asing yang hingga saat ini belum mengalami perubahan.

Adapun jenis jabatan-jabatan yang dilarang untuk diduduki oleh tenaga

kerja di Indonesia, terdiri dari:

1. Direktur Personalia (Personnel Director).

2. Manajer Hubungan Industrial (Industrial Relation Manager).

3. Manajer Personalia (Human Resource Manager).

4. Supervisor Pengembangan Personalia (Personnel Development


Supervisor).

5. Supervisor Perekrutan Personalia (Personnel Recruitment


Supervisor).

6. Supervisor Penempatan Personalia (Personnel Placement


Supervisor).

7. Supervisor Pembinaan Karir Pegawai (Emlployee Career


Development Supervisor).

80
Lihat Pasal 5 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Tata Cara
Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
104
8. Penata Usaha Personalia (Personnel Declare Administrator).

9. Kepala Eksekutif Kantor (Chief Executive Officer).

10. Ahli Pengembangan Personalia dan Karir (Personnel and Careers


Specialist).

11. Spesialis Personalia (Personnel Specialist).

12. Penasehat Karir (Career Advisor).

13. Penasehat Tenaga Kerja (Job Advisor).

14. Pembimbing dan Konseling Jabatan (Job Advisor and Counseling).

15. Perantara Tenaga Kerja (Employee Mediator).

16. Pengadministrasi Pelatihan Pegawai (Job Training Administrator)

17. Pewawancara Pegawai (Job Interviewer).

18. Analis Jabatan (Job Analyst).

19. Penyelenggara Keselamatan Kerja Pegawai (Occupational Safety

Specialist).

Apabila tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, dapat diberikan sanksi

berupa teguran, pembinaan serta tindakan mendeportasi tenaga kerja

asing yang dilakukan oleh Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan

HAM setelah memperoleh rekomendasi dan laporan dari Kementerian

Ketenagakerjaan. Sedangkan apabila terindikasi melakukan pelanggaran

105
pidana, maka perusahaan pemberi kerja dapat diancam dengan sanksi

pidana.

4.2.2 Ketidakpastian Hukum Status Hubungan Kerja Tenaga Kerja

Asing Di Indonesia

Penggunaan tenaga kerja asing baru dapat dilakukan apabila

memenuhi ketentuan dan syarat yang haruskan oleh undang-undang.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, Pasal 42 ayat (4) menegaskan bahwa “Tenaga kerja

asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja

untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu”.

Ketentuan pengaturan pembatasan waktu bagi tenaga kerja asing

dimaksudkan untuk memudahkan terjadinya alih keterampilan dalam

berbagai bidang keahlian dan hanya dapat dilaksanakan untuk bidang

jabatan tertentu saja. Berdasarkan ketentuan Pasal 42 ayat (4) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja

asing di Indonesia hanya dapat bekerja untuk jabatan dan waktu tertentu.

Dalam Pasal 56 Undang-Undang Ketenagakerjaan menggolongkan

perjanjian kerja ke dalam 2 (dua) bentuk perjanjian yaitu Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja Tidak Tertentu

106
(PKWTT). Dengan demikian, mengacu pada Pasal 42 ayat (4) Undang-

Undang Ketenagakerjaan, tenaga kerja asing hanya dapat bekerja

dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Pembatasan waktu kerja tertentu

tersebut secara jelas ditegaskan kembali dalam Pasal 59 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa “Perjanjian

kerja waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk jangka waktu tertentu

paling lama 2 (dua) tahun dan boleh diperpanjang oleh para pihak

sebanyak 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

saja”.

Ketentuan jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing

sebagaimana diperintahkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tidak secara tegas diatur pelaksanaannya di dalam Peraturan

Presiden Nomor 20 Tahun 2018 maupun Peraturan Menteri Nomor 10

Tahun 2018 sebagai peraturan pelaksana dibawah Undang-Undang

Ketenagakerjaan. Adapun izin yang diberikan bagi tenaga kerja asing

berada dan tinggal serta bekerja di Indonesia untuk pertama kali

diberikan kepada tenaga kerja asing paling lama 2 (dua) tahun, dan

dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan”81. Sedangkan dalam Peraturan Ketenagakerjaan Nomor 10

81
Lihat Pasal 21 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan
Tenaga Kerja Asing.
107
Tahun 2018 tidak mengatur secara jelas berapa lama tenaga kerja asing

dapat bekerja di Indonesia.

Jangka waktu tenaga kerja asing di dalam Peraturan Menteri

Nomor 10 Tahun 2018 hanya secara umum dapat dilihat dalam Pasal 24

ayat (1) yang menyebutkan “Direktur memberikan surat peringatan

kepada Pemberi Kerja TKA, 1 (satu) bulan sebelum pembayaran DKP-

TKA untuk tahun kedua dan seterusnya”.  Sedangkan   Pasal 24 ayat (3)

menyebutkan “Dalam hal Pemberi Kerja TKA tidak membayar DKP-

TKA pada saat jatuh tempo untuk tahun kedua dan seterusnya, Dirjen

memberikan sanksi berupa pencabutan Notifikasi”. Dengan demikian,

tenaga kerja asing dapat terus bekerja di Indonesia selama diperlukan

oleh perusahaan pemberi kerja sesuai kesepakatan dalam kontrak kerja.

Tidak adanya ketentuan pengaturan batas waktu secara jelas dan tegas

menyesuaikan ketentuan Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang

Ketenagakerjaan dalam Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 dan

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 merupakan

pertentangan hukum. Pertentangan ketentuan hukum satu sama lain

dalam satu hierarki dapat menimbulkan ketidakpastian hukum di dalam

masyarakat. Hal ini dapat memicu terjadinya dualisme hukum yang

menyebabkan tidak berjalannya sistem hukum dengan baik sehingga

108
tidak tercapainya maksud serta tujuan penggunaan tenaga kerja asing

sebagaimana mestinya.

Sesuai dengan ketentuan hukum yang baru, untuk mempekerjakan

tenaga kerja asing, pengusaha pemberi kerja wajib memiliki Rencana

Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) agar dapat memperoleh Visa

Tinggal Terbatas (Vitas) dan Izin Tinggal Terbatas (Itas) serta

melakukan permohonan notifikasi kepada Dirjen Kementerian Hukum

dan HAM sebagai syarat yang harus dipenuhi agar dapat

mempekerjakan tenaga kerja asing, baru kemudian pemberi kerja dapat

mempekerjakan tenaga kerja asing. Dalam ketentuan hukum yang baru,

tidak ada pasal yang menyebutkan secara rinci tentang status tenaga

kerja asing dapat diangkat sebagai pekerja permanen.

Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 20103

Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa “Tenaga kerja asing

dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk

jabatan tertentu dan waktu tertentu”82. Berdasarkan ketentuan tersebut,

hubungan antara pengusaha pemberi kerja dengan tenaga kerja asing

didasarkan atas Perrjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Oleh karena

itu, ketentuan PKWT berlaku bagi tenaga kerja asing di Indonesia.

82
Lihat juga Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018
menyebutkan bahwa “Tenaga Kerja Asing dapat dipekerjakan oleh pemberitenaga
kerja asing dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu dan jabatan tertentu”.
109
Akan tetapi, perlakuan dan pelaksanaan PKWT bagi tenaga kerja asing

tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan PKWT yang selama ini

berlaku bagi tenaga kerja lokal nasional. Hal ini menimbulkan

permasalahan hukum tentang keabsahan tatus kerja PKWT bagi tenaga

kerja asal luar negeri yang memiliki kewarganegaraan asing. Beberapa

permasalahan yang sering terjadi adalah masalah jangka waktu

penggunaan tenaga kerja asing. Ketidakjelasan jangka waktu

penggunaan tenaga kerja asing yang diatur dalam peraturan perundaang-

undangan dibidang ketenagakerjaan berdampak pada ketidakjelasan

status tenaga kerja asing sebagai PKWT atau PKWTT. Permasalahan

lain yang sering terjadi adalah masalah penggunaan bahasa dalam

berkontrak antara perusahaan asing dalam negeri (PMA) dengan tenaga

kerja asing, seringkali hanya menggunakan satu bahasa saja yaitu bahasa

asing. Padahal berdasarkan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang

Ketenagakerjaan menegaskan “Perjanjian kerja dibuat untuk waktu

tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahwa Indonesia

dan huruf latin”. Demikian juga menyangkut status hak-hak

ketenagakerjaan dalam hubungan kerja.

Hal ini dapat dilihat dari 2 (dua) putusan hukum oleh Mahkamah

Agung yang memiliki pandangan berbeda mengenai status hukum

PKWT tenaga kerja asing dalam Putusan Kasasi Nomor

110
595K/Pdt.Sus/2010 tanggal 29 Juli 2010 dan Putusan Peninjauan

Kembali Nomor 29PK/Pdt.Sus/2010 tanggal 24 Agustus 2010. Putusan

Mahkamah Agung Nomor 595K/ Pdt.sus/2010 tanggal 29 Juli 2010

terkait Pemutusan Hubungan Kerja antara PT. Asmin Koalindao Tuhup

dengan Kurt Eugene Krieger, seorang tenaga kerja asing

berkewarganegaraan Amerika Serikat, bermula dari adanya hubungan

kerja antara PT. Asmin Koalindao Tuhup dengan Kurt Eugene Krieger

didasarkan pada PKWT yang dibuat hanya dalam bahasa Inggris pada

tanggal 06 September 2008 yang berlaku mulai tanggal 06 Oktober 2008

untuk jangka waktu dua tahun. Sebagai tenaga kerja asing yang

dipekerjakan secara resmi, Kurt Eugene Krieger memegang KITAS dan

IMTA yang masing-masing berakhir pada tanggal 17 Oktober 2009.

Permasalahan timbul mengenai bentuk PKWT antara PT. Asmin

Koalindao Tuhup dengan Kurt Eugene Krieger yang tidak sesuai dengan

ketentuan Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

dimana PKWT tersebut dibuat dalam bahasa Inggris, sehingga menurut

ketentuan pada Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003, maka PKWT tersebut dinyatakan sebagai PKWTT.

Terkait dengan hal ini, ternyata majelis hakim agung tidak secara

kaku menerapkan ketentuan Pasal 57 ayat (1) dan (2) Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003. Dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim

111
agung dalam perkara tersebut tidak hanya mempertimbangkan adanya

alat bukti surat PKWT yang dibuat dalam bahasa Inggris saja, namun

majelis hakim agung juga mempertimbangkan alat bukti surat KITAS

dan IMTA sebagai salah satu persyaratan izin kerja yang harus dimiliki

oleh tenaga kerja asing sebagai alat bukti adanya hubungan kerja waktu

tertentu antara PT. Asmin Koalindo Tuhup dengan Kurt Eugene Krieger.

KITAS dan IMTA tersebut memiliki jangka waktu yang terbatas sampai

dengan tanggal 17 Oktober 2009. Dengan demikian meskipun PKWT

antara PT. Asmin Koalindo Tuhup dengan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dibuat dalam

bahasa Inggris yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 57 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, namun tidak serta merta

menjadikan PKWT tersebut menjadi PKWTT karena keberadaan alat-

alat bukti surat lainnya yaitu KITAS dan IMTA mempertegas bahwa

hubungan kerja antara PT. Asmin Koalindo Tuhup dengan Kurt Eugene

Krieger merupakan hubungan kerja waktu tertentu (PKWT).

Sedangkan pandangan berbeda dapat dilihat dari putusan

Peninjauan Kembali yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dalam

Putusan Nomor 29PK/Pdt.Sus/2010 tanggal 24 Agustus 2010. Perkara

ini bermula dari PT. Handala Mandala Sampoerna,Tbk

yang mempekerjakan seorang tenaga kerja asing berkewarganegaan

112
Inggris bernama Nichola Michael Fincher berdasarkan perjanjian kerja

tanggal 23 Juni 1997 untuk jangka waktu tiga tahun sampai dengan 23

Juni 2000. PKWT tersebut dibuat tidak dalam bahasa Indonesia

melainkan dalam bahasa Inggris.

Setelah jangka waktu perjanjian tersebut berakhir, faktanya PT.

Handala Mandala Sampoerna, Tbk tetap mempekerjakan Nichola

Michael Fincher sampai dengan tanggal 30 Juni 2006 dengan jabatan

akhir sebagai Head of Marketing Intelligence. Hubungan kerja tersebut

berjalan tanpa adanya perpanjangan maupun pembaruan PKWT secara

tertulis. Pada tanggal 30 Juni 2006, PT. Handala Mandala

Sampoerna,Tbk secara sepihak melakukan pemutusan hubunagn kerja

kepada Nichola Michael Fincher karena alasan restrukturisasi organisasi

perusahaan dan pemutusan hubungan kerja tersebut berlaku efektif

pertanggal 07 Juni 2006. Nichola Michael Fincher tidak sependapat

dengan kompensasi yang ditawarkan oleh PT. Handala Mandala

Soempoerna, Tbk sehingga memperselisihkan hal ini.

Kesepakatan timbul pada saat PT. Handala Mandala Sampoerna,

Tbk dan Nichola Michael Fincher secara diam-diam setuju untuk

memenuhi hak dan kewajiban masing-masing di mana PT. Handala

Mandala Sampoerna, Tbk memberikan perintah kerja dan membayarkan

upah kepada Nichola Michael Fincher, sementara Nichola Michael


113
Fincher melaksanakan perintah kerja dan menerima upah sebagai

imbalan pekerjaan yang ia lakukan dari PT. Handala Mandala

Sampoerna. Dengan demikian sesungguhnya terdapat perjanjian kerja

antara PT. Handala Mandala Sampoerna,Tbk dengan Nichola Michael

Fincher meskipun dibuat tidak dalam bentuk tertulis. Yang menjadi

pertanyaan adalah bagaimana perjanjian kerja yang seharusnya

merupakan PKWT tersebut dibuat dengan tidak memenuhi syarat formal

pembuatan suatu PKWT di mana harus dibuat dalam bentuk tertulis dan

dalam bahasa Indonesia? Sesuai dengan ketentuan Pasal 57 ayat (1) dan

(2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 maka PKWT tersebut tidak

menjadi batal demi hukum atau dapat dimintakan pembatalan namun

PKWT tersebut dinyatakan sebagai PKWTT.

Dalam pertimbangan hukum majelis hakim agung peninjauan

kembali dalam perkara perselisihan hubungan industrial ini, majelis

hakim agung menafsirkan ketentuan Pasal 57 ayat (1) dan (2) Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 secara kaku dengan mengesampingkan

ketentuan Pasal 42 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003. Dengan

mendasarkan pada novum berupa IMTA yang berlaku sejak tanggal 29

Mei 2005 sampai dengan 28 Mei 2006 dan slip gaji, majelis hakim

berpendapat bahwa telah terjadi hubungan kerja selama sembilan tahun

secara terus menerus tanpa putus antara PT. Handala Mandala

114
Sampoerna, Tbk dan Nichola Michael Fincher. Hal tersebut merupakan

pelanggaran atas ketentuan Pasal 42 ayat (4) jo. Pasal 57 ayat (1) dan (2)

jo. Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 sehingga

demi hukum PKWT tersebut dinyatakan menjadi PKWTT.

Dari kedua putusan Mahkamah Agung Nomor 595K/Pdt.Sus/2010

tanggal 29 Juli 2010 dan Putusan Peninjauan Kembali Nomor

29PK/Pdt.Sus/2010 tanggal 24 Agustus 2010 memperlihatkan tidak

adanya konsistensi dan kepastian hukum ke dalam Peraturan Perundang-

Undangan dibidang Ketenagakerjaan dalam menetapkan status hukum

tenaga kerja asing sebagai PKWT atau PKWTT sehingga menimbulkan

dualisme pandangan Mahkamah Agung mengenai status hubungan kerja

bagi tenaga kerja asing di Indonesia83.

4.2.3 Pertentangan antara Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13

Tahun 2003 Dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018

Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang

Ketenagakerjaan mensyaratkan adanya ketentuan yang harus dipenuhi

83
Lihat Vidya Prahassacitta, Dualisme Pandangan Mahkamah Agung Mengenai Status
Hukum Tenaga Kerja Asing : Kajian Putusan Mahkamah Agung Nomor
595K/PDT.SUS/2010 dan Nomor 29PK/PDT.SUS/2010, Jurnal Yudisial Vol. 7 No. 2
Agustus 2014, hlm.118-128

115
oleh tenaga kerja asing. Hal tersebut diatur dalam Pasal 42 ayat (1),

menyatakan bahwa: “Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga

kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri Ketenagakerjaan

atau pejabat yang ditunjuk”. 

Sedangkan melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2018

yang tidak lagi mewajibkan adanya Izin Menggunakan Tenaga Kerja

Asing (IMTA) sebagaimana sebelumnya diatur dalam Peraturan

Presiden Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja

Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja

Pendamping, namun dengan melakukan penyederhanaan terhadap

pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)

sebagai izin bagi tenaga kerja asing84. Penghapusan Izin Menggunakan

Tenaga Kerja Asing (IMTA) tersebut mempersingkat waktu pengurusan

syarat administratif bagi tenaga kerja asing yang akan bekerja di

Indonesia. Sedangkan sebelumnya IMTA, baru dapat diperoleh apabila

telah memperoleh Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

Peniadaan IMTA merupakan upaya mempersingkat jalur birokrasi yang

selama dinilai mempersulit masuknya investasi asing. Dengan

memperoleh RPTKA telah dianggap sebagai bentuk perizinan bagi

84
Lihat Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga
Kerja Asing, menyebutkan bahwa, “Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja
Asing (RPTKA) merupakan izin untuk mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA)”.
116
tenaga kerja asing. Sedangkan Notifikasi merupakan efisiensi dengan

memanfaatkan kemajuan dibidang teknologi komputerisasi dapat

dijadikan sebagai sarana dalam mengawasi perilaku tenaga kerja asing.

Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, menyebutkan bahwa tenaga kerja asing dapat

dipekerjakan oleh pemberi kerja tenaga kerja asing dalam hubungan

kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu 85, sedangkan Pasal 5

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata

Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, menyebutkan bahwa tenaga kerja

asing yang dapat dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi

persyaratan, sebagai berikut:

1) Memiliki pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang

akan diduduki oleh TKA;

2) Memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja

paling sedikit 5 (lima) tahun yang sesuai dengan kualifikasi jabatan

yang akan diduduki TKA;

3) Mengalihkan keahliannya kepada Tenaga Kerja Pendamping;

85
Pasal 42 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan
Bandingkan dengan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10
Tahun 2018.
117
4) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak bagi TKA yang sudah bekerja

lebih dari 6 (enam) bulan; dan

5) Memiliki Izin Tinggal Terbatas (ITAS) untuk bekerja yang

diterbitkan oleh instansi yang berwenang.

Secara garis besar terdapat beberapa ketentuan hukum dalam

Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 yang berbeda dari ketentuan

hukum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013,

antara lain:

a) Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018

Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) memberikan pengecualian bagi

pemberi tenaga kerja asing tidak wajib memiliki RPTKA, sedangkan

berdasarkan pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,

menghendaki terhadap setiap pemberi kerja yang mempekerjakan

tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau

pejabat yang ditunjuk.

Pasal ini juga secara implisit mengatur bahwa pemberi kerja tenaga

kerja asing tidak wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja

Asing (RPTKA) agar dapat mempekerjakan tenaga kerja asing

terhadap tenaga kerja asing pemegang saham dan menjabat sebagai

anggota direksi, pegawai diplomatik, dan tenaga kerja asing pada


118
jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah, sedangkan Pasal 43

ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan

bahwa Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus

memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh

Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

b) Pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018

Pasal 19 mengatur tentang jangka waktu pengurusan visa tinggal

(Vitas) menjadi sangat singkat menjadi 2 (dua) hari86. Hal ini tentu

mempermudah pelayanan administratif menjadi lebih efisien, namun

disisi lain, tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia perlu

diuji kualitasnya secara dokumen maupun keahlian yang dimiliki.

c) Pasal 26 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018

Pasal 26 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018

menyebutkan : “Setiap Pemberi Kerja TKA wajib: 1) Menunjuk

tenaga kerja Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping; 2)

Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja Indonesia

sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA; dan 3)

86
Lihat Pasal 19 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018, menyebutkan: Pejabat
imigrasi pada Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri memberikan Vitas paling
lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima secara lengkap”.

119
Memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa Indonesia kepada

TKA”.

Dalam pasal ini tidak secara tegas mengharuskan pemberi kerja

tenaga kerja asing untuk memberikan pendidikan dan pelatihan

kepada tenaga kerja asing, dan hanya wajib menunjuk tenaga kerja

lokal nasional untuk menjadi pendamping tenaga kerja asing dan

tidak menyebutkan jumlah yang harus mendampingi tenaga kerja

asing tersebut.

4.3. Hasil Wawancara Terkait Kebijakan Penggunaan Tenaga Keja Asing

Dalam mendukung dan melengkapi serta menguatkan data hasil studi

pustaka tentang Tinjauan Yuridis Peraturan Perundang-Undangan Tenaga Kerja

Asing Di Indonesia Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Tenaga Kerja Di

Indonesia, telah dilakukan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang

menurut penulis dapat memberikan informasi tambahan dalam upaya

menemukan jawaban atau menelusuri subtansi dari permasalahan. Adapun

penulis peroleh data pada penelitian dengan wawancara langsung terhadap

120
Lembaga DPR RI pada Komisi IX yang membidangi khusus tentang

Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Organisasi Serikat Pekerja

yaitu Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Wawancara yang dilakukan pada prinsipnya berrmaksud untuk menggali

data dalam mendukung penelitian tentang kajian yuridis peraturan perundang-

undangan tenaga kerja asing dalam kaitannya terhadap perlindungan tenaga

kerja di Indonesia. Dengan maksud melengkapi data yang berkaitan tentang

a) Keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia, meliputi : persepsi pemerintah

melalui lembaga legislatif terhadapa keberadaan tenaga kerja asing di

Indonesia, persepsi atau pandangan serikat pekerja nasional. b) Kondisi kantor

pelayanan yang membidangi tenaga kerja asing, meliputi : prosedur pelayanan,

tata cara, pelaksanaan, syarat dan ketentuan dan pengawasan terhadap tenaga

kerja asing yang akan dan sudah bekerja di Indonesia, dan c) Urgensi

diterbitkannya kebijakan regulasi maupun deregulasi penggunaan tenaga kerja

asing, meliputi : alasan dan pertimbangan serta tujuan diterbitkannya

pengaturan penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia.

Keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari

iklim pertumbuhan ekonomi global dan peningkatan kerjasama investasi antar

negara. Pada dasarnya semakin tinggi perkembangan ekonomi suatu negara,

semakin terbuka pula ketersediaan dan kesempatan kerja bagi tenaga kerja lokal

nasional maupun tenaga kerja asing.


121
“Kita tidak menolak tenaga kerja asing apabila negara

membutuhkan. Kehadiran tenaga kerja asing memberikan nilai

tambah bagi kemajuan ekonomi masyarakat maupun pendapatan

negara, kedudukan tenaga kerja asing pada prinsipnya diperlukan

dengan prinsip pembatasan sesuai keperluan. Pemerintah memiliki

wewenang dan kebijakan khusus terhadap kebutuhan tenaga kerja

asing, apabila negara membutuhkan, maka pemerintah menerbitkan

kebijakan sebagai landasan hukum dan pertanggungjawaban kepada

publik tentang mekanisme, kriteria, dan persyaratan-

persyaratannya”. (Wawancara dengan Staf Ahli Komisi IX

Bidang Ketenagakerjaan Bapak Dr. Abdul Wahab, S.E.,M.M,

pada tanggal 03 Desember 2018)

Indonesia sebagai negara tujuan investasi ke-2 di dunia87 merupakan

cerminan positif terhadap pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik.

Posisi trategis dan besarnya jumlah penduduk menjadikan Indonesia sebagai

salah satu negara favorit tujuan investor dalam menanamkan modalnya. Hal

tersebut harus disikapi dengan perubahan-perubahan yang mendorong

87
Indonesia Tujuan Investasi Ke-2 Dunia, Perizinan Masih Harus Dibenahi, alamat
website : https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/08/080644226/indonesia-
tujuan-investasi-ke-2-dunia-perizinan-masih-harus-dibenahi, diakses pada tanggal
01 Desember 2018.
122
terwujudnya kemudahan berbisnis dan berinvestasi dan jaminan keamanan,

penegakan hukum serta peningkatan infrastruktur yang berkualitas.

“Dampak perkembangan era globaliasi, secara faktual negara

Indonesia membutuhkan tenaga kerja asing seiring dengan

dibukanya arus investasi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi

dan serapan lapangan pekerjaan guna mengurangi pengangguran

secara nasional. Kehadiran tenaga kerja asing juga merupakan wujud

kerja sama hubungan antar negara bilateral maupun multilateral,

kerja sama Indonesia dengan anggota negara-negara ASEAN, kerja

sama dengan negara-negara Eropa, Amerika, China dan negara maju

lainnya”. (Wawancara dengan Staf Ahli Komisi IX Bidang

Ketenagakerjaan Bapak Dr. Abdul Wahab, S.E.,M.M, pada

tanggal 03 Desember 2018)

Keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia juga menurut Konfederasi

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) sebagai salah satu konfederasi

serikat yang sah dan terdaftar pada masa pemerintahan Presiden Soeharto,

memiliki anggota kurang lebih sebanyak 4,6 juta 88, pada prinsipnya tidak

merasa terganggu dilakukannya pengaturan penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesia.

88
Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia,
https://id.wikipedia.org/wiki/Konfederasi_Serikat_Pekerja_Seluruh_Indonesia, diakses
pada tanggal 16 November 2018.
123
“Kita tidak bisa alergi dan menutup diri dengan tenaga kerja asing,

namun harus selektif dalam menerima dan mempekerjaan tenaga

kerja asing, dalam arti bahwa tenaga kerja asing yang dipekerjakan

di Indonesia memang tenaga kerja yang terampil. Kemampuan dan

keahlian mereka memang dibutuhkan dan tidak tersedia di

Indonesia”. (Wawancara dengan Sekjen KSPSI Bapak Dr. Ir. H.

Hermanto Achmad, S.H.,M.M pada tanggal 15 November 2018)

Penjelasan Sekretaris Jenderal KSPSI tersebut menggambarkan adanya

keterbukaan pemikiran tenaga kerja lokal Indonesia akan perkembangan

zaman dan globalisasi dalam rangka mendukung program pemerintah

mempercepat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui arus investasi.

Sikap konfederasi serikat pekerja/buruh KSPSI menggambarkan akan

kesiapan tenaga kerja lokal Indonesia dalam menerima kemajuan zaman dan

kesiapan dalam berkompetisi dengan tenaga kerja asing yang datang ke

Indonesia. Kuatnya globalisasi ekonomi memaksa suatu negara untuk tidak

menapik aktivitas ekonomi yang terjadi di negara lain karena hampir tidak ada

negara yang aktivitas ekonominya steril dari pengaruh global89.

Diperlukannya tenaga kerja asing bagi perusahaan pemberi kerja dalam

negeri, tidak semata karena faktor rendahnya sumber daya manusia tenaga

89
Tri Budiono, Transplantasi Hukum : Harmonisasi dan Potensi Benturan ( Salatiga :
Griya Medya, 2009), hlm. 1.
124
kerja di Indonesia, melainkan lebih bersifat kepentingan intern perusahaan

terutama bagi perusahaan investasi asing.

Sedangkan menurut Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO)

berpandangan bahwa:

Kebutuhan tenaga kerja asing baru dapat didatangkan apabila benar-

benar sedang diperlukan dan kebutuhan tersebut tidak dimiliki atau tidak

cukup dimiliki tenaga kerja asal dalam negeri. Menghadirkan tenaga

kerja asing tentu tidak mudah, membutuhkan pembiayaan yang mahal,

namun dalam dunia usaha kelangsungan berjalannya usaha merupakan

hal terpenting, meskipun dengan mengeluarkan biaya yang lebih”.

(Wawancara dengan Wakil Ketua Bidang Koordinasi

Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Myra

M. Hanartani, S.H.,M.A.,pada tanggal 17 Januari 2019).

Pekerja yang bukan berasal dari negara Indonesia agar dapat bekerja di

Indonesia merupakan tenaga kerja khusus yang memiliki keahlian tertentu.

Hal tersebut menjadi syarat yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing yang

akan bekerja pada perusahaan pemberi kerja yang akan mempekerjakan

tenaga kerja asing.

“Sesuai aturan main, ada kriteria dan ketentuan khusus yang harus

dipenuhi, seperti keahlian khusus yang dibutuhkan sehingga tenaga

125
kerja asing diperkenankan menduduki posisi tertentu. Namun kriteria

tentang keahlian yang dimiliki oleh tenaga kerja asing sepatutnya

mengatur lebih spesifik tentang keahlian yang bagaimana serta

mempertegas batasan waktu, sehingga tidak ada alasan bagi

perusahaan pemberi kerja untuk terus mempekerjakan tenaga kerja

asing secara permanen. Hal ini juga untuk memaksimalkan

terwujudnya alih kemampuan dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja

lokal pendamping". (Wawancara dengan Kepala Sesi Pengawasan

Norma Penempatan Tenaga Kerja Asing Dalam Negeri Bapak

M. Rizky Nasution, S.H. pada tanggal 05 Desember 2018).

Dalam menghadapi pasar bebas investasi, menurut konfederasi serikat

pekerja, kekurang-siapan pekerja Indonesia terutama anggota serikat pekerja

dalam bersaing dengan tenaga kerja asing terletak pada keterampilan keahlian

secara vokasional yang belum maksimal dalam mempersiapkan tenaga kerja

lokal yang mumpuni dibidangnya, siap kerja dan mampu bersaing secara

global. Tidak hanya keahlian dibidang teknis, keahlian penguasaan multi

bahasa terutama bahasa negara-negara investor menjadi bagian penting yang

perlu dikuasai oleh pekerja dalam negeri.

“Kebutuhan dan kemampuan berbahasa merupakan bagian penting

dalam memahami sebuah kultur perusahaan. Selain faktor keahlian

bidang, bagi perusahaan-perusahaan asing tertentu, penguasaan


126
bahasa sesuai bahasa negera owner tertentu menjadi sangat penting.

Penguasaan bahasa sebagai sarana komunikasi merupakan penentu

dapat berjalan atau tidak aktivitas suatu kegiatan usaha dengan

baik”. (Wawancara dengan Sekjen KSPSI Bapak Dr. Ir. H.

Hermanto Achmad, S.H.,M.M pada tanggal 15 November 2018).

Dalam wawancara dengan Sekretaris Jenderal KSPSI, dijelaskan bahwa

perusahaan investasi asing yang membuka usaha di Indonesia akan cenderung

mempekerjakan tenaga kerja yang menguasai dan memahami bahasa pemberi

kerja, sehingga dengan demikian dapat memperkecil adanya mis komunikasi

dan kesalahpahaman maksud dan tujuan demi kelancaran produksi barang dan

jasa sesuai visi dan misi perusahaan yang ingin dicapai.

“Pemerintah harus mempersiapkan dini sumber daya manusia tenaga

kerja Indonesia dengan sungguh-sungguh melalui pendidikan vokasi

untuk menciptakan keterampilan dan keahlian khusus bagi tenaga

kerja lokal nasional sebagai sarana dapat menguasai pasar kerja

ditenngah arus investasi asing di Indonesia”. (Wawancara dengan

Staf Ahli Komisi IX Bidang Ketenagakerjaan Bapak Dr. Abdul

Wahab, S.E.,M.M, pada tanggal 03 Desember 2018)

Deregulasi Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 Tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia dan Peraturan Menteri

127
Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penggunan

Tenaga Kerja Asing, mengalami beberapa perubahan dari ketentuan hukum

sebelumnya, antara lain, terhadap kewajiban kemampuan berbahasa Indonesia

bagi tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia tidak harus dan wajib

menguasai bahasa Indonesia, akan wajib bagi perusahaan pemberi kerja untuk

memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia bagi tenaga kerja

asing. Terhadap deregulasi pada permasalahan kewajiban menguasai bahasa

bagi tenaga kerja asing yang hendak bekerja di Indonesia, KSPSI

menyampaikan bahwa kemapuan mengerti bahasa Indonesia penting minimal

kemampuan dasar untuk memudahkan tenaga kerja asing dalam beradaptasi

dan memahami kultur negara tujuan kerja.

“KSPSI selaku organiasi serikat pekerja mengkehendaki agar

sebelum tenaga kerja asing masuk dan bekerja di Indonesia,

semestinya memiliki pengetahuan dasar bahasa Indonesia, karena hal

tersebut justru menguntungkan perusahaan pemberi kerja, tidak ada

kerugian yang menghambat bagi pemberi kerja apabila tenaga kerja

asingnya mengetahui dan menguasai dasar-dasar bahasa Indonesia,

sehingga tidak ada mis komunikasi, mis interpretasi dan mis

komando serta ketersingungan sosial masyarakat lokal setempat. Hal

tersebut tidak lain demi kelancaran komunikasi dengan tim kerja

tenaga kerja lokal di Indonesia”. (Wawancara dengan Sekjen

128
KSPSI Bapak Dr. Ir. H. Hermanto Achmad, S.H.,M.M pada

tanggal 15 November 2018).

Menurut KSPSI sendiri, regulasi berkaitan dengan ketenagakerjaan

nasional dan pengaturan tenaga kerja asing secara keseluruhan sudah baik,

meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sebuah kebijakan harus

memperhatikan kepentingan semua aspek dan sifat dari peraturan perundang-

undangan dibuat berdasarkan peristiwa hukum yang sedang berlangsung,

adakalanya peraturan tersebut ketinggalan zaman dan tidak relevan dengan

kebutuhan saat ini dan dimasa mendatang.

“Dari segi regulasi di Indonesia sudah sangat bagus, yang mana di

dalamnya secara tegas mengatur Rencana Penggunaan Tenaga Kerja

Asing (RPTKA) dan Izin Menggunakan Tenaga Asing (IMTA).

Penggantian perubahan IMTA dengan Notifikasi sebagaimana dalam

ketentuan hukum terbaru melalui Peraturan Presiden Nomor 20

Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10

Tahun 2018, merupakan kebijakan pemerintah dalam menyesuaikan

kemajuan teknologi, Notifikasi dapat mendeteksi aktifitas dan

perilaku tenaga kerja asing di Indonesia”. (Wawancara dengan

Sekjen KSPSI Bapak Dr. Ir. H. Hermanto Achmad, S.H.,M.M

pada tanggal 15 November 2018).

129
Komisi IV DPR RI melalui tenaga ahli dibidang Ketenagakerjaan, Bapak Dr.

Abdul Wahab, SE, MM berpandangan bahwa :

“Aspek ketenagakerjaan memiliki aspek yang sangat luas, dan secara

hierarki cukup komplit mengatur tentang masalah ketenagakerjaan

mulai dari undang-undang, peraturan presiden hingga peraturan

menteri, namun demikian perlu dilakukan pengaturan kembali secara

tersendiri berkaitan dengan pengawasan tenaga kerja dan tentang

keselamatan kerja sebagaimana sebelumnya diatur melalui Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Asing,

demikian juga pengaturan masalah upah yang hanya sebagaian kecil

saja baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan. Perlu adanya pengaturan yang lebih rigit

demi perlindungan hak dan kewajiban tenaga kerja lokal nasional

ditengah-tengah bebasnya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia.

(Wawancara dengan Staf Ahli Komisi IX Bidang

Ketenagakerjaan Bapak Dr. Abdul Wahab, S.E.,M.M, pada

tanggal 03 Desember 2018)

Diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 dan Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 sebagai pelaksana Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 selain memberi kemudahan dengan

130
pemangkasan jalur birokrasi yang lebih singkat, juga menyesuaikan

kebutuhan perkembangan era globalisasi. Terhadap deregulasi terbaru saat ini,

tidak lagi mengharuskan adanya Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing

(IMTA) sebagai syarat perizinan yang wajib bagi pemberi tenaga kerja asing,

melainkan cukup dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing

(RPTKA), sehingga pengesahan penggunaan tenaga kerja asing hanya melalui

RPTKA dan Notifikasi, bukan lagi RPTKA dan IMTA.

“Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun

2018, istansi atau perusahaan pemberi kerja tidak lagi mengharuskan

adanya izin menggunakan tenaga kerja asing (IMTA), namun cukup

mempersiapkan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA)

sesuai dengan perjanjian kerja awal antara pemberi kerja dengan

tenaga kerja asing dan tidak ada lagi perpanjangan melainkan

perubahan. Proses pengajuan RPTKA diselesaikan dalam waktu 2

(dua) hari dan setelah dinyatakan lengkap diterbitkan notifikasi dan

visa. Peniadaan IMTA dimaksudkan memangkas alur ganda

birokrasi, sedangkan RPTKA sudah dianggap menjadi izin bekerja

sesuai visi pemerintah melalui peraturan yang baru yaitu

mempermudah proses perizinan, namun memperketat proses

pengawasan”.

131
(Wawancara dengan Kepala Sesi Pengawasan Norma

Penempatan Tenaga Kerja Asing Dalam Negeri Bapak M. Rizky

Nasution, S.H. pada tanggal 05 Desember 2018).

Kepala Sesi Pengawasan Norma Penempatan Tenaga Kerja Asing

Dalam Negeri, juga menyebutkan bahwa urgensi diterbitkannya peraturan

Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018, merupakan pelaksanaan

atau turunan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018.

“Dengan dihilangkannya rekomendasi teknis, mempercepat proses

perizinan menjadi dua hari, peniadaan IMTA cukup dengan RPTKA

serta penerbitan notifikasi selama maksimal dua hari yang diatur di

dalam Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018, maka dengan

adanya perubahan tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan selaku

pelaksana perlu menyesuaikan ketentuan tersebut demi peningkatan

kinerja yang lebih baik”. (Wawancara dengan Kepala Sesi

Pengawasan Norma Penempatan Tenaga Kerja Asing Dalam

Negeri Bapak M. Rizky Nasution, S.H. pada tanggal 05

Desember 2018).

Sehubungan dengan ketentuan baru yang memberikan kemudahan lebih

singkat, tanpa mewajibkan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA),

tetapi cukup dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) saja,

132
KSPSI berpendapat bahwa sepanjang sesuai dengan tujuan pokok demi

kemajuan ekonomi bangsa dan kesejahteraan rakyat khususnya tenaga kerja

lokal Indonesia, suatu ketentuan hukum itu menjadi baik.

“Kemudahan semestinya tidak boleh melanggar peraturan

perundang-undangan, yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah

melakukan sosialisasi tentang kebijakan hukum yang diterbitkan

berkaitan dengan penggunaan tenaga kerja asing sehingga

masyarakat memahami agar tidak berbenturan sesuai dengan

penjelasan yang masuk akal demi percepatan pertumbuhan ekonomi

dan serapan ketersediaan lapangan pekerjaan, misalnya untuk

memperlancar arus masuk investasi. Sepanjang masih relevan tidak

perlu di revisi, namun kedepan harus ada klausul yang memberikan

ruang bagi perkembangan kemajuan teknologi dimasa mendatang,

mengingat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dibuat sudah 15

(lima belas) tahun yang lalu, hal ini tentu ketinggalan dengan

perkembangan kemajuan era saat ini, sehinga Undang-undang tidak

bersifat kaku dan dapat dijalankan oleh peraturan pelaksana

dibawahnya”. (Wawancara dengan Sekjen KSPSI Bapak Dr. Ir.

H. Hermanto Achmad, S.H.,M.M pada tanggal 15 November

2018).

133
Pengaturan penggunaan tenaga kerja asing yang baru menggantikan

peraturan sebelumnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden

Nomor 20 Tahun 2019 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10

Tahun 2018 adalah dalam rangka evaluasi dan pembaharuan untuk

meningkatkan arus investasi dan percepatan pembangunan ekonomi secara

menyeluruh. Kehadiran peraturan perundang-undangan berkaitan dengan

tenaga kerja asing dalam beberapa produk hukum tersebut tidak

dimaksudkan untuk merugikan atau mengambil porsi kesempatan kerja

bagi tenaga kerja lokaI di Indonesia.

“Adanya pemangkasan waktu yang lebih singkat di bidang

administratif, bukan dimaksudkan melonggarkan masuknya tenaga

kerja asing yang tidak memiliki keahlian/unskill worker dan ilegal,

melainkan upaya efisiensi dan efektivitas”. (Wawancara dengan

Wakil Ketua Bidang Koordinasi Ketenagakerjaan Asosiasi

Pengusaha Indonesia (APINDO) Myra M. Hanartani,

S.H.,M.A.,pada tanggal 17 Januari 2019).

Menurut Wakil Ketua Bidang Koordinasi Ketenagakerjaan

Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Secara keseluruhan, Apindo

memandang positif terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang diatur

dalam peraturan presiden Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2019 dan

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 sepanjang

134
pelaksanaannya dapat dilaksanakan. Dalam tugas dan fungsinya, Apindo

sebagai perkumpulan pengusaha sekaligus sebagai mitra pemerintah

berperan dalam menjalankan serta tunduk dengan segala ketentuan-

ketentuan hukum dibidang ketenagakerjaan.

“Apindo memiliki visi untuk mewujudkan hubungan industrial

relationship yang harmonis. Namun sebagai badan organisasi,

Apindo hadir dalam memberikan sosialisasi, edukasi dan advokasi

sehubungan dengan permasalahan antara perusahaan pemberi kerja

dengan tenaga kerja asing dalam perusahaan yang tergabung dalam

organisasi Apindo. Namun sepanjang perushaan anggota dalam

asosiasi memiliki kebijakan sendiri dalam penggunaan tenaga kerja

asing sepenuhnya diserahkan kepada kebijakan masing-masing

perusahaan pemberi kerja tenaga kerja asing”. (Wawancara dengan

Wakil Ketua Bidang Koordinasi Ketenagakerjaan Asosiasi

Pengusaha Indonesia (APINDO) Myra M. Hanartani,

S.H.,M.A.,pada tanggal 17 Januari 2019).

Kementerian Ketenagakerjaan melalui bidang pengawasan dalam

melaksanakan tugas dan fungsi pengawasannya, berwenang memberikan

sanksi kepada perusahaan pemberi tenaga kerja asing apabila dalam

135
penyelenggaraan dan pelaksanaan penggunaan tenaga kerja asing

melanggar ketentuan perundang-undangan.

“Pengawas pada Kementerian Ketenagakerjaan berwenang

melakukan pengawasan, melakukan penindakan dan memberikan

sanksi terhadap perusahaan pemberi kerja, seperti melakukan

pencabutan izin dan menghentikan sementara penggunaan tenaga

kerja asing, bekerjasama dengan otoritas keimigrasian hingga

memulangkan tenaga kerja asing ke negara asal.” (Wawancara

dengan Kepala Sesi Pengawasan Norma Penempatan Tenaga

Kerja Asing Dalam Negeri Bapak M. Rizky Nasution, S.H. pada

tanggal 05 Desember 2018).

Pengawas dapat memberikan sanksi terhadap perusahaan pemberi kerja

maupun tenaga kerja asing berupa sanksi administratif. Adapun sanksi

administratif dimaksud dapat berupa90: a) teguran; b) peringatan tertulis;

c) pembatasan kegiatan usaha; d) pembekuan kegiatan usaha; e) pembatalan

persetujuan; d) pembatalan pendaftaran; e) penghentian sementara sebagian

atau seluruh alat produksi; f) pencabutan ijin. Berdasarkan Peraturan Menteri

Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018, secara umum sanksi administratif

yang dapat dikenakan terhadap perusahaan pemberi kerja, terdiri dari91:

a) penundaan pelayanan; b) penghentian sementara proses perizinan TKA;


90
Lihat Pasal 190 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
136
c) pencabutan notifikasi; dan d) sanksi lain sesuai denagn peraturan

perundang-undangan.

Terhadap perusahaan pemberi kerja yang tidak memenuhi syarat

maupun pernah melakukan pelanggaran penggunaan tenaga kerja asing, agar

dapat kembali mempekerjakan tenaga kerja asing, maka perusahaan pemberi

kerja yang bersangkutan, harus melengkapi dokumen, syarat dan ketentuan

sesuai kualifikasi yang ditentukan terlebih dahulu, baru diperkenankan dapat

mempekerjakan tenaga kerja asing yang dibutuhkan. Sedangkan tahapan

penindakan dapat dilakukan melalui tahap represif non-yustisia92 sebagai

upaya paksa di luar pengadilan dalam bentuk nota pemeriksaan atau atau surat

pernyataan kesanggupan pemenuhan ketentuan peraturan perundang-

undangan, dan tahapan refresif yustisia93 yaitu sebagai uapaya paksa melalui

lembaga pengadilan dengan melakukan proses penyidikan oleh Penyidik

Pegawai Negeri Sipil pada Badan Penagwas Kementerian Ketenagakerjaan.

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara diatas, maka penulis

berpendapat bahwa kebijakan hukum pengaturan tenaga kerja asing dalam

peraturan perundang-undangan dibuat dengan merumuskan bahwa

91
Lihat Pasal 36 Ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018
tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
92
Lihat Pasal 36 ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018
tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
93
Lihat Pasal 36 ayat (3) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018
tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.
137
penggunaan tenaga kerja asing dibuat dengan pembatasan yang ketat,

memiliki standarisasi dan kualifikasi, jangka waktu, jabatan serta posisi yang

ditentukan. Terlepas dari pro-kontra di dalam masyarakat tentang banyaknya

tenaga kerja ilegal masuk ke Indonesia, pada hakikatnya pengaturan

penggunaan tenaga kerja asing melalui berbagai kebijakan hukum yang baru

memiliki tujuan positif dalam meningkatkan arus investasi guna membuka

kesempatan kerja sebesar-besarnya dalam rangka meningkatkan

pembangunan ekonomi secara nasional.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Indonesia sebagaimana juga negara-negara lain di dunia, tidak dapat

menghindar dan menutup diri dari penggunaan tenaga kerja asing sebagai

akibat globalisasi dunia dan upaya peningkatan arus investasi di dalam

138
negeri guna memenuhi kebutuhan tenaga profesional asing namun tidak

tersedia, pemerintah menerbitkan perangkat hukum yang berisikan

pengaturan penggunaan tenaga kerja asing yang pada hakikatnya disatu

sisi bertujuan dalam rangka memperoleh tenaga kerja yang profesional

dan berkemampuan tinggi bertaraf internasional untuk melakukan

pekerjaan terkait dengan investasi dan pembangunan di negara Indonesia.

Disisi lain, pemerintah menyadari akan tanggungjawabnya sesuai dengan

amanat Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 27 ayat (2) 94 untuk

menyediakan pekerjaan bagi warga negara Indonesia.

2. Bahwa kebijakan pengaturan tenaga kerja asing melalui Peraturan

Presiden Nomor 20 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan

Nomor 10 Tahun 2018 merupakan pelaksanaan dalam menjalankan

perintah Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 42 sampai

dengan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan sebagai kebijakan strategis dalam memberikan

pembatasan tenaga kerja asing secara legal formil dengan maksud agar

pemerintah memberikan perlindungan hukum bagi tenaga kerja asing yang

berada di Indonesia dari tindakan diskriminatif, tidak dipersulit, dan bebas

dari ancaman keselamatan jiwa sebagai bentuk jaminan atas penghargaan

94
Lihat Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa “Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
139
hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 28 I ayat (2) 95 dan (4)96

Undang-Undang Dasar 1945.

3. Dualisme pandangan tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

bagi tenaga kerja asing pada saat ini masih tidak ada kepastian hukum.

Hal ini disebabkan karena perintah Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 sebagaimana dalam Pasal 42 ayat (4) dan (5) belum dilaksanakan

dengan sepenuhnya, yaitu bahwa hingga saat ini belum ada keputusan

menteri ketenagakerjaan yang mengatur khusus tentang status hubungan

kerja yang mengatur tenaga kerja asing dalam bentuk PKWT, sehingga

menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana timbulnya dualisme

pandangan Mahkamah Agung mengenai status hubungan kerja bagi

tenaga kerja asing terkait dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor

595K/Pdt.Sus/2009 dan Putusan Peninjuan Kembali Nomor

29PK/Pdt.Sus/2010.

5.2. Saran

1. Semangat pembangunan ekonomi melalui program giat investasi

merupakan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan

95
Lihat Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa “Setiap orang
bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
96
Lihat Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa
“Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah”.
140
ekonomi, oleh karena itu diwajibkan adanya pengawasan secara ketat baik

dari badan pengawas ketenagakerjaan, imigrasi maupun pihak-pihak

terkait, melaksanakan evaluasi dan giat patroli guna meminimalisir

penyalahgunaan penggunaan tenaga kerja asing secara ilegal melalui

bebas visa dan atau penerbitan visa lain selain visa bekerja dan melakukan

penindakan secara tegas terhadap pihak-pihak yang melanggar atau

mendatangkan dan/atau mempekerjakan tenaga kerja asing diluar

ketentuan hukum penggunaan tenaga kerja asing yang sudah ditetapkan

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

2. Perlu segera melakukan kajian harmoniasi hukum antara ketentuan hukum

yang sudah ada dengan ketentuan hukum yang baru ada, sehingga tidak

bertentangan satu sama lain, tidak tumpang tindih, saling melengkapi dan

menguatkan, namun tidak ketinggalan atau mampu menyesuaikan dengan

kebutuhan dan perkembangan zaman demi peningkatan pembangunan

ekonomi yang berkemanfaatan dan berdasarkan hukum.

141
DAFTAR PUSTAKA

Buku-Buku

Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti.

Abdussalam, HR, 2008, Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Penerbit Restu Agung.

Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia: Dinamika & Kajian Teori,

Bogor : Ghalia Indonesia.

142
Amiruddin, dkk, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Aristoteles, 2000, The Nichomacean. (Rcis ed) (Cambridg: Cambridge University

Press.

Ashshofa, Burhan, 204, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta.

Bachtiar, Nasri, Prof. Dr. SE.MS, 2017, Pokok Pokok Pemikiran Mengenai Tenaga

Kerja Asing Di Indonesia, Padang : Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.

Budiono, Tri, 2009, Transplantasi Hukum : Harmonisasi dan Potensi Benturan,

Salatiga : Griya Medya.

Hariento, Aries, 2016, Hukum Ketenagakerjaan : Makna Kesusilaan dalam

Perjanjian Kerja, Yogyakarta : Laksbang Presindo.

Hastuti, Hesty, 2005, Permasalahan Tenaga Kerja Asing Di Indonesia, Jakarta:

BPHN-Departemen Hukum Dan HAM.

Ishaq, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, cetakan ke-2, Jakarta: Sinar Grafika.

Khakim, Abdul, 2009, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung :

Citra Aditya Bakti.

Kelsen, Hans,2001, Teori Hukum Murni dengan judul buku asli “General Theory of

Law and State”, alih bahasa Somardi, Jakarta: Rumidi Pers.

Marzuki, Peter Mahmud, 2011, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media

Group.

MD, Mahmud, 2009, Politik Hukum di Indonesia, Bandung: Rajawali Press.

143
Noval Sayid Mohamad Rifiq, 2017, Hukum Ketenagakerjaan; Hakikat Cita Keadilan

Dalam Sistem Ketenagakerjaan, Bandung : PT. Refika Aditama.

Rachmat, Abdul dan Budiono, 1995, Hukum Perburuhan Di Indonesia, Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada.

Rahardjo, Satjipto, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Rajagukguk, Erman, 2011, Filsafat Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia.

Rescher, Nicholas, 2000, Fairness : The Theory and Practice of Distributive Justice,

New Brunswick : Transaction Publisher.

Rusli, Hardijan, 2008, Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soekanto, Soerjono, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada.

S. Mulyadi, 2014, Ekonomi Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Pembangunan,

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sudarsono, 2008, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Jakarta : Karunia.

Sumarni Murti dan John Suprihanto, 2014, Pengantar Bisnis Dasar-Dasar Ekonomi

Perusahaan, Yogyakarta : Liberty.

Sumarsono, Sonny, 2011, Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan

Ketenagakerjaan, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Suryandono, Widodo, 2018, Tenaga Kerja Asing: Analisis Politik Hukum,

Jakarta:Yayasan Pusataka Obor Indonesia.

Tanya Bernard L.,dkk, 2010, Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing.

144
Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam Data dan Informasi, Direktorat Jendral Binapenta

Kemenaker RI, Cetakan ke-1, 2014.

Valerine, J.L.K, 2012, Metode Penelitian Hukum (Kumpulan Bahan Bacaan Untuk

Program S2 dan S3, Jakarta : Universitas Indonesia.

Wijayanti, Asri, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar

Grafika.

Yulianto Achmad dan Mukti Fajar Nur Dewata, 2010, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Majalah/Jurnal

Ariani, Nevey Varila, Penelitian Hukum, Jurnal Penelitian Hukum Dejure Vol. 18

No.1 Maret 2018.

Fattah, Damanhuri, Teori Keadilan Menurut John Rawls, Jurnal TAPIs, Vol.9 No.2

Juli Desember 2013.

Prahassacitta, Vidya, Dualisme Pandangan Mahkamah Agung Mengenai Status

Hukum Tenaga Kerja Asing : Kajian Putusan Mahkamah Agung Nomor

595K/PDT.SUS/2010 dan Nomor 29PK/PDT.SUS/2010, Jurnal Yudisial Vol.

7 No. 2 Agustus 2014.

145
Solechan, Kebijakan Penguatan Kewajiban Alih Pengetahuan Tenaga Kerja Asing,

Adminitrative Law & Governance, Jurnal Vol. 1 Edisi Khusus 1, 2018.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-ndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan Presiden Nomor 20 tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2014 tentang Komite Nasional Persiapan dan

Pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018 tentang Tata Cara

Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 2015 tentang Standar Operasional

Prosedur Penerbitan Perizinan Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 Tentang

Jabatan-Jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing.

Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 33 Tahun 2016 Tentang

Prosedur Teknis Perpanjangan Izin Tinggal Kunjungan Bagi Orang Asing Eks

146
Warga Negara Indonesia Dan Keluarganya Pemegang Visa Kunjungan

Beberapa Kali Perjalanan.

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 43 Tahun 2015

tentang Prosedur Teknis Alih Status Izin Tinggal Kunjungan Menjadi Izin

Tinggal Terbatas dan Alih Status Izin Tinggal Terbatas Menjadi Izin Tinggal

Tetap.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 Tata Cara Penggunaan

Tenaga Kerja Asing.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 8 tahun 2015 tentang Tata Cara

Mempersiapkan Pembentukan Rancangan Undang-undang, Rancanagn

Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Presiden Serta Pembentukan

Rancangan Peraturan Menteri Di Kementerian Ketenagakerjaan.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 247 Tahun 2011 tentang

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori

Konstruksi.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 354 Tahun 2013 tentang

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori

Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Minuman.

147
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 355 Tahun 2013 tentang

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori

Pengadaan Air, Pengolahan Sampah Dan Daur Ulang, Pembuangan Dan

Pembersihan Limbah Dan Sampah Golongan Pokok Pengelolaan Limbah.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 357 Tahun 2013 tentang

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori

Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Pakaian Jadi.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 359 Tahun 2013 tentang

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori

Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Barang Logam Bukan Mesin

Dan Peralatannya.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 12 Tahun 2015 tentang

Jabatan yang Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan, Golongan Peternakan.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2015 tentang Jabatan yang

Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Jasa Persewaan,

Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya, Kelompok

Jasa Penyeleksian dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri.

148
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 14 Tahun 2015 tentang Jabatan yang

Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Industri Pengolahan

Subgolongan Industri Furnitur.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 Tahun 2015 tentang Jabatan yang

Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Pengolaan Subgolongan

Industri Alas Kaki.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 707 Tahun 2012 tentang

Jabatan yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori

Transportasi dan Pergudangan Golongan Pokok Angkutan Udara.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 17 Tahun 2015 tentang Jabatan yang

Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing pada Kategori Industri Subgolongan

Industri Rokok dan Cerutu.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 2015 tentang Standar Operasional

Prosedur Penerbitan Perizinan Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam

Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 tahun 2012 tentang

Jabatan-jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing.

149
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 26 Tahun 2015 tentang

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori

Industri Pengolahan Sub Golongan Industri Gula.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 16 Tahun 2015 tentang

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori

Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Mana Minum Golongan Pokok

Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Manan Dan Minuman.

Internet

Bps.go.id, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,13 persen, Rata-rata

upah buruh per bulan sebesar 2,65 juta rupiah,

https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/05/07/1484/februari-2018--tingkat-

pengangguran-terbuka--tpt--sebesar-5-13-persen--rata-rata-upah-buruh-per-

bulan-sebesar-2-65-juta-rupiah.html, diakses pada tanggal 29 September

2018.

Detik.com, Istana: Perpres No 20 Tahun 2018 Bukan Untuk Datangkan TKA,

https://news.detik.com/berita/d-3978302/istana-perpres-no-20-tahun-2018-

bukan-untuk-datangkan-tka, (diakses pada tanggal 25 Mei 2018).

150
HukumOnline.com, Inilah 10 Aturan Baru Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja

Asing Yang Perlu Dipahami,

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b57d36fd6277/inilah-10-aturan-

baru-tata-cara-penggunaan-tka-yang-perlu-dipahami, (diakses pada tanggal 12

November 2018).

Jurnas.com, Jumlah Angkatan Kerja Meningkat Pada Tahun 2018, website

:http://www.jurnas.com/artikel/33918/Jumlah-Angkatan-Kerja-Meningkat-

pada-2018/, (diakses pada tanggal 28 September 2018).

Katadata, Inilah Jumlah Tenaga Kerja Asing di Indonesia Dibanding Beberapa

Negara, https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/08/21/inilah-jumlah-

tenaga-kerja-asing-di-indonesia-dibanding-beberapa-negara, (diakses pada

tanggal 29 September 2018).

Kemnaker.com, Masyarakat Diharapkan Melaporkan Pelanggaran Penggunaan

Jasa TKA, http://kemnaker.go.id/berita/berita-kemnaker/masyarakat-

diharapkan-melaporkan-pelanggaran-penggunaan-jasa-tka, (diakses pada

tanggal 19 Desember 2018).

Kompas.com, Indonesia Tujuan Investasi Ke-2 Dunia, Perizinan Masih Harus

Dibenahi,https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/08/080644226/indonesia

-tujuan-investasi-ke-2-dunia-perizinan-masih-harus-dibenahi, (diakses pada

tanggal 01 Desember 2018).

151
Wikipedia.org, Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia,

https://id.wikipedia.org/wiki/Konfederasi_Serikat_Pekerja_Seluruh_Indonesi,

(diakses pada tanggal 16 November 2018).

152

Anda mungkin juga menyukai