Anda di halaman 1dari 16

Analisis Ketenagakerjaan Pada Agustus 2018

di Provinsi Jawa Timur

Kelompok 6:

1. Nina Dwi Wulandari 041711133065


2. Husnia Muallifatin Asriani 041711133076
3. Alya Taqiyyah Pramono 041711133082

Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Airlangga
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Pembangunan nasional dengan menitik beratkan pada pertumbuhan yang tinggi


merupakan prioritas utama. Ini dilakukan untuk mempercepat transformasi ekonomi menuju
yang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan erat dengan peningkatan produksi
barang dan jasa, yang diukur antara lain melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat
nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat daerah. Dampak
pembangunan nasional mempunyai kaitan erat atas pembangunan daerah, sebab daerah
merupakan satu kesatuan bagian integral dari negara kesatuan Indonesia.
Menurut Soeparmoko (2002) Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses
dimana Pemerintah Daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada,
dengan menjalin pola-pola kemitraan antara Pemerintah Daerah dan pihak swasta guna
penciptaan lapangan kerja, serta dapat merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah
bersangkutan.
Keberhasilan pembangunan ekonomi daerah, sangat ditentukan oleh kebijakan-
kebijakan pembangunan yang berlandaskan pada upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi
yang mampu menciptakan lapangan kerja secara optimal dari segi jumlah, produktivitas dan
efisien. Dalam penentuan kebijakan, haruslah memperhitungkan kondisi internal maupun
perkembangan eksternal. Perbedaan kondisi internal dan eksternal hanyalah pada jangkauan
wilayah, dimana kondisi internal meliputi wilayah daerah/regional, sedangkan kondisi
eksternal meliputi wilayah nasional. Pembangunan ekonomi daerah melibatkan multisektor
dan pelaku pembangunan, sehingga diperlukan kerjasama dan koordinasi di antara semua
pihak yang berkepentingan.
Selain hal tersebut diatas ketersediaan tenaga juga kerja sangat dibutuhkan dalam
menopang pembangunan, dengan ketersediaan tenaga kerja yang memadai maka rencana
pembangunan lebih cepat terlaksana dengan cepat. Tenaga kerja merupakan sumberdaya
yang paling penting dalam proses pembangunan ini, karena dengan faktor produksi tenaga
kerja yang melimpah maka kegiatan ekonomi akan lebih cepat berkembang dan mampu
bersaing sehingga memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih
baik.demikian juga sebaliknya tanpa adanya tenaga kerja yang memadai maka aktifitas
ekonomi akan terhambat sehingga pertumbuhan ekonomi juga melambat.
Solow (1956) yang mengintrodusir pentingnya faktor tenaga kerja dalam
pembangunan ekonomi. Solow mengkritik formulasi Harold-Domar dari kelompok
Keynesian yang hanya menggunakan pendekatan akumulasi modal terhadap pertumbuhan
ekonomi. Disebutkan bahwa teori pertumbuhan Solow mematahkan formulasi Harold-Domar
berdasarkan pendekatan Diminishing Return to Individual Factor of Production (Debraj,
1998). Dengan asumsi pertumbuhan tenaga kerja ditentukan secara eksogen dalam
pertumbuhan ekonomi, Solow menjabarkan bahwa ketika stok modal tumbuh dengan tingkat
pertumbuhan yang lebih cepat dari pertumbuhan tenaga kerja, maka jumlah pertambahan
modal yang diciptakan oleh setiap tenaga kerja akan meningkat. Oleh karena pertambahan
modal ini digunakan oleh setiap tenaga kerja, maka marginal product of capital akan
menurun.
Menurut Gray (1992), tujuan penciptaan kesempatan kerja berkaitan erat dengan
pertimbangan pemerataan pendapatan, mengingat bagian terbesar kelompok penduduk yang
tergolong penganggur sekaligus merupakan golongan yang berpenghasilan rendah. Dan
terdapat golongan penganggur terdidik yang hidup dari bantuan keluarga sambil menunggu
kesempatan kerja dengan tingkat upah yang memenuhi harapannya, biasanya kesempatan
kerja di sektor pemerintah.
Manurung (2001) menyatakan bahwa pada negara berkembang, Tenaga kerja (KL)
masih merupakan faktor produksi yang sangat dominan. Penambahan tenaga kerja umumnya
sangat berpengaruh terhadap peningkatan output. Yang menjadi persoalan adalah sampai
berapa banyak penambahan tenaga kerja yang akan meningkatkan output. Hal ini tergantung
dari seberapa cepat terjadinya The Law Diminishing Return (TDLR), sedangkan cepat
lambatnya proses TDLR sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dan
keterkaitan dengan kemajuan teknologi (T) produksi. Selama sinergi antara TK dan teknologi
maka penambahan TK akan memacu pertumbuhan ekonomi, dengan demikian dapat
dikatakan pada saat terjadi pertumbuhan ekonomi disisi lain juga akan terjadi penyerapan
tenaga kerja.
Selanjutnya besarnya Jumlah angkatan yang bekerja merupakan gambaran kondisi
dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin banyak lapangan kerja akan meningkatkan total
produksi di suatu wilayah. Yang merupakan jembatan utama yang mengaitkan antara
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia.Dari total penduduk usia kerja (15 tahun
ke atas), sekitar dua pertiga penduduk Provinsi Jawa Timur termasuk dalam angkatan kerja.
Diharapkan dengan teridentifikasikan kondisi ketenagakerjaan, persediaan tenaga
kerja, kebutuhan tenaga kerja dan kesempatan kerja maka kedepan akan mempermudah
pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menentukan perencanaan dalam mempercepat
pembangunan yang berbasis dengan basis pada penciptaan lapangan pekerjaan dan
merencanakan pembangunan jangka menengah dan jangka panjang.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tenaga Kerja


Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13
Tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang danatau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut
telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15
tahun - 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai
tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang
menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang
menyebutkan diatas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
Susunan penduduk menurut umurnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Penduduk produktif (usia kerja) : 15 - 65 tahun
b. Penduduk nonproduktif (di bawah usia kerja) : 14 tahun ke bawah
c. Penduduk nonproduktif (di atas usia kerja) : 65 tahun ke atas

2.2 Pengertian Sumber Daya Manusia


Secara sederhana sumber daya diartikan sebagai alat untuk mencapai tujuan atau
kemampuan untuk memperoleh keuntungan. Sedangkan secara subjektif, sumber daya dapat
diartikan segala sesuatu baik berupa benda maupun bukan benda yang dibutuhkan manusia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber daya manusia merupakan suatu potensi yang
terkandung atau dimiliki seorang manusia untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk
sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola dirinya sendiri serta seluruh
potensi yang terkandung di alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dalam tatanan
yang seimbang dan berkelanjutan.
Modal manusia dapat menjadi sumber daya manusia yang handal dalam
pembangunan apabila kualitasnya tinggi. Dalam hal ini sumber daya manusia dalam
pembangunan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pembangunan dan
menjaga kelangsungan pembangunan itu sendiri. Sumber daya manusia yang berkualitas bagi
suatu Negara yang sedang berkembang merupakan faktor penting dalam upaya mengejar
ketertinggalan pembangunan dengan Negara lain. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusianya, maka diperlukan suatu strategi pembangunan sumber daya manusia.

Kualitas Sumber Daya Manusia


Kualitas sumber daya manusia merupakan merupakan komponen penting dalam
setiap gerak pembangunan ekonomi. Hanya dari sumber daya manusia yang berkualitas
tinggilah yang dapat mempercepat pembangunan bangsa. Jumlah penduduk yang besar,
apabila tidak diikuti dengan kualitas yang memadai, hanyalah akan menjadi beban
pembangunan. Kualitas penduduk adalah keadaan penduduk baik secara perorangan maupun
kelompok berdasarkan tingkat kemajuan yang telah dicapai.
Kualitas kehidupan penduduk setiap Negara berbeda satu dengan yang lainnya.
Perbedaan ini disebabkan oleh lingkungan, letak geografis, dan ras genetiknya. Selain hal
tersebut diatas, kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya,
diantaranya :
1. Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia. Pendidikan
memberikan sumbangan langsung terhadap pendapatan nasional melalui peningkatan
keterampilan dan produktifitas kerja. Pendidikan berfungsi meniyapkan salah satu input
dalam proses produksi, yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena
kualitasnya. Semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi produktivitas tenaga kerja, dan
semakin tinggi pula pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat. Di bidang
pendidikan salah satu masalah yang dihadapi Indonesia adalah tingkat putus sekolah yang
tinggi. Untuk mengukur tingkat pendidikan penduduk, dapat dilakukan dengan cara
memperhatikan data penduduk yang masih buta huruf, tamat SD, tamat SMP tamat SMA dan
tamat Universitas. Semakin sedikit presentase penduduk yang tamat SMA dan Uniersitas
berarti kualitas penduduk di negara yang bersangkutan dilihat dari aspek pendidikan sangat
rendah.
2. Kesehatan
Kesehatan penduduk merupakan faktor penting yang perlu untuk ditingkatkan, sebab jika
tingkat kesehatan penduduk rendah, akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas.
Artinya, semakin banyak penduduk yang sakit, maka akan semakin rendah kualitas penduduk
berdasarkan tingkat kesehatan. Dan hal tersebut dapat berpengaruh terhadap pekerjaannya.
Kekurangan gizi menjadi salah satu penyebab bagi gangguan kesehatan dan kematian yang
prematur. Sering tidak terpenuhi kebutuhan kalori sehari-hari yang diperlukan secara minimal
untuk menjaga kesehatan. Persyaratan minimal mengenai kebutuhan dalam makanan harus
diperhatikan dari sudut mutu SDM dalam proses pembangunan. Hal itu satu sama lain
mempengaruhi pertumbuhan fisiknya maupun kemampuan nalarnya dan perkembangan
mentalnya.

2.3 Analisis Ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Timur


1. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran
Tabel di bawah menunjukkan jumlah Penduduk Usia Kerja, Angkatan Kerja,
Bukan Angkatan Kerja, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), dan Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Jawa Timur mulai Agustus 2017 hingga
Agustus 2018.
Jumlah angkatan kerja di Jawa Timur pada Agustus 2018 sebanyak 21,30 juta
orang, naik 0,36 juta orang dibanding Agustus 2017. Angkata Kerja terdiri dari orang
yang bekerja dan pengangguran. Pada Agustus 2018, sebanyak 20,45 juta orang
penduduk di Jawa Timur bekerja sedangkan sebanyak 0,85 juta orang menganggur.
Dibanding setahun yang lalu, jumlah penduduk bekerja bertambah 0,35 juta orang dan
penganggur bertambah 0,01 juta orang.

Sejalan dengan naGrafiknya jumlah angkatan kerja, Tingkat Partisipasi


Angkatan Kerja (TPAK) di Jawa Timur juga meningkat. TPAK pada Agustus 2018
tercatat sebesar 69,37 persen, meningkat 0,59 poin dibanding setahun yang lalu.
Kenaikan TPAK memberikan indikasi adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi
pasokan tenaga kerja.
Berdasarkan jenis kelamin, masih terdapat perbedaan mencolok diantara
TPAK laki- laki dan TPAK perempuan. Pada Agustus 2018, TPAK laki-laki sebesar
83,96 persen sedangkan TPAK perempuan hanya sebesar 55,43 persen. Dibandingkan
dengan kondisi setahun yang lalu, TPAK Laki-laki dan perempuan masing-masing
meningkat sebesar 0,11 poin dan 1,06 poin.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak
diserap oleh pasar kerja. TPT Jawa Timur pada Agustus 2018 sebesar 3,99 persen,
mengalami penurunan 0,01 poin dibanding TPT Agustus 2017 sebesar 4,00 persen.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan Jawa Timur lebih
tinggi dibandingkan TPT di daerah perdesaannya. Pada Agustus 208, TPT perkotaan
sebesar 4,64 persen sedangkan TPT perdesaan sebesar 3,31 persen. Meski TPT
perkotaan lebih tinggi dibandingkan TPT perdesaan, dibandingkan setahun yang lalu
TPT di daerah perkotaan Jawa Timur pada Agustus 2018 mengalami penurunan
sebesar 0,06 poin. Sebaliknya, TPT perdesaan justru mengalami peningkatan sebesar
0,04 poin.
Grafik Grafik diatas menunjukkan perbandingan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) menurut tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan mulai Agustus
2017 hingga 2018. Dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan pada
Agustus 2018, TPT untuk Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) masih mendominasi
di antara tingkat pendidikan yang lain, yaitu sebesar 8,83 persen. TPT tertinggi
berikutnya terdapat pada Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 6,31 persen.
Dengan kata lain, masih terjadi permasalahan titik temu antara tawaran tenaga kerja
lulusan SMK/SMA di Jawa Timur dengan tenaga kerja yang diminta di pasar kerja.
Sebaliknya, TPT terendah terdapat pada pendidikan SD kebawah sebesar 1,67 persen.
Penduduk dengan pendidikan rendah cenderung menerima tawaran pekerjaan apa
saja. Dibandingkan Agustus 2017, TPT lulusan Universitas dan SD kebawah
mengalami kenaikan, maisng-masing sebesar 1,18 poin dan 0,01 poin sedangkan
untuk pendidikan yang lain mengalami penurunan.

2. Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama


Grafik di bawah menjelaskan persentase penduduk bekerja menurut lapangan
pekerjaan utama mulai Agustus 2017 hingga Agustus 2018. Jumlah penduduk yang
bekerja pada setiap kategori lapangan pekerjaan menunjukkan kemampuan dalam
penyerapan tenaga kerja. Struktur penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan pada
Agustus 2018 masih didominasi oleh tiga lapangan pekerjaan utama, yaitu Pertanian
sebesar 32,49 persen, Perdagangan sebesar 18,08 persen, dan Industri Pengolahan
sebesar 15,88 persen.
Dibandingkan Agustus 2017, lapangan usaha yang mengalami peningkatan
persentase penduduk yang bekerja di Agustus 2018 terutama pada Jasa Pendidikan
(3,37 poin), Akomodasi dan Makan Minum (0,81 poin), dan Industri Pengolahan
(0,30 poin). Sebaliknya, lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan utamanya
pada Jasa Kesehatan (4,15 poin), Administrasi Pemerintahan (2,23 poin), dan Jasa
Perusahaan (1,24 poin).
3. Penduduk Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama dan Formal Informal

Grafik
di atas

menunjukkan persentase penduduk bekerja menurut status pekerjaan utama dan


formal informal pada Agustus 2017-Agustus 2018. Dari seluruh penduduk Jawa
Timur yang bekerja pada Agustus 2018 status pekerjaan utama yang terbanyak
sebagai buruh/karyawan/pegawai sebanyak 34,63 persen diikuti oleh berusaha dibantu
buruh tidak tetap (18,43 persen), dan berusaha sendiri (16,32 persen). Sementara
penduduk yang bekerja dengan status berusaha dibantu buruh tetap memiliki
persentase yang paling kecil yaitu sebesar 3,45 persen.
Dalam setahun terakhir (Agustus 2017 – Agustus 2018), peningkatan
persentase penduduk bekerja terdapat pada status berusaha dibantu buruh tetap (0,01
poin), pekerja kelurga/tidak dibayar (0,86 poin), dan berusaha dibantu buruh tidak
tetap (1,56 poin). Penurunan terjadi pada status pekerja bebas di pertanian (1,03 poin),
berusaha sendiri (0,72 poin), buruh/karyawan/pegawai (0,58 poin), dan pekerja bebas
di nonpertanian (0,10 poin).
Secara sederhana, kegiatan formal dan informal dari penduduk bekerja dapat
diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Pekerja formal meliputi status berusaha
dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan/pegawai, sedangkan sisanya termasuk
pekerja informal. Berdasarkan identifikasi tersebut, pada Agustus 2018 terdapat 61,92
persen pekerja informal di Jawa Timur. Dibandingkan setahun lalu, jumlah pekerja
informal naik 0,57 poin seiring dengan berkurangnya pekerja dalam kegiatan formal.

4. Penduduk Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

GrGrafik di atas menunjukkan persentase penduduk bekerja menurut


pendidikan tertinggi yang ditamatkan mulai Agustus 2017-Agustus 2018. Penyerapan
tenaga kerja di Jawa Timur hingga Agustus 2018 masih didominasi oleh penduduk
bekerja berpendidikan SD ke Bawah sebanyak 9,45 juta orang (46,20 persen), SMP
sebanyak 3,74 juta orang (18,31 persen), SMA sebanyak 3,05 juta orang (14,94
persen), dan SMK sebanyak 2,20 juta orang (10,75 persen). Penduduk bekerja
berpendidikan tinggi (Diploma ke Atas) ada sebanyak 2,01 juta orang (9,81 persen)
mencakup 0,33 juta orang pekerja berpendidikan Diploma dan 1,68 juta pekerja
berpendidikan Universitas.
Dalam setahun terakhir, persentase penduduk bekerja berpendidikan SD ke
Bawah dan Universitas menurun masing-masing 1,11 poin dan 0,05 poin. Sementara
pada persentase penduduk bekerja pendidikan yang lainnya meningkat pada Agustus
2018.
5. Penduduk Bekerja Menurut Jam Kerja

Grafik di atas menunjukkan persentase penduduk bekerja menurut jam kerja


mulai Agustus 2017-Agustus 2018. Indikator lain yang lebih mendalam menyangkut
angkatan kerja adalah pekerja penuh dan pekerja tidak penuh. Indikator ini mampu
menjelaskan bahwa seseorang yang bekerja ternyata tidak semua memiliki
produktivitas yang tinggi. Hal ini diindikasikan dari jam kerja yang rendah. Pekerja
tidak penuh terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pekerja setengah penganggur dan
pekerja penuh waktu.
Persentase pekerja tidak penuh pada Agustus 2018 sebesar 30,15 persen,
terdiri dari 24,33 persen pekerja paruh waktu dan 5,82 persen pekerja setengah
penganggur. Pada kelompok jam kerja, persentase terkecil pada penduduk bekerja
dengan jam kerja 1-7 jam yaitu sebesar 2,50 persen. Sebagian besar penduduk Jawa
Timur yaitu sebesar 14,28 juta orang (69,85 persen) merupakan pekerja penuh waktu
(jam kerja minimal 35 jam per minggu). Dalam setahun terakhir terjadi penurunan
persentase penduduk bekerja penuh waktu sebesar 1,65 poin. Sebaliknya pada pekerja
dengan jam kerja selain itu justru terjadi kenaikan setahun terakhir.
2.4 Penyebab Rendahnya Kualitas SDM, Pengangguran yang Tinggi, dan
Kesenjangan Gender di Jawa Timur
Pendidikan dan Kesehatan adalah faktor-faktor yang dominan mempengaruhi
rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Ada beberapa alasan yang menyebabkan
tingkat pendidikan penduduk Jawa Timur masih relatif, antara lain :
● Biaya pendidikan relatif mahal sehingga tidak dapat dijangkau oleh semua penduduk
terutama penduduk yang mempunyai penghasilan rendah
● Minat menyekolahkan masih sangat rendah, terutama di daerah-daerah pedesaan
terpencil
● Sarana dan prasarana pendidikan yang masih belum memadai dan proporsional,
terutama untuk sekolah lanjutan (SMP dan SMA)
● Rendahnya kualitas sarana fisik
● Rendahnya kesejahteraan guru, mempunyai andil dalam membuat rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia.
Kondisi kesehatan dan gizi anak di Indonesia masih memprihatinkan. Selain cakupan
yang masih rendah, program yang diselenggarakan itu masih masih terfragmentasi sehingga
tidak menyentuh kebutuhan tumbuh kembang anak secara holistik. Rendahnya cakupan dan
kualitas penyelenggaraan program pengembangan anak usia dini mengakibatkan kondisi anak
Indonesia masih memprihatinkan yang ditunjukkan dengan rendahnya derajat kesehatan dan
gizi. Rendahnya derajat kesehatan dan gizi pada anak usia dini lebih banyak terjadi pada anak
yang berasal dari keluarga tidak mampu dan yang tinggal di wilayah pedesaan, serta di
wilayah dengan penyediaan layanan sosial dasar yang tidak memadai.
Beberapa faktor penyebab pengangguran:
● Sedikitnya lapangan pekerjaan yang menampung para pencari kerja
● Kurangnya keahlian yang dimiliki oleh para pencari kerja
● Kurangnya informasi
● Kurang meratanya lapangan pekerjaan, banyaknya lapangan pekerjaan di kota dan
sedikitnya perataan lapangan pekerjaan
● Masih belum maksimal-nya upaya pemerintah dalam memberikan pelatihan untuk
● Budaya malas yang masih menjangkit para pencari kerja yang membuat para pencari
kerja mudah menyerah dalam mencari peluang kerja
Selain rendahnya kualitas SDM, pengangguran ada juga permasalahan
ketenagakerjaan yang dialami oleh masyarakat Indonesia, yaitu kesenjangan gender.
Kesenjangan gender di Indonesia, dan berpengaruh juga dalam Jawa Timur, khususnya di
dunia kerja, tanpa disadari terus terjadi. Dampak dari kesenjangan ini beragam, mulai dari
perbedaan upah bagi pekerja perempuan dan laki-laki, hingga preferensi pemilihan profesi
karena adanya label pekerjaan maskulin atau feminin.
Penyebabnya berasal dari dua aspek yang saling berkaitan, yakni sosial dan
institusional. Secara kultur atau sosial, budaya patriarki yang masih kental di Indonesia
khususnya Jawa Timur, membuat perempuan dituntut untuk diam di rumah dan mengasuh
anak. Hal ini membuat kesempatan perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih
tinggi menjadi terbatas, sehingga berdampak pada aspek institusional seperti batasan tingkat
pendidikan dan pengalaman kerja.
2.5 Upaya dalam Mengatasi Permasalahan Ketenagakerjaan
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan yang
sudah dijelaskan sebelumnya yaitu pertama-tama perlu melakukan peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) di Jawa Timur. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya,
kualitas SDM banyak ditentukan oleh pendidikan dan kesehatan. Beberapa upaya yang perlu
dilakukan untuk menangani masalah rendahnya tingkat pendidikan, antara lain :
● Memperluas kesempatan belajar, selain itu perlu dilakukan upaya penyadaran
terhadap masyarakat bahwa pendidikan merupakan media strategis guna
meningkatkan kualitas sumber daya
● Meringankan biaya pendidikan dan membebaskan biaya bagi yang tidak mampu, serta
memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi
● Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana serta prasarana pendidikan
Sedangkan untuk meningkatkan/meratakan kualitas dan kuantitas pelayanan
kesehatan yang terjangkau, diwujudkan melalui revitalisasi sistim kesehatan dasar dengan
memperluas jaringan yang efektif dan efisien termasuk Posyandu dan Polindes, peningkatan
jumlah dan kualitas tenaga kesehatan/revitalisasi kader PKK, pembentukan standar pelayanan
kesehatan minimum untuk kinerja sistim kesehatan yang komprehensif, serta memperbaiki
sistim informasi pada semua tingkatan pemerintah.

Selain meningkat kualitas SDM, pemerintah juga berperan penting dalam mengurangi
pengangguran di Jawa Timur. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah Jatim
diantaranya:
● Menyelenggarakan Bursa Tenaga Kerja: Bursa tenaga kerja merupakan tempat yang
mempertemukan antara pemberi kerja dengan pencari kerja. Melalui cara ini, para
pencari kerja tidak akan kesulitan lagi dalam mendapatkan informasi lowongan
pekerjaan yang sesuai dengan potensinya. Dalam bursa ini, setiap pencari kerja akan
diberikan lowongan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan keterampilannya.
● Memberikan Sosialisasi Pembiayaan: Pemerintah dapat memberikan sosialisasi
kewirausahaan kepada masyarakat yang sudah terdidik atau terlatih yang produktif
untuk membuka suatu usaha. Hal ini merupakan suatu cara mengatasi pengangguran
yang sebenarnya berpotensi, hanya saja mereka terhalang oleh lowongan pekerjaan
yang terbatas. Untuk itu, dalam sosialisasi dijelaskan juga bahwa ada program
pembiayaan usaha yang bisa diperoleh dari lembaga keuangan, sehingga bisa
membantu untuk memberikan sejumlah modal usaha.
● Mendirikan Industri Padat Karya: Industri padat karya merupakan suatu program
pemerintah yang sengaja dibentuk untuk memberikan pekerjaan kepada para tenaga
kerja yang menganggur agar mendapatkan pekerjaan dan penghasilan selama proyek
berjalan. Proyek pemerintah tersebut berskala cukup besar, sehingga membutuhkan
banyak pekerja untuk menyelesaikannya dan bisa menjadi alternatif sementara dalam
mengatasi pengangguran.
● Mendirikan Desa Wisata: Desa wisata merupakan salah satu cara efektif untuk
mengatasi pengangguran. Setiap daerah pasti mempunyai potensi dan masyarakat di
dalamnya bisa diberdayakan untuk memanfaatkan potensi tersebut. Setiap warga desa
bisa berlatih untuk mengolah potensi daerah untuk memperoleh pendapatan.

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
● Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2018 sebanyak 21,30 juta orang, naik 0,36 juta
orang dibanding Agustus 2017. Sejalan dengan itu, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) juga meningkat 0,59 poin.
● Dalam setahun terakhir, pengangguran bertambah 11,98 ribu orang, sedangkan TPT
turun menjadi 3,99 persen pada Agustus 2018. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT
untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih mendominasi diantara tingkat
pendidikan lain, yaitu sebesar 8,83 persen.
● Penduduk yang bekerja sebanyak 20,45 juta orang, bertambah 0,35 juta orang dari
Agustus 2017. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase
penduduk yang bekerja terutama Jasa Pendidikan (3,37 poin), Akomodasi dan Makan
Minum (0,81 poin), dan Industri Pengolahan (0,30 poin). Sebaliknya, lapangan
pekerjaan yang mengalami penurunan utamanya pada Jasa Kesehatan (4,15 poin),
Administrasi Pemerintahan (2,23 poin), dan Jasa Perusahaan (1,24 poin).
● Sebanyak 61,92 persen orang bekerja pada kegiatan informal. Selama setahun
terakhir, pekerja informal di Jawa Timur bertambah hingga 0,57 poin.
● Dari 20,45 juta orang yang bekerja, sebagian besar penduduk bekerja pada Agustus
2018, yaitu sekitar 14,28 juta orang (69,85 persen) merupakan pekerja penuh (jam
kerja minimal 35 jam perminggu). Sementara penduduk yang bekerja dengan jam
kerja 1-7 jam memiliki persentase yang paling kecil yaitu sebesar 2,50 persen

3.2 Saran-saran
1. Dalam upaya meningkatkan kualitas tenaga kerja di Provinsi Jawa Timur
maka pemerintah sangat perlu melakukan peningkatan kualitas sumber daya
manusia dan skill khususnya pada tenaga kerja yang ada, serta meningkatkan
Indek Pembangunan Manusia pada penduduk yang ada di Provinsi Jawa
Timur.
2. Dalam upaya mencukupi atau meningkatkan kesesuaian antara jumlah tenaga
kerja yang tersedia dengan kesempatan kerja yang ada maka pemerintah perlu
melakukan upaya pembukaan lapangan kerja lebih intensif baik dalam bentuk
program pemerintah (pelatihan skill dan pemberian modal) maupun
pembukaan lapangan kerja yang bersifat padat karya.

Anda mungkin juga menyukai