Anda di halaman 1dari 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/338111177

Sumber Daya Manusia Unggul untuk Indonesia Lebih Baik

Article · December 2019

CITATIONS READS

0 2,358

4 authors, including:

Ririn Amelia Defanti


Universitas Padjadjaran
1 PUBLICATION   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ririn Amelia Defanti on 22 December 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


DPNA :5
Nama : Ririn Amelia Defanti
NPM : 120210170012
Jurusan : Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Padjadjaran

SUMBER DAYA MANUSIA UNGGUL UNTUK INDONESIA LEBIH BAIK

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dalam
proses pembangunan ekonomi. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
antara lain yaitu kualitas dari penduduk negara tersebut. Penduduk yang berkualitas adalah
hasil investasi dari Sumber Daya Manusia yang ada. Sumber Daya Manusia merupakan salah
satu aset paling penting dari sebuah negara dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Pembangunan Sumber Daya Manusia dianggap mampu meningkatkan perekonomian suatu
negara. Sumber Daya Manusia yang berkualitas dipengaruhi oleh berbagai faktor utama,
diantaranya faktor produktivitas, faktor pendidikan, serta faktor kesehatan. Untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan suatu negara, tentunya tidak terlepas dari berbagai
upaya yang dilakukan oleh pemerintah agar tujuan tersebut dapat tercapai. Dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka perlu ditingkatkan kualitas Sumber Daya Manusia
yang dapat ditopang melalui usaha peningkatan produktivitas, tingkat pendidikan serta tingkat
kesehatan suatu penduduk. Secara makro, Sumber Daya Manusia merupakan penduduk suatu
negara yang sudah memasuki usia angkatan kerja dan berfungsi sebagai aset negara yang harus
dilatih dan ditingkatkan kemampuannya untuk mencapai kesejahteraan. Hal ini berarti bahwa
pembangunan Sumber Daya Manusia merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan Indonesia
di masa yang akan datang.

Melalui sambutan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi dalam rangka
Peringatan Hari Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia pada tahun 2019 bulan Agustus lalu,
tema kali ini yaitu SDM Unggul, Indonesia Maju. Makna dari tema tersebut ialah faktor
kemajuan Indonesia sangat didukung oleh peran pembangunan Sumber Daya Manusia yang
unggul. Maksud unggul disini yaitu Sumber Daya Manusia Indonesia harus unggul di semua
bidang supaya negara Indonesia mampu bersaing secara internasional apalagi saat ini dunia
telah memasuki era industri 4.0. Kemajuan Indonesia tidak hanya didukung oleh pembangunan
infrastruktur, melainkan perlu didorong oleh peningkatan pembangunan kualitas Sumber Daya
Manusia. Upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dapat dilakukan dengan
cara memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan. (Riset, Tinggi, & Indonesia, 2019)

Untuk mencapai Indonesia yang lebih baik, perlu kita ketahui apa definisi dari
pertumbuhan ekonomi itu sendiri, serta definisi dari indikator keberhasilan pembangunan
Sumber Daya Manusia tersebut, yang antara lain yaitu tingkat produktivitas dilihat dari
penduduk usia produktif, kemudian tingkat pendidikan dilihat dari penduduk lulusan
pendidikan SLTA keatas, serta tingkat kesehatan dilihat dari angka harapan hidup pada waktu
lahir.

1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu kondisi dimana terdapat proses perubahan
perekonomian di suatu negara secara berkelanjutan untuk mencapai keadaan yang lebih
baik dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi biasanya ditandai dengan
peningkatan produktivitas yang dicerminkan dengan meningkatnya pendapatan nasional.
Dalam suatu wilayah Provinsi, pertumbuhan ekonomi dapat ditandai dengan
meningkatnya produktivitas masyarakat yang sejalan dengan peningkatan Upah Minimum
Provinsi.
Teori pertumbuhan ekonomi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu teori
pertumbuhan ekonomi klasik dan teori pertumbuhan ekonomi modern. Menurut Todaro
dalam pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terdapat tiga komponen penentu utama yaitu:
(1) akumulasi modal yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang
ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan Sumber Daya Manusia; (2) pertumbuhan
penduduk yang meningkatkan jumlah angkatan kerja di tahun-tahun mendatang; (3)
kemajuan teknologi. (Ma & Wihastuti, 2008)
Menurut Robert Solow (Solow neoclassical growth model) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah stok modal, pertumbuhan
tenaga kerja, dan perkembangan teknologi. Model Pertumbuhan Solow ini merupakan
pengembangan dari formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan variabel tenaga kerja,
serta memperkenalkan faktor teknologi. Kemudian, dalam Teori Pertumbuhan Endogen
(Penekanan Modal Manusia) lebih menekankan peran kualitas modal manusia. Pemikiran
tentang modal manusia ini mula-mula dikembangkan oleh Uzawa (1965) dan digunakan
oleh Lucas (1988). (Investasi & Pembangunan, 2004) Pada teori pertumbuhan endogen
dijelaskan bahwa investasi terhadap modal fisik dan modal manusia berperan dalam
menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. (Ma & Wihastuti, 2008)

2. Penduduk Usia Produktif


Penduduk usia produktif atau penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk
usia kerja yang berusia 15 tahun sampai 64 tahun yang sedang bekerja, punya pekerjaan
namun sementara tidak bekerja, ataupun pengangguran. Tingkat produktivitas suatu
penduduk dapat didorong oleh penduduk usia produktif yang berkualitas dan memiliki
keahlian atau kemampuan untuk bersaing memasuki dunia kerja. Penduduk usia produktif
ini perlu dimanfaatkan dan ditingkatkan kualitasnya dengan semaksimal mungkin
sehingga dapat menjadi Sumber Daya Manusia yang unggul di tingkat nasional maupun
internasional.

3. Penduduk Lulusan Pendidikan SLTA Keatas


Penduduk lulusan pendidikan SLTA keatas merupakan jenjang pendidikan tertinggi
yang ditamatkan oleh seseorang dalam suatu penduduk yang ditandai dengan
sertifikat/ijazah dari SLTA sederajat ataupun dari Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan
penduduk di suatu wilayah dapat dilihat dari rata-rata pendidikan yang ditempuh. Dimensi
pengetahuan pada IPM dibentuk oleh dua indikator, yaitu Harapan Lama Sekolah dan
Rata-rata Lama Sekolah penduduk usia 25 tahun keatas. Kedua indikator ini dari tahun ke
tahun terus meningkat. Selama periode 2010-2018, Harapan Lama Sekolah di Indonesia
telah meningkat sebesar 1,62 tahun, sedangkan Rata-rata Lama Sekolah bertambah 0,71
tahun.

4. Angka Harapan Hidup pada Saat Lahir


Angka harapan hidup pada waktu lahir menurut Badan Pusat Statistik merupakan suatu
perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir yang akan dicapai oleh penduduk. Angka
harapan hidup yang tinggi di suatu daerah mencerminkan bahwa tingkat kesehatan
penduduk daerah tersebut tinggi atau dapat dikatakan baik. Umur Harapan Hidup saat lahir
(UHH) yang mempresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat setiap tahunnya
terus mengalami peningkatan. Selama periode 2010-2018, Indonesia berhasil
meningkatkan UHH saat lahir sebesar 1,39 tahun atau tumbuh sebesar 0,25 persen per
tahun. Pada tahun 2010 UHH di Indonesia sebesar 69,81 tahun, dan pada tahun 2018 UHH
Indonesia mencapai 71,20 tahun.
Diambil dari laman publikasi IPM Badan Pusat Statistik :

Pembangunan Sumber Daya Manusia sebenarnya mempunyai arti yang sangat luas. Ide
dasar dari pembangunan manusia yaitu menciptakan pertumbuhan positif dalam bidang
ekonomi, sosial, politik, budaya, dan lingkungan serta perubahan dalam kesejahteraan
manusia. Oleh karena itu, manusia harus diposisikan sebagai kekayaan bangsa yang
sesungguhnya. Dengan berbekal konsep ini, tujuan utama dari pembangunan manusia harus
mampu menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur
panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif. (Human Development Report
1990)
Pendekatan pembangunan manusia lebih memfokuskan kepada perluasan pilihan
masyarakat dengan bebas dan bermartabat. Pembangunan manusia melihat secara bersamaan
semua isu dalam masyarakat, diantaranya: pertumbuhan ekonomi, perdagangan,
ketenagakerjaan, kebebasan politik ataupun nilai-nilai kultural dari sudut pandang manusia.
Pembangunan manusia juga mencakup isu yang tak kalah penting, yaitu gender. Dengan
demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan sektor sosial, tetapi merupakan
pendekatan yang luas dan lengkap dari semua aspek kehidupan manusia.
Konsep pembangunan manusia diukur dengan menggunakan pendekatan tiga dimensi
dasar manusia, yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan standar hidup yang layak.
Dimensi umur panjang dan sehat diwakili oleh indikator harapan hidup saat lahir. Dimensi
pengetahuan diwakili oleh indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah.
Sementara itu, dimensi standar hidup layak diwakili oleh pengeluaran per kapita. Ketiga
dimensi ini terangkum dalam suatu indeks komposit yang membentuk IPM.
UNDP memperkenalkan IPM sejak tahun 1990. Dalam perjalanannya, UNDP telah
beberapa kali melakukan revisi metode penghitungan IPM hingga tahun 2010 UNDP
melakukan revisi yang cukup besar dengan menyebutnya sebagai era baru pembangunan
manusia. Dalam metode baru ini dikenalkan indikator harapan lama sekolah yang
menggantikan indikator melek huruf dan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita yang
menggantikan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita. Indonesia mulai menghitung IPM
secara berkala setiap tiga tahun sejak 1996. Untuk memenuhi kebutuhan Kementerian
Keuangan dalam menghitung Dana Alokasi Umum (DAU), mulai tahun 2004, IPM dihitung
setiap tahun. Sejak tahun 2014, indikator yang digunakan dalam penghitungan IPM di
Indonesia sudah mengacu pada metode baru yang diterapkan oleh UNDP dengan beberapa
penyesuaian. Indikator pengeluaran per kapita digunakan sebagai proksi pendapatan yang
menggantikan Pendapatan Nasional Bruto (PNB) per kapita yang belum tersedia secara
tahunan hingga tingkat kabupaten/kota. Angka backcasting dengan menggunakan metode baru
tersedia mulai tahun 2010.
Sejak tahun 2015, semua pembangunan pada tataran global mengacu pada Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau lebih dikenal sebagai Sustainable Development Goals
(SDGs). Konsep SDGs ini berkaitan dengan perubahan situasi dunia sejak tahun 2000 tentang
isu depletion sumber daya alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim yang semakin krusial,
perlindungan sosial, ketahanan pangan dan energi, dan pembangunan yang lebih berpihak pada
kaum miskin. SDGs dibentuk oleh tiga pilar dengan 17 tujuan (goal) yang harus dicapai. Di
antara 17 tujuan SDGs, terdapat beberapa target yang berhubungan dengan pembangunan
manusia, yaitu tujuan ketiga, tujuan keempat, dan tujuan kedelapan. Tujuan ketiga adalah
menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di segala usia.
Tujuan keempat adalah menjamin kualitas pendidikan yang adil dan inklusif serta
meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua. Sedangkan tujuan kedelapan
adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja
penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua. Hal ini menunjukkan
pembangunan manusia selalu menjadi isu penting dalam perancangan dan strategi
pembangunan berkelanjutan.
Pada tingkat nasional, agenda pembangunan pemerintah Nawacita juga mengangkat
pembangunan manusia sebagai isu penting yang harus menjadi prioritas. Butir kelima
Nawacita menegaskan bahwa pemerintah akan memprioritaskan peningkatan kualitas hidup
manusia Indonesia. Hal itu dilakukan dengan melakukan dua program, yaitu peningkatan
kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”; dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera”
dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program
rumah Kampung Deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk
rakyat di tahun 2019.
Pada tahun 2018, IPM Indonesia mencapai 71,39, meningkat sebesar 0,58 dari tahun
sebelumnya. Tahun 2018 merupakan tahun ketiga Indonesia berstatus pembangunan manusia
“tinggi” dengan Umur Harapan Hidup saat lahir mencapai 71,20 tahun. Ini berarti bahwa bayi
yang baru lahir dapat bertahan hidup hingga usia 71,20 tahun. Secara rata-rata, penduduk
Indonesia usia 25 tahun ke atas sudah menempuh 8,17 tahun masa sekolah atau telah
menyelesaikan pendidikan setara kelas VIII. Selain itu, rata-rata penduduk usia 7 tahun yang
mulai bersekolah, diharapkan dapat mengenyam pendidikan hingga 12,91 tahun atau setara
dengan Diploma I. Tidak kalah penting, standar hidup layak Indonesia yang diwakili oleh
indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan sudah mencapai Rp11.059.000,00 per kapita
per tahun.
IPM tertinggi dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta dengan IPM sebesar 80,47, sedangkan
capaian terendah diduduki Provinsi Papua dengan IPM sebesar 60,06 dan sekaligus berubah
statusnya dari rendah menjadi sedang. Provinsi DKI Jakarta untuk pertama kalinya dan satu-
satunya tercatat sebagai provinsi yang telah memasuki status pembangunan manusia “sangat
tinggi”. Sementara itu, tujuh provinsi tercatat mulai memasuki status pembangunan manusia
“tinggi” yaitu Provinsi Jambi, Bengkulu, kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tenggara. Dengan demikian, terdapat
dua puluh satu provinsi yang telah menyandang status pembangunan manusia “tinggi”.
Sementara itu, dua belas provinsi di Indonesia berstatus “sedang”. Provinsi yang berada pada
level “rendah” sudah tidak ada lagi dengan berubahnya status Provinsi Papua dari “rendah” ke
“sedang”.
Pada tingkat kabupaten/kota, capaian tertinggi berada di Kota Yogyakarta dengan IPM
sebesar 86,11 sementara capaian terendah berada di Kabupaten Nduga dengan IPM hanya
sebesar 29,42. Sama halnya dengan status pembangunan manusia di tingkat provinsi, terdapat
kabupaten/kota yang sudah berada pada kategori pembangunan manusia “sangat tinggi” pada
tahun 2018. Tercatat sebanyak 29 kabupaten/kota telah mencapai status “sangat tinggi”. Jumlah
ini meningkat dari tahun sebelumya yang hanya 23 kabupaten/kota saja. Sebagian besar dari
kabupaten/kota yang berstatus “sangat tinggi” pada umumnya berada di Pulau Jawa. Selain
kabupaten/kota dengan status pembangunan manusia berkategori “sangat tinggi”, terdapat
31,71 persen kabupaten/kota yang sudah mencapai kategori “tinggi” dan 57,59 persen
kabupaten/kota sudah berada pada status “sedang”. Namun, masih ditemukan 5,06 persen
kabupaten/kota yang bertahan pada kategori “rendah”.
Selama kurun waktu 2010 hingga 2018, pembangunan manusia di Indonesia
menunjukkan perkembangan yang terus meningkat. Kapabilitas dasar juga berhasil
ditingkatkan tetapi dengan beberapa tantangan, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun
ekonomi yang masih harus dihadapi di masa mendatang. Di bidang pendidikan, partisipasi
pendidikan cukup tinggi dengan tren yang sejalan dengan Target RPJMN 2015-2019. Minat
siswa untuk melanjutkan ke SMP atau SMA masih cukup tinggi. Namun, tidak dapat dipungkiri
bahwa putus sekolah masih terjadi meskipun cenderung turun.
Di bidang kesehatan, gizi ibu dan anak terpantau cukup baik dan fasilitas kesehatan
terus meningkat. Namun demikian, kondisi lingkungan masyarakat belum sepenuhnya sehat
dan kesadaran terhadap perilaku sehat masih kurang. Di bidang ekonomi, kondisi
perekonomian yang masih kondusif ternyata belum mampu menekan angka kemiskinan secara
masif. Meskipun persentase kemiskinan cenderung turun, penurunannya cenderung lambat dan
stagnan. Selain itu, kondisi pengangguran juga menunjukkan penurunan yang cenderung
lambat.
Persoalan ketimpangan capaian pembangunan manusia tampaknya masih menjadi isu
penting dalam perancangan dan strategi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Ketimpangan pembangunan manusia masih ditemukan baik antarindividu, antargender,
antardimensi, maupun antarwilayah. Ketimpangan antarindividu tercermin dari masih
tingginya gini rasio. BPS mencatat gini rasio pengeluaran Indonesia sebesar 0,384 pada
September 2018 yang merupakan terendah selama periode 2011-2018. Sedangkan Gini rasio
lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas sebesar 0,319 pada tahun 2018 sedikit meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 0,312. Kedua Indikator ini menunjukkan bahwa
ketimpangan antarindividu masih menjadi persoalan. Ketimpangan gender juga turut
menyumbang ketimpangan pembangunan manusia di Indonesia. Capaian pembangunan
manusia untuk laki-laki masih di atas perempuan. Pada tahun 2018, BPS mencatat IPM laki-
laki di Indonesia telah mencapai 75,43 atau telah berstatus “tinggi”. Sementara itu, IPM
perempuan hanya mencapai 68,63 atau masih berstatus “sedang”. Ketimpangan ini tergambar
dalam Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia yang baru mencapai 90,99 pada tahun
2018.
Ketimpangan antarwilayah juga turut mewarnai dinamika pembangunan manusia di
Indonesia. Luasnya wilayah Indonesia dan tidak meratanya pembangunan menyebabkan
ketimpangan terjadi, baik antara perkotaan dengan perdesaan, antarprovinsi, antarkabupaten,
antara kota dengan kabupaten, maupun antara wilayah barat dengan timur. Pembangunan
manusia di perkotaan cenderung lebih maju dibandingkan dengan di perdesaan. Di wilayah
barat, pembangunan manusia juga cenderung lebih maju dibanding wilayah timur. Sampai
dengan tahun 2018, Provinsi Papua masih menyimpan ketimpangan pembangunan manusia
antarkabupaten/kota yang paling tinggi di Indonesia.

Kesimpulan

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang ada, ternyata tingkat produktifitas, tingkat
pendidikan, dan tingkat kesehatan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Semakin baik pencapaian kualitas Sumber Daya Manusia sebagai modal dalam pembangunan
ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi akan mengalami peningkatan. Sektor pendidikan dan
kesehatan merupakan modal Sumber Daya Manusia yang terpenting untuk meningkatkan
produktifitasnya sebagai tenaga kerja yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.

Saran

Setelah diketahui bahwa kualitas Sumber Daya Manusia sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi, maka sudah seharusnya Pemerintah dapat mengalokasikan anggaran
pengeluaran negara secara bijaksana dengan efektif dan efisien untuk meningkatkan mutu
pendidikan, tingkat kesehatan, serta tingkat produktivitas masyarakat. Pemerataan
pembangunan juga perlu ditingkatkan, karena pada kenyataan nya masih banyak ketimpangan
ekonomi yang terjadi di Indonesia, terutama di Wilayah Indonesia Timur yang jauh dari
jangkauan pusat pemerintahan. Kebijakan yang dapat dilakukan Pemerintah untuk
memperbaiki tingkat pendidikan salah satunya dengan adanya kebijakan wajib belajar minimal
12 tahun hal ini berarti sampai tingkat SLTA atau bahkan wajib belajar hingga ke Perguruan
Tinggi. Kemudian juga pemerintah dapat meningkatkan mutu kesehatan masyarakat Indonesia
dengan jaminan kesehatan yang memadai, murah atau terjangkau, dan berkualitas sehingga
dapat diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia secara merata. Apabila mutu pendidikan dan
kesehatan meningkat, maka akan berpengaruh juga terhadap peningkatan kualitas Sumber
Daya Manusia yang akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga perekonomian pun
dapat mengalami pertumbuhan yang positif untuk Indonesia yang lebih baik.
Daftar Pustaka

Arro, B. R. O. J. B. (1997). Human Capital and Growth, 12–17.

Ekonomi, A. P., Hidup, H., Huruf, A. M., Sekolah, R. L., Dan, P., Penduduk, J., … Jawa, D.
I. (2011). Fakultas Ekonomika Ekonomi Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang
Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.

Ekonomi, F., & Diponegoro, U. (2011). ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN ,


PENGELUARAN PEMERINTAH SEKOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN MANUSIA
DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2007-2009.

Fleisher, B., Li, H., & Zhao, M. Q. (2008). Human Capital, Economic Growth, and Regional
Inequality in China.

Indonesia, U. I. (2008). INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA INDONESIA Mohammad


Bhakti Setiawan & Abdul Hakim, 18–26.

Investasi, P., & Pembangunan, I. (2004). Pengaruh Investasi Fisik dan Investasi
Pembangunan Manusia, 59–76.

Ma, A., & Wihastuti, L. (2008). PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA : Determinan


dan Prospeknya, 9(April), 44–55.

MANAJEMEN_SUMBER_DAYA_MANUSIA_Edisi_Revi. (n.d.).

Megawangi, R. (1957). Membangun sdm indonesia melalui pendidikan holistik berbasis


karakter.

Nafukho-Hairston-Kit-HRDI.pdf. (n.d.).

Pelinescu, E. (2015). The impact of human capital on economic growth. Procedia Economics
and Finance, 22(November 2014), 184–190. https://doi.org/10.1016/S2212-
5671(15)00258-0

Pendidikan, J., Dan, E., Vol, B., Fakultas, A., Unj, E., Fakultas, D., & Unj, E. (2013). Sri
Indah Nikensari, SE, M.Si (, 1(1), 77–102.

Pendidikan, M. (2005). Investasi sumber daya manusia melalui pendidikan, 2(1), 30–39.

Ranis, G., & Ramirez, A. (2000). Economic Growth and Human Development, 28(2).
Resources, N., & Development, E. (n.d.). NATURAL RESOURCES , EDUCATION, (2594).

Riset, M., Tinggi, D. A. N. P., & Indonesia, R. (2019). Menteri riset, teknologi, dan
pendidikan tinggi republik indonesia, 1–5.

Saepudin, T. (2011). Analisis Pembangunan Sumber Daya Manusia dan Pertumbuhan


Ekonomi Provinsi-provinsi di Indonesia, 10(2), 148–161.

schultz61.pdf. (n.d.).

Studi, J., & Indonesia, E. (1995). Jurnal Studi Ekonomi Indonesia, 15–31.

Sudarsana, I. K. (n.d.). Peningkatan mutu pendidikan luar sekolah dalam upaya pembangunan
sumber daya manusia, 1–14.

Unud, E. E. P. (2012). Pooled Least Square., 106–114.

www.bps.go.id

https://www.bps.go.id/publication.html?Publikasi%5BtahunJudul%5D=&Publikasi%5Bkata
Kunci%5D=Angka+Harapan+Hidup&yt0=Tampilkan

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai