Anda di halaman 1dari 8

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : BAYU BAGASWORO

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044096894

Kode/Nama Mata Kuliah : ESPA4424AnalisisPembangunanEkonomi

Kode/Nama UPBJJ : UPBJJ-UT Yogyakarta

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Menurut pandangan tradisional, pembangunan ekonomi selalu diidentikkan dengan
pertumbuhan ekonomi. Jelaskan kerangka teori yang mendasari pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi menurut pandangan tradisional!
Menurut pandangan tradisional, pembangunan ekonomi selalu didentikkan dengan pertumbuhan
ekonomi. Pandangan tradisional ini didasarkan pada kerangka teori pertumbuhan ekonomi klasik dan
neoklasik yang menekankan pada akumulasi modal dan peningkatan produktivitas sebagai kunci
utama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Kerangka teori pertumbuhan ekonomi klasik menekankan pada akumulasi modal sebagai faktor
utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan ini, investasi yang besar dalam
sektor produksi akan mendorong peningkatan output, yang pada gilirannya akan meningkatkan
pendapatan dan kemakmuran masyarakat. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi dapat dicapai
dengan cara meningkatkan investasi dan produksi.
Sementara itu, kerangka teori pertumbuhan ekonomi neoklasik menekankan pada peningkatan
produktivitas sebagai faktor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut pandangan
ini, peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan cara meningkatkan efisiensi produksi, melalui
penggunaan teknologi yang lebih baik, manajemen yang lebih baik, dan kualitas sumber daya manusia
yang lebih tinggi. Dengan meningkatkan produktivitas, maka output dan pendapatan akan meningkat,
sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam pandangan tradisional, pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai sarana untuk mencapai
pembangunan ekonomi yang lebih luas. Pertumbuhan ekonomi dianggap dapat menciptakan peluang
kerja baru, meningkatkan pendapatan dan kemakmuran masyarakat, serta memperkuat kemampuan
negara untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik. Oleh karena itu, pemerintah dianggap
memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal dan
moneter yang tepat, serta melalui investasi dalam sektor-sektor yang dianggap memiliki potensi untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, kritik terhadap pandangan tradisional semakin berkembang karena kurangnya perhatian
pada aspek-aspek sosial, lingkungan, dan keadilan dalam pembangunan ekonomi. Oleh karena itu,
pandangan baru tentang pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif mulai
berkembang, yang menekankan pada pentingnya memperhatikan aspek-aspek sosial, lingkungan, dan
keadilan dalam pembangunan ekonomi.

Sumber Referensi:
- BUKU MATERI POKOK BMP ESPA 4424 Analisis Pembangunan Ekonomi Universitas Terbuka
2. Pertumbuhan Ekonomi, PDB (PNB) Per Kapita dan PDB (PNB) Purchasing Power Parity (PPP)
merupakan indikator-indikator tradisional dengan orientasi aspek ekonomi dan merupakan bagian
dari indikator kunci pembangunan. Berikan penjelasan atau perbedaan atas ketiga indikator
tersebut!
Pertumbuhan ekonomi, PDB (PNB) per kapita, dan PDB (PNB) Purchasing Power Parity (PPP)
merupakan indikator-indikator tradisional dengan orientasi aspek ekonomi yang digunakan untuk
mengukur kesejahteraan ekonomi suatu negara. Meskipun ketiganya terkait erat, namun terdapat
perbedaan dalam pengukuran dan interpretasinya, yaitu sebagai berikut:

1. Pertumbuhan ekonomi: Pertumbuhan ekonomi mengukur perubahan nilai output suatu


negara dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi diukur dengan angka persentase
yang menunjukkan perubahan output suatu negara dalam periode tertentu dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan kemampuan suatu negara
untuk meningkatkan produksi dan menciptakan lapangan kerja baru. Contoh pertumbuhan
ekonomi di Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar 5,02%.

2. PDB (PNB) per kapita: PDB (PNB) per kapita mengukur nilai output suatu negara dibagi dengan
jumlah penduduknya. PDB (PNB) per kapita digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran
masyarakat suatu negara. Semakin tinggi PDB (PNB) per kapita suatu negara, semakin tinggi
kemakmuran masyarakatnya. Contoh PDB (PNB) per kapita di Indonesia pada tahun 2019
adalah sebesar US$ 4.135.

3. PDB (PNB) Purchasing Power Parity (PPP): PDB (PNB) Purchasing Power Parity (PPP) mengukur
daya beli suatu negara dalam membeli barang dan jasa dengan mempertimbangkan
perbedaan harga di antara negara-negara tersebut. PDB (PNB) PPP sering digunakan untuk
membandingkan kemakmuran masyarakat di antara negara-negara yang memiliki perbedaan
harga yang signifikan. Contoh PDB (PNB) PPP di Indonesia pada tahun 2019 adalah sebesar
US$ 11.936.

Perbedaan antara ketiga indikator tersebut terletak pada pengukuran dan interpretasinya.
Pertumbuhan ekonomi mengukur perubahan nilai output suatu negara, PDB (PNB) per kapita
mengukur kemakmuran masyarakat suatu negara, dan PDB (PNB) PPP mengukur daya beli suatu
negara. Ketiga indikator tersebut penting untuk digunakan sebagai acuan dalam menilai
kesejahteraan ekonomi suatu negara, namun tidak bisa digunakan secara terpisah karena saling
terkait dan mempengaruhi satu sama lain.

Sumber Referensi:
- BUKU MATERI POKOK BMP ESPA 4424 Analisis Pembangunan Ekonomi Universitas Terbuka
3. Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan
pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup. Human
Development Index (HDI) menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan
dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Jelaskan model atau
formulasi atas komponen perhitungan Human Development Index (HDI)!

Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indikator yang
digunakan untuk mengukur kemajuan suatu negara dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan standar
hidup. HDI dihitung dengan memperhitungkan tiga indikator utama yaitu:
1. Harapan Hidup (Life Expectancy)
Harapan hidup menggambarkan rata-rata usia penduduk suatu negara yang diharapkan dapat
mencapai. Indikator ini dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan seperti akses kesehatan, sanitasi,
dan gizi.
2. Melek Huruf (Literacy Rate)
Melek huruf menggambarkan persentase penduduk dewasa (15 tahun ke atas) yang dapat membaca
dan menulis. Indikator ini mencerminkan tingkat pendidikan di suatu negara.
3. Pendidikan (Education)
Indikator pendidikan mengacu pada rata-rata tahun sekolah yang diikuti oleh penduduk suatu negara.
Indikator ini mencerminkan akses dan kualitas pendidikan di suatu negara.
Formulasi perhitungan HDI adalah sebagai berikut:
HDI = (Harapan Hidup + Melek Huruf + Pendidikan) / 3
Contoh di Indonesia, pada tahun 2019, HDI Indonesia adalah 0,707, yang menempatkan Indonesia
pada peringkat ke-107 dari 189 negara di seluruh dunia. Harapan hidup di Indonesia adalah 71,7
tahun, melek huruf 94,1%, dan rata-rata tahun sekolah 8,4 tahun.

Sumber referensi utama yang dapat digunakan adalah buku ESPA4424 Analisis Pembangunan
Ekonomi, yang membahas tentang pengukuran pembangunan manusia dan implikasinya dalam
konteks pembangunan ekonomi. Selain itu, sumber lain yang dapat digunakan adalah laporan Human
Development Reports yang diterbitkan oleh PBB setiap tahun, yang menyediakan data dan analisis
tentang HDI dan pembangunan manusia di seluruh dunia.
Sumber Referensi:
- BUKU MATERI POKOK BMP ESPA 4424 Analisis Pembangunan Ekonomi Universitas Terbuka
4. jelaskan trend pengangguran Indonesia selama dua dekade terakhir, selanjutnya interpretasikan
beberapa masalah pengangguran di Indonesia!

Penjelasan mengenai trend pengangguran Indonesia selama dua dekade terakhir dan beberapa
masalah pengangguran di Indonesia:
Trend pengangguran Indonesia selama dua dekade terakhir menunjukkan fluktuasi yang cukup
signifikan. Pada awal tahun 2000-an, tingkat pengangguran di Indonesia cukup tinggi, mencapai angka
12.000.000 pada tahun 2005. Namun, sejak itu, tingkat pengangguran secara bertahap menurun
hingga mencapai titik terendah pada tahun 2016 dengan angka dibawah 8.000.000. Setelah itu,
tingkat pengangguran di Indonesia kembali meningkat pada tahun 2019 dan 2020.
Beberapa masalah pengangguran di Indonesia antara lain adalah:
1. Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata: Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata antara
sektor dan wilayah dapat menyebabkan ketimpangan lapangan kerja dan pertumbuhan yang
tidak seimbang. Hal ini menyebabkan beberapa wilayah mengalami pengangguran yang tinggi,
seperti di wilayah pedalaman atau di daerah-daerah yang kurang berkembang.
2. Ketidakseimbangan antara laju pertumbuhan angkatan kerja dan jumlah lapangan kerja: Laju
pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi tidak diimbangi dengan jumlah lapangan kerja yang
cukup. Hal ini menyebabkan banyak tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja.
3. Kualitas tenaga kerja yang rendah: Kualitas tenaga kerja yang rendah juga menjadi masalah
dalam pengangguran di Indonesia. Banyak tenaga kerja yang belum memiliki keterampilan dan
pendidikan yang memadai untuk mengisi lapangan kerja yang tersedia.
4. Perubahan struktur ekonomi: Perubahan struktur ekonomi dari sektor pertanian ke sektor
industri dan jasa juga dapat menyebabkan pengangguran. Banyak tenaga kerja yang tidak
memiliki keterampilan dan pendidikan yang memadai untuk mengisi lapangan kerja di sektor
industri dan jasa.

Dalam mengatasi masalah pengangguran di Indonesia, diperlukan upaya untuk meningkatkan


pertumbuhan ekonomi yang merata, meningkatkan jumlah lapangan kerja yang tersedia,
meningkatkan kualitas tenaga kerja, dan memfasilitasi perubahan struktur ekonomi yang
berkelanjutan.

Sumber Referensi:
- BUKU MATERI POKOK BMP ESPA 4424 Analisis Pembangunan Ekonomi Universitas Terbuka
5. Perpindahan penduduk (migrasi) merupakan salah satu dari tiga komponen utama pertumbuhan
penduduk yang dapat menambah atau mengurangi jumlah penduduk. Model migrasi diantaranya
dikemukakan oleh W. A. Lewis dan model migrasi Harris-Todaro. Jelaskan kedua model migrasi
tersebut!
berikut adalah penjelasan mengenai kedua model migrasi, yaitu model migrasi W. A. Lewis dan model
migrasi Harris-Todaro beserta contohnya:
1. Model migrasi W. A. Lewis
Model migrasi W. A. Lewis menggambarkan bahwa migrasi terjadi ketika terdapat perbedaan tingkat
upah antara sektor formal dan sektor informal. Model ini mengasumsikan bahwa upah di sektor
formal lebih tinggi daripada di sektor informal, sehingga terdapat dorongan bagi tenaga kerja untuk
bermigrasi dari sektor informal ke sektor formal. Proses migrasi ini diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas tenaga kerja di sektor formal dan mengurangi pengangguran di sektor informal.

Contohnya adalah ketika terdapat seorang petani yang bekerja di sektor informal dengan upah yang
rendah, kemudian ia memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bekerja di sektor formal, seperti di
pabrik. Di sektor formal, upah yang ditawarkan lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan
pendapatannya dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor formal.

2. Model migrasi Harris-Todaro


Model migrasi Harris-Todaro menggambarkan bahwa migrasi terjadi ketika terdapat perbedaan
antara tingkat upah di sektor formal dan tingkat pengangguran di sektor informal. Model ini
mengasumsikan bahwa upah di sektor formal lebih tinggi daripada di sektor informal, namun terdapat
tingkat pengangguran yang cukup tinggi di sektor formal. Sehingga terdapat dorongan bagi tenaga
kerja untuk bermigrasi ke sektor formal meskipun tingkat pengangguran di sektor formal cukup tinggi.

Contohnya adalah ketika terdapat seorang buruh tani yang bekerja di sektor informal dengan upah
yang rendah, kemudian ia memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bekerja di sektor formal, seperti
di pabrik. Meskipun tingkat pengangguran di sektor formal cukup tinggi, namun upah yang ditawarkan
lebih tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatannya dan meningkatkan produktivitas tenaga
kerja di sektor formal.
Dalam penerapan kedua model migrasi ini, diperlukan kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah
pengangguran dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja di sektor formal. Kebijakan tersebut
antara lain adalah menciptakan lapangan kerja baru di sektor formal, meningkatkan kualitas
pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, serta meningkatkan investasi di sektor formal.

Sumber Referensi:
- BUKU MATERI POKOK BMP ESPA 4424 Analisis Pembangunan Ekonomi Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai