Anda di halaman 1dari 12

PERTUMBUHAN EKONOMI, INFLASI, DAN NILAI KURS

TAHUN 2019

DISUSUN OLEH :
Alfina Yuli T B11.2023.08562
Theresia Chrisma R B11.2023.08566
A Syifa Laksmi P.N B11.2023.08576

Mata Kuliah :
Pengantar Ekonomi Makro
Dosen Pengampu :
Rudi Kurniawan, SE, ME

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan nikmat, taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah ini tepat waktu.
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas Pengantar Ekonomi
Makro . Tak hanya itu, kami juga berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk pembaca.
Walaupun demikian, kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
kesempurnaan makalah ini.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebuah negara yang berhasil untuk menyelesaikan masalah perekonomian dapat diketahui
dari kondisi ekonominya. Kondisi perekonomian secara makro berupa kegiatan ekonomi
secara nasional atau secara umum berdasarkan pertumbuhan ekonomi keniakan dari gross
domestic product (GDP) dan tidak melihat kenaikan yang besar atau kecil dari jumlah
pertumbuhan penduduk.
Perkembangan perekonomian Indonesia sendiri berubah-ubah seiring dengan pergantian
suatu masa pemerintahan tertentu di Indonesia. Perkembangan ekonomi adalah proses
perkembangan berupa kenaikan dalam jangka panjang dari satu negara atau perusahaan
untuk menyediakan banyak barang yang mendukung perkembangan ekonomi yang
disesuaikan dengan tingakat kebutuhan. Adanya perkembangan ekonomi ini tidak jauh dari
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan suatu
pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan
penduduk yang disertai dengan adanya perubahan fundamental di dalam struktur ekonomi
suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk di suatu negara tersebut.
Negara-negara yang sedang berkembang sering menghadapi tantangan ekonomi seperti
tingginya tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang lambat. Inflasi sebagai indikator
penting dalam perekonomian diusahakan agar tetap rendah dan stabil untuk mencegah
terjadinya masalah makroekonomi yang dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi.
Dampak dari inflasi bisa bersifat positif maupun negatif terhadap perekonomian. Ketika
ekonomi mengalami perlambatan, bank sentral seperti Bank Indonesia dapat menerapkan
kebijakan moneter yang bersifat ekspansif dengan menurunkan tingkat suku bunga. Inflasi
dan pertumbuhan ekonomi menjadi topik diskusi yang sering dibahas. Umumnya diketahui
bahwa inflasi memiliki dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga inflasi
dianggap sebagai indikator ketidakstabilan ekonomi suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi menjadi kunci dalam mencapai tujuan ekonomi makro. Hal ini
didasari oleh beberapa alasan, antara lain, pertumbuhan penduduk yang terus berlanjut,
kebutuhan dan keinginan yang selalu tidak terbatas, dan usaha mencapai kemerataan
ekonomi yang lebih mudah terwujud dalam periode pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pertumbuhan ekonomi diukur melalui proses peningkatan output perkapita secara
berkelanjutan dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi menjadi faktor penentu
kesehatan ekonomi suatu negara dan menjadi syarat utama untuk kemajuan dan
kesejahteraan bangsa. Ketidakmampuan suatu negara untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonominya dapat menimbulkan masalah baru, seperti tingginya tingkat kemiskinan. . PDB
digunakan sebagai indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, mencakup semua
transaksi ekonomi di dalam suatu negara seperti konsumsi, investasi, belanja pemerintah,
dan bersih ekspor.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah yaitu :
1. Bagaimana gambaran pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai kurs di Indonesia pada
tahun 2019?
2. Bagaimana pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai kurs saling terkait?
3. Bagaimana Penghasilan Domestik Bruto digunakan sebagai indikator untuk mengukur
pertumbuhan ekonomi?
4. Apa yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai kurs?

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka dapat dilihat tujuannya yaitu:
1. Mengetahui pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai kurs di Indonesia pada tahun 2019
2. Mengetahui pengaruh inflasi dan nilai kurs pertumbuhan ekonomi.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Indikator Pertumbuhan Ekonomi


Indikator-indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 menunjukkan kesehatan
dan dinamika perekonomian negara ini. Dalam analisis yang menyeluruh, lima indikator
utama seperti, Investasi, Ekspor, Konsumsi, Produk Domestik Bruto (PDB), dan Indeks
Harga Konsumen (IHK) telah berfungsi sebagai dasar untuk penilaian pertumbuhan
ekonomi Indonesia. Dari tingkat produksi dan arus perdagangan internasional hingga
stabilitas harga dan daya beli, setiap indikator menunjukkan aspek penting dari aktivitas
ekonomi. Perbandingan dan analisis masing-masing indikator memberikan gambaran
menyeluruh tentang kondisi ekonomi Indonesia tahun ini. Ini juga menunjukkan tren dan
komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
1. Indeks Harga Konsumen (IHK):
Pada tahun 2019, Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia menunjukkan tingkat
inflasi sebesar 3,01%, turun dari 3,23% pada tahun sebelumnya. Penurunan ini
sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga komoditas, seperti minyak dunia
dan pangan, yang merupakan komponen penting dari IHK. Upaya pemerintah
untuk menjaga stabilitas harga juga berkontribusi pada penurunan inflasi. Karena
inflasi yang rendah dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong
konsumsi, dan menciptakan lingkungan yang mendukung investasi, hal ini dapat
berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

2. Produk Domestik Bruto (PDB):


Peningkatan 5,02% pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2019
menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya, menunjukkan pertumbuhan
ekonomi yang kuat dan peningkatan nilai barang dan jasa yang dihasilkan di dalam
negeri. Peningkatan aktivitas ekonomi di berbagai sektor, seperti industri,
pertanian, dan jasa, dapat mendorong penciptaan lapangan kerja dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
3. Investasi:
Pada tahun 2019, investasi meningkat sebesar 10,12% dan mencapai Rp7.683,9
triliun. Peningkatan ini menunjukkan keyakinan pelaku pasar dan pemerintah
terhadap masa depan ekonomi Indonesia. Investasi yang tinggi dapat menunjukkan
upaya untuk meningkatkan kapasitas produksi dan produktivitas, yang akan
mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Investasi yang tinggi
juga dapat menunjukkan iklim investasi yang baik dan kepercayaan pada kebijakan
pemerintah yang mendukung pembangunan ekonomi.
4. Ekspor:
Ekspor Indonesia meningkat 5,24% pada tahun 2019 dan mencapai Rp1.943,7
triliun. Peningkatan ini menunjukkan bahwa, meskipun menghadapi tantangan
perlambatan ekonomi global, barang dan jasa Indonesia masih diminati di pasar
internasional. Tingginya permintaan ekspor Indonesia dapat memberikan
kontribusi yang signifikan pada penerimaan negara, menguatkan posisi eksternal,
dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pendapatan dan
lapangan kerja.

5. Konsumsi:
Konsumsi masyarakat Indonesia meningkat sebesar 5,01% pada tahun 2019 dan
mencapai Rp10.123,9 triliun. Peningkatan konsumsi menunjukkan daya beli
masyarakat yang tinggi, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan permintaan untuk barang dan jasa. Kontribusi konsumsi yang positif
juga dapat menciptakan lingkungan yang mendukung bisnis dan industri,
mendorong lebih banyak produksi dan investasi, dan menjamin pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun dari tahun sebelumnya, hal itu
masih menunjukkan potensi pertumbuhan yang besar. Faktor-faktor positif yang dapat
memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat termasuk inflasi yang
rendah, pertumbuhan PDB, investasi yang meningkat, ekspor yang meningkat, dan
konsumsi yang tinggi. Perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan dan optimisme
untuk masa depan meskipun dihadapkan dengan tantangan global.
2.2 Inflasi
Inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam
jangka waktu tertentu. Peningkatan harga satu atau dua barang saja tidak dapat dianggap
sebagai inflasi kecuali jika kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan harga
barang lain. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi. Perhitungan inflasi dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dengan melakukan survei untuk mengumpulkan
data harga dari berbagai barang dan jasa yang dianggap mewakili belanja konsumsi
masyarakat. Data ini kemudian digunakan untuk menghitung tingkat inflasi dengan
membandingkan harga-harga saat ini dengan harga-harga periode sebelumnya.

2.3 Pengukuran Inflasi


Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah IHK.
berdasarkan Klasifikasi Konsumsi Individu berdasarkan Tujuan (COICOP) 2018, IHK
dikelompokkan ke dalam sebelas kelompok pengeluaran, yaitu:
- Kelompok makanan, minuman, dan tembakau
- Kelompok pakaian dan alas kaki
- Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga
- Kelompok perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga
- Kelompok kesehatan
- Kelompok transportasi
- Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan
- Kelompok rekreasi, olahraga dan budaya
- Kelompok pendidikan
- Kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran
- Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya.
2.4 Penyebab Inflasi
Inflasi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
 kenaikan permintaan barang dan jasa secara keseluruhan, serta kenaikan biaya
produksi atau inflasi push, yang berarti harga barang yang ditawarkan naik karena
kenaikan biaya produksi.
 peningkatan jumlah uang yang beredar dalam masyarakat, juga dikenal sebagai
uang dalam sirkulasi.
 Berkurangnya jumlah barang yang tersedia untuk dibeli Permintaan yang tinggi
menaikkan harga barang.
 Inflasi dari luar negeri atau imported inflation.
 Inflasi domestik atau inflasi asing. Artinya, anggaran meningkat atau pengeluaran
meningkat.

2.5 Data Inflasi Tahun 2019


Periode Data Inflasi
Desember 2019 2.72 %
November 2019 3 %
Oktober 2019 3.13 %
September 2019 3.39 %
A gustus 2019 3.49 %
Juli 2019 3.32 %
Juni 2019 3.28 %
Mei 2019 3.32 %
A pril 2019 2.83 %
Maret 2019 2.48 %
Februari 2019 2.57 %
Januari 2019 2.82 %
Sinergi kebijakan yang telah ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia tahun lalu
terbukti dapat menjaga inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2019 tetap rendah
terkendali pada level 2,72% (yoy) dan berada dalam kisaran sasaran 3,5±1%.
Pencapaian ini merupakan yang terendah selama dua dekade terakhir, dan sekaligus
melanjutkan tren terjaganya realisasi inflasi pada kisaran sasaran selama lima tahun
terakhir, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat memimpin
High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat (HLM TPIP) . keberhasilan
menjaga inflasi 2019 sebesar 2.72% (yoy) tersebut disumbang oleh penurunan inflasi
inti 3,02% (yoy) dan minimnya inflasi administered prices (AP) (0,51% yoy),
sedangkan inflasi volatite food (VF) meningkat (4,30% yoy), namun masih terjaga di
bawah 5% sesuai kesepakatan HLM TPIP 2019.

2.6 Nilai Kurs


Nilai kurs, atau nilai tukar, mengacu pada rasio atau perbandingan antara nilai suatu mata
uang dengan mata uang lainnya. Nilai kurs ini menentukan seberapa banyak satu unit mata
uang dapat ditukar dengan unit mata uang lainnya. Terdapat dua jenis nilai kurs :
1. Kurs Tengah (Mid Exchange Rate) Ini adalah nilai tukar resmi yang diumumkan
oleh otoritas moneter atau bank sentral suatu negara. Kurs tengah merupakan harga
referensi untuk transaksi mata uang asing.
2. Kurs Beli dan Kurs Jual (Bid and Ask Exchange Rates) Kurs beli adalah harga
yang ditawarkan oleh bank atau money changer kepada pelanggan yang ingin
membeli mata uang asing, sedangkan kurs jual adalah harga yang ditawarkan
kepada pelanggan yang ingin menjual mata uang asing. Selisih antara kurs beli dan
kurs jual disebut spread.

2.7 Faktor Penyebab Adanya Nilai Kurs


1. Nilai tukar secara langsung
Permintaan dan penawaran valas akan dipengaruhi oleh faktor berikut :
a. Pemintaan valas akan ditentukan oleh impor barang dan jasa yang
memerlukan dolar atau valas lainnya dan ekspor modal dari dalam ke luar
negeri
b. Penawaran valas akan ditentukan oleh ekspor barang dan jasa yang
menghasilkan dollar atau valas lainnya dan impor modal dari luar negeri ke
dalam negeri.
2. Nilai tukar tidak langsung
Permintaan dan penawaran valas dipengaruhi oleh :
a. Posisi neraca pembayaran Saldo neraca pembayaran memiliki
konsekuensi terhadap nilai tukar rupiah. Jika saldo neraca pembayaran
defisit, permintaan terhadap valas akan meningkat. Hal ini menyebabkan
nilai nilai tukar melemah
b. Tingkat inflasi Teori paritas daya beli PPP (purchasing power parity)
Penurunan daya beli mata uang (yang ditunjukan oleh kenaikan harga di
negara yang bersangkutan) akan diikuti dengan depresiasi mata uang
secara proporsional dalam pasar valuta asing
c. Tingkat bunga Kenaikan suku bunga dari simpanan suatu mata uang
domestik, akan menyebabkan mata uang domestik itu mengalami
apresiasi (penguatan) terhadap nilai mata uang negara lain
d. Tingkat pendapatan nasional Kenaikan pendapatan nasional melalui
kenaikan impor akan meningkatkan permintaan terhadap dollar sehingga
menyebabkan nilai rupiah terdepresiasi
e. Kebijakan Moneter Kebijakan Bank Indonesia yang besifat ekspansif
(dengan menambah jumlah uang beredar) akan mendorong kenaikan
harga-harga atau inflasi. Pada akhirnya menyebabkan rupiah mengalami
depresiasi karena menurunkan daya beli rupiah terhadap barang dan jasa
f. Ekspektasi dan Spekulasi Perubahan nilai tukar rupiah dapat disebabkan
oleh faktor-faktor nonekonomi (misalnya karena ledakan bom atau
gangguan keamanan) akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian
dalam negeri.

2.8 Kondisi Nilai Kurs Indonesia Tahun 2019


Pada November 2019, Rupiah secara rata-rata mengalami apresiasi 0,42%, meskipun
secara point to point mengalami depresiasi 0,41% dibandingkan dengan level akhir
Oktober 2019. Dengan perkembangan tersebut Rupiah sejak awal tahun sampai
dengan 20 November 2019 menguat 2,03% (ytd). Penguatan Rupiah didukung oleh
pasokan valas dari para eksportir dan aliran masuk modal asing yang tetap berlanjut
didorong prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga, daya tarik pasar keuangan
domestik yang tetap besar, serta ketidakpastian pasar keuangan global yang sedikit
mereda. Ke depan, Bank Indonesia memandang nilai tukar Rupiah tetap stabil sesuai
dengan fundamentalnya dan mekanisme pasar yang terjaga. Perkiraan ini ditopang
oleh prospek NPI yang tetap baik seiring berlanjutnya aliran masuk modal asing ke
Indonesia dipicu oleh berlanjutnya berbagai faktor positif. Untuk mendukung
efektivitas kebijakan nilai tukar dan memperkuat pembiayaan domestik, Bank
Indonesia terus mengakselerasi pendalaman pasar keuangan, baik pasar uang maupun
pasar valas.
Nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2019 masih stabil dan cenderung menguat. Nilai
tukar rupiah sepanjang tahun 2019 mengalami apresiasi kurang lebih 2,68% dan pada
akhir tahun 2019 rupiah sempat ditutup menguat pada Rp13.880/US$. Kurs rupiah
merupakan salah satu mata uang yang terbaik di Asia di sepanjang tahun 2019. Aliran
modal asing yang masuk ke Indonesia sepanjang 2019 juga ikut mendorong stabilitas
nilai tukar rupiah. Pada 31 Desember 2019, aliran modal asing yang masuk sebesar
Rp 224,2 triliun.
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 mencerminkan
kesehatan dan dinamika perekonomian negara. Meskipun terjadi penurunan
pertumbuhan dibanding tahun sebelumnya, faktor-faktor positif seperti inflasi
yang rendah, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang positif, investasi
yang meningkat, ekspor yang kuat, dan konsumsi yang tinggi, memberikan dasar
optimisme untuk masa depan. Pemerintah dan Bank Indonesia berhasil menjaga
inflasi tetap terkendali, nilai tukar rupiah stabil, dan aliran modal asing
mendukung stabilitas ekonomi. Pada akhirnya, perekonomian Indonesia
menunjukkan ketahanan dan kinerja yang baik di tengah dinamika global.

Anda mungkin juga menyukai