Anda di halaman 1dari 140

1

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................................................ BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V BAB VI PEMBANGUNAN MANUSIA.............................................................................7 PENGEMBANGAN INOVASI..........................................................................27 PEMBANGUNAN EKONOMI..........................................................................56 PEMBANGUNAN WILAYAH..........................................................................68 PEMBANGUNAN LINGKUNGAN..................................................................91 TATA KELOLA DAN KELEMBAGAAN.....................................................118

KATA PENGANTAR

Draft Background Study

BAB I
LAPORAN TELAAHAN KELOMPOK BIDANG PEMBANGUNAN MANUSIA TIM ANALISA KEBIJAKAN

DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Telaahan 1.3. Ruang Lingkup Telaahan 1.4. Keluaran Yang Diharapkan II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Tinjauan Konseptual 2.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) 2.3. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) 2.4. Kerangka Fikir Telaahan III. IV. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN (Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT) PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, Hasil Evaluasi Kebijakan, dan Analisa SWOT 4.2. Rekomendasi Isu-Isu Strategis 4.2.1. 4.2.2. 4.2.3. V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi Tindak- Lanjut DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain. Isu-Isu Strategis Keterkaitan Dengan Isu-Isu Strategis Usulan Strategi & Arah Kebijakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan manusia diartikan sebagai proses memperbesar rentang pilihan masyarakat. Diusulkan untuk pertama kali pada 1990 oleh UNDP di dalam laporan global Human Development, konsep ini dikembangan oleh dua ekonom, yaitu Mahbub ul Haq dan Amartya Sen. Pendekatan pembangunan manusia dikembangkan untuk memberikan respon terhadap penekanan yang terlalu besar pada Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita sebagai indikator tunggal kemajuan manusia bagi semua bangsa. Mahbub ul Haq berpendapat bahwa PDB per kapita yang tinggi belum tentu menunjukan kesejahteraan masyarakat yang juga tinggi. Kesenjangan, kemiskinan, dan ketidak-adilan yang seolah berdampingan dengan pendapatan per kapita yang tinggi, membuat pola pertumbuhan dan prioritas pembangunan pemerintah yang selama ini berlangsung, menjadi patut dipertanyakan. Amartya Sen memandang pembangunan sebagai suatu kebebasan. Kebebasan adalah hal penting karena mengandung: a) nilai intrinsik dinilai penting karena harkatnya dan; b) nilai keikhtiaran dinilai penting sebagai ikhtiar untuk mencapai hal-hal lainnya. Ketika pertumbuhan ekonomi menekankan pendapatan sebagai tujuan akhir, maka pembangunan manusia menganggap peningkatan pendapatan sebagai ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan. Para ekonom menyakini bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalir pada golongan masyarakat paling miskin, sementara para penganjur pembangunan manusia meyakini bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan secara otomatis mengarah pada penyebaran merata atas manfaat-manfaat pertumbuhan ekonomi ke semua sektor penduduk. Sehingga, langkahlangkah spesifik kebijakan publik sangat diperlukan. Pendekatan pembangunan manusia bersifat lebih luas daripada MDGs dan tujuantujuannya. MDGs mempertajam pendekatan pembangunan manusia dan mengindikasikan peta jalan penyelenggaraan pembangunan manusia. Pendekatan Pembangunan Manusia lebih merupakan suatu proses dari pada suatu tujuan, dan ia berlandaskan pada keempat prinsip dasar pembangunan, yaitu kesetaraan, efisiensi/ produktivitas, partisipasi/ pemberdayaan, dan keberlanjutan. Kesetaraan memadukan konsep distributif dan mengajarkan bahwa mereka yang tidak mempunyai kesempatan yang sama, mungkin membutuhkan perlakuan istimewa; misal saja, penyandang cacat, perempuan, minoritas etnis.

Efisiensi/produktivitas, menurut kacamata Pembangunan Manusia, bukan saja berarti memaksimalkan sumber daya material tapi juga mengoptimalkan penggunaan sumber daya manusia dan masyarakat. Partisipasi/ pemberdayaan yang berarti bahwa masyarakat harus ikut serta dalam setiap tahap pembuatan kebijakan, pelaksanaan serta pengelolaan, dan tidak dipandang sebagai penerima manfaat semata dari proses pembangunan. Jika ketiga prinsip di atas dijalankan, maka proses pembangunan kemungkinan akan bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan di sini bukan saja dalam arti lingkungan hidup, tapi juga dalam arti sosial, politik, dan keuangan. Pembangunan Manusia adalah suatu paradigma berbasis nilai, yang senantiasa

disesuaikan dengan faktor-faktor imperatif proses pembangunan. Ia bersifat multidimensi, lintas disiplin, dan pragmatis. Lantaran merupakan pendekatan berbasis nilai dan berwawasan kerakyatan (people centred), ia mudah diterima sebagai alternatif PDB per kapita dalam mengukur kemajuan manusia. Pembangunan Manusia berkenaan dengan: Aspek bagaimana alih-alih apa dari pembangunan. Pergeseran fokus dari apakah kita bekerja secara benar ke apakah kita mengerjakan hal-hal yang benar. Pembangunan manusia melampaui sekadar aspek pendapatan, yaitu agar pertumbuhan tidak menjadi hampa lapangan kerja, hampa suara, hampa arah, hampa welas asih, dan hampa masa depan. Pembangunan di Indonesia sampai dengan tahun 2012, di tengah situasi perkembangan ekonomi global yang penuh ketidakpastian, perekonomian nasional menunjukkan kinerja yang cukup baik, antara lain ditunjukkan oleh beberapa indikator pembangunan seperti pertumbuhan ekonomi, pendapatan perkapita, angka kemiskinan, dan IPM. Pada saat beberapa negara lain mengalami perlambatan atau bahkan pertumbuhan negatif, perekonomian nasional masih dapat meraih pertumbuhan ekonomi sebesar 6,23 persen. Kinerja pertumbuhan ekonomi sebesar itu terutama karena ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat. Daya beli masyarakat Indonesia, dengan kelompok kelas menengahnya yang semakin besar, terus meningkat, yang selanjutnya mendorong pertumbuhan konsumsi domestik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat berdasarkan data produk domestik bruto (PDB) pendapatan per kapita masyarakat Indonesia pada 2012 mencapai Rp33,3 juta atau USD 3.562,6 per tahun. Angka ini mencatatkan kenaikan dibandingkan dengan tahun 2011.

10

Membaiknya ekonomi juga diiringi dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Tingkat kemiskinan terus menurun dari 16,7 persen pada tahun 2004 menjadi 13,3 persen pada tahun 2009 dan 12,4 persen pada tahun 2011. Pembangunan SDM juga semakin membaik ditunjukkan dengan pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan berbagai indikator SDM dalam MDG. IPM meningkat dari 0,572 menjadi 0,617. Pembangunan pendidikan dan kesehatan menempati posisi penting dalam pembangunan nasional yang diupayakan melalui peningkatan kualitas dan akses terhadap layanan pendidikan dan kesehatan. Dibalik semua catatan keberhasilan, dalam kurun RPJMN 2015-2019 tantangan pembangunan tidaklah semakin ringan. Tantangan terbesar adalah bagaimana mengalokasikan sumber daya ekonomi secara lebih efisien dan tepat sasaran serta bagaimana meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, kapasitas inovasi dan kesiapan teknologi. Tantangan lainnya adalah integrasi ekonomi global dimana masing-masing orang akan menjadi masyarakat dunia yang akan kalah jika tidak dapat bersaing. Dalam hubungan ini, tantangannya adalah bagaimana menciptakan masyarakat ekonomi berbasis knowledge society untuk menciptakan the critical mass dalam kelas menengah Indonesia sehingga akselerasi pembangunan ekonomi dapat dilakukan. Untuk itu, efficiency driven economy yang selama ini dilakukan harus ditingkatkan ke arah innovation driven economy. Entrepreneurship bersamaan dengan invention adalah inovasi itu sendiri. Dengan demikian, akan lahir wirausahawan yang dapat mengolah sendiri sumber daya alam yang dimilikinya, tidak akan ada lagi fenomena barang mentah dijual ke luar negeri. Di samping tantangan tersebut, Indonesia memiliki banyak peluang untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia. Mengingat Indonesia adalah negara yang baru akan mengalami double bonus demografi bersamaan dengan banyaknya negara-negara maju mengalami ageing. Selain akan menjadi peluang pasar yang besar, meningkatnya kelas menengah Indonesia juga menjadi potensi meningkatnya produktivitas sumber daya. Banyak kalangan menyebut kedua peluang ini sebagai megatrend yang terjadi dalam perekonomian Indonesia. Pertama adalah revolusi kelas menengah yang dimulai sejak tahun 2010 seiring terlampauinya pendapatan perkapita kita USD 3.000 pertahun. Kedua adalah adanya fenomena bonus demografi (demographic bonus) yang terjadi karena membengkaknya jumlah penduduk produktif yang berpotensi menjadi engine of growth bagi perekonomian Indonesia. Dua megatrend ini menuntut kita untuk mengambil langkah-langkah strategis dan cerdas untuk memanfaatkan momentum langka (kejadian seabad sekali) ini. Karena kalau tidak, kita akan kehilangan peluang yang luar biasa.
11

Hal inilah yang mendorong banyak investor meminati Indonesia sebagai tujuan investasi. Peluang lainnya, Indonesia sebagai negara akan berhadapan dengan ledakan jumlah penduduk muda. Ledakan ini dinamakan sebagai bonus demografi Demographic Bonus. Bonus demografi ini akan berlangsung sejak tahun 2010-2040. Menurut seorang demograf, Profesor Sri Murtiningsih Adiutomo, pada saat periode bonus demografi itu, Indonesia berada pada Window of Opportunity yang nantinya tak akan terulang kembali di masa depan. Peluang itu dibuktikan ketika Indonesia berada pada titik terendah akan Beban Ketergantungan (Dependency Ratio). Bangsa Indonesia bertekad teguh, melangkah pasti secara strategis untuk bersama-sama mengatasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi serta memanfaatkan semua potensi dan peluang yang ada. Semua ini dilakukan bangsa Indonesia untuk mencapai Visi Pembangunan Indonesia sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 adalah menciptakan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Salah satu misi dalam rangka mewujudkan visi tersebut adalah mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek, pembangunan infrastruktur yang maju, reformasi di bidang hukum dan aparatur negara, serta memperkuat perekonomian domestik. Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJMN ke-2, RPJM ke-3 (2015-2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Pembangunan SDM memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan manusia Indonesia yang maju dan mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi. Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam persaingan global, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global. Masa depan suatu bangsa tergantung pada seberapa baik kualitas pendidikan dan sumber daya manusia bangsa tersebut. Kelanggengan daya saing suatu negara ditentukan oleh kemampuannya mendayagunakan sumber daya keunggulan yang dimiliki untuk memperkuat posisi di dalam persaingan global, sehingga negara tersebut dapat menggali potensi yang ada di negaranya maupun di negara-negara lain untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memperbaiki tingkat dan distribusi kesejahteraan masyarakat, serta melakukan investasi untuk memperbarui sumber daya keunggulannya secara berkelanjutan. Untuk itu, dimensi daya saing dalam SDM menjadi faktor penting untuk memacu kualitas SDM terutama
12

melalui peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan, pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan iptek, serta peningkatan kualitas tenaga kerja. Dalam konteks pembangunan, berbagai program dalam rangka peningkatan daya saing telah dilakukan, misalnya dengan meningkatkan dana pendidikan, penelitian, dan pengembangan iptek, menetapkan enam fokus program riptek (riset iptek) yang terdiri dari ketahanan pangan, pengembangan energi baru dan terbarukan, pengembangan teknologi dan manajemen transportasi, pengembangan ICT (information communication technology), pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan, dan pengembangan teknologi kesehatan dan obat. Namun hasil program tersebut masih dinilai belum maksimal memberikan manfaat bagi perekonomian dan masyarakat. Untuk itu, upaya terencana dalam RPJMN 2015-2019 perlu dalam mewujudkan manusia Indonesia yang maju dan mandiri sehingga mampu berdaya saing dalam era globalisasi. Background Study ini merupakan sebuah upaya untuk menggali halhal yang mendasari arah kebijakan dan strategi pembangunan manusia dalam kurun waktu 5 tahun mendatang. Identifikasi kondisi saat ini dan harapan masa depan akan memberikan gambaran untuk menentukan arah kebijakan dan program pembangunan yang relevan. Dari berbagai latar belakang tersebut di atas, background study kebijakan dan strategi pembangunan manusia RPJMN 2015-2019 dilakukan dengan melibatkan lintas sektor. Beberapa isu dan permasalahan yang menjadi pertanyaan kajian adalah a) Bagaimana kondisi pembangunan manusia saat ini? b) Bagaimana upaya dan kebijakan yang telah dilaksanakan pemerintah dalam memfasilitasi pembangunan manusia? c) Bagaimana bentuk kebijakan dan strategi mewujudkan pembangunan manusia yang berdaya saing dalam RPJMN 2015-2019 dalam bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, kebudayaan, pemuda, iptek, ketenagakerjaan, lingkungan hidup, governance dan kelembagaan, dan pengembangan wilayah. d) Faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu dalam mewujudkan pembangunan manusia yang berdaya saing dan memperkuat perekonomian domestik. e) Bagaimana strategi dan program mewujudkan pembangunan manusia yang berdaya saing dan memperkuat perekonomian domestik secara terpadu dan lintas sektor. 1.2 Tujuan Telaahan

13

Tujuan umum telaahan ini adalah menyusun kebijakan dan strategi pembangunan manusia RPJMN 2015-2019 untuk lebih memantapkan pembangunan manusia Indonesia dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif, perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan dan penguasaan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Adapun tujuan khususnya adalah merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan manusia di berbagai bidang pembangunan yaitu bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, kebudayaan, pemuda, iptek, ketenagakerjaan. 1.3 Ruang Lingkup a. Melakukan telaah kebijakan, program dan kegiatan pembangunan manusia dalam konteks mewujudkan pembangunan manusia yang berdaya saing ketenagakerjaan. b. c. d. e. Melakukan identifikasi faktor-faktor penentu peningkatan daya saing manusia di berbagai sektor. Penyusunan strategi lintas sektor/bidang dalam peningkatan daya saing manusia Indonesia. Perumusan kebijakan, program pokok dan indikator kunci peningkatan daya saing nasional dalam bidang pembangunan manusia. Sosialisasi dan advokasi dalam bentuk seminar/workshop dengan mengundang nara sumber dan pembahas serta para stakeholders terkait. bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, kebudayaan, pemuda, iptek,

Ruang lingkup telaahan adalah :

1.4

Output a. b. c. d. Teridentifikasinya kondisi saat ini dan kondisi yang diharapkan dalam pembangunan manusia Indonesia . Teridentifikasinya faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pembangunan manusia. Tersusunnya isu-isu strategis pembangunan manusia Tersusunnya rekomendasi kebijakan dan strategi pembangunan manusia yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pembangunan manusia RPJMN

Keluaran (output) yang diharapkan dari kegiatan ini adalah:

14

2015-2019.

15

II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Tinjauan Konsepsional Background study ini dibatasi untuk menelaah 7 komponen utama yang mendorong terwujudnya pembangunan manusia yang berdaya saing, yaitu pertama, kemampuan memenuhi kebutuhan dasar dan kompeten (capable) seperti pendidikan yang menjamin relevansi kualitas lulusan, dan pelayanan kesehatan yang menjamin akses pelayanan bagi tenaga kerja. Kedua, kemampuan menguasai teknologi dan informasi merupakan sumber terbentuknya iklim inovasi yang menjadi landasan bagi tumbuhnya kreativitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya dapat menjadi sumber pertumbuhan dan daya saing ekonomi. Ketiga, tenaga kerja yang produktif dan memiliki kompetensi dalam upaya meningkatkan pendapatan, keempat, kemampuan menyusun strategi dan pengelolaan implementasi kemampuan pengembangan wilayah sesuai dengan potensi yang tersedia. Kelima, kemampuan menciptakan lingkungan yang nyaman dan berkelanjutan. Keenam, nilai budaya sebagai bagian integral pembangunan sosial, keamanan, dan keseimbangan lingkungan. Ketujuh komponen utama pembangunan manusia tersebut, didukung oleh faktor determinan seperti teknologi, tenaga, sarana, regulasi dan standar. Seluruh komponenkomponen tersebut saling berinteraksi untuk yang mendorong peningkatan daya saing sesuai prinsip-prinsip sebagai berikut: 1) efisiensi, berkaitan dengan biaya/modal (cost) yang dikeluarkan dalam suatu proses. Makin efisien suatu kegiatan dilakukan, akan memiliki tingkat daya saing lebih tinggi; 2) rantai nilai (value chain), merupakan nilai tambah yang dibangun pada rangkaian komponen sistem. Teknologi, pendekatan, inovasi, dan sebagainya menjadi komponen meningkatkan nilai tambah proses; 3) 4) keterkaitan (linkage), antara satu faktor dengan faktor yang lain sebagai optimalisasi proses; dan produktivitas. Bahwa pembangunan manusia merupakan persyaratan utama terhadap suatu negara di dalam upaya mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang maju dan mandiri. Sejalan dengan mendorong/meningkatkan kapasitas governance dan kelembagaan. Ketujuh, pentingnya nilaiantara lain pertumbuhan ekonomi,

pertumbuhan diri, solidaritas bangsa, pemerataan, partisipasi masyarakat, otonomi, keadilan

16

hal tersebut, pembangunan manusia harus menjadi perhatian di dalam suatu proses pembangunan. Oleh karena manusia selain merupakan objek pembangunan, juga merupakan subjek dari pembangunan itu sendiri. yang mencakup suluruh siklus hidup manusia sejak di dalam kandungan, hingga akhir hayatnya. Untuk mewujudkan masyarakat yang maju dan mandiri dan sejahtera maka, dibutuhkan kemampuan suatu bangsa yang mampu berdaya saing dan mampu memanfaatkan peluang yang ada di era globalisasi. Untuk memperkuat daya saing bangsa, maka pembangunan nasional dalam jangka panjang diarahkan untuk (a) mengedepankan pembangunan sumber daya manusiaberkualitas dan berdaya saing; (b) memperkuat perekonomian domistik berbasis keuanggulandisetiap wilayah menuju keunggulan komprehensif dan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan di dalam negeri; (c) meningkatkan penguasaan, pemanfaatan, dan penciptaan pengetahuan; dan (d) membangun infrastruktur yang maju; serta (e) melakukan reformasi di bidang hukum dan aparatur negara. 2.2. Tujuan Negara, Visi dan Misi RPJPN 2005 2025 2.2.1 Tujuan Negara Sebagaimana di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1045 disebutkan bahwa tujuan dari negara Republik Indonsia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2.2.2 Visi RPJPN 2005-2025 Indonesia Yang Madiri, Maju, Adil dan Makmur 2.2.3 Misi RPJPN 2005-2025 1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan Pancasila; 2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing; 3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum; 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu; 5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeasilan
17

6. Mewujudkan Indoneia asri dan lestari; 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional; 8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional; 2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019. Untuk memantapkan pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian dan berdasarkan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengerahuan dan teknologi yang terus meningkat. 2.4. Arah Kebijakan RPJM 2005-2009 dan 2010-2014 2.4.1 Arah kebijakan RPJMN 20005-2009 meliputi; (1) Penataan kembali Indonesia, diarahkan untuk menyelamatkan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan semangat, jiwa, nilai, dan konsesnsus dasar yang melandasi berdiriya Negara kebangsaan Republik Indonesia yang meliputi ; Pancasila; Undang-Undang Dasar 1945 (terutama Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945); tetap tegaknya Negara kesatuan Repulik Indonesia ; dan terbangunnya pluralisme dan keragaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. ; (2) Pembangunan manusia,diarahkan untuk membangun Indonsia disegala bidang yang merupakan perwujudan dari amanat yang tertera jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pemenuhan hak dasar rakyak dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh. 2.4.2. Arah kebijakan RPJMN 2010-2014 meliputi; (1) melanjutkan pembangunan untuk mencapai Indonesia yang sejahtera, yang tercermin dari peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dalam bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan dengan bertumpu padaprogram perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur dasar, serta terjaganya dan terpeliharanya lingkungan hidup secara berkelanjutan; (2) memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah pada tegaknya ketertiban umum, penghausan segala macam diskriminasi, pengakuan dan penerapan hak asasi manusia serta kebebasan yang bertanggung jawab; (3) memperkuat dimensi keadilan dalam semua bidang termasuk pengurangan kesenjangan pendapatan, pengurangan kesenjangan pembangunan
18

antar daerah (termasuk desa-kota), kesenjangan jender. Keadilan juga hanya dapat diwujudkan bila sistem hukum berfungsi secara kredibel, bersih, adil dan tidak pandang bulu. 2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) Berkaitan dengan permasalahan pelaksanaan pembangunan manusia, tidak terlepas dari pada issu-issu strategis di dalam pembangunan manusia yang meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. masih adanya keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan) masih rendahnya kapabalitas manusia di dalam mendorong kemandirian dan daya saing masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam penguasaan teknologi dan informasi dalam rangka meningkatkan daya saing pembangunan manusia belum maksimal untuk kegiatan produkti dalam upaya meningkatkan pendapatan bagaimana membangun prilaku SDM, berorientasi pada penguatan daya saing bagaimana mewujudkan SDM yang mampu menyusun strategi dan pengelolaan pengembangan wilayah sesuai dengan potensi yang tersedia perlunya meningkatkan kapasitas SDM dalam pengelolaan wilayah perlunya mewujudkan SDM yang menciptakan lingkungan yang nyaman dan berkelanjutan perlunya pengembalian budaya peduli lngkungan (soft skill) kepada aparatur dan masyarakat perlu menggali dan menumbuh kembangkan karifan lokal, dalam pemeliharaan lingkungan perlunya mewujudkan SDM yang kompeten dan berintegritas yang mampu mendorong/meningkatkan kapasistas kelembagaan perlunya penguatan kapasitas SDM dalam mewujudkan tata kelola dan penataan kelembagaan yang efisien. 2.6. Kerangka Fikir Telaahan Gambar 1: Kerangka Pikir Pembangunan Manusia Seutuhnya

19

Gambar 2: Kerangka Pikir Pengertian Pembangunan Manusia

Gambar 3: Kerangka Pikir Investasi dalam Pembangunan Manusia

20

Gambar 4: Kerangka Pikir Strategi Strategi Investasi dalam Pembangunan Manusia

21

III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN Todaro dan Smith (2006) menyatakan nilai inti pembangunan adalah kecukupan (sustenance), harga diri (self esteem) dan kebebasan (freedom). Kecukupan (sustenance) adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Harga diri (selfesteem) untuk menjadi manusia seutuhnya, merupakan dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan sesuatu. Sedangkan kebebasan (freedom) dari sikap menghamba berupa kemampuan untuk memilih. Nilai yang terkandung dalam konsep ini adalah konsep kemerdekaan manusia, yang diartikan sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak mudah diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materil dalam kehidupan ini. Selanjutnya disebutkan bahwa tujuan inti pembangunan ada tiga, yaitu (1). Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup; (2). Peningkatan standar hidup; (3). Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosia Selanjutnya UNDP (Human Development Report, 1990), pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi setiap orang (a process of enlarging peopless choices) untuk hidup lebih panjang, lebih sehat dan hidup lebih bermakna. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan bahwa fokus pembangunan suatu negara adalah penduduk karena penduduk adalah kekayaan nyata suatu negara. Definisi pembangunan manusia tersebut pada dasarnya mencakup dimensi pembangunan yang sangat luas, dimana dalam konsep pembangunan manusia, pembangunan seharusnya dianalisis serta dipahami dari sisi manusianya, bukan hanya dari sisi pertumbuhan ekonominya. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia digunakan suatu ukuran yang di namakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Diantara beberapa pengertian pembangunan manusia di atas, dapat ditarik benang merah kesamaan, bahwa Pembangunan Manusia adalah upaya meningkatkan kemampuan manusia terutama melalui peningkatan taraf kesehatan dan pendidikan, sehingga membuat manusia menjadi lebih sehat, kreatif dan lebih produktif sehingga memungkinkan untuk meraih peluang-peluang yang tersedia bagi dirinya masing-masing dalam kelangsungan hidupnya untuk mendapatkan penghasilan yang layak. Selanjutnya dalam laporan Pembangunan Manusia Tahun 2001, UNDP menyatakan ada empat aspek utama yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan manusia, yaitu: (1). Peningkatan produktivitas dan partisipasi penuh dalam lapangan pekerjaan dan perolehan
22

pendapatan. Dalam komponen ini, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu bagian dari model pembangunan manusia; (2). Peningkatan akses dan kesetaraan memperoleh peluangpeluang ekonomi dan politik. Dengan kata lain, penghapusan segala bentuk hambatan ekonomi dan politik yang merintangi setiap individu untuk berpartisipasi sekaligus memperoleh manfaat dari peluang-peluang tersebut; (3). Adanya aspek keberlanjutan (sustainability), yakni bahwa peluang-peluang yang disediakan kepada setiap individu saat ini dapat dipastikan tersedia juga bagi generasi yang akan datang, terutama, daya dukung lingkungan atau modal alam dan ruang kebebasan manusia untuk berkreasi. (4). Pembangunan tidak hanya untuk masyarakat, tetapi juga oleh masyarakat. Artinya, masyarakat terlibat penuh dalam setiap keputusan dan proses-proses pembangunan, bukan sekedar obyek pembangunan, dengan kata lain adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Dalam rangka meningkatkan kualitas manusia sebagai sumberdaya pembangunan Emil Salim (1991)mengemukakan perlunya penekanan terhadap beberapa segi kualitas manusia yang meliputi Pertama; kualitas spiritual, yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuahn. Dalam hubungan ini perlu ditumbuhkan kesadaran mengembangkan segi-segi kehidupan spiritual yang benar dan menghindari subjektivisme intuisi yang tidak terkontrol oleh dimensi sosial yang menjurus pada kultur. Segi-segi kehidupan spiritual seperti iman, tagwa dan moralitas perlu ditingkatkan. Dengan kemudian kepada Tuhan Yang Maha Esa manusia sebagai makhluk individu yang bebas akan memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya dalam pembentukan kepribadian. Untuk mengembangkan kepribadian manusia memerlukan cara peribadatan untuk mencapai kualitas spiritual umum yaitu taqwa. Kedua; kualitas kemasyarakatan dan kualitas berbangsa. Masyarakat Indonesia bersifat majemuk, sehingga diperlukan keterikatan lintas kelompok sebagaimana tercermin dalam kualitas bermasyarakat dan berbangsa. Sebagai indikasi kualitas ini adalah kesetiakawanan sosial, tanggung jawab dan disiplin sosial. kesetiakawanan sosial akan tumbuh subur bila diimbangi dengan pertumbuhan keadilan sosial, dimana sermua diperlakukan secara adil dan mempunyai kesempatan sama. Tanggung jawab dan disiplin sosial tercermin pada kesadaran meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan. Komitmen ini harus tumbuh atas dasar pemahaman dan bukan paksaan dari luar. Ketiga; kualitas kekaryaan yang dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor pribadi (kecerdasan, pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman sikap kerja), faktor lingkungan

23

dalam organisasi (situasi kerja, kepemimpinan), dan faktor lingkungan luar organisasi (nilai-nilai sosial, keadaan ekonomi dan lain-lain). Sisi lain, Baik faktor internal maupun faktor eksternal dari pada suatu proses pembangunan itu sendiri, telah memberikan dampak perubahan, seperti yang dikemukakan oleh Soedjatmoko (1991) yaitu (1) faktor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (2) Faktor kependudukan, dan (3) Faktor ekologi atau lingkungan hidup. Dengan adanya pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih memudahkan dan melancarkan berbagai proses kehidupan manusia. Melalui teknologi komunikasi yang canggih dunia menjadi lebih sempit setiap saat manusia bisa mengadakan interaksi sesamanya dengan mudah dan cepat, dapat melakukan perjalanan dengan cepat, memperoleh informasi tentang kejadian di berbagai tempat pada saat ketepatan dengan kejadiannya, dan masih banyak lagi kemudahankemudahan yang bisa dinikmati sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang dipaparkan di atas secara tidak langsung dapat juga berpengaruh negatif bagi kehidupan masyarakat, misalnya dengan cepatnya arus komunikasi yang tidak terbendung memungkinkan masuknya nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun demikian realitas menunjukkan bahwa belum semua pribadi warga negara sesuai dengan manusia yang diharapkan dan ini merupakan hal berkembang yang wajar karena sebagian besar warga negara sedang berkembang dalam proses bertumbuh dan berkembang termasuk Indonesia. Kemajuan di era Orde Baru telah membawa banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat seperti peningkatan taraf hidup masyarakat, peningkatan kecerdasan sebagai hasil dari peningkatan pemerataan pendidikan jalur sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah, kerukunan hidup beragama, perubahan tingkat kelahiran, peningkatan pengelolaan sumberdaya alam dan sebagainya. Perubahan lain yang terjadi dalam masyarakat adalah perubahan tingkat kelahiran. Dengan berhasilnya KB keadaan penduduk di Indonesia tidak merupakan kurva normal, artinya usai kanak-kanak lebih kecil dari jumlah usia remaja. Banyak Sekolah Dasar yang mulai kehabisan siswa, sebaliknya SMP, SMA dan perguruan tinggi makin kebanjiran siswa. Walaupun KB berhasil nyata secara kuantatif penduduk Indonesia makin bertambah karena bertambahnya usia subur. Bertambahnya penduduk ini menimbulkan perubahan penyebaran penduduk tidak hanya dari desa ke kota tetapi juga antara satu pulau ke pulau lain. Pertambahan penduduk berpengaruh terhadap pelestarian sumberdaya alam. Berhektar-hektar tanah pertanian berubah fungsi menjadi pemukiman. Udara segar yang semula dinikmati
24

penduduk di dataran tinggi berubah menjadi udara panas, pohon-pohon ditebang, banyak hutang gundul akibat ulah manusia. Pencemaran lingkungan semakin dirasakan, udara tercemar oleh asap industri yang terus bertambah, meskipun kemunculan banyak industri untuk kepentingan hajat hidup pembangunan masyarakat sendiri.

25

26

Draft Background Studi

BAB II
LAPORAN TELAAHAN KELOMPOK BIDANG PENGEMBANGAN INOVASI TIM ANALISA KEBIJAKAN

27

28

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN I.1. I.2. I.3. I.4. Latar Belakang Tujuan Telaahan Ruang Lingkup Telaahan Keluaran Yang Diharapkan

II.

TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Tinjauan Konseptual 2.2. Visi dan Misi RPJPN 2005 2025 2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019 2.4. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) 2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) 2.6. Kerangka Fikir Telaahan

III. IV.

METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN (Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT) PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan 4.2. Hasil Analisis SWOT 4.3. Rekomendasi Isu-Isu Strategis 4.3.1. 4.3.2. 4.3.3. Isu-Isu Strategis dan Perumusan Goals Keterkaitan dengan isu-isu strategis sektoral Usulan Strategi Kebijakan Lintas Sektor/ Pengarusutamaan

V.

PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan (termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain

29

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai bentuk tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-20025, khususnya dalam pasal 1, menjelaskan bahwa setiap periode 5 (lima) tahunan pemerintah harus menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Dalam RPJMN tahap ketiga, salah satu fokusnya adalah meningkatkan daya saing bangsa dengan pengembangan inovasi iptek yang berlandaskan SDA yang unggul dan SDM berkualitas. Sebagaimana yang tercantum dalam RPJPN 2005-2025, visi nasional akan ditempuh delapan misi pembangunan nasional, yaitu: (1) mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab, (2) mewujudkan bangsa yang berdaya saing, (3) mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandaskan hukum, (4) mewujudkan Indonesia yang aman, damai, dan bersatu, (5) mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, (6) mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari, (7) mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dan (8) mewujudkan Indonesia yang berperan aktif dalam pergaulan internasional. Dari delapan misi tersebut di atas, pengembangan inovasi telah menjadi salah satu fokus dari misi kedua. Misi kedua telah menekankan mengenai pentingnya peningkatan daya saing dengan mengembangkan inovasi di bidang iptek sebagai salah satu motor penggerak pertumbuhan perekonomian Indonesia yang dapat meningkatkan keunggulan komparatif maupun kompetitif SDA yang unggul dan SDM yang berkualitas bagi kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Dengan menelaah inti dari misi di atas, dapat dikatakan bahwa pembangunan Inovasi Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dalam mengantarkan bangsa Indonesia kepada pembangunan jangka panjang yang berorientasi kepada pengembangan inovasi dan teknologi berbasis pembangunan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang lestari. Memasuki tahapan ketiga dalam RPJPN 2005-2025, perencanaan pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahap ketiga akan berlandaskan kepada pengembangan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing yang diprioritaskan pada bidang agro industri yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

30

Berkaitan dengan pelaksanaan RPJMN 2010-2014, tahun 2013 merupakan tahun terakhir pemerintahan sekarang untuk melaksanakan kegiatan pembangunan dalam waktu satu tahun penuh. Selain itu, pada tahun 2013 pemerintah juga harus menyiapkan kajian awal (backgroud study) untuk penyusunan RPJMN tahun 2015-2019, termasuk untuk bidang pengembangan inovasi. Dalam perencanaan jangka menengah ketiga (RPJMN 2015-2019) diharapkan telah tersedia road map (blue print) sistem inovasi nasional yang mempunyai prioritas dan fokus terhadap pengembangan SDA yang unggul dan SDM berkualitas guna menuntun pelaksanaan misi nomor dua dalam RPJPN 2005-2025 di atas. 1.2. Tujuan dan Sasaran Telaahan Tujuan penyusunan kajian Bidang Telaahan (BT) Pembangunan Inovasi RPJMN 20152019 untuk menyiapkan dan menyusun konsep kebijakan perencanaan bidang inovasi yang akan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), serta penjabarannya ke dalam program dan kegiatan. Sasaran dari kegiatan penyusunan Background Study RPJMN 2015-2019 adalah: 1. 2. Teridentifikasinya permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan bidang inovasi. Teridentifikasinya data dan informasi pencapaian sebagai dasar dan acuan yang akurat dalam penyusunan Bidang Telaahan Pembangunan Inovasi RPJM periode 2015-2019. 3. 4. Tersusunnya konsep alternatif kebijakan dan strategi pelaksanaan pembangunan bidang Inovasi periode 2015-2019. Tersusunnya konsep alternatif program dan kegiatan yang mendukung pelaksanaan pembangunan bidang Inovasi periode tahun 2015-2019. 1..3. Ruang Lingkup Telaahan Yang menjadi ruang lingkup kegiatan ini adalah: 1. 2. Mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan Inovasi. Mengidentifikasi data dan informasi sebagai dasar dan acuan yang akurat dalam penyusunan Bidang Telaahan Pembangunan Inovasi RPJM periode tahun 20152019. 3. Menyusun konsep alternatif kebijakan dan strategi pelaksanaan pembangunan bidang Inovasi periode tahun 2015-2019.
31

4.

Menyusun konsep alternatif program dan kegiatan yang mendukung pelaksanaan pembangunan bidang Inovasi periode tahun 2015-2019.

1.4. Keluaran Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan adalah tersusunnya rumusan konsep kebijakan dan strategi, serta program dan kegiatan pelaksanaan Pembangunan Inovasi periode tahun 2015-2019.

32

II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Tinjauan Konseptual Secara konsep, Inovasi adalah perubahan. Sehingga perubahan dapat diimplementasikan pada semua jenjang dan sektor. Untuk mengetahui apakah suatu perubahan dapat disebut Inovasi maka perubahan tersebut bukan kebetulan dan tidak sistematis tetapi harus mengandung unsur kesadaran dan perencanaan. Masuknya unsur perencanaan mengindikasikan bahwa kita harus tahu apa yang ingin kita ubah, mengapa dan bagaimana caranya. Perubahan harus memiliki sasaran yang telah ditetapkan secara jelas. Pada tahap ini dapat disederhanakan bahwa inovasi adalah perubahan yang direncanakan. Bagaimana arah dari perubahan? Pastilah sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Sehingga dapat disimpulkan inovasi adalah perubahan yang direncanakan dan menghasilkan sesuatu yang lebih baik. 2.1.1 Definisi Berbagai definisi Inovasi telah dikembangkan sesuai dengan bidang yang direncanakan. Beberapa definisi mengenai inovasi yaitu: Inovasi: eksploitasi yang sukses dari ide baru. Inovasi: ciptaan-ciptaan baru (dalam bentuk wujud ataupun tanwujud) yang memiliki nilai ekonomi yang berarti (signifikan), yang umumnya dilakukan oleh perusahaan atau kadang-kadang oleh para individu. Inovasi: aplikasi komersial yang pertama kali dari suatu produk atau proses yang baru Inovasi: merupakan suatu proses kreatif dan interaktif yang melibatkan kelembagaan pasar dan non-pasar Inovasi: transformasi pengetahuan kepada produk, proses dan jasa baru; tindakan menggunakan sesuatu yang baru Inovasi: merupakan eksploitasi yang berhasil dari suatu gagasan baru (the successful exploitation of a new idea), atau dengan kata lain merupakan pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan teknologis dan pengalaman untuk menciptakan produk, proses dan jasabaru; Inovasi: kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi
33

Dalam tulisan ini Inovasi mempergunakan definisi dalam UU No. 18 tahun 2002, yang menjelaskan bahwa definisi Inovasi adalah sebagai berikut: Inovasi: kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. 2.1.2 Tujuan Inovasi adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. meningkatkan kualitas; menciptakan pasar baru; memperluas jangkauan produk; mengurangi biaya tenaga kerja; meningkatkan proses produksi; mengurangi bahan baku; mengurangi kerusakan lingkungan; mengganti produk atau pelayanan; mengurangi konsumsi energi;

10. menyesuaikan diri dengan undang-undang Tujuan inovasi menurut Ida Yustina (2013) yaitu mengembangkan kreatifitas inovasi berbasis keunggulan Sumber Daya Alam lokal dan meningkatkan daya saing, nilai tambah dan output. 2.1.3 Peran Inovasi 1. Inovasi dapat memainkan peranan penting dalam membantu untuk mengatasi tantangan sebagai berikut: - Dapat membantu untuk meningkatkan daya saing, pertumbuhan, dan kesejahteraan. - Kunci untuk peningkatan produktivitas dan faktor dan penghematan sumber daya - Memperbaiki teknologi utama yang sangat penting untuk mengatasi pemanasan global 2. Inovasi sangat kompleks. Ada inovasi yang terdepan (frontier) dan ada inovasi yang bersifat lokal. Selain itu inovasi juga dapat didefinisikan baru untuk suatu negara, sektor dan unit. 3. Negara-negara berkembang secara dramatis dapat meningkatkan posisi mereka dengan melalui perolehan ilmu pengetahuan yang ada:
34

- Sebagian besar itu, terutama untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dalam domain publik - Banyak hal dapat diperoleh melalui jalur/saluran resmi - Beberapa juga dapat diperoleh melalui penyalinan informal dan teknik pembalikan (reverse engineering) - Tapi dapat juga mengembangkan kemampuan sendiri untuk memperoleh, menggunakan, menciptakan pengetahuan b. Salah satu faktor determinan untuk berhasil memenangi kompetisi dalam era globalisasi
adalah peningkatan peran pembangunan melalui pengembangan sains dan teknologi. Pentingnya sains dan teknologi (Iptek) dan upaya memicu perkembangannya, khususnya melalui riset dinyatakan oleh Sachs (1995), Toffler (1990), Reich (1991) dan Quinn (1992). c. Salah satu ukuran daya saing dapat dilihat dari Growth Competitive Index (GCI) yakni ukuran daya kompetisi negara yang menggunakan parameter lingkungan ekonomi makro, perkembangan lembaga publik, dan inovasi teknologi. World Economic Forum (WEF) dalam The Global Competitiveness Report tahun 2012-2013 merujuk Indonesia berada pada ranking 50 dengan nilai 4,40 pada skala 1-7. Ranking Indonesia pada tahun 2011-2012 berada pada urutan 46 atau posisi daya saing tahun ini turun 4 tingkat. Di tingkat Asean maka Indonesia berada di bawah Singapur yang diurutan ke 2, Malaysia urutan 25 dan Thailand urutan 38. Menurut Lall (1998), ada lima faktor determinan sebagai penyebab rendahnya pembangunan sains dan teknologi nasional, yakni (1) sistem insentif, (2) kualitas SDM, (3) informasi teknologi dan pelayanan pendukung, (4) dana, dan (5) kebijakan sains dan teknologi sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) beserta beragam kebijakan iptek sangat penting bagi perkembangan inovasi, namun bukan satu-satunya yang menentukan. Dinamika difusi pengetahuan dan pembelajaran yang berkembang sangat mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam berinovasi. Namun itupun tidak terjadi serta-merta. Beragam fenomena inovasi juga menunjukkan bahwa inovasi sebenarnya merupakan suatu proses kreatif, iteratif dan interaktif yang melibatkan lembaga-lembaga pasar dan non-pasar. Penelitian, pengembangan, dan perekayasaan (litbangyasa) sangat penting bagi perkembangan inovasi. Tetapi, inovasi membutuhkan lebih dari sekedar litbangyasa. Iklim persaingan yang sehat sangat diperlukan bagi berkembangnya inovasi. Demikian kompleksnya dimensi dan elemen terkait perkembangan inovasi menyadarkan banyak pihak bahwa diperlukan cara pandang sistem untuk memahaminya dan mendorong perkembangannnya. Inilah yang dikenal dewasa ini dengan istilah system inovasi. Secara singkat sistem inovasi dapat diartikan sebagai suatu kesatuan [darisehimpunan aktor, kelembagaan maupun proses produktif] yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk pengetahuan/teknologi dan praktik baik/terbaik), serta proses pembelajarannya. 35

Yang tentu saja sangat penting digarisbawahi adalah bahwa penggunaan istilah sistem inovasi menunjukkan kesadaran kita untuk berpikir sistem, secara holistik dalam pemajuan inovasi, difusi dan proses pembelajaran. Bagi mereka yang berkecimpung dalam arena kebijakan, cara pandang sistem inovasi juga membantu dalam memahami, mengevaluasi dan memberikan alternatif solusi kebijakan atas isu-isu kebijakan beserta tindakan nyatanya yang berpangkal dari kegagalan sistemik (systemic failures). Para aktor perlu bertindak secara sendiri maupun bekerjasama (berkolaborasi) dalam rangka memperkuat sistem dan memfungsikan elemen (subsistem) serta mendinamiskan sistem sesuai dengan peran dan kompetensi masing-masing. Ini menyangkut perubahan paradigma. Pemahaman yang baik tentang ini sangatlah penting. Jika tidak, kita hanyalah sekedar menggunakan istilah baru (istilah sistem inovasi) secara harfiah dan tetap terjebak dalam cara kerja lama dengan kemasan baru. Penguatan sistem inovasi merupakan pilar penting dalam membawa Indonesia ke era ekonomi pengetahuan (knowledge-based economy) dan masyarakat berpengetahuan (knowledge-based society). Karena itu, pembangunan Indonesia yang progresif perlu menjadikan penguatan sistem inovasi sebagai kesepakatan bersama dan prioritas dalam peningkatan daya saing dan penguatan kohesi sosial.

2.1.4 SISTEM INOVASI MELALUI TRIPLE HELIC

Sistem Inovasi berbasis kolaborasi ACADEMIC- BUSINESS-GOVERNMENT.

Triple Helix Research Group Standford University mengembangkan sistem inovasi yang merupakan menggabungkan atau kolaborasi antara akademisi, pengusaha dan pemerintah. 2.2. Visi dan Misi RPJPN 2005 2025
36

Visi: Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur Misi: Mewujudkan bangsa yang berdaya saing, dengan meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan menuju inovasi secara berkelanjutan berbasis keunggulamn setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri. Peran Inovasi Untuk mempercepat visi dalam mewujudkan misi tersebut di atas 2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019 RPJMN tahap ketiga ini bertujuan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif berlandaskan keunggulan sumber daya alam serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. 2.4. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) Daya saing Indonesia semakin kuat dan kompetititf dengan semakin terpadunya industri manufaktur dengan pertanian, kelautan dan sumber daya alam lainnya secara berkelanjutan, makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi dan industri untuk mendorong peningkatan efisiensi, produktifitas, penguasaan dan penerapan teknologi oleh masyarakat. Dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Nasional 2005 2025 diungkapkan pada bagian IV ARAH, TAHAPAN DAN PRIORITAS PJP 2005 - 2025, antara lain pentingnya penguatan sistem inovasi dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan. Sementara itu dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 2014 pada Bab IV dinyatakan bahwa: Kunci keberhasilan implementasi penguatan sistem inovasi di suatu negara adalah koherensi kebijakan inovasi dalam dimensi antarsektor dan lintas sektor; intertemporal (antarwaktu); dan nasional-daerah (interteritorial), daerah-daerah, dan internasional. Dalam perspektif hubungan nasional-daerah, koherensi kebijakan inovasi dalam penguatan Sistem Inovasi Nasional di Indonesia perlu dibangun melalui kerangka kebijakan inovasi yang sejalan, dengan sasaran dan milestones terukur,serta komitmen
37

sumberdaya yang memadai baik pada tataran pembangunan nasional maupun daerah sebagai platform bersama. Kebijakan inovasi bukanlah kebijakan tunggal, melainkan sehimpunan kebijakan yang ditujukan untuk mengembangkan/ memperkuat sistem inovasi. Karena itu, kerangka kebijakan inovasi tersebut seyogyanya membentuk upaya terpadu atas solusi untuk mengatasi isu-isu sistemik, mewadahi kebijakan-kebijakan sangat penting yang berkontribusi dalam memperkuat sistem inovasi di Indonesia. Pengembangan iptek, menetapkan enam fokus program riptek (riset iptek) yang terdiri dari: 1. Ketahanan pangan, 2. Pengembangan energi baru dan terbarukan, 3. Pengembangan teknologi dan manajemen transportasi, 4. Pengembangan ICT (information communication technology), 5. Pengembangan teknologi pertahanan dan keamanan, dan 6. Pengembangan teknologi kesehatan dan obat. 2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) Untuk membandingkan daya saing suatu negara maka ada berbagai macam ukuran. Selain Growth Competitive Index (GCI) maka bisa juga dilihat dari sumber daya manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia pada tahun 2011 sebesar 0,617 dan Norwegia berada pada ranking teratas dengan nilai 0,965. Padahal jika dibandingkan dengan sumber daya alam maka terlihat Indonesia memiliki lebih banyak jenis sumber daya alam dibandingkan Norwegia. Perlu dicermati permasalahan SDM.

38

Selanjutnya jika dibandingkan hasil sawit Indonesia dan Malaysia pada daratan yang sama di pulau Kalimantan maka sawit Indonesia masih kalah produktif dari Malaysia. Diperlukan upaya lebih keras untuk minimal menyamai produktifitas sawit Malaysia. Untuk itu dikembangkan pusat penelitian kelapa sawit di wilayah Sumatra Utara. Beberapa kendala dalam pengembangan inovasi yaitu: 1. Sulitnya menembus pasar regional dan internasional. Diperlukan dukungan dalam (mediasi) perdagangan dari pemerintah. 2. Peran asosiasi harus lebih aktif jangan hanya sebagai Broker produk atau menjadi Tengkulak. 3. Para inventor(s) dan innovator(s) masih memerlukan Investor(s) untuk pengembangan produk. 4. Belum adanya Incentive/reward yang diberikan jika produk berpeluang atau memiliki potensi untuk diekspor. 5. Belum terjadi sinergi dalam Implementasi pelaksanaan antara Akademisi, Bisnis dan pemerintah/government (ABG=Triple Helix). Meskipun demikian pemerintah memiliki komitmen dalam mendorong inovasi. Beberapa indikator mengindikasikan seperti: 1. Hampir dua kali lipat anggaran keuangan untuk pendidikan - Pembangunan Iptek Indonesia menggunakan sistem inovasi nasional sebagai kerangka kerja. - Indonesia membentuk komite nasional inovasi (KIN)
39

- Indonesia mendirikan Pusat Inovasi UMKM (PI-UMKM). - Mulai untuk membangun BTCS, Inkubator dan lain-lain. 2. Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5% dalam lima tahun ke depan. Sumber pertumbuhan ekonomi harus berasal dari peningkatan produktivitas. 3. Masih memiliki sumber daya yang berlimpah yang dapat ditingkatkan nilai tambhanya. Meskipun pada saat ini nilai tambah ekspor masih rendah. Contohnya ekspor bahan baku, padat karya dengan tenaga terampil yang rendah. 4. Biaya tenaga kerja meningkat. Perlu meningkatkan teknologi sehingga dapat memperluas rantai nilai (value chain). 5. Dalam pemerintahan rezim orde baru (1976-1998), Indonesia telah mengembangkan beberapa industri teknologi tinggi di bawah koordinasi Badan Pengembangan Industri Strategis. 6. Masih dijumpai pengembangan program dan kegiatan tanpa berdasarkan penelitian atau riset sehingga tingkat keberhasilannya tidak dapat diketahui. 2.6. Kerangka Fikir Telaahan

40

III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN

(Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT) Metodologi yang digunakan dalam Kegiatan ini adalah: 1. Pembentukan Tim Analisis Kebijakan. Tim yang dibentuk meliputi Sub Bidang Kelompok Telaahan, Tim Focus Group Discussion (FGD), dan dipimpin oleh penanggung jawab kegiatan. 2. Pengumpulan data dan informasi melalui kajian literatur, yang difokuskan kepada isu dan kondisi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia pada saat ini serta peluangnya dalam mendukung visi dan misi RPJPN dimasa yang akan datang. 3. Kunjungan lapangan, dengan lokasi antara lain: Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. Adapaun tujuan dari kunjungan lapangan tersebut adalah untuk mendapatkan masukan dan informasi dari pemerintah daerah, akademisi, asosiasi, dan LSM terkait dengan Pengembangan Inovasi di Indonesia. 4. 5. 6. Pertemuan/rapat. Melalui mekanisme ini, Tim dan para tenaga ahli akan mampu mengidentifikasi isu, informasi, dan data yang dibutuhkan sebagai bahan analisis. Analisis berdasarkan data dan informasi yang terkumpul, melalui pendekatan deskriptif dan kuantitatif. Penyusunan laporan

41

IV. PEMBAHASAN

4.1. Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan Secara umum Inovasi merupakan pengembangan dan difusi produk baru, praktek baru, dan baru untuk konteks tertentu. Inovasi dibutuhkan untuk mentransformasi ilmu pengetahuan menjadi kesejahteraan seperti menciptakan lebih banyak pekerjaan, memberikan kesehatan yang lebih baik, dan lain-lain. Sumber dari inovasi terdiri dari: 1) penelitian dan pengembangan, 2) pengembangan manajemen dan lain-lain, 3) desain produk atau proses sebagai tahapan kunci. Proses inovasi dapat berasal dari proses yang diluar kebiasaan seperti idea dari pengusaha yang didukung oleh oleh berbagai aktor seperti: penemu, penguasa, legislatif dan lain-lain. Selain itu budaya dan lembaga sangat berperan dalam proses inovasi. Inovasi dapat digambarkan sebagai bagian inti dari pembangunan yang pada akhirnya akan membentuk sistem sosial.

Sumber: Jean-Eric Aubert Bank Dunia menyarankan peran pemerintah dalam pengembangan inovasi seperti berkebun yaitu: 1. 2. Memelihara (menyirami) dengan membiayai dan mndukung proyek-proyek inovasi. Menghilangkan kendala (gulma) agar terjadi kompetisi dengan cara mengurangi/deregulasi aturan yang menghambat inovasi.
42

3.

Memelihara iklim (tanah/kondisi) penelitian, pendidikan,dan informasi

Di Indonesia, pemerintah memberikan arahan dan melakukan intervensi dengan membentuk kelembagaan Penelitian dan Pengembangan di pusat dan daerah. Di pusat dibentuk Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) di masing-masing Kementerian dan di daerah di tingkat Provinsi dibentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi. Selain itu dibentuk pula Dewan Riset Nasional di tingkat pusat dan di daerah dibentuk Dewan Riset Daerah. Kementerian Riset dan Teknologi menjadi unsur utama dalam menggerakkan dan mengkoordinir kegiatan riset di tingkat pusat. Fungsi dari kebijakan Inovasi yaitu: 1) memelihara basis ilmu pengetahuan, 2) mendukung inovator, dan 3) memperbaiki kerangka peraturan. Pemeliharaan basis ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara menumbuhkan budaya teknik sebagai dasar dalam menerima teknologi baru. Kemudian budaya teknik dikombinasikan dengan ilmu pengetahuan dalam membuat kegiatan akan menjadi sumber utama inovasi, produktivitas dan penciptaan lapangan kerja. Langkah lain untuk tetap tidak tertinggal perkembangan ilmu pengetahuan global adalah melalui perusahaan investasi asing atau Foreign Direct Investment (FDI), aliansi teknologi, pengembangan kerjasama laboratorium dengan negara maju, mengikuti pengembangan Information and Communications Technology (ICT) dan pengembangan kerjasama dengan berbagai lembaga/negara di dunia. Penelitian merupakan bagian dari proses pembangunan (berdasarkan kriteria yang sesuai), sumber pengetahuan dari ilmu dasar (kriteria yang unggul), dan sering inovasi mendahului penelitian (bertentangan dengan pendapat yang mapan). Proses inovasi pada tingkat makro dilaksanakan melalui penelitian yang dikembangkan oleh industri yang mempunyai teknologi tinggi. Tahap selanjutnya akan ditransfer kepada industri lain setelah secara teknis dapat menerima teknologi baru yang ditemukan. Untuk mendukung kegiatan inovasi yang berkelanjutan maka para penemu baru atau inovator memerlukan berbagai dukungan. Pertama, berbagai bentuk dukungan seperti bantuan teknik, keuangan, perdagangan/komersial, perlindungan hak cipta dan lain-lain. Kedua, kegiatan penting lainnya seperti pelatihan inovasi, inkubator terutama memelihara para inovator dengan informasi yang tepat dan sumber daya yang sesuai. Selanjutnya dukungan keuangan seperti modal dasar (seed money) untuk untuk produksi perdana dan pengembangan produk, biaya operasional untuk perdagangan. Dana dapat disediakan baik oleh lembaga keuangan mikro ataupun modal ventura.
43

Pada tahap selanjutnya diperlukan perbaikan kerangka peraturan. Di dalam peraturan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mempertahankan semangat berkompetisi agar tetap terjadi kegiatan inovasi. Selain itu perlu dibuat standar untuk pengembangan agar dapat menjadi acuan oleh industri lainnya. Untuk menghindari pencurian hasil inovasi maka diperlukan perlindungan terhadap kekayaan intelektual. Untuk memudahkan para inovator mengurus administrasi perlindungan kekayaan intelektual maka birokrasi harus disederhanakan. Selain itu berbagai kendala peraturan dalam pengembangan inovasi perlu dihilangkan. Agar proses dapat berjalan berkesinambungan maka dibutuhkan hukum dan sistem penegakan hukum. Dalam pelaksanaannya maka fokus dari pemerintah untuk pengembangan inovasi perlu diarahkan pada:1) program skala besar yang menjadi prioritas pemerintah seperti: kemiskinan, pertahanan, atau ICT, 2) mempromosikan industri yang kompetitif, 3) membuat pusat inovasi seperti: techno-parks, kota pendidikan, dan lain-lain, 4) Membina inovasi yang berpihak kepada orang miskin. Kebijakan Inovasi secara tradisional adalah bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara industri (pertanian) dan perguruan tinggi / penelitian struktur. Secara implisit sebagian besar instansi/departemen pemerintah (contoh Amerika Serikat) mendukung tindakan inovasi yang diambil, tapi tidak terlihat dalam konteks ideologi non intervensionis. Secara eksplisit (contoh Finlandia), kebijakan inovasi menjadi strategi pembangunan secara keseluruhan dan melibatkan kementerian kunci dan kelompok masyarakat sipil (bisnis, serikat buruh, dll), dengan badan koordinasi yang kuat dipimpin oleh Perdana Menteri. Dalam pengembangannya kebijakan inovasi sudah menjangkau bidang perdagangan, pendidikan, keuangan dan lain-lain. Strategi dan Prioritas Pembangunan Dalam pengembangan inovasi, yang pertama dilakukan adalah membangun berdasarkan kekuatan yang ada dan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan kemampuan yang ada. Kemudian perhatian diprioritaskan pada aset yang bukan berdasarkan iptek seperti: kesenian/kebudayaan, peluang di bidang pariwisata, media dan hiburan. Selanjutnya dikembangkan manufaktur di sektor-sektor tertentu yang berhubungan dan terkait dengan investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI), infrastruktur teknologi dan pelatihan. Terakhir, membangun sistem inovasi canggih secara bertahap dengan mendirikan penelitian berbasis ilmu pengetahuan bertaraf internasional.

44

Contoh negara yang berhasil membangun negaranya dari salah satu negara miskin di Eropa menjadi salah satu negara termaju dan termakmur di dunia yaitu Swedia. Meskipun jumlah penduduk Swedia hanya sekitar 9,5 juta jiwa, negara ini adalah tempat kelahiran nama-nama besar industri manufaktur seperti Volvo, Scania, Electrolux, Ericsson, dan IKEA. Namun demikian Swedia juga tak lupa menelurkan nama-nama masyhur industri kebudayaan seperti ABBA, Ingrid Bergman, The Cardigans, Stellan Skarsgard, Roxette, dan Yngwie Malmsteen. Kunci semua itu salah satunya adalah inovasi. Mulai dari penemu dinamit Alfred Nobel sampai co-founder Skype, Niklas Zennstrom, memperlihatkan Swedia tidak pernah kehabisan inovator dari jumlah penduduk yang lebih rendah dari Jakarta. Keberhasilan Swedia didukung oleh demokrasi yang stabil, dukungan pemerintah kepada masyarakat dengan pendidikan yang bermutu tinggi dan gratis, dan budaya mekanik yang dikembangkan dengan sangat baik. Selain itu juga posisi netral pada perang dunia I, II yang memungkinkan tidak harus membangun lagi seperti negara yang terlibat perang. Dana yang dilakoasikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (riset) yakni sekitar 3,6 persen dari GNP (produk nasional bruto). Berbeda dengan Swedia, maka India menghadapi tantangan untuk mengembangkan inovasi Inklusif. Melalui inovasi diharapkan dapat diraih lebih dari kurang untuk lebih. Perusahaan industri di India bertujuan untuk memperoleh kinerja yang lebih dari biaya yang rendah untuk memperoleh lebih banyak keuntungan sehingga memberikan nilai manfaat kepada pemegang saham. Dengan penduduk India sebanyak 1,2 juta orang dan pendapatan yang kurang dari US$ 2 maka yang tantangan yang dihadapi untuk pengembangan penelitian adalah bukan biaya yang rendah tetapi solusi dengan biaya sangat rendah sehingga memerlukan kebutuhan tidak hanya 'keterjangkauan' tapi 'keterjangkauan yang ekstrim. Ada empat tantangan yang dihadapi India yaitu: 1) skala/besaran penduduk dan wilayah, 2) kelangkaan sumber daya alam, 3) keragaman etnis dan bahasa, 4) kemiskinan penduduk yang hanya berpenghasilan kurang dari US$2. Beberapa hasil inovasi India dikembangkan dengan biaya sangat rendah sebagai perbandingan hasil pengembangan inovasi vaksin hepatitis B di negara lain memerlukan biaya US$ 18 maka di India biaya yang diperlukan hanya US$ 0,4. Demikian juga untuk operasi katarak di negara lain memerlukan biaya sebesar US$ 3,000 maka di India hanya memerlukan biaya US$ 30. Penggerak inovasi inklusif di India yaitu: a) 70 persen dari populasi penduduk India miskin dan tinggal di pedesaan, b) Perusahaan India secara historis mengerti bahwa cakupan pasar mereka hanya melayani penduduk dengan kekayaannya yang terbatas, c) Mereka harus menemukan cara untuk berlaku adil dan tidak memihak pada suatu lapisan ekonomi tertentu, d) Fokusnya adalah bagaimana dapat
45

menurunkan/mengubah harga yang sesuai dengan kinerja, e) tidak ada akses terhadap teknologi dan modal dari negara maju/barat, f) perusahaan Inda mulai ukuran yang sangat kecil. Sebagai contoh perusahaan Shanta Biotech menghadapi permasalahan 340.000 orang meninggal karena hepatitis B di India setiap tahun sejak tahun 1991. Penyebabnya adalah biaya vaksin per dosis US$ 18. Varaprasad Reddy bersumpah untuk mengubah kondisi ini. Akhirnya Shantha Biotech berhasil menurunkan biaya sampai 40 sen per dosis dan membuatnya terjangkau bagi kaum miskin. Besaran alokasi dana dapat representasi perhatian dan prioritas dalam persaingan global.

Saat ini, investasi litbang Indonesia hanya berkisar 0.08 persen PDB, jauh dibawah negara-negara tetangga seperti: China 1.47 persen, Malaysia 0.6 persen dan Thailand 0.26 persen. Meskipun demikian, alokasi dana yang rendah untuk penelitian dan pengembangan mungkin bukan permasalahan inovasi tetapi apabila terakumulasi dapat menjadi penyebab umum permasalahan inovasi.

46

47

Kunci permasalahan kinerja inovasi di Indonesia 1. Alokasi dana Penelitian dan Pengembangan (R & D) sebagai % PDB masih rendah (0,05%). 2. Kurangnya insentif untuk berinovasi di samping tidak ada tradisi untuk melakukan inovasi. 3. Budaya paternalistik sehingga perlu Presiden untuk memimpin segalanya. 4. Kurangnya koordinasi dan kurangnya sinergi dalam hal kebijakan antar instansi terkait. 5. Permintaan untuk produk R & D tidak cocok dengan yang diproduksi oleh lembaga litbang (termasuk Perguruan Tinggi). 6. Ketergantungan tinggi industri nasional pada teknologi impor dan rendahnya kontribusi perusahaan swasta dalam investasi R & D Prasyarat Daya Saing (10 golden rules of competiteveness) 1. 2. 3.
48

Menciptakan lingkungan legislatif yang stabil dan terprediksi. Mengusahakan struktur ekonomi yang flexibel dan berdaya tahan tinggi. Investasi di infrastruktur dan juga teknologi.

4. 5. 6. 7. 8. 9.

Mempromosikan investasi lokal. Menciptakan daya tarik tinggi bagi investor asing dan aktif mengundang mereka. Fokus pada kualitas, kecepatan, dan transparansi dalam bidang administrasi dan pemerintahan. Menciptakan relasi seimbang antara upah, produktifitas, dan perpajakan. Memperkuat jaringan sosial dengan memperbanyak kelas menegah. Investasi yang memadai di bidang pendidikan, terutama di level SMA. kebudayaan tradisional dan norma hidup ideal yang dianut oleh masyarakat.

10. Menyeimbangkan penciptaan kemakmuran bagi rakyat tanpa melupakan (Kasyful Mahalli, dosen Universitas Sumatera Utara, Medan, 2013) 4.2 Hasil Analisis SWOT

4.3. Rekomendasi Isu-Isu Strategis 4.3.1. Isu-Isu Strategis dan Perumusan Goals 1. Belum dianggap pentingnya pengembangan inovasi oleh masyarakat. Ini terlihat dari alokasi dana untuk kegiatan inovasi masih rendah baik di lembaga litbang pemeritahan maupu di swasta. 2. Kurangnya insentif dalam pengembangan inovasi. Sistem paten kurang mendukung karena tidak memungkinkan pembagian royalti kepada penemunya. 3. Berkembangnya pendapat yang merugikan tentang pengembangan inovasi yang dianggap merupakan investasi yang mahal dan membutuhkan waktu yang lama untuk memberikan hasil akhirnya. 4. Resiko pengembangan inovasi lebih besar jika gagal dibandingkan dengan pembelian paten inovasi dari luar yang sudah berhasil. 5. Perlindungan negara terhadap temuan atau paten hasil inovasi tidak mudah dan mahal. Paten kurang memberikan kontribusi bagi inovasi industri dan menimbulkan beban biaya bagi institusi riset. 6. Banyak paten yang tidak bisa dikomersialkan berasal dari institusi pemerintah. 7. Oleh karena itu sistem paten belum mampu mendorong kreatifitas dan mendatangkan dampak ekonomi dari langkah komersialisasi. Sebuah produk yang dipatenkan sebaiknya bisa dikomersialkan karena ada beban biaya pemeliharaan.

49

4.3.2. Keterkaitan dengan isu-isu strategis sektoral 1. Sektor jasa dalam perekonomian nasional Tahun 20130, sektor jasa diproyeksikan menggantikan sektor pertanian dan industri. Jasa dipergunakan secara intensif dalam produksi barang dan jasa. Jasa infrastruktur seperti jasa keuangan/perbankan, telekomunikasi, transportasi dan logistik , dan jasa informasi teknologi(IT), memainkan peran yang penting bagi perdagangan dan ekonomi nasional.

Sumber: Proyeksi Yayasan Indonesia Forum, 2007 2. Sub bidang Pertanian Pengembangan inovasi bidang pertanian dalam jangka menengah dan panjang adalah berbasis pada kondisi potensi wilayah di Indonesia, seperti Sumetera yaitu komoditi padi, jagung,kelapa sawit, karet, kakao, tebu dan jeruk; Jawa yaitu komoditi padi, jagung, kedele kentang, karet, dan tebu; Sulawesi yaitu komoditi padi, kelapa dan kentang; Kalimantan yaitu komoditi padi, jagung, kedele dan ubi kayu; Maluku dan Papua yaitu komoditi jagung dan

50

sagu. ( Membangun Kemampuan Inovasi berbasis potensi wilayah. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian, tahun 2012). Sasaran progran pengembangan inovasi pertanian yaitu perlu dipenuhinya peta kesesuaian lahan pertanian dalam mengembangkan inovasi pertanian tersebut. Seperti temuan inovasi padi varietas impara yang bisa ditanam pada daerah rawan lebak dangkal/ tadah hujan dan daerah sawah rawan banjir, padi varietas inpari yang bisa ditanam sawah beririgasi, dan System of Rice Intensification (SRI) yang bisa ditanam disawah beririgasi dengan irit air (water efficiency), dengan sebagian besar menggunakan pupuk organik dan menggunakan hama penyakit terpadu dalam penanamannya. ( 300 Teknologi Inovasi Pertanian. Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian, tahun 2012). Infrastruktur pertanian merupakan kendala yang dihadapi dalam pengembangan inovasi pertanian. Transportasi belum effisien, pengembangan moda transportasi (udara, darat , dan laur) masih belum terintegrasi seperti halnya pengembangan armada kapal rakyat, persiapan infrastuktur, dorongan terhadap ketersediaan transportasi, pengembangan jaringan jalan dan pelabuhan yang mencakup sentra-sentra produksi. Sehingga inovasi pertanian masih belum berkembang. Kedepannya pengembangan dan peningkatan mutu inftastruktur pertanian harus dibenahi dahulu agar inovasi bidang pertanian bisa berkembang (Prof Taslim Arifin, Universita Hasanudin, Makasar, tahun 2013). 1. Bidang Infrastruktur Berbasis Daya Saing Nasional Ketersediaan enerji dalam jumlah dan harga yang terjangkau baik terhadap kalangan bisnis maupun masyarakat luas. Transportasi, pengembangan Moda Transportasi (udara, darat, dan laut) yang terintegrasi terdapat beberapa hal yang memerlukan perhatian: - Pengembangan armada kapal rakyat termasuk aspek kelembagaan, aspek manajerial, fianansial, asuransi, serta teknologi terkait (work-shop). - Pengembangan dan persiapan infrastruktur Transportasi. - Dorongan terhadap ketersediaan Transportasi Publik yang murah. - Pengembangan jaringan jalan dan pelabuhan yang mencakup sentra-sentra produksi. - Penyimpanan/Pergudangan dan Prosessing. - Pengembangan dan peningkatan mutu Infrastruktur pertanian. - Komunikasi 2. Bidang Pengembangan Wilayah Koridor ekonomi MP3EI: Sumatera : kelapa sawit, karet, batubara, besi-baja
51

Jawa: industri makanan-minman, tekstil, permesinan tranportasi, perkapalan, alustista, telematika Kalimantan : kelapa sawit, batubara, alumina/bauksit, migs, perkayuan, besi-baja Sulawesi: pertanian pangan, kakao, perikanan, nikel, migas Bali-NT: pariwisata, peternakan, perikanan Papua- Kep Maluku: food estate, tembaga, perternakan, migas, nikel 3. Penentu Keunggulan Suatu Negara

Faktor

Peranan (%)

Innovation & Creativity

45

Networking

25

Technology

20

Natural Resources

10

IV.3.3. Usulan Strategi Kebijakan Lintas Sektor/ Pengarusutamaan

52

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan Kebijakan Inovasi pada masa yang akan datang (abad 21) Untuk menghadapi era mendatang maka perlu disiapkan kebijakan Inovasi di berbagai tingkatan yaitu: 1. Pada tingkat nasional, para pembuat kebijakan harus dihadapkan dengan tantangan batas kemampuan tindakan mereka, inersia kelembagaan, skenario yang berulangulang dengan melakukan evaluasi yang tepat, penilaian kritis terhadap diri sendiri, dan pembuatan skema pelatihan baru, dan lain-lain. 2. Pada mesolevel: eksperimen sosial, "laboratorium hidup", pusat masa depan, dan lain-lain harus membuka jalur baru yang inovatif dalam melibatkan semua pelaku utama. 3. Pada tingkat individu: manajer, pengusaha, dan terutama pemuda harus secara luas menghadapi tantangan sosial dalam rangka meningkatkan secara besar-besaran jumlah inovator yang potensial. 4. Pada tingkat global: program inovasi global harus dibentuk untuk menangani isu-isu global dalam menemukan cara untuk melibatkan sektor bisnis, dan juga untuk memastikan mobilisasi yang tepat dari tingkat pemerintahan yang berbeda (lokal, nasional, regional) dengan menghargai tanggung jawab alamiah mereka.

53

(termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN) DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain

54

55

Draft Background Study

BAB III
LAPORAN TELAAHAN KELOMPOK BIDANG PEMBANGUNAN EKONOMI TIM ANALISA KEBIJAKAN

56

DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN I.1. I.2. I.3. I.4. II. Latar Belakang Tujuan Telaahan Ruang Lingkup Telaahan Keluaran Yang Diharapkan

TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Tinjauan Konseptual 2.2. Visi dan Misi RPJPN 2005 2025 2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019 2.4. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) 2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) 2.6. Kerangka Fikir Telaahan

III. IV.

METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN (Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT) PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan 4.2. Hasil Analisis SWOT 4.3. Rekomendasi Isu-Isu Strategis 4.3.1. 4.3.2. 4.3.3. Isu-Isu Strategis dan Perumusan Goals Keterkaitan dengan isu-isu strategis sektoral Usulan Strategi Kebijakan Lintas Sektor/ Pengarusutamaan

V.

PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan (termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN) DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain.

57

I. 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN

Komitmen Pemerintah Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat menuntut adanya perbaikan di segmen pelayanan publik, dimana APBN dan APBD memiliki andil yang tidak kecil dalam upaya tersebut. Penguatan fiskal dalam kerangka regulasi maupun investasi, kiranya dapat mengimbangi kebijakan moneter yang didorong perbankan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha. Dipahami bahwa setidaknya ada tiga elemen penggerak (driven) ekonomi, yaitu: (1) tabungan masyarakat, (2) belanja masyarakat, dan (3) investasi. Tabungan dan belanja masyarakat tidak secara langsung mendorong pertumbuhan ekonomi, sedangkan investasi memberi pengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi. Membangun eknomi yang berdaya saing tinggi seperti yang diagendakan Undangundang 17/ 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional 2005-2025, akan menjadi tema utama rencana kerja presiden terpilih masa bakti 2015-2019. Tantangannya adalah mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan berkualitas secara berkelanjutan, ditengah gejolak dan tekanan global. Indonesia ditantang untuk menghasilkan produk-produk unggulan yang bernilai tambah tinggi, berkualitas, dan berdaya saing global, yang lebih mengandalkan Iptek. Untuk itu, di era 2015-2019 tampaknya sektor Iptek perlu didayagunakan hingga ada kesamaan frekuensi (tune in) dari para pembuat kebijakan dengan masyarakat penggunanya, khususnya para pelaku usaha dalam menghasilkan produk-produk unggulan seperti yang tersebut di atas. Terkait dengan mandat UU 17/ 2007, untuk era (RPJMN) 2015-2019 pembangunan akan terfokus pada tiga aspek, yakni: manusia, alam (wilayah) dan pembangunan berkelanjutan. RPJMN kiranya dapat dipandang tidak hanya sebagai produk kebijakan yang bersifat reactive driven, melainkan juga sebagai produk kebijakan yang bersifat proaktif untuk dapat memenangkan kompetisi global. Investasi sebagai bagian dari intervensi langsung dalam membangun perekonomian, harus tetap dalam pengarahan pemerintah. Kebijakan ekonomi fokus pada bagaimana memperbaiki kapasitas SDM, kapasitas pelayanan publik (infrastruktur), dan kapasitas unit-unit usaha sehingga tahan dalam menghadapi berbagai krisis/ gejolak ekonomi. Hal ini menguatkan peran pemerintah dalam melakukan harmonisasi pembangunan melalui perangkat fiskalnya (APBN dan APBD) dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

58

Di sisi lain, pasar global akan terus memengaruhi perekonomian nasional, oleh karenanya penting diketahui posisi Indonesia secara tepat dan benar sehingga keunggulan komparatif Indonesia bisa menjadi keunggulan yang berdaya saing dan memiliki kekuatan sebagai pengendali pasar global. Setidaknya Indonesia memiliki global product mapping dan trend perkembangannya ke depan, yakni dengan mencermati resiko dan gap yang perlu ditangani, jaringan seperti apa yang cenderung terbentuk (dibentuk) dan produktifitas serta pola redistribusi produk seperti apa yang sebaiknya dibangun. Dari sini dapat dikembangkan intervensi pemerintah, baik dalam kerangka regulasi maupun investasi. Secara tegas dikemukakan dalam UU 17/ 2007 bahwa RPJM ke 3 (2015-2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat. Untuk itu, intervensi di bidang perekonomian diarahkan untuk dapat meningkatkan keterpaduan industri manufaktur dengan pertanian, kelautan dan sumberdaya lainnya secara berkelanjutan. Hal ini didukung oleh terpenuhinya ketersediaan infrastruktur melalui kerjasama pemerintah, dunia usaha, dan akademisi. Kerjasama tersebut diharapkan dapat menyelaraskan pembangunan pendidikan, iptek, industri, dan penataan kelembagaan ekonomi, sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi, produktifitas, penguasaan iptek oleh masyarakat dalam kegiatan perekonomian mereka. 1.2. Tujuan Telaahan Menyongsong era kepemimpinan negara yang baru yang akan menjalankan mandat pembangunan 2015-2019, pada saatnya Bappenas harus menyusun RPJM 2015-2019 berdasarkan visi dan misi dari presiden terpilih kelak. Pembangunan adalah proses perubahan yang memfasilitasi kepentingan masyarakat luas sebagai intervensi yang terstruktur, dalam hal mana perencanaan menjadi penting untuk dapat mengorkestrasi berbagai fokus pembangunan yang timbul dari beragamnya kepentingan masyarakat ke pencapaian tujuan pembangunan. Penyusun RPJMN 2015-2019 merupakan pekerjaan yang akan melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk presiden terpilih. RPJMN merupakan komitmen Presiden terpilih kepada masyarakat, yang menguraikan bagaimana visi dan misi yang dijanjikan dapat dilaksanakan oleh kabinet yang dipimpinnya beserta seluruh aparaturnya. Sesuai dengan tupoksinya, Bappenas diharuskan menyusun draft RPJMN dan memrosesnya hingga menjadi dokumen legal, untuk dapat digunakan sebagai acuan bagi pelaksanaan pembangunan lima tahun ke depan, khususnya untuk melaksanakan pencapaian
59

visi dan misi presiden terpilih. Ada 4 (empat) pendekatan dalam proses perencanaan yang harus dilalui Bappenas dalam menyusun RPJMN, yakni: (1) proses teknokratis, (2) proses politik, (3) proses partisipatif, dan (4) proses top-down dan bottom-up. Dalam perencanaan pembangunan itu sendiri ada 4 (empat) tahapan yang juga harus dilalui oleh Bappenas, yaitu: (1) penyusunan rencana, (2) penetapan rencana, (3) pengendalian pelaksanaan rencana, dan (4) evaluasi pelaksanaan rencana. Masing-masing tahapan akan memerlukan semacam petunjuk pelaksanaan dalam memfasilitasi empat pendekatan perencanaan tersebut di atas. TAK telah mengidentifikasi setidaknya ada 6 (enam) isu penting yang akan dihadapi negara dalam kurun 2015-2019, yakni: (1) bagaimana mendorong pembangunan ekonomi yang berdaya saing tinggi secara berkelanjutan, (2) bagaimana mencetak sumber daya manusia yang berkualitas, (3) bagaimana menciptakan kehidupan politik yang cerdas dan demokratis, (4) bagaimana membangun ruang hidup yang nyaman, (5) bagaimana mengembangkan sistem dan mekanisme pembangunan di setiap tahap perencanaan yang memfasilitias keempat pendekatan perencanaan, dan (6) bagaimana mendorong masyarakat sehingga menjadi masyarakat yang inovatif, kreatif, dan produktif. Tujuan telaahan bidang ekonomi adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai bagaimana pemerintah dapat mendorong pembangunan ekonomi yang berdaya saing tinggi secara berkelanjutan, sebagai bagian dari pendekatan teknokratis. Produk yang dihasilkan akan merupakan rencana teknokratis (dari sisi ekonomi) yang akan terus disempurnakan (diproses) hingga menjadi bagian dari dokumen RPJMN. 1.3. Ruang Lingkup Telaahan Sudut pandang pembangunan ekonomi akan bertumpu pada para pelaku kegiatan ekonomi, dimana untuk dapat berdaya saing pembangunan manusia sebagai human dan social capital harus dapat menjadi agenda publik, khususnya terkati dengan pendayagunaan bonus demografi yang kita miliki. Keahlian sumber daya manusia yang dibutuhkan dunia ke depan untuk memenangkan kompetisi global patut dipetakan, sejalan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai dan seharus dikuasai, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pendorong perekonomian secara berdaya saing dan berkelanjutan. Persoalannya, bagaimana agenda global atau kecenderungan dunia dapat memengaruhi perekonomian nasional, seperti halnya green economy dengan memperhatikan perubahan iklim? Bagaimana sektor industri disiapkan dalam rangka mendukung ketahanan nasional di bidang enerji, pangan, kesehatan, komunikasi, dan lingkungan? Seberapa penting inovasi, kreatifitas, kearifan lokal (leverage local culture), perlindungan lingkungan (environment
60

protection), dan peningkatan produktifitas diposisikan dalam pembangunan, khususnya terkait dengan penciptaan lapangan kerja? Bagaimana menguraikan pengamatan dan pandangan para pemangku kepentingan dari berbagai disiplin dan memrosesnya, sehingga ada kebijakan pembangunan perekonomian yang bisa disikapi bersama oleh seluruh unsur masyarakat? Pemerintahan selama ini bergerak di atas gelombang kepentingan dan sulit menentukan sikap yang dapat mengakomodir kepentingan yang tidak didukung mayoritas. Pekerjaan (telaahan) ini merupakan bagian dari background studies yang akan menghasilkan rencana teknokratik dari aspek perekonomian. Hingga saat ini, tema utama RPJMN 2015-2019 belum terumuskan, namun dari telaahan ini diharapkan dapat ditemukenali beberapa sub-tema yang dapat memfasilitasi/ mengakomodir sudut-sudut pandang dan fase pembangunan yang berbeda untuk suatu isu strategis pembangunan perekonomian nasional, termasuk alternatif mendekatkan sektor keuangan dan sektor riil yang digarap oleh ekonomi syariah. 1.4. Keluaran Yang Diharapkan Tertatanya kembali kebijakan-kebijakan pembangunan di bidang ekonomi dengan dipahaminya mana yang perlu dan penting disikapi terlebih dahulu dan mana yang kemudian (dalam kurun waktu lima tahun). Setidaknya melalui telaahan TAK diperoleh gambaran terkait instrumen pembangunan mana yang efektif (dan efisien), yang mana diterapkan secara top-down dan mana yang bottom-up. Alternatif-alternatif kebijakan yang efektif (dan efisien) tersebut terumuskan dengan tetap menjaga netralitas dan obyektifitas hasil telaahan. Sebagai kelengkapan, TAK menyusun laporan (rencana teknokratis) dan mengusulkan mekanisme pendesiminasiannya ke para pemangku kepentingan terkait (misal ke KPU).

61

II.

TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI

2.1. Tinjauan Konseptual 2.2. Visi dan Misi RPJPN 2005 2025 2.3. Tujuan RPJMN 2015-2019 2.4. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) 2.5. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) 2.6. Kerangka Pikir Telaahan

62

III.

METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN

Untuk menghasilkan suatu background paper beberapa kegiatan yang dapat diidentifikasi yang perlu dilakukan tim yang menangani bidang perekonomian diantaranya adalah: 1. 2. Melakukan studi literatur dan pengumpulan data serta informasi terkait perencanaan pembangunan bidang ekonomi yang berdaya saing dan berkelanjutan Melakukan kontak/ kerjasama dengan akademisi (universitas) untuk mengidentifikasi alternatif-alternatif kebijakan perencanaan pembangunan bidang ekonomi yang teruji secara akademis, guna pembahasan selanjutnya dalam forumforum diskusi 3. Menyelenggarakan forum-forum diskusi/ dialog bersama dengan stakeholders terkait/ lintas lembaga sebagai uji publik terhadap mengidentifikasi alternatifalternatif kebijakan yang dirumuskan, dan sebagai bagian dari pelaksanaan pendekatan partisipatif. (Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)

63

IV. 4.1

PEMBAHASAN

Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), secara tersirat

(implisit) telah mengakomodasi kepentingan pembangunan yang bersifat green ekonomi dengan dimasukannya perencanaan pembangunan berdasarkan tata ruang, menerapkan Amdal, dan melaksanakan KLHS (kajian lingkungan hidup strategis). Namun, hal tersebut masih sebatas persyaratan administrasi dan belum dipahami oleh seluruh stakeholders karena kurangnya sosialisasi. Pembangunan ekonomi kedepan, juga tetap perlu mempertimbangkan pertanian dalam rangka menjaga ketahanan/ kemandirian pangan daerah, dimana sangat perlu disiapkan peraturan/ perundangan terkait lahan abadi agar dapat dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan pertanian. Beberapa tantangan kedepan agar pembangunan ekonomi dapat membentuk daya saing yang tinggi diantaranya adalah: a) Pertumbuhan harus inklusif yaitu melalui perumusan: 1) kebijakan fiskal yang efisien; dimana pengeluaran yang besar untuk pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan dapat tetap dipertahankan setidaknya untuk lima tahun mendatang, sejalan dengan perluasan basis pajak dan perbaikan administrasi perpajakan; 2) kebijakan pembangunan daerah perbatasan, yakni dengan meningkatkan konektifitas regional, mengembangkan pertumbuhan daerah baru di daerah tertinggal, dan memperkuat akses ke sumber-sumber keuangan, serta perbaikan pelayanan publik; 3) kebijakan pertumbuhan yang ramah kepada tenaga kerja, yakni dengan memfasilitasi transformasi struktural, pengembangan usaha kecil dan menengah, menghapus distorsi pasar, dan mengeliminasi kantong-kantong pengangguran/ setengah pengangguran. b) Peningkatan daya saing perlu ditekankan pada: peningkatan kinerja ekonomi, efisiensi pemerintahan, efisiensi bisnis, dan pengembangan infrastruktur. Karena itu, hingga tahun 2030 perlu disiapkan kebijakan-kebijakan strategis transformasi struktural sektor pertanian kepada sektor-sektor jasa (keuangan, telekomunikasi, transportasi dan logistik, jasa informasi dan teknologi). Hal ini memerlukan dukungan kemampuan SDM dalam berinovasi baik di sektor produksi maupun di sektor Iptek. Keunggulan suatu negara ke depan akan didukung oleh peran inovasi dan kreativitas sebesar 45% sedangkan peran sumberdaya alam hanya sebesar 10%. Selebihnya

64

adalah peran networking dan teknologi masing-masing perlu dikembangkan hingga sebesar 20-25%. c) Daya saing di tingkat nasional kiranya dapat dibangun berdasarkan kepada kinerja produktif didukung oeh kemampuan ekonomi untuk merubah sektor riil agar dapat mencapai tingkat produktifitas tertinggi dalam menghasilkan output dengan nilai tambah maksimal dan diminati pasar. Sebagai gantinya, dapat dihasilkan (generate) masyarakat berpenghasilan tinggi dan peningkatkan standar kehidupan. Kesempatan kerja juga melebar dan semakin luas, dan kemampuan perekonomianpun meningkat, khususnya dalam memenuhi berbagai kewajiban internasional yang telah disepakati. Strategi perencanaan pembangunan akan merujuk pada sinerjitas tiga strategi pendekatan sektoral (berdasarkan potensi), spasial (pengembangan kawasan dan kluster dimana kecamatan sebagai basis), dan manusia (peningkatan kualitas SDM dan IPM). Paradigma yang mendasari ketiga strategi tersebut merujuk kepada pemahaman bersama terhadap munculnya kebangkitan daerah dalam arti tidak ada pembangunan nasional tanpa pembangunan daerah. Perubahan ekonomi yang tercipta kiranya merupakan hasil kebijakan Industrialisasi yang fokus kepada pengembangan pola/ kebijakan subsitusi impor, kebijakan melaksanakan promosi ekspor produk Indonesia, dan kebijakan spasial (land use) perlu diikuti dengan kebijakan distribusi lahan (land distribution). 4.2. Hasil Analisis 4.3. Rekomendasi Isu-Isu Strategis 4.3.1. 4.3.2. 4.3.3. Isu-Isu Strategis dan Perumusan Goals Keterkaitan dengan isu-isu strategis sektoral Usulan Strategi Kebijakan dan program lintasektor/Pengarusutamaan

65

V. 5.1. Kesimpulan

PENUTUP

5.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan (termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain

66

67

Draft Background Study

BAB IV
LAPORAN TELAAHAN KELOMPOK BIDANG PEMBANGUNAN WILAYAH DAN INFRASTRUKTUR TIM ANALISA KEBIJAKAN

68

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Telaahan 1.3. Ruang Lingkup Telaahan 1.4. Keluaran Yang Diharapkan

II.

TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Tinjauan Konseptual 2.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) 2.3. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) 2.4. Kerangka Fikir Telaahan

III. IV.

METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN (Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT) PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, Hasil Evaluasi Kebijakan, dan Analisa SWOT 4.2. Rekomendasi Isu-Isu Strategis 4.2.1. 4.2.2. 4.2.3. Isu-Isu Strategis Keterkaitan Dengan Isu-Isu Strategis Usulan Strategi & Arah Kebijakan

V.

PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi Tindak- Lanjut

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain.

69

I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN

Penyiapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2014-2019, dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2024, perlu disiapkan dengan matang untuk mengantisipasi permasalahan yang perlu dipecahkan pada saat ini dan ke depan, dalam rangka mencapai tujuan bernegara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Dalam rangka mencapai tujuan bernegara diperlukan penguatan peran negara untuk memantapkan tindakan perencanaan yang mampu menciptakan struktur dan dinamika politik, ekonomi, dan sosial, serta pemerintahan & kelembagaan yang mendukung. Dengan mempertimbangkan 4 (empat) prasyarat dasar, yakni: (1) proses pengelolaan politik dan peran pemerintah negara, yang demokratis, (2) proses pengelolaan ekonomi makro dan peran pasar, yang mampu menciptakan distribusi kemakmuran (wealth), (3) proses pengembangan ekonomi mikro (produksi) dan peran dunia swasta, yang mampu menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan, dan (4) proses peningkatan kemampuan masyarakat dan peran rumah tangga (masyarakat sipil), yang mampu menciptakan keswadayaan, kreatifitas, dan produktifitas masyarakat. Padahal proses transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan selalu terjadi di dalam ruang wilayah & kawasan, yang dapat dilihat sebagai lokasi dan sumberdaya yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjamin kelangsungan hidup dan mengembangkan kehidupan yang sejahtera. Interaksi kegiatan sosial-ekonomi dapat bersifat dalam wilayah dan antar wilayah, dalam konteks lokal, regional, dan global. Terdapat kecenderungan proses kebijakan yang dilaksanakan pemerintah kurang mempertimbangkan perspektif ruang (spatial perspective) yang mendampingi aspek pengembangan sumberdaya daya manusia & sosial, ekonomi, lingkungan, pengembangan inovasi, dan pemerintahan & kelembagaan, yang berakibat menimbulkan masalah ketidakmerataan antar wilayah. Pada dasarnya, perspektif ruang ini menjembatani masalah kebijakan ekonomi makro-mikro dan sektoral-daerah, yang sangat erat dampaknya dengan pemerataan kesejahteraan rakyat.

70

Dalam pada era reformasi ini, seharusnya demokratisasi dan desentralisasi dapat lebih merespon terhadap otonomi daerah yang dapat memperkuat pengembangan wilayah berdasarkan nilai-nilai kerjasama antar wilayah dan partisipasi masyarakat & swasta. Oleh karena itu, konsep dan nilai-nilai pengembangan wilayah memuat nilai-nilai dan prinsip kebijaksanaan tersebut akan sangat mempengaruhi pola pengembangan wilayah dan infrastruktur di berbagai daerah.

1.2. Tujuan Telaahan Dalam rangka pembangunan wilayah dan infrastuktur, perlu ditelaah apa yang menjadi permasalahan saat ini dan ke depan untuk merasionalkan tujuan dan sasaran rencana pembangunan jangka menengah 2014-2019, dalam rangka mewujutkan rencana pembangunan jangka panjang sampai 2025 dan seterusnya. Apa yang menjadi penyebab utama permasalahan kesenjangan antar wilayah yang sebenarnya? Apakah faktor urbanisasi (kehidupan), pengembangan kawasan, dan integrasi wilayah berpengaruh ? Apakah faktor politik-pemerintahan dan kelembagaan berpengaruh? Jadi, tujuan penelaahan ini adalah untuk menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat dilaksanakan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah itu, dan strategi apa yang paling mungkin untuk merubah kesenjangan antar wilayah yang tentunya mengikuti kondisi ekonomi dan politik-pemerintahan yang disepakati pada masa depan?

71

1.3

Ruang Lingkup Telaahan Dengan melihat permasalahan yang dihadapi, maka ruang lingkup telaahan kajian

bidang pembangunan wilayah dan infrastuktur ini akan mencakup seluruh wilayah Indonesia, yang dipengaruhi oleh fenomena perubahan stuktur demografis (SDM & sosial), ekonomi, lingkungan, disertai dengan perkembangan inovasi dan pemerintahan & kelembagaan. Seperti diketahui pembangunan diletakkan pada upaya untuk meningatkan kesejahteraan masyarakat, dimana faktor pembangunan ekonomi dan lingkungan merupakan faktor yang paling mempengaruhi kesejahteraan rakyat, ditambah dengan faktor perkembangan inovasi dan kepemerintahan & kelembagaan sebagai faktor penentunya. Dengan itu diharapkan mampu untuk menciptakan strategi dan arah kebijakan pembangunan ke depan, sesuai tujuan dan sasaran rencana pembangunan 2015-2019. 1.4. Keluaran Yang Diharapkan Keluaran yang diharapkan dari telaahan ini adalah pola pengembangan wilayah dan infrastuktur yang mampu memberikan pengaruh yang signifikan tehadap tingkat pemerataan kesejahteraan rakyat antar wilayah, termasuk mekanisme pelaksanaan RPJMN 2015-2019.

72

II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Tinjauan Konseptual Pada hakekatnya kebijakan pengembangan wilayah berkenaan dengan proses transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan fisik di dalam ruang wilayah dan kawasan, yang kenyataannya dapat dilihat dari dimensi: (i) kepadatan ekonomi ruang (density), (ii) jarak ruang (distance), dan (iii) pembagian fungsi ruang (division). Ketiga dimensi tersebut dapat menciptakan fenomena ketidakmerataan kesejahteraan rakyat antar wilayah, namun juga fenomena perkembangan inklusif yang menciptakan integrasi wilayah dan kemajuan masyarakat di suatu wilayah, yang dapat dianalisis dari fenomena: (i) agglomerasi, (ii) migrasi, dan (iii) spesialisasi. Dengan demikian, kebijakan pengembangan wilayah diperlukan untuk merespon pemecahan problematik yang dihadapi masyarakat sebagai dampak internal dan eksternal dari proses transformasi sosial, ekonomi, dan lingkungan di dalam ruang itu sendiri, pada dasarnya adalah melalui kebijakan: (i) urbanisasi (kehidupan), (ii) pengembangan kawasan, dan (iii) integrasi regional. Lokasi sangat berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat.

Urbanisasi Di wilayah yang sebagian besar merupakan daerah perdesaan, pemerintah harus memantapkan kelembagaan untuk meningkatkan urbanisasi (pengembangan

73

kehidupan). Kebijaksanaan pertanahan yang tepat merupakan hal yang penting untuk menyediakan pelayanan dasar kepada semua penduduk. Di wilayah yang pertumbuhan urbanisasi cepat, pemerintah harus meletakkan penyediaan infrastruktur, sebagai tambahan terhadap pemantapan kelembagaan, yang dapat memberikan keuntungan ekonomi ke daerah lain. Di wilayah yang pertumbuhan urbanisasi sangat tinggi, pemerintah harus lebih memantapkan intervensi tertarget kepada masalah kemiskinan (slum area), sebagai tambahan terhadap pengembangan kelembagaan dan penyediaan infrastuktur. Tetapi, intervensi ini tidak akan bekerja baik, kecuali adanya intervensi kebijaksanaan pertanahan, penyediaan pelayanan dasar, serta penyediaan infrastuktur (transportasi) yang efektif. Pengembangan Kawasan Di wilayah yang merupakan daerah tertinggal, pemerintah harus mengembangkan pelayanan dasar secara merata agar mobilitas masyarakat lebih baik, yang merupakan upaya mempercepat integrasi ekonomi antar wilayah. Di wilayah berkembang, tetapi masyarakatnya banyak yang miskin, pemerintah harus menyediakan infrastruktur transportasi ke daerah yang maju untuk memberikan akses pasar yang dinamis. Di wilayah yang maju, masalah pengembangan wilayah sangat kompleks, antara mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi (high urbanization economy and equitable manner), pemerintah perlu menyediakan insentif yang tepat untuk menyeimbangkan keduanya. Integrasi Regional Di wilayah yang jauh dari pasar dan densitas ekonomi kurang memadai, pemerintah perlu menyediakan 3 instrumen, yaitu: kelembagaan sosial-ekonomi, infrastruktur wilayah, dan insentif ekonomi sebagai persyaratan untuk memantapkan ekonomi lokal yang mampu menyediakan akses pasar yang dinamis. Di wilayah yang dekat dengan pasar dan densitas ekonomi tinggi, pemerintah perlu menjaga efektifitas integrasi regional dan memantapkan perluasan pasar domestik, sekaligus mendorong keterkaitan dengan pasar global.

74

2.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2024 menetapkan isu kebijakan penataan kembali NKRI sebagai skala prioritas nasional dan strategi pembangunan pada RPJMN 2005-2009 dan RPJMN 2010-2014, sebagai landasan pembangunan yang dilaksanakan pada tahap selanjutnya untuk mewujudkan kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Pada RPJMN 2005-2009, strategi: menata kembali NKRI untuk membangun Indonesia yang aman & damai, yang adil & demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Pada RPJMN 2010-2014, strategi: memantapkan penataan kembali NKRI dengan menekankan pada upaya untuk meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan ilmu pengetahuan & teknologi, serta penguatan daya saing ekonomi. Dalam RPJMN 2010-2014, upaya memantapkan penataan kembali NKRI (strategi) dilakukan dengan menetapkan 5 (lima) agenda utama (kebijakan): (1) pembangunan ekonomi & peningkatan kesejahteraan rakyat, (2) perbaikan tata kelola pemerintahan, (3) penegakkan pilar demokrasi, (4) penegakkan hukum & pemberantasan korupsi, dan (5) pembangunan yang inklusif & berkeadilan. Berdasarkan pada ke -5 agenda utama tersebut, sebagian besar sumberdaya negara dan kebijakan publik akan diarahkan untuk menjamin implementasi 11 prioritas nasional, yaitu: (1) reformasi birokrasi & tata kelola pemerintahan, (2) pendidikan, (4) kesehatan, (5) penanggulangan kemiskinan, (6) infrastruktur, (7) iklim investasi dan usaha, (8) energi, (9) lingkungan hidup dan bencana, (10) daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik, serta (11) kebudayaan, kreatifitas, dan inovasi teknologi. Dalam Mengacu pada Rencana Tata Ruang Nasional (dimensi perencanaan pembangunan jangka panjang), pada periode 2010-2014 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) telah disusun suatu rencana Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Besar. Dalam RPJMN 2010-2014, perencanaan pengembangan wilayah pulau-pulau besar tersebut ditujukan untuk mendukung sasaran nasional, dengan strategi pengembangan wilayah sebagai berikut: (1) mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa Bali dan Sumatera, (2) meningkatkan keterkaitan antar wilayah melalui peningkatan perdagangan antar pulau untuk mendukung perekonomian domestik, (3) meningkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap daerah, (4) mendorong percepatan
75

pembangunan daerah tertinggal, kawasan stategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana, dan (5) mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan. 2.3 Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan Kesejahteraan rakyat meningkat, terutama kelompok menengah, tetapi masih terjadi kesenjangan sosial-ekonomi antar golongan masyarakat dan antar wilayah, akibat kurangnya pemerataan pelayanan pendidikan, kesehatan, jaminan sosial, dan perumahan (pelayanan sosial dasar). Perbedaan kualitas lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan merupakan akibat kenjangan kemampuan antar individu antar wilayah (Jawa dan luar Jawa), dan antara penduduk perkotaan dan perdesaan. Oleh karena itu penyadiaan pelayanan dasar bagi masyarakat perlu dilakukan oleh pemerintah ke semua wilayah secara merata. Kuantitas penduduk terus meningkat, tetapi kualitas penduduk kurang memadai, disertai dengan pengangguran, kemiskinan, dan ketidakberdayaan masyarakat, disebabkan oleh kualitas pertumbuhan ekonomi kurang terkendali atau kurang berkualitas. Meskipun pada saat ini tingkat pertumbuhan cukup memadai, yang diakibatkan oleh masalah pengelolaan investasi, kebijakan fiskal, penyediaan infrastuktur & energi, dan pengelolaan sumberdaya alam. Secara khusus, yang mempengaruhi pengembangan wilayah adalah tidak adanya pemerataan investasi dan infrastuktur untuk membantu pembentukan nilai tambah dan kesempatan kerja, terutama disektor pertanian. Hal ini menimbulkan ketimpangan pembangunan antar wilayah dan tekanan pengembangan kesempatan kerja di perkotaan. Peningkatan pemerataan daya saing memerlukan perspektif pengembangan antar wilayah terkait dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat, penguatan kemitraan dalam rangka investasi pemerintah, dunia swasta, dan masyarakat, termasuk penguatan produksi, pasar domestik, dan ekspor, serta penguatan jasa keuangan. Dengan demikian, pengembangan yang terintegrasi dan terstuktur antar industri (pertanian, manufaktur, dan pertambangan & energi) di suatu wilayah dan antar wilayah (antar pulau) sangat penting, yang didukung oleh pengembangan infrastuktur dan logistik & perdagangan. Masalah pokok penanganan lingkungan yang mempengaruhi pengembangan wilayah adalah menurunya degradasi lingungan akiabat kemiskinan, keperdulian, dan mal praktek dalam pengeloaan lingkungan. Hal tersebut disebababkan lemahnya dalam penegakan norma,
76

aturan, dan regulasi dalam pengelolaan wilayah, termasuk pengeloalaan ruang dan pertanahan. Meskipun aspek inovasi cukup mempengaruhi keberhasilan dalam bidang ekonomi dengan berkembangnya sektor sekunder dan tersier, tetapi belum mampu menyentuh sektor primer (pertanian) yang mampu menyerap tenaga kerja dan kegiatan ekonomi masyarakat yang luas. Kurangnya jaminan rasa aman, rasa damai, dan rasa adil & sejahtera, akibat dari ketidakefektifan pengelolaan sistem pemerintahan dan birokrasi, serta penanganan ketertiban dan keamanan, disatu sisi kesremawutan sistem hukum dan keadilan hukum, termasuk hambatan pelaksanaan penghapusan tindakan korupsi. Proses demokratisasi meningkat, tetapi praktek demokrasi politik diwarnai oleh kesemrawutan peran partai politik & perilaku elit partai politik bias kekuasaan. Proses desentralisasi dan otonomi daerah menguat, tetapi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh aparat daerah. Khusus dalam pelaksanaan pembangunan wilayah dan infrastuktur, terdapat kegagalan dalam mengelola pemanfaatan ruang, pertanahan, sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, yang tidak mengarah ke pemerataan kesejahteraan rakyat & pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukan dengan adanya masalah kesenjangan perkembangan antar wilayah & antara desa-kota, keterbatasan pelayanan infrastruktur antar wilayah dan kawasan, serta ketidakteraturan perkembangan lingkungan kawasan permukiman perkotaan & perdesaan. Masalah efektifitas mekanisme pemerintahan dan kelembagaan tentu akan berpengaruh terhadap pola pengembangan wilayah dan infrastruktur yang ada, oleh karena itu perbaikan dan penjempurnaan pemerintahan dan kelembagaan kan sangat penting untuk mengarahkan pola pengembangan wilayah dan infrasruktur yang kita inginkan.

77

III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN 3.1 Studi Literatur Soegijanto Soegijoko (1982) mengatakan bahwa perkembangan suatu wilayah dapat dilihat dari (i) tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah (urbanisasi), (ii) intensitas hubungan ekonomi antar wilayah, (iii) perkembangan sistem kota-kota antar wilayah, dan (iiv) ketersediaan pelayanan infrastruktur antar wilayah dan kawasan. Disamping itu, tingkat kekotaan suatu wilayah (urbanization level) tergantung dari (i) proporsi penduduk perkotaan dan perdesaan, (ii) proporsi kegiatan sektor primer terhadap sektor sekunder dan tersier, (ii) intensitas kegiatan ekonomi antar wilayah, (iii) tingkat ketersediaan jaringan transportasi antar wilayah, dan (iv) tingkat pelayanan prasarana dan sarana perkotaan. Dijelaskan bahwa wilayah yang maju pada umumnya memiliki komposisi dan hirarki kota-kota yang lengkap, dengan tingkat pelayanan infrastruktur yang maju, terdiri dari kota metro, besar, sedang, dan kecil, serta dengan kawasan perdesaan yang maju. Sedangkan wilayah yang kurang maju atau tertinggal memiliki komposisi dan hirarki kota-kota yang terbatas, hanya terdiri kota sedang dan kecil, serta kawasan perdesaan yang kurang maju. Menurut Emil Salim (1985) bahwa proses transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan di dalam ruang yang berlangsung secara akumulatif dari waktu ke waktu, baik direncanakan atau tidak, yang menghasilkan suatu tingkat kemajuan atau perkembangan suatu daerah. Secara normatif, pemerintah harus dapat mengarahkan proses transformasi tersebut secara terintegrasi agar dapat menciptakan peningkatan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, keselarasan pemanfaatan ruang dan lingkungan hidup, keseimbangan perkembangan antar wilayah, dan keserasian struktur dan fungsi kawasan permukiman. Dilihat dari mekanisme pasar, bahwa proses perkembangan wilayah dapat dilihat dari (i) adanya agregat kegiatan ekonomi lokal yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi nasional atau pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah yang menjalar ke tempat lain, dan (ii) pola ruang kegiatan ekonomi yang menyumbang pertumbuhan ekonomi nasional yang dipengaruhi oleh insentif ekonomis, dis-ekonomis eksternal, propensitas melakukan inovasi dan investasi, serta variabel biaya angkutan orang dan produk. Besarnya pengaruh pola ruang kegiatan ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah tergantung dari bekerjanya mekanisme pasar yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, transportasi, dan komunikasi.

78

Disisi lain, bahwa keluarga (household) dan perusahaan (corporation) dapat berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penciptaan distribusi pendapatan di suatu daerah, jika memiliki mereka kapasitas dan peluang kesempatan (propensity) untuk mendapatkan akses ke masukan sumberdaya produksi. Dengan adanya masukan sumberdaya produksi tersebut, keluarga dan perusahaan dapat melakukan proses akumulasi kapital yang didapat dari sklus investasi, produksi, pendapatan, konsumsi, menabung, dan reinvestasi secara membumbung (cyclonic) (Todaro, 1994). Dilihat dari tahapan proses perkembangan wilayah, terdapat suatu fenomena berkembangnya suatu wilayah yang diawali dari tahapan polarisasi, dispersi, dan dekonsentrasi. Pada tahapan polarisasi terjadi kondisi dikotomis antara daerah maju dan daerah tertinggal, dimana kapital dari luar negeri masuk ke daerah maju, migrasi penduduk dari daerah tertinggal ke daerah maju, daerah tertinggal menjadi pasar produk sebagai akibat ketiadaan aliran investasi dan tenaga kerja, sumberdaya lahan tidak terolah jadi, daerah tertinggal hanya memproduksi produk primer, dan sumberdaya alam keluar dari daerah tertinggal tanpa terolah ke daerah maju (backwash effect). Disamping itu, untuk menghasilkan produk tertentu yang dapat meningkatkan ekonomi lokal. Pada tahapan dispersi, sebagai akibat dari tekanan politik, melalui mekanisme politik atau kebijakan pemihakan, terjadi proses penyebaran kegiatan ekonomi dari daerah maju ke daerah transisi. Kondisi dispersi terlhat dari adanya aliran investasi dan tenaga kerja trampil yang mendorong perkembangan ekonomi lokal dan pembukaan lahan pertanian atau perkebunan, serta mengakibatkan perkembangan pusat-pusat pertumbuhan pelayanan perdesaan. Selanjutnya, melalui proses akumulasi perkembangan di daerah transisi, terjadi proses transmisi perkembangan berlanjut ke daerah tertinggal, yang disebut dengan tahapan dekonsentrasi, yang ditunjukkan dengan meningkatnya lairan investasi, pemanfaatan lahan, pengembangan ekonomi lokal, pertambahan penduduk, dan selanjutnya mendorong bekerjanya mekanisme pasar secara lebih efektif untuk menggerakkan kegiatan produksi di daerah tertinggal (lihat gambar dibawah ini).

79

Lepas dari bekerjanya mekanisme pasar, pada kondisi tertentu pihak pemerintah dan masyarakat melakukan trade-off terhadap dampak eksternalitas yang menimbulkan kerawanan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat di suatu wilayah.
80

Pada dasarnya pemerintah bertanggungjawab melakukan tindakan pengaturan dan pengelolaan penyediaan pelayanan publik, melalui mekanisme politik, merespon kebutuhan dan aspirasi masyarakat, maupun mengatasi kegagalan mekanisme pasar agar dapat bekerja lebih sempurna menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan, dengan menggunakan instrumen anggaran, regulasi, dan investasi. Sementara itu, masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan sosial bertindak secara individual dan kolektif untuk merespon mekanisme pasar dan mekanisme politik. Pada saat terjadi kegagalan mekanisme pasar dan mekanisme politik yang menimbulkan ketidakseimbangan kehidupan sosial masyarakat, maka mekanisme keswadayaan masyarakat tampil sebagai penyelamat terakhir (the last resort to save). Kesemuanya itu menunjukkan bahwa perkembangan wilayah merupakan suatu proses transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan fisik di dalam ruang wilayah dan kawasan sebagai resultante dari bekerjanya mekanisme pasar, mekanisme politik, dan mekanisme keswadayaan masyarakat. Namun demikian, apapun yang mempengaruhi proses perkembangan wilayah, pada hakekatnya individu manusia dan keluarganya itu sendiri yang melakukan pengambilan keputusan untuk bertempat tinggal, melangsungkan kehidupannya, dan melakukan proses kegiatan sosial-ekonomi sesuai dengan rasionalitasnya. Permasalahannya adalah bagaimana kebijakan publik mampu memberikan pilihan peluang dan kesempatan bagi individu manusia dan keluarganya untuk bertempat tinggal di dalam wilayah dan kawasan permukiman yang memiliki sumberdaya yang mendukung berkembangnya kehidupannya yang bermartabat dan sejahtera. Jadi, lokasi mempengaruhi tingkat kesejahteraan rakyat. 3.2 Focus Group Discussion Proses peningkatan kesejahteraan masyarakat tergantung dari kemampuan masyarakat, yang sangat dipengaruhi oleh keberadaan sumberdaya negara dalam arti politik, ekonomi, dan sosial-budaya, yang terdiri dari bagaimana masyarakat memperoleh akses kebijakan publik dan regulasi, pelayanan publik dan sosial dasar, ilmu pengetahuan dan teknologi, kapital-produksi-kesempatan kerja, pemanfaatan sumberdaya alam dan lahan, keadilan dan keamanan, dll-nya. Sebagai prasyarat yang memungkinkan masyarakat memperoleh sumberdaya tersebut adalah adanya sistem politik negara, sistem ekonomi negara, dan sistem sosial-budaya. Namun, hal itu tergantung dari sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang dijalankan berdasarkan demokrasi politik, demokrasi ekonomi, dan kedaulatan rakyat secara benar.
81

Artinya, hak warga negara dapat dipenuhi oleh negara atau tidak, sehingga kondisi kualitas manusia dan inovasi, kreatifitas dan produktifitas, pendapatan dan daya beli, serta akumulasi kapital dan kemakmuran dapat terpenuhi atau tidak.

Dengan demikian, mekanisme politik, ekonomi, dan sosial dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat yang ditunjukkan dari tingkat pencapaiannya terhadap kemakmuran masyarakatnya (kesejahteraan rakyat antar wilayah). 3.3 Evaluasi Kebijakan Proses pembangunan kurang mampu mengarahkan proses transformasi sosial-ekonomi dan lingkungan secara terpadu diberbagai tempat secara merata antar wilayah, dengan indikasi: 1. Meskipun pengelolaan perekonomian mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi kurang mampu mengurangi tingkat kesenjangan pendapatan antar golongan masyarakat, antara masyarakat kota dan desa, dan tingkat kesenjangan ekonomi antar wilayah, sebagai akibat kemampuan masyarakat yang berbeda antar wilayah. 2. Pemanfaatan ruang dan penggunaan tanah kurang mampu mendukung kehidupan sosialekonomi masyarakat banyak dan kurang mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

82

3. Pengelolaan pemanfaatan potensi sumberdaya alam antar wilayah kurang mampu menciptakan keseimbangan perkembangan antar wilayah dan kelestarian lingkungan hidup. 4. Penyediaan pelayanan infrastuktur kurang mampu mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, dan perkembangan wilayah dan kawasan. 5. Pola perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan kurang teratur dan fungsional. 6. Pola kepemerintahan dan kelembagaan di daerah kurang mampu mendukung dinamika perkembangan wilayah, sebagai akibat sistem politik yang berkembang pada saat ini.

83

IV. PEMBAHASAN 4.1. Isu-Isu Strategis Permasalahan pokok yang dihadapi dalam bidang pengembangan wilayah adalah kesenjangan kesejahteraan rakyat antar wilayah, yang disebabkan dimensi: (i) kepadatan ekonomi ruang (density), (ii) jarak ruang (distance), dan (iii) pembagian fungsi ruang (division). Untuk menciptakan pemerataan pertumbuhan ekonomi diperlukan upaya nyata melalui kebijaksanan urbanisasi, pengembangan kawasan, dan integrasi wilayah. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengarahkan pemerataan kegiatan investasi, penyediaan infrastuktur, dan kelembagaan yang menciptakan ruang bagi masyarakat dalam kegiatan produksi dan kesempatan kerja (place, folk, work). Untuk itu diperlukan kebijakan penguatan kelembagaan pemerintahan, kerjasama kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam rangka kegiatan investasi, pengelolaan potensi wilayah, penataan ruang & pertanahan, dan pengembangan kawasan permukiman (perkotaan dan perdesaan). Disamping itu diperlukan pula menerapkan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah sebagai mekanisme pelaksanaan kebijakan pengembangan wilayah (transformasi ekonomi-sosial-fisik di dalam ruang wilayah dan kawasan). Dalam kebijakan spatial, yakni penerapan pengembangan wilayah dapat dilakukan secara berjenjang (nasional, per-pulau besar, per-wilayah propinsi, per-kota/kabupaten, dengan memperhatikan karakteristik masyarakat lokal, potensi sumberdaya wilayah, dan integrasi antar wilayah. Di tingkat Nasional penerapan pengembangan wilayah dilakukan melalui penentuan strategi pengembangan wilayah yang meliputi: distribusi penduduk, struktur ekonomi, sistem kota-kota dan kota-desa, sistem infrastruktur antar dan dalam pulau, kawasan lindung dan hutan, kawasan budidaya pertanian, perkebunan, kelautan & perikanan, pertambangan, dsbnya, dan kawasan strategis nasional. Tingkat Propinsi penerapan pengembangan wilayah dilakukan melalui penentuan kebijaksanaan pembangunan wilayah, meliputi distribusi penduduk, stuktur ekonomi wilayah, fungsi kawasan perkotaan, jaringan infrastuktur wilayah, dan pusat kawasan perdesaan (non budidaya, budidaya pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan & perikanan, pertambangan, dsb-nya).

84

Tingkat Kota dan Kabupaten penerapan pengembangan wilayah dilakukan melalui penentuan kebijaksanaan pelaksanaan pembangunan, yang meliputi distribusi penduduk, stuktur ekonomi, fungsi kawasan kota dan perdesaan, termasuk kegiatan produksi, kawasan hunian, dan infrastuktur. Dalam hal tertentu, dapat ditentukan cakupan pengembangan wilayah yang meliputi 2 atau lebih propinsi maupun 2 atau lebih kota/kabupaten berdasarkan tingkat kepentingan dari pengembangan wilayah yang ada. 4.2 Usulan Strategi Pembangunan Wilayah & Infrastuktur Berdasarkan karakteristik perkembangan wilayah di Indonesia, dalam jangka panjang diperlukan tindakan publik yang bertujuan untuk: mendukung terwujutnya Indonesia yang berdaya saing, merata, asri dan lestari, dan sebagai negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dengan menekankan keunggulan SDA dan SDA yang berkualitas, serta kemampuan iptek. Perencanaan pembangunan wilayah mengarahkan proses transformasi ekonomi, sosial, dan lingkungan ke dalam ruang wilayah dan kawasan (transformasi ruang) yang dipengaruhi oleh sistem pemerintahan dan kelembagaan. Artinya strategi pembangunan seharusnya dapat mempengaruhi tatanan sosial, ekonomi, dan lingkungan, serta kapasitas pemerintahan dan kemampuan masyarakat dalam merekayasa pengembangan wilayah, termasuk kemampuan inovasi. Kapasitas pemerintahan dan kemampuan masyarakat ini adalah kekuatan sosial-politik untuk mendorong pemerataan ekonomi & kesejahteraan rakyat, kelestarian pemanfataan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, keseimbangan perkembangan antar wilayah, keserasian perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, melalui kegiatan penataan ruang & pertanahan dan didukung oleh pengembangan wilayah & infrastuktur. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan daya tampung lingkungan dalam pengalokasian dan pemanfaatan sumberdaya manusia, pengetahuan & teknologi, sumber daya alam & lingkungan hidup, serta sumber daya manajemen, kelembagaan, dan pendanaan.

85

Pemerataan kesejahteraan rakyat antar wilayah dapat dicapai melalu kebijakan yang pengembangan wilayah dan infrastuktur yang bertujuan untuk memanfaatkan ruang wilayah dann kawasan (spatial), sebagai wadah dan sumberdaya, yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat. Dalam hubungan ini kegiatan penataan ruang meliputi: perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan permukiman, termasuk kegiatan penataan pertanahan sebagai bagian yang sangat esensial. Sasaran pengembangan wilayah: meratanya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, lestarinya LH dan pemanfaaatan SDA, seimbangnya perkembangan antar wilayah, serta serasinya perkembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan (proses transformasi sosial, ekonomi, dan lingkungan ke dalam ruang wilayah dan kawasan). Untuk itu kebijakan pengembangan wilayah dalam jangka menengah adalah: Pertama, pemerataan pertumbuhan ekonomi antar wilayah, yang dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan: (i) peningkatan penyebaran kegiatan investasi (urbanisasi), (ii) peningkatan pengembangan kawasan, dan (iii) penguatan keterkaitan antar wilayah; Kedua, penyelarasan pemanfaatan ruang, pengelolaan pertanahan, dan pelestarian lingkungan hidup, yang dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan: (i) peningkatan kapasitas pengaturan & pengelolaan tata ruang dan pertanahan, (ii) peningkatan kapasitas pengaturan daya dukung dan daya tampung lingkungan, (iii) peningkatan kapasitas pengaturan dan pengelolaan sumberdaya alam, dan (iv) peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan;
86

Ketiga, optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah, yang dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan: (i) peningkatan kegiatan inventarisasi potensi sumberdaya alam dan rencana pemanfaatannya, (ii) pengembangan paket investasi dalam pemanfaatan potensi wilayah, (iii) pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah, (iv) pengembangan kawasan produksi berbasis pertanian, kelautan, dan pertambangan (agriculture, marine, and mining based industry), (v) peningkatan penyiapan lahan siap bangun untuk mendukung pembangunan kawasan permukiman, pembangunan jaringan infrastruktur, dan pengembangan kawasan produksi perdesaan, dan (vi) pengembangan kelembagaan pengelolaan pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah. Keempat, penyeimbangan perkembangan antar wilayah, yang dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan: (i) peningkatan kemampuan masyarakat dan kemandirian daerah di daerah tertinggal, (ii) optimalisasi pemanfaatan potensi wilayah di daerah tertinggal, (iii) integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan maju, dan (iv) peningkatan penanganan daerah yang terpencil, terluar, terdepan (perbatasan), serta daerah pasca konflik dan bencana; Kelima, penyerasian perkembangan kawasan permukiman (perkotaan dan perdesaan), yang dilakukan melalui kebijakan: (i) pengembangan kehidupan ekonomi dan sosial-budaya, (ii) penataan ruang, penataan lahan, dan penataan bangunan & lingkungan kawasan, (iii) penyediaan infrastruktur kawasan perkotaan, (iv) peningkatan penyediaan pelayanan sosial dasar, pelayanan utilitas, dan pengembangan kawasan perumahan, (v) pengelolaan kawasan kota-kota metro dan besar, dan (vi) pengelolaan kawasan kota kecil-sedang dan pengembangan kawasan perdesaan secara terpadu. Dalam rangka penerapan kebijaksanaan pengembangan wilayah dan infrastuktur per pulau besar, maka beberapa kebijakan sebagai berikut: Dalam RPJMN 2015-2019, perencanaan pengembangan wilayah pulau-pulau besar tersebut ditujukan untuk mendukung sasaran nasional, dengan lebih menekankan strategi pengembangan wilayah sebagai berikut: (1) terus mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di wilayah Jawa Bali dan Sumatera, (2) terus ditingkatkan keterkaitan antar wilayah melalui peningkatan perdagangan antar pulau untuk mendukung perekonomian domestik, (3) terus ditingkatkan daya saing daerah melalui pengembangan sektor-sektor unggulan di tiap daerah, (4) terus mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan stategis dan cepat tumbuh, kawasan perbatasan, kawasan terdepan, kawasan terluar, dan daerah rawan bencana, dan (5) terus mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.

87

Sumatera. Jawa-Bali. Kalimantan. Sulawesi. NTT-NTB. Kepulauan Maluku. Papua Untuk dapat melaksanakan kebijakan pengembangan wilayah dan infrastuktur tersebut diatas, diperlukan adanya pengaturan kelembagaan pelaksanaan kebijakan pengembangan wilayah yang meliputi: pengaturan kewenangan dalam perumusan kebijakan dan penyusunan rencana tata ruang daerah, rencana pengembangan wilayah atau investasi daerah, dan rencana pembangunan daerah; penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga/dan pemerintah daerah, serta rencana pengerahan sumber pembiayaan APBN/APBD dan investasi swasta; pengaturan pembagian tugas dan alokasi dana dalam pelaksanaan kegiatan: ruang, pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan pertanahan, penataan

pengembangan ekonomi lokal, pengelolaan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, penataan bangunan dan lingkungan kawasan, penyediaan pelayanan sosial dasar, pelayanan utilitas, penyediaan pelayanan perumahan, penyediaan jaringan infrastruktur antar wilayah, dll-nya; pengaturan mekanisme perencanaan pengembangan wilayah yang dapat dilakukan oleh: pemerintah pusat, dalam penyusunan rencana pengembangan wilayah nasional, yang meliputi: (1) rencana tata ruang wilayah nasional, (2) rencana pembangunan nasional, (3) rencana pengembangan wilayah dan infrastuktur (investasi), dan (4) rencana alokasi bantuan sektoral dan investasi berbasis pada pengembangan wilayah; pemerintah provinsi, dalam penyusunan rencana pengembangan wilayah propinsi, yang meliputi: (1) rencana tata ruang wilayah propinsi; (2) rencana pembangunan daerah provinsi, serta (3) rencana investasi daerah berbasis pada pengembangan wilayah potensial; pemerintah kabupaten/kota, dalam penyusunan rencana pengembangan wilayah kabupaten dan kawasan kota, yang meliputi: (1) rencana tata ruang wilayah kabupaten dan kawasan kota; (2)
88

rencana pembangunan daerah kabupaten/kota, serta (3) rencana investasi daerah berbasis pada pengembangan kawasan; pengaturan mekanisme pelaksanaan kebijakan pengembangan wilayah sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi pemerintah di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang dilakukan melalui: (1) pembuatan instrumen pelaksanaan kebijakan (penetapan skema program, penetapan sasaran kelompok pemanfaat skema program, perencanaan dan penganggaran pelaksanaan skema program, penerapan mekanisme pelaksanaan skema program), (2) penyiapan kapasitas pelaku berkepentingan dalam pelaksanaan skema program, (3) penyiapan organisasi dan manajemen pelaksanaan skema program, (4) proses pengendalian pelaksanaan skema program, serta (5) pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan skema program.

89

90

Draft Background Study

BAB V
LAPORAN TELAAHAN KELOMPOK BIDANG PEMBANGUNAN LINGKUNGAN TIM ANALISA KEBIJAKAN

91

DAFTAR ISI

I.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Telaahan 1.3. Ruang Lingkup dan Metodologi 1.4. Keluaran Yang Diharapkan

II.

TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Strategi dan Arah Kebijakan RPJP dan RPJMN 2015 2019 2.2. Konsep Pembangunan Lingkungan 2.3. Urgensi Permasalahan Lingkungan

III.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 3.1. Rekomendasi Strategi dan Arah kebijakan 3.2. Penutup

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain.

92

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan merupakan visi pembangunan Indonesia dalam jangka panjang yang diupayakan dalam setiap tahapan pembangunan lima tahunan. Pembangunan berkelanjutan adalah konsep pembangunan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sumber daya untuk memenuhi kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan pemenuhan kebutuhan generasi yang akan datang. Pembangunan yang berkelanjutan dilakukan dengan memadukan dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan semakin mendesak untuk secara konkrit dilaksanakan dalam berbagai kebijakan dan program pembangunan baik nasional maupun sub-nasional. Laju perubahan iklim dan degradasi lingkungan telah berada dalam tingkat yang urgen dan memburuk dan menjadi ancaman keberlangsungan peradaban umat manusia. Hanya dengan mobilisasi langkah-langkah sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berkelanjutan secara bersama-sama kita dapat mencapai visi pembangunan bangsa untuk dapat mencapai tingkat kehidupan masyarakat sejahtera, adil, dan makmur yang berkelanjutan. Tiga dimensi dalam pembangunan lingkungan yang berkelanjutan adalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Dimensi ekonomi yang berkelanjutan adalah perekonomian yang berkembang dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan baik dari aspek sumber daya pendukung produksi (finansial dan sumber daya alam) maupun aspek kelembagaan ekonominya (good corporate governances). Aspek sosial yang berkelanjutan adalah pembangunan yang berkeadilan dengan didukung oleh kapasitas kelembagaan yang transparan dan akuntabel serta mengikuti prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik termasuk didalamnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Dimensi pembangunan lingkungan yang berkelanjutan adalah terjaminnya kualitas ekosistem dan lingkungan sebagai pendukung pembangunan dan kesejahteraan perikehidupan masyarakat yang berkelanjutan dalam periode panjang generasi selanjutnya. Ketiga dimensi tersebut berkaitan satu sama lain. Kehidupan sosial dan ekonomi yang ramah lingkungan akan menjamin fungsi yang berkelanjutan dari ekosistem sebagai pendukung aktivitas untuk pertumbuhan ekonomi. Demikian juga ekosistem dan lingkungan yang harmonis akan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan menarik pertumbuhan investasi dan kegiatan ekonomi yang juga semakin kuat. Pada gilirannya,
93

pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberikan dampak positif dan dapat mendukung upaya konservasi dan perbaikan kualitas lingkungan dan pembangunan kesejahteraan sosial yang semakin tinggi. Sumber daya alam dan lingkungan bukanlah tak terbatas baik dari segi kuantitatif dan kualitatif. Sehingga, merupakan kewajiban semua komponen bangsa untuk dapat mengelolanya dengan baik bagi kesejahteraan masyarakat yang merata. Jumlah populasi yang semakin meningkat sepanjang sejarah peradaban ini tentunya membawa banyak konsekuensi disamping berbagai peluang yang tersedia. Kebutuhan terhadap berbagai sumber daya (resources) termasuk didalamnya adalah ruang (space) akan semakin tinggi, sementara sumber daya adalah terbatas terutama untuk sumber daya alam yang tidak terperbaharui. Bahkan peningkatan aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat yang tidak terkelola dengan baik, juga dapat menjadi beban yang akan mendegradasi dan merusak kualitas sumber daya alam dan lingkungan sebagai pendukung kehidupan. Pada sisi lain, kemampuan dan kapasitas pengelolaan sumber daya pendukung (yang seharusnya meningkat untuk mengimbangi berbagai permasalahan yang timbul) cenderung mengalami hambatan, hambatan secara baik teknis, struktural maupun politik. Dampak krusial dari masalah tersebut diantaranya adalah terjadi ketidak-seimbangan antara kapasitas pemenuhan kebutuhan (supply) dengan peningkatan kebutuhan (demand). Sehingga, kondisi ketidak-seimbangna ini menyebabkan timbulnya krisis baik dalam bentuk kelangkaan (scarcity) maupun dalam disparitas biaya (cost disparity) untuk memperoleh sumber daya tersebut. Kelangkaan pada akhirnya akan melahirkan kecenderungan munculnya berbagai potensi konflik baik yang bersifat politik maupun sosial. Sejalan dengan kecenderungan peningkatan beban populasi baik di level global maupun nasional pada khususnya, jika tidak ada upaya bersama untuk mengelolanya, peradaban akan senantiasa dihadapkan pada 3 (tiga) persoalan besar menyangkut ketahanan air, pangan dan energi (water, food, and energy security). Diperburuk oleh kondisi iklim dan cuaca yang dalam beberapa tahun terakhir menunjukan pola yang tidak beraturan (anomali) dan bersifat ektrim, banyak kawasan atau wilayah di muka Bumi yang dihadapkan pada kondisi ekstrim (extremes hot and cold) yang memperburuk tingkat ketahanan air, pangan, dan energi baik secara lokal, regional, maupun global. Penyediakan berbagai kebutuhan sumber daya untuk kehidupan yang berkualitas (misalnya, air, energi dan lahan) bagi seluruh penduduk, baik di pedesaan dan terutama perkotaan merupakan tantangan besar. Hal ini terutama dalam mengantisipasi dampak
94

urbanisasi dan peningkatan daya-saing bangsa dalam kompetisi ekonomi global. Untuk dapat memastikan ekosistem dapat berfungsi secara berkelanjutan agar dapat mendukung kehidupan yang berkualitas dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat maka perlu dilakukan upaya untuk memastikan bahwa perilaku kehidupan sosial dan aktivitas ekonomi masyarakat, pemerintah dan swasta berada dalam kapasitas daya tampung dan daya dukung lingkungan. 1.2. Tujuan Tujuan dari kegiatan telaah bidang pembangunan lingkungan ini adalah untuk menganalisa dan merumuskan aspek-aspek strategis dalam lingkup lingkungan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan terkait upaya yang dapat dilakukan dalam 5 tahun ke depan untuk dapat mendukung pada peningkatan fungsi yang berkelanjutan dari ekosistem dengan melakukan upaya pembangunan kehidupan sosial dan ekonomi yang berada dalam kapasitas daya tampung dan daya dukung lingkungan. Fokus dari analisa dan rekomendasi khususnya akan terfokus pada isu dan strategi terhadap pengelolaan sumber daya air dan energi dalam mendukung pembangunan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. Hasil analisa telaahan akan dirumuskan menjadi rekomendasi bagi kebijakan pembangunan lingkungan yang akan dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode ke-3 2015-2019. 1.3 Ruang Lingkup dan Metodologi Ruang Lingkup: Yang menjadi ruang lingkup kegiatan ini adalah: 5. Penelusuran konsep mengenai pembangunan lingkungan dengan fokus pada upaya membangun kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat pemerintah dan swasta yang berdasarkan pada daya-dukung dan daya tampung lingkungan untuk memastikan fungsi yang berkelanjutan dari ekosistem sebagai pendukung kehidupan; 6. Sintesa isu, penggalian data dan informasi yang relevan melalui dialog, diskusi terbatas, dan penyusunan rekomendasi kebijakan untuk RPJMN periode 2015-2019; 7. Seminar terbatas terhadap konsep yang disampaikan dalam laporan awal; 8. Penyusunan laporan final hasil kajian bidang telaahan Pembangunan Lingkungan. Metodologi: (Penggunaan metode analisa ANP yang disederhanakan)
95

1.4. Keluaran yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari perumusan telaah ini adalah tersusunnya suatu rekomendasi konsep dan strategi terkait daya dukung dan daya tampung lingkungan, khususnya terkait pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air dan energi. Rekomendasi yang dirumuskan diharapkan akan menjadi masukan bagi kebijakan/program pembangunan lingkungan yang akan masuk dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah periode tahun 2015-2019.

96

II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN IDENTIFIKASI PERMASALAHAN 2.1 Strategi dan Arah Kebijakan RPJP dan RPJMN 2015 2019

a. Visi dan Misi RPJPN 2005 2025 Sebagai bentuk konkret dari tujuan bernegara, RPJP memuat visi pembangunan nasional periode tahun 2005-2025 yaitu mewujudkan Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Visi tersebut dijabarkan dalam delapan misi pembangunan nasional yang memuat aspek-aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satunya adalah bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan. lestari". Sumber daya alam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi pembangunan ekonomi maupun sebagai pendukung sistem kehidupan sosial dan kemasyarakatan. Namun demikian, pemanfaatan terhadap sumber daya alam dan lingkungan perlu dilakukan dengan arif dan sesuai tata-aturan yang memperhitungkan kapasitas daya dukung dan daya tampung dari ekosistemnya. Pemanfaatan dan pengelolaan dengan berorientasi pada jangka panjang masa depan generasi yang akan dating, dan dengan dampak yang sekecil mungkin. Sehingga keberadaan dan pemanfaatannya dapat berkelanjutan untuk terus mendukung peri kehidupan masyarakat dan memberikan kualitas hidup yang tinggi. UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 menyatakan bahwa untuk mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. RPJP juga mengemukakan bahwa penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi prasyarat dalam pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan. Terkait dengan mandat perencanaan jangka panjang tersebut, pada periode RPJMN 2015-2019 pembangunan akan terfokus pada tiga aspek, yakni: manusia, alam (wilayah) dan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan jangka panjang di Indonesia haruslah mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) Menjaga sumber daya alam yang terbarukan, (2) Mengelola sumber daya alam yang tidak terbarukan, (3) Menjaga keamanan ketersediaan energi, (4) Menjaga dan melestarikan sumber daya air, (5) Mengembangkan potensi sumber
97

Arah dalam pembangunan sumber daya alam dan lingkungan

dijabarkan dalam misi nomor enam yang berbunyi "Mewujudkan Indonesia yang asri dan

daya kelautan, (6) Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan sumber daya tropis yang unik, (7) Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis sumber daya alam yang ada di setiap wilayah, (8) Mitigasi bencana alam yang sesuai dengan kondisi geologi Indonesia, (9) Mengendalilkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, (10) Meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta (11) Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan hidup. Khususnya pada periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019, UU 17/2007 mengamanatkan pentingnya terjaganya daya dukung lingkungan dan kemampuan pemulihan dari sumber daya alam dan lingkungan sehingga dapat terus mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari. Serta pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam yang semakin ditingkatkan kualitasnya, yang didukung oleh meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat, serta mantapnya kelembagaan dan kapasitas pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang di seluruh wilayah Indonesia. b. RPJMN 2015-2019 dan Tujuan Pembangunan Lingkungan Berdasarkan tahapan dan skala prioritasnya, pada RPJM tahap ke-3 tahun 2015-2019 pencapaian sasaran prioritas utama yaitu, ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh diberbagai bidang, dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan Sumber Daya ALam dan Sumber Daya Manusia berkualitas, serta peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dari aspek ekonomi dapat disimpulkan bahwa peranan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia sebagai input bagi terwujudnya daya saing bangsa merupakan aspek yang penting. Oleh karena itu, dalam pemanfaatannya diperlukan pengelolaan yang bijaksana demi memastikan tercapainya pemanfaatan sumber daya alam tanpa mengurangi stabilitas dan kualitas lingkungan. Dengan didukung oleh infrastruktur dan inovasi serta daya kreasi ilmu pengetahuan manusia Indonesia dalam mengelola sumber daya yang ada secara berkelanjutan. Dua buah sasaran yang ingin dicapai dalam bidang lingkungan sebagaiman termuat dalam sasaran RPJM tahap ke-3 adalah: 1. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang semakin mantap dicerminkan oleh terjaganya daya dukung lingkungan dan kemampuan pemulihan untuk mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang, dan lestari;
98

2.

Meningkatnya kualitas pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya alam yang diimbangi dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup, didukung oleh meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat, serta semakin mantapnya kelembagaan dan kapasitas penataan ruang di seluruh wilayah Indonesia.

Tujuan pembangunan lingkungan dalam periode 2015-2020 yang diusulkan : Memastikan fungsi yang berkelanjutan dari ekosistem dengan membangun kehidupan sosial dan ekonomi yang berada dalam kapasitas daya tampung dan daya dukung lingkungan. 2.2 Konsep Pembangunan Lingkungan

Konsep Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Berdasarkan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mencapai kemakmuran yang dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk seluruh rakyat secara berkelanjutan. Sehingga manfaat pembangunan bisa terus berlanjut serta tidak mengorbankan kesejahteraan anak-cucu kita generasi selanjutnya. Sumber daya alam dan lingkungan merupakan modal pembangunan nasional dan sebagai pendukung kualitas kehidupan masyarakat yang sejahtera dan beradab. Mewujudkan Indonesia yang Asri dan Lestari, sebagaimana arah pembangunan lingkungan dalam RPJP 2005-2025 memberikan arti terjaminnya keberadaan sumber daya alam dan lingkungan yang lestari, sehingga dapat menjamin tersedianya sumber daya pendukung pembangunan dan aktivitas kehidupan dan kualitas hidup seluruh masyarakat yang hidup di dalam wilayah Indonesia. Oleh karena itu, segala aktivitas ekonomi dan kehidupan sosial kemasyarakatan haruslah dilakukan secara lestari dan berada dalam daya tampung dan daya dukung lingkungan agar tidak memberikan dampak yang merusak dan mengganggu keberlanjutan fungsi dari ekosistem sebagai pendukung pembangunan dan kehidupan masyarakat. Daya dukung lingkungan secara umum dapat terbagi 2 komponen, yaitu kapasitas penyediaan sumber daya (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah (assismilative capacity), oleh karena itu sering diartikan sebagai Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan. Daya dukung adalah kemampuan sistem lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pelestarian Daya Dukung Lingkungan adalah upaya untuk melindungi lingkungan terhadap tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan
99

manusia dan makhluk hidup lain. Sedangkan Daya Tampung Lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Pengelolaan Daya Tampung Lingkungan adalah rangkaian upaya untuk melindungi (konservasi/pelestarian) dan meningkatkan kemampuan lingkungan untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang dibuang dan masuk ke dalam suatu komponen ekosistem. Pembangunan berkelanjutan haruslah mendukung pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan memperhatikan perlindungan lingkungan. Artinya manfaat yang dihasilkan oleh pembangunan dapat terdistribusi secara merata sehingga dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat, dan memastikan pertumbuhan tersebut tidak melampaui daya dukung sumber daya alam yang penting. Untuk itu perlu adanya penyesuaian dari pengelolan sistem ekonomi yg baru. Arti dari pertumbuhan itu sendiri tidak hanya dalam perspektif "short-term economic gain" atau hanya untuk kepentingan keuntungan ekonomi yang jangka pendek saja. Tetapi melihat dalam jangka panjang untuk memastikan semua strata ekonomi-sosial masyarakat ikut sejahtera, dan dalam prosesnya memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan tidak terlampaui sehingga tetap dapat memberikan keadilan pada generasi yang akan datang. Pembangunan yang berkelanjutan tidak hanya berkepentingan terhadap pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga mengikuti pertumbuhan ekosistem sebagai pendukung kehidupan manusia yang ada didalamnya. Pertumbuhan berkelanjutan yang berkeadilan harus didukung oleh ekonomi hijau atau tepatnya adalah pembangunan yang hijau. Untuk itu haruslah didukung oleh perspektif baru dalam pengelolaan ekonomi dalam porsinya sebagai penggerak pertumbuhan kehidupan manusia yang ada didalamnya. Proses produksi dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan membutuhkan cara berproduksi dan gaya hidup yang mendukung pada emisi yang rendah karbon dan penggunaan sumber daya yang lebih efisien. Ekonomi haruslah menyesuaikan pada kepentingan lingkungan dan bukan sebaliknya. Di dalam era Pertumbuhan yang Berkelanjutan hendaknya ukuran terhadap pertumbuhan (Growth Rate) tidaklah diukur dari total jumlah pertumbuhan lapangan kerja dan produktivitas pekerja saja seperti pada umumnya sistem ekonomi klasik, tetapi juga produktivitas lingkungan dalam mendukung pada kualitas hidup manusia yang ada di dalamnya. Misalnya, mempertimbangkan produktivitas air (contoh: jumlah produksi gabah yang dihasilkan per-unit kuantitas air yang dikonsumsi adalah sekitar 2,5 m3 air/1 kg beras. Sumber: WaterFootprint network) dalam menyumbang terhadap hasil lahan pertanian akan

100

membuat pengambil kebijakan pembangunan pada langkah-langkah yang berpihak pada manajemen dan penggunaan sumber daya air yang lebih efisien dan efektif. Untuk itu pula, gaya hidup masyarakat haruslah disesuaikan dalam nilai yang sama. Gaya hidup yang tidak lagi berlebihan, tetapi dibatasi oleh produktivitas lingkungan. Yaitu, limitasi dari sumber daya yang terbatas dan emisi buangan sehingga menuntut pengekangan diri dari konsumsi berlebihan dari barang-barang yang bukan kebutuhan untuk hidup layak manusia. Nilai ini perlu dimotivasikan pada masyarakat untuk kembali pada hidup yang lebih simpel namun berkualitas dan bernilai etika komitmen tinggi pada lingkungan. Hal ini juga yang akan dapat mendorong gap kesenjangan antar masyarakat semakin mengecil, karena kemakmuran yang diterima melebihi kebutuhan di bagikan dengan semangat kebersamaan. Kaitan antara air dan pangan sangat kuat; krisisnya ketersediaan air tawar di musim kemarau akan sangat mengganggu produktivitas pertanian, Sebagai perbandingan, untuk konsumsi rumah-tangga perkapita kira-kira dibutuhkan sekitar 90 150 liter air /hari, namun untuk memproduksi beras dibutuhkan 2.5 M3 air/Kg beras atau secara total untuk Dengan adanya memproduksi kebutuhan pangan manusia setiap harinya kira-kira dibutuhkan 2,000 liter air (sumber: Lester Brown, 2008), atau sekitar 13 kali kebutuhan minum. peningkatan kebutuhan antara kebutuhan dasar rumah-tangga, industri, dan pertanian, kompetisi penggunaannya terus semakin tinggi dan keperluan pertanian biasanya dinomorduakan. Demikian juga air dan energi mempunyai saling keterkaitan (water-energy nexus), sehingga pengelolaan berkelanjutan dari keduanya perlu dilakukan serempak. Di satu pihak didalam memproduksi energi baik renewable maupun non-renewable dibutuhkan jumlah air yang berlimpah. Sebaliknya infrastruktur air juga membutuhkan jumlah energi yang banyak untuk mendapatkan air baku, mengolah dan mendistribusikannya. reclaimed ) untuk menuju pada keberlanjutan pengelolaan air, pencegahan pencemaran oleh limbah. Untuk itu perlu dikembangkan insentif untuk manajemen penggunaan kembali air bekas pakai (used water efisiensi energy, dan

101

Pengendalian Pemanfaatan Lahan Rencana tata ruang berperan sebagai instrumen untuk memandu pembangunan dengan mengatur penggunaan ruang untuk keperluan saat ini dan kedepan. Perencanaan tata ruang melalui rencana tata-guna lahan yang dilakukan untuk dapat menyediakan ruang hunian yang berkualitas dengan layanan kebutuhan dasar kehidupan masyarakat seperti, prasarana dan sarana pendidikan, kesehatan dan sosial yang mudah diakses, ruang berusaha untuk melakukan kegiatan produktif, dengan didukung oleh infrastruktur yang dapat memperlancar pergerakan; serta ruang rekreasi dan ruang publik (termasuk kawasan bernilai budaya tinggi) serta cadangan ruang untuk kebutuhan generasi yang akan datang. Namun rencana tata ruang hanya salah satu alat untuk pengelolaan lingkungan. Tahap yang terpenting adalah menegakkan pelaksanaannya dalam tata guna lahan. Dimana pemanfaatan lahan dilakukan sesuai dengan peruntukkannya, tidak hanya mengambil keputusan pemanfaatan lahan berdasarkan kepentingan jangka pendek ekonomi, tetapi juga jangka panjang untuk keberlanjutan lingkungan dan nilai peradaban yang berkualitas. Penegakkan hukum yang menyangkut pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan (dalam hal ini lahan) merupakan aspek penting dalam pengelolaan lingkungan. Lahan terbuka hijau sebagai kawasan resapan air perlu dipertahankan untuk menjamin terjadinya siklus hidrologis yang dapat memastikan kuantitas dan kualitas sumber daya air pendukung kehidupan, dan menghindari terjadinya bencana ekologis seperti banjir dan longsor. Ruang terbuka hijau baik di kawasan hutan tropis lindung dan kawasan perkotaan merupakan komponen lingkungan untuk mempertahankan daya dukung lingkungan. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali (dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya:pertanian, industri, dan permukaman), kebakaran hutan, dan penjarahan serta penggundulan hutan merupakan ancaman terhadap kapasitas daya dukung lahan. Konsep Produksi Ramah Lingkungan Ekonomi produksi yang ramah lingkungan terdiri dari proses pemanfaatan sumber daya alam dan teknologi yang berorientasi pada menjaga kualitas sumber daya dan kelestarian alam. Yaitu, proses produksi yang diikuti dengan tujuan untuk mendapat manfaat dalam pengurangan biaya produksi dan konsumsi, serta peningkatan kualitas hidup manusia, dengan mengefisiensikan penggunaan sumber daya alam sebagai input, substitusi input produksi yang lebih ramah lingkungan, dan proses produksi yang menghasilkan limbah minimum. Dengan demikian proses penambahan nilai tidak hanya berorientasi komersil atau
102

peningkatan keuntungan finansial saja, namun didukung adanya aktivitas yang berorientasi pada pengurangan risiko lingkungan hidup demi mempertahankan harmonisasi kehidupan alam dan manusia. Lebih lanjut lagi digunakan konsep ekonomi biru, yaitu tidak hanya kebijakan ekonomi produksi yang menghindari dampak buruk ekonomi yang bernilai-tambah baru. pada lingkungan, tetapi juga bagaimana memanfaatkan hasil dari suatu prores produksi yang sudah ramah lingkungan menjadi barang Sebagai contoh, proses produksi yang tidak hanya efisien dalam menghasilkan limbah dan mengolah limbah menjadi ramah pada lingkungan, tetapi juga dapat memanfaatkan limbah tersebut menjadi barang komoditas dengan nilai tambah baru. Misalnya, limbah buah nanas yang keseluruhannya bisa dirubah menjadi barang produksi yang bernilai tambah ekonomi antara lain, pakan ternak dan biogas. 2.3 Urgensi Permasalahan Lingkungan Terjadinya banyak kerusakan ekologi dan polusi (udara, air dan lahan) dan deplesi sumber-daya alam, didukung dengan fakta fenomena perubahan iklim merupakan indikasi bahwa pembangunan selama ini berjalan tidak sesuai dengan carrying capacity (daya-dukung dan daya-tampung) dari alam ini sehingga akan mengancam keberlanjutannya. Saat ini dan periode pembangunan ke depan kita masih akan terus menghadapi berbagai permasalahan lingkungan baik di tingkatan lokal, nasional, maupun global. Permasalahan lingkungan yang secara umum masih kita hadapi adalah: a. Terganggunya keanekaragaman hayati pendukung kehidupan yang disebabkan oleh pemanasan global dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan. Ancaman pemanasan global yang akan merusak keseimbangan ekosistem darat dan laut. Misalnya, terumbu karang di perairan yang rusak oleh pencemaran pantai; b. Sumber daya air sebagai sumber daya pendukung inti pendukung kehidupan terus mengalami degradasi karena meningkatnya pencemaran, kerusakan dan daya rusak air (menyebabkan longsor dan banjir). Meningkatnya krisis air ini terutama karena tatakelola dan meningkatkan dampak negative perubahan iklim sehingga menimbulkan kondisi ekstrem yang disebabkan karena defisit dan surplus air, dimana prasarana infrastruktur air belum terbangun secara memadai (misal waduk dan embung). Selain dari pada itu juga terjadi pemanfaatan sumber air tanah yang melebihi daya dukung terutama di perkotaan, yang umumnya disebabkan masih rendahnya cakupan prasarana pelayanan air minum dengan sumber air permukaan tidak mencukupi. Degradasi

103

kualitas air terutama disebabkan oleh pencemaran badan air baik oleh limbah cair maupun padat (persampahan) baik dari rumah-tangga maupun komersil/industri karena masih rendahnya manajemen pengelolaan limbah di setiap kawasan; c. Masih tingginya ketergantungan pada penggunaan energi fosil akan memberikan dampak yang buruk pada lingkungan karena merupakan penghasil gas rumah kaca (GRK) dan pencemar partikulat. Sementara itu penggunaan energy terbarukan (Renewable energy), seperti solar, angin, dan bio-fuels, yang dipandang lebih ramah lingkungan masih rendah karena belum dapat diproduksi dalam kapasitas yang cukup sehingga harganya dapat terjangkau masyarakat secara umum dan dengan supply yang handal; d. Masih lemahnya upaya penerapan kawasan pemukiman hijau, misalnya dengan penerapan efisiensi dalam pemakaian air dan energi suatu kawasan permukiman, penerapan kode bangunan untuk green-building, penyediaan sistem transportasi umum masal yang memadai sehinga lebih ramah lingkungan, penyediaan lahan terbuka hijau (lahan penyerapan dan recharging air tanah) dan lahan terbuka biru (badan-badan air seperti situ, sungai, waduk), jaringan drainase dan sanitasi yang memadai untuk pengelolaan limbah dan menekan daya rusak air. Urbanisasi Dan Tantangan Degradasi Lingkungan Laju urbanisasi semakin meningkat karena migrasi penduduk perdesaan ke wilayah urban karena faktor ekonomi yang lebih menjanjikan, ataupun perubahan fungsi lahan dari kawasan perdesaan atau lahan terbuka hijau menjadi kawasan perkotaan atau kawasan budidaya: permukiman, industri, dan komersil. Namun demikian, densitas yang tinggi populasi di kawasan urban tidak diimbangi dengan pertumbuhan prasarana dan infrastruktur fasilitas dasar untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (seperti air bersih, sanitasi, jalan, lahan permukiman) sehingga menyebabkan beban populasi melampaui daya dukung dan daya tampung wilayah perkotaan. Akibatnya adalah kualitas hidup yang menurun di wilayah perkotaan baik dalam bentuk wilayah perkotaan yang kumuh dan kehidupan masyarakat dengan kualitas hidup yang rendah. Selain terjadi kerusakan dan degradasi lingkungan, misanya dalam bentuk kerusakan badan air, penurunan muka air tanah, juga masalah terjadinya wilayah kumuh perkotaan yang menjadi masalah umum di kota-kota besar di Indonesia. Hal ini terjadi akibat urbanisasi yang tidak terkendali serta tata kelola pemerintah yang tidak mampu mengantisipasi dampak dan penyebab urbanisasi. Dimana pemerintah dan masyarakat tidak mampu menyediakan lahan permukiman yang cukup disertai fasilitas infrastruktur kebutuhan hidup yang mendasar
104

seperti air bersih, sanitasi, ruang terbuka publik, dan fasilitas pelayanan umum lainnya yang dapat mendukung kegiatan sosial dan ekonomi yang produktif. Wilayah permukiman kumuh diperkotaan meluas, dimana di Indonesia mencapai 57.800 hektar dan menyebar lebih di 100 perkotaan. Penduduk perkotaan sendiri di tahun 2010 mencapai 118,8 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan urban sebesar 4,4%. Dari jumlah penduduk miskin perkotaan sebesar 11,1 juta jiwa (4,7%), 20% nya tinggal pada wilayah kawasan kumuh perkotaan. Kawasan kumuh dan keterbatasan fasilitas dasar kehidupan dan pelayanan umum akan menyebabkan berbagai penyakit fisik dan sosial yang pada akhirnya akan mengganggu produktifitas masyarakat dan pertumbuhan ekonomi kota dan nasional secara umum. Permasalahan Ketahanan Air Planet Bumi yang sebagian besar permukaannya diliputi oleh air, saat ini semakin dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber air tawar. Karena dari total 1,4 milyar km3 air yang ada, 97,6% adalah sumber daya air yang tidak dapat dimanfaatkan langsung sebagai sumber air bersih karena merupakan air yang memiliki tingkat salinitas tinggi (asin). Jika ditotal, hanya sekitar 0,01% yang merupakan sumber air tawar yang selama ini dimanfaatkan oleh peradaban ini. Jika melihat potensi cadangan air nasional secara keseluruhan, secara teoritis seharusnya Indonesia tidak mengalami masalah dengan isu strategis global terkait dengan ketahanan air yang menjadi salah satu faktor penentu penting ketahanan pangan nasional. Namun pada kenyataannya Indonesia senantiasa dihadapkan pada permasalahan krusial terkait dengan ketahanan air dan pangan tersebut. Pertumbuhan populasi dan aktivitas ekonomi yang terus bertambah tanpa pengelolaan yang berkelanjutan dan berkeadilan akan mengancam ketahanan air, pangan dan energi kita. Ketiganya: air, pangan, dan energi (Food-Energy-Water), merupakan permasalahan pembangunan yang saling terkait, semakin kritis dan prioritas untuk ditangani secara bersamaan. Walaupun dibandingkan banyak negara lain di dunia Indonesia dianugerahi potensi cadangan air tawar yg relatif tinggi di atas rata-tata dunia yaitu dalam perkiraan kurang-lebih 1.957 Milyar m3/Tahun (Firdaus Ali, 2012) atau sama dengan sekitar 8.232 m3/kapita/tahun (dimana angka batas kerawanan potensi air adalah 1,700 m3/kapita/tahun), dan diatas rata-rata potensi air dunia sekitar 7.176 m3/kapita/tahun, (sumber: Hou and Hunter, 1998), namun dengan pola penyebaran penduduk yang terkonsentrasi di P.Jawa (luas 7% luas wilayah Indonesia; memikul beban populasi 58% dari penduduk Indonesia; hanya
105

memiliki 4.5% dari total cadangan air tawar dari total di Indonesia. Sumber: Dirjen SDA, Kementerian PU) dan kebutuhan air yang semakin berlipat kuantitasnya, Indonesia terutama P. Jawa akan semakin dihadapkan pada realitas kelangkaan ketersediaan air tawar untuk memenuhi berbagai kebutuhan aktivitas hidup masyarakatnya ditahun-tahun kedepan. Dengan 65% (148 Juta Jiwa) penduduk Indonesia bermukim di Pulau Jawa kebutuhan air nasional terkonsentrasi di Pulau Jawa, total kebutuhan air P. Jawa pada musim kemarau adalah 38,4 Milyar m3/th, dan hanya dapat tercukupi sekitar 66%. Jejak air rata-rata Indonesia berdasarkan perkiraan potensi air pada tahun 2001 dan jumlah penduduk tahun 2007 adalah sebesar 1.317 m3/kapita/tahun yang sepenuhnya didominasi oleh penggunaan air untuk kebutuhan pertanian melahirkan perkiraan kebutuhan air nasional sebesar 313,97 km3/tahun (14,61% dari potensi cadangan nasional). Namun Pulau Jawa yang dihuni oleh hampir 58% ( 138 juta jiwa) dari total penduduk Indonesia (SP 2010) berada dalam kondisi defisit air tahunan yang sangat tinggi yaitu sekitar 50% dari total kebutuhan sesungguhnya. Pulau-pulau lainnya (kecuali Nusa Tenggara) berada dalam kondisi surplus yang sangat tinggi namun belum didukung dengan ketersedian infrastruktur dan SDM yang memadai untuk mengelola potensi sumber daya air tersebut untuk sepenuhnya dapat menjamin ketahanan pangan nasional. Ketahanan air nasional (national water security) yang dapat menjadi faktor penghabat pertumbuhan dan pembangunan nasional telah terbukti secara signifikan mempengaruhi tingkat ketahanan pangan (food security) Indonesia. Kaitan antara air dan pangan sangat kuat; krisisnya ketersediaan air tawar di musim kemarau akan sangat mengganggu produktivitas pertanian, Sebagai perbandingan, untuk konsumsi rumah-tangga perkapita kira-kira dibutuhkan sekitar 90 150 liter air /hari, namun untuk memproduksi beras dibutuhkan 2.5 M3 air/Kg beras atau secara total untuk memproduksi kebutuhan pangan manusia setiap harinya kira-kira dibutuhkan 2,000 liter air (sumber: Lester Brown, 2008), atau sekitar 13 kali kebutuhan minum. Perbandingan lain, jumlah konsumsi air rata-rata (water footprint) untuk menghasilkan 1 ton kopi adalah yang terbesar (22.907 m3) dan jejak air untuk 1 ton beras adalah sebesar 3.473 m3, namun karena pola dan tingkat konsumsi beras di Indonesia relatif sangat tinggi ( 139 kg/kapita/tahun) sehingga total kebutuhan beras nasional saat ini mencapai 33,36 juta ton/tahun. Dengan jumlah populasi Indonesia mencapai kurang-lebih 240 juta jiwa saat ini, penyediaan kecukupan pangan yang memenuhi standar kualitas dan mampu dijangkau oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia merupakan tantangan ditengah berbagai kendala yang dihadapi.

106

Ketahanan pangan (food security) berdasarkan UU 7/1996 tentang Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (Hariyadi, 2011). Kapasitas penyediaan pangan nasional dikaitkan dengan peningkatan kebutuhan pangan nasional yang ditentukan oleh besaran tingkat konsumsi rata-rata nasional yang relatif besar dan terus meningkat merupakan tantangan bagi Indonesia. Kebutuhan yang sangat besar ini memerlukan pengelolaan sumber daya input dan pendukung yang terencana dan optimum. Diantaranya, diperlukan ketersediaan air sebagai faktor penentu produksi bahan pangan adalah faktor penentu dan kendala yang harus dihadapi untuk menjamin ketersedian pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Kebutuhan air untuk produksi pangan di Indonesia yang mencapai 91% menempati peringkat yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata global sebesar 70% (the Atlas of Water, 2009). Tidak dapat dipungkiri bahwa permasalahan ketahanan air dan pangan juga tidak bisa dilepaskan dari adanya pengaruh signifikan dari dampak dari perubahan iklim (climate change) dan anomali cuaca ekstrim yang semakin memburuk. Pengamanan jaminan pasokan air untuk menjamin ketersediaan sumber karbohidrat utama bangsa Indonesia ini haruslah menjadi salah satu prioritas dalam pengelolaan sumber daya air saat ini dan ke depan Dengan adanya peningkatan kebutuhan antara kebutuhan dasar rumah-tangga, industri, dan pertanian, kompetisi penggunaannya terus semakin tinggi dan keperluan pertanian biasanya dinomor-duakan. Salah satu indikatornya terganggunya aliran irigasi dengan adanya krisis suplai air bersih untuk keperluan rumah tangga, adalah terjadinya transfer pengalihan air irigasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat perkotaan (baca: Irigasi dialihkan ke rumah tangga: Air tidak dialirkan ke sawah Kompas 24/9/2012). Kelangkaan air berarti juga kelangkaan pangan di masa-depan. Penyediaan air minum masyarakat tergantung dari sumber air baku yang tersedia. Dari segi investasi sistem penyediaan air minum, kualitas dan kuantitas air baku akan Tentunya biaya ini akan mempengaruhi biaya operasi dan pemeliharaan dari sistem.

ditanggung oleh masyarakat konsumen dalam tariff air bersih yang meningkat. Apabila sumber air baku adalah air permukaan (sungai atau waduk) maka permasalahan pencemaran sumber air baku akibat akivitas sosial ekonomi masyarakat memberikan beban yang pada akhirnya akan ditanggung oleh masyarakat sendiri karena meningkatnya harga produksi air minum.

107

Meluasnya krisis ketersediaan air tawar untuk kepentingan air minum/domestik karena adanya kompetisi kebutuhan dan pemanfaatan air (bahkan tidak jarang juga memicu terjadinya konflik) untuk pertanian dan kegiatan produktivitas lainnya. Hal ini semakin menekan ketersediaan air untuk keperluan air minum masyarakat sebagaimana di amanahkan oleh Undang-undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Sementara itu, di wilayah perkotaan dengan beban populasi tinggi seperti Jakarta misalnya, apabila air tawar dalam bentuk air permukaan sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan aktivitas manusia, maka alternative lain adalah ekstrasi atau pengambilan air tanah baik dangkal maupun dalam (deep groundwater). Hal ini akan menyebabkan permasalahan kelangkaan dan bencana ekologi lain yang disebabkan oleh ekstraksi atau pengambilan air tanah berlebihan sementara kapasitas pengisian kembali (recharge) semakin berkurang (baik alamiah maupun artifisial). Yaitu akan menyebabkan kota-kota besar terutama di pinggir pantai terancaman resiko bencana ekologi perkotaan berupa penurunan muka tanah (land-subsidence). Penurunan muka tanah dapat terjadi dengan laju yang sangat tinggi dari tahun ke tahun, terutama terjadi ketika muka air laut rata-rata meningkat sebagai dampak dari pemanasan global. Land subsidence ini akan menyebabkan kerusakan bangunan dan infrastruktur, serta mengganggu berfungsinya jaringan distribusi pelayanan utilitas dasar perkotaan (utamanya air bersih dan drainase). Demikian juga air dan energi mempunyai saling keterkaitan (water-energy nexus), sehingga pengelolaan berkelanjutan dari keduanya perlu dilakukan serempak. Di satu pihak didalam memproduksi energi baik renewable maupun non-renewable dibutuhkan jumlah air yang berlimpah. Sebaliknya infrastruktur air juga membutuhkan jumlah energi yang banyak untuk mendapatkan air baku, mengolah dan mendistribusikannya. reclaimed ) untuk menuju pada keberlanjutan pengelolaan air, pencegahan pencemaran oleh limbah. Secara keseluruhan kita dihadapkan dengan beberapa faktor penyebab relatif rentannya ketahanan air Indonesia. Diantaranya adalah, kapasitas pengelolaan sumber daya air yang masih relatif rendah dan tidak berkelanjutan diantaranya adalah menyangkut gangguan terhadap sumber daya air itu sendiri seperti tingginya laju peningkatan alih fungsi lahan di daerah hulu maupun hilir; kerusakan dan gangguan daerah aliran sungai (DAS); dan tingginya tingkat pencemaran terhadap badan-badan air yang ada. Kondisi ini diperburuk lagi oleh kondisi masih minimnya infrastruktur SDA. Selain dari pada itu juga kondisi ketidakseimbangan antara peningkatan kebutuhan dan konsumsi dengan kemampuan menyediakan
108

Untuk itu perlu

dikembangkan insentif untuk manajemen penggunaan kembali air bekas pakai (used water efisiensi energy, dan

antar waktu dan tempat; dan pola pertumbuhan dan penyebaran penduduk yang tidak berdasarkan daya dukung dan daya tampung spasial kawasan. Kerusakan dan degradasi sumber-daya air antara lain selain masifnya permasalahan daya-rusak air (banjir, longsor), permasalahan kerusakan yang dialami oleh air dan sumber daya air (kualitas dan kuantitas) baik dalam bentuk pencemaran dan gangguan sikus hidrologis perlu mendapat perhatian yang prioritas. Yaitu, menyediakan air pada saat dibutuhkan sepanjang tahun/musim dan mengendalikan air limpasan (run off) yang semakin besar pada saat musim hujan. Permasalahan kerusakan wilayah tangkapan air (catchment areas) yang disebabkan oleh deforestasi, juga alih-fungsi lahan yang memperbesar kecepatan limpasan air (terganggunya recharge air tanah) telah mengganggu siklus hidrologis air tawar. Pengelolaan sumber daya air perlu diimbangi dengan kapasitas penyimpanan dan pemanfaatan air hujan (rain water harvesting) sebagai bagian terintegrasi dari pengelolaan SDA berkelanjutan untuk mengatasi bencana kekeringan dan banjir. Bersamaan dengan kondisi ekologis dari wilayah tangkapan yang berubah, anomali cuaca serta fenomena perubahan iklim juga mempengaruhi suplai air tawar yang tersedia. Kondisi cuaca bumi juga sangat mempengaruhi siklus hidrologis. Peningkatan temperatur mendorong tingkat evaporasi dan merubah pola dan curah hujan, sehingga variasi fluktuasi debit air tawar di musim hujan dan musim kering menjadi semakin ekstrim pada DAS yang tidak sehat. Hal ini tentunya akan mengganggu ketahanan air nasional dan mempengaruhi ketahanan pangan dengan adanya banjir besar pada musim hujan dan krisis kekeringan yang parah di musim kering/kemarau. Peran teknologi dan rekayasa perlu dikembangkan untuk kreativitas dan inovasi dalam mencari solusi terkait pengelolaan beban aktivitas manusia terhadap daya-dukung dan daya tampung dari ekosistem. Water reuse juga semakin penting mengingat air dalam bentuk tawar sangatlah sedikit dibandingkan keseluruhan total air yang ada di bumi. Water reuse merupakan bentuk pengelolaan air berkelanjutan untuk menahan air tawar terus berada dalam lingkungan dan ekosistem tawar untuk preservasi dan terus dimanfaatkan di masa depan, dan menahan selama mungkin air untuk tidak dalam bentuk aliran buangan menuju ke laut. Pengelolaan sumber daya air terkait dengan wilayah tangkapan air (watershed) untuk memenuhi berbagai kebutuhan untuk tata-guna/pemanfaatan multi-sektoral, yaitu air bersih domestik, perkotaan, industri, dan pengairan pertanian. Satu wilayah pengelolaan sungai bisa melewati lintas wilayah administrasi yang mempunyai tarik-menarik kepentingan. Sehingga membutuhkan kualitas koordinasi yang baik, dimana hal ini masih merupakan permasalahan utama

walaupun berbagai institusi sudah terbentuk.

Oleh karena itu


109

dibutuhkan pula pembenahan aspek kelembagaan terkait tata-kelola dari sumber daya air dan pola koordinasi pengelolaannya yang lebih terintegrasi. Hal ini karena permasalahan air bersih memerlukan juga penanganan yang menyeluruh secara sistematik, karena air bersih terkait dengan kondisi sumber daya air dari hulu ke hilir, dan membutuhkan penanganan baik secara regulasi, teknologi, dan pembiayaan. Energi Dan Lingkungan (Ketahanan Energi) Energi adalah mesin petumbuhan ekonomi, karena itu keandalan pasokannya sangat penting untuk dijaga, terutama untuk memastikan bahwa sumber energi yang ada cukup untuk digunakan mendukung pertumbuhan ekonomi yang direncanakan. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, dan intensitas penggunaan energi, kebutuhan akan energi di Indonesia terus meningkat. Di samping berkaitan erat dengan masalah ekonomi, energi juga berkaitan erat dengan masalah lingkungan. Kegiatan di bidang energi, dimulai dari eksplorasi, eksploitasi hingga pemakaian oleh konsumen energi menghasilkan limbah padat/cair, hingga emisi gas yang seluruhannya adalah masalah lingkungan. Pembangunan ekonomi yang baik membutuhkan sejumlah energi tertentu dan menghasilkan sejumlah emisi. Mencari keseimbangan antara energi, ekonomi, dan lingkungan merupakan upaya yang perlu terus dilakukan. Pembangunan lingkungan dihadapkan pada berbagai permasalahan seperti rusaknya tanah, produksi limbah yang berbahaya, serta pencemaran air dan udara. Kualitas lingkungan yang rendah berakibat pada kualitas kehidupan sosial-ekonomi yang rendah. Energi di dalam RPJP 2005-2025 disebutkan dalam amanat untuk Mewujudkan Indonesia yang Asri dan Lestari, dengan pokok amanat untuk menjaga keamanan ketersediaan energi. Menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-sumber energi dan tingkat kebutuhan masyarakat. Permasalahan lingkungan terkait energi dapat dilihat mulai dari sisi hulu hingga hilir, dari eksplorasi hingga pemakaian akhir. Isu masalah lingkungan yang terkait dengan energi dimulai dari kerusakan lingkungan sekitar karena kegiatan eksplorasi, masalah limbah pada kegiatan produksi energi, hingga perubahan iklim global yang disebabkan konsumsi bahan bakar fosil. Eksplorasi sumberdaya energi dari sumber-sumber energi tak terbarukan, terutama bahan bakar fosil membawa konsekuensi pada kerusakan alam. Eksplorasi minyak bumi
110

mengakibatkan kerusakan pada tanah/ perairan di sekitarnya, di samping masalah limbah. Eksploitasi batu bara menyebabkan permasalahan lingkungan yang besar. Eksploitasi sumberdaya energi membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan tahap eksplorasi, karena skala operasnya yang lebih besar. Kegiatan konversi energi primer menjadi produk energi, yang dilakukan terutama di kilang-kilang minyak dan pembangkitan tenaga listrik, membutuhkan energi besar. Kebutuhan energi yang besar yang dilakukan dalam proses konversi ini mengakibatkan pula pada kerusakan lingkungan. Bermacam-macam sumber energi yang tersedia dapat dikelompokkan sebagai energi hitam (bahan bakar fosil) serta energi hijau. Sumber energi hitam misalnya minyak, batubara dan gas bumi, sedangkan energi hijau terdiri sumber-sumber energi yang berasal dari sumber-sumber energi terbarukan, serta konservai energi. Ke depan, sangat penting untuk mengembangkan energi hijau di Indonesia dengan pertimbangan Indonesia memiliki sumberdaya energi hijau yang besar, misalnya panas bumi. Dengan mempertimbangkan makin pentingnya pembangunan lingkungan, serta peningkatan kebutuhan energi yang tinggi dalam RPJM 2014-2019, kami pemandang perlu untuk memberikan prioritas yang tinggi pada masalah lingkungan yang terkait dengan kegiatan di bidang energi yang mencakup eksplorasi, produksi, distribusi, dan konsumsinya. Sampai saat ini, pelayanan energi belum dapat menjangkau sebagian masyarat Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan rasio elektrifikasi yang masih rendah (72 %), serta sulitnya mendapatkan BBM di daerah/wilayah terpencil. Pelayanan energi masih terdistribusi tidak merata, sebagian besar berada di pulau Jawa-Madura-Bali. Salah satu tantangan besar Indonesia dalam menyediakan sumberdaya energi adalah di bidang lingkungan: bagaimana melakukan pekerjaan dalam rantai penyediaan energi dengan memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan lingkungan yang baik. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sangat penting untuk diterapkan dalam proyek-proyek pembangunan bidang energi. Di samping memperluas akses bagi pelayanan energi yang mesti dilakukan di seluruh Indonesia, Indonesia perlu meningkatkan konsumsi energi per kapita yang sekarang relatif masih rendah. Hal ini berarti Indonesai harus mengamankan sumberdaya energinya serta mengamankan cadangan energi. Kegiatan eksplorasi, khususnya yang berada di lahan luas, berpotensi merusak lahan setempat, merusak sumber air di sekitar, namun juga wilayah yang menjadi kawasan margasatwa dan flora.

111

Penentuan mengenai blok yang akan ditawarkan bagi kegiatan eksplorasi khususnya minyak, gas bumi, dan batubara perlu disiapkan dengan baik sebelumnya sehingga tidak menimbulkan permasahan lingkungan di kemudian hari. KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) perlu dilakukan sejak sebelum penentuan pemenang blok pertambangan dilakukan. Kegiatan eksploitasi energi perlu mempertimbangkan kaidah-kaidah penambangan yang baik (good mining practice). Pemerintah perlu mengawasi pelaksanaan pertambangan ini, terutama untuk yang berskala skala besar dan terletak di permukaan. Distribusi energi dapat dilakukan dalam berbagai cara, termasuk melalui pipa atau kapal yang menghubungan lapangan produksi dengan konsumennya, yang seringkali terletak dalam jarak yang jauh. Sebagai halnya dalam kegiatan eksplorasi dan ekspolitasi, distribusi energi perlu mentaati kaidah-kaidah keteknikan yang menjadi rujukan. Konsumen perlu didorong untuk mengkonsumsi energi secara lebih bijaksana, yaitu untuk melakukannya dengan lebih efisien. Sudah saatnya konsumen didorong untuk memilih jenis energi yang tepat, misalnya menggunakan BBG daripada BBM. Penggunaan energi terbarukan, termasuk panas bumi, perlu dipercepat. Panas bumi sebagai sumber energi terbarukan, tersedia setempat (tidak dapat diekspor), memiliki keunggulan dibanding bahan bakar fossil, antara lain karena harganya yang tidak berfluktuasi seperti halnya harga BBM. Demikian pula, penggunaan tenaga surya perlu diperbanyak, baik di daerah-daerah terpencil yang belum mendapatkan aliran listrik, maupun di perkotaan, misalnya dengan mewajibkan rumah-rumah mewah menggunakan tenaga surya. Pemanfaatan energi nuklir, yang diamanatkan oleh RPJP 2005-2025, hingga saat ini belum dapat dilakukan, karena kesepakatan untuk pembangunannya pun belum dicapai. Dalam RPJP III, rencana pembangunan PLTN perlu disiapkan lebih baik, termasuk untuk aspek penerimaan masyarakat dan rencana pembiayaan/pembangunan. Penggunaan energi terbarukan, baik yang berasal dari tetumbuhan maupun hewan, perlu ditingkatkan dengan mengajak langsung masyarakat dan Pemerintah Daerah. Upaya lain, seperti konservasi energi, peningkatan efisiensi dalam penyediaan BBM, perlu diteruskan dengan target pencapaian yang semakin, tidak saja di kalangan pemerintah dan perguruan tinggi, namun juga di kalangan rakyat umum. Pengalaman dari RPJM sebelumnya mengajarkan bahwa target-target kuantitatif dari pembangunan energi, misalnya untuk lifting migas dan peningkatan kapasitas pembangkit listrik panas bumi sukar dicapai. lingkungan.
112

Dalam RPJP III perlu dipelajari faktor-faktor yang

menghalangi pencapaian target-target kuantitatif dari rencana pembangunan di bidang energi-

113

III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 3.1 Rekomendasi Strategis dan Arah kebijakan Pemerintah yang berkomitmen terhadap pembangunan yang berkelanjutan dan tidak memberikan dampak yang melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan, perlu terus meningkatkan prioritas kebijakan aggaran dan menyediakan insentif sehingga perilaku dan tata-cara kehidupan (life-style) dan perilaku produksi mendukung ke arah itu. 1. Perlunya instrumen ekonomi masuk dengan insentif yang dibutuhkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi hijau, misalnya: struktur upah dan pajak yang lebih berpihak pada distribusi kemakmuran pada semua, dan reorientasi subsidi anggaran publik untuk kepentingan pemberian insentif untuk kegiatan yang ramah lingkungan. Yaitu insentif untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dengan pola produksi yang lebih ramah lingkungan, yaitu efisien dalam penggunaan sumber daya alam sebagai input, dan menghasilkan bahan pencemar/by-produk yang semakin sedikit. Serta, mengembangkan sistem insentif-disinsentif yang mendukung pada pola konsumsi dan produksi yang lebih ramah lingkungan; 2. Kebijakan anggaran dan insentif ditingkatkan untuk penggunaan sumber energi terbarukan. Salah satunya, melalui beragam inovasi dan R&D sehingga terealisasikan dengan inovasi teknologi yang tepat-guna dan harga yang terjangkau; 3. Pengadaan sarana/prasara dan teknologi lingkungan dengan tujuan rekayasa pada peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; 4. Pemerataan akses kepada kebutuhan dasar seperti air bersih dan sanitasi dapat dinikmati dengan kualitas yang sama untuk semua strata sosial, misalnya melalui reorientasi subsidi baik subsidi harga maupun investasi infrastruktur, yang lebih tepat sektor dan tepat sasaran; 5. Menggerakkan sistem loop siklus ekonomi yang lebih beorientasi lokal, sehingga prertukaran barang dan jasa dapat dilakukan selokal mungkin, menekan biaya transaksi yang mendorong pada kehidupan yang lebih simpel tetapi berkualitas; 6. Insentif yang mendorong pada investasi yang tidak terpusat di kota-kota besar tetapi lebih pada mendorong pembangunan wilayah Perdesaan dan wilayah pusat-pusat dari bisnis dan masyarakat

114

pertumbuhan baru untuk pemerataan kesejahteraan sehingga gap kesenjangan kotadesa bisa ditanggulangi. Dalam waktu yang sama juga menyelesaikan permasalahan urbanisasi dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan karena daya dukung dan daya tampung yang terlampaui di wilayah urban. 7. Tantangan untuk mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan membutuhkan peranserta semua pihak baik komponen masyarakat, pemerintah dan swasta untuk terlibat secara inklusif dan aktif dalam pengelolaan lingkungan yang memberikan dampak dalam skala yang luas; 8. Swasta dan perusahaan perlu terus didorong (misalnya dengan menciptakan perangkat insentif) untuk masuk ke dalam transformasi menuju ekonomi-hijau (green economy) yang tidak hanya menggunakan sumber daya alam sebagai input produksi dengan lebih efisien dan tata-cara yang ramah lingkungan serta menghasilkan limbah sekecil mungkin. Tetapi juga terus meningkatkan kemampuan untuk dapat memanfaatkan dan memberi nilai tambah untuk by-produk atau limbah yang dihasilkan untuk dapat dimanfaatkan sebagai barang komiditas ekonomi. 9. Penelitian (litbang) untuk inovasi teknologi yang ramah lingkungan baik untuk kepentingan produksi maupun pengelolaan lingkungan. Pengembangan dan adopsi teknologi baru atau inovasi dibutuhkan untuk dapat menurunkan tingkat konsumsi yang lebih berkelanjutan, dan produksi yang efisien serta ramah lingkungan. Serta pengembangan inovasi teknologi tepat guna untuk meningkatkan akses pada prasarana lingkungan yang terjangkau, yang didukung oleh pemerintah dalam kebijakan dan anggaran. Juga melalui pengembangan 10. Masyarakat perlu terus dimotivasi kesadaran dan peran-serta masyarakat dan pelaku kegiatan ekonomi terhadap perlindungan lingkungan, terutama untuk menekan pola konsumsi penduduk yang tidak efisien dan dalam kegiatan di level masyarakat dan industri. menghasilkan limbah berlebihan. Dimana perlu disertai dengan pemahaman mengenai perhitungan jejak-ekologi

3.2 Penutup

115

DAFTAR PUSTAKA 1. Emil Salim. 2013. Greening the National Development Plan. Key Notes Speech pada Konsultasi Nasional Greening the National Development Plan. UKP4. Juni 2013. 2. Falkenmark M. Rockstron. 2004. Balancing Water for Humans and Nature: The New Approach in Ecohydrology. Earthscan, London. 3. Firdaus Ali, Ph.D. 2012. Permasalahan dan Tantangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Air untuk Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Seminar Nasional Hari Air Dunia XI. Kementerian Pekerjaan Umum. 4. Hariyadi Purwiyatno, 2011. Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Seminar dan Sosialisasi Program Indofood Riset Nugraha. UGM Jogyakarta. 2011. 5. Kenneth Arrow, et all. 1995. Economic Growth, Carrying Capacity, and the Environment. Journal of Science, Vol. 268, 28 April 1995. 6. Penny K. Lukito. 2013. Kebijakan Subsidi untuk Pelayanan Air Minum yang Berkeadilan Bagi Masyarakat Miskin Di Perkotaan. Policy Paper untuk Penjenjangan Perencana Utama. Bappenas-LPEM UI. 7. Maika Nurhayati. 2009. Strategi Optimasi Daya Dukung Lingkungan. Thesis Program Pasca Sarjana UI.

116

117

Draft Background Study

BAB VI
LAPORAN TELAAHAN KELOMPOK BIDANG TATA KELOLA DAN KELEMBAGAAN TIM ANALISA KEBIJAKAN

118

DAFTAR ISI

IV.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan Telaahan 1.3. Ruang Lingkup Telaahan 1.4. Keluaran Yang Diharapkan

V.

TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI 2.1. Tinjauan Konseptual 2.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) 2.3. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) 2.4. Kerangka Fikir Telaahan

VI.

METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN (Studi Literatur, FGD, Evaluasi Kebijakan, Analisis SWOT)

VII. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Hasil Studi Literatur, FGD, Hasil Evaluasi Kebijakan, dan Analisa SWOT 4.2. Rekomendasi Isu-Isu Strategis 4.2.1. 4.2.2. 4.2.3. VIII. PENUTUP 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi Tindak- Lanjut DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain. Isu-Isu Strategis Keterkaitan Dengan Isu-Isu Strategis Usulan Strategi & Arah Kebijakan

119

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu hasil studi Bank Dunia (2000) menunjukkan bahwa kualitas pemerintahan menentukan kemampuan negara itu untuk mewujudkan hasil pembangunan. Sementara itu, yang memutar roda pemerintah adalah birokrasi. Hubungan di antara presiden dan birokrasi bagaikan pengemudi dan mesinnya (Wapres Budiono, 2013). Pengemudi harus mampu menjalankan mesin secara efisien. Mesin juga mestinya memiliki standar kinerja yang dapat melakukan fungsinya secara tepat dan efektif. Oleh karena itu, pengemudi mesti menjamin fungsi mesin mampu berjalan sesuai standar, bebas dari pengaruh faktor-faktor lain yang tidak sehat. Saat ini birokrasi di Indonesia belum berfungsi sesuai standar yang diharapkan karena masih ditandai dengan korupsi, buruknya pelayanan, dan inefisiensi. Birokrasi di Indonesia masih mudah diintervensi oleh pengaruh politik dan kekuasaan. Hal ini menyebabkan birokrasi di Indonesia cenderung melayani penguasa daripada menjalankan fungsi utamanya sebagai pelayan masyarakat. Dengan bahasa yang lugas, birokrasi kita masih menjadi problems daripada solution, masih menjadi penghambat daripada memfasilitasi. Global Competitiveness Report (2012) misalnya, masih menempatkan korupsi, inefisiensi birokrasi, dan ketersediaan infrastruktur sebagai tiga besar the most problematic factors dalam berbisnis di Indonesia. Dalam tatanan negara yang lebih makro, interaksi antar pemerintah, bisnis swasta, dan civil society sangat menentukan berhasilnya pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Kualitas birokrasi yang mendukung pemerintah yang baik (good governance) akan menjadi penentu daya saing bangsa melalui peningkatan iklim investasi yang merangsang inovasi dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, birokrasi yang buruk akan menjadikan iklim investasi menjadi tidak kondusif. Buruknya birokrasi dan pemerintah yang tidak efisein (bad governance) dapat melipatgandakan biaya usaha dalam bentuk: (1) biaya korupsi; (2) biaya kepatuhan terhadap hukum dan aturan yang membebani (business-unfriendly regulations); (3) biaya keterlambatan dalam mengurus perijinan dan yang diperlukan; dan (4) biaya dan resiko bisnis akibat ketidakpastian hukum. Memperbaiki reformasi birokrasi melelaui aspek kelembagaan adalah hal yang kritikal dalam RPJMN 2015-2019. Hal ini didasari oleh reformasi besar-besaran yang dilakukan di berbagai bidang pada tahun 1998. Namun, banyak proses pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yang tidak berjalan optimal. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan
120

upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business prosess) dan sumber daya manusia aparatur. Berbagai permasalahan/hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Berbagai masalah kelembagaan -- secara garis besar antara lain kelembagaan politik, kelembagaan ekonomi dan kelembagaan hukum -- saling berkaitan dan mempengaruhi kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Membangun kelembagaan yang efektif sangat berperan dalam kelangsungan negara dan pemerintahan yang ideal. Salah satu bukti nyatanya adalah bagaimana pemerintah men-delivery program kerjanya dan kegiatannya sangat erat dengan membangun kelembagaan. Singapura sukses karena program dideliver dan dapat berjalan dengan baik. Apapun yang diprogramkan selalu mampu dilaksanakan. Hal ini tentu terkait dengan kelembagaan yang efektif dan efisien. Berdasarkan best practise negara maju, kemajuan pesat Singapura ternyata ditentukan oleh insitutional setting-nya. Hal ini juga menentukan daya tahan suatu negara dan mencapai program-program kerjanya secara modern, murah, cepat dan tepat. Saat ini di Indonesia konsep dan pelaksanaan Institusional Setting sampai saat ini belum digarap secara sistematis. Oleh karena itu, diperlukan telaahan yang mampu menjawab pertanyaan : Bagaimanakah rumusan strategi yang dapat mencapai tujuan Terwujudnya tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif, setiap sistem yang medukung pembanguan daya saing bangsa? 1.2. Tujuan Telaahan Merumuskan strategi untuk mencapai tujuan Mewujudkan kelembagaan yang efektif dan (melalui) tata kelola yang baik pada setiap sistem (pemerintah, ekonomi, sosial, politik, hokum, budaya, media) yang medukung pembanguan daya saing bangsa 1.3. Ruang Lingkup Telaahan Telaahan ini akan meliputi perumusan isu-isu strategis dan strategi kebijakan untuk mencapai tujuan Mewujudkan kelembagaan yang efektif dan (melalui) tata kelola yang baik pada setiap sistem (pemerintah, ekonomi, sosial, politik, hokum, budaya, media) yang medukung pembanguan daya saing bangsa ?

121

Oleh karena itu, cakupan lingkup tata kelola yang baik meliputi : (a) penerapan prinsip transparansi, taat azas, responsif, inklusif, partisipasi, efektif dan efisien.; dan (b) pada setiap sistem : pemerintah, politik, ekonomi, media, sosial dan budaya. Sedangkan kelembagaan yang efektif mencakup bagaimana peningkatan efektitas aturan main, dan organisasi pada setiap sistem tersebut. I.4. Keluaran Yang Diharapkan Terumuskannya isu-isu strategis dan strategi kebijakan untuk mencapai tujuan Mewujudkan kelembagaan yang efektif dan (melalui) tata kelola yang baik pada setiap sistem (pemerintah, ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, media) yang medukung pembangunan daya saing bangsa ?

122

II. TINJAUAN KONSEPTUAL DAN GAMBARAN SAAT INI II.1. Tinjauan Konseptual Perkembangan pemikiran dan paradigma governance menunjukkan suatu paradigma tata kelola negara yang lebih dinamis dan lebih modern. Tata kelola negara diarahkan kepada pencapaian sinergi diantara pemerintah dan masyarakat, dan otoritas politik dan administrasi negara, dalam memberikan pelayanan publik yang diperlukan dan merupakan hak dari setiap warga negara. Tata kelola mencakup mekanisme, proses dan kelembagan yang digunakan pemerintah, terkait dengan penjelasan fungsi, struktur, budaya, aturan, dan jejaring kerjasama institusi publik, dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat, dan mencapai tujuan berbangsa dan bernegara. Governance refers to the exercise of political and administrative authority at all levels to manage a countrys affairs. It comprises the mechanisms, processes and institutions, through which citizens and groups articulate their interests, exercise their legal rights, meet their obligations and mediate their differences. Specific reference is made to democratic governance as a process of creating and sustaining an environment for inclusive and responsive political processes and settlements. The institutional and human capacities for governance determine the way in which the effectiveness of public policies and strategies is attained, especially in service delivery. (UNDESA, UNDP, UNESCO, 2012). Governance is associated with how the processes and systems used by Governments (function, structure, culture, rules and networking of public institutions) to formulate and implement public policy, in order to achieve national and state goals (Neo & Chen, 2007). Tata kelola juga diarahkan kepada penguatan kelembagaan. Apapun fokus dan cakupan wilayah kewenangannya, pengelolaan yang baik harus meliputi : transparansi dan akuntabel, kompeten pada bidang keahlian yang cocok, dan mempunyai intensi (maksud) untuk selalu melakukan hal yang baik dan benar. In the last half-century we have developed a better understanding of what helps governments function eectively and achieve economic progress. In the development community, we have a phrase for it. We call it good governance. It is essentially the combination of transparent and accountable institutions, strong skills and competence,
123

and a fundamental willingness to do the right thing. Those are the things that enable a government to deliver services to its people eciently . . . An independent judiciary, a free press, and a vibrant civil society and important components of good governance. They balance the power of governments, and they hold them accountable for delivering better services, creating jobs, and improving living standards. (Paul Wolfowitz in Baland et al., 2009). Untuk memahami governance lebih jauh, maka perlu untuk dipahami tentang prinsipprinsip kerja yang mendasarinya. Beberapa lembaga donor memberikan penekanan yang berbeda meski pada prinsipnya sama. Bank Dunia mengembangkan governance indicators yaitu : kebebasan dan akuntabilitas, efektivitas, kualitas regulasi, penegakan hukum, stabilitas politik dan tidak adanya kekerasan negara terhadap masyarakat termasuk terorisme dan kontrol terhadap korupsi. Sementara UNDP (2009) menyatakan 10 prinsip good governance adalah : partisipasi, transparansi, akuntalitas, kesetaraan atau inklusivitas, efisensi dan efektivitas, responsivitas, visi strategis, penegakan hukum, profesionalisme dan supervisi melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat. Menurut United Nations Economic and Social Commision for Asia and The Pasific (2010) merumuskan 8 prinsip good governance yang meliputi : akuntabilitas, transparansi, partisipasi, responsivitas, efektivitas dan efisiensi, penegakan hukum, kesetaraan dan inklusivitas dan berorientasi pada konsensus. Jadi tata kelola mengandung pengertian : merupakan bagian dari setiap sistem dan kelembagaan yang menghendaki proses keteraturan dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Governance is best thought of a sub-set of institutions and as such emphasis on governance is consistent with much recent academic work. Nevertheless, governance is a quite vague rubric which it is dicult to unbundle. The governance of a society is the outcome of a political process and as such is closely related to the literature on the political economy of development. Improving governance necessitates understanding the nature of the entire political equilibrium. Finally, an important research frontier is understanding the forces that create or impeded endogenous changes in governance. Institutions refers to social rules and legal framework. Institutions as a rules (formal and informal) and as players : Institutions are the kinds of structures that matter most in the social realm: they make up the stuff of social life.... we may define institutions as systems of established and prevalent social rules that structure social interactions. Language, money, law, systems of weights and measures, table manners, and firms

124

(and other organizations) are thus all institutions. (Hodgson. G.M., What are Institutions?. 2006). Dynamic Governance and Institutional Culture : (1) The essence of dynamism in governance is continuous learning, new thinking and new ideas that lead to continuous modications of institutions rules, incentives, structures and enforcement mechanisms as problems evolve and new issues emerge and (2) The cultural foundations of governance are derived from how leaders perceive the strengths and vulnerabilities of a countrys position in the world, which then inuence the intended purposes of the governance systems and institutions that are created. (Neo & Chen, 2007). Kelembagaan memiki dua dimensi, yaitu aturan main dan organisasi. Jika instutusi diartikan sebagai aturan main, maka organisasi akan mengelola pemain dan aturan main tersebut untuk mencapai tujuan organisasi. An institution is any collectively accepted system of rules (procedures, practices) that enable us to create institutional facts (Searle. J.R., 2005). Institutions are the rules of the game in society or, more formally, are the humanly devised constraints that shape human interaction. In consequence they structure incentives in human exchange, whether political, social, or economic. . . . Conceptually, what must be clearly differentiated are the rules from the players. The purpose of the rules is to define the way the game is played. But the objective of the team within that set of rules is to win the game. . . . Modeling the strategies and skills of the team as it develops is a separate process from modeling the creation, evolution, and consequences of the rules. (Hodgson. G.M., 2006) It is the interaction between institutions and organizations that shapes the institutional evolution of an economy. If institutions are the rules of the game, organizations and their entrepreneurs are the players. Organizations are made up of groups of individuals bound together by some common purpose to achieve certain objectives. Hodgson. G.M., 2006) An institution is self-sustaining, salient patterns of social interactions, as represented by meaningful rules that every agent knows and incorporated as agents shared beliefs about the ways how the game is to be played. (Aoki. M. 2005).

125

Regulatory oversight bodies are as strong as the political leadership behind them. The success of these institutions is dependent on underlying political forces and external drivers of the policy. In addition to the obvious political will required, some oversight bodies have performed better thanks to their efforts to coordinate and ensure coherence with other policies and reform institutions. (Cordova-Novion, C. and S. Jacobzone (OECD. 2011)

II.2. Strategi dan Arah Kebijakan RPJMN 2005 2014 (dua periode) II.3. Permasalahan Pelaksanaan Pembangunan (Factual Problems) a. Tumpang tindih fungsi menyebabkan tumpang program dan kegiatan antar K/L, dan antar pusat-daerah. Masalah ini diduga disebabkan antara lain : (a) oleh ketidaktegasan dalam menerapkan structure/strategies follows functions dalam berbagai tatanan (negara, pemerintah/ kabinet, dan K/L, serta pemerintah daerah); dan (b) kesulitan untuk memprediksi dan membangun situasi politik yang kondusif untuk membangun pemerintah yang kuat. b. Bagaimanakah tata kelola (pembangunan) yang ideal dan mampu mendukung kerangka kelembagaan ideal efektif? Masalahnya : (a) Bagaimanakah aturan main?: (b) Siapakah saja pemain; dan (c) Siapakah Wasitnya? c. Aturan main tumpang-tindih dan tidak konsisten Masalahnya : (1) Pemahaman kerangka regulasi sebagai bagian kualitas kebijakan; dan (2) apakah diperlukan regulatory oversight body? Siapa dan Bagaimana caranya? d. Konektivitas Nasional yang tidak sempurna : Masalahnya : (1) Postur organisasi K/L yang gemuk meski sudah desentralisasi dan otonomi daerah; dan (2) Perencanaan dan penganggaran yang tidak nyambung

II.4. Kerangka Fikir Telaahan Hasil tinjauan konseptual digunakan untuk mendekati permasalahan dan menemukan solusi terbaik, dan dapat memberikan masukan kepada draf teknokratis RPJM Nasional 2015 2019. Oleh karena itu, kajian ini didasarkan kepada kerangka fikir sebagai berikut :
126

Sistem yang dapat mendukung meningkatnya daya saing bangsa meliputi : pemerintah, hukum, politik, budaya, ekonomi, sosial dan media. Di dalam setiap sistem terdapat empat komponen yang dapat menopang terbangunnya kelembagaan yang efektif, yaitu : pemimpin yang berkarakter, regulasi yang sikron, organisasi yang dinamis, dan tata kelola yang baik.

DAYASAING BANGSA

PEM ERINTAH Pemimpin yang berkarakt eris Organisa siyang dinamis

Regulasi yang sinkron

Kelembagaa nyang efektif

Tata Kelola yangbaik

HUKUM

POLITIK

BUDAYA

EKONOM IHUKUM SOSIAL M EDIA

127

III. METODOLOGI PELAKSANAAN TELAAHAN Kajian ini akan dilakukan melalui studi literature, evaluasi kebijakan, diskusi internal di Bappenas, dan Focus Group Discussion (FGD) atau Round-table Discussion (RTD) di beberapa kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

128

IV. PEMBAHASAN IV.1. Hasil Studi Literatur, FGD, dan Hasil Evaluasi Kebijakan Catatan Diskusi di Medan : Infrastructure, government efficiency. Terjadi juga ego-provinsi. Sebetulnya otonomi daerah yang paling penting adalah net-working. (misalnya musrenbang prov, provinsi lain juga hadir). One village one product tidak bisa jalan, karena petani hidupnya dari divertifikasi (Slide strategi perencanaan kebangkitan ekonomi daerah). Sebenarnya siapapun presidennya ekonomi tetap jalan (contohnya di Sumut). Sebetulnya kita belum siap berdemokrasi. Indonesia itu harus dipimpin oleh pemimpin otoriter. Demikian pula dengan otonomi daerah, birokrasinya memang belum siap. Kita juga terlalu miskin. Wah kita bukan hanya miskin harta, tapi juga miskin nilai dan miskin intelektual. Soal how to, sudah ada tapi berani tidak. Nilai musyawarah tapi demokratis. Jadi antara filosofis dan pelaksanaannya tidak sinkron. Kemudian menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan atau pusat pembangunan. Sektor yang paling potensial di Sumut mestinya pariwisata. Ini pendapat saya, ga tahu yang lain. Selain wisata alam, ada juga wisata budaya, wisata sejarah, dan wisata kuliner. Seperti halnya penang menjual medical tourism. Lagilagi soal manajemen. Aging society : soal produktivitas, tergantung levelnya. Seperti suami saya sudah 56 terpaksa pensiun, padahal masih produktif. Jadi SDM yang bagus pun, tapi kalo sistemnya tidak bagus. Berarti yang penegakan hukumlah yang harus menjadi panglimanya (Prof. Ida. USU) Karena maunya jalan pintas, lembaga-lembaga litbang tidak dapat berkembang. Jadi penelitian bukan ujung tombak. Mestinya kebijakan itu harusnya didahului dengan riset. Ini yang harus dikembangkan. Untuk pa Dedi, ini bukan dikotomi ekonom dan teknokrat. Ini juga peran media yang mengdikotomikan. Strategi menumbuhkan nasionalisme dan kreatifitas. Misalnya carefour semua merk carefour. Indomaret semua merk Indomaret untuk cabe merahpun. Sehingga inovasi itu, kreatifitas di setiap daerah pun tidak muncul. Tidak menghargai ownership. Kreatifitas lokal tidak muncul. Agak susah regulasinya. Jadi banyak sekali yang harus diselesaikan dalam lima tahun. Kata kunci : good bye China, hello Indonesia. Syaratnya satu : strong leadership. Plan, Planning, and Planner. Apapun yang direncanakan kalo tidak ada strong leadership, maka tidak akan terlaksana (Prof. Kasyful)
129

Kita semakin terperangkap pada mekanik. Tapi tetap kita harus melakukan prediksiprediksi. Tapi paling tidak dalam pembangunan manusia ada empat dimensi : fisik, psikologi, spiritual, social. Selain itu, intergrasi pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Menciptakan iklim yang memberdayakan. People Center. Kelembagaan di Kemenristek harus dikembangkan lagi, untuk memperkuat teknologi permesinan. Mekanisme yang terlalu birokratis dapat menghambat inovasi. Mekanisme riset dianggap sama dengan realisasi fisik. Hampir semua pemprov sudah punya pusat inovasi di bawah balitbang. Hanya belum efektif menjalankannya. Otonomi daerah juga kebablasan : mestinya di tingkat provinsi bukan di kabupaten kita. Inovasi itu basicnya kreatif. Orang-orang kreatif memang susah diatur. Jadi perlu manajemen inovasi. Tanpa iptek inovasi tidak jalan. (Prof. Harmen. USU) Salah satu kendala lagi adalah mengurus paten yang memakan waktu 3-5 tahun. Inovasi bisa tumbuh kalo ada kemudahan dalam mengurus paten tersebut. Dirjen HAKI dibandingkan ke Jepang dalam 3 bulan sudah keluar. Sebenarnya dari sawit itu akan ribuan HAKI. Di Malaysia sudah diproduksi besar-besaran. Kalo produksi skala kecil sudah dilakukan oleh penduduk. Jadi harus ada penguatan SDM di Dirjen HAKI. Jadi salah satu hal untuk memperkuat inovasi adalah memperkuat Dirjen HAKI (jumlah dan kualitan SDM). Sebenarnya ada pusat-pusat HAKI di daerah. Harus juga punya link ke luar negeri. Siapa yang paling bertanggungjawab kalo sistem inovasi tidak jalan? Mestinya innovation award yang Kementerian Ristek. Ini salah satu contoh mengatasi masalah dengan membentuk lembaga baru (misalnya KIN, Dewan Riset, Pusat Riset di daerah), malah menimbulkan masalah lain. Sebenarnya antara DPRD dan pemerintah daerah itu harus dibangun suatu mekanisme check and balances. Jadi DPRD tugasnya melakukan fungsi check and balances dengan menganut prinsip-prinsip demokratis. Tapi kan kenyataannya, terutama sejak belakangan ini yang muncul persoalan-persoalan relasi di antara kedua lembaga ini eksekutif dan legislatif masih naik-turun berkaitan dengan berbagai agenda. Banyak sekali agenda-agenda tertentu dari DPRD. Meskipun mereka anggota DPRD tapi mereka lebih mementingkan dirinya sendiri ketimbang misalnya untuk membangun aspirasi rakyat. Jadi relasi dengan pemerintah daerah, seringkali terjadi tarik menarik kepentingan sehingga mengganggu kinerja pemerintah kota. Nah itu kan mestinya Demokrat menjadi leading di dalam permainan politik di Medan, tapi ternyata itu tidak terjadi, karena di dalam fraksi Demokrat sendiri
130

terpecah lagi menjadi fraksi-fraksi. Karena yang 50 orang anggota ini juga punya kepentingan. Hal ini memperlemah posisi mereka, yang juga memperlemah fungsi pengawasan. Nah ini yang menyebabkan pengaruh terhadap efektifitas pemerintah. Pemerintah kota juga ... bagaimana ya karena ini perangainya Walikotanya juga yang tidak mampu menunjukkan kinerja yang baik, yang juga punya kepentingan dan agenda sendiri. Mereka melakukan tawar-penawar di tengah situasi seperti ini. Tentang netralitas birokrasi bagaimana pa? Berjalan tidak pa? BA : Oh tidak berjalan. Kalau kita lihat pilkada-pilkada, soal pelayanan publik pun birokrasi tetap memihak kepada partai tertentu atau pihak yang memiliki kedekatan dengan pihak tertentu. Kedua pengertia memihak itu misalnya pilkada di manapun, birokrasi di republik ini tidak pernah netral. Sepanjang birokrasi itu dapat melayani masyarakat dengan baik. Apa yang rakyat rasakan adalah melalui pelayanan masyarakat ini. Jadi harapannya akan muncul melalui perbaikan pelayanan publik. Apabila pelayanan publik ini lebih baik, lalu memperhatikan aspirasi raktat, tidak berbelit-belit, dan masyarakat mudah mendapatkan akses terhadap pelayanan publik, maka harapan itu ada. Jadi masyarakat tidak peduli mau netral atau tidak ... yang paling penting adalah pelayanan publik itu. Bagaimana meningkatkan kepercayaan masyarakat. Sejak pelaksanaan otonomi daerah 1998, kabupaten/ kota sulit dikontrol. Bahkan Gubernur pun seringkali diabaikan oleh mereka-mereka ini. Karena juga mereka tahu legalitas atau keabsahan dia lebih kuat (misalnya sumber daya alam atau sumber daya politik) dibandingkan dengan Gubernur. Misalnya di Mandailing, punya tambang itu kan bukan milik provinsi, tapi dimiliki oleh kabupaten. Jadi dengan penguasaan seperti itu kan bagi mereka lebih mudah untuk melakukan peng-kaplingan atau distribusi lahan kepada siapapun. Kewenangan seperti ini yang sangat sulit untuk dikontrol oleh siapapun. Saat ini untuk meraih suara partai lebih banyak melakukan politik belas kasihan. Tidak ada waktu dan dana yang cukup untuk melakukan pendidikan politik. Mereka mendatangi konstituen hanya untuk mempopulerkan diri dan berkumpul-kumpul dalam rangkan memenangkan salah satu calon. Tidak ada kegiatan yang mencerdaskan rakyat, sadar politk, atau melakukan pembangunan melalui kader-kader politik yang militan. Pada saat ini anggota DPRD tingkat kota/kabupaten masih mencari pekerjaan sebagai anggota DPRD. Tidak ada idealisme. Ada OKB yang semula pekerjaannya tidak jelas. Bos-bos lokal, yang sedikit preman. Setelah menjadi
131

anggota DPRD malah menjadi kontraktor hasil membangun jaringan nepotistik. Jaringan ekonomi dengan bos-bos lokal. Mereka menjadi aktor ekonomi baru setelah menjadi elit lokal. Mereka menjadi punya pekerjaan setelah menjadi anggota DPRD terutama yang terkait dengan bisnis-bisnis perijinan. Hal ini juga terkait dengan kemampuan analisis mereka. Selama ini saya yang menyiapkan pidato atau bahanbahan talk-show mereka. Oleh karena itu, ke depan semestinya pendidikan minimal anggota DPRD adalah S1. Paling tidak ada perantauan intelektual yang cukup. Catatan Wawancara dengan Walikota Surabaya Selamat datang di Kota Surabaya, sebetulnya kami mencoba melihat bagaimana Surabaya ini lebih nyaman dan menjadi rumah bagi masyarakat Surabaya itu sendiri, artinya bukan cuman rumah tapi memilki ruang, seluruh aktivitas mulai dari sekolah, bekerja, tempat rekreasi itu terakomodasi, makanya pendidikan mulai dari PAUD hingga SMA bersifat gratis bahkan pendidikan swasta pun di berikan kebijakan yang sama. Dalam bidang kesehatan pun di berikan bukan hanya kepada orang miskin saja yang memiliki kartu jamkesmas, bahkan yang tidak memiliki kartu pun tetap diberikan kebijaksanaan. Anak yatim diberi makanan setiap hari bahkan lansia pun diberi makan 4 kali dalam seminggu dan itu semua free. RT dan RW di fasilitasi internet secara gratis agar supaya komunikasi dengan pemerintah kota bisa lancar, dalam 2 tahun ini kota Surabaya sudah tidak banjir. Luas Surabaya ini dari kota Jakarta, penduduknya pun 1/5 dari kota Jakarta , tapi uang Surabaya itu 1/10 dari kota Jakarta karena Jakarta itu provinsi sedangkan Surabaya cuman kota. Dalam setahun pemkot itu menggelontorkan 500-600M untuk penggangguran di kota Surabaya (padat karya), pemberlakuan jam malam untuk anak kecil. Ambulance dan mobil jenazah itu berlaku 24 jam untuk masyarakat kota Surabaya. Diskusi Dalam penerapan awal bagaimana pengaruhnya dengan APBD? Tidak ada masalah dengan APBD, awalnya dicoba di pendidikan dan ternyata mencapai 30% dan memang tidak menjadi kendala ,ada pendekatan yang dilakukan dengan cara pengecilan struktur organisasi pemerintahan. Tidak ada transaksi kas yang dilakukan di Surabaya semuanya melalui media eletronik bahkan transaksi keuangan pun diterapkan metode yang sama (paper-less). Tenaga yang dibutuhkan pun menyusut. Kebutuhan warga kalo bisa dipenuhi semua, semua ide tentang perubahan Surabaya memang tercipta dari Ibu walikota sendiri dengan di bantu dengan aparat yang menjalankannya.
132

Apakah ada batasan waktu? Ada batasan waktu untuk satu program, sebagai contoh Surabaya single window/ masalah perizinan yang akan launching pada hari ulang tahun kota Surabaya, pembatasan waktu ini agar semua pekerjaan bisa efektif, jadi dalam leadership (kepemimpinan) keras kepala itu perlu. Demokratis itu sebenarnya apa? Sepanjang masyarakat itu kebutuhanya terpenuhi maka itu yang di anggap demokratis. harus ada partisipatif dalam suatu kepemimpinan. Bagaimana dengan DPRD? Awalnya DPRD menolak, tetapi setelah melihat hasilnya maka DPRD pun simpati karna masyarakat banyak yang merasakan betul program yang jalan. Dalam rangka reformasi birokrasi, pak Wapres pernah menyatakan bahwa birokrasi itu mesti netral jadi bebas dari intervensi politik? Kami tidak pernah bicara politik dalam menjalankan program, dalam artian kalo masyarakat senanag dengan apa yang kita capai maka tidak perlu kampanye lagi untuk melanjutkan pilwalkot kedepan. Kalo masyarakat itu diperhatikan maka dia akan memberikan yang lebih buat pemerintah. Mengenai pengelolaan birokrasinya, ketika ibu walikota melontarkan ide awal mungkin ada keraguan, bagaimana mengatasi keraguan itu? Karena kita berangkat dari birokrat, maka para staf ini sudah mengerti track record saya jadi mereka ini nda pernah merasa ragu apalagi bertanya. Dari awal saya menjabat pun kami tidak pernah rapat staf karna mereka tahu akan maksud saya untuk menjadikan Surabaya ini sebagai rumah yang nyaman bagi masyarakat Usaha ibu walikota untuk melakukan perubahan-perubahan pada kota Surabaya ini, apakah itu di sertai dengan perubahan mindset? Pasti, karna yang paling utama itu adalah contoh, artinya dalam pelayanan kita harus turun lansung ke lapangan, jadi dengan menunjukkan peran besar buat masyarakat Menyangkut perencanaan, perencana itu dimensinya panjang dan menengah nah itu diperkuat dengan proses transformasi fisik, ekonomi, social dan lingkungan dalam artian bagaimana bisa bertranformasi sehingga itu tidak menghasilkan masalah? Kita melakukan analisa dahulu setelah mendapatkan laporan, setelah di analisa maka kami akan memberikan pelayanan. Kita punya data kemiskinan di kota Surabaya ini dalam artian apabila dalam sebuah keluarga ada warga yang tidak kerja di usia kerja, maka kami akan berikan fasilitas pekerjaan yang layak dengan kemampuannya. Jadi treatmentnya nda bisa ditangani UKK dalam pengentasan kemiskinan, kita harus

133

fokuskan dulu dalam kemiskinan harus detail. Adapun pembiayaannya diambil dari APBD, pedekatannya apa yang dilakukan dengan DPRD? Menurut ibu walikota, apakah pengetahuan pemerintahan dibutuhkan untuk seorang kepala daerah? Perlu, tapi tidak hanya pemerintaham tapi perencanaan juga diperlukan, bagaimana pengembangan wilayah kota itu sebenarnya, bagaimana cara mensejahterakan masyarakat, bagaimana pelayanan yang baik itu semua di perlukan dalam memimpin suatu daerah. Perencanaan jangka panjang itu dituangkan dalam implementasi DTUD, perencanaan jangka menengah itu dituangkam dalam visi Tentang pembagian urusan Pusat, Provinsi dan Kota? Komentar ibu walikota bagaimana? Harusnya pemerintah pusat melakukan pekerjaan yang detail dan full, jangan stengahstengah, harus ada konsistensi sesuai dengan RPJM yang telah ada, agak beratnya yaitu anggaran disedot provinsi tapi pekerjaan diberikan kepada pemerintah kota. Untuk dimensi kedepan, masalah transportasi kedepan itu bagaimana dalam hal jangka panjang apakah akan ada perubahan pemikiran? Itu sudah kami fikirkan semua, kita telah memikirkan dalam hal 3 dimensi, yaitu bukan cuman satu hal saja yang akan menjadi masalah Angkutan massal untuk kota Surabaya itu apakah sudah mutlak? Sudah,mengenai rel kereta api yang dulunya di hapus sekarang sudah dibangun lagi ,monorel sudah kami siapkan untuk kota Surabaya. Mengenai Governance (tata kelola) dan kelembagaan, tentang presiden yang terpilih nanti, apakah layak untuk di kerjakan dalam artian untuk membenahi maslah tata kelola dan kelembagaan itu sendiri? Terlalu besar lembaga yang akan kita rubah, kita jangan menambah lembaga lagi kalo bisa kita rampingkan saja untuk efektifitas kinerja pemerintahan,yang jadi masalah dalam kelembagaan itu tentang pembagian urusan karena dalam kelembagaan itu selalu saja sektoral,bagaimana membongkar masalah-masalah itu sendiri,cuman satu caranya yaitu dalam pasal menyatakan mengerjakan suatu masalah sesuai dengan tugas dari pimpinan. Bagaimana menjalankan visi- misi yang telah ada? Mengatur APBD dan mensinkronkan dengan APBN, bagaimana ibu walikota bisa menyesuaikan dengan kota Surabaya?
134

Dalam musrembangda itu semua dibahas, karena dalam tatanan kota Surabaya saya harus keras bahkan DPRD pun saya ajak berdiskusi untuk menjelaskan semua mainstreaming yang telah saya lakukan di kota Surabaya. Anggaran APBD 5,9 Triliun, sedangkan untuk belanja pegawai 35% itupun ada bantuan hibah Jadi penentuan hal-hal dasar dulu yang perlu di tangani, dan itu menjadi issu bagaimana menjadikan kelembagaan berdasarkan pemikiran dasar. Harus ada keberanian untuk membangun daerah itu sendiri. Kebih baik kita di benci sekali sama masyarakat asalkan kita punya arti buat daerah kita sendiri. Di awal reformasi dalam hal Otonomi di Bappenas itu sendiri kita kalah, karena menurut kami di Bappenas ada perbedaan antara penyususn dengan Tim dari Bappenas itu sendiri dalam artian kita bukan butuh kebebasan tapi kita harus bersikap realistis dulu. Tidak cuman fisik tapi perubahan budaya, dalam RPJMN itu ada pendekatan budaya yang sangat kuat. Bagaimana memasukkan aspek budaya kedalam maslah-masalah itu sehingga tercipta kerjasama dan mungki itulah yang diharapkan dalam Otonomi daerah itu. Kasus Pengembangan Panas Bumi Sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, permintaan akan energi di Indonesia tumbuh dengan pesat. Kebutuhan energi tersebut, listrik di antaranya, belum dapat dipenuhi dengan baik, ditunjukkan di antaranya dengan rasio elektrifikasi nasional yang masih rendah (79 persen). Di sisi lain, Indonesia memiliki berbagai macam sumber energi, baik dari bahan bakar fosil maupun sumber energi terbarukan, termasuk panas bumi. Cadangan panas bumi Indonesia cukup besar, diperkirakan sekitar 40 persen dari cadangan panas bumi dunia. Sebagai bahan bakar pembangkitan listrik, panas bumi memiliki keunggulan karena ketersediaan bahan bakarnya yang stabil (dan murah), dan layak dimanfaatkan sebagai pemikul beban dasar (base load). Panas bumi tersedia setempat, tidak dapat diekspor. Panas bumi menghasilkan emisi karbondioksida yang rendah dibandingkan bahan bakar fosil. Mempertimbangkan potensi dan keunggulan panas bumi di satu sisi dan kebutuhan listrik yang sangat besar di Tanah Air, menjadi pertanyaan: mengapa pemasokan listrik dari sumber panas bumi di Indonesia selama ini masih sangat rendah? Mengapa target-target penambahan kapasitas pembangkit listrik panas bumi belum dapat tercapai? Bagaimanakah hal ini dapat ditinjau dari aspek institusi?

135

Pendirian PLTP pertama di Indonesia (PLTP Kamojang, mulai beroperasi tahun 1983) diawali dengan 2 buah Keppres: Kepres No. 16/1974 yang memerintahkan Pertamina melakukan eksplorasi), serta Kepres No. 22/1981 memerintahkan PLN membangun PLTP. Kepres tersebut juga telah menjadi dasar bagi penambahan kapasitas panas bumi setelahnya. Tahun 1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi, yang diikuti dengan reformasi di bidang politik. Hal ini ditandai antara lain dengan keputusan pemilihan Presiden langsung oleh rakyat, ditingkatkannya peran partai politik, dan digulirkannya otonomi daerah. Seiring dengan reformasi yang dilakukan, sejumlah undang-undang baru juga telah diterbitkan, termasuk yang berkaitan dengan sektor energi. Tahun 2003 diterbitkan UU mengenai Panas Bumi (UU No. 27/2003). Selain UU Panas Bumi, di sektor energi juga diterbitkan UU 22/2001 mengenai Minyak & Gas Bumi, UU Kelistrikan 20/2002 (diubah menjadi 30/2010), UU Energi (30/2007), UU Pertambangan, Mineral & Batubara. Sebelum dan sesudahnya juga telah diterbitkan berbagai UU mengenai Otonomi Daerah. Di samping itu juga diterbitkan berbagai UU Sektor, seperti UU Kehutanan, dan pengaturan seperti UU BUMN (19/2003), UU Persaingan Usaha, UU Lingkungan, dsb. Diterbitkannya berbagai macam UU tersebut, memiliki dampak yang besar bagi pengembangan panas bumi. Kewenangan pemberian WKP (Wilayah Kerja Penambangan Panas Bumi) yang semula terpusat kini di distribusikan ke Pemerintah Pusat, Kabupaten/Kota, dan Provinsi. Penggunaan lahan untuk pengusahaan panas bumi kini membutuhkan perizinan yang ketat dari sektor Kehutanan. Seringkali proses perijinan tersebut memakan waktu lebih dari 8 tahun. Kesepakatan mengenai tarif (PPA: power puchase agreement) tidak lagi mudah dicapai karena BUMN yang terlibat (baik sebagai pemasok maupun penampung) harus sangat ketat mempertimbangkan motif keuntungan. Perubahan kewenangan membawa masalah karena institusi yang mendapat tugas baru tidak siap untuk melakukannya, karena langkanya pengalaman dan kepemilikan sumberdaya manusia. IV.2. Hasil Analisis Otonomi Daerah. Di dalam berbagai pelaksanaan program pembangunan tercermin ketidaksiapan pemerintah. Misalnya pelaksanaan otonomi daerah. terjadi salah pemahaman yang menyebabkan kerancuan dalam hubungan antar provinsi, atau antar kabupaten/ kota di dalam provinsi. Terjadinya ego-provinsi atau persaingan antar daerah yang tidak sehat, padahal sebetulnya tujuan adanya kebijakan otonomi
136

daerah adalah terciptanya net-working dan sinergi antar pemerintah daerah. Selain itu, otonomi daerah telah mengungkap adanya ketidaksiapan birokrasi menjadi perangkat daerah yang kompeten dan siap bersaing. Jadi dua isu strategis otonomi daerah yang perlu dicarikan solusinya adalah : (1) kejelasan dan kepastian aturan pembagian fungsi dan urusan, serta struktur organisasi pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/ kota; dan (2) evaluasi dan kontrol terhadap pelaksanaan pemekaran daerah yang tidak berhasil memberikan pelayanan dasar kepada masyarakat. Demokratisasi. Pemilihan langsung telah membawa konsekwensi demokratisasi yang kurang tepat pada beberapa hal, karena tidak diikuti dengan kedewasaan berpolitik yang seharusnya dimiliki para aktor politik dan pendidikan politik bagi masyarakat. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan dan status pekerjaan asal para aktor politik lokal, menyebabkan terjadinya politik kotor, tidak beradab dan saling menjatuhkan. Apabila kedua pihak yang berlawanan berada pada posisi yang sama-sama memiliki kewenangan, maka hal ini akan mengganggu sistem yang seharusnya dibangun bersama-sama secara objektif. Ilustrasi ini sering terjadi di dalam perseteruan antara partai mayoritas di DPRD dan Kepala Daerah terpilih. Implikasi terpilihnya anggota DPRD yang semula pengangguran, sering menjadi pengganggu objektifitas pelaksanaan sistem pengadaan barang/ jasa termasuk eprocurement, karena yang bersangkutan sudah berubah menjadi pengusaha yang ikut dalam suatu tender. Kelembagan Riset. Isu-isu dalam hal kelembagaan riset antara lain adalah : (1) belum jelasnya fungsi dan hubungan di antara lembaga-lembaga riset di berbagai intansi pemerintah dan di perguruan tinggi; (2) hubungan dengan dunia industri; (3) pengelolaan hak paten dan HAKI; dan (4) keterkaitan antara research to policy. Isu-isu tersebut di atas menyebabkan dorongan bagi peneliti di dalam negeri untuk mengembangkan berbagai inovasi dan Iptek menurun dan kurang memberikan insentif terutama apabila dibandingkan dengan mekanisme pengelolaan inovasi dan pengelolaan riset di negara lain. Pelayanan Publik. Bagi masyarakat yang paling penting itu adalah terpenuhinya pelayanan dasar. Siapapun pemimpinnnya, apapun partainya, selama masyarakat puas dan memiliki akses yang sama, maka kehadiran pemerintah akan dirasakan. Hal ini menegaskan kehendak masyarakat yang menyatakan bahwa pemerintah

137

yang efektif adalah pemerintah yang dipercaya oleh rakyatnya, karena dianggap mampu memenuhi kebutuhan dasar. Netralitas Birokrasi. Pengertian birokrasi yang netral menurut Wapres Budiono adalah mesin birokrasi yang bersih dari intervensi politik dan kepentingan bisnis tertentu. Temuan yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh karakteristik pemimpinnya. Seorang Kepala daerah yang terlihat oleh warganya sangat membela dan berpihak kepada rakyat, nothing to lose, tegas dan mampu memberikan kepastian (hukum), sedikit-demi-sedikit mampu memukul mundur para pihak yang semula berniat untuk melakukan intervensi politik maupun intervensi bisnis. Hubungan dengan legislatif-pun menjadi semakin mudah karena proses dan hasilnya secara transparan dapat terlihat langsung oleh seluruh warga. Dalam hal ini peran Pemimpin yang berkarakter dan forum media yang transparan sangat menentukan efektifitas proses. Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran. Komponen paling lemah dalam sistem perencanaan adalah : (1) sumber-daya manusia tidak kompeten; (2) data tidak akurat dan tidak up-date; dan (3) pedoman yang sering berubah-ubah. Kelemahan sumber daya manusia bukan hanya berkenaan dengan birokrasi, tapi juga dengan para legislator, mulai dari pemahaman siklus perencanaan, perumusan kebijakan, sampai kepada menggunakan data, angka statistik, peta, hasil-hasil riset dan evaluasi kebijakan sebelumnya. Ketersediaan data yang akurat dan up-date juga sering menjadi kendala, karena faktor kemalasan dan keterbatasan alokasi anggaran. Dalam hal pedoman penyusunan rencana dan anggaran, selain sering berubah-ubah, juga membingungkan karena berbeda instansi berbeda pula petunjuk (misalnya Bappenas dan Kemendagri bagi perencana di daerah). Sikronisasi regulasi antar-sektor dan Konsistensi regulasi inter-sektor. Bercermin dari kasus panas bumi di atas, ketidak-konsistenan regulasi inter-sektor energi (panas bumi) menyebabkan ketidak-sikronan regulasi dengan sektor kehutanan. Berbagai aturan mulai dari Kepres sampai dengan UU Energi dan UU Baminerba, serta keterkaitannya dengan UU Kehutanan, Persaingan usaha dan Lingkungan, perlu dikaji ulang untuk menelusur dan memastikan pengelolaan panas bumi, sejak dari hulu sampai hilir yang efektif dan bermanfaat. Selain itu, hal penting yang perlu dirumuskan antara lain perumusan peningkatan kapasitas instansi pelaksana

138

dan sumber daya manusia, serta penguatan kapasitas institusi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan energi panas bumi. Dengan menggunakan aplikasi Analytical Network Process (ANP) isu-isu strategis yang semula dirumuskan ke dalam empat isu : (1) belum meratanya kapasitas tata kelola yang baik dalam mendukung kelembagaan yang efektif; (2) tumpang-tindih fungsi organisasi; (3) regulasi yang tidak singkron dan tidak konsisten; dan (4) konektivitas nasional yang tidak nyambung; setelah dianalisis maka mengerucut menjadi dua isu strategis pokok, yaitu

139

V. PENUTUP V.1. Kesimpulan V.2. Rekomendasi Tindak-lanjut Hasil Telaahan (termasuk usulan penyajian keterkaitan dengan dokumen teknokratis RPKMN)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN : Matriks, Gambar, Tabel dan lain-lain

140

Anda mungkin juga menyukai