Anda di halaman 1dari 26

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323834373

POTRET KETENAGAKERJAAN, PENGANGGURAN, DANKEMISKINANDI


INDONESIA: Masalah dan Solusi

Research · March 2018

CITATIONS
READS
4
47,960

1 author:

Muhdar Hm
State Islamic Institute of Sultan Amai Gorontalo, Gorontalo Province, Indonesia
22 PUBLICATIONS 79 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

TRAINING ROLE WITHIN MSME DEVELOPMENT OF BEEF CATTLE AS A VILLAGE ECONOMIC SECTOR IN GORONTALO DISTRICT, INDONESIA View project

All content following this page was uploaded by Muhdar Hm on 18 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Al-Buhuts
ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-823X
Volume 11 Nomor 1 Juni 2015
Halaman 42-66 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/ab

POTRET KETENAGAKERJAAN, PENGANGGURAN,


DANKEMISKINANDI INDONESIA: Masalah dan Solusi

Muhdar HM1
muhdar73@ gmail.com

Abstrak

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan fotret


ketenagakerjaan, pengangguran dan kemiskinan di Indonesia dan meneropong
masalah dan solusinya.Ketenagakerjaan-pengangguran dan kemiskinan
merupakan masalah yang menjadi isu sentral di setiap negara tak terkecuali di
Indonesia. Kedua hal ini saling berhubungan satu sama lainnya. Masalah
ketenagakerjaan dapat menyebabkan pengangguran dan penganggguran dapat
menyebabkan kemiskinan.Olehnya itu dibutuhkan suatu kebijakan-kebijakan
untuk mengatasinya. Dalam pembangunan nasional, kebijakan ekonomi makro
yang bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter diarahkan pada
penciptaan dan perluasan kesempatan kerja perlu ditingkatkan. Guna
menumbuh kembangkan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu
keberpihakan kebijakan termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil
dan tingkat suku bunga kecil yang mendukung. Demikian pula, sinergisitas
kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota yang merupakan satu kesatuan yang saling
mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan kerja sangat penting
untuk dilakukan.
Kata Kunci: Ketenagakerjaan, Pengangguran, Kemiskinan

1. PENDAHULUAN
Fenomena masalah pengangguran dan kemiskinan akan menjadi isu
sentral hingga tahun 2012 bahkan tahun ini. Hal ini ditandai dengan adanya
kepekaan atau elastisitas terhadap pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi.
Akibat krisis ekonomi global, Pemerintah Indonesia memperkirakan jika tahun
ini jumlah tambahan pengangguran atau pemutusan hubungan kerja (PHK)

1
Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan
Amai Gorontalo.

4
Muhdar

mencapai 200 ribu orang. Tingginya angka PHK ini dipengaruhi oleh
menurunnya pertumbuhan ekonomi dari prakiraan semula sebesar 5.5% menjadi
4.5% saja.
Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini salah satunya disebabkan
menurunnya pertumbuhan ekspor yang diproyeksikan tumbuh 5%, namun
hanya diprakirakan mencapai 2.5%. Demikian pula produktifitas nasional pun
mengalami penurunan. Sedangkan untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi
sebesar 5.5% saja, jumlah penduduk miskin akan mencapai 28 juta atau 12,68%
dari total penduduk. Namun jika mencapai 4.5%,akan menyebabkan
pengangguran baru yang juga diikuti dengan meningkatnya penduduk miskin
hingga menjadi 30,24 juta jiwa atau 13,34% dari total penduduk.
Krisis ekonomi global yang sedang melanda belahandunia ini tidak bisa
dicegah apalagi dikendalikan hanya satu bangsa saja. Olehnya itu, pasti akan
berdampak pada kesehatan ekonomi nasional. Guna mengatasi masalah ini,
salah satu langkah yang ditempuh adalah meminimumkan dampak negatif
tersebut sekaligus berpikir ulang tentang makna reformasi ekonomi.
Kemiskinan dan pengangguran jangan ditempatkan sebagai turunan dan sisa
dari target pertumbuhan ekonomi. Dan ini dicerminkan dengan pendekatan
tambal sulam. Dengan kata lain arusutama ( mainstream) para perencana
pembangunan harus propopulis ketimbang berorientasi mutlak pada propasar.
Padahal sejak republik ini berdiri, penanggulangan pengangguran dan
kemiskinan bukanlah masalah yang disepelekan melainkan menjadi prioritas
penangnanan. Mengatasi pengangguran dan kemiskinan itu tidaklah dilakukan
ketika masalah ini menjadi isu nasional. Hal inilah yang menjadi faktor utama
mengapa pengangguran dan kemiskinan sulit dicegah karena penanganan
permasalahan tidak dipersiapkan sebelumnya.
Kejadian ini bermula dari mashab pemikiran para perencana
pembangunan yang terlalu berorientasi pada propasar semata. Ketika
pertumbuhan ekonomi terlalu mengandalkan pada industri-industri atau
perusahaan besar saja, maka lambat laun usaha ekonomi rakyat akan tergilas.
Sebaliknya ketika terjadi krisis global maka runtuhnya produktifitas raksasa-
raksasa tersebut akan berakibat pada penderitaan rakyat. Ketika itu barulah
pemerintah menengok pentingnya pertumbuhan ekonomi usaha kecil dan
menengah.
Sebenarnya, pemerintah saat itu sudah punya kebijakan triple track
strategy yakni progrowth, propoor, dan proemployment. Namun pertanyaannya
apakah dalam operasionalnya sudah sesuai dengan kebijakan tersebut. Belum
tentu bukan. Kenyataannya, pemerintah belum terbuka mengutarakan
bagaimana kebijakan triple track strategy itu diterjemahkan dalam kebijakan
makro yang komprehensif antarsektor. Misalnya apa dan bagaimana
pembangunan pertanian berkaitan dengan pembangunan sektor industri,
perdagangan, ketenagakerjaan, pembangunan daerah, infrasruktur, dan

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 4
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

sebagainya. Begitu pula bagaimana pembangunan di sektor nonpertanian


kaitannya dengan pembangunan sektor-sektor lainnya. Kemudian instansi mana
saja sebagai unsur pendukung utama untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan
kebijakan pembangunan itu? Kalau belum ada yang komprehensif dan holistik,
maka pendekatan pengentasan kemiskinan dan pengangguran tidak mudah
diatasi.
Jelas bahwa masyarakat bakal semakin lelah jika masalah pengangguran
dan kemiskinan terabaikan. Secara ekonomi, daya beli mereka akan melemah
dalam memenuhi kebutuhan hidup layak minimumnya. Sementara secara
psikologis mereka akan menderita mental yang tidak mudah terobati. Karena itu
pemerintah perlu mengoptimumkan sumberdaya yang ada sekaligus mencari
sumber-sumber ekonomi lainnya yang potensial. Program-program stimulus
ekonomi plus pengembangan infrastruktur ekonomi sebaiknya diarahkan pada
sektor padat karya. Termasuk bagaimana sektor usaha kecil dan menengah
(sektor-sektor padat karya) seperti pertanian dan industri haruslah menjadi
prioritas utama pembangunan jangka panjang. Karena itu, batasan masalah yang
diajukan adalah bagaimanakah masalah pengangguran dan masalah kemiskinan
di Indonesia sejak tahun 2007 hingga 2011?

2. LANDASAN TEORI

2.1. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan aspek yang penting dalam pembangunan
ekonomi karena tenaga kerja merupakan salah satu balas jasa faktor produksi.
Topik mengenai masalah kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi baik
dalam skla nasional maupun regional mendapat perhatian banyak orang.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan penambahan investasi dan
kebijakan ekonomi yang kondusif merupakan hal penting. Dengan penambahan
investasi baru diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada
akhirnya juga dapat menciptakan lapangan kerja baru.
Dalam istilah Badan Pusat Statistik (2007), beberapa istilah
ketenagakerjaan yang mesti dipahami sebagai dasar dalam memahami masalah
tersebut di Indonesia di antaranya (1) tingkat partisipasi angkatan kerja yang
merupakan indikator yang dapat menggambarkan keadaan penduduk yang
berumur 15 tahun ke atas yang berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi, (2)

4 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

tingkat pengangguran terbuka, dan (3) penyerapan tenaga kerja yaitu mereka
yang terserap diberbagai lapangan pekerjaan pada suatu periode. 2
Dalam teori ketenagakerjaan menurut BPS (2007) digunakan Konsep
Dasar Angkatan Kerja (Standar Labour Force Concept) seperti yang digunakan
dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Konsep ini merupakan
konsep yang disarankan dan rekomendasikan International Labour Organization
(ILO). 3Lebih lanjut disebutkan bahwa penduduk dibedakan atas usia kerja dan
penduduk bukan usia kerja. Sedang penduduk usia kerja dibedakan atas dua
kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja
terdiri dari penduduk yang bekerja dan pengangguran. Sedangkan bukan
angkatan kerja terdiri penduduk yang periode rujukan tidak mempunyai/
melakukan aktivitas ekonomi, baik karena sekolah, mengurus rumah tangga
atau lainnya (pensiun, penerima transfer/kiriman, penerima deposito/bunga
bank, jompo atau alasan yang lain)4
Sementara itu, United Nation (1962) mendefisikan angkatan kerja atau
penduduk yang aktif secara ekonomi sebagai penduduk yang memproduksi
barang dan jasa secara ekonomi yang juga mencakup mereka yang tidak bekerja
tapi bersedia bekerja.Sedang yang dimaksud dengan penduduk bekerja adalah
penduduk yang melakukan kegiatan melakukan pekerjaan penghasilan atau
keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja
dalam satu jam tersebut harus dilakukan secara berturut-turut dan tidak terputus.

2.2.Pengangguran
Masalah pengangguran menurut Keynes dianggap selalu wujud dalam
perekonomian karena permintaan efektif yang wujud dalam masyarakat
(pengeluaran agregat) adalah lebih rendah dari kemampuan faktor-faktor
produksi yang tersedia dalam perekonomian untuk memproduksi barang-barang
dan jasa-jasa 5
Defenisi pengangguran masih beragam. Dalam ilmu kependudukan
(demografi), orang yang mencari kerja masuk dalam kelompok penduduk yang
disebut akangkatn kerja. Berdasarkan kategori usia, angkatan kerja berusia 15-
64 tahun. Tetapi tidak semua orang yang berusia 15-64 tahun dihitung sebagai
angkatan kerja. Yang dihitung sebagai angkatan kerja adalah penduduk 15-64

2
Badan Pusat Statistik. Analisis Sensus Ekonomi 2006 Mengenai Ketenagakerjaan
Provinsi Sulawesi Selatan (Hasil Sensus Sampel 2007). (Makassar: BPS Sulsel, 2007).
Hal. 52.
3
Badan Pusat Statistik. Statistik Sosiasl Sulawesi Selatan Tahun 2007.(Makassar:
Bappeda Sulsel dan BPS Sulsel, 2007). Hal. 136.
4
Ibid. hal. 137
5
Sadono Sukirno. Pengantar Teori Makro Ekonomi. (Jakrta: Lembaga Penerbitan
Universitas Ekonomi Universitas Indonesia, 1981). Hal. 169

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 4
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

tahun dan sedang mencari kerja sedangkan yang tidak mencari kerja mungkin
saja sedang mengurus keluarga atau sekolah, tidak masuk angkatan kerja. Jadi
tingkat pengangguran adalah persentase angakatan kerja yang tidak/belum
mendapatkan pekerjaan6
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan
ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah
pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat
kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah
pokok makro ekonomi yang paling utama.

2.2.1. Jenis-Jenis Pengangguran


Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum
bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka
pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: Pertama,
Pengangguran Terselubung(Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja
yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu; Kedua,Setengah
Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja
secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja
setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35
jam selama seminggu; Ketiga, Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)
adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.
Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat
pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

2.2.2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pengangguran


Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah
sebagai berikut: Pertama, besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan
Kesempatan Kerja. Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan
kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya
sangat jarang terjadi. Kedua, struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang. Ketiga,
kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik
tidak seimbang. Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar
daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya,
belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan
yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga
kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia. Keempat,
Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh
struktur Angkatan
6
Prathama Rahardja dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi:
Mikroekonomi dan Makroekonomi.(Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2004). Hal. 329.

4 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

Kerja Indonesia. Kelima, penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar


daerah tidak seimbang. Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja
lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi
keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga
kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara
lainnya.

2.2.3. Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian


Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap perekonomian kita
perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi,
yaitu: Pertama, dampak pengangguran terhadap perekonomian suatu
negara.Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah
meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil
dan dalam keadaan naik terus.Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif
tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi
yang telah dicita-citakan. Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak
negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
(a) Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan
tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa
menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan
lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya).
Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih
rendah.
(b) Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari
sektor pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan
menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan
masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari
masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk
kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan
pembangunan pun akan terus menurun. (c) Pengangguran tidak menggalakkan
pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli
masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil
produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan
Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru.
Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan
ekonomipun tidak akan terpacu. Kedua, dampak pengangguran terhadap
individu yang mengalaminya dan masyarakat.Berikut ini merupakan dampak
negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap
masyarakat pada umumnya: (a) Pengangguran dapat menghilangkan mata
pencaharian; (b) Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan; (c)
Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial politik.

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 4
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

2.3.Kemiskinan
Gunawan Somodiningrat (1998) menjelaskan bahwa kemiskinan
dibedakan dalam kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.
Dikatakankemiskinan absolut apabila tingkat pendapatan berada di bawah garis
kemiskinan, ataupendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum. Kebutuhanhidup minimum tersebut dapat diukur dengan kebutuhan
pangan, sandang, kesehatan,perumahan, dan pendidikan, yang diperlukan untuk
bisa hidup dan bekerja. Kemiskinanrelatif adalah keadaan perbandingan antara
kelompok masyarakat dengan tingkatpendapatan sudah di atas garis
kemiskinan. Sehingga, sebenarnya sudah tidaktermasuk miskin, tetapi masih
lebih miskin dibandingkan dengan kelompok masyarakatlain. Dengan ukuran
pendapatan, keadaan ini dikenal dengan ketimpangan dalamdistribusi
pendapatan antargolongan penduduk, antarsektor kegiatan ekonomi
maupunketimpangan antardaerah.7
Sedangkanberdasarkan penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan dalam
tiga pengertian:kemiskinan natural (alamiah), kemiskinan struktural, dan
kemiskinan kultural. Kemiskinan natural adalah keadaan miskin, karena dari
asalnya memang miskin.Kelompok masyarakat ini miskin karena tidak
memiliki sumber daya yang memadai,baik sumber daya alam, sumber daya
manusia maupun sumber daya lainnya, sehinggamereka tidak dapat ikut serta
dalam pembangunan, mereka hanya mendapatkan imbalan pendapatan yang
rendah.Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan hasil
pembangunan yangbelum seimbang, termasuk jenis kemiskikan ini adalah
kemiskinan absolut dankemiskinan relatif.Sedangkan kemiskinan kultural
adalah mengacu pada sikap hidup seseorang ataumasyarakat yang disebabkan
oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budayanya, dimana mereka sudah merasa
kecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok initidak mudah untuk
diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mudah untukmelakukan
perubahan, menolak untuk mengikuti perkembangan, dan tidak mauberusaha
untuk memperbaiki kehidupannya. Akibatnya, tingkat pendapatan
merekarendah menurut ukuran yang dipakai umum. Dengan ukuran absolut,
misalnya tingkatpendapatan minimum, mereka dapat dikatakan miskikn. Tetapi
mereka tidak merasamiskin dan tidak mau disebut miskin. Dengan keadaan
seperti ini, bermacam tolok ukurdan kebijakan pembangunan sulit menjangkau
mereka.8

7
Gunawan Sumodiningrat. Membangun perekonomian rakyat. (Yogyakarta:
PustakaPelajar, 1998). Hal. 26.
8
Ibid.

4 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

Sedangkan BAPPENAS (2007) mendefinisikan kemiskinan sebagai


kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan,
tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat desa
antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa
aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun
laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini,
BAPPENAS menggunakan beberapa pendekatan utama antara lain; pendekatan
kebutuhan dasar (basic needsapproach), pendekatan pendapatan ( income
approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan
pendekatan objective and subjective.9
Lain lagi menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa kemiskinan adalah
ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi
kebutuhan makan maupun non makan. Sedangkan, defenisi menurut UNDP,
adalah ketidakmampuan untuk memperluas pilihan-pilihan hidup, antara lain
dengan memasukkan penilaian tidak adanya partisipasi dalam pengambilan
kebijakan publik sebagai salah satu indikator kemiskinan.
Setidaknya terdapat dua masalah besar di banyak negara-negara
berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia, yaitu kesenjangan ekonomi
atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat
berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta
tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan
(poverty line).
Dalam melihat kemiskinan, beberapa indikator utama yang
digunakan; (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak
layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3)
kuranya kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan
kesejahteraan hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang
sosial dan ekonomi; (6) ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah;
(7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas; (8) dan sebagainya.

2.3.1. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan


Tidak sulit mencari faktor-faktor penyebab kemiskinan, tetapi dari
faktor-faktor tersebut sangat sulit memastikan mana yang merupakan penyebab
sebenarnya serta mana yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap
perubahan kemiskinan: (1) Tingkat dan laju pertumbuhan output; (2) Tingkat

9
BAPENAS, Kumpulan Bahan Pelatihan. Pemantauan dan Evaluasi Program Program
Penanggulangan Kemiskinan, (Jakarta: BAPPENAS, 2007)

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 4
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

upah neto; (3) Distribusi pendapatan; (4) Kesempatan kerja; (5) Tingkat inflasi;
(6) Pajak dan subsidi; (7) Investasi; (8) Alokasi serta kualitas SDA; (9)
Ketersediaan fasilitas umum; (10) Penggunaan teknologi; (11) Tingkat dan jenis
pendidikan; (12) Kondisi fisik dan alam; (13) Politik; (14) Bencana alam; (15)
Peperangan.
2.3.2. Kebijakan Anti Kemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah air
diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost
effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi pengurangan kemiskinan,
yakni:pertama,pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan dan yang
prokemiskinan; kedua,Pemerintahan yang baik (good governance), dan ketiga,
pembangunan sosial.
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan intervensi-intervensi
pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang bila di bagi menurut
waktu yaitu: Pertama, intervensi jangka pendek, terutama pembangunan sektor
pertanian dan ekonomi pedesaan; Kedua, intervensi jangka menengah dan
panjang yang meliputi: Pembangunan sektor swasta, Kerjasama regional,
APBN dan administrasi, Desentralisasi, Pendidikan dan Kesehatan, Penyediaan
air bersih dan Pembangunan perkotaan.

2.3.3. Mengukur Kemiskinan

Pengukuran kemiskinan di Indonesia melalui BPS menggunakan


pendekatan kebutuhan dasar ( basic needs) yang dapat diukur dengan angka atau
hitungan Indeks Perkepala (Head Count Index), yakni jumlah dan persentase
penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan
ditetapkan pada tingkat yang selalu konstan secara riil sehingga kita dapat
mengurangi angka kemiskinan dengan menelusuri kemajuan yang diperoleh
dalam mengentaskan kemiskinan di sepanjang waktu.
Salah satu cara mengukur kemiskinan yang diterapkan di Indonesia
yakni mengukur derajat ketimpangan pendapatan diantara masyarakat miskin,
seperti koefisien Gini antar masyarakat miskin (GP) atau koefisien variasi
pendapatan (CV) antar masyarakat miskin (CVP). Koefisien Gini atau CV antar
masyarakat miskin tersebut penting diketahui karena dampak guncangan
perekonomian pada kemiskinan dapat sangat berbeda tergantung pada tingkat
dan distribusi sumber daya diantara masyarkat miskin.
Aksioma-aksioma atau prinsip-prinsip untuk mengukur kemiskinan,
yakni: anonimitas, independensi, maksudnya ukuran cakupan kemiskinan tidak
boleh tergantung pada siapa yang miskin atau pada apakah negara tersebut
mempunyai jumlah penduduk yang banyak atau sedikit. Prinsip monotenisitas,

5 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

yakni bahwa jika kita memberi sejumlah uang kepada seseorang yang berada
dibawah garis kemiskinan, jika diasumsikan semua pendapatan yang lain tetap
maka kemiskinan yang terjadi tidak mungkin lebuh tinggi dari pada
sebelumnya. Prinsip sensitivitas distribusional menyatakan bahwa dengan
semua hal lain konstan, jika anda mentransfer pendapatan dari orang miskin ke
orang kaya, maka akibatnya perekonomian akan menjadi lebih miskin.
Dua indeks kemiskinan yang sangat sering digunakan karena memenuhi
empat kriteria tersebut adalah Indeks Send dan Indeks Foster-Greer-Thorbecke
(FGT). UNDP selain mengukur kemiskinan dengan parameter pendapatan pada
tahun 1997 memperkenalkan apa yang disebut Indeks Kemiskinan Manusia
(IKM) (Human Poverty Indeks-HPI) atau biasa juga disebut Indeks
Pembangunan Manuisia (Human Development Indeks-HDI), yakni bahwa
kemiskinan harus diukur dalam satuan hilangnya tiga hal utama (theree key
deprivations), yaitu kehidupan, pendidikan dan ketetapan ekonomi.
Kemiskinan diukur sebagai tingkat konsumsi per kapita di bawah suatu
standar tertentu yang kemudian disebut garis kemiskinan. Mereka yang berada
di bawah garis kemiskinan tersebut dikategorikan sebagai miskin. Garis
kemiskinan dihitung dengan cara menjumlahkan: biaya untuk memperoleh
“sekeranjang” makanan dengan kandungan 2.100 kalori per kapita per hari;dan
biaya untuk memperoleh “sekeranjang” bahan bukan makanan yang dianggap
“dasar”, seperti pakaian, perumahan, kesehatan, transportasi dan pendidikan.
Peningkatan faktor-faktor penentu kemiskinan menggulirkan lagi
perkembangan definisi kemiskinan dengan juga melibatkan dimensi-dimensi
tertentu. Menurut SMERU (2005), kemiskinan berwajah majemuk sehingga
untuk memahaminya harus memperhatikan dimensi-dimensi kemiskinan, yaitu:
1) kerentanan, 2) ketidakberdayaan, dan 3) ketidakmampuan untuk
menyampaikan aspirasi (voicelessness).
Penyebab kemiskinan sangat banyak sehingga tidak mudah untuk
disebutkan. Karakteristik kemiskinan di tiap daerah memiliki perbedaan.
Dengan dimensi-dimensi kemiskinan, penyebab kemiskinan akan lebih mudah
untuk diketahui dan dipahami secara utuh. Menurut SMERU, penyebab
kemiskinan adalah: 1) Keterbatasan pendapatan, modal dan sarana untuk
memenuhi kebutuhan dasar, 2) Kerentanan dan ketidakmampuan menghadapi
goncangan-goncangan, dan 3) Tidak adanya suara yang mewakili dan terpuruk
dalam ketidakberdayaan di dalam institusi negara dan masyarakat 10

10
Alex Arifianto; Ruly Marianti; Sri Budiyati. Menyediakan Layanan Efektif bagi Kaum
Miskin di Indonesia: Laporan Mekanisme Pembiayaan Kesehatan (JPK-GAKIN) di
Kabupaten Tabanan, Bali: Sebuah Studi Kasus. (Jakarta: Lembaga Penelitian SMERU,
2005). Hal. 10

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 5
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

3. PEMBAHASAN
Ketenagakerjaan-pengangguran dan kemiskinan merupakan masalah
yang menjadi isu sentral di setiap negara tak terkecuali di Indonesia. Kedua hal
ini saling berhubungan satu sama lainnya. Masalah ketenagakerjaan dapat
menyebabkan pengangguran dan penganggguran dapat menyebabkan
kemiskinan.Di Indonesia, potret kemiskinan dapat dijumpai di desa maupun
diperkotaan. Namun secara empiris, kasus kemiskinan banyak dijumpai di desa
dibanding di perkotaan.
Dalam sejarah perjalanan perekonomian Indonesia, telah terjadi
beberapa kali resesi ekonomi yang cukup besar. Diantaranya krisis tahun 1965
dan yang terakhir masa krisis ekonomi tahun 1997. Pada kasus yang terakhir
ini, masalah kemiskinan mengalami peningkatan yang signifikan. Pada saat itu,
jumlah orang miskin meningkat drastis hingga 100% dari sekitar 25 juta jiwa
membengkak menjadi 50 juta jiwa. Suatu angka yang sangat fantastis. Padahal
penduduk Indonesia saat itu berjumlah sekitar 200 juta jiwa. Artinya jumlah
orang miskin telah mencapai 25% dari jumlah penduduk Indonesia.

1.1. Ketenagakerjaan dan Pengangguran


Di dalam UUD 1945, kehidupan masyarakat dalam bidang sosial-
ekonomi diatur oleh pasal 27 ayat 2, pasal 33, dan pasal 34. Dinyatakan di
dalam pasal-pasal tersebut bahwa setiap warganegara Indonesia berhak atas
pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ini artinya setiap
warganegara Indonesia harus mendapatkan pekerjaan agar dia dapat
memperoleh penghidupan yang layak. Bahkan sesuai pasal-pasal ini, kalaupun
ada warganegara Indonesia yang tidak mendapatkan pekerjaan (menganggur),
dia tetap mempunyai hak untuk mendapatkan kehidupan layak. Ini berarti, jika
ia bekerja, ia berhak mendapatkan upah yang manusiawi, dalam arti dengan
upah tersebut ia dapat hidup layak. Sedangkan, bagi pengangguran, pemerintah
mempunyai tanggung jawab penuh dalam memberikan kehidupan layak
baginya. Norma ini ditegaskan di dalam pasal 34 yang mengatakan bahwa
orang miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.

3.1.1. Analisis Ketenagakerjaan dan Pengangguran


Terhitung Pebruari 2008 hingga Pebruari 2011, beberapa jenis kegiatan
mengalami perkembangan. Dilihat penduduk berdasarkan jenis kegiatan umur
terus mengalami peningkatan kecuali pada pebruari 2011 mengalami penurunan
0,21% dari tahun sebelumnya. Sedang angkatan kerja terus mengalami
peningkatan. Demikian juga tingkat partisipasi angkatan kerja, dan orang yang

5 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

bekerja terus mengalami peningkatan.Sedangkan tingkat penganguran terbuka,


bukan angkatan kerja, mengurus rumah tangga, dan lainnya mengalami
fluktuasi. Dari data tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi perbaikan dalam
hal ketenagakerjaan yang ditunjukkan dengan adanya korelasi antara jumlah
penduduk berumur 15 tahun ke atas yang mengalami peningkatan dari tahun
pengamatan terhadap angkatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja, dan
jumlah orang yang bekerja (tabel 1).

Tabel 1. Penduduk berdasarkan Jenis Kegiatan Tahun 2008 hingga 2011


Jenis Kegiatan 2008 2009 2010 2011
(Agst) (Agst) (Agst) (Agst)
Penduduk Berumur 15 166 641 050 169 328 208 172 070 339 171 756 077
Tahun Ke Atas
Angkatan Kerja 111 947 265 113 833 280 116 527 546 117 370 485
Tingkat Partisipasi 67.18 67.23 67.72 68.34
Angkatan Kerja (%)
Bekerja 102 552 750 104 870 663 108 207 767 109 670 399
Pengangguran 9 394 515 8 962 617 8 319 779 7 700 086
Terbuka*)
Tingkat Pengangguran 8.39 7.87 7.14 6.56
Terbuka (%)
Bukan Angkatan Kerja 54 693 785 55 494 928 55 542 793 54 385 592
Sekolah 13 226 066 13 810 846 14 011 778 13 104 294
Mengurus Rumah 32 770 941 33 346 950 32 971 456 32 890 423
Tangga
Lainnya 8 696 778 8 337 132 8 559 559 8 390 875
*) Pengangguran Terbuka : Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha,
Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan, Sudah Punya Pekerjaan tetapi
belum dimulai
Sumber :Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2008, 2009, 2010, dan
2011
Namun jika dilihat dari periode Agustus 2008 hingga Agustus 2011,
beberapa jenis kegiatan mengalami peningkatan secara konsisten, diantaranya
tingkat partisipasi angkatan kerja, dan jumlah orang yang bekerja. Sedangkan
jenis kegiatan yang mengalami penurunan adalah pengangguran terbuka dan
tingkat pengangguran terbuka, sedang yang berfluktuasi adalah pengurus rumah
tangga (tabel 2).

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 5
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

Tabel 2. Penduduk berdasrkan Jenis Kegiatan Pebruari 2008 hingga Pebruari


2011
Jenis Kegiatan 2008 (Agst) 2009 (Agst) 2010 (Agst) 2011 (Agst)
Penduduk Berumur 15 166 641 050 169 328 208 172 070 339 171 756 077
Tahun Ke Atas
Angkatan Kerja 111 947 265 113 833 280 116 527 546 117 370 485
Tingkat Partisipasi 67.18 67.23 67.72 68.34
Angkatan Kerja (%)
Bekerja 102 552 750 104 870 663 108 207 767 109 670 399
Pengangguran 9 394 515 8 962 617 8 319 779 7 700 086
Terbuka*)
Tingkat Pengangguran 8.39 7.87 7.14 6.56
Terbuka (%)
Bukan Angkatan Kerja 54 693 785 55 494 928 55 542 793 54 385 592
Sekolah 13 226 066 13 810 846 14 011 778 13 104 294
Mengurus Rumah 32 770 941 33 346 950 32 971 456 32 890 423
Tangga
Lainnya 8 696 778 8 337 132 8 559 559 8 390 875

*) Pengangguran Terbuka : Mencari Pekerjaan, Mempersiapkan Usaha,


Merasa Tidak Mungkin Mendapat Pekerjaan, Sudah Punya Pekerjaan tetapi
belum dimulai
Sumber :Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) 2008, 2009, 2010, dan
2011

1.1.1.1. Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2008-2010


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2010 mencapai
7,14 persen, turun dibanding TPT Februari 2010 sebesar 7,41 persen dan TPT
Agustus 2009 sebesar 7,87 persen. Jumlah penduduk yang bekerja pada
Agustus 2010 mencapai 108,2 juta orang, bertambah 800 ribu orang dibanding
keadaan pada Februari 2010 sebesar 107,4 juta orang atau bertambah 3,3 juta
orang dibanding keadaan Agustus 2009 sebesar 104,9 juta orang.Jumlah
angkatan kerja pada Agustus 2010 mencapai 116,5 juta orang, bertambah 530
ribu orang dibanding angkatan kerja Februari 2010 sebesar 116,0 juta orang
atau bertambah 2,7 juta orang dibanding Agustus 2009 sebesar 113,8 juta orang.
Gambar 1. Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Penganggur
Tahun 2008–2010 (juta orang)

5 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

Sumber : Table 1 dan 2 (data diolah)


Setahun terakhir (Agustus 2009 ―Agustus 2010) hampir semua sektor
mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian dan Sektor
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, masing‐masing mengalami
penurunan jumlah pekerja sekitar 117 ribu orang (0,28 persen) dan 500 ribu
orang (8,16 persen). Sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan
Sektor Industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan
tenaga kerja pada bulan Agustus 2010.
Pada Agustus 2010, jumlah penduduk yang bekerja sebagai
buruh/karyawan sebesar 32,5 juta orang (30,05 persen), berusaha dibantu buruh
tidak tetap sebesar 21,7 juta orang (20,04 pe rsen) dan berusaha sendiri sejumlah
21,0 juta orang (19,44 persen).
Berdasarkan jumlah jam kerja pada Agustus 2010, sebesar 74,9 juta
orang (69,25 persen) bekerja diatas 35 jam perminggu, sedangkan pekerja
dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam hanya sekitar 1,2 juta orang (1,11
persen). Pada Agustus 2010, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah
masih tetap mendominasi yaitu sekitar 54,5 juta orang (50,38 persen),
sedangkan pekerja dengan pendidikan Diploma sekitar 3,0 juta orang (2,79
persen) dan pekerja dengan pendidikan setara Sarjana hanya sebesar 5,2 juta
orang (4,85 persen).

1.1.1.2. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Pengangguran


Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada semester ke dua tahun 2010
menunjukkan adanya sedikit perbaikan yang digambarkan dengan adanya
peningkatan kelompok penduduk yang bekerja, serta penurunan tingkat
pengangguran.

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 5
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

Tabel 3. Penduduk Menurut Jenis Kegiatan Tahun 2008–2010(juta orang)

Pada bulan Agustus 2010, jumlah angkatan kerja mencapai 116,5 juta
orang naik sekitar 530 ribu orang dibanding keadaan Februari 2010 dan naik 2,7
juta orang dibanding keadaan Agustus 2009. Penduduk yang bekerja pada
Agustus 2010 bertambah sebesar 800 ribu orang dibanding keadaan Februari
2010, dan bertambah 3,3 juta orang dibanding keadaan setahun yang lalu
(Agustus 2010).
Jumlah penganggur pada Agustus 2010 mengalami penurunan sekitar
270 ribu orang jika dibanding keadaan Februari 2010, dan mengalami
penurunan 640 ribu orang jika dibanding keadaan Agustus 2009. Peningkatan
jumlah tenaga kerja serta penurunan angka pengangguran telah menaikkan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 0,49 persen selama periode
satu tahun terakhir.

1.1.1.3. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama


Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2010, jumlah penduduk
yang bekerja pada Agustus 2010 mengalami kenaikan terutama di Sektor
Industri sebesar 772 ribu orang (5,91 persen) dan Sektor Konstruksi sebesar 748
ribu orang (15,44 persen). Sedangkan sektor‐sektor yang mengalami penurunan
adalah Sektor Pertanian sebesar 1,3 juta orang (3,11 persen) dan Sektor
Transportasi sekitar 198 ribu orang (3,41 persen).
Jika dibandingkan dengan Agustus 2009 hampir semua sektor
mengalami kenaikan jumlah pekerja, kecuali Sektor Pertanian dan Sektor
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, masing ‐masing mengalami
penurunan jumlah pekerja sekitar 117 ribu orang (0,28 persen) dan 500 ribu
orang (8,16 persen). Sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan dan
Sektor Industri secara berurutan menjadi penyumbang terbesar penyerapan
tenaga kerja pada bulan Agustus 2010.

5 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

Tabel 4. Penduduk Usia 15 Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan


UtamaTahun 2008–2010 (juta orang)

3.1.1.4. Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama


Secara sederhana kegiatan formal dan informal dari penduduk yang
bekerja dapat diidentifikasi berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori
status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan
dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sisanya termasuk pekerja
informal. Berdasarkan identifikasi ini, maka pada Agustus 2010 sekitar 35,8
juta orang (33,06 persen) bekerja pada kegiatan formal dan 72,4 juta orang
(66,94 persen) bekerja pada kegiatan informal.
Dari 108,2 juta orang yang bekerja pada Agustus 2010, status
pekerjaan utama yang terbanyak sebagai buruh/karyawan sebesar 32,5 juta
orang (30,05 persen), diikuti berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 21,7
juta orang (20,04 persen), dan berusaha sendiri sejumlah 21,0 juta orang (19,44
persen), sedangkan yang terkecil adalah berusaha dibantu buruh tetap sebesar
3,3 juta orang (3,01 persen).
Dalam satu tahun terakhir (Agustus 2009 – Agustus 2010) terdapat
penambahan pekerja dengan status buruh/karyawan sebesar 3,4 juta orang, dan
pekerja keluarga sebesar 570 ribu orang. Sementara itu pada status pekerja
bebas di pertanian terjadi penurunan sebesar 64 ribu orang.

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 5
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

Tabel 5. Penduduk Usia 15 Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan


Utama
Tahun 2008–2010 (juta orang)

3.1.1.5. Penduduk yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja


Secara umum, komposisi jumlah orang yang bekerja menurut jam kerja
perminggu tidak mengalami perubahan berarti dari waktu ke waktu.Pada
Agustus 2010, pekerja dengan jumlah jam kerja kurang dari 8 jam perminggu
porsinya relatif kecil yaitu hanya 1,2 juta orang atau sekitar 1,11 persen dari
total penduduk yang bekerja (108,2 juta orang). Sementara itu penduduk yang
dianggap sebagai pekerja penuh waktu (full time worker), yaitu pekerja pada
kelompok 35 jam keatas jumlahnya mencapai 74,9 juta orang (69,25 persen).

Tabel 6. Penduduk Usia 15 Ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja
PermingguTahun 2008–2010 (juta orang)

3.1.1.6. Penduduk yang Bekerja Menurut Pendidikan


Pada bulan Agustus 2010, jumlah penduduk yang bekerja menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan untuk semua golongan pendidikan
mengalami kenaikan jika dibandingkan keadaan Agustus 2009, kecuali untuk
jenjang pendidikan SD ke bawah turun sekitar 700 ribu orang (1,26 persen).
Pada Agustus 2010, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah
masih mendominasi yaitu sekitar 54,5 juta orang (50,38 persen), sedangkan

5 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

jumlah pekerja dengan pendidikan tinggi masih relatif kecil. Pekerja dengan
pendidikan Diploma hanya sekitar 3,0 juta orang (2,79 persen) dan pekerja
dengan pendidikan Sarjana hanya sebesar 5,2 juta orang (4,85 persen).
Penyerapan tenaga kerja dalam enam bulan terakhir (Februari 2010–Agustus
2010) masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan rendah.

Tabel 7. Penduduk Usia 15 Ke Atas yang BekerjaMenurut Pendidikan Tertinggi


yang DitamatkanTahun 2008–2010 (juta orang)

3.1.1.7. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan


Jumlah pengangguran pada Agustus 2010 mencapai 8,3 juta orang atau
7,14 persen dari total angkatan kerja. Secara umum Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) cenderung menurun, dimana TPT Agustus 2010 sebesar 7,14
persen turun dari TPT Februari 2010 sebesar 7,41 persen dan TPT Agustus
2009 sebesar 7,87 persen.
Jika dibandingkan keadaan Februari 2010 TPT pada hampir semua
tingkat pendidikan cenderung turun, kecuali TPT untuk tingkat pendidikan SD
ke bawah yang mengalami kenaikan sebesar 0,10 persen. Pada semester ini,
TPT untuk pendidikan Diploma dan Sarjana masih tetap menempati posisi
tertinggi, yaitu masing‐ masing sebesar 12,78 persen dan 11,92 persen.
Tabel 8.Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi
yang DitamatkanTahun 2008–2010 (persen)

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 5
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

3.1.1.8. Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka


MenurutProvinsi
Pada Agustus 2010, tingkat pengangguran tertinggi terjadi di Provinsi
Banten dan Provinsi DKI Jakarta masing‐masing sebesar 13,68 persen dan
11,05 persen sedangkan tingkat pengangguran terendah terjadi di Provinsi Bali
dan Provinsi Sulawesi Barat masing‐masing sebesar 3,06 persen dan 3,25
persen.
Dibanding Februari 2010, penurunan terbesar untuk persentase tingkat
pengangguran terjadi di Provinsi Kalimantan Barat dengan tingkat penurunan
sebesar 0,88 persen dan yang mengalami peningkatan terbesar di Provinsi Riau
dengan peningkatan sebesar 1,51 persen.

Tabel 9. Jumlah Pengangguran dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)


Menurut Provinsi Tahun 2009–2010

Berdasarkan data diatas, bahwa secara umum pada bulan Agustus tahun
2010 tingkat pengangguran mengalami penurunan dibandingkan bulan Agustus
tahun 2009 yaitu 8.962,6 menurun menjadi 8.319,8 pada tahun 2010. Oleh

6 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

karena itu maka perlu dicarikan solusi tentang kebijakan yang dapat digunakan
oleh Pemerintah untuk terus menurunkan tingkat pengangguran di Indonesia

3.1.2. Mengatasi Masalah Ketenagakerjaan dan Pengangguran


Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai
kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan
setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang
merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi
merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban
keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat
pembangunan dalam jangka panjang.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi
merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban
keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat
pembangunan dalam jangka panjang.
Pembangunan bangsa Indonesia ke depan sangat tergantung pada
kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan mental serta
mempunyai keterampilan dan keahlian kerja, sehingga mampu membangun
keluarga yang bersangkutan untuk mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang
tetap dan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup, kesehatan, dan
pendidikan anggota keluarganya.
Olehnya itu, masalah ketenagakerjaan dan pengangguran harus
diminimalisasi agar tidak berdampak terhadap kemiskinan. Dalam mengatasi
ketenagakerjaan dan pengangguran, dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang
mampu menurunkan angka pengangguran dan mengatasi masalah
ketenagakerjaan, diantaranya:
Pertama, dalam pembangunan nasional, kebijakan ekonomi makro yang
bertumpu pada sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter diarahkan pada
penciptaan dan perluasan kesempatan kerja. Guna menumbuh kembangkan
usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri perlu keberpihakan kebijakan
termasuk akses, pendamping, pendanaan usaha kecil dan tingkat suku bunga
kecil yang mendukung.Program-program yang terkait dengan kebijakan fiskal
dan pemberdayaan UKM meliputi: (a) Proyek Peningkatan Pendapatan Petani
dan Nelayan Kecil (P4K); (b) Kelompok Usaha Bersama (KUBE); (c) Pembangunan
Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT); (d) Program Pengembangan
Kecamatan (PPK); (e) Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak Krisis
Ekonomi (PDMDKE).
Kedua, Sinergisitas kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang merupakan satu

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 6
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

kesatuan yang saling mendukung untuk penciptaan dan perluasan kesempatan


kerja.

3.2. Kemiskinan
3.2.1. Analisis Kemiskinan
Kemiskinan merupakan masalah utama dalam sejarah perekonomian di
Indonesisa. Hal ini ditandai dengan data empiris yang menunjukkan bahwa
jumlah orang miskin dari tahun ke tahun berfluktuasi. Terhitung pada periode
1996-2009 jumlah dan persentase penduduk miskin11adalah: (a). Periode 1996-
1999, penduduk miskin meningkat dari 34,01 juta pada tahun 1996 menjadi
47,97 juta pada tahun 1999. Jika dibandingkan di perdesaan, kemiskinan di
perkotaan terbilang kecil.Pada akhir tahun 1999 penduduk miskin pedesaan
meningkat dari 19,78% menjadi 26,03%, lebih besar dari perkotaan 19,41%.
(b). Periode 2000-2005, penduduk miskin menurun dari 38,07 juta pada tahun
2000 menjadi 35,01 juta pada 2005. Penurunan ini terjadi juga pada persentase
penduduk miskin perdesaan dari 22,38% pada tahun 2000 menjadi 19,98% pada
2005. Periode sama, persentase kemiskinan perdesaan masih lebih besar dari
perkotaan. (c). Periode 2005-2009, penduduk miskin tahun 2006 sempat naik
dari 35,1 juta jiwa atau 15,97% menjadi 39,3 juta jiwa atau 17,75%, karena
meningkatnya inflasi sehingga naik menjadi 17,95%. Di akhir tahun 2009
jumlah kemiskinan turun menjadi 32,53 juta atau 14,15% dengan persetase
kemiskinan perdesaan masih lebih besar dari perkotaan atau 17,35%. (d). Pada
tahun 2010, penduduk miskin sebesar 31.023 ribu jiwa atau 13,33% dari jumlah
penduduk Indonesia turun 4,86% dari tahun 2009 sebesar 31.023,4 ribu jiwa.
Dari data di atas menunjukkan bahwa penduduk miskin di perdesaan
umumnya petani. Upaya untuk menurunkan angka kemiskinanmelalui
pertumbuhan ekonomi dan menerapkan pemerataan distribusi pendapatan yang
baik melalui sektor pertanian.

3.2.2. Strategi dan Program Percepatan Penanggulangan Kemiskinan


Beberapa upaya dan kebijakan diambil dalam mengatasi masalah
kemiskinan di Indonesias. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
disebutkan dalam Bab III pasal 3 bahwa strategi percepatan penanggulangan
kemiskinan dilakukan dengan (1) mengurangi beban pengeluaran masyarakat
miskin, (2) meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin, (3)
mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil, dan (4)
mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

11
Badan Pusat Statistik

6 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

3.2.2.1. Mengurangi Beban Pengeluaran Masyarakat Miskin


Kebijakan yang ditempuh dalam mengurangi beban pengeluaran
masyarakat miskin adalah: pertama, Pemberian subsidi kepada kepada
masyarakat miskin khususnya kebutuhan dasar seperti beras dan minyak goreng
melalui operasi pasar dan konversi minyak tanah ke gas. Kedua, Pemberian
bantuan langsung tunai (BLT). Pemberian bantuan ini diberikan secara bertahap
(bulanan atau tribulan) dengan maksud untuk menjamin kontinuitas pemenuhan
kehidupan masyarakat miskin. Ketiga, Pemberian Beras Miskin (Raskin).
Pemberian beras misnin dilakukan dalam bentuk operasi pasar khusus beras
(OPK beras). Kebijakan ini dilakuakan sejak 1998 yang merupakan cikal bakal
program Raskin. Program raskin adalah strategi preventif mengatasi kelompok
miskin rawan pangan. Sejak periode 1998-2003, melalui OPK beras/Raskin,
didistribusi lebih 10 juta ton beras (rata-rata 1,7 juta ton/thn) untuk sekitar 7,1
juta rumah tangga miskin nasional.Program RASKIN mengurangi beban RTM
melalui pemenuhan kebutuhan pangan pokok/beras. Program RASKIN 2008
untuk membantu 19,1 juta RTM data BPS (1 September 2006,), melalui
pendistribusian beras bersubsidi sebanyak 15 Kg/RTM/bulan selama 12 bulan
dengan harga tebus Rp1.600 per kg netto di titik distribusi.
Tabel 11. Realisasi Program Raskin Tahun 2005 - 2009
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Kriteria
Jumlah KK Miskin 15,791,884 15,503,295 19,100,905 19,100,905 18,500,000
KK Sasaran 8,300,000 10,830,000 15,781,884 19,100,905 18,500,000
% KK Sasaran terhadap 52.5 69.86 82.62 100 100
Total
Pagu Alokasi 1,991,897 1,624,500 1,736,007 1,866,172 3,329,514
Realisasi 1,991,131 1,624,089 1,731,805 1,658,082 2,691,748
% Real Terhadap Alokasi 99.96 99.97 99.76 88.85 80.85
Penerima Manfaat 11,107,297 12,706,518 16,736,411 18,770,655
% PM Terhadap KK 133.85 117.33 106.05 98.28
Sasaran
% PM terhadap KK 70.35 81.96 87.62 98.27
Miskin
Sumber: Bulog, 2010

Realisasi Raskin tahun 2005 hingga 2009 mencapai sekitar 90%


sampai 99,9% yang mengindikasikan bahwa: (1) sasaran penerima manfaat
meningkat mendekati kebutuhannya; (2) pencapaian penerima manfaat selalu
lebih banyak daripada pagu sasaran; (3) raskin juga berfungsi sebagai alat
pengendali harga beras konsumen.

3.2.2.2. Meningkatkan Kemampuan Dan Pendapatan Masyarakat Miskin

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 6
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

Kebijakan yang ditempuh dalam meningkatkan kemampuan dan


pendapatan masyarakat miskin adalah: Pertama, padat karya. Krisis moneter
pada 1997 lalu mengakibatkan bertambahnya pengangguran dan
meningkatknya jumlah orang miskin. Salah satu kebijakan yang ditempuh
pemerintah pada saat itu adalah melakukan program padat karya. Program ini
diperuntukkan kepada orang-orang yang menganggur akibat terkena PHK dan
orang-orang miskin. Melalui program ini telah meningkatkan pendapatan
sehingga meningkatkan daya beli khususnya untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidup mereka. Program ini dilakukan secara sustainebel selama masa krisis
hingga kondisi ekonomi mulai membaik dan akhirnya mereka kembali dapat
bekerja dan menerima pendapatan yang selayaknya. Kedua, Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) salah satunya adalah PNPM Mandiri
seperti program pemberian modal usaha dalam bentuk dana bergulir atau dana
avails kepada UKM, koperasi, dan sektor industri ril lainnya.

3.2.2.3.Mengembangkan dan Menjamin Keberlanjutan Usaha Mikro dan


Kecil
Kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam menjamin keberlanjutan
UMK adalah akses modal baik yang disalurkan langsung oleh Departemen
Perindustri, Perdagangan, dan Koperasi dan melalui jajarannya. Selain itu juga
diberikan bantuan peralatan kepada kelompok-kelompok UMK.

3.2.2.4. Mensinergikan Kebijakan Dan Program Penanggulangan


Kemiskinan
Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus relevan dengan
kondisi masyarakat penerima manfaat. Sehingga dengan demikian perlu
dijabarkan dalam bentuk program. Sinergisitas kebijakan dan program dapat
dilihat dari kebutuhan yang diinginkan masyarakat. Jadi program yang
diluncurkan harus bersifat botton up melalui musrenbang di tiap daerah.
Selain itu, lebih lanjut dalam pasal 5 disebutkan bahwa program
percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari (a) kelompok program
bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan
pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup
masyarakat miskin. (b) Kelompok program penanggulangan kemiskinan
berbasis pemberdayaan masyarakat, bertujuan untuk mengembangkan potensi
dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam
pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat;
(c) Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan
usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan
penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil; (d) Program-

6 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-
Muhdar

program lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat
meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin.
Selain program yang telah disebutkan di atas, selama ini pemerintah
juga telah melaksanakan berbagai program penanggulangan kemiskinan
diantaranya: (1) Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil
(P4K), (2) Inpres Desa Tertinggal (IDT); (3) Pembangunan Prasarana
Pendltukung Desa Tertinggal (P3DT); (4) Program Penanggulangan
Kemiskinan Perkotaan (P2KP); (5) Pemberdayaan Daerah Mengatasi Dampak
Krisis Ekonomi (PDMDKE); (6) Proyek Pembangunan Masyarakat dan
Pemerintah Daerah (P2MPD)

4. PENUTUP

4.1. Simpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan:
Pertama, penanganan masalah ketenagakerjaan dan pengangguran di Indonesia
dilakukan dengan pendekatan sinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter dan
pengembangan usaha mikro dan usaha kecil yang mandiri dan sinergisitas
kebijakan Pemerintah Pusat dengan kebijakan Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. Kedua, Sedangkan penangangan masalah
kemiskinan dilakukan melalui pengembangan strategi dan program
penanggulangan kemiskinan.

4.2. Saran dan Rekomendasi


Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka saran dan rekomendasi yang
diajukan adalah: pertama, pemerintah seyogianya meningkatkan sinkronisasi
kebijakan fiskal dan moneter dalam mendukung pengembangan usaha mikro
dan usaha kecil. Kedua, perlunya pengawasan yang lebih intensif terhadap
program-program penanggulangan masalah pengangguran dan kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Bahan Bacaan

Arifianto, Alex; Marianti, Ruly; Budiyati, Sri. 2005. Menyediakan Layanan


Efektif bagi Kaum Miskin di Indonesia:Laporan Mekanisme
Pembiayaan Kesehatan (JPK-GAKIN) diKabupaten Tabanan,
Bali:Sebuah Studi Kasus. Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta.
BAPENAS, 2007. Kumpulan Bahan Pelatihan. Pemantauan dan Evaluasi
ProgramProgram Penanggulangan Kemiskinan, Jakarta.

http://journal.iaingorontalo.ac.id/ 6
Potret Ketenagakerjaan, Pengangguran, dan kemiskinandi Indonesia: Masalah
dan Solusi

Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Sosiasl Sulawesi Selatan Tahun


2007.Bappeda Sulsel dan BPS Sulsel, Makassar.

Badan Pusat Statistik. 2007. Analisis Sensus Ekonomi 2006 Mengenai


Ketenagakerjaan Provinsi Sulawesi Selatan (Hasil Sensus Sampel
2007).BPS Sulsel, Makassar.

Sukirno, Sadono. 1981. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Lembaga Penerbitan


Universitas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Rahardja, Prathama dan Manurung, Mandala. 2004. Pengantar Ilmu Ekonomi:


Mikroekonomi dan Makroekonomi. Lembaga Penerbitan Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Payung Hukum

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang


Percepatan Penanggulanagan Kemiskinan

Internet

Gregorius Sahdan. Menanggulangi Kemiskinan Desa.


(http://www.ekonomirakyat.org)
http://www.scribd.com/doc/49101647/artikel-PENGANGGURAN-DAN-
KEMISKINAN
http://indosdm.com/sulitnya-pengangguran-dan-kemiskinan-dicegah
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1
3459:pengangguran-kemiskinan-ekonomi-rakyat&catid=25:artikel&Itemid=44
www.scribd.com/doc/40800981/Artikel-PengangguranTembolok11 Mar 2010 –
Artikel 1 Masalah Pengangguran dan Kemiskinan.

6 Jurnal Al- Buhuts Volume 11 Nomor 1 Juni 2015 ISSN 1907-0977 E ISSN 2442-

Anda mungkin juga menyukai