Anda di halaman 1dari 11

TUGAS TUTORIAL KE-3 ESPA4314

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


SOAL
1. Jelaskan kebijakan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui program
Inpres desa tertinggal (IDT)?
Jawaban:
Persoalan kemiskinan selalu saja menjadi momok yang menakutkan di dunia termasuk di
Indonesia, Bahkan setelah 60 tahun Indonesia merdeka,kemiskinan masih saja menjadi
masalah yang belum diselesaikan secara tuntas. Perbedaan kemiskinan pada masa lalu dan
masa sekarang adalah situasinya dulu hampir semua penduduk Indonesia miskin atau dikenal
sebagai share poverty, sedangkan sckarang kemiskinan terjadi di jaman modern dan di
tengah-tengah sebagian masyarakat yang berlimpah (affluent society). Kemiskinan yang
terjadi saat ini disebabkan kesenjangan pendapatan dalam masyarakat sehingga ada
perbedaan akses untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi.
Maka Repelita VI (PJP II) pemerintah Indonesia meluncurkan program khusus yaitu program
IDT (Inpress Desa Tertinggal). Program ini tidak saja melengkapi kebijakan yang telah ada,
tetapi secara khusus ditujukan untuk meningkatkan penanganan masalah kemiskinan secara
berkelanjutan di desa-desa miskin.
Program IDT meliputi:
1. Komponen bantuan langsung sebesar Rp20 juta/desa tertinggal sebagai dana bergulir
3 tahun berturut-turut.
Bantuan Khusus dan Modal Kerja
IDT menyediakan bantuan khusus berupa modal kerja bagi kelompok penduduk miskin.
Bantuan ini bersifat spesifik dan ditujukan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat
di desa tertinggal.

2. Bantuan pendampingan pokmas IDT oleh tenaga pendamping Sarjana Pendamping


Purna Waktu (SP2W)
Selain bantuan finansial, program ini juga memberikan bimbingan dan pendampingan
khusus.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa masyarakat dapat mengelola modal kerja dengan
efektif dan membangun usaha yang berkelanjutan.
Peningkatan Akses Pendidikan: Pemerintah memberikan perhatian khusus pada
peningkatan akses pendidikan di desa-desa tertinggal melalui pembangunan dan perbaikan
sarana pendidikan, seperti sekolah dan perpustakaan. Selain itu, program ini juga
memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak dari keluarga miskin.
Pemberdayaan Masyarakat: Program IDT juga melibatkan partisipasi aktif masyarakat
dalam perencanaan dan pelaksanaan program. Pemerintah memberikan pelatihan dan
pendampingan kepada masyarakat desa agar mereka dapat mengelola sumber daya dan
program pembangunan dengan baik.
3. Bantuan Pembangunan sarana dan prasarana
Peningkatan Infrastruktur: Pemerintah memberikan perhatian khusus dalam membangun
infrastruktur di desa-desa tertinggal, seperti jalan, jembatan, irigasi, dan listrik. Infrastruktur
yang baik dapat meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas desa dengan kota-kota besar,
sehingga membuka peluang ekonomi dan investasi.
Pada awal Tahun 1990-an pemerintah melalui BAPPENAS merumuskan Proyek
Pembangunan Kawasan Terpadu (PKT) untuk dilaksanakan oleh para Gubemur KHD
Tingkat I dan Walikota Madya/Bupati KDH Tingkat II melalui surat No. 2037 D.V.05.1990).
Melalui kebijakan ini sasaran yang diharapkan meliputi: (1) pendekatan keterpaduan secara
lintas sektoral yang berorientasi pada penyelesaian masalahmasalah utama (2) partisipasi
selunih masyarakat (3) satuan kerja geografis UDKP.
Sebagai tindak lanjut Program PKLT dalam upaya penanggulangan kemiskinan dipertegas
dengan dimasukan dalam GBHN 1993. Sebagai penjabaran dari usaha penanggulangan ke
miskinan tersebut dituangkan dalam Program Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan
(PPK). Tindak lanjut operasionalnya adalah diwujudkan Program INPRES Desa Tertinggal
(IDT) yang diatur dalam Kepres No. 5 Tahun 1993 tanggal 27 Desember 1993.Sebagai tekad
pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.
Melalui Program IDT diarahkan untuk menciptakan kemandirian usaha dan juga menciptakan
gerak pertumbuhan yang dipercepat di desa dengan peningkatan kegiatan serial ekonomi
berdasarkan prinsip-prinsip desentralisasi dan partisipasi. Dengan demikian melalui Program
IDT diarahkan untuk mengoptimaikan sumber daya setempat. Kegiatan sosial ekonomi yang
diciptakan adalah kegiatan yang sumberdayanya ada dimasyarakat, proses produksinya
dilakukan oleh masyarakat serta pemasarannya dikuasi oleh masyarakat sehingga manfaatnya
dapat dinikmati oleh masyarakat dan dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Tantangan untuk menanggulangi kemiskinan melaiui IDT yang di dalamnya terdapat nuansa
untuk memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya adalah upaya untuk memadukan
berbagai kebijaksanaan dan program pembangunan yang tersebar di berbagai sektor dan
wilayah.
2. Jelaskan permasalahan Pengangguran di Indonesia?
Jawaban:
Satu kekeliruan serius yang lain dari para ekonom terutama yang belajar dari model-model
ekonomi Neoklasik adalah melihat masalah kesempatan kerja sebagai masalah pengangguran
seperti halnya fenomena pengangguran di negara yang sudah maju di dunia Barat.
Pengangguran di negara-negara industri maju selalu dianggap masalah serius karena
penganggur adalah “korban” perekonomian yang lesu, yang tidak tumbuh, atau tumbuh pada
tingkatan rendah.

Mengingat terbatasnya lahan pertanian, maka banyaknya tenaga kerja di sektor pertanian
mengandung implikasi rendahnya pendapatan. Masyarakat yang bekerja di sektor itu. Ini
bukan saja karena rendahnya produktivitas angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian
tersebut dan rendahnya nilai tukar (terms of trade) produk pertanian atas produk sektor
lainnya, melainkan juga karena banyaknya tenaga kerja di pertanian yang tidak bekerja penuh
atau setengah menganggur. Tenaga kerja yang setengah menganggur ini bekerja kurang dari
35 jam per minggu, yang tidak hanya terbatas di sektor pertanian melainkan juga pada sektor
sektor lainnya.

Data Sakernas tahun 1998 menunjukkan sebanyak 5,46 persen dari angkatan kerja kita
dikategorikan sebagai penganggur, sebanyak 7.47 persen di antaranya berpendidikan SLTP,
14,57 persen berpendidikan SLTA, 9,60 persen berpendidikan D-3, dan 12,21 persen adalah
sarjana perguruan tinggi. Angka-angka ini memberikan gambaran bahwa banyak penganggur
terdidik di tanah air yang tidak bekerja penuh (under unemployment) dan dapat diduga
hanyak pula di antaranya yang bekerja tidak sejalan dengan latar belakang pendidikan atau
keterampilan yang dimilikinya.

1. Upah Buruh dan Produktivitas


Salah satu aspek lain yang tidak bisa dilupakan adalah persoalan tingkat upah dan
produktivitas tenaga kerja itu sendiri. Aspek ini sangat penting bukan saja karena terkait
dengan upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, melainkan juga terkait dengan
kemampuan daya saing produk yang dihasilkan. Sejalan dengan perkembangan sektor
industri, penyerapan tenaga kerja di industri juga terus bertambah, walaupun masih relatif
lamban. Dengan pertumbuhan yang cepat dari sektor industri ini, terutama industry skala
besar dan sedang, telah meningkatkan pula penerimaan upah tenaga kerjanya.

Namun demikian, kenaikun upah tersebut tidak berarti menempatkan kesejahteraan buruh
industri di Indonesia lebih baik dibandingkan kebanyakan negara Jainnya. Data yang
dipublikasikan Bussines Times menempatkan Indonesia pada tahun 1993 sebagai negara
yang upah buruh industrinya paling rendah dibandingkan 38 negara lainnya (US$ 0,28 per
jam).

2. Upah dan Daya Saing Industri


Tingkat upah yang rendah saat ini tampaknya tetap menjadi salah satu faktor yang
diunggulkan sektor manufaktur untuk bersaing di pasar dunia.
Hal ini tercermin dari pertumbuhan nilai ekspor dari industri padat karya (labor intensive
manufactures) tersebut.
Dalam tahun 1990-2010-an, ekspor hasil industri padat karya naik rata-rata 43 persen
pertahun, lebih tinggi dari kenaikan ekspor industri secara keseluruhan.
3. Karakteristik Pengangguran
Rendahnya anggaran dana yang dipergunakan untuk meningkatkan kualitas Pendidikan dan
kesehatan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan
yang buruk mengakibatkan masalah pengangguran. Kemiskinan yang menjadi masalah
nasional saat ini tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya jumlah pengangguran. Pada masa
krisis ekonomi, bukan saja laju pertambahan angkatan kerja baru tidak bisa diserap oleh pasar
tenaga kerja di tanah air, melainkan juga terjadi banyak PHK di sektor formal yang berakibat
bertambahnya angkatan kerja yang menganggur, baik itu menganggur penuh atau sama sekali
tidak bekerja (open unemployment} maupun yang setengah menguanggur atau bekerja di
bawah jam kerja normal (under employment). Dalam kondisi pasar kerja yang seperti ini
maka tenaga kerja tersebut banyak yang memasuki lapangan kerja di sektor informal,
termasuk di sektor pertanian yang pendapatannya relatif rendah, sehingga menambah pula
penduduk yang masuk kategori miskin. Menurut data terakhir yang dipublikasikan
Departemen Tenaga Kerja, terdapat 36 juta angkatan kerja yang menganggur dalam tahun
2005. Dalam angka ini termasuk mereka yang tidak bekerja secara penuh atau mereka yang
bekerja kurang dari 35 jam per minggu.
Angka pengangguran tersebut terus bertambah, selama daya serap pasar tenaga kerja masih
seperti sekarang, karena setiap tahun Angkatan kerja baru yang masuk ke bursa kerja terus
bertambah. Tambahan Angkatan kerja tersebut berkisar tiga juta pekerja setiap tahunnya,
tidak semuanya bisa diserap oleh pasar tenaga kerja yang memang sangat terbatas.

Rincian 36 juta Penganggur di Indonesia 2014


Kriteria Pengangguran Keterangan
Pengangguran Terbuka Mereka yang berkerja dibawah satu jam
perminggu (open unemployment).
Kelompok ini paling pantas diwaspadai
karena merupakan kelompok paling rentan
terhadap berbagai permasalahan sosial.
Jumlah 5,1 juta orang
Pencari Kerja Mereka yang benar-benar sedang mencari
kerja (Job Seekers). Jumlah 26 juta orang.
Pengangguran Terselubung Disebut juga setengah penganggur (under
unemployment)

Penyebab lain Terjadinya Pengangguran:


1. Besarnya angkatan kerja yang tidak seimbang dengan kesempatan kerja
2. Masyarakat atau warga negara tidak memiliki keterampilan tinggi serta tingkat pendidikan
yang rendah
3. Adanya kemajuan teknologi yang menggantikan manusia
4. Tenaga kerja yang ada di daerah dengan di kota tidak dimanfaatkan dengan seimbang.
5. Pemerintah memberhentikan kebijakan mengirimkan tenaga kerja atau TKI ke luar negeri
6. Harapan terlalu tinggi untuk tenaga kerja
7. PHK
8. Persaingan pasar global
9. Kemiskinan
Dampak Pengangguran:
1. Berpotensi membuat keuangan negara membengkak
2. Meningkatkan angka kriminalitas
3. Dapat memunculkan konflik warga negara dengan pemerintah
4. Dapat menyebabkan esenjangan kesempatan bekerja
5. Dapat menyebabkan seseorang kehilangan keahlian atau keterampilan
6. Menurunkan daya saing
7. Meningkatkan angka kemiskinan
8. Dapat menyebabkan kesenjangan sosial
9. Menyebabkan kondisi politik di suatu negara tidak stabil
10. Meningkatnya konflik dalam rumah tangga

3. Jelaskan fungsi utama desentralisasi fiskal dalam pembangunan daerah?


Jawaban:
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, secara legal formal, dituangkan dalam Undang
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang Nomor
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah. Kedua UU ini mengatur pokok-pokok penyerahan kewenangan
kepada pemerintah daerah serta pendanaan bagi pelaksanaan kewenangan tersebut. Selain
itu, terdapat juga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah yang mengatur hal-hal mengenai kewenangan Pemerintah Daerah dalam
melakukan pemungutan kepada masyarakat daerah guna mendapatkan sumber pendanaan
bagi pembangunan daerah.
Tujuan desentralisasi fiskal bertujuan untuk memenuhi aspirasi daerah menyangkut
penguasaan atas sumber-sumber keuangan negara, mendorong akuntabilitas dan
transparansi pemerintah daerah, meningkatkan pastisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan daerah, mengurangi ketimpangan antar daerah, menjamin terselenggaranya
pelayanan publik minimum di setiap daerah, dan pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kesejahterahaan masyarakat secara umum, (Nurhemi dan Suryani 2015).
Desentralisasi Fiskal Dan Pembangunan Daerah
Wuryanto (1996:179-180), yang menggunakan pendekatan Keseimbangan Umum Terapan
antar-regional, menunjukkan pendelegasian sebagaian kewenangan pemerintah pusat kepada
provinsi dan kabupaten/kota dapat dilakukan tanpa menganggu kepentingan ekonomi
nasional.
Salah satu kunci adalah perlunya suatu reformasi dalam hubungan fiskal antartingkatan
pemerintahan, yang meliputi desentralisasi kewenangan dalam pengeluaran dan penerimaan
pemerintah. Desentralisasi fiskal dinilai dapat memberikan sumbangan dalam penyediaan
prasarana publik di daerah melalui pencocokan (matching) yang lebih baik dari pengeluaran
daerah dengan prioritas dan preferensi daerah tersebut.
Dalam konteks otonomi dan desentralisasi fiskal, Mardiasmo (2001:1) secara spesifik
mengemukakan tiga misi utama dari kebijakan tersebut:
1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan rakyat
2) Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah
3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi Masyarakat untuk berpartisipasi dalam
proses Pembangunan
Secara umum, Rao (2000:78), desentralisasi pemerintah dan fiskal didorong oleh desakan
untuk menyediakan pelayanan-pelayanan pemerintah yang lebih efisien dan aspiratif. Namun
demikian, dalam sistem perpajakan dan pengelolaan sumber di daerah sebagian masih diatur
dan ditangani oleh pusat, sumber dana dari pusat tetap penting untuk mendukung berbagai
kegiatan di daerah. Masalah transfer ini merupakan salah satu isu yang sangat penting dalam
pelaksanaan desentralisasi di Asia (Sato dan Shindi Yamashige, 2000:83)
Menurut Sidik (1999:2), ada empat kriteria untuk menjamin sistem hubungan keuangan
Pusat-Daerah yang baik.
1) Harus memberikan pembagian kewenangan yang rasional dari berbagai tingkat
pemerintahan mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan kewenangan
penggunaannya.
2) Menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana masyarakat secara
keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan
pembangunan yang diselenggarakan pemerintah daerah
3) Sejauh mungkin membagi pengeluaran pemerintah secara adil diantara daerah-daerah,
atau sekurang-kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan
kebutuhan dasar tertentu.
4) Pajak dan retribusi yang dikenakan pemerintah daerah harus sejalan dengan dstribusi
yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam Masyarakat.
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi, karena
apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya dan diberikan kebebasan dalam
mengambil keputusan di sektor publik, maka harus mendapat dukungan dari pemerintah
pusat berupa subsidi/bantuan maupun pinjaman dari pemerintah pusat serta sumber-sumber
keuangan yang memadai, baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), termasuk
surcharge of taxes, pinjaman, maupun dana perimbangan dari pemerintah pusat.
Pemerintah pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama, antara lain fungsi distribusi,
alokasi dan stabilisasi (Stiglitz 2000).
Fungsi alokasi adalah peran pemerintah dalam mengalokasikan sumber daya ekonomi agar
tercipta secara efisien, yaitu peran pemerintah dalam menyediakan barang yang tidak bisa
disediakan oleh pasar.
Fungsi distribusi adalah peran pemerintah dalam memengaruhi distribusi pendapatan dan
kekayaan untuk menjamin adanya keadilan dalam mengatur distribusi pendapatan.
Fungsi stabilisasi merujuk pada tindakan pemerintah dalam memengaruhi keseluruhan
tingkat pengangguran, pertumbuhan ekonomi dan harga.
Dalam hal ini pemerintah menggunakan kebijakan anggaran untuk mengurangi
pengangguran, kestabilan harga dan tingkat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal menurut Halim (2007) akan berjalan dengan baik dengan
berpedoman pada hal-hal sebagai berikut :
1) Adanya Pemerintah Pusat yang kapabel dalam melakukan pengawasan dan enforcement.
2) Terdapat keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan dalam melakukan pungutan
pajak dan retribusi Daerah.
3) Stabilitas politik yang kondusif.
4) Proses pengambilan keputusan di daerah harus demokratis, dimana pengambilan
keputusan tentang manfaat dan biaya harus transparan serta pihak-pihak yang terkait
memiliki kesempatan memengaruhi keputusankeputusan tersebut.
5) Desain kebijakan keputusan yang diambil sepenuhnya merupakan tanggung jawab
masyarakat setempat dengan dukungan institusi dan kapasitas manajerial yang diinginkan
sesuai dengan permintaan pemerintah
6) Kualitas sumberdaya manusia yang kapabel dalam menggantikan peran sebelumnya yang
merupakan peran pemerintah pusat.

4. Rendahnya anggaran dana yang dipergunakan untuk meningkatkan kualitas


pendidikan dan kesehatan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas sumber daya
manusia. Pendidikan yang buruk mengakibatkan masalah pengangguran. Tentukanlah
perihal kebijakan anggaran pemerintah yang pro pembangunan manusia menurut
anda?
Jawaban:
Bagi Indonesia, perhatian pada variabel Indeks Pembangunan Manusia sangat penting
karena:
1) Pembangunan pada hakikatnya merupakan Pembangunan manusia itu sendiri,
sehingga aspek ini perlu mendapatkan prioritas anggran.
2) Pembangunan Manusia di Indonesia saat ini masih sangat tertinggal dibanding banyak
negara lain di dunia.
Laporan Pembangunan Manusia dari United Nations Development Programmed (UNDP)
menyimpulkan IPM Indonesia tahun 1999 berada pada peringkat 105 dari 174 negara, dan
merosot lagin pada peringkat 110 dari 173 negara pada tahun 2002.
Masalah Pembangunan Manusia di Indonesia dan dampaknya:
a) Pemerintah kurang memperhatikan masalah kesehatan dan pendidikan
b) Rendahnya anggaran pemerintah dalam bidang pendidikan sangat kecil sehingga tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan pendidikan. Keadaan tersebut mengakibatkan
kualitas sumber daya manusia dan kualitas pendidikan masih relatif rendah.
c) Masih minimnya anggaran pemerintah daalam bidang kesehatan. Keadaan tersebut
mengakibatkan banyak ditemukan berbagai penyakit yang menjangkit terutama pada
lingkungan keluarga miskin seperti: polio, busung lapar, dan gizi buruk yang
menimpa balita. Selain itu pemerintah lambat dalam merespon penyakit menular
berbahaya seperti: flu burung, demam berdarah, HIV, dll.
Kebijakan anggaran pemerintah yang pro Pembangunan manusia:
A) Meningkatkan anggaran pemerintah di bidang Pendidikan dengan memenuhi porsi
20% dari APBN/APBD
B) Meningkatkan anggaran pemerintah di bidang Kesehatan, sehingga dapat
memudahkan keluarga miskin mempunyai akses di bidang Kesehatan.
Dalam berbagai literatur yang ada, menunjukkan bahwa tingkat perekonomian yang tinggi
akan mempengaruhi pembangunan manusia melalui peningkatan kapabilitas penduduk yang
konsekuensinya adalah pada produktivitas dan kreativitas penduduk. Oleh karena itu,
dukungan sumber dana dari pemerintah terutama untuk kegiatan yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas pembangunan manusia seperti pembangunan bidang pendidikan dan
bidang kesehatan, sangat menentukan dalam peningkatan kualitas pembangunan manusia
yang ujungnya adalah pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. (Aloysius Gunadi Brata,
2002).
Secara umum, hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila pengeluaran pemerintah tidak
ditujukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan, maka pembangunan manusia tidak akan
terwujud. Secara logis hal ini bisa dikaitkan dengan jangkauan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat miskin, di mana jika pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama
masyarakat miskin semakin tidak terjangkau, maka kemiskinan akan terus meningkat. Hal
tersebut disebabkan karena penduduk miskin yang sakit dan tidak mampu berobat karena
layanan kesehatan yang rendah dan minimnya pengetahuan dari pasien yang bersangkutan
untuk menghindari penyakit tersebut, maka secara otomatis dia tidak akan mampu memenuhi
ke butuhan dasar dirinya sendiri bahkan mungkin keluarganya.
Menurut Novianto (2003), esensi utama dari masalah kemiskinan adalah masalah
aksesibilitas.
Aksesibilitas berarti kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat untuk
mendapatkan sesuatu yang merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya menjadi haknya
sebagai manusia dan sebagai warga negara.
Akses-akses yang tidak bisa didapat oleh masyarakat miskin yaitu:
1) akses untuk mendapatkan makanan yang layak,
2) akses untuk mendapatkan sandang yang layak,
3) akses untuk mendapatkan rumah yang layak,
4) akses untuk mendapatkan layanan kesehatan,
5) akses untuk mendapatkan layanan pendidikan,
6) akses kepada leisure dan entertainment, dan
7) akses untuk mendapatkan kualitas hidup yang layak.
Untuk mengatasi masalah kemiskinan, peranan pemerintah dalam meningkatkan kualitas
pembangunan manusia sangat besar diharapkan. Investasi pemerintah untuk pembangunan
manusia, baik itu di bidang pendidikan dan kesehatan ataupun bidang lainnya yang berkaitan
dengan pelayanan publik, merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan bidang ekonom
5. Jelaskan resistensi terhadap globalisasi ekonomi yang merugikan ekonomi rakyat
Indonesia?
Jawaban:
Globalisasi diartikan sebagai negara tanpa batas, liberalisasi ekonomi, perdagangan bebas dan
integrasi ekonomi dunia. Menurut perspektif ekonomi, globalisasi merupakan
pengintergrasian ekonomi secara global.
Secara lebih luas globalisasi ekonomi berarti tidak ada batas-batas negara dalam transaksi
ekonomi. Artinya, lalu lintas barang dan jasa menjadi bebas tanpa hambatan untuk berpindah
clan satu negara ke negara lain. Tidak ada hambatan-hambatan bisnis atau perdagangan
internasional baik dalam bentuk tarif maupun non tarif.
Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Perekonomian
a. Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang
lebih bebas. Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi
menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang baru
berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri yang lebih bebas
menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan sektor industri
domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada industri-industri yang dimiliki
perusahaan multinasional semakin meningkat.
b. Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor Sebaliknya, apabila suatu negara
tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk
kondisi neraca pembayaran Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran
adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami
defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan
(pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat. Tidak berkembangnya ekspor dapat
berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.
c. Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang
semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham
Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran
bertambah bak dan nilai uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika hargaharga saham di
pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran
cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan
di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi
secara keseluruhan.
d. Memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan di atas berlaku dalam suatu negara maka dlam jangka
pendek pertumbuhan ekonominya menjadi tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan
yang seperti ini akan mengurangi lajunya pertumbuhan ekonomi. pendapatan nasional dan
kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah pengangguran tidak
dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya, apabila globalisasi
menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang suatu
negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil dan masalah sosial-ekonomi
masyarakat semakin bertambah buruk.
RESISTENSI TERHADAP GLOBALISASI EKONOMI
Globalisasi ekonomi yang dianggap merugikan negara miskin dan berkembang tersebut
memicu berbagai gerakan untuk menentangnya. Pada penghujung tuhun 1990-an gerakan
berlawanan arah dengan kecenderungan globalisasi justru yang menguat. Globalisasi digugat
banyak negara. Impian untuk percepatan pembangunan ekonomi dan penghapusan
kemelaratan ternyata tidak mewujud. Situasi yang ada justru: melahirkan keadaan sebaliknya,
di mana ketimpangan antara negara kaya-miskin dinilai makin membesar. Perusahaan besar
dan negara kaya mengambil untung lebih besar dari globalisasi ekonomi tersebut.
Awal tahun 2004 gugatan sudah muncul dalam tiga forum internasional. Gugatan terhadap
globalisasi dan perangkatnya tidak hanya datang dari negara berkembang, melainkan juga
oleh negara yang berpendapatan menengah atas seperti negara Amerika Latin.
Kecaman terhadap globalisasi dengan segala aspeknya saat ini juga muncul dari kalangan
ilmuwan. Banyak pemikir yang menggugat kecenderungan ekonomi dunia yang diarahkan
pada liberalisasi tersebut. Liberalisasi finansial yang dipasarkan IMF, misalnya, telah
mendapat kecaman keras dari ekonom dunia Joseph E Stiglitz (2002). Berbagai saran IME
terhadap negara berkembang banyak yang keliru dan tidak tepat untuk negara berkembang
tersebut. Ia mengkritik TMF melakukan kekeliruan karena menerapkan pasar bebas untuk
suatu negara yang struktur informasi, struktur pasar, serta infrastruktur kelembagaannya
belum lengkap.
Secara teoretik memang perdagangan bebas dunia akan dapat mendorong terjadinya
peningkatan efisiensi melalui spesialisasi produk. Dalam perdagangan bebas dunia asumsi
yang selalu didengungkan adalah bahwa semua negara dan pelaku ekonomi akan
diuntungkan dari adanya keterbukaan ekonomi tersebut.
Dalam realitas, pasar tidak bekerja seperti yang dinyatakan teori konvensional di atas.
Menurut Shipman (2002: 61-98) tidak ada satu negara pun yang menjadi kaya melalui
terjadinya spesialisasi seperti yang dikemukakan teori di atas. Kekuatan-kekualan besar yang
dimiliki perusahaan raksasa dunia yang mengendalikan pasar yang akan memberikan
keuntungan pada mereka.
Dengan persaingan bebas, pelaku-pelaku ekonomi lemah yang umumnya dari negara
berkembang akan tersingkir. Mereka kalah bersaing dari unit-unit usaha raksasa yang
bermodal besar dan berteknologi canggih.
alam bukunya “The No-nonsense Guide to Globalization” Q001)

Wayne Ellwood, mengecam globalisasi karena telah meningkatkan ketidakmerataan dan


kemiskinan di seluruh dunia. Hal ini terjadi karena pemerintah sudah kehilangan
kemampuannya untuk mengontrol strategi dan kebijakan pembangunannya.
Oleh karena itu disarankan beberapa Langkah konkret untuk mengatasi hal tersebut:
 Meningkatkan partisipasi warga negara melalui perombakan IMF. Rekomendasi ini
diberikan karena sistem finansial global hanya dijalankan birokrat, bankir, dan
ekonom arus utama, yang keputusannya berpengaruh pada kehidupan masyarakat luas
yang tidak pernah diajak berkonsultasi;
 Mendirikan lembaga keuangan global yang baru. Lembaga seperti Bank Sentral
Global dibutuhkan untuk membuat berbagai ketentuan baru yang bisa menghindari
gejolak dan ketidakefisienan di pasar Lembaga keuangan dunia;
 Menghargai alam (honor the earth). Standar lingkungan global harus ditetapkan oleh
lembaga baru dengan mandat PBB. Standar ini harus didasarkan pada keberlanjutan,
pemerataan. dan keadilan, dan ini harus diterapkan dalam setiap perjanjian
perdagangan dan investasi.

Pemerintah Indonesia, akibat berbagai tekanan asing dan moral yang mengutamakan
kepentingan pribadi, mengambil berbagai kebijakan yang bermuara pada liberalisasi berbagai
sektor kehidupan. Meski demikian berbagai elemen masyarakat berusaha menentang
globalisasi. Para aktivis di kampus dan LSM senantiasa bergerak untuk menentang kebijakan
pemerintah yang mendorong terjadinya globalisasi ekonomi. Tetapi berbagai gerakan
menentang globalisasi tersebut masih bersifat sektoral seperti para mahasiswa yang menolak
liberalisasi pendidikan, para aktivis yang menolak liberalisasi bahan bakar minyak, pelayanan
kesehatan dan sebagainya. Belum ada sebuah gerakan yang bersatu untuk menolak kebijakan
yang memungkinkan terjadinya globalisasi ckonomi dalam segala bentuknya. Pemikiran anti
globalisasi di kalangan ilmuwan juga belum bergerak dengan maksimal. Belum banyak pakar
ekonomi Indonesia yang menentang globalisasi melalui argumentasi yang dapat meyakinkan
Masyarakat dan pengambil kebijakan. Akibatnya, pemikiran dan Gerakan anti globalisasi
yang mulai tumbuh di Indonesia belum mendapatkan perhatian yang memadai dari
Masyarakat dan pengambil kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai