Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

PENGANTAR EKONOMI MAKRO

MASALAH PENGANGGURAN DI SULAWESI TENGAH DENGAN ADANYA COVID -19

Oleh :

MOH REZKI AGUNG

C 201 18 747

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang selalu dihadapi setiap negara.

Jika berbicara tentang masalah pengangguran, berarti tidak hanya berbicara tentang masalah

sosial tetapi juga berbicara tentang masalah ekonomi, karena pengangguran selain

menyebabkan masalah sosial juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

suatu negara khususnya negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Menurut Todaro

(1997) pembangunan ekonomi tidak dapat diukur sematamata dari tingkat pertumbuhan

pendapatan atau pendapatan per kapita, namun harus pula melihat bagaimana pendapatan

tersebut didistribusikan kepada penduduk dan mengetahui siapa yang mendapat manfaat dari

pembangunan tersebut. Pembangunan ekonomi sebuah negara dapat dilihat dari beberapa

indikator perekonomian. Salah satu diantaranya adalah tingkat pengangguran. Berdasarkan

tingkat pengangguran dapat dilihat kondisi suatu negara, apakah perekonomiannya

berkembang atau lambat dan atau bahkan mengalami kemunduran. Selain itu dengan tingkat

pengangguran, dapat dilihat pula ketimpangan atau kesenjangan distribusi pendapatan yang

diterima suatu masyarakat negara tersebut. Pengangguran dapat terjadi sebagai akibat dari

tingginya tingkat perubahan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan adanya lapangan

pekerjaan yang cukup luas serta penyerapan tenaga kerja yang cenderung kecil

persentasenya. Hal ini disebabkan rendahnya tingkat 2 pertumbuhan penciptaan lapangan

kerja untuk menampung tenaga kerja yang siap bekerja. Pengangguran merupakan masalah

yang saat ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan di Indonesia. Jumlah

penganggur mengalami peningkatan. Sementara itu tingkat pengangguran yang tinggi

merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban

keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan

keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.

Menurut data Badan Pusat Statistik dalam Statistik Indonesia Tahun 2013, jumlah penduduk

Indonesia berdasarkan hasil sensus tahun 2010 berjumlah 237.641.326 jiwa dengan tingkat

pertumbuhan penduduk sebesar 1,49% setiap tahunnya. Jumlah penduduk yang besar ini

pada tahun 2013 menempatkan Indonesia pada posisi ke empat dunia jumlah penduduk
terpadat (Wikipedia, 2013). Namun peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang besar serta

pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil belum diikuti dengan pengurangan laju

pengangguran. Berdasarkan data Statistik Indonesia 2013, pada tahun 2011 jumlah Angkatan

Kerja Indonesia adalah sebesar 117.376.485 jiwa dan angka pengangguran terbuka di

Indonesia berjumlah 7.700.086 jiwa. Dari angka tersebut persentase jumlah angkatan kerja

terhadap kesempatan kerja secara nasional adalah sebesar 93,44 persen, sedangkan sisanya

6.56% adalah pengangguran. Pada bulan Maret 2021, jumlah penduduk miskin (penduduk

dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tengah

mencapai 404,44 ribu orang (13,00 persen), bertambah sebesar 0,70 ribu orang dibandingkan

dengan kondisi September 2020 yang sebesar 403,74 ribu orang (13,06 persen). Persentase

penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2020 sebesar 9,21 persen turun

menjadi 9,15 persen pada Maret 2021. Sementara persentase penduduk miskin di daerah

perdesaan pada September 2020 sebesar 14,76 persen turun menjadi 14,73 persen pada Maret

2021.Selama periode September 2020-Maret 2021, jumlah penduduk miskin di daerah

perkotaan naik sebanyak 0,88 ribu orang (dari 87,43 ribu orang pada September 2020

menjadi 88,31 ribu orang pada Maret 2021), sementara di daerah perdesaan turun sebanyak

0,17 ribu orang (dari 316,31 ribu orang pada September 2020 menjadi 316,14 ribu orang

pada Maret 2021).Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar

dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan

kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret

2021 tercatat sebesar 76,68 persen. Kondisi ini mengalami kenaikan dibanding September

2020 yaitu sebesar 76,56 persen.Jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap

nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di perdesaan, adalah beras, rokok kretek filter,

telur ayam ras, tongkol/tuna/cakalang, gula pasir, mie instan, cabe rawit, bawang merah,

Sedangkan, untuk komoditi bukan makanan yang besar pengaruhnya adalah biaya

perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.


BAB II

b. Landasan Teori

Pengangguran atau tunakarya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama

sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau

seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Menurut Sukirno

(2004:327) pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan

kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi

tidak dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Pengangguran seringkali menjadi

masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan

pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya

kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Tingkat pengangguran dapat dihitung

dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang

dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus

mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat

kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat

menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat

pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan

dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka

panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-

negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana

pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh

lebih banyak orang. Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan

untuk menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak

memungkinkan untuk mendapatkan lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk

menciptakan lapangan kerja. Sebenarnya, kalau seseorang menciptakan lapangan kerja

(minimal) untuk diri sendiri akan berdampak positif untuk orang lain, misalnya dari

sebagian hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit

saja Adapun jenis – jenis pengangguran adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan jam kerja

Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam: 1)

Pengangguran terselubung (disguised unemployment) adalah tenaga kerja dapat dikatakan


sebagai pengangguran terselubung apabila bekerja kurang dari 7 jam dalam sehari. 2)

Setengah menganggur (under unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja

secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah

menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama

seminggu. 3) Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah tenaga kerja yang

sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak

karena memang belum mendapat pekerjaan, padahal telah berusaha secara maksimal. b.

Berdasarkan penyebab terjadinya Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran

dikelompokkan menjadi 6 macam: 1) Pengangguran friksional (frictional unemployment)

adalah pengangguran karena pekerja menunggu pekerjaan yang lebih baik. 2)

Pengangguran struktural (Structural unemployment) adalah pengangguran yang

disebabkan oleh penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi

persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. 3) Pengangguran teknologi

(Technology unemployment) adalah pengangguran yang disebabkan

perkembangan/pergantian teknologi. Perubahan ini dapat menyebabkan pekerja harus

diganti untuk bisa menggunakan teknologi yang diterapkan. 4) Pengangguran siklikal

adalah pengangguran yang disebabkan kemunduran ekonomi yang menyebabkan

perusahaan tidak mampu menampung semua pekerja yang ada. Contoh penyebabnya,

karena adanya perusahaan lain sejenis yang beroperasi atau daya beli produk oleh

masyarakat menurun. 5) Pengangguran musiman adalah pengangguran akibat siklus

ekonomi yang berfluktuasi karena pergantian musim. Umumnya, pada bidang pertanian

dan perikanan, contohnya adalah para petani dan nelayan. 6) Pengangguran total adalah

pengangguran yang benar-benar tidak mendapat pekerjaan, karena tidak adanya lapangan

kerja atau tidak adanya peluang untuk menciptakan lapangan kerja. Menurut Sakernas,

jenis pengangguran yang paling banyak di Bali adalah pengangguran terbuka.


BAB III

c. Jelaskan

Angkatan kerja pada Februari 2020 sebanyak 1.577.323 orang, bertambah 28.684

orang dibanding angkatan kerja Februari 2019 sebanyak 1.548.639 orang

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2020 sebesar 2,98 persen.

Pada Februari 2020, sebanyak 967.745 orang (63,24 persen) penduduk bekerja pada

sektor informal, dan persentase pekerja informal turun 1,09 persen poin dibanding

Februari 2019.

Selama setahun terakhir, tiga sektor terbesar yang mengalami peningkatan persentase

penduduk bekerja adalah Pertanian (1,34 persen poin), Jasa Keuangan dan Asuransi

(0,82 persen poin), serta Jasa Pendidikan (0,44 persen poin).

Pada Februari 2020, persentase tertinggi adalah pekerja penuh (jam kerja minimal 35

jam per minggu) sebesar 65,15 persen. Sedangkan penduduk bekerja tidak penuh

(jam kerja kurang dari 35 jam seminggu) sebesar 34,85

persen mencakup 7,35 persen setengah penganggur dan 27,50 persen pekerja paruh

waktu.Pada Februari 2020, penduduk bekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah

masih tetap mendominasi yaitu sebanyak 627.139 orang (40,98 persen). Sedangkan

terendah adalah pekerja dengan pendidikan Diploma I/II/III yaitu sebesar 2,74 persen

Angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 1,58 juta orang. Jumlah penduduk

bekerja di Sulawesi Tengah pada Agustus 2020 sebanyak 1,52 juta orang.  

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2020 sebesar 3,77 persen, lebih tinggi

0,66 poin dibanding TPT Agustus 2019.  

Pada Agustus 2020, sebanyak 1021,61 ribu orang (67,37 persen) penduduk bekerja

pada sektor informal, dan persentasenya meningkat 4,40 persen poin dibanding

Agustus 2019.  

Selama setahun terakhir, terdapat empat sektor terbesar yang mengalami penurunan

persentase penduduk bekerja adalah Industri Jasa Pendidikan (-0,68 persen poin),
Industri Pengolahan (-0.61 persen poin), Pertambangan dan Penggalian (-0,43 persen

poin) dan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (-0,31 persen poin).  

Pada Agustus 2020, persentase tertinggi adalah pekerja penuh (jam kerja minimal 35

jam per minggu) sebesar 59,97 persen. Sedangkan penduduk bekerja tidak penuh

(jam kerja kurang dari 35 jam seminggu) sebesar 40,03 persen mencakup 10,53

persen setengah penganggur dan 29,50 persen pekerja paruh waktu.  

Pada Agustus 2020, penduduk bekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih

tetap mendominasi yaitu sebanyak 610,24 ribu orang (40,24 persen). Sedangkan

terendah adalah pekerja dengan pendidikan Diploma I/II/III yaitu sebesar 35,34 ribu

orang (2,33 persen).

Anda mungkin juga menyukai