Anda di halaman 1dari 65

1

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.........................................................................4
1. Tujuan Penelitian..........................................................................................4
2. Manfaat Penelitian........................................................................................5
D. Kajian Penelitian Terdahulu, Kerangka Teori dan Hipotesis...........................7
1. Kajian Penelitian Terdahulu..........................................................................7
2. Landasan Teori............................................................................................15
a. Potensi Sektor Maritim Indonesia.........................................................15
b. Belanja Pemerintah Daerah...................................................................17
c. Belanja Pemerintah Daerah Sektor Kelautan........................................21
d. Modal Sosial..........................................................................................22
e. Teori Distribusi......................................................................................26
f. Ketimpangan Distribusi Pendapatan.....................................................30
g. Islamic Human Development Index (IHDI)..........................................33
1) Metode Perhitungan..........................................................................37
E. Metode Penelitian...........................................................................................39
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian................................................................39
2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian........................................................40
3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel...............................................40
4. Populasi, Sampel, dan Teknik Penentuan Sampling...................................41
5. Intrumen Penelitian.....................................................................................42
6. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen.....................................................42
7. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................43
8. Metode Analisis Data..................................................................................43
F. Sistematika Pembahasan.................................................................................48
G. Daftar Pustaka.................................................................................................50
1

A. Latar Belakang

Estafet amanah yang diberikan oleh para pejuang kemerdekaan bagi

generasi penerus bangsa tertuang dalam Undang Undang Dasar Republik

Indonesia tahun 1945. Di dalamnya secara jelas tertulis tujuan-tujuan

didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, diantaranya adalah untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta

menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Salah satu tolok

ukur untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pemerintah Indonesia

dalam mewujudkan hal tersebut adalah dengan menggunakan Indeks

Pembangunan Manusia Islami (Islamic Human Development Index/ I-HDI)

sebagaimana yang telah diperkenalkan oleh MB. Hendrie Anto. 1 Penggunaan

I-HDI sebagai alat ukur pembagunan manusia di Indonesia dinilai lebih tepat

karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya (87,18%)

beragama Islam.2

Diantara komponen yang dapat mempengaruhi nilai I-HDI adalah tingkat

kesejahteraan material (Material Welfare Index / MWI)3, di dalamnya diukur

sejauh mana tingkat ketimpangan distribusi pendapatan penduduk

menggunakan koefisien gini. Di Indonesia, koefisien gini yang

menggambarkan ketimpangan distribusi pendapatan penduduk, terus menerus

1
M.B. Hendrie Anto, “Introducing an Islamic Human Development Index (I-HDI) to Measure
Development in OIC Countries”, Islamic Economic Studies, Vol. 19 No.2 (2011), hlm.69-95
2
Badan Pusat Statistik, Publikasi Sensus Penduduk Tahun 2010 (Jakarta, 2011)
3
M.B. Hendrie Anto, Introducing, hlm. 70
2

meningkat sejak tahun 2008, melebar tanpa pernah mengalami penurunan

sedikitpun hingga data terakhir dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik

sebagaimana digambarkan pada grafik berikut ini.

0.42
0.40
0.38
0.36
0.34
0.32
0.30
2008 2009 2010 2011 2012 2013

Gambar 1 Perkembangan Indeks Gini Indonesia (2008-2013)


Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Tren kenaikan rasio gini di atas merupakan sinyal penting untuk segera

diperhatikan oleh berbagai pihak agar jurang kecemburuaan sosial mampu

diminimalisir guna mencegah berbagai akibat buruk selanjutnya, seperti

kriminalitas, krisis keuangan dan ekonomi4 bahkan revolusi sebuah negara.5

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ketimpangan distribusi

pendapatan. Menurut Adelman & Morris, beberapa faktor yang menjadi

penyebab ketidakmerataan distribusi pendapatan pada Negara Sedang

Berkembang (NSB) adalah pertambahan penduduk yang tinggi, inflasi,

ketimpangan pembangunan antar daerah, investasi yang didominasi industri

padat modal, rendahnya mobilitas sosial, pelaksanaan kebijakan industri

4
Joseph Stiglitz, “The Price of Inequality: How Todays Divided Society Endangers Our
Future” dalam Hombres, dkk, “Multivariate analysis of the effect of income inequality on health,
social capital, and happiness”, JRC Scientific and Policy Report (2013), hlm. 3
5
Revolusi di Arab terjadi saat rasio gini mencapai 0,51
3

subtitusi impor, memburuknya nilai tukar dengan negara maju, dan hancurnya

industri-industri kerajinan rakyat.6

Berbeda halnya dengan hasil kajian OECD (Organisation for Economic

Co-operation and Development) pada tahun 2012. Studi tersebut

menyebutkan bahwa faktor yang mendorong meningkatnya ketimpangan

pendapatan yaitu pertama, menurunnya tingkat pajak kepada kelompok

superkaya (1%) secara terus-menerus. Kedua, jenis kebijakan pajak. Banyak

pendapatan kelompok pendapatan tinggi atau supertinggi seperti pendapatan

dari saham (capital gain) hanya terkena pajak rendah atau tidak terkena pajak

sama sekali. Demikian juga dengan bunganya. Ketiga, meluasnya globalisasi

dan perubahan teknologi menyebabkan penghargaan yang sangat tinggi

kepada mereka yang berbakat seperti para manajer keuangan, artis, atlet

olahraga, dan sebagainya. Keempat, sebagai akibat internasionalisasi

ekonomi, tingkat gaji CEO perusahaan-perusahaan multinasional meningkat

sangat pesat sesuai dengan besaran perusahaannya yang mendunia.7

Selain faktor-faktor yang telah disebutkan di atas, berdasarkan hasil

penelitian Masood Mashkoor Siddiqui dan Abdul Malik, belaja pemerintah

juga memiliki pengaruh jangka pendek terhadap output harga pasar yang

kemudian pada jangka panjangnya dapat berpengaruh terhadap distribusi

pendapatan.8 Kemudian, penyebab utama semakin buruknya ketimpangan


6
Lincolin Arsyad, Pembangunan Ekonomi (Edisi 5), (Yogyakarta : UPP STIM YKPN, 2010),
hlm. 283 -284
7
Maftuchan, Ah, dkk, Trend Ketimpangan dan Pilihan Kebijakan Indonesia , Laporan
Ketimpangan Di Indonesia 2014 (Jakarta : INFID, 2015), hlm. 19
8
Masood Mashkoor Siddiqui dan Abdul Malik, “Impact Of Government Expenditure On
Income Distribution A Theroticle Analysis In The Case Pakistan”, International Journal of
4

distribusi pendapatan di Indonesia berdasarkan studi Lembaga Penelitian

Ekonomi Manajemen Universitas Indonesia (LPEM FEUI) diantaranya

adalah karena pola alokasi anggaran (belanja) pemerintah daerah cenderung

tidak memihak pada rumah tangga miskin.9

Belanja pemerintah memang telah popular menjadi bahan penelitian baik

di kalangan akademisi, maupun praktiksi, baik belanja pemerintah secara

umum maupun penelitian belanja pemerintah yang khusus di bidang

pendidikan, kesehatan dan pertanian. Lain halnya dengan belanja pemerintah

bidang kelautan dan perikanan yang masih jarang ditemukan penelitiannya,

terlebih dalam kajian ekonomi Islam.

Belanja pemerintah sektor kelautan menjadi penting untuk diteliti

dikarenakan beberapa faktor, pertama, mengingat bahwa 74,26% wilayah

Indonesia adalah perairan dan lautan, 60% penduduknya tinggal di pesisir

(161 dari 240 juta jiwa) dan 64% kabupaten /kota di Indonesia bersentuhan

dengan laut (318 dari 497 kab/kota).10 Kedua, karena berdasar catatan sejarah,

Indonesia lahir, besar dan pernah berjaya sebagai bangsa maritim. 11 Ketiga,

Belanda pernah diuntungkan oleh kekayaan Indonesia selama lebih dari tiga

abad dikarenakan VOC menggunakan Asaz Cabotage12 untuk menguasai

Economics and Management Sciences, Vol. 1, No. 1 (2011), hlm. 87


9
Mohamad Ikhsan, “Mengoptimalkan Pengeluaran Pemerintah untuk Memperbaiki Distribusi
Pendapatan di Indonesia”, Working Paper, Jakarta : LPEM FEUI, hlm. 7-8
10
Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan, Perikanan dan
Kelautan dalam Angka 2013 (Jakarta, 2013), hlm.76.
11
Rokhmin Dahuri, Untukmu Indonesia (Bogor : Roda Bahari, 2013), hlm.19.
12
Azas cabotage merupakan strategi untuk menguasai perekonomian negara dengan cara
menguasai penuh wilayah lautannya.
5

perekonomian nusantara.13 Keempat, masyarakat pesisir (khususnya dengan

profesi anak buah kapal) merupakan satu kelompok sosial penduduk atau

komunitas yang selama ini terpinggirkan baik secara sosial, ekonomi maupun

politik, teridentifikasi miskin dan terendah pendapatannya disamping petani,

sehingga wajar orang mengistilahkan mereka sebagai the poorest of the poor

(golongan termiskin dari kaum miskin).14 Dengan demikian, keempat faktor

tersebut menjadi alasan kuat mengapa variabel belanja pemerintah bidang

kelautan dan perikanan penting untuk diteliti sebab sangat menyangkut nasib

masyarakat pesisir yang berpendapatan paling rendah serta tidak menentu.

Jika golongan ini lebih mendapat perhatian, maka tidak menutup

kemungkinan akan mengurangi beban ketimpangan distribusi pendapatan di

Indonesia.

Lebih jauh, anggaran belanja negara saja tidak akan memberikan daya

dongkrak yang signifikan pada perekonomian jika tidak dibarengi dengan

adanya institusi sosial yang baik. Salah satu unsur institusi di dalam

masyarakat yang penting bagi pemerataan distribusi pendapatan adalah modal

sosial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stephen Knack dan Philip

Keefer mengenai ketimpangan distribusi pendapatan, menyebutkan bahwa

negara dengan pendapatan yang lebih tinggi sekaligus lebih merata, ternyata

memiliki modal sosial yang kuat.15 Penemuan tersebut mendukung pemikiran

Putnam yang menyatakan bahwa bangsa yang memiliki modal sosial tinggi

13
Rahmat Mulianda (ed.), Konsep “Mainstreaming Ocean Policy” kedalam Rencana
Pembangunan Nasional (Jakarta : Bappenas, 2014), hlm 37.
14
Joni Siahaan, “Tanggapan dan Harapan Masyarakat Terhadap Keberhasilan Program SIKIB
dalam Mendukung Ketahanan Masyarakat Pesisir (Studi Di Posal Tanjung Pasir Kabupaten
Tangerang)” Tesis, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 2014, hlm.1
6

akan cenderung lebih efisien dan efektif menjalankan berbagai kebijakan

untuk mensejahterakan dan memajukan rakyatnya. Suatu kelompok

masyarakat yang memiliki Modal Sosial tinggi akan membuka kemungkinan

menyelesaikan kompleksitas persoalan dengan lebih mudah. Hal ini

memungkinkan terjadi terutama pada masyarakat yang terbiasa hidup dengan

rasa saling mempercayai yang tinggi.16

Definisi mendasar yang diperkenalkan mengenai pengertian modal sosial

yaitu modal sosial merupakan sumber daya yang melekat dalam hubungan

sosial. Individu yang terlibat dalam hubungan sosial dapat memanfaatkan

sumber daya tersebut untuk kepentingan individu maupun kepentingan

bersama.17

Berdasarkan publikasi OECD (Organisation for Economic Co-operation

and Development), kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: (1)

modal alam, (2) modal fisik serta (3) modal manusia dan modal sosial. 18

Modal alam, fisik dan manusia dikenal sebagai modal tradisional

pembangunan. Modal sosial erat kaitannya dengan modal manusia. Jika

modal manusia mewakili pengetahuan, keterampilan dan kesehatan, maka

15
Stephen Knack., dan Philip Keefer, “Does Social Capital Have an Economic Payoff? A
Cross-Country Investigation”. The Quarterly Journal of Economics, Vol. 112 No.4 (November
1997), hlm. 1267.
16
Witrianto, “Modal Sosial dan Pembangunan Manusia Indonesia”, dikutip dari
http://witrianto.blogdetik.com/2010/12/08/modal-sosial-dan-pembangunan-manusia-indonesia/
pada hari Jum’at tanggal 5 Februari pukul 7.37 WIB
17
Ibid., 18

18
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), The Well‐being of
Nations. The Role of Human and Social Capital (Perancis: OECD, 2001), hlm. 12
7

modal sosial merujuk pada norma dan jejaring yang memfasilitasi kerjasama

antar manusia di dalam kelompok maupun antar kelompok. 19

Modal sosial bahkan tidak jarang dilihat sebagai katalisator atau perekat

yang memungkinkan modal-modal pembangunan lainnya bekerja saling

memperkuat untuk menghasilkan keluaran yang lebih efektif dan efisien.

Dalam World Summit for Social Development pada tahun 1995, disebutkan

bahwa pembangunan sosial yang menjadikan manusia sebagai pusat perhatian

dalam pembangunan, harus mendapatkan perhatian besar. 20

Dengan demikian, fokus dari penelitian ini adalah ingin meneliti sejauh

mana variabel belanja pemerintah di sektor kelautan dan perikanan serta

variabel modal sosial berpengaruh terhadap optimalisasi I-HDI melalui

minimalisasi ketimpangan distribusi pendapatan sebagai variabel

interverningnya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah pengaruh belanja pemerintah di sektor kelautan terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia?

2. Bagaimanakah dampak modal sosial terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan di Indonesia?

19
Badan Pusat Statistik , Statistik Modal Sosial Statistics of Social Capital 2012, Kata
Pengantar (Jakarta : Badan Pusat Statistik, 2013), hlm., hlm. 17

20
Ibid., hlm.iii
8

3. Bagaimanakah pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia

terhadap Indeks Pembangunan Manusia Islami?

4. Bagaimanakah pengaruh belanja pemerintah di sektor kelautan terhadap

Indeks Pembangunan Manusia Islami?

5. Bagaimanakah pengaruh modal sosial terhadap Indeks Pembangunan

Manusia Islami?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini yakni untuk :

a. Mengevaluasi pengaruh belanja pemerintah di sektor kelautan

terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia.

b. Menganalisis dampak modal sosial terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan di Indonesia.

c. Menganalisis pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan di

Indonesia terhadap Indeks Pembangunan Manusia Islami.

d. Mengevaluasi pengaruh belanja pemerintah di sektor kelautan terhadap

Indeks Pembangunan Manusia Islami.

e. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap Indeks Pembangunan

Manusia Islami .

2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini yaitu :


9

a. Dapat memberikan hasil analisa data dari penelitian yang sistematis,

terukur dan valid mengenai pengaruh belanja pemerintah sektor

kelautan, dan modal sosial terhadap indeks pembangunan manusia

Islami melalui variabel ketimpangan distribusi pendapatan Indonesia.

b. Memberikan informasi dan gambaran bagi pemangku kebijakan

mengenai keterkaitan antara belanja pemerintah sektor kelautan dan

modal sosial dengan ketimpangan distribusi pendapatan Indonesia.

Dengan adanya informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

membantu para stake holder untuk mengambil keputusan yang lebih

bijak.

c. Memberikan konsep yang terbukti secara ilmiah mengenai kedudukan

modal sosial, peranan dan manfaatnya bagi kelangsungan hidup dan

pencapaian kesejahteraan masyarakat luas.

d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk membantu

memetakan strategi pembangunan manusia di Indonesia yang sesuai

dengan tolok ukur maqasidussyari’ah.

D. Kajian Penelitian Terdahulu, Kerangka Teori dan Hipotesis

1. Kajian Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian pada tahun 1997 yang berjudul “Does Social

Capital Have an Economic Payoff? A Cross-Country Investigation”,

Stephen Knack dan Philip Keefer menyatakan bahwa modal sosial dapat

diidentifikasi untuk mengukur kinerja ekonomi menggunakan indikator


10

kepercayaan dan norma-norma kemasyarakatan. Survey dilakukan pada 29

negara di dunia. Mereka menemukan bahwa adanya tingkat kepercayaan

dan norma kemasyarakatan yang kuat di negara-negara yang memiliki

tingkat pendapatan dan pemerataan kesejahteraan yang tinggi. 21 Hal ini

merupakan justifikasi awal tentang adanya hubungan antara modal sosial

dengan pemerataan distribusi pendapatan.

Kemudian pada tahun 2007, Werner Baer dan Antonio Fialho Galvao

Jr. melaporkan hasil penelitian dengan judul “Tax Burden, Government

Expenditures and Income Distribution in Brazil”. Penelitian tersebut

berupaya untuk menjelaskan paradoks yang tampak pada suatu negara

dengan beban pajak yang tinggi namun distribusi pendapatan hanya

terpusat pada golongan tertentu secara terus menerus. Dengan

menggunakan model regresi kuantil struktural mereka menganalisis

dampak distribusi pengeluaran pemerintah terhadap indeks gini. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa redistribusi pengeluaran

pemerintah brazil memiliki dampak yang lebih kecil terhadap ketimpangan

pendapatan pada quantil rendah.22 Artinya, dampak yang dihasilkan oleh

belanja pemerintah Brazil kurang begitu berpengaruh terhadap masyarakat

golongan ekonomi bawah.

Rikmat dalam tesisnya mengupas paradigma ekonomi kelautan dalam

konteks ekonomi Islam yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan


21
Stephen Knack., dan Philip Keefer, “Does Social Capital...”, hlm. 1267
22
Werner Baer and Antonio Fialho Galvao Jr, “Tax burden, Government Expenditures and
Income Distribution in Brazil”, The Quarterly Review of Economics and Finance, No. 48 Tahun
XLVIII (25 Maret 2007), hlm 345–358
11

reinterpretasi ayat-ayat Al-Qur’an tentang kelautan yang berdimensi

ekonomi. Dalam konteks itulah kita menemukan bahwa sejak awal, Al-

Qur’an menghimbau dengan sangat tentang urgentnya umat Islam untuk

mengelola dan memanfaatkan karunia Allah berupa laut dengan seluruh

kekayaan yang terkandung didalamya.23 Penelitian ini mengawali

pembahasan mengenai aspek kelautan dalam ekonomi Islam

Sanusi Fattah dan Aspa Muji melakukan penelitian tentang pengaruh

antara pengeluaran pemerintah pada indeks pembangunan manusia.

Penelitian yang berjudul “Local Government Expenditure Allocation

toward Human Development Index at Jeneponto Regency, South Sulawesi,

Indonesia” tersebut dilakukan di Kabupaten Jeneponto Sulawesi

berdasarkan data dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2007. Dengan

menggunakan model regresi untuk mengestimasi dan menganalisis

pengaruh pengeluaran pemerintah pada indeks pembangunan manusia di

Jeneponto, memberikan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa alokasi

pengeluaran pemerintah untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur

memiliki efek positif dan signifikan untuk meningkatkan Indeks

Pembangunan Manusia di Kabupaten Jeneponto selama periode

penyelidikan.24

23
Rikmat Ismatulloh, “Paradigma Ekonomi Kelautan dalam Perspektif Ekonomi Islam”,
Tesis,Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 2010, hlm.xi
24
Sanusi Fattah dan Aspa Muji, “Local Government Expenditure Allocation toward Human
Development Index at Jeneponto Regency, South Sulawesi, Indonesia”, IOSR Journal Of
Humanities And Social Science (JHSS), Vol. 5, Issue 6 (November-Desember, 2012), hlm. 40-50
12

Pengaruh antara pengeluaran pemerintah pada indeks pembangunan

manusia juga pernah diteliti oleh Mohammad Javad Razmi. Penelitian

tersebut menguji dampak pengeluaran kesehatan pemerintah pada Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) dengan menggunakan metode kuadrat

terkecil (OLS) selama periode 1990-2009 di Iran. Hasil penelitian yang

berjudul “Investigating the Effect of Government Health Expenditure on

HDI in Iran” tersebut menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan

antara pengeluaran pemerintah di bidang kesehatan dan indeks

pembangunan manusia. Selain itu, dari uji Kausalitas Granger

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bilateral antara kesehatan

pemerintah pengeluaran dan IPM di Iran.25

Berdasarkan penelitian yang berjudul “Kuznet Inverted U-Curve

Hypothesis Examined On Up-To Date Observation For 145 Countries”,

Melikhova dan Jacub Cizek menyebutkan bahwa Hipotesis Kurva U

terbalik oleh Simon Kuznet mengenai hubungan rata-rata pendapatan

dengan kesenjangan pendapatan masih menjadi masalah yang belum

terselesaikan meskipun jumlah teori dan penelitian empiris tentang topik

ini semakin meningkat. Penelitian ini menganalisis data historis rata-rata

pendapatan dan ketimpangan pendapatan untuk periode 1979-2009 pada

145 negara. Para peneliti menemukan bahwa ketimpangan pendapatan

dipengaruhi secara dominan oleh kebijakan subsidi dan sosial transfer oleh

25
Mohamad Javad Razmi, “Investigating the Effect of Government Health Expenditure on HDI
in Iran”, Scientific Papers, Journal of Knowledge Management, Economics and Information
Technology. Edisi 5 (October, 2012), hlm. 1
13

pemerintah. Kurva U terbalik ditemukan di negara-negara dengan jumlah

kontribusi sosial rendah. Namun, peningkatan jumlah kontribusi sosial

Kurva U menjadi mendatar.26

Disertasi berjudul Pemanfatan Modal Manusia dan Modal Sosial

Mantan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) : Implikasinya Terhadap Tingkat

Kesejahteraan Rumah Tangga dilakukan oleh Trisnaningsih dalam rangka

mengkaji pemanfaatan serta menguji pengaruh dinamika antar faktor

modal manusia dan modal sosial serta implikasinya terhadap tingkat

kesejahteraan rumah tangga mantan TKI di Desa Rantau Fajar. Teknik

pengumpulan data menggunakan kuesioner dan deep intervew dengan

analisis data kuantitatif menggunakan metode analisis deskriptif dan

analisis Stuctural Equation Modeling (SEM). Salah satu hasil dari

penelitian tersebut adalah pemanfaatan modal manusia dan modal sosial

dalam bentuk perilaku produktif ekonomi (tingkat penghasilan)

berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga

mantan TKI di Desa Rantau Fajar. 27

Dalam laporan penelitian yang berjudul “A Study of the Effect of

Social Capital on Human Development in Islamic Countries” Mohammad

Javad Razmi, Mostafa Salimifar dan Sahar Sherkat Bazzazan menguji

26
Oksana Melikhova dan Jacub Cizek, “Kuznet Inverted U-Curve Hypothesis Examined On
Up-To Date Observation For 145 Countries”, Prague Economic Papers, Vol.3, 2014, hlm. 388
27
Trisnaningsih, “Pemanfatan Modal Manusia dan Modal Sosial Mantan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) : Implikasinya Terhadap Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga (Kasus di Desa
Rantau Fajar, Kecamatan Raman Utara Kabupaten Lampung Timur) ”, Disertasi Doktor,
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 2013, hlm. xii
14

pengaruh modal sosial pada pembangunan manusia di antara negara-

negara Islam. Untuk tujuan tersebut, 20 negara-negara Islam diteliti

selama periode 1999-2008. Untuk mengukur variabel modal sosial, maka

digunakanlah indeks persepsi korupsi. Hasil penelitian menunjukkan efek

negatif yang signifikan korupsi terhadap tingkat indeks pembangunan

manusia.28

2. Landasan Teori

a. Potensi Sektor Maritim Indonesia

Catatan sejarah Indonesia, didukung oleh riwayat yang

diabadikan oleh penjelajah Cina serta risalah-risalah musafir Arab dan

Persia dengan jelas menuliskan bahwa selama berabad-abad, pusat-

pusat peradaban di Nusantara memiliki keuatan ekonomi dan politik

yang berbasiskan sumber daya maritim. Laut telah memegang peranan

penting dalam sejarah Indonesia, baik dalam hubungan nasional dan

Internasional. Perdagangan bangsa Tiongkok banyak bergantung pada

jasa para pelaut Nusantara, dan teknologi perkapalan Nusantara juga

banyak dipelajari dan diadopsi oleh mereka. 29 Oleh karena itu, tak

heran bila sejumlah kerajaaan seperti Sriwijaya, Majapahit, dan

Demak pernah Berjaya di Nusantara karena membangun basis

ekonomi dan politik dengan kekuatan maritim.

28
Mohammad Javad Razmi, Mostafa Salimifar dan Sahar Sherkat Bazzazan, “A Study of the
Effect of Social Capital on Human Development in Islamic Countries”, Atlantic Review of
Economics, Vol.1 Tahun XLIII
29
Robert Dick - Read, Penjelajah Bahari : Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika, alih
bahasa Edrijani Azwaldi (Bandung : Mizan, 2008), hlm. 59
15

Namun dalam perjalanan sejarahnya, melalui proses sosial politik

yang panjang serta perebutan sumber daya oleh penjajah terjadilah

pergeseran pembangunan dari negara maritim menjadi negara agraris.

Bahkan ketika Indonesia mulai memegang kendali penuh atas

kemerdekaannya, pemerintah masih menerapkan garis kebijakannya


30
secara agraris-minded. Kebijakan tersebut terus berlaku hingga

akhirnya beberapa waktu lalu Mantan Presiden RI Susilo Bambang

Yudhoyono menggagas blue economy dalam mendukung sustainable

development31 dan dilanjutkan oleh Presiden Joko Widodo dengan

rencana menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Kebijakan tersebut digagas mengingat Indonesia merupakan

negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau mencapai

17.504 pulau. Tercatat, luas daratan NKRI sebesar 1,9 km 2. Luas laut

mencapai 5,8 juta km2 (tiga kali luas daratan) dengan panjang pantai

104.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia

setelah Kanada.32 Disamping itu, wilayah laut kita juga memiliki

peran geopolitik dan peran geoekonomi yang sangat penting dan

strategis. Akan tetapi potensi dan kekayaan tersebut, kini kurang

memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan dan

pembangunan di Indonesia. Yusuf & Trondsen menyebutkan

30
Rokhmin Dahuri, Untukmu, hlm. 6
31
Publikasi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, dikutip dari
www.setkab.go.id/edisi3012013/ pada hari Kamis 1 Oktober 2015 pukul 15.47 WIB
32
Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan, Perikanan, hlm.76.
16

“Indonesia has huge marine resources and the livelihoods of the


majority of the Indonesian people are related to the fishery
sector. Indonesia has become the fourth major fisheries producer
in the world, but the country’s fishery exports are still
comparatively low ranking only 12th in the world, far below other
Southeast Asian countries”33

Dengan potensi dan kekayaan bahari yang begitu melimpah,

seyogyanya masyarakat pesisir dan nelayan menjadi golongan

masyarakat yang sangat berkecukupan. Akan tetapi data statistik

menunjukkan hal yang lain, sebanyak 7,87 juta jiwa penduduk miskin,

sangat miskin dan rentan miskin di Indonesia adalah mereka yang

hidup di kawasan pesisir.34 Diantara kategori pekerjaan terkait dengan

kemiskinan, nelayan sering disebut sebagai masyarakat termiskin dari

kelompok masyarakat lainnya (the poorest of the poor). Oleh karena

itu, kebijakan pemerintah yang dapat memberikan efek (dampak

langsung maupun tidak langsung, jangka pendek maupun jangka

panjang) terhadap golongan ini senantiasa perlu dikaji, dievaluasi dan

diperbaiki agar kesenjangan sosial di Indonesia tidak semakin curam.

b. Belanja Pemerintah Daerah

Arsyad memberikan definisi bahwa perekonomian daerah

merupakan suatu proses di mana pemerintah daerah dan

33
M. Yusuf & T. Trondsen, “Improving Indonesia’s competitiveness: Innovation Value Chains
And Cluster-Bases for Realizing the Huge Potential of Marine and Fisheries”, dalam “Maritime
sector developments in the global markets”, SmartComp Research Report, No 3 (October 2013),
hlm. 80
34
“Pendataan Program Perlindungan Sosial 2008” diakses darihttp://www.tnp2k.go.id/ pada
tanggal 23 November 2015 jam 16.18
17

masyarakatnya mengelola sumber daya sumber daya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan

sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan

merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi)

dalam wilayah tersebut. Tujuan utama dari pembangunan ekonomi

daerah adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh

masyarakat yang ada di daerah.35 Tidak bisa dipungkiri bahwa potensi

dan kebutuhan yang dimiliki masing-masing daerah memang berbeda-

beda, oleh karena itu pengelolaan perekonomian daerah berdasarkan

kearifan-kearifan lokal sangat dibutuhkan guna mendukung

pembangunan ekonomi secara nasional.

Belanja pemerintah merupakan bagian dari kebijakan fiskal, ia

menjadi alat untuk mencapai sasaran sasaran yang diinginkan negara,

selain perpajakan progresif dan pinjaman.36 Selain itu, belanja

pemerintah juga merupakan bagian dari strategi penstabil otomatik

perekonomian disamping transfer pemerintah. Dalam Peraturan

Pemerintah disebutkan :

Belanja Daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas


Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang
merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah37

35
Lincolin Arsyad, Pembangunan, hlm. 108
36
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, alih bahasa Ikhwan Abidin, Cet.2
(Jakarta : Gema Insani Press, 2000), hlm.119-120
37
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal
20 Ayat 3.
18

Sumber-sumber pendanaan belanja daerah berasal dari Dana Bagi

Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Dengan adanya belanja daerah, pemerintah bermaksud untuk

melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang

lebih baik, setidaknya terwujud dalam peningkatan pelayanan dasar,

pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak

serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

Dalam Adiwarman Karim terdapat tiga kategori belanja

pemerintah yaitu wasteful spending, productive spending dan transfer

payment. Wastefull spending ialah kondisi dimana belanja pemerintah

memberikan manfaat yang lebih kecil dibandingkan dengan biaya

yang dikeluarkan. Productive spending terjadi apabila dari belanja

pemerintah memberikan manfaat yang lebih besar dari biaya yang

dikeluarkan. Sedangkan transfer payment merupakan kondisi dimana

jumlah manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh

pemerintah sama besarnya.38 Perumusan kategori yang demikian

dilakukan sebab dalam ekonomi Islam sangat mengedepankan prinsip

pemberian mashlahah dan manfaat yang dapat menyejahterakan

masyarakat.

Kekuatan pengaruh pengeluaran pemerintah tersebut terhadap

pembangunan manusia di Indonesia tergantung pada ketepatan

38
Adiwarman Karim, Makro Ekonomi Islami (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.
147
19

penetapan target sasaran dan pendistribusian. Pemerintah harus bisa

mengidentifikasi sektor prioritas yang mempunyai potensi paling

tinggi untuk meningkatkan pembagunan manusa. Pengeluaran tersebut

akan lebih tepat jika ditujukan pada masyarakat berpenghasilan rendah

karena pada area ini yang akan memberikan efek marginal terbesar.

Selain itu, juga akan meminimalisir gejolak sosial sebab masyarakat

berpenghasilan paling rendah sangat rentan terhadap berbagai konflik.

1) Klasifikasi Belanja Pemerintah Daerah

Dalam Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 Tentang

Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah diklasifikasikan

menurut :

a) organisasi

b) fungsi

c) program dan kegiatan

d) serta jenis belanja.

Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan

susunan organisasi pemerintahan daerah. Klasifikasi belanja

menurut fungsi terdiri dari klasifikasi berdasarkan urusan

pemerintahan dan klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.

Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan

dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah.


20

Bagan berikut ini merangkum peraturan terbaru mengenai

rincian klasifikasi Belanja Pemerintah daerah berdasarkan fungsi

urusan pemerintahan sebagaimana yang terdapat pada Peraturan

Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) Nomor 52 Tahun 2015.

Gambar 2 Rincian Klasifikasi Belanja Pemerintah Berdasarkan


Fungsi Urusan Pemerintahan
Sumber : Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 52 Tahun 2015

c. Belanja Pemerintah Daerah Sektor Kelautan

Salah satu alat yang digunakan oleh pemerintah daerah dalam

proses pembangunan yang berkelanjutan yakni belanja urusan

pemerintahan bidang kelautan sebagaimana dapat kita lihat pada

Gambar 2. Belanja sektor kelautan dan perikanan merupakan belanja


21

pilihan (bukan wajib) sesuai dengan kebijakan pemerintah masing-

masing daerah, sesuai dengan aturan peundang-undangan.

Ekonomi kelautan akan semakin strategis seiring dengan

pergeseran pusat ekonomi dunia dari Atlantis ke Asia-Pasifik. Hampir

70% total perdagangan dunia berlangsung diantara negera-negara di

Asia Pasifik. Lebih dari 75% barang dan komoditas yang

diperdagangkan ditransportasikan melalui laut, dan 45% diantaranya

melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia/ALKI.39

Mengingat negara Indonesia, yang terbentang dari sabang sampai

merauke memiliki tiga puluh empat (34) Provinsi, diamana Seluruh

provinsi tersebut memiliki wilayah yang bersentuhan dengan laut,

maka Belanja Pemerintah Daerah Tingkat I (Provinsi) di sektor

kelautan perlu mendapatkan analisis yang berkaitan dengan

pengaruhnya terhadap kesenjangan sosial dan pembangunan manusia

di masing-masing daerah tersebut.

d. Modal Sosial

Dalam proses perjalanan pembangunan sebuah bangsa, pemerintah

mengeluarkan biaya yang begitu besar akan tetapi seringkali hasil

yang diperoleh masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

Walaupun demikian, program dan kebijakan yang telah terbukti

kurang efektif masih terus menerus diulang. Begitu besarnya dana

39
Rokhmin Dahuri, Untukmu, hlm. 14.
22

pembangunan yang telah dikeluarkan, akan tetapi berdaya dongkrak

rendah. Banyak contoh dan ragam kebijakan yang sebetulnya positif

tetapi tidak banyak menghasilkan perubahan seperti yang diharapkan,

karena ada Aspek lain yang sering diabaikan. Aspek ini bersumber

dari nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang sering juga

disebut dengan modal sosial.40 Modal sosial oleh Putnam didefinisikan

sebagai jaringan, norma, dan kepercayaan yang memampukan

partisipan untuk melakukan tindakan bersama dengan lebih efektif

untuk mencapai tujuan bersama.41

Kemiskinan di Indonesia yang sebagian besar melanda wilayah

pesisir dan pedesaan sebenarnya bukan berarti di wilayah tersebut

memang menciptakan kemiskinan yang sudah berakar dari nenek

moyang . Mereka hidup di tanah yang subur, sungai mengalir deras,

laut yang tenang dan sangat luas dan pernah menghasilkan ikan ikan

dan kekayaan lain yang melimpah ruah. Rakyat tidak mengalami

kekurangan. Saat ini, yang hilang di desa-desa dan pesisir sebenarnya

bukanlah ikan-ikan di sungai atau di laut, bukan hutan sebagai sumber

kehidupan, bukan hama tikus dan wereng yang mengganggu padi,

bukan semata mata hanya karena pemerintah beberapa waktu yang

40
Bambang Suryanggono, “Pengaruh Modal Sosial Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di
Seluruh Provinsi Di Indonesia: Analisis Data Susenas BPS 2009”, Tesis, Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada, 2012, hlm. 34

41
Robert D. Putnam, “The Prosperous Community : Social Capital And Public Life”, The
American Prospect, No. 13, (Spring, 1993), hlm. 35-42.
23

lalu pernah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Yang

hilang adalah sebuah energi, yaitu energi dan semangat kolektif

masyarakat untuk mengatasi problem bersama.42

Modal sosial merupakan energi pembangunan yang

bermomentum tinggi apabila dimanfaatkan secara serius. Grootaert et

al. menemukan manfaat investasi modal sosial lebih tinggi bagi

masyarakat miskin dibandingkan dengan jenis modal yang lain. Modal

sosial meningkatkan pembangunan ekonomi dengan adanya hubungan

antara individu, rumah tangga dan kelompok melalui peningkatan

ketersediaan informasi dan mengurangi biaya transaksi, memfasilitasi

keputusan kolektif, dan meminimalkan oportunisme.43

Fukuyama dalam hasil penelitiannya meyakinkan bahwa modal

sosial memegang peranan yang sangat penting dalam memfungsikan

dan memperkuat kehidupan masyarakat modern. Modal sosial sebagai

condisia sine qua non (syarat mutlak) bagi pembangunan manusia,

pembangunan ekonomi, sosial, politik dan stabilitas demokrasi. Di

dalamnya, merupakan komponen kultural bagi kehidupan masyarakat

modern. Modal sosial yang lemah akan meredupkan semangat gotong-

royong, memperparah kemiskinan, meningkatkan pengangguran dan

42
Witrianto, “Modal Sosial dan Pembangunan Manusia Indonesia”, dikutip dari
http://witrianto.blogdetik.com/2010/12/08/modal-sosial-dan-pembangunan-manusia-indonesia/
pada hari Jum’at tanggal 5 Februari pukul 7.44 WIB
43
Christiaan Grootaert, Narayan, D., Jones, V. N., & Woolcock, M. 2003. Integrated
Questionnaire for The Measurement of Social Capital, (The World Bank : Social Capital Thematic
Group,2003) , hlm.3.
24

kriminalitas serta dapat menghalangi setiap upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan penduduk. 44

Fafchamps dan Minten dalam peneitiannya yang berjudul Social

Capital and The Firm : Evidence from Agricultural Trade

memperoleh kesimpulan bahwa akumulasi modal sosial terbukti

memberikan peran yang paling besar dalam bisnis. Pengukuran modal

sosial menunjukkan perkembangan nilai tambah yang signifikan lebih

dari nilai tambah yang dihasilkan oleh kepemilikan sarana, modal,

tenaga kerja, modal manusia dan keterampilan manajemen. Dua hal

penting yang membangun modal sosial dalam perdagangan adalah

jumlah pedagang lain yang dikenal dan jumlah orang yang siap

membantu jika menghadapi permasalahan.45

Masing-masing tokoh yang mempopulerkan konsep modal sosial

memiliki perbedaan penekanan terhadap unsur-unsur yang

membentuknya. Perbedaan tersebut juga dalam hal pendekatan

analisis. Dari berbagai konsep yang telah disebutkan di atas, pada

intinya, konsep modal sosial memberikan penekanan pada

kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas

kehidupan dan senantiasa melakukan perubahan dan penyesuaian

secara terus menerus.

44
Francis Fukuyama, “Sosial Capital and Civic Society”. IMF Working Paper, April 2000,
hlm.3
45
Bart Minten dan Marcel Fafchamps, “Social Capital and The Firm : Evidence from
Agricultural Trade”, Working Paper, Washington DC : Stanford University, 1999, hlm.1
25

Grootaert dan Bastelaer merekomendasikan tiga jenis indikator

untuk mengukur modal sosial pada level mikro. Indikator tersebut

terdiri atas sikap percaya dan kepatuhan terhadap norma, keanggotaan

dalam perkumpulan atau jejaring lokal, dan tindakan bersama. 46

Adapun Pemerintah Amerika Serikat melakukan pengukuran modal

sosial dengan mengembangkan Index of National Civic Health untuk

merespon penurunan partisipasi masyarakat mengukur. Kelima

indikator yang digunakan dalam pengukuran tersebut adalah

keterlibatan politik, kepercayaan, keanggotaan dalam asosiasi,

keamanan dan kejahatan serta integritas dan stabilitas keluarga.47

Luigi Guiso dkk meneliti dampak modal sosial terhadap financial

development. Modal sosial diukur dengan menggunakan partisipasi

dalam pemilihan umum di tingkat provinsi sebagai alat ukur indikator

sikap percaya pada pemerintah dan jumlah sumbangan darah sebagai

alat ukur indikator partisipasi masyarakat. 48 Penelitian ini mengadopsi

metode yang digunakan Luigi Guiso dalam mengukur stok modal

sosial masyarakat, yakni menggunakan indikator sikap percaya

terhadap pemerintah yang didekati dengan tingkat golput dalam

pemilihan umum serta menggunakan indikator partisipasi masyarakat

46
Lihat Ahmadriswan Nasution dkk, “Dampak Modal Sosial terhadap Kesejahteraan Rumah
Tangga di Indonesia”, Mimbar, Vol.30 No.2 (Desember 2014), hlm 141
47
Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Pemetaan dan Pemanfaatan Modal Sosial
dalam Penanggulangan Kemiskinan di Jawa Barat (Bandung : Badan Penelitian dan
Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Barat, 2008), hlm 17.
48
Luigi Guiso dkk “The Role of Social Capital in Financial Development”, American
Economic Review, Vol. 94, No. 3 (Juni, 2004), hlm. 526-556.
26

dengan yang didekati dengan jumlah sumbangan darah yang mampu

dikumpulkan dalam periode tertentu. Masing-masing indikator diukur

dengan menggunakan indeks dengan formula sebagai berikut: Indeks

Dimensi Modal Sosial = (skor teramati-skor terendah) : (skor

tertinggi-skor terendah)

e. Teori Distribusi

Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau

timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan

penduduknya. Masalah distribusi menduduki posisi penting dalam

teori ekonomi mikro baik dalam sistem ekonomi Islam maupun

kapitalis sebab bidang distribusi tidak hanya berkaitan dengan aspek

ekonomi saja tetapi juga aspek sosial dan politik sehingga menjadi

perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam dan kapitalis sampai saat

ini.49

Pembahasan mengenai konsep distribusi tidak dapat dilepaskan

dari teori neokeynesian yang sering dipraktekkan negara-negara maju

yang dianggap sukses dalam mempraktikkannya. Teori distribusi

sering dimaknai sebagai total pendapatan (income) yang

didistribusikan pada setiap individu atau pada seluruh faktor produksi.

49
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Ekonisia UII,
2004), hlm. 234
27

Teori ini terfokus pada upaya agar berbagai faktor produksi (tanah,

buruh dan modal) mendapatkan balasan/harga yang sesuai.50

Para ekonom pada umumnya membedakan dua ukuran pokok

distribusi pendapatan, yang keduanya digunakan untuk tujuan analitis

dan kuantitatif.51 Pertama, distribusi pendapatan perseorangan

(personal distribution of income) atau disebut juga distribusi ukuran

pendapatan (size distribution of income) dimana pengukurannya ialah

secara langsung menghitung jumlah penghasilan yang diterima oleh

setiap individu atau rumah tangga. Kedua, yaitu distribusi fungsional,

pengukurannya berfokus pada bagian dari total pendapatan nasional

yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja


52
dan modal) yang besar kecilnya ditentukan oleh seberapa besar

partisipasi mereka dalam produksi. Dengan kata lain, teori distribusi

tersebut berusaha untuk menjelaskan pangsa pendapatan nasional yang

diterima oleh masing-masing faktor produksi.53

Selain memandang individu individu sebagai faktor produksi, teori

distribusi fungsional menyelidiki pula persentase yang diterima tenaga

kerja secara keseluruhan dari pendapatan nasional. Dalam kondisi

50
Samuelson dan Nordhaus, Economics (New York : MacGraw Hill, 2005), hlm. 231, 239
dalam Ruslan Abdul Ghafur Noor, Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam. 2013 hlm57-58

51

52
Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, Pembangunan Ekonomi (Edisi 9), (Jakarta,
Erlangga, 2006), hlm 234-241.
53
Ruslan Abdul Ghafur Noor , Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta : 2013),
hlm. 57-58.
28

normal, jika terjadi peningkatan pendapatan sehingga terjadi

perubahan pendapatan fungsional, maka akan mendorong proses

spesialisasi ekonomi yang nantinya akan meningkatkan porsi

perusahaan dengan mempekerjakan tenaga kerja. Selain itu, akan

terjadi peningkatan porsi upah dan gaji para pekerja dalam struktur

ketenagakerjaan yang secara otomatis akan meningkatkan pula porsi

upah dan gaji dalam pendapatan nasional.54

Kajian mengenai distribusi pendapatan tidak terlepas dari konsep

moral ekonomi yang dianut oleh sebuah bangsa. Konsep moral

ekonomi tersebut, yang berkaitan dengan aspek kebendaan (materi),

kepemilikan dan kekayaan (property and wealth concept) harus

dipahami, untuk tujuan menjaga persamaan maupun mengikis

kesenjangan antara si kaya dengan si miskin. Setidaknya beberapa

aspek tersebut menjadi faktor endogen dalam sistem distribusi

pendapatan perspektif ekonomi Islam.

Secara umum, Islam mengarahkan mekanisme berbasis moral

spiritual dalam pemeliharaan keadilan sosial pada setiap aktivitas

ekonomi. Hal tersebut merupakan persoalan yang sangat krusial, sebab

ketidakseimbangan distribusi pendapatan adalah faktor yang

menyebabkan hampir seluruh konflik individu maupun sosial. Dari

sinilah kemudian para ekonom muslim menelaah aspek-aspek moral

54
Mohamad Ikhsan, “Deregulasi Ekonomi, Kemiskinan dan Distribusi Pendapatan”, dalam
Hadi Soesastro, Pemikiran dan Permasalahan Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir (Jakarta :
Kanisius, 2005 ) Jilid 5, hlm 629-630.
29

yang menjadi pencetus faktor endogen ketimpangan distribusi

pendapatan.

Dalam Islam legitimasi hak milik akan tergantung dan sangat

terkait erat kepada pesan moral untuk menjamin keseimbangan,

dimana hak pribadi diakui, namun hak kepemilikan tersebut harus bisa

berfungsi sebagai nafkah konsumtif bagi diri sendiri dan keluarga,

berproduksi dan berinvestasi, menjadi alat untuk mengapresiasikan

kepedulian sosial sebagai jaminan distribusi kekayaan, serta menjamin

mekanisme kerja fisabilillah, semangat pembangunan serta penataan.

Kemudian, dalam hal kepemilikan umum, dan kepemilikan negara,

Islam mengatur bahwa sumber-sumber ekonomi yang menguasai hajat

hidup orang banyak tidak boleh dimiliki oleh individu dan tidak boleh

bebas diperjualbelikan atau bahkan dimonopoli oleh pihak tertentu.

Namun disisi lain, Islam juga tidak memperbolehkan mushadarah,

yaitu perampasan hak seseorang dengan dalih untuk kepentingan

umum. Negara hanya mempunyai otoritas kepemilikan atas

kepemilikan individu yang tidak bertanggung jawab terhadap hak

miliknya. Kemudian, dalam etika ekonomi Islam, konsep kongsi dalam

hak-hak – yang pada proses selanjutnya melahirkan keuntungan harus

merujuk pada sistem bagi hasil.55

55
Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Yogyakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2007), hlm. 67
30

f. Ketimpangan Distribusi Pendapatan

Pada tahun 1930 penduduk Indonesia hanya memperoleh 0,54%

pendapatan nasional Hindia Belanda, sementara penduduk Asia

lainnya memperoleh 0,06%. Sisanya, 99,4% dinikmati oleh para

penjajah Eropa (sebagian besar Belanda) yang hanya berjumlah

241.000 orang.56

Setelah Indonesia merdeka, antara pertengahan tahun 1960-an

sampai tahun 1996, waktu Indonesia berada dibawah kepemimpinan

Pemerintahan Orde Baru, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun

drastis - baik di desa maupun di kota - karena pertumbuhan ekonomi

yang cukup kuat dan adanya program-program penanggulangan

kemiskinan yang efisien. Selama pemerintahan Suharto, angka

penduduk Indonesia yang tinggal di bawah garis kemiskinan menurun

drastis, dari awalnya sekitar setengah dari jumlah keseluruhan populasi

penduduk Indonesia, sampai hanya sekitar 11 persen saja. Namun,

ketika pada tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi, tingkat

kemiskinan melejit tinggi, dari 11% menjadi 19.9% di akhir tahun

1998, yang berarti prestasi yang sudah diraih Orde Baru hancur

seketika.57

Pasca krisis, PDB per kapita Indonesia tahun 2006 meningkat

menjadi $1.663, akan tetapi ketimpangan distribusi pendapatan

56
Pierre Van der Eng, Indonesia’s Economy and Standard of Living in the 20th Century dalam
Grayson Lloyd & Shannon Smith, 2001, Indonesia Today, hlm. 194.
57
Ibid., hlm. 197
31

semakin meningkat. Ketimpangan yang meningkat diukur dengan :

pertama, ketimpangan distribusi pendapatan makin lebar sebagaimana

tercermin pada rasio gini yang meningkat dari 0,33 pada tahun 2002

menjadi 0,37 pada tahun 2009. Kedua, kue nasional yang dinikmati

oleh 40% kelompok penduduk termiskin menurun dari 20,92 pada

tahun 2002 menjadi 19,56 pada 2008, dan agak meningkat pada tahun

2009 menjadi 21,22. Ironisnya, penurunan kue nasional yang

dinikmati 40 persen kelompok penduduk termiskin justru diikuti oleh

kenaikan kue nasional yang dinikmati oleh 20 persen kelompok

terkaya, yaitu 42,2% tahun 2002 menjadi 44, 77% tahun 2008 dan

41,14% tahun 2009. singkatnya, ada indikasi kuat adanya trickle up

effect atau efek muncrat ke atas dalam proses pembangunan di

indonesia. hal ini menunjukkan bahwa buah dari strategi pertumbuhan

dengan pemerataaan masih jauh dari yang dicanangkan oleh

pemerintah.58

Menurut Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris59 terdapat 8 hal

yang menyebabkan ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi

pendapatan di Negara Sedang Berkembang. Pertama, pertumbuhan

penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan

perkapita. Kedua, inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi

tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-

barang. Ketiga, ketidakmerataan pembangunan antar daerah. Keempat,

58
Lincolin, Pembangunan, hlm.174
59
Adelman & Morris dalam Ibid, hlm. 283 -284
32

investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal

(Capital Insentive), sehingga persentase pendapatan modal dari kerja

tambahan besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang

berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.

Kelima, rendahnya mobilitas sosial. Keenam, pelaksanaan

kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan

harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha

golongan kapitalis. Ketujuh, memburuknya nilai tukar (term of trade)

bagi Negara Sedang Berkembang dalam perdagangan dengan Negara-

negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan Negara-

negara maju terhadap barang-barang ekspor Negara Sedang

Berkembang. Kedelapan, hancurnya industri kerajinan rakyat seperti

pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.60

Untuk mengukur ketimpangan distribusi pendapatan atau

mengetahui apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak, dapat

digunakan kategorisasi dalam kurva Lorenz atau menggunakan

koefisien Gini. Pendapat atau ukuran berdasarkan koefisien Gini atau

Gini ratio dikemukakan oleh C.GINI yang melihat adanya hubungan

antara jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh keluarga atau

individu dengan total pendapatan. Ukuran Gini Ratio sebagai ukuran

pemerataan pendapatan mempunyai selang nilai antara 0 sampai

dengan 1. Bila Gini Ratio mendekati nol menunjukkan adanya

60
Lincolin Arsyad, Pembangunan, hlm. 282-284.
33

ketimpangan yang rendah dan bila Gini Ratio mendekati satu

menunjukkan ketimpangan yang tinggi.

g. Islamic Human Development Index (IHDI)

Tahun 1990, untuk pertama kalinya United Nation Development

Program (UNDP) mempublikasikan Human Development Index (HDI)

sebagai indikator / tolok ukur pembangunan sosial ekonomi yang

hingga kini banyak digunakan oleh negara-negara di dunia. Dalam

publikasi tersebut, pembangunan manusia didefinisikan sebagai “a

process of enlarging people’s choices” (proses memperluas pilihan-

pilihan masyarakat) atau yang berarti proses yang meningkatkan aspek

kehidupan masyarakat. HDI merupakan indikator yang sangat penting

dan strategis, berguna untuk membantu melihat dan mengukur sejauh

mana keberhasilan pemerintah dalam upaya membangun kualitas

hidup manusia (masyarakat/penduduk) di negaranya.

HDI yang diterbitkan oleh UNDP tersebut mungkin menjadi

indikator yang paling komprehensif, tetapi tidak seluruhnya sesuai dan

mencukupi untuk mengukur pembangunan manusia dari sudut

pandang Islam. Teori dan konsep yang mendasari dalam konsep HDI

dalam mengembangkan manusia tidak didasarkan pada Maqashid

Syariah. Pengukuran level pembangunan manusia pada negara-negara

Muslim akan lebih sesuai dengan menggunakan sebuah indikator

spesifik sesuai dengan pembangunan manusia secara Islam.61

61
M.B. Hendrie Anto, Introducing, hlm. 69
34

Pembagunan ekonomi dalam perspektif Islam adalah untuk

mencapai kesejahteraan materi sekaligus kesejahteraan nonmateri

untuk mendapatkan kesejahteraan holistik dan komprehensif di dunia

(kesejahteraan sementara) serta di akhirat (kesejahteraan permanen). 62

Kemudian, dalam kerangka Islam, pembangunan manusia tidak

terlepas dari tujuan maqashid al-syariah. Sedangkan tujuan apapun

yang termasuk maqashid al-syariah, tidak lain, adalah untuk

mewujudkan kemaslahatan manusia (mendatangkan manfaat dan


63
mencegah mafsadat/kerusakan). Al-Ghazali dalam Audah

menerangkan bahwa para ulama membagi kebutuhan dasar/pokok

manusia menjadi 5 (lima), yaitu pelestarian agama, pelestarian nyawa,

pelestarian harta, pelestarian akal dan pelestarian keturunan. Sebagian

ulama menambahkan pelestarian kehormatan untuk menggenapkan

kelima al maqasid tersebut menjadi 6 (enam) tujuan pokok/primer.64

Dikarenakan HDI yang dipublikasikan oleh UNDP belum

mencukupi seluruh tujuan-tujuan maqashid syariah, maka M.B.

Hendrie Anto memperkenalkan sebuah metode pengukuran

pembangunan manusia di negara-negara Muslim yang diberi nama

Islamic Human Development Index (I-HDI) sesuai dengan sudut

pandang Islam. I-HDI dianggap bisa menjadi tolok ukur dalam rangka

mencapai maqashid syariah, yang pada dasarnya berfokus untuk

62
Ibid., hlm. 76
63
Jaser ‘Audah, Al-Maqasid untuk Pemula, alih bahasa Ali Abdelmon’im, Cet.1 (Yogyakarta :
Suka Press UIN Sunan Kalijaga, 2013), hlm. 7
64
Al-Ghazali, “al-Mustofa”, diedit dalam Ibid., hlm. 8
35

memajukan kesejahteraan manusia melalui pelestarian diri, kekayaan,

keturunan, kecerdasan dan iman.65

Pemenuhan lima kebutuhan dasar tersebut dijadikan sebagai

landasan teoritis sekaligus menjadi dimensi (ukuran) dalam

perhitungan I-HDI. Dimensi-dimensi tersebut mengukur performa

kesejahteraan materi (Material Welfare / MW) serta kesejahteraan


66
non-materi (Nonmaterial Welfare /NW) yang keduanya menjadi

sebuah kesatuan untuk mencapai kesejahteraan yang komprehensif

(Holistic Welfare/Wh). Indikator – indikator penyusun dimensi-

dimensi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 1 Komponen Islamic Human Develoment Index (I-HDI)

No Dimensi Indikator Data

1 Indeks a. Ibadah 1. pengunjung masjid /


Keimanan 1000 penduduk muslim
2. orang yang berpuasa /
1000 penduduk muslim
3. zakat yang diperoleh / zakat
yang seharusnya diterima
4. haji / total penduduk muslim
b. Akhlak 1. perolehan dana sosial / GDP
c. perbuatan 1. angka kriminalitas
tercela 2. angka korupsi
3. angka kekerasan

2 Indeks a. angka harapan hidup saat lahir


Kehidupan b. kasus narkoba
c. kasus rokok

3 Indeks a. Pendidikan 1. tingkat pendidikan


Pengetahuan 2. jumlah lembaga
pendidikan/jumlah penduduk
b. karya ilmiah 1. angka melek huruf
dan hasilnya 2. jumlah paten

65
Anto, Introducing, hlm. 70
66
Ibid., hlm.77
36

4 Indeks a. jumlah rumah tangga aktual / jumlah rumah tangga


Sosial yang diharapkan
Keluarga b. angka kelahiran
c. tingkat kematian
d. tingkat perceraian
e tingkat kekerasan dalam rumah tangga

5 Indeks a. kepemilikan 1. GDP/kapita


Kekayaan kekayaan
b. pertumbuhan 1. pertumbuhan ekonomi
kekayaan 2. pertumbuhan GDP/kapita
c. Distribusi 1. Rasio Gini
Kekayaan 2. Tingkat Kemiskinan

Sumber : M.B Hendrie Anto, 2011

1) Metode Perhitungan

Dari penjabaran landasan teori yang telah dikemukakan di atas,

maka konsep pembangunan dalam Islam berdasarkan maqashid

syariah dapat dinyatakan melalui persamaan berikut ini, sesuai

dengan rumusan yang diusulkan oleh Hendrie Anto :

Wh = f (Wt, Wp) (1)


Wh = f (Wm, Wn) (2)
Wh = f (MW, NW) (3)

Keterangan :

Wh = holistic welfare (kesejahteraan komprehensif)


Wt = temporary welfare (kesejahteraan sementara)
Wp = permanent welfare (kesejahteraan permanen)
Wm = material welfare (kesejahteraan material)
Wn = non-material welfare (kesejahteraan non material)
MW = material welfare
NW = non-material welfare

Untuk dapat menghitung kesejahteraan material dan non

material, maka masing-masing dimensi penyusunnya sebagaimana


37

telah disebutkan dalam Tabel 1 perlu dinyatakan dalam indeks

sebagai indikator yang terukur dengan rumus sebagai berikut

nilai aktual−nilai minimal


Indeks Dimensi =
nilai maksimal−nilai minimal

(4)

Agar indeks-indeks tersebut dapat dikalkulasikan, beberapa data

pendukungnya perlu penyesuaian dengan cara dinormalisasikan

terlebih dahulu, dengan rumus

nilai data normal = 1 – nilai data (5)

Selanjutnya, dihitung rata-rata aritmetika dari seluruh indeks

dimensi tersebut dan dihasilkanlah nilai IHDI. Berikut ini adalah

alur perhitungannya :

I-HDI = ½ (MWI + NWI) (6)


MWI = ½ (GI + DEI) (7)
NWI = ¼ (LEI + EI + FSI + RI) (8)

Actual GDP percapita−Min GDP percapita


GI =
Max GDP percapita−Min GDP percapita
(9)

DEI = ½ (Gini Index + Poverty Index) (10)

Actual nGc−Min nGc


Gini Index =
Max nGc−Min nGc
(11)
nGc = 1- Gini coefficient (12)

Actual nPr− MinnPr


Poverty Index = (13)
Max nPr −MinnPr

nPr = 1 – Poverty rate (14)


38

Actual Life Expectacy−Minimum value


LEI =
Maximal value−Minimum value

(15)

EI = 2/3 (ALI) + 1/3 (GEI) (16)

Actual Adult Literacy −Minimum value


ALI =
Maximal value−Minimum value

(17)

Actual Gross Enrollm ent−Minimum value


GEI =
Maximal value−Minimum value

(18)

FSI = ½ (FI + MI) (19)

Actual Fertility Index−Minimum value


FI =
Maximal value−Minimum value

(20)

Actual Mortality Index−Minimum value


MI =
Maximal value−Minimum value

(21)

Actual Corruption Perception Index−Minimum value


RI =
Maximal value−Minimum value

(22)

Keterangan :

MWI = Material Welfare Index (indeks kesejahteraan


material)
NWI = Nonmaterial Welfare Index (indeks
39

kesejahteraan non material)


GI = GDP Index
DEI = Distributional Equity Index (indeks distribusi
kekayaan)
LEI = Life Expectacy Index (indeks harapan hidup)
EI = Education Index (indeks pendidikan)
FSI = Family Sosial Index (indeks sosial keluarga)
RI = Religiousity Index (indeks keagamaan)
PI = Poverty Index (indeks kemiskinan)
ALI = Adult Literacy Index (indeks literature dewasa)
GEI = Gross Enrollment Index (indeks partisipasi
bruto)
FI = Fertility Index (indeks kelahiran)
MI = Mortality Index (indeks kematian)

3. Hipotesis
Agar penelitian ini terarah maka diajukanlah beberapa hipotesis.

Hipotesis yang dimaksud adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara

berupa dugaan tentang adanya suatu hubungan tertentu antara variabel-

variabel yang digunakan dalam penelitian. Sifat sementara pada hipotesis

ini berarti bahwa hipotesis dapat diubah atau diganti dengan hipotesis lain

yang lebih tepat. Hal ini dimungkinkan karena hipotesis yang diperoleh

tergantung pada masalah yang diteliti dan konsep yang digunakan. Dalam

penelitian ini hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut :

H1: Belanja pemerintah memiliki pengaruh negatif terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan.

H2: Modal sosial memiliki pengaruh negatif terhadap ketimpangan

distribusi pendapatan.
40

H3: Ketimpangan distribusi pendapatan memiliki pengaruh negatif

terhadap pembangunan manusia Islami.

H4: Belanja pemerintah memiliki pengaruh positif terhadap

pembangunan manusia Islami.

H5: Modal sosial memiliki pengaruh positif terhadap pembangunan

manusia Islami.

4. Kerangka Pikir

Uraian pada telaah pustaka di atas, secara umum merupakan unsur-

unsur pembentuk kerangka pikir teoritik yang secara grafis tampak dalam

gambar 3 di bawah ini:

H4

Belanja
Pemerintah H1
Sektor Kelautan
(X1) Ketimpangan H3
Distribusi Pendapatan I-HDI
(Y1) (Y2)
Modal Sosial
(X2) H2
H5

Gambar 3 Kerangka Pikir


41

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian explanatif kuantitatif dimana data

dinyatakan dalam bentuk angka, dengan menggunakan pendekatan

korelasi yaitu menguji hubungan antar variabel. Yang dimaksud dengan

penelitian eksplanatif adalah penelitian yang mencoba menjelaskan

fenomena yang ada.67 Sedangkan menurut Penelitian explanative juga

merupakan penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-

variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel

yang lain. Tujuannya untuk mengetahui, meramalkan dan mengontrol

suatu fenomena.68

2. Subyek, Obyek dan Lokasi Penelitian

Subyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang, benda,

ataupun lembaga (organisasi). Subjek penelitian pada dasarnya adalah

yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian. Di dalam subjek penelitian

inilah terdapat objek penelitian.69 Subyek dalam penelitian ini adalah

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan fenomena yang menjadi

obyek penelitian adalah pembangunan manusia Islami di Indonesia yang

berkaitan dengan ketimpangan distribusi pendapatan, belanja pemerintah

sektor kelautan dan modal sosial.


67
Jogiyanto, Metodologi Penelitian Bisnis (Yogyakarta : BPFE, 2010), hlm.12
68
Sugiyono, Statistika untuk Penelitian (Bandung : Alfabeta), hlm 61
69
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 1998), hlm.35
42

3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Tabel berikut ini memuat keterangan variabel apa saja yang digunakan

dalam penelitian ini, definisi operasional variabel-variabel tersebut dan

metode pengukurannya.
43

Tabel 2 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

Definisi Indikator Data Skala


Variabel
Operasional
Ketimpangan Ketidakmerataan Indeks Gini Indeks Gini Rasio
Distribusi distribusi
Pendapatan pendapatan antar
(Y1) golongan
pendapatan
masyarakat.70

Belanja Belanja Realisasi Laporan Rasio


Pemerintah Pemerintah Belanja Realisasi Belanja
Sektor Daerah di Pemerintah Langsung
Kelautan Sektor Kelautan Daerah (belanja pegawai
dan dan Perikanan Sektor + belanja barang
Perikanan dalam Kelautan & jasa + belanja
(X1) Anggaran dan modal)
Pendapatan dan Perikanan
Belanja Dareah atas dasar
harga
konstan

Modal Jaringan, Rasa Tingkat golput Rasio


Sosial (X2) norma, dan percaya (golongan putih)
kepercayaan terhadap pada pemilu
yang pemerintah
memampukan
partisipan untuk
melakukan Partisipasi Jumlah
Rasio
tindakan masyarakat sumbangan
bersama dengan darah yang
lebih efektif diterima oleh
untuk mencapai PMI
tujuan
bersama.71

Pembangu- Pembangu-nan Indeks Angka korupsi Rasio


nan manusia sesuai Keimanan
Manusia dengan prinsip
Islami (Y2) maqashid Indeks Angka harapan Rasio
syariah 72 (yaitu kehidupan hidup saat lahir
70
Mudrajat Kuncoro dalam M. Syawie, “Ketimpangan Pendapatan dan Penurunan
Kesejahteraan Masyarakat”, Informasi , Vol. 18, No. 02 (Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial RI , 2013), hlm 97
71
Putnam, Robert D. The Prosperous Community Social Capital and Public Life, The American
Prospect, 13: 3542
44

pemenuhan
kebutuhan dan Kasus narkoba Rasio
pemelihara-an
atas diri, Kasus rokok Rasio
kekayaan,
keturunan, ilmu
dan iman) Indeks Indeks literatur Rasio
Pengetahuan ilmiah

Indeks Rasio
partisipasi bruto

Indeks Angka kelahiran Rasio


Sosial
Keluarga Angka kematian Rasio

Indeks GDP / Kapita


Kekayaan Rasio
Tingkat
kemiskinan Rasio

4. Populasi, Sampel, dan Teknik Penentuan Sampling

Populasi pada penelitian ini adalah pembangunan manusia dan

perekonomian di Indonesia, sedangkan sampel yang diambil adalah data

belanja pemerintah sektor kelautan, modal sosial, ketimpangan distribusi

pendapatan dan pembangunan manusia Islami di masing-masing provinsi

di Indonesia mulai tahun 2010 sampai dengan 2014. Adapun teknis

pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling dimana

sampel diambil dengan maksud tertentu sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai oleh penelitian ini sebagaimana telah tercantum pada sub bab

pendahuluan.

72
M.B. Hendrie Anto, Introducing, hlm.69
45

5. Intrumen Penelitian

Instrumen merupakan segala macam alat bantu yang digunakan

peneliti untuk memudahkan dalam pengukuran variabel.73 Instrumen yang

digunakan pada penelitian ini yaitu laporan berkala dari instansi-instansi

yang terkait dengan variabel penelitian, diantaranya yaitu laporan berkala

dari kementerian Kelautan dan Perikanan, BPS dan World Bank, IOB.

Variabel belanja pemerintah sektor kelautan menggunakan laporan

berkala realisasi anggaran belanja pemerintah kementrian kelautan dan

perikanan, variabel modal sosial menggunakan laporan berkala stok modal

sosial Indonesia yang diterbitkan oleh BPS, begitu pula dengan variabel

ketimpangan.

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk

memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat dan realistis. Metode yang

digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode

studi dokumentasi, berupa laporan keuangan, dan laporan statistik

ekonomi lainnya yang diperoleh dari instansi-instansi terkait. Selain itu,

data juga dikumpulkan melalui studi pustaka buku-buku referensi

maupun jurnal-jurnal ekonomi Islam dan ekonomi pembangunan yang

berkaitan dengan penelitian.

73
Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2006 ), hlm.177.
46

7. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah

dan menganalisis data tersebut. Teknik analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analisis kuantitatif, yakni analisis yang digunakan

untuk mengukur besarnya pengaruh secara kuantitatif (besaran angka-

angka) perubahan variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis

kuantitatif tersebut dilakukan dengan cara analisis jalur (path analysis)

menggunakan alat Structural Equation Modeling (SEM) dioperasikan

memakai program AMOS. Penjelasan lebih lanjut mengenai teknik

pengujian model dan hipotesis menggunakan SEM tersebut dijabarkan

lebih detail pada point E.7.c tentang Uji Hipotesis

a. Analisis Regresi dengan Variabel Interverning

Variabel iterverning atau disebut juga variabel mediasi merupakan

variabel antara, yang fungsinya memediasi hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Untuk menguji variabel

interverning digunakan analisis jalur (path analysis). Analisis jalur

adalah peggunaan analisis regresi untuk menaksir hubungan kausalitas

antar variabel yang telah ditetapkan sebelumnya berdasar teori dan

merupakan perluasan dari analisis regresi berganda. 74 Analisis jalur

digunakan karena diduga terdapat hubungan korelasional antar variabel

bebas, sehingga terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung

74
Imam Ghozali, Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS (Semarang : BP
Universitas Diponegoro, 2011), hlm. 249
47

terhadap variabel terikat. Asumsi yang digunakan dalam analisis jalur

yaitu:

1) Hubungan antar variabel bersifat linear.

2) Model penelitian memiliki hubungan kausalitas dengan panah satu

arah (recursive model).

3) Variabel endogen minimal dalam skala interval.

4) Instrumen penelitian harus reliabel dan valid.

5) Model penelitian sesuai dengan teori dan konsep.

Dalam penelitian ini analisis regresi bertahap digunakan untuk

mengetahui pengaruh hubungan variabel Belanja Pemerintah Sektor

Kelautan (X1), Modal Sosial (X2), terhadap Pembangunan Manusia

(Y2) melalui Ketimpangan Distribusi Pendapatan (Y1) sebagai

variabel interverningnya.

b. Uji Asumsi Klasik

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi

data berdistribusi normal atau tidak.75 Model regresi yang baik

adalah memiliki distribusi data normal atau penyebaran data

statistik pada sumbu diagonal dari grafik distribusi normal.76

Pengujian normalitas dalam penelitian ini digunakan dengan

melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi

75
Duwi Priyatno, Buku Saku Analisis Statistik Data (Yogyakarta : Media Kom, 2011), hlm 53
76
Imam Ghozali, Aplikasi, hlm.160
48

kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari

data normal. Sedangkan dasar pengambilan keputusan untuk uji

normalitas data adalah:

a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah

garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan distribusi

normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

b) Jika data menyebar jauh dari diagonal dan/atau tidak mengikuti

arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan

distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi

normalitas.

2) Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji dalam model

regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel-variabel bebas.

Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara

variabel independen. Dalam penelitian ini teknik untuk mendeteksi

ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model regresi adalah

dengan melihat nilai Variance Inflantion Faktor (VIF) dan nilai

tolerance. Apabila nilai tolerance mendekati 1, serta nilai VIF

disekitar angka 1 serta tidak lebih dari 10, maka dapat disimpulkan

tidak terjadi multikolinearitas antara variabel bebas dalam model

regresi.77

3) Uji Heteroskedastisitas
77
Duwi Priyatno, Buku, hlm 65
49

Uji Heterosdastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain.78 Pada penelitian ini, uji

heteroskedastisitas menggunakan analisis scatter plot. Apabila

titik-titik menyebar tidak jelas di atas dan di bawah angka 0 pada

sumbu Y, maka dapat disimpulkan tidak terjadi masalah

heteroskedastisitas pada model regresi.

c. Uji Hipotesis

Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling untuk

menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan. Structural Equation

Modeling (SEM) adalah sekumpulan teknik-teknik statistikal yang

memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan antara satu

atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel

independen secara simultan. Kemudian Hair et al. mengajukan 7

tahapan permodelan dan analisis persamaan struktural, yaitu : 79

1) Pengembangan Model Berdasarkan Teori

Model persamaan struktural berdasarkan pada hubungan

kausalitas, di mana perubahan satu variabel diasumsikan akan

berakibat pada variabel lainnya. Kuatnya hubungan kausalitas

antara dua variabel yang diasumsikan oleh peneliti bukan terletak

pada metode analisis yang dipilih, melainkan terletak pada


78
Ibid., hlm 67
79
Augusty Ferdinand, Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen –
Aplikasi Model-model Rumit dalam Penelitian untuk Tesis Magister dan Disertasi Doktor
(Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2006), hlm. 5
50

justifikasi (pembenaran) secara teoretis untuk mendukung analisis.

Jadi jelas bahwa hubungan antar variabel dalam model merupakan

deduksi dari teori.

2) Menyusun Diagram Jalur

Pada tahap kedua, model teoretis yang telah dibangun pada

langkah pertama akan digambarkan dalam sebuah path diagram.

Path diagram tersebut akan mempermudah peneliti melihat

hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diuji. Hubungan-

hubungan kausalitas tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk

persamaan. Adapun dalam menyusun bagan alur digambarkan

dengan hubungan antar konstruk melalui anak panah. Anak panah

yang digambarkan lurus menyatakan hubungan kausalitas yang

langsung antara satu konstruk dengan konstruk yang lain,

sedangkan garis-garis lengkung antar konstruk dengan anak panah

pada setiap ujungnya menunjukkan korelasi antar konstruk. Model

penelitian ini menunjukkan adanya konstruk eksogen dan

endogen. Konstruk eksogen, yang dikenal sebagai source

variables atau independent variables yang tidak diprediksi oleh

variabel yang lain dalam model. Konstruk eksogen adalah

konstruk yang ditunjukkan oleh garis dengan satu ujung panah.

Sedangkan konstruk endogen merupakan faktor yang diprediksi

oleh satu atau beberapa konstruk yang dapat memprediksi satu


51

atau beberapa konstruk endogen lainnya tetapi konstruk eksogen

hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen.

Pada dasarnya koefisien jalur merupakan koefisien regresi

yang distandarkan (standardized regression weights) atau

membandingkan koefisien indirect effect (pengaruh tidak

langsung) dengan direct effect (pengaruh langsung). Adapun

diagram alur (path diagram) dalam penelitian ini dapat disajikan

sebagai berikut

H4

Belanja
Pemerintah Sektor H1
Kelautan
(X1)
H3
Ketimpangan Distribusi
I-HDI
Pendapatan (Y1)
(Y2)
Modal Sosial
(X2) H2
H5

Gambar 4 Diagram Alur

Keterangan :

1. Kontribusi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung

belanja pemerintah bidang kelautan dan perikanan terhadap

indeks pembangunan manusia Islami adalah sebagai berikut :


52

Tabel 3 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Belanja


Pemerintah Sektor Kelautan dan Perikanan terhadap Indeks
Pembangunan Manusia Islami

No Pengaruh Variabel

1. Pengaruh Langsung H4
2. Pengaruh Tak Langsung H1 * H3
3 Total H4 + (H1*H3)

Tabel 4 Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Modal


Sosial terhadap Indeks Pembangunan Manusia Islami

No Pengaruh Variabel

1. Pengaruh Langsung H5
2. Pengaruh Tak Langsung H2 * H3
3 Total H5 + (H2*H3)

3) Menyusun Persamaan Struktural

Pada langkah ketiga ini, model pengukuran yang spesifik

dibuat, yaitu dengan merubah diagram alur ke model pengukuran.

Persamaan yang diperoleh dari path diagram yang dikonversikan

terdiri dari :

a) Structural equation yang dirumuskan untuk menyatakan

hubungan kausalitas antara berbagai konstruk.

V endogen = V eksogen + V endogen + error


53

b) Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement

model) dimana harus ditentukan variabel yang mengukur

konstruk dan menentukan serangkaian matriks yang

menunjukkan korelasi yang dihipotesiskan antar konstruk atau

variabel. Komponen-komponen ukuran mengidentifikasikan

latent variables dan komponen-komponen struktural

mengevaluasi hipotesis hubungan kausal antara latent

variables pada model kausal dan menunjukkan sebuah

pengujian seluruh hipotesis dari model sebagai satu

keseluruhan.

Y1 = β1X1 + β2X2 + e1

Y2 = β3X1 + β4X2 + β5Y1 + e2

Di mana :

Y1 = Indeks Pembangunan Manusia Islami

Y2 = Ketimpangan distribusi pendapatan

X1 = Belanja pemerintah sektor kelautan dan perikanan

X2 = Modal Sosial

β 1-5 = Koefisien regresi standardized

e1,e2 = Tingkat kesalahan (error)


54

4) Memilih Jenis Input Matriks dan Estimasi Model yang


Diusulkan

Pada penelitian ini, matriks input yang digunakan adalah

matrik kovarian dimana struktur sampel minimal sebesar 100

sampel. Teknik estimasi model yang digunakan adalah Maximum

Likehood Estimation.

5) Menilai Identifikasi Model Struktural

Selama proses estimasi berlangsung dengan program komputer,

sering didapat hasil estimasi yang tidak logis atau meaningless

dan hal ini berkaitan dengan masalah identifikasi model struktural.

Masalah identifikasi atau problem identifikasi pada prinsipnya

adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang

dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik.

Kemungkinan masalah identifikasi dapat diketahui melalui80:

1. Standar error untuk satu atau beberapa koefisien adalah

sangat besar.

2. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang

seharusnya disajikan.

3. Munculnya angka-angka yang aneh seperti adanya varians

error yang negatif.

4. Munculnya korelasi yang sangat tinggi yaitu > 0.9 antar

koefisien estimasi yang diperoleh.

80
Augusty Ferdinand, Structural, hlm. 53
55

Jika diketahui ada problem identifikasi maka terdapat 3 (tiga) hal

yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Besarnya jumlah koefisien yang diestimasi relatif terhadap

jumlah kovarian atau korelasi, yang diindikasikan dengan nilai

degree of freedom yang kecil.

2. Digunakannya pengaruh timbal balik atau reciprocal antar

konstruk (model non recursive), atau

3. Kegagalan dalam menetapkan nilai tetap (fixed) pada skala

konstruk. Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi problem

identifikasi adalah dengan menetapkan lebih banyak konstrain

dalam model. Peneliti menambah banyak kontrain (menghapus

path dalam path diagram) sampai masalah yang ada hilang.

6) Menilai Kriteria Goodness-of-fit

Langkah ini mengevaluasi kesesuaian model melalui telaah

terhadap berbagai kriteria goodness-of-fit. Tindakan pertama yang

dilakukan adalah mengevaluasi apakah data yang dipakai dapat

memenuhi asumsi SEM, yaitu :

a) Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam permodelan.

b) Normalitas dan linearitas. Selebaran harus diuji untuk melihat

apakah asumsi normalitas dipenuhi sehingga data dapat diolah

lebih lanjut untuk permodelan SEM.

c) Outliers, merupakan observasi yang muncul dengan nilai-nilai

ekstrim baik secara univariat maupun multivariate yaitu yang


56

muncul disebabkan oleh kombinasi karakteristik unik yang

dimilikinya dan sangat jauh berbeda dari observasi-observasi

lainnya.

d) Multikolinearitas dan singularitas. Determinan matriks

kovarian dapat mendeteksi adanya multikolinearitas. Nilai

determinan matriks kovarian yang sangat kecil (extremely

small) mengindikasikan adanya problem multikolinearitas atau

singularitas. Bila hal ini terjadi maka variabel yang

menyebabkan multikolenaritas atau singularitas harus

dikeluarkan.

Persamaan spesifikasi model pengukuran yaitu menentukan

serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi yang

dihipotesiskan antar konstruk atau variable.

a) RMSEA (The Root Mean Square Error of

Approximation), yang menunjukkan goodness of fit yang

dapat diharapkan bila model diestimasi dalam populasi.

GFI (Goodness of Fit Index), adalah ukuran non statistical

yang mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai

dengan 1,0 (perfect fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini

menunjukkan sebuah “better fit.” .81

81
Augusty Ferdinand, Structural, hlm. 53
57

b) AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), dimana tingkat

penerimaan yang direkomendasikan adalah bila AGFI

mempunyai nilai sama dengan atau lebih besar dari 0,9082

c) CMIN/DF, adalah The Minimum Sample Discrepancy

Function yang dibagi dengan degree of freedom.

CMIN/DF tidak lain adalah statistik chi square x 2 relatif.

Bila nilai x2 relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi

dari acceptable fit antara model dan data83

d) TLI (Tucker Lewis Index), merupakan incremental index

yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap

sebuah baseline model, dimana nilai yang

direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya

sebuah model adalah > 0,95 dan nilai yang mendekati 1

menunjukkan a very good fit84. 6. CFI (Comparative Fit

Index), dimana bila mendekati 1, mengindikasi tingkat fit

yang paling tinggi. 85Nilai yang direkomendasikan adalah

CFI lebih besar atau sama dengan 0,95. S

Sebuah model dinyatakan layak jika masing-masing indeks

tersebut mempunyai cut of value seperti ditunjukkan pada

Tabel berikut:

82
Ibid.,, hlm. 56
83
Ibid
84
Ibid., hlm. 57
85
Ibid., hlm. 58
58

Tabel 5 Standar Uji Kesesuaian Model

Goodness of-fit index Cut-off value


χ2 - Chi square < df dengan α = 0,05
Significance probability > 0,05
RMSEA < 0,08
GFI > 0,90
AGFI > 0,90
CMIN / DF < 2,00
TLI > 0,95
CFI > 0,95

7) Interpretasi dan Modifikasi Model

Langkah terakhir adalah menginterprestasikan model dan

memodifikasi model bagi model-model yang tidak memenuhi

syarat pengujian yang dilakukan. Hair86 memberikan sebuah

pedoman untuk mempertimbangkan perlu atau tidaknya

modifikasi sebuah model yaitu dengan melihat jumlah residual

yang dihasilkan oleh model. Batas keamanan untuk jumlah

residual adalah 5%. Apabila jumlah residual lebih besar dari 5%

dari seluruh residual kovarians yang dihasilkan oleh model, maka

sebuah modifikasi perlu untuk dipertimbangkan. Selanjutnya,

apabila ditemukan nilai residual yang dihasilkan oleh model

tersebut cukup besar, yaitu > 2.58, maka cara lain dalam

memodifikasi adalah dengan mempertimbangkan untuk

menambah sebuah alur baru terhadap model yang diestimasi

tersebut. Nilai residual yang lebih besar atau sama dengan ± 2.58

diinterpretasikan sebagai signifikan secara statistis pada tingkat

86
Ibid.
59

5% dan residual yang dignifikan ini menunjukkan adanya

prediction error yang substansial untuk sepasang indikator.

F. Sistematika Pembahasan

Penulisan tesis ini terdiri dari 5 bab terintegrasi sebagai suatu kesatuan
integral yang saling berhubungan. Pembahasan yang sistematis dipergunakan
untuk mempermudah proses penelitian, penyusunan hasil penelitian, dan juga
diharapkan dapat untuk mempermudah pembaca dalam memahami isi dari karya
ilmiah ini.
Bab I : Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang fenomena empiris yang aktual

dan alasan akademik serta urgensi mengapa penelitian ini perlu

dilakukan. Kemudian dijabarkan rumusan masalah yang menjadi

fokus, ruang lingkup dan batasan penelitian. Selanjutnya terdapat

penjelasan mengenai tujuan dan manfaat baik teoritis maupun

praktis dari penelitian ini. Sistematika mengenai penulisan tesis juga

di jabarkan pada bab ini.

BAB II : Kajian Penelitian Terdahulu, Landasan Teori dan Hipotesis.

Pada bab ini diuraikan kajian penelitian terdahulu berupa laporan

hasil penelitian sejenis atau yang terkait dengan penelitian ini baik

berupa tesis, disertasi maupun jurnal penelitian lokal dan

internasional. Setelah itu dideskripsikan landasan teori yang

digunakan dalam penelitian untuk merumuskan hipotesis yang ingin

diuji. Subbab selanjutnya adalah penjabaran hipotesis berupa


60

jawaban sementara atas rumusan masalah yang telah diajukan dan

akan diuji kebenarannya dalam proses penelitian ini.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini menjabarkan langkah-langkah penelitian yang dilakukan.

Oleh karena penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif

maka yang diketengahkan pada bab ini yakni jenis penelitian dan

metode pendekatan masalah, subjek dan objek penelitian, lokasi

penelitian, variabel dan definisi operasional variabel, populasi,

sampel dan teknik penentuan sampling. Kemudian dijelaskan pula

instrumen yang digunakan serta penggujian atas validitas dan

reliabilitasnya dalam penelitian. Setelah itu diurakan mengenai

teknik pengumpulan data, uji asumsi terhadap data yang diperoleh,

dan teknik analisis data yang digunakan.

BAB IV : Hasil dan Analisis Penelitian.


Bab ini berisi uraian hasil penelitian berupa kondisi objektif hasil

penelitian dan paparan hasil penelitian. Selanjutnya, data atau

informasi hasil penelitian diolah, dianalisis, ditafsirkan, dikaitkan

dengan landasan teori yang yang telah diuraikan pada Bab II

sehingga dapat diketahui secara jelas bagaimana hasil penelitian

dapat menjawab permasalahan dan tujuan yang telah dikemukakan

terdahulu serta apakah hasil penelitian sesuai atau tidak sesuai

dengan hipotesis yang diajukan.


61

Bab V : Penutup
Pada bab ini berisi penegasan kembali hasil analisis penelitian, berisi

jawaban atas rumusan masalah dan simpulan singkat mengenai hasil

pengujian hipotesis. Setelah itu, dalam bab ini juga ditegaskan

kembali temuan penelitian yang tidak sesuai dengan teori yang

digunakan. Terakhir, terdapat subbab saran yangberisi tawarn serta

rekomendasi untuk penelitian selanjutnya dan juga pihak-pihak atau

institusi-institusi yang terkait dengan penelitian.

G. Daftar Pustaka

‘Audah, Jaser. 2013. Al-Maqasid untuk Pemula, alih bahasa Ali


Abdelmon’im, Cet.1. Yogyakarta : Suka Press UIN Sunan Kalijaga

Anto, M.B. Hendrie. 2011. “Introducing an Islamic Human Development


Index (I-HDI) to Measure Development in OIC Countries”. Islamic
Economic Studies. Vol. 19 No.2

Arsyad, Lincolin. 2010. Pembangunan Ekonomi (Edisi 5). Yogyakarta : UPP


STIM YKPN

Azwar, Saifuddin. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka pelajar,

Badan Pusat Statistik, Publikasi Sensus Penduduk Tahun 2010 (Jakarta,


2011)

Baer, Werner and Antonio Fialho Galvao Jr. 2007. “Tax burden, Government
Expenditures and Income Distribution in Brazil”, The Quarterly Review
of Economics and Finance. No. 48 Tahun XLVIII (25 Maret 2007)

Chapra, M. Umer. 2000. Islam dan Tantangan Ekonomi, alih bahasa Ikhwan
Abidin (Cet.2). Jakarta : Gema Insani Press.

Dahuri, Rokhmin. 2013.Untukmu Indonesia. Bogor : Roda Bahari.

Fattah, Sanusi dan Aspa Muji. 2012. “Local Government Expenditure


Allocation toward Human Development Index at Jeneponto Regency,
62

South Sulawesi, Indonesia”. IOSR, Journal of Humanities and Social


Science (JHSS), Vol. 5, Issue 6 (November-Desember, 2012)

Ferdinand A. 2006. Structural Equation Modelling Dalam Penelitian


Manajemen - Aplikasi Model-model Rumit dalam Penelitian untuk
Tesis Magister dan Disertasi Doktor. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro

Fukuyama, Francis. 2000. “Sosial Capital and Civic Society”. IMF Working
Paper.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.


Semarang : BP Universitas Diponegoro

Grootaert, Christiaan., Narayan, D., Jones, V. N., & Woolcock, M. 2003.


Integrated Questionnaire for The Measurement of Social Capital. The
World Bank : Social Capital Thematic Group

Guiso, Luigi dkk. 2004. “The Role of Social Capital in Financial


Development”, American Economic Review, Vol. 94, No.3

Jogiyanto. 2010 Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta : BPFE.

Hombres, dkk. 2013. “Multivariate analysis of the effect of income inequality


on health, social capital, and happiness”, JRC Scientific and Policy
Report

Karim, Adiwarman. 2007. Makro Ekonomi Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada

Knack, Stephen dan Philip Keefer. 1997. “Does Social Capital Have an
Economic Payoff? A Cross-Country Investigation”. The Quarterly
Journal of Economics, Vol. 112 No.4.

Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran. 2008. Pemetaan dan


Pemanfaatan Modal Sosial dalam Penanggulangan Kemiskinan di
Jawa Barat. Bandung : Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah
Provinsi Jawa Barat.

Melikhova, Oksana dan Jacub Cizek. 2014. “Kuznet Inverted U-Curve


Hypothesis Examined On Up-To Date Observation For 145 Countries”,
Prague Economic Papers, Vol.3, 2014. Praha : Charles Univesity.

Minten, Bart dan Marcel Fafchamps. 1999. “Social Capital and The Firm :
Evidence from Agricultural Trade”, Working Paper, Maret 1999.
Washington DC : Stanford University
63

Putnam, Robert D. 1993. The Prosperous Community Social Capital and


Public Life, The American Prospect 13: 3542

Razmi, Mohamad Javad.2012. “Investigating the Effect of Government


Health Expenditure on HDI in Iran”, Scientific Papers, Journal of
Knowledge Management, Economics and Information Technology.
Edisi 5, Oktober 2012. Iran : Bu-Ali Sina University.

Yusuf, M. & T. Trondsen. 2013. “Improving Indonesia’s competitiveness:


Innovation value chains and cluster-bases for realizing the huge
potential of marine and fisheries”. The International Journal of
Organizational Innovation, Vol. 6, No. 1, Juli 2013.

Mehmood dan Sadiq. 2010. “The Relationship Between Goverment


Expenditure and Poverty : A Cointegration Analysis”. Romanian
Journal of Fiscal Policy, Vol.1, No.1, Juli-Desember 2010.

Mulianda, Rahmat (ed.), 2014. Konsep “Mainstreaming Ocean Policy”


kedalam Rencana Pembangunan Nasional. Jakarta : Bappenas.

Nasution, Ahmadriswan dkk. 2014. “Dampak Modal Sosial terhadap


Kesejahteraan Rumah Tangga di Indonesia”. Mimbar, Vol.30 No.2,
Desember 2014.

Nasution, Mustafa Edwin, dkk. 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.


Yogyakarta : Kencana Prenada Media Group

Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. 2006. Instrumen Penelitian Bidang


Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Noor , Ruslan Abdul Ghafur. 2013. Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam.
Yogyakarta : 2013

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 diunduh dari


http://www.kemendagri.go.id/media/documents/2005/12/09/PP_No.58_
Th.2005.doc pada hari Jumat 20 November 2015 pukul 09.31. WIB

Priyatno, Duwi. 2011. Buku Saku Analisis Statistik Data.Yogyakarta : Media


Kom.

Publikasi Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, dikutip dari


www.setkab.go.id/edisi3012013/ pada hari Kamis 1 Oktober 2015
pukul 15.47 WIB

Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2014.
Perikanan dan Kelautan dalam Angka 2013. Jakarta : Kementrian
Kelautan dan Perikanan.
64

Putnam , Robert D. 1993. “The Prosperous Community : Social Capital And


Public Life”. The American Prospect, No. 13, Spring, 1993

Razmi, Mohammad Javad, Mostafa Salimifar dan Sahar Sherkat Bazzazan.


2013. “A Study of the Effect of Social Capital on Human Development
in Islamic Countries”, Atlantic Review of Economics, Vol.1 Tahun
XLIII

Read, Robert Dick. 2008. Penjelajah Bahari : Pengaruh Peradaban


Nusantara di Afrika, alih bahasa Edrijani Azwaldi. Bandung : Mizan,

Siddiqui, Masood Mashkoor dan Abdul Malik. 2011. “Impact Of Government


Expenditure On Income Distribution A Theroticle Analysis In The Case
Pakistan”, International Journal of Economics and Management
Sciences, Vol. 1, No. 1.

Soesastro, Hadi. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Indonesia dalam


Setengah Abad Terakhir. Jakarta : Kanisius.

Sudarsono, Heri. 2004. Konsep Ekonomi Islam (Suatu Pengantar).


Yogyakarta: Ekonisia UII.

Suryanggono, Bambang. 2012. “Pengaruh Modal Sosial Terhadap


Pertumbuhan Ekonomi Di Seluruh Provinsi Di Indonesia: Analisis Data
Susenas BPS 2009”. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi


(Edisi 9). Jakarta : Erlangga

“Pendataan Program Perlindungan Sosial 2008” diakses


darihttp://www.tnp2k.go.id/ pada tanggal 23 November 2015 pukul
16.18

“Maritime sector developments in the global markets”, SmartComp Research


Report, No 3, Oktober 2013.

Van der Eng, Pierre. 2001. “Indonesia’s Economy and Standard of Living in
the 20th Century dalam Grayson Lloyd & Shannon Smith”, Indonesia
Today, Singapore : ISEAS

Anda mungkin juga menyukai