STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI PASIEN
Nama : Tn. M
Usia : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Bercerai
Suku / Bangsa : Muara Enim / Indonesia
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Alamat : Muara Enim
Datang ke RS : Jum’at, 20 April 2018, Pukul 21.00 WIB
Cara ke RS : Diantar keluarga menggunakan mobil
Tempat Pemeriksaan : Instalasi Gawat Darurat RS. dr. Ernaldi Bahar
Palembang
A. Sebab Utama
Marah-marah tanpa sebab.
1
kurang lebih 20 hari sehingga pasien jarang pulang kerumah. Pasien
menyangkal mendengar adanya bisikan-bisikan. Pasien juga
menyangkal ada yang mengendalikan pikirannya.
Lima tahun yang lalu sebelum masuk rumah sakit menurut
keluarga sejak pasien keluar dari penjara perilaku pasien sudah mulai
berubah. Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah bicara sendiri,
ketawa sendiri dan pasien menjadi lebih pendiam serta sering
melamun. Pasien mengatakan bahwa ia bicara sendiri karena menurut
pasien sedang ada temannya yang mengajak ngobrol. Selain itu, pasien
juga ingin menguji ilmu untuk bisa berbicara dengan temannya selama
2 jam. Pasien mengaku bahwa saat ini ia merasa sulit untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Pasien juga mengatakan alasan
pasien sering ketawa sendiri karena sedang melihat bayangan dirinya
sewaktu bayi.
Sepuluh tahun yang lalu (tahun 2008), pasien pernah membunuh
kakeknya. Saat itu pasien pergi ke kebun bersama kakeknya. Pasien
sempat berpikir untuk mencari modal usaha sehingga pasien
membunuh kakeknya dengan membacok leher kakeknya berkali-kali
hingga meninggal. Selain itu, pasien juga mengatakan bahwa alas an
membunuh kakeknya karena ingin menguji ilmu yang dimiliki. Karena
pasien merasa ilmu yang dimilikinya hanya sedikit dan tidak
bertambah-tambah. Kemudian, pasien tertangkap oleh pihak berwajib
dan divonis 5 tahun penjara. Pada saat keputusan vonis ditetapkan, istri
pasien meminta untuk bercerai.
Selama dipenjara, pasien mengatakan sempat mengkonsumsi
ekstasi karena dikasih oleh temannya didalam penjara. Namun saat ini
pasien mengatakan bahwa ia sudah tidak pernah menggunakannya lagi
sejak keluar dari penjara.
2
1. Riwayat hipertensi = tidak ada
2. Riwayat diabetes mellitus = tidak ada
3. Riwayat trauma kapitis = tidak ada
4. Riwayat asma = tidak ada
5. Riwayat kejang = ada, jika pasien demam
tinggi saat masih bayi
sampai usia 3 tahun.
6. Riwayat alergi = tidak ada
7. Riwayat merokok = ada
8. Riwayat alkohol = tidak ada
9. Riwayat NAPZA = ada yaitu ekstasi
C. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dengan gejala penyakit yang sama disangkal.
3
Keterangan :
: Pasien bernama Tn. M usia 41 tahun
D. Riwayat pendidikan
Pasien tamat sekolah hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP).
E. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja sebagai petani namun sejak pasien mengalami
perubahan perilaku pasien tidak disuruh bekerja oleh keluarga.
F. Riwayat pernikahan
Pasien bercerai pada tahun 2008.
G. Agama
Pasien beragama Islam.
4
B. Mood dan Afek
1. Mood : Distimik (iritabel)
2. Afek : Datar
C. Pembicaraan
1. Spontanitas : Spontan
2. Kualitas : Baik
3. Kuantitas : Normal
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi dan ilusi : - Halusinasi auditori (+)
- Halusinasi visual (+)
- Ilusi (-).
2. Depersonalisasi dan derealisasi : (-)
E. Pikiran
1. Proses dan bentuk pikiran : Asosiasi Longgar (+)
- Kontinuitas : Kontinu
- Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran :
- Preokupasi : (-)
- Gangguan pikiran : waham kebesaran (+)
G. Pengendalian Impuls
Baik dan tidak terdapat gerakan involunteer.
5
H. Daya Nilai
1. Daya nilai sosial : Baik
2. Uji daya nilai : Baik
3. Penilaian realita : RTA terganggu
4. Tilikan : Derajat 1, pasien tidak menyadari bahwa
dirinya sakit dan menyangkalnya.
A. Status Internus
- Kesadaran : Compos mentis
- Tanda vital : TD : 126/81 mmHg
N : 74 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,50C
- Kepala : Normocephali, conjuntiva palpebra anemis (-),
sklera ikterik (-), mulut kering (-), mata cekung(-)
- Thorax :
Jantung : BJ 1 dan II normal, Gallop (-), Murmur (-)
Paru : vesikuler normal (+), Wheezing (-), Rhonki (-)
- Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan epigastrium (-), turgor
kembali lambat, BU (+) normal, Pembesaran
hepar dan lien (-)
- Ekstremitas : hangat, edema (-), sianosis (-)
B. Status Neurologikus
GCS: 15
E : membuka mata spontan (4)
V : berbicara spontan (5)
M : gerakan sesuai perintah (6)
Fungsi sensorik : tidak terganggu
N N
N N
Ekstrapiramidal sindrom :
Gejala ekstrapiramidal seperti Parkinsonisme (-), Distonia Akut
(-), Akatisia (-) dan Tardive Diskinesia (-).
6
Refleks fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ditemukan reflex patologis
7
Organik (F.0)
- Dari anamnesis diketahui bahwa pasien merokok, pernah
mengkonsumsi zat-zat terlarang atau NAPZA selama dipenjara 10
tahun yang lalu namun saat ini pasien sudah tidak pernah menggunkan
lagi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pasien ini bukan pasien
Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Zat Psikoaktif atau Alkohol
(F.1)
- Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan dalam menilai realita
berupa adanya halusinasi dan waham, maka pasien ini menderita
gangguan Psikotik (F.2)
- Pasien mengalami halusinasi auditori, halusinasi visual dan terdapat
waham. Halusinasi dan waham yang dialami pasien sudah terjadi sejak
± 5 tahun uang lalu, sehingga termasuk kedalam skizofrenia (F.20)
Aksis II
Pada diagnosis multiaksial aksis II Kepribadian Skizoid.
Aksis III
Pada diagnosis multiaksial aksis III belum ditemukan adanya
gangguan kondisi medik umum pada pasien. Maka pada aksis III belum
terdapat diagnosis.
Aksis IV
Pada pasien untuk aksis IV stressor pernikahan dan kehilangan
anggota keluarga.
Aksis V
Pada aksis V didapatkan Global Assessment of Functioning (GAF)
Scale saat ini yaitu 60-51 gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
8
X. DAFTAR MASALAH
A. Organobiologik
Tidak ditemukan faktor genetik gangguan kejiwaan.
B. Psikologik
Pasien mengalami halusinasi auditori, halusinasi visual dan waham
kebesaran.
XI. PROGNOSIS
A. Quo ad vitam : bonam
B. Quo ad functionam : dubia ad bonam
C. Quo ad sanasionam : dubia ad bonam
B. Psikoterapi
1. Terhadap pasien
a. Memberikan psikoterapi edukatif, yaitu memberikan informasi
dan edukasi tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala,
faktor penyebab, cara pengobatan, prognosis, dan risiko
kekambuhan agar pasien tetap taat minum obat dan segera
datang ke dokter bila gejala serupa muncul dikemudian hari.
Dijelaskan juga bahwa pengobatan berlangsung lama, adanya
efek samping obat dan pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh
dokter.
b. Memberikan psikoterapi suportif, yaitu memberikan intervensi
langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri
individu, perbaikan fungsi sosial, dan pencapaian kualitas hidup
yang baik.
9
2. Terhadap keluarga
a. Informasi dan edukasi mengenai penyakit yang diderita pasien,
gejala, kemungkinan penyebab, dampak, faktor- faktor pemicu
kekambuhan dan prognosis sehingga keluarga dapat
memberikan dukungan kepada pasien.
b. Meminta keluarga untuk mendukung pasien, mengajak pasien
berinteraksi dan beraktivitas serta membantu hubungan sosial
pasien ketika pasien sudah kembali ke rumah.
c. Meminta keluarga untuk selalu mengingatkan pasien untuk
kontrol rutin dan minum obat secara teratur.
d. Menginformasikan bahwa penyakit ini bersifat jangka panjang
sehingga dibutuhkan kesabaran dan perhatian keluarga secara
penuh.
10
BAB II
DISKUSI
Pada kondisi ini pasien laki-laki berusia 41 tahun dibawa ke IGD RS.
Ernaldi Bahar karena marah-marah kepada ibunya tanpa sebab. Pasien
mengalami halusinasi auditori yaitu pasien merasa sedang berbicara dengan
temannya, pasien juga mengalami halusinasi visual karena pasien mengatakan
bahwa pasien dapat melihat dirinya sewaktu bayi dan pasien juga mengalami
waham kebesaran yaitu pasien merasa dirinya mempunyai ilmu sehingga ingin
menguji ilmunya seberapa banyak ilmu yang telah dimilikkinya. Selama
wawancara, pasien menjawab pertanyaan dan bersikap kurang kooperatif, saat di
wawancara tidak ada kontak mata, mood distimik (iritabel), afek datar, proses dan
bentuk pikiran asosiasi longgar.
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang menetap, bersifat kronis dan
bisa terjadi kekambuhan dengan gejala psikotik beranekaragam dan tidak khas,
seperti penurunan fungsi kognitif yang disertai halusinasi dan waham, afek datar,
disorganisasi perilaku dan memburuknya hubungan sosial. Skizofrenia memiliki
berbagai tanda dan gejala. Gejala skizofrenia dapat terjadi kapan saja. Gejala
pada pria biasanya timbul pada masa remaja akhir atau awal usia 20-an,
sedangkan pada wanita pada usia 25-35 tahun. Skizofrenia dapat mempengaruhi
cara berpikir, perasaaan dan tingkah laku. Gejala yang ditimbulkan mencakup
banyak fungsi seperti pada gangguan persepsi (halusinasi), keyakinan yang salah
(waham), penurunan dari proses berpikir dan berbicara (alogia), gangguan
aktivitas motorik (katatonia), gangguan dari pengungkapan emosi (afek tumpul),
tidak mampu merasakan kesenangan (anhedonia). Dalam menentukan diagnosis
skizofrenia paranoid, diperlukan pemenuhan terhadap kriterian diagnosis yang
disesuaikan dengan DSM IV : Berdasarkan karakteristik gejala, sekurang-
kurangnya dua atau lebih gejala terpenuhi, seperti: delusi (waham), halusinasi,
pembicaraan yang tidak terorganisasi, perilaku yang tidak terorganisasi, gejala
negative. Gejala-gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 1 bulan secara
signifikan dengan minimal mengalami gangguan yang menetap dalam periode
11
waktu 6 bulan yang terjadi tanpa pengaruh penggunaan obat-obatan tertentu Akan
tetapi, jika pasien mengalami gejala yang menunjukkan adanya delusi kacau
(bizarre) atau terdapatnya halusinasi auditorik yang berupa suara suara
mengomentari perilaku penderita, maka hanya dibutuhkan kesesuaian terhadap
sekurang-kurangnya 1 kriteria gejala tersebut (Kaplan & sadock, 2015).
Pada pasien ini juga memiliki ciri kepribadian skizoid yang merupakan
ciri kepribadian yang paling sering mengembangkan skizofrenia paranoid. Hal ini
ditunjukkan dengan sifat pasien yang tidak pernah terbuka dengan orang-orang
disekitarnya terkait permasalahan yang dialaminya.
Pada pasien ini dipilih terapi anti psikotik golongan atipikal berupa
Risperidone 2 x 2 mg. Risperidone merupakan obat anti psikotik generasi ke II
dan termasuk ke dalam kelompok benzisoxazole. Obat ini bekerja sebagai
antagonis serotonin-dopamin. Mekanisme kerja obat ini melalui interaksi antara
serotonin dan dopamine pada jalur dopamine. Hal ini yang menyebabkan efek
samping ekstrapiramidal lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi
simptom negative.
Untuk pemberian dosis dimulai dengan 1mg/hari selama beberapa hari dan
jika belum ada respon dosis dapat dinaikkan menjadi 2 mg/ hari dan kemudian
dapat terus dinaikkan hingga 4-6 mg/hari namun perlu dilakukan evaluasi selama
2-3 minggu. Dosis optimal sebagai dosis terapi adalah 2-4 mg sehari. Selain
dalam bentuk tablet, risperdone juga tersedia dalam bentuk depo (long acting)
yang dapat digunakan setiap dua minggu. Obat ini disuntikkan secara IM dan
tidak menimbulkan rasa sakit di tempat penyuntikan karena ia merupakan
suspensi dengan pelarut air.
Trihexylphenidil (THP) diberikan apabila terjadi efek samping
ekstrapiramidal. Semua antagonis reseptor dopamin berkaitan dengan efek
samping ekstrapiramidal. Hal ini disebabkan karena berkurangnya aktivitas
dopamin pada ganglia basalis, yang diakibatkan karena afinitasnya terhadap
reseptor D2.
Selain menggunakan terapi psikofarmaka, pasien juga ditunjang dengan
psikoterapi. Psikoterapi suportif bertujuan agar pasien merasa aman, diterima,
12
dan dilindungi. Psikoterapi suportif dapat diberikan pada pasien yang mengalami
gangguan proses kognitif, gangguan dalam penilaian realita, gangguan proses
pikir, serta adanya gangguan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
Dalam hal ini diberikan melalui edukasi terhadap pasien agar memahami
tentang penyakit yang diderita, faktor risiko, gejala, faktor penyebab, cara
perngobatan, prognosis, dan risiko kekambuhan agar pasien tetap taat minum
obat dan segara datang ke dokter bila gejala serupa muncul dikemudian hari.
Dijelaskan juga bahwa pengobatan berlangsung lama, adanya efek samping obat
dan pengaturan dosis hanya boleh diatur oleh dokter.
Hal lain yang dilakukan adalah dengan intervensi langsung dan dukungan
untuk meningkatkan rasa percaya diri individu, perbaikan fungsi sosial dan
pencapaian kualitas hidup yang baik sehingga memotivasi pasien agar dapat
menjalankan fungsi sosialnya dengan baik. Keluarga pasien juga diberikan terapi
keluarga dalam bentuk psikoedukasi berupa penyampaian informasi kepada
keluarga mengenai penyebab penyakit yang dialami pasien serta pengobatannya
sehingga keluarga dapat memahami dan menerima kondisi pasien untuk minum
obat dan kontrol secara teratur serta mengenali gejala-gejala kekambuhan secara
dini.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, B.J., Sadock, V.A. 2012, Kaplan & Sadock’s Buku ajar psikiatri
klinis edisi ke 2.EGC.
2. Katzung, B.G. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC,
Jakarta.
3. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Maslim, R. 2013. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-V. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atma Jaya.
5. Rudyanto, benhard. 2006. Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta: FK
UI.
TABEL FOLLOW UP
14
21 April 2018 S : Tenang.
Bangsal Merpati
O : Afek datar, emosi stabil, kontak (-), kooperatif,
halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), waham
kebesaran (-).
TD: 120/80 N: 70 x/menit RR: 18x/menit.
15
25 April 2018 S: Tenang.
Bangsal Merpati
O: Afek sesuai, emosi stabil, kontak (+), kooperatif,
halusinasi auditorik (-), halusinasi visual (-), waham
kebesaran (-).
TD: 110/80, N: 82x/menit, RR : 20x/menit
16