Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“VARIASI NASIONAL DALAM PARTISIPASI KERJA”

OLEH:

Sahrul Fikri 21910213

Nurhaeni 21910052

Khofifah tahak 22010140

Riski mubarak 21910170

Sucianti 21910163

Yasrin 21810044

KELAS : 6B

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Variasi
Nasional Dalam Partisipaai Pekerja” tepat pada waktunya. Adapun
maksud dari penulisan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah MSDM GLOBAL sebagai salah satu kriteria penilaian terhadap
perkuliahan yang dilakukan.

Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, baik


ditinjau dari segi pengolahan data maupun dari segi penyajian. Hal ini
dikarenakan pengetahuan dan pengalaman yang terbatas dalam
pengumpulan, pengolahan data, dan penyusuanan makalah.Tanpa
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tentu kami tidak dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Oleh karena itu, melalui ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan pembaca yang
bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfat bagi pembaca. Akhir kata kami ucapkan
terima kasih
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi diarahkan untuk membawa rakyat pada peningkatan
kesejahteraan yang lebih baik, dan hal ini bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang
mudah. Pembangunan ekonomi adalah salah satu pilar penting untuk
mencapaipeningkatan kesejahteraan rakyat (Harmadi, 2007). Ekonomi sendiri bicara
mengenai 3 konsep penting yang saling terkait, yaitu keterbatasan sumberdaya,
pilihan, dan pengambilan keputusan ekonomi, yang dapat menghantarkan kita pada
tercapainya kesejahteraan rakyat yang optimal. Seperti kita ketahui pembangunan
menjadikan rakyat sebagai subjek sekaligus juga sebagai objek dari pembangunan itu
sendiri. Pembangunan tidak akan ada artinya tanpa rakyat karena tidak mungkin
dilaksanakan tanpa rakyat. Di samping itu pembangunan memang ditujukan untuk
rakyat.
Sudah jelas bahwa manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan. Kini
proses pembangunan suatu bangsa tidak lagidapat dipahami secara terbatas pada
pertumbuhan ekonomisemata, namun harus pula memuat di dalamnya proses
pembangunan manusia yang mencakup tiga aspek: pendidikan, kesehatan dan
ekonomi.
Ukuran yang dipergunakan dalam mengevaluasi perkembangan pembangunan
manusia suatu bangsa ialah kemiskinan. Jika pembangunan manusia dipahami sebagai
kumpulan berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, maka
kemiskinan justru dipahami harus diturunkan.
Salah satu tujuan dari Rencana Pembangunan Indonesia adalah meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan sendiri diukur dari seberapa banyak rakyat yang
dapat hidup layak. Mereka yang tidak dapat hidup layak akan masuk ke dalam
kemiskinan. Secara absolut, penduduk dikatakan miskin ketika tidak mampu
memenuhi kebutuhan pokoknya (basicneeds) seperti pangan, sandang, papan dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mengakses berbagai pelayanan dasar seperti air
bersih, sanitasi, transportasi umum, fasilitas kesehatan, dan pendidikan.
Ketidakmampuan yang menjerumuskan penduduk ke dalam kemiskinan tersebut
disebabkan oleh kemampuan daya beli yang tidak memadai.
Secara ekonomi, daya beli penduduk sangat tergantung pada keterlibatan secara aktif
penduduk di pasar kerja. Penduduk yang aktif bekerja memproduksi barang/jasa akan
memperoleh timbal balik dari perusahaan tempatnya bekerja berupa upah/gaji.
Sebaliknya mereka yang tidak aktif bekerja dalam angkatan kerja akan menjadi
pengangguran yang akan menjadi beban bagi diri dan keluarganya.
Salah satu tantangan besar bangsa ini adalah menciptakan lapangan kerja atau usaha
yang layak (decent work) bagi angkatan kerja yang besar dan cenderung terus
meningkat karena perubahan struktur umur penduduk. Tantangan tersebut mencakup
dua hal sekaligus, yaitu penciptaan lapangan pekerjaan baru bagi angkatan kerja yang
belum bekerja dan peningkatan produktivitas kerja bagi mereka yang sudah bekerja
sehingga memperoleh imbalan kerja yang memadai untuk dapat hidup layak (decent
living).
Tantangan itu sangat besar untuk dihadapi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Walaupun demikian, peran yang dimainkan pihak pemerintah dapat sangat
menentukan melalui pembangunan yang secara sadar dan konsisten dirancang
berbasis ketenagakerjaan, serta dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi
investasi.Pengangguran dapat dilihat sebagai akibat dari tidak bekerjanya pasar tenaga
kerja dengan baik. Dari sisi penawaran,secara umum di Indonesa mengalami masalah
labor market missmatch. Sedangkan dari sisi permintaan, ada keterbatasan daya serap
pasar tenaga kerja.
Pengangguran senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan laju pertumbuhan
penduduk usia kerja. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan
masalah-masalah dibidang ekonomi saja, melainkan juga menimbulkan berbagai
masalah dibidang sosial seperti kemiskinan dan kerawanan sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah singkat partisipasi kerja di Indonesia?
2. Bagaimana kondisi dewan kerja di Indonesia?
3. Bagaimana representasi serikat dagang di Indonesia?
4. Bagaimana keadaan partisipasi pekerja di Indonesia?
5. Bagaimana perbedaan dalam keadaan partisipasi kerja di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah singkat partisipasi kerja di Indonesia
2. Untuk mengetahui dewan kerja di Indonesia
3. Untuk mengetahui serikat dagang di Indonesia
4. Untuk mengetahui partisipasi pekerja di Indonesia
5. Untuk mengetahui perbedaan dalam keadaan partisipasi kerja di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Partisipasi Kerja Di Indonesia


Secara umum tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia
kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri
maupun untuk masyarakat. Penduduk yang tergolong tenaga kerja jika penduduk
tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia
adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Pengertian ini berpendapat, setiap orang
yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat
mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun
ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di
atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
Partisipasi Angkatan Kerja (AK) adalah keterlibatan seseorang dalam
bidang ekonomi, dibedakan menjadi bekerja dan tidak bekerja (dikenal dengan
menganggur). Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseoarang
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau
keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam secara tidak terputus selama seminggu
yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja maupun yang
punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak bekerja.
Misalnya karena cuti, sakit, dan sejenisnya. Pengertian menganggur adalah
keadaan dimana seseorang mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan atau sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.
Faktor-faktor lain yang mendasari tingkat partisipasi anggkatan kerja
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik secara sosial maupun demografi serta
ekonomi. Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) Umur; (2) Status perkawinan; (3)
Tingkat pendidikan; (4) Daerah tempat tinggal; (5) Pendapatan; (6) Agama.
Pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap tingkat partisipasi angkatan
kerja berbeda antara penduduk satu dengan penduduk yang lain. Wanita dalam
keputusannya untuk berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja selain dipengaruhi
oleh status perkawinan juga dipengaruhi oleh faktor pendapatan, tinggi rendahnya
pendapatan suami, jumlah tanggungan keluarga, umur dan pendidikan wanita itu
sendiri. Wanita jaman sekarang sudah mulai berpikir jauh kedepan mereka kini
berusaha mandiri demi untuk mendapatkan penghasilan sendiri sehingga tidak
terlalu tergantung pada pasangan mereka

B. Dewan Kerja Di Indonesia


TPAK atau Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah salah satu ukuran
ketenegakerjaan yang banyak digunakan. Pengukuran TPAK dilakukan dengan
cara menghitung jumlah absolut seluruh angkatan kerja dibagi dengan seluruh
tenaga kerja atau penduduk usia kerja kemudian dikalikan 100. Jika TPAK 75
persen, artinya terdapat 75 orang angkatan kerja, yaitu mereka yang bekerja dan
sedang mencari pekerjaan, setiap 100 orang tenaga kerja. Berdasarkan TPAK kita
dapat melakukan perkiraan, berapa besar penduduk usia kerja yang berpartisipasi
dalam aktivitas ekonomi.
TPAK di pedesaan jauh lebih tinggi dalam semua tingkatan umur.
Keadaan seperti itu, paling tidak telah terjadi sejak lebih dari tigapuluh tahun yang
lalu (Hal ini merupakan bukti, tentang lebih banyaknya penduduk usia kerja di
pedesaan yang memasuki dunia kerja dibandingkan dengan yang bersekolah, atau
yang hanya mengurus rumah tangga serta kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya
bukan kerja dan mencari pekerjaan.
Lebih tingginya TPAK pedesaan dibandingkan dengan perkotaan, paling
tidak dapat ditafsirkan dari dua sisi. Pertama, dilihat dari etos kerja, mungkin
masyarakat desa lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk perkotaan, sehingga
mereka kebanyakan bergiat dalam aktivitas ekonomi. Kedua, bisa pula mereka
masuk ke dunia kerja karena terpaksa, akibat adanya himpitan kehidupan yang
begitu kuat, sehingga mau tidak mau mereka harus bekerja agar dapat bertahan
hidup.

C. Serikat Dagang Di Indonesia

Salah satu serikat dagang yang ada di Indonesia adalah Sarekat Dagang
Islam yang mengalami masa kejayaan ketika H.O.S Tjokroaminoto bergabung. Di
bawah pimpinan H.O.S Tjokroaminoto, Sarekat Dagang Islam menjelma menjadi
sebuah organisasi Islam besar yang sempat membuat pemerintah Belanda merasa
khawatir jika suatu saat dapat mengancam eksistensinya di Indonesia. H.O.S
Tjokroaminoto mempunyai sebuah prinsip, berjuang untuk pembebasan
bangsanya dari belenggu penjajahan. Untuk itu ia tidak pernah berhenti sampai
pada akhir hayatnya.

Awal mula bergabunya H.O.S Tjokroaminoto menjadi anggota Sarekat


Dagang Islam adalah melalui H. Hasan Ali Surati, seorang saudagar kaya dari
India. Oleh Hasan Ali, H.O.S Tjokroaminoto diperkenalkan dengan empat
pengurus SI yang sedang menjajaki pembukaan cabang disana. Sejak itulah
Tjokroaminoto menunjukkan ketertarikannya dan resmi menjadi anggota SI untuk
kemudian menjadi ketua cabang di Surabaya. Oleh Tjokroaminoto, SI menjadi
organisasi pergerakan pertama yang mampu mengadakan mobilisasi massa dalam
sebuah vergadering (rapat terbuka) yang diadakan pada 26 Januari 1913 di
Surabaya. Rapat terbuka tersebut dihadiri 12 afdeling (cabang) dari 15 afdeling
yang ada dan berhasil menyedot atensi massa sebanyak 80.000 orang. Namun,
menurut Schippers 64.000 peserta rapat di Surabaya ini berasal dari Surakarta.
Selanjutnya, pada kongres pertama yang diadakan di Surakarta pada 23 Maret
1913 yang diikuti oleh 48 afdeling Tjokroaminoto ditunjuk sebagai wakil ketua SI
dan redaktur pelaksana Oetoesan Hindia.

Di tangan Tjokroaminoto-lah SI mengubah konsep pergerakannya dari


pergerakan di bidang ekonomi menjadi organisasi pergerakan nasional yang
berorientasi sosial politik dan kepemimpinannya beralih dari kelompok borjuis
pribumi ke kaum intelektual yang terdidik secara barat. Itu terbukti dengan
dihapuskannya kata “Dagang” dari nama organisasi, dari nama Sarekat Dagang
Islam menjadi Sarekat Islam.

Perubahan nama dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat islam bukan
hanya perubahan nama semata, melainkan lebih dari pada itu perubahan nama
sekaligus perubahan orientasi, yaitu dari sifat ekonomi ke politik. Pada awalnya
dihapuskannya kata Dagang dari Sarekat Islam dimaksudkan untuk memperkuat
tujuan dan ruang lingkup perjuangan organisasi, tidak hanya mencakup bidang
ekonomi saja, tetapi berorientasi ke bidang politik, sosial, kultural dan sebagainya,
dan keanggotaannya sudah mencakup seluruh umat Islam di Indonesia yang
merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia. Karena semakin banyaknya
rakyat yang masuk ke dalam organisasi ini, maka Sarekat Islam mengajukan
badan hukum. Kepiawaian Tjokroaminoto sebagai negosiator ulung tidak perlu
diragukan lagi. Melalui lobi-lobinya kepada pemerintah Belanda, SI berhasil
memperoleh status hukum dan mengubah afdeling-afdeling menjadi SI lokal.
Selain itu, SI juga berhasil mendapat ijin untuk membentuk kepengurusan pusat
yang kemudian dinamai Central Sarekat Islam (CSI).

Sampai Kongres kedua sudah 60 afdeling yang berhasil diubah menjadi SI


lokal dan nantinya terus bertambah. Maka, amat wajar pengaruh Tjokroaminoto
semakin besar dan banyak cabang-cabang yang meliriknya untuk menjadi
suksesor Samanhoedi. Dan kenyataan ini membuat pemerintah kolonial Belanda
menjadi khawatir jika Sarekat Islam tersebut berkembang menjadi organisasi
politik yang melawan pemerintah Hindia Belanda.

D. Partisipasi Pekerja Di Indonesia

Indonesia sebagai Negara yang besar tentunya memiliki angkatan kerja


yang sangat besar. Lalu, struktur pasar tenaga kerja di Indonesia pun berubah
relatif cepat. Berikut Pembahasan mengenai keadaan pasar kerja Indonesia dan
karakteristik pekerja Indonesia. Bagaimana keadaan pasar kerja di Indonesia?

Secara umum pasar kerja Indonesia ditandai oleh lapangan kerja yang
dualistik yaitu lapangan kerja formal dan informal; tingkat pengangguran yang
tinggi dan kualitas tenaga kerja yang rendah.

Bagaimana karakteristik tenaga kerja yang ada di Indonesia?

Angkatan kerja Indonesia selama 1997 - 2010 tumbuh sebesar 26,13%


dengan rata-rata pertumbuhan 2,01% /tahun. Tingkat partisipasi angkatan kerja
juga mengalami sedikit kenaikan, dari 66,3% tahun 1997 menjadi 67,7% tahun
2010. Kenaikan jumlah angkatan kerja dan tingkat partisipasi angkatan kerja ini
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk. Sedang pertumbuhan penduduk yang
bekerja selama periode tersebut mencapai sekitar 23,2% dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 1,78% /tahunnya.

Bagaimana perbandingan tingkat partisipasi kerja dan tingkat


pengangguran di Indonesia?

Tingkat partisipasi kerja tahun 1996, setahun sebelum krisis ekonomi mencapai
94,9%, sedang tingkat pengangguran mencapai 5,1%. Saat krisis ekonomi
berlangsung, tingkat partisipasi kerja terus mengalami penurunan hingga
mencapai 88,8%, sebaliknya tingkat penggangguran terbuka meningkat mencapai
11,2% tahun 2020.

E. Perbedaan Dalam Keadaan Partisipasi Kerja Di Indonesia

Kesenjangan upah yang diterima laki-laki dan perempuan masih terjadi di


Indonesia. Walaupun upah yang diterima oleh laki-laki dan perempuan memiliki
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun karena didorong oleh regulasi
kewajiban penerapan upah minimum, tetapi upah pekerja laki-laki lebih besar
dibandingkan upah yang diterima pekerja perempuan. Dilihat dari rasio upah
perempuan terhadap laki-laki terjadi peningkatan menuju kesetaraan gender.
Dengan adanya regulasi berkaitan dengan kewajiban perusahaan membayar upah
minimum, mengakibatkan upah yang diterima oleh pekerja laki-laki dan
perempuan memiliki kecenderungan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Walaupun secara umum upah yang diterima oleh perempuan terus


meningkat dari tahun ke tahun tetapi tetap masih lebih rendah dari upah yang
diterima oleh pekerja laki-laki, hal ini menunjukkan kesenjangan upah
berdasarkan gender masih terjadi. Nilai gap upah laki-laki dan perempuan
menunjukkan nilai yang terus meningkat. Gambar 3 menunjukkan kesetaraan
gendar masih belum terjadi dalam hal pemberian upah bagi laki-laki dan
perempuan. Selama periode 2015-2017 terlihat gap upah antara pekerja
perempuan dan pekerja laki-laki semakin membesar. Pada Agustus 2019 gap
masih sekitar 300 ribu, namun kondisi Agustus gapnya menjadi lebih dari 600
ribu rupiah.

Sebagian besar pekerja perempuan bekerja di sektor informal serta tidak


memiliki perlindungan sosial yang memadai sehingga rentan terhadap terjadinya
pelanggaran hukum di tempat kerja berupa diskriminasi, kekerasan fisik,
eksploitasi bahkan perdagangan manusia, dari segi upah pun pekerja perempuan
hanya mendapat rata-rata 30 persen lebih rendah dibandingkan upah rata-rata
pekerja laki-laki (Syaifuddin, 2018). Salah satu yang penyebab rendahnya upah
yang diterima pekerja perempuan adalah karena sebagian besar pekerja
perempuan hanya dapat mengisi lapangan kerja di sektor informal (Vibriyati,
2013). Perempuan mempunyai beberapa hambatan untuk berpindah dari pasar
kerja informal ke pasar formal yaitu peran dan tanggung jawab kerumahtanggaan,
status subordinat perempuan dalam relasi gender, dan sikap patriarki terhadap
partisipasi perempuan dalam kehidupan ekonomi dan masyarakat (ILO, 2012).
Dua fenomena yang masih terjadi adalah masih terjadi perbedaan rata-rata
penghasilan yang didapatkan oleh pekerja perempuan yang lebih rendah
dibandingkan penghasilan pekerja lakilaki dan masih terpilahnya berdasarkan
gender berkaitan dengan jenis pekerjaan perempuan dan laki-laki
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Berdasarkan pengkajian dan hasil analisis terhadap kondisi ketenagakerjaan
dan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Indonesia, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan:
1. Tenaga kerja yang bermukim di pedesaan jumlahnya lebih banyak dibandingkan
dengan di perkotaan. Pada umumnya mereka berumur muda, yaitu antara 15-39
tahun, baik di daerah pedesaan maupun diperkotaan. Namun jika dilihat dari
pendidikannya, tenaga kerja di pedesaan memiliki tingkat yang lebih rendah
dibandingkan dengan perkotaan.
2. Selain tenaga kerja, angkatan kerja pedesaan pun jumlahnya lebih banyak
dibandingkan perkotaan. Struktur umur dari angkatan kerja sedikit lebih tua (20-
44 tahun) dibandingkan dengan tenaga kerja, kondisi tersebut hampir sama antara
pedesaan dan perkotaan. Struktur pendidikan angkatan kerja pedesaan
mengelompok pada tingkatan SLTP ke bawah, sementara di kota berpendidikan
antara SD dan SLTA.
3. Walaupun dari segi pendidikan angkatan kerja pedesaan kualitasnya di bawah
perkotaan, namun kalau di lihat dari aspek partisipasi angkatan kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Amrul, R., Wijayanto, S. A., & Septiana, W. (2021). Dampak Partisipasi


Penyusunan Anggaran Dengan Motivasi Kerja dan Job Relevant
Invormation Dalam Peningkatan Kinerja Manajerial. Jurnal Bisnis,
Manajemen, Dan Akuntansi, 8(1), 89.
https://doi.org/10.54131/jbma.v8i1.121
Burhanuddin Al-Butary, Andri Soemitra, & Zuhrinal Nawawi. (2022). PERAN
EKONOMI ORMAS ISLAM DI INDONESIA, Sebuah Studi Literatur.
El-Amwal, 5(1), 17–40. https://doi.org/10.29103/el-amwal.v5i1.6587
Farahiyah Dalilah. (2019). Analisis Terhadap Partisipasi Kerja Perempuan pada
Sektor Formal di Indonesia. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB, 9(2).
https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/7306
Sari, Ni, & Putra, B. (2021). PENGARUH PEMANFAATAN TEKNOLOGI,
PARTISIPASI PEMAKAI, KEMAMPUAN TEKNIK PEMAKAI,
PENGALAMAN KERJA DAN JABATAN TERHADAP EFEKTIVITAS
SISTEM INFORMASI AKUNTANSI. Kumpulan Hasil Riset Mahasiswa
Akuntansi (KHARISMA), 3(1).
http://e-journal.unmas.ac.id/index.php/kharisma/article/view/1666
Tahir, M. T., & Musyahid, A. (2021). Komparasi Pemikiran Hukum Islam
Syarikat Islam dan Front Pembela Islam Dalam Perkembangan Hukum
Islam di Indonesia. Shautuna: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Perbandingan
Mazhab Dan Hukum. https://doi.org/10.24252/shautuna.v2i2.19351
Yuli Sudargini. (2021). PERAN PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN,
PEMBERDAYAAN DAN PARTISIPASI TERHADAP KINERJA
PEGAWAI DI SEKOLAH. Journal of Industrial Engineering &
Management Research, 2(5), 213–227.
https://doi.org/10.7777/jiemar.v2i6.215

Anda mungkin juga menyukai