Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Negara - negara berkembang pada umumnya memiliki tingkat pengangguran yang


jauh lebih tinggi, dari angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena
ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga
kerja tidak terdidik. Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi
pengangguran.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang
cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah pengangguran dan setengah penganggur yang
besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan
setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan-pemborosan sumber daya dan
potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat
mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal dan dapat menghambat pembangunan
dalam jangka panjang.
Penduduk merupakan sumber penawaran tenaga kerja. Kelahiran atau fertilitas
menyebabkab pertambahan jumlah penduduk, termasuk jumlah angkatan kerja. Tenaga kerja
adalah penduduk yang siap melakukan pekerjaan, penduduk yang telah memasuki usia kerja
(working age population). Mortalitas menyebabkan berkurangnya jumlah angkatan kerja.
Penurunan mortalitas bayi menyebabkan meningkatnya harapan hidup sehingga bayi-bayi
yang lahir nantinya akan mencapai usia kerja. Sementara itu, variabel demografi ketiga, yaitu
migrasi, dapat menambah atau mengurangi jumlah penduduk usia kerja tergantung situasi
ekonomi suatu negara atau daerah.
Usia kerja sering disebut sebagai usia dimana tenaga kerja secara potensial dapat
melakukan kegiatan ekonomi-produktif, yaitu memproduksi barang-barang dan jasa-
jasa.Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15-64 tahun. Menurut
pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak
pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun
ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun
karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja. Hasil produksi tersebut tidak hanya
dipergunakan oleh mereka yang terlibat dalam kegiatan produktif, tapi dipergunakan atau
dikonsumsi oleh seluruh penduduk, termasuk bayi dan anak-anak.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa engertian Tenaga Kerja, Angkatan Kerja ?


2. Bagaimana dasar hukum angkatan kerja dan ketenaga kerjaan ?
3. Bagaimana konsep dan defenisi ketenaga kerjaan ?
4. Sebutkan Jenis-jenis angkatan kerja ?
5. Bagaimana status kedudukan dalam pekerjaan dari angkatan kerja ?
6. Apa manfaat angkatan kerja dan tenaga kerja ?
7. Bagaimana hubungan jumlah penduduk angkatan kerja dalam pengangguran ?
8. Bagaimana dampak angkatan kerja dalam kehidupan sehari-hari ?
9. Bagaimana dampak rendahnya kualitas tenaga kerja ?
10. Bagaimana masalah angkatan kerja di indonesia ?
11. Bagaimana tingkat partisipasi angkatan kerja ?
12. Sebutkan lapangan pekerjaan atau Usaha ?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum:
1. Memenuhi tugas kuliah Dasar-Dasar Demografi dan Kesling tentang struktur
dan komposisi angkatan kerja.
b. Tujuan Khusus:
1. Megetahui dan memahami apa yang dimaksud angkatan kerja.
2. Mengetahuidasar hukum angkatan kerja.
3. Mengetahui jenis-jenis angkatan kerja.
4. Mengetahui manfaat angkatan kerja.
5. Mengetahui dampak angkatan kerja dalam kehiduoan sehari-hari.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Angkatan Kerja

Tenaga kerja adalah penduduk


yang siap melakukan pekerjaan, penduduk
yang telah memasuki usia kerja (working
age population). Menurut UU No. 13 tahun
2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa
tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk
suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.
Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas
usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15-64 tahun. Menurut pengertian ini,
setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat
mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula
yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena
anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.

Banyak hal mengenai kehidupan sosial di suatu negara/masyarakat dapat


dijabarkan jika diketahui mengenai komposisi lapangan pekerjaan dari angkatan kerjanya,
komposisi jenis pekerjaan dan fakta–fakta lain mengenai angkatan kerja. Misalnya: apakah
para penduduk muda (young population) berusia terlalu muda untuk memasuki angkatan
kerja, hingga belum bisa mendapatkan pendidikan yang relatif cukup tinggi? Kemudian
berapa banyakkah penduduk tua (old population) dipaksa untuk tetap tinggal dalam
angkatan kerja setelah usia pensiun.

Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur
biasanya adalah seluruh penduduk berusia 15–64 tahun. Tetapi kebiasaan yang dipakai di
Indonesia adalah seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (hasil sensus penduduk 1971
dan 1980). Jadi, tenaga kerja (man power) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja
(berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum

3
tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas
(lihat hasil Sensus Penduduk

4
1971, 1980 dan1990). Namun sejak penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan
internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih.

Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang bekerja
maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab. Angkatan kerja (labour
force) secara demografi angkatan kerja bergantung dari tingkat partisipasi angkatan kerja,
yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi angkatan kerja.

Tenaga kerja adalah penduduk dalam


usia kerja yang siap melakukan pekerjaan,
antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka
yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang
bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah
tangga. (MT Rionga & Yoga Firdaus, 2007:2)

Sedangkan menurut pendapat Sumitro


Djojohadikusumo (1987) mengenai arti tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia
dan sanggup bekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup
bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja.

Jadi, angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat,
atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yang memproduksi barang dan jasa.
Kelompok angkatan kerja terdiri dari 2 (dua) golongan yaitu:

a. Angkatan kerja yang bekerja

1. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan suatu pekerjaan


dengan maksud memperoleh penghasilan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling
sedikit dua hari.

2. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan


atau bekerja kurang dari dua hari tetapi mereka adalah pekerja tetap, petani-petani dan
orang-orang yang bekerja dalam keahlian.
b. Angkatan kerja yang mencari pekerjaan

1. Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mencari/mendapatkan


pekerjaan.

2. Mereka yang bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha
mendapatkan pekerjaan.

3. Mereka yang dibebastugaskan dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan,
antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka
yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang
bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah
tangga. (MT Rionga & Yoga Firdaus, 2007:2)
Sedangkan menurut pendapat Sumitro
Djojohadikusumo (1987) mengenai arti tenaga
kerja adalah semua orang yang bersedia dan
sanggup bekerja, termasuk mereka yang
menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa
akibat tidak ada kesempatan kerja.
Kegiatan ekonomi di masyarakat membutuhkan tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja
itu dapat juga disebut sebagai kesempatan kerja. Kesempatan kerja itu sendiri adalah suatu
keadaan yang menggambarkan terjadinya lapangan kerja (pekerjaan) untuk diisi pencari
kerja.1[1]
Kesempatan kerja di Indonesia dijamin dalam UUD 1945 pada pasal 27 ayat 2 yang
berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Dari
bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat 2 itu jelas bahwa pemerintah Indonesia untuk menciptakan
lapangan kerja bagi anggota masyarakat karena hal ini berhubungan dengan usaha
masyarakat untuk mendapat penghasilan.

1
a) Studi Demografi Dan Karakteristik Ekonomi Penduduk

Di masyarakat, banyak topik yang bersifat ekonomi ketenagakerjaan dianggap hanya


“kepunyaan” ekonom. Meskipun demikian, dalam kenyataanya, analisis topik tersebut
memerlukan data yang berasal dari disiplin ilmu demografi, seperti Sensus dan Supas
(Survei Penduduk Antar Sensus), atau ilmu sosial lainnya seperti Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional). Contoh studi demografi yang menghasilkan informasi ekonomi
ketenagakerjaan adalah sebagai berilut:

1) jumlah tenaga kerja (manpower), angkatan kerja (labor force), serta proporsi
penduduk berusia dewasa yang terlibat secara aktif dalam kegiatan ekonomi di
suatu negara.

2) Jumlah orang yang menganggur (unemployed) atau setengah menganggur


(underemployed), dan proporsi mereka terhadap angkatan kerja secara keseluruhan.

b). Komposis angkatan kerja menurut:

1. lapangan pekerjaan (industry), yaitu meliputi ragam dari lapangan pekerjaan dan
jumlah orang yang berada di amsing-masing lapangan pekerjaan tersebut.

2. jenis pekerjaan (occupation), yang meliputi ragam jenis pekerjaan dan jumlah
orang yang berada pada masing-masing jenis pekerjaan tersebut.

3. status pekerjaan, yakni apakah penduduk bekerja di sektor formal atau informal.

4. Regularitas dari pekerjaan yang dilakukan oleh angkatan kerja, karena terdapat
pekerjaan yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja (part-time), atau
jumlah jam kerja yang dilakukan dalam satu hari atau satu minggu.

5. Tingkat pendapatan atau upah dan distribusinya di kalangan penduduk yang


B. Dasar Hukum Angkatan Kerja dan Ketenagakerjaan
a. Hukum ketenagakerjaan adalah merupakan suatu peraturan-peraturan tertulis atau tidak
tertulis yang mengatur seseorang mulai dari sebelum, selama, dan sesudah tenaga kerja
berhubungan dalam ruang lingkup di bidang ketenagakerjaan dan apabila di langgar
dapat terkena sanksi perdata atau pidana termasuk lembaga-lembaga penyelenggara
swasta yang terkait di bidang tenaga kerja.
b. UU NO 13 tahun 2003 Pasal 1 ayat(1)  dan (2)
c. UU NO 3 tahun 1992

C. Konsep dan Defenisi Ketenaga Kerjaan

Penduduk di suatu negara mengonsumsi barang dan jasa untuk memenuhi


kebutuhannya, tetapi hanya sebagian dari mereka yang secara langsung terlibat atau
berusaha untuk terlibat dalam kegiatan memproduksi barang dan jasa tersebut (disebut
kegiatan produktif). Berdasarkan pemikiran tersebut dapat diaktakan bahwa penduduk di
suatu negara dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a) Penduduk yang “aktif” secara ekonomi (economically active population)

b) Penduduk yang “tidak aktof” secara ekonomi (economically inactive population)


Penduduk yang aktif secara ekonomi terdiri dari dua kelompok. Kelompok
petama adalah penduduk yang bekerja memproduksi barang dan jasa dalam
perekonomian. Kelompok kedua adalah penduduk yang belum bekerja, tetapi
sedang aktif mencari pekerjaan (termasuk mereka yang baru pertama kali
mencari pekerjaan). Penduduk yang tidak aktif secara ekonomi adalah mereka
yang tidak bekerja atau tidak sedang mencari pekerjaan. Kelompok ini tidak
memproduksi barang dan jasa, dan hanya mengonsumsi barang yang diproduksi
orang lain.

Dalam studi kependudukan atau demografi terdapat beberapa konsep atau definisi
yang dipakai seperti yang tertera di bawah ini.

a. Konsep Tenaga Kerja (MANPOWER)


Dalam studi kependudukan sering disebut 'tenaga kerja' yang diterjemahkan dari
istilah manpower, yakni seluruh penduduk yang dianggap mempunyai potensi untuk bekerja
secara produktif. Dulu Indonesia sering kali menyebutkan tenaga kerja sebagai seluruh
penduduk berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil SP 1971, 1980, dan 1990). setelah itu dipakai
ukuran 15 tahun ke atas yang disesuaikan dengan ketentuan internasional. Dalam dunia
industri atau bisnis konsep 'tenaga kerja' diartikan sebagai personel yang bekerja dalam
industri atau bisnis.

b. Konsep Gainful Worker

Konsep ini menunjukkan aktivitas ekonommi apakah seseorang pernah bekerja atau
yang biasanya dilakukan seseorang (usual activity), mungkin saat sensus atau survei masih
bekerja atau sudah tidak bekerja lagi. Dalam konsep gainful worker ini tidak ditentukan
referensi/batasan waktu tertentu, artinya kegiatan ekonomi yang dilakukan atau pernah
dilakukan selama hidup seseorang pada saat pencacahan. Seseorang dapat saja melaporkan
bekerja padahal sudah lama tidak bekerja lagi. Oleh karena tak ada batasan waktu, maka
kita tidak tahu kapan ia bekerja, apakah pernah bekerja atau sedang bekerja. Lagipula
mereka yang sedang mencari pekerjaan untuk pertama kali tidak tercatat sebagai
economically active population. Jumlah pengangguran yang tercatat memakai konsep ini
akan sedikit sekali. Konsep ini sudah jarang dipakai dalam analisis.

c. Konsep pemanfaatan tenaga kerja (LABOR UTILIZATION APPROACH)

Berbeda dengan kosep labor force, pendekatan labor utilization ini dimaksudkan
untuk lebih menyempurnakan konsep angkatan kerja, terutama supaya lebih sesuai
dengan keadaan negara berkembang. Pendekatan dalam konsep ini lebih ditujukan untuk
melihat potensi tenaga kerja, apakah telah dimanfaatkan secara penuh. Dengan konsep
ini, angkatan kerja dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pemanfaatan cukup (fully utilized).

b. Pemanfaatan kurang (under-utilized), karena jumlah jam kerja yang rendah,


pendapatan/upah atau gaji yang rendah dan tidak sesuai dengan kemampuan atau
keahliannya.
c. Pengangguran terbuka (open unemployment).

Pengangguran terbuka dan pemanfaatan kurang karena jumlah jam kerja yang
rendah mencerminkan kelebihan penawaran tenaga kerja (supply of labor) dibandingkan
dengan permintaan akan tenaga kerja (demand of labor). Sementara itu, pemanfaatan
kurang karena pendapatan/gaji yang rendah dipakai untuk mengukur dimensi lain, yaitu
produktivitas yang rendah dati pekerja.

D. Jenis – Jenis Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja


a. Bukan angkatan kerja
Bukan angkatan kerja adalah sekelompok penduduk usia produktif yang tidak bersedia
bekerja atau belum bekerja. Misal, pelajar dan mahasiswa yang masih bersekolah.
b. Angkatan kerja
Angkatan kerja adalah sekelompok penduduk usia produktif yang sudah mempunyai
pekerjaan atau sedang mencari pekerjaan. Artinya sekelompok penduduk ini dalam usia
kerja yang siap melakukan pekerjaan, yaitu mereka yang sudah bekerja, mereka yang
sedang mencari pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah
tangga
Pertumbuhan angkatan kerja dipengaruhi pula oleh struktur penduduk berdasarkan: 
a) Jenis kelamin
b) Usia penduduk, dan
c) Tingkat pendidikan.
Selain tingkat pendidikan terdapat kriteria lain yang ditetapkan oleh perusahaan atau instansi
dalam menerima calon tenaga kerja, seperti:
1) jenis pendidikan
2) keahlian khusus
3) pengalaman kerja
4) kesehatan, dan
5) sikap dan kejujuran.
Urutan jenis pekerjaan diurutkan pada tingkat produktifitas kerja, mulai dari yang
paling produktif sampai dengan yang tidak produktif. Selain itu, jenis pekerjaan seringkali
dihubungkan dengan tingkat
pendidikan, keterampilan dan jumlah
jam kerja untuk mengetahui dimana
ada setengah pengangguran dan
tempat tinggal maupun mobilitas
pekerjaan dengan menghubungkan
jenis pekerjaan pada tahun-tahun
sebelumnya. Jenis pekerjaan adalah
macam pekerjaan yang sedang atau pernah dilakukan oleh orang-orang yang mencari
pekerjaan dan pernah bekerja. Jenis pekerjaan ini dibagikan dalam beberapa golongan
yaitu:

1. Tenaga profesional, teknisi dan tenaga lain.

2. Tenaga kepemimpinan dan ketatalaksanaan.

3. Tenaga administrasi, tenaga tata usaha dan tenaga yang berhubungan dengan itu.

4. Tenaga penjualan.

5. Tenaga usaha.

6. Tenaga usaha pertanian.

7. Tenaga produksi dan sejenisnya, dan operator alat-alat pengangkutan.

E. Struktur Angkatan Kerja

a. Struktur Umur Angkatan Kerja

Definisi angkatan kerja yang digunakan mengacu pada Labour Force Concept yang
direkomendasikan oleh International Labour Organization.Mengenai tenaga kerja yaitu
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Tenaga kerja tersebut bisa dikelompokan lagi
menjadi: (1) bukan angkatan kerja, dan (2) angkatan kerja. Termasuk bukan angkatan kerja
antara lain tenaga kerja yang sebagian besar waktunya digunakan untuk mengurus rumah
tangga, sekolah, serta para pensiunan dan orang yang cacat fisik sehingga tidak dapat
melakukan suatu pekerjaan. Sementara yang termasuk angkatan kerja adalah tenaga kerja
yang sedang bekerja atau sedang berusaha mencari pekerjaan.Secara umum, proporsi
angkatan kerja pedesaan lebih banyak dari pada angkatan kerja perkotaan. Keadaan

Seperti ini sejalan dengan struktur tenaga kerja, hanya saja rasio angkatan kerja
pedesaan terhadap perkotaan angkanya lebih tinggi dibandingkan dengan rasio tenaga kerja
pedesaan.Fenomena ini mengindikasikan, bahwa secara umum tenaga kerja yang tinggal di
pedesaan lebih banyak yang memasuki aktivitas ekonomi (angkatan kerja) dibandingkan
dengan di daerah perkotaan.

Dilihat dari struktur umur, angkatan kerja pedesaan usia muda hingga 34 tahun,
ternyata proporsinya lebih rendah dibandingkan dengan di perkotaan, kecuali pada kelompok
umur 15-19 tahun. Hal ini memperkuat dugaan, bahwa tenaga kerja yang tergolong angkatan
kerja banyak yang mencoba mengadu nasib untuk mendapatkan pekerjaan di
perkotaan.Sementara itu, angkatan kerja 15-19 tahun yang proporsinya lebih banyak di
pedesaan, kemungkinan agak enggan pergi ke kota sehubungan pendidikan mereka yang
kurang memadai, dan sudah memperhitungkan tidak akan kuat bersaing untuk mendapatkan
pekerjaan di kota.

Selanjutnya proporsi angkatan kerja yang berusia 35 tahun ke atas lebih banyak yang
tinggal di pedesaan daripada di perkotaan. Pada usia tersebut mungkin mereka yang berstatus
sebagai migran pekerja di kota sudah merasa tidak bisa produktif lagi, sehingga lebih
memilih pulang ke desa. Bisa pula merekam era satelah cukup mencari bekal hidup dengan
bekerja banting tulang di kota, dan setelah tua tinggal menikmati remitan di desa yang
mereka tabungkan sebelumnya, agar dapat dinikmati pada masa tuanya.

b. Komposisi Pendidikan Angkatan Kerja


Data yang tersaji dalam table di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
angkatan kerja di pedesaan Nampak lebih rendah dibandingkan dengan di perkotaan.Di
pedesaan ada kecenderungan mengelompok pada tingkat pendidikan tidak tamat SD,
berijazah SD, serta SLTP.Sementara itu di daerah perkotaan terdiri atas angkatan kerja
berpendidikan tamat SD, SLTP, dan SLTA.Kalau diamati secara parsial, struktur pendidikan
di pedesaan, paling banyak berada pada jenjang pendidikan SD, demikian pula halnya di
daerah perkotaan. Hanya saja, jumlah angkatan kerja yang berpendidikan SD di daerah
pedesaan lebih dari empat puluh persen, sedangkan di perkotaan hanya sekitar seperempat
dari total angkatan kerja.

Di pedesaan, yang perlu juga memperoleh perhatian adalah angaktan kerja yang
pernah bersekolah akan tetapi tidak sampai tamat SD, dengan jumlah mencapai seperlima
bagian dari seluruh angkatan kerja. Padahal kalau dibandingkan dengan di perkotaan, jumlah
yang tidak tamat SD ini hanya kurang dari 10 persen. Keadaan ini akan menjadi persoalan,
manakala sector pekerjaan pertanian di pedesaan makin berkurang, sementara sector
pekerjaan pertanian lainnya belum bisa berkembang (Manning, 1987; Hayami, 1988).

Masalah ketenaga kerjaan tidak melulu ada di pedesaan, diperkotaan pun masalah itu
masih tetap menjadi hal yang sangat perlu diantisipasi.Struktur pendidikan angkatan kerja
perkotaan, memang menunjukkan tanda yang lebih baik dibandingkan dengan pedesaan,
namun rupanya tidak dibarengi dengan berkembangnya kesempatan kerja yang memadai dan
sesuai dengan pendidikannya. Fenomena mismatch antara lapangan pekerjaan dengan
kualifikasi pendidikan, merupakan hal yang lumrah ditemukan di perkotaan.

F. Komposisi Angkatan kerja

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) memberikan gambaran tentang seberapa


besar keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi produktif. TPAK Jawa Tengah pada
tahun 2004 tercatat sebesar 67,91 persen. Pengamatan menurut jenis kelamin TPAK laki-laki
jauh lebih besar daripada TPAK perempuan, masing-maisng sebesar 84,95 persen berbanding
51,36 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka Jawa Tengah pada tahun 2004
tercatat 6,44 persen. Angka ini menunjukkan bahwa dari 100 penduduk angkatan kerja
terdapat sekitar 6 penduduk yang mencari pekerjaan. Pengamatan TPT menurut jenis kelamin
masih didominasi penduduk perempuan sebesar 7,52 persen, sedangkan laki-laki mencapai
5,76 persen. Tingginya TPT perempuan ini berlawanan dengan TPAK perempuan yang
rendah, hal sebaliknya terjadi untuk jenis kelamin laki-laki (BPS, 2004).

Jumlah penduduk yang bekerja yang merupakan bagian dari penduduk yang aktif
secara ekonomi sekitar 14,84 juta orang atau 63,54 persen dari total penduduk usia kerja
(PUK). Besarnya persentase penduduk laki-laki dan perempuan yang bekerja masing-masing
39,43 persen dan 24,10 persen. Hal ini memberikan indikasi bahwa persentase laki-laki
sekitar 1,6 kali lipat dibandingkan perempuan. Bila dilihat menurut jenis kelamin, penduduk
perempuan yang bekerja mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendahdibanding laki-
laki. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya persentase perempuan yang btidak atau tamat SD di
bandingkan laki-laki, yaitu 72,67 persen berbanding 62,78 persen. Sedangkan pendidikan
SLTP ke atas mempunyai persentase lebih rendah daripada laki-laki untuk setiap tingkat
pendidikan. Sedangkan menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk di Jawa
Tengah pada tahun 2004, mayoritas mempunyai latar pendidikan paling tertinggi adalah =
SD, tercatat 66,53 persen pendidikan tinggi atau diploma atau universitas masih merupakan
bagian terkecil dari penduduk bekerja, yaitu 4,03 persen (BPS,2004).

Sebagian besar penduduk di Jawa Tengah bekerja dis ektor pertanian, yaitu mncapai
41,69 persen dari seluruh penduduk yang bekerja. Sektor lain yang juga banyak menyerap
tanga kerja adalah sektor perdagangan 20,17 persen, sektor industri pengolahan sebanyak
16,02 persen. Sektor lain yang cukup menonjol adalah sektor jasa. Sekor ini menyerap tenaga
kerja mencapai 10,35 persen. Sedangkan sektor konstruksi dan komunikasi relatif sama yaitu
pada kisaran antara angka 4,5 sampai 5,5 persen (BPS, 2004).

Pada tahun 2004 penduduk Jawa tengah masih banyak yang bekerja sebagai pekerja
informal yang umumnya tidak memerlukan pendidikan tinggi maupun keahlian khusus, yaitu
mencapai 55,52 persen yang terdiri dari mereka yang berusaha sendiri sekitar 19,79 persen,
berusaha dibantu buruh tidak tetap sekitar 19,79 persen dibanding pekerja formal yang
mencapai 44,48 persen, yang terdiri mereka yang berusaha dibantu buruh tetap sekitar 3,02
persen dan pekerja dibayar sekitar 41,47 persen. Hal yang cukup memprihatinkan adalah
masih tingginya persentase penduduk perempuan yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar,
dimana proporsi hampir mecapa i 30 persen pekerjaan sebagai buruh atau pekerja dibayar dan
berusaha sendiri merupakan urutan terbesar berikutnya tercatat 25,93 persen dan 20,78 persen
berbeda dengan penduduk laki-laki mayoritas bekerja sebagai buruh atau bekerja dibayar dan
berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap secara persentase hanya sekitar 3 persen yaitu
28,65 persen berbanding 25,14 persen. Disamping itu penduduk laki-laki juga banyak yang
bekerja dengan berusaha sendiri 19,18 persen (BPS, 2004). Penduduk Jawa Tengah yang
bekerja yaitu 64, 17 persen dari mereka bekerja 35 jam atau lebih dalam seminggu rata -rata
jam kerja mereka pada tahun 2004 tercatat jam normal kerja yaitu 35 jam seminggu yaitu
selama 38,66 jam dalam seminggu. Dalam pembagian jam kerja wanita dengan lakilaki
sangat berbeda. Perbedaan sekitar 5,6 jam dalam seminggu sedangkan penduduk laki-laki
rata-rata bekerja selama 40,80 jam seminggu dan penduduk perempuan rata-rata bekerja 5,17
jam seminggu (BPS, 2004).

Pada masa sekarang ini kesempatan kerja semakin sulit untuk dicari, apalagi dengan
jumlah penduduk di Indonesia yang besar dan angka pengangguran tinggi maka menjadikan
kesempatan kerja berkurang. Namun tidak hanya itu saja yang menyebabkan lesunya
kesempatan kerja, tetapi juga keadaan perekonomian yang tidak stabil ikut memberikan andil
kenapa masalah tersebut belum teratasi sebelum krisis ekonomi terjadi permintaan
perusahaan terhadap tenaga kerja cukup besar. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja
berbeda dengan permintaan konsumen akan barang dan jasa. Seorang pengusaha
memperkerjakan tenaga kerja dengan maksud untuk memperlancar proses produksi. Dalam
hal tenaga kerja, eprmintaan tenaga kerja merupakan jumlah maksimum yang diinginkan
seorang pengusaha untuk dipekerjakan pada setiap kemungkinan dan dalam ja ngka waktu
tertentu. Pertambahan permintaan akan tenaga kerja tergantung dari eprmintaan masyarakat
akan barang tersebut (Payaman, 1998).

Kesempatan kerja meliputi lapa ngan pekerjaan yang sudah ditempati dan belum
ditempati. Dari lapangan pekerjaan yang lowong tersebut timbul permintaan kerja yang
datang . Adanya permintaan kerja tersebut mempunyai arti bahwa adanya kesempatan kerja
bagi pengangguran. Besarnya lapangan kerja yang belum di tempati atau permintaan tenaga
kerja secara riil dibutuhkan oleh perusahaan pada banyak faktor, diantaranya yang paling
penting adalah prospek usaha atau pertumbuhan output dari perusahaan yang meminta tenaga
kerja, banyaknya tenaga kerja yang harus dibayar dan harga dari faktor produksi lainnya
(Tambunan, 1996:64).

G. Status Kedudukan dalam Pekerjaan dari Angkatan Kerja

Klasifikasi status pekerjaan sejak tahun 1971 tidak mengalami perubahan hingga
tahun 2000 dan tampaknya untuk periode seterusnya, di bandingkan dengan klasifikasi
lapangan usaha maupun jenis pekerjaan yang selalu mengalami penyesuaian. Dengan
demikian analisis perubahan atau status pekerjaan maupun pertumbuhannya mudah
dilakukan.Status/kedudukan dalam pekerjaan dari angkatan kerja dibagi dalam (empat)
golongan yaitu:

1. Pengusaha tanpa buruh adalah mereka yang melakukan usaha/pekerjaan atas


resiko/tanggungan sendiri dan tidak memakai buruh yang dibayar atau hanya anggota
rumah tangganya dengan membayar upah.
2. Pengusaha pakai buruh adalah seseorang yang dalam usahanya dibantu oleh salah satu
atau beberapa buruh yang dibayar.
3. Buruh/pekerja adalah mereka yang bekerja dengan menerima upah atau gaji baik berupa
uang maupun barang.
4. Pekerja keluarga adalah anggota rumah tangga yang membantu usaha yang dilakukan
salah seorang anggota rumah tangga tanpa mendapat gaji/upah. (Sugiyono. 2013).

H. Manfaat Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja


a. Manfaat bagi Diri Sendiri
1. Dapat memberikan penghasilan bagi diri sendiri. Karena apabila seseorang dapat
bekerja tentunya dia akan mendapatkan penghasilan.
2. Dapat mengoptimalkan kemampuan dan skill yang dimiliki oleh seseorang yang
ingin bekerja.
3. Memberikan kesempatan kepada diri sendiri untuk terus berkembang.
4. Menurunkan tingkat pengangguran yang ada.

b. Manfaat bagi Perusahaan


1) Memberikan kemudahaan bagi perusahaan dalam kegiatan memproduksinya.
Artinya dengan dibantu oleh para pekerja, kegiatan produksi perusahaan dapat lebih
mudah dikerjakan dan dapat lebih cepat diselesaikan.
2) Dapat memberikan tingkat produksi yang lebih banyak. Dimana dengan adanya
tenaga kerja, tingkat produksi perusahaan menjadi lebi meningkat.
3) Memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk terus memberikan pelayanan yang
baik dengan dibantu oleh tenaga kerja.
4) Membantu perusahaan untuk terus berkembang dengan lebih baik. artinya ketika
perusahaan menvoba untuk mengembangkan bisnisnya, maka secara otomatis tenaga
kerja akan membantu perusahaan untuk berkembang kearah yang lebih baik pula.

c. Manfaat bagi Negara


1. Membantu negara dalam menurunkan tingkat pengangguran dan menaikan
perekonominan negara.
2. Menaikkan pendapatan per kapita dan pendapatan nasional.
3. Membantu negara dalam menciptakan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang
belum bekerja.
4. Menurunnya tingkat pengangguran, kemiskinan, dan kriminalistas bagi negara.

Dengan penduduk yang cukup banyak bekerja, maka pengangguran yang dapat
menciptakan kemiskinan yang berdampak negative bagi kehidupan sosial seperti pencurian,
kriminalitas, dll dapat diturunkan dan dimimalisir jumlahnya.

I. Hubungan Jumlah Penduduk, Angkatan Kerja dan Pengangguran


Jumlah penduduk adalah banyaknya orang yang mendiami suatu wilayah Negara.
Dari sisi tenaga kerja, penduduk suatu Negara dapat dibagi dalam dua kelompok, yakni
kelompok penduduk usia kerja dan kelompok bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah
mereka yang berumur 10 hingga 65 tahun. Namun dewasa ini usia kerja tersebut telah diubah
menjadi yang berumur 15 hingga 65 tahun.
Penduduk usia kerja dapat pula kita bagi dalam dua kelompok, yakni kelompok
angkatan kerja dan kelompok bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah semua orang
yang siap bekerja disuatu Negara. Kelompok tersebut biasanya disebut sebagai kelompok
usia produktif. Dari seluruhan angkata kerja dalam suatu Negara tidak semuanya mendapat
kesempatan bekerja. Diantaranya ada pula yang tidak bekerja. Mereka inilah yang disebut
pengangguran. Pengangguran adalah angkatan kerja atau kelompok usia produktif yang tidak
bekerja.(YB Kadarusman, 2004:65)2[2]
Angkatan kerja banyak yang membutuhkan lapangan pekerjaan, namun umumnya
baik di Negara berkembang maupun Negara maju, laju pertumbuhan penduduknya lebih
besar dari pada laju pertumbuhan lapangan kerjanya. Oleh karena itu, dari sekian banyak
angkatan kerja tersebut, sebagian tidak bekerja atau menganggur. Dengan demikian,
kesempatan kerja dan mpengangguran berhubungan erat dengan ketersedianya lapangan kerja
bagi masyarakat. Semakin banyak lapangan kerja yang tersedia di suatu Negara, semakin
besar pula kesempatan kerja bagi penduduk usia produktifnya, sehingga semakin kecil tingkat
penganggurannya. Sebaliknya, semakin sedikit lapangan kerja di suatu Negara, semakin kecil
pula kesempatan kerja bagi penduduk usia produktifnya. Dengan demikian, semakin tinggi
tingkat penganggurannya.

1. Tingkat Pengangguran yang Tinggi


Pengangguran merupakan salah satu masalah tenaga kerja yang berpengaruh besar
bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia jumlah angka pengangguran selalu mengalami
peningkatan. Hal ini karena disebabkan oleh beberapa faktor. Pengangguran dapat terjadi
pada saat pertambahan jumlah penduduk lebih besar daripada pertambahan lapangan kerja.
Akibatnya tidak semua penduduk produktif dapat ditampung oleh lapangan kerja yang ada.
Orang-orang yang tidak bisa bekerja ini akan menjadi pengangguran. Terjadinya
pengangguran juga disebabkan karena rendahnya kualitas tenaga kerja. Mereka tidak mampu
bersaing dengan tenaga kerja yang memiliki kualitas yang lebih baik. Akibatnya orang-orang
yang mempunyai kualitas rendah akan menganggur. Selain itu masalah pengangguran juga

2
dapat disebabkan karena lowongan kerja yang ada tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikan. Orang-orang yang mempunyai latar belakang berbeda dengan yang diharapkan
perusahaan, tidak dapat bekerja. Akibatnya pengangguran bertambah. Kondisi perekonomian
yang tidak baik juga dapat menjadi pemicu terjadinya pengangguran. Terjadinya krisis
ekonomi menyebabkan banyak perusahaan-perusahaan atau industri yang gulung tikar
(bangkrut). Banyak tenaga kerja yang diberhentikan dari pekerjaannya. Orang-orang inilah
yang kemudian menambah jumlah angka pengangguran. Tingginya jumlah pengangguran di
Indonesia dapat menimbulkan berbagai dampak negatif baik bagi masyarakat maupun bagi
negara. Berikut ini beberapa dampak dari pengangguran.
a. Tingkat kesejahteraan menurun.
b. Angka kriminalitas (kejahatan) meningkat, misalnya pencurian, penjambretan, dan
penodongan.
c. Kualitas hidup menurun, dengan ditandai lingkungan yang kotor (tidak sehat).
d. Produktivitas masyarakat menurun.
e. Menurunnya tingkat kesehatan dan kekurangan pangan.
f. Peningkatan jumlah anak jalanan, kaum gelandangan, pengamen di tempat-tempat
umum, dan lain sebagainya.
g. Menurunnya pendapatan negara dari penerimaan pajak penghasilan.
h. Bertambahnya biaya sosial negara.

2. Meningkatnya Angkatan Kerja


Jumlah angkatan kerja di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertambahan
jumlah penduduk. Semakin besar jumlah penduduk maka angkatan kerja jadi semakin besar.
Hal itu dapat menjadi beban tersendiri bagi perekonomian. Mengapa demikian? Karena jika
meningkatnya angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan bertambahnya lapangan kerja
akan menyebabkan masalah pengangguran. Orang-orang yang menganggur ini secara
otomatis tidak akan memperoleh penghasilan. Akibatnya untuk memenuhi kebutuhan pun
mereka tidak bisa. Kondisi tersebut dapat menyebabkan kesejahteraannya menurun. Hal
tersebut sangat berlawanan dengan harapan pemerintah, yaitu semakin banyaknya jumlah
angkatan kerja diharapkan dapat menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
3. Mutu Tenaga Kerja yang Rendah
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berpendidikan rendah dengan keterampilan
dan keahlian yang kurang memadai, sehingga belum memiliki keterampilan dan pengalaman
untuk memasuki dunia kerja. Dengan demikian mutu tenaga kerja di Indonesia tergolong
rendah. Mutu tenaga kerja yang rendah mengakibatkan kesempatan kerja semakin kecil dan
terbatas. Keterampilan dan pendidikan yang terbatas akan membatasi ragam dan jumlah
pekerjaan.

4. Persebaran Tenaga Kerja yang Tidak Merata


Persebaran tenaga kerja di Indonesia tidak merata. Di daerah Pulau Jawa tenaga kerja
menumpuk sementara di luar Pulau Jawa kekurangan tenaga kerja. Kondisi tersebut dapat
menimbulkan dampak bahwa di Pulau Jawa banyak pengangguran, sedangkan di luar Pulau
Jawa pembangunan akan terhambat karena kekurangan tenaga kerja untuk mengolah sumber
daya alam yang ada.

J. Dampak Angkatan Kerja Dalam Kehidupan Sehari-Hari


Tentunya permasalahan ini akan membawa dampak yang buruk bagi kestabilan
perekonomian Negara. Dan dampak-dampak negative lainnya diantaranya:
1. Timbulnya kemiskinan. Dengan menganggur, tentunya seseorang tidak akan bisa
memperoleh penghasilan. Bagaimana mungkin ia bisa memenuhi kebutuhan sehari-
harinya.
2. Makin beragamnya tindak pidana criminal. Seseorang pasti dituntut untuk memenuhi
kebutuhan pokok dalam hidupnya terutama makan untuk tetap bisa bertahan hidup.
Namun seorang pengangguran dalam keadaan terdesak bisa saja melakukan tindakan
criminal seperti mencuri, mencopet, jambret atau bahkan sampai membunuh demi
mendapat sesuap nasi. 
3. Bertambahnya jumlah anak jalanan, pengemis, pengamen perdagangan anak dan
sebagainya. Selain maraknya tindak pidana krimanal, akan bertambah pula para
pengamen atau pengemis yang kadang kelakuannya mulai meresahkan warga. Karena
mereka tak segan-segan mengancam para korban atau bisa melukai apabila tidak diberi
uang. 
4. Terjadinya kekacauan sosial dan politik seperti terjadinya demonstrasi dan perebutan
kekuasaan.
5. Terganggunya kondisi psikis seseorang. Misalnya, terjadi pembunuhan akibat masalah
ekonomi, terjadi pencurian dan perampokan akibat masalah ekonomi, rendahnya tingkat
kesehatan dan gizi masyarakat, kasus anak-anak terkena busung lapar.
6. Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat
kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan
pendapatan nasional rill (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah dapipada
pendapatan potensial (yang seharusnya)> oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh
masyarakat pun akan lebih rendah.
7. Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional dari sector pajak berkurang. Hal
ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian
menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian pajak
yang harus diterima dari masyarakat pun akan menurun.Jika penerimaan pajak menurun,
dana untuk kegiatan ekonomi pemerintaha pun akan berkutang sehingga kegiatan
pembangunan pun akan terus menurun.· Pengangguran tidak menggalakkan
pertumbuhan ekonomi.Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat
akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang produksi akan berkuran.
Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan
perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun
sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.Bottom of Form.

K. Dampak Rendahnya Kualitas Tenaga Kerja


Rendahnya kulitas tenaga kerja di Indonesia dapat mengakibatkan banyaknya
pengangguran. Pengangguran adalah penduduk usia kerja yang sedang mencari pekerjaan.
Orang semacam ini merugikan negara dan secara khusus memberatkan keluarga karena
kebutuhan menjadi beban atau tanggungan keluarga yang sudah bekerja. Indikator tingkat
beban disebut dependency ratio (DR).

L. Masalah Angkatan Kerja di Indonesia


Rendahnya kulitas tenaga kerja di Indonesia dapat mengakibatkan banyaknya
pengangguran. Pengangguran adalah penduduk usia kerja yang sedang mencari pekerjaan.
Orang semacam ini merugikan negara dan secara khusus memberatkan keluarga karena
kebutuhan menjadi beban atau tanggungan keluarga yang sudah bekerja. Indikator tingkat
beban disebut dependency ratio (DR). (Tarigan, Robinson. 2009. ).
a. Rendahnya kualitas tenaga kerja
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah.
b. Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan
kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian
c. Persebaran tenaga kerja yang tidak merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di daerah
lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian, perkebunan, dan
kehutanan.

d. Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di Indonesia
mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang berhenti bekerja.
Pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan (baggi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali atau sudah pernah bekerja),
atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan
tetapi belum pernah bekerja. Seseorang dikatakan sebagai pengangguran apabila memenuhi
salah satu unsure, sebagai berikut: tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, sedang
mempersiapkan usaha baru, tidak mempunyai pekerjaan, sudah mendapat pekerjaan tetapi
belum mulai tetapi belum mulai bekerja.

Pengangguran merupakan salah satu masalah tenaga kerja yang berpengaruh besar
bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia jumlah angka pengangguran selalu mengalami
peningkatan. Hal ini karena disebabkan oleh beberapa faktor. Pengangguran dapat terjadi
pada saat pertambahan jumlah penduduk lebih besar daripada pertambahan lapangan kerja.
Akibatnya tidak semua penduduk produktif dapat ditampung oleh lapangan kerja yang ada.
Orang-orang yang tidak bisa bekerja ini akan menjadi pengangguran. Terjadinya
pengangguran juga disebabkan karena rendahnya kualitas tenaga kerja. Mereka tidak mampu
bersaing dengan tenaga kerja yang memiliki kualitas yang lebih baik.

Akibatnya orang-orang yang mempunyai kualitas rendah akan menganggur. Selain


itu masalah pengangguran juga dapat disebabkan karena lowongan kerja yang ada tidak
sesuai dengan latar belakang pendidikan. Orang-orang yang mempunyai latar belakang
berbeda dengan yang diharapkan perusahaan, tidak dapat bekerja. Akibatnya pengangguran
bertambah. Kondisi perekonomian yang tidak baik juga dapat menjadi pemicu terjadinya
pengangguran. Terjadinya krisis ekonomi menyebabkan banyak perusahaan-perusahaan atau
industri yang gulung tikar (bangkrut). Banyak tenaga kerja yang diberhentikan dari
pekerjaannya. Orang-orang inilah yang kemudian menambah jumlah angka pengangguran.
Tingginya jumlah pengangguran di Indonesia dapat menimbulkan berbagai dampak negatif
baik bagi masyarakat maupun bagi negara. Berikut ini beberapa dampak dari pengangguran.

a. Tingkat kesejahteraan menurun.

b. Angka kriminalitas (kejahatan) meningkat, misalnya pencurian, penjambretan, dan


penodongan.

c. Kualitas hidup menurun, dengan ditandai lingkungan yang kotor (tidak sehat).

d. Produktivitas masyarakat menurun.


e. Menurunnya tingkat kesehatan dan kekurangan pangan.

f. Peningkatan jumlah anak jalanan, kaum gelandangan, pengamen di tempat-tempat


umum, dan lain sebagainya.

g. Menurunnya pendapatan negara dari penerimaan pajak penghasilan.

h. Bertambahnya biaya sosial negara.

a. Penyebab Pengangguran
1) Menurunnya permintaan tenaga kerja
2) Adanya kemajuan teknologi
3) Kelemahan dalam pasar tenaga kerja
4) Jumlah lapangan pekerjaan yang terbatas
5) Fenomena PHK
6) Kualitas tenaga kerja yang relative rendah
7) Kurang sesuai kemampuan tenaga kerja dengan pekerjaan
8) Persebaran tenaga kerja tidak merata
9) Serangan tenaga kerja asing
10) Rendahnya upah yang diterima oleh tenaga kerja

b. Jenis-jenis pengangguran
1) Pengangguran terbuka (Open Unemployment)

Pengangguran yang terjadi karena pertambahan pekerjaan lebih rendah daripada


pertambahan tenaga kerja.dikarenakan kegiatan ekonomi yang menurun, kemajuan teknologi
yang mengurangi penggunaan tenaga manusia atau kemunduran perkembangan suatu
industry.
2) Pengangguran tersembunyi (Disguised Unempluyment)
pengangguran yang terjadi karena terlalu banyaknya tenaga kerja untuk satu unut
pekerjaan, padahal dengan mengurangi tenaga kerja sampai jumlah tertentu tidak akan
mengurangi jumlah produksi. Terjadi disektor pertanian atau jasa. Contohnya: anggota
keluarga yang besar mengerjakan luas tanah yang sangat sempit.

3) Pengangguran musiman

Pengangguran yang terjadi pada waktu tertentu di dalam satu tahun, terjadi di sector
pertanian dan perikanan. Pengangguran musiman berlaku pada waktu dimana kegiatan
bercocok tanam sedang menurun kesibukannya, pada periode tersebut petani dan tenaga kerja
di sector pertanian tidak melakukan pekerjaan. Jenis pengangguran ini hanya sementara. Cara
mengatasi pengangguran musiman adalah: pemberian informasi yang cepat jika lowongan
kerja di sector lain dan melakukan pelatihan di bidang keterampilan untuk memanfaatkan
waktu ketiga menunggu musim tertentu.

4) Setengah menganggur (Under Employment)

Pertambahan penduduknya yang cepat telah menimbulkan percepatan dalam proses


urbanisasi. Banyak di antara mereka yang menganggur sepenuh waktu dan ada pula yang
mereka tidak yang menganggur, tetapi pula bekerja tidak sepenuh waktu, dan jam kerja
mereka lebih rendah dari jam kerja normal.

c. Problem Gaji / UMR


Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau
tidak sesuainya pendapatan (gaji) yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Sistem pemberian upah di Indonesia
digolongkan sebagai berikut:
a) Sistem Upah Menurut Waktu
Mendasarkan pembayaran upahnya menurut waktu kerja seorang pekerja. Satuan
waktunya dapat ditentukan per jam, per hari, per minggu atau per bulan. Contohnya
perusahaan Viave menetapkan pembayaran upahnya per hari sebesar Rp 50,000.00, maka jika
seorang pekerja bekerja selama 10 hari, upah yang akan dia terima sebesar 10 hari X Rp
50,000.00 adalah Rp 500,000.00. kebaikan sistem upah menurut waktu adalah pekerja tidak
perlu bekerja terburu-buru dan pekerja tahu dengan pasti jumlah upah yang akan diterima.
Keburukan sistem upah menurut waktu adalah pekerja biasanya kurang giat dan kurang teliti,
karena besarnya upah tidak didasarkan atas prestasi kerja.

b) Sistem Upah Borongan

Mendasarkan pemberian upah berdasarkan balas jasa atau suatu pekerja yang
dipaketkan atau diborongkan. Contohnya, upah untuk membangun tower sebuah operator
TV, pembuatannya diborongkan kepada perusahaan yang bergerak di bidangnya. Kebaikan
sistem upah borongan sebagai berikut: pertama, pekerja mengetahui dengan pasti jumlah
yang akan diterima; kedua, bagi majikan, tidak perlu berhubungan langsung dengan pekerja
dan mengetahui dengan pasti berapa jumlah upah yang harus diberikan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan. Keburukannya yakni salah perhitungan, pekerja tidak dapat diselesaikan dan
terhenti di tengah jalan (tunda atau batal).

c) Sistem Co-Partnership

Memberikan upah kepada pekerjanya berupa saham atau obligasi perusahaan.


Dengan obligasi atau saham tersebut, para pekerja merasa memiliki sendiri perusahaan
tersebut. Dalam sistem ini, pengusaha dan pekerja merupakan partner atau mitra usaha.
Kebaikan sistem co-partnership adalah apabila mendapatkan keuntungan besar, maka pekerja
menerima upah yang besar pula sedangkan keburukan sistem co-partnership adalah pada saat
perusahaan mendapatkan kerugian, maka masing-masing uang yang ditanamkan dalam
saham tidak memberikan keuntungan.
d) Sistem upah bagi hasil

Memberikan upah kepada pekerjanya dengan sistem bagi hasil, digunakan dalam
penggarapan lahan pertanian di mana pemilik lahan dan penggarap lahan membagi hasil
pertaniannya dengan presentase tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama.

e) Sistem Upah Menurut Prestasi

Berdasarkan prestasi kerja yang diperoleh para pekerja, besarnya upah yang
diperoleh seseorang oleh seorang pekerja bergantung banyak sedikitnya hasil yang dicapai
dalam waktu tertentu oleh para pekerja tersebut.

f) Sistem Upah Skala

Berdasarkan tingkat kemajuan dan kemunduran hasil penjualan. Jika hasil penjualan
meningkat, maka upah bertambah, dan sebaliknya. Kebaikan sistem ini adalah pekerja giat
bekerja dan produktivitasnya tinggi sedangkan keburukan sistem ini adalah kualitas kerja
kadang kurang diperhatikan sebagai akibat pekerja bekerja terlampau keras dan jumlah upah
tidak tetap

g) Sistem Upah Premi

Kombinasi sistem upah prestasi yang ditambah dengan sejumlah premi tertentu .
contohnya, jika Elya sebagai pekerja menyelesaikan 200 potong pakaian dalam 1 jam, maka
dibayar Rp 5,000.00 dan jika terdapat kelebihan dari 200 potong, maka diberikan premi
misalnya prestasi kerjanya 210 potong per jam, maka Elya akan mendapatkan Rp 5,000.00
ditambah (10/200X Rp 5,000.00) = Rp 5,250.00.
h) Sistem Bonus

Memberikan upah kepada pekerja dari sebagian keuntungan pada akhir tahun buku.
Jadi selain upah tetap bulanan, pekerja mendapatkan upah tambahan sebagai bonus atas
partisipasinya dalam membangun perusahaan sehingga mendapatkan keuntungan. Kebaikan
sistem ini adalah pekerja ikut bertanggung jawab bahkan berkepentingan atas kemajuan
perusahaan. Sedangkan keburukan sistem ini adalah tidak semua pekerja mampu
menunjukkan hasil yang dicapai atas kemajuan perusahaan.

i) Sistem Upah Indeks Biaya Hidup

Mengaitkan pemberian upah dengan turun naiknya biaya hidup, jika biaya hidup
meningkat, maka upah pekerja dinaikkan, dan sebaliknya. Upah dibayarkan dalam bentuk
barang, seperti sembako.

M. Cara Mengatasi Permasalahan Angkatan Kerja


Peningkatan kualitas tenaga kerja dapat dilakukan melalui:
a. Jalur formal, seperti sekolah umum, sekolah kejuruan dan kursus-kursus.
b. Jalur nonformal, yang terdiri atas:
1. Latihan kerja, yaitu kegiatan untuk melatih tenaga kerja agar memiliki keahlian dan
keterampilan di bidang tertentu sesuai tuntutan pekerjaan. Dalam hal ini Departemen
Tenaga Kerja sudah mendirikan BLK (Balai Latihan Kerja) di setiap Daerah Tingkat
II.
2. Magang, yaitu latihan kerja yang dilakukan langsung di tempat kerja. Tujuannya,
setelah magang siswa menjadi tenaga kerja yang siap pakai. Kegiatan magang
merupakan bagian dari proses Link and Match (Keterkaitan dan Kecocokan).
3. Meningkatkan kualitas mental dan spiritual tenaga kerja. Untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja, tidak hanya mengutamakan segi pengetahuan, keahlian dan
keterampilan. Akan tetapi, kualitas mental dan spiritual seperti: keimanan, kejujuran,
semangat kerja, kedisiplinan, terampil, inovatif, cerdas, bisa saling menghargai dan
bertanggung jawab juga perlu ditingkatkan juga perlu ditingkatkan.
4. Meningkatkan pemberian gizi dan kualitas kesehatan Tenaga kerja tidak mampu
bekerja dengan baik bila kurang gizi dan kurang sehat. 5.Meningkatkan pengadaan
seminar, workshop yang berkaitan dengan pekerjaan tertentu.
(Tarigan, Robinson. 2009).

N. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ( TPAK )

Angka TPAK dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui penduduk yang
bekerja atau mencari pekerjaan. Bila angka TPAK kecil maka dapat di katakan bahwa
penduduk usia kerja baik yang sedang sekolah maupun mengurus rumah tangga dan
lainnya. Dengan demikian angka TPAK di pengaruhi oleh faktor sosial ekonomi maupun
faktor demografis. Beberapa faktor demografis yang dianggap penting pengaruhnya
terhadap TPAK adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan status perkawinan.

Masalah yang sering dihadapi adalah masalah setengah menganggur atau


pengangguran tidak kentara, yang pengertiannya adalah sebagai berikut:
1. Setengah menganggur adalah jika seseorang bekerja tidak tetap diluar
keinginannya sendiri, atau bekerja dalam waktu yang lebih pendek dari
biasanya.

2. Pengangguran tidak kentara, di dalam angkatan kerja mereka dimasukkan


dalam kegiatan bekerja, tetapi sebetulnya mereka adalah penganggur jika
dilihat dari segi produktifitasnya.

3. Pengangguran friksionil adalah pengangguran yang terjadi akibat pindahnya


seseorang dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain, dan akibatnya harus
mempunyai tenggang waktu dan berstatus sebagai penganggur sebelum
mendapatkan pekerjaan yang lain tersebut.

O. Lapangan Pekerjaan/usaha

Menurut Chris Manning (1993) analisis data mengenai kegiatan ekonomi


penduduk umumnya menitikberatkan pada alokasi angkatan kerja yang bekerja menurut
sektor, trend perpindahan dan penyebab perpindahan tersebut serta implikasinya.Lapangan
pekerjaan/usaha adalah kegiatan dari usaha/perusahaan/ instansi di mana seseorang bekerja
atau pernah bekerja.

Lapangan pekerjaan/usaha ini dibagi dalam 10 (sepuluh) golongan yaitu:

1. Pertanian, perburuan, kehutanan dan perikanan.

2. Pertambangan dan penggalian.

3. Industri pengolahan.

4. Listrik, gas dan air.

5. Bangunan.

6. Perdagangan, rumah makan dan hotel.


7. Angkutan, penyimpanan, dan komunikasi.

8. Keuangan, asuransi dan perdagangan tak bergerak.

9. Jasa-jasa kemasyarakatan, sosial dan pribadi.

10. Kegiatan yang tidak/belum jelas.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang
bekerja maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab, seperti
petani yang sedang menunggu panen/hujan, pegawai yang sedang cuti, sakit, dan
sebagainya. Disamping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedag
mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan atau bekerja secara tidak optimal
disebut pengangguran.
Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang
bekerja maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab. Angkatan
kerja (labour force) secara demografi angkatan kerja bergantung dari tingkat
partisipasi angkatan kerja, yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi
angkatan kerja.
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan
pekerjaan, antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari
pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga. (MT
Rionga & Yoga Firdaus, 2007:2)
Lapangan pekerjaan/usaha ini dibagi dalam 10 (sepuluh) golongan yaitu:
11. Pertanian, perburuan, kehutanan dan perikanan.

12. Pertambangan dan penggalian.

13. Industri pengolahan.

14. Listrik, gas dan air.

15. Bangunan.

16. Perdagangan, rumah makan dan hotel.

17. Angkutan, penyimpanan, dan komunikasi.

18. Keuangan, asuransi dan perdagangan tak bergerak.

19. Jasa-jasa kemasyarakatan, sosial dan pribadi.


B. Saran
Olehnya itu warga Negara sebaiknya menekan jumlah produktivitas anak. Jika
program ini harus teerus menerus berlangsung, ada baiknya juga agar pemerintah
lebih meningkatkan lagi perencaaan yang baik bagi berlangsungnya program
pemerataan penduduk ini agar transmigran bisa ditempatkan pada wilayah yang layak
dan potensial.
DAFTAR PUSTAKA

Agusmidah, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor.

Wijayanti Asri, 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika,

Jakarta

Said Rusli. 2012. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta.

Sugiyono. 2013.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D.Bandung: Alfabeta.

Tarigan, Robinson. 2009. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi,Cetakan Kelima.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai