PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
a. Tujuan Umum:
1. Memenuhi tugas kuliah Dasar-Dasar Demografi dan Kesling tentang struktur
dan komposisi angkatan kerja.
b. Tujuan Khusus:
1. Megetahui dan memahami apa yang dimaksud angkatan kerja.
2. Mengetahuidasar hukum angkatan kerja.
3. Mengetahui jenis-jenis angkatan kerja.
4. Mengetahui manfaat angkatan kerja.
5. Mengetahui dampak angkatan kerja dalam kehiduoan sehari-hari.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja. Dalam literatur
biasanya adalah seluruh penduduk berusia 15–64 tahun. Tetapi kebiasaan yang dipakai di
Indonesia adalah seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (hasil sensus penduduk 1971
dan 1980). Jadi, tenaga kerja (man power) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja
(berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum
3
tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas
(lihat hasil Sensus Penduduk
4
1971, 1980 dan1990). Namun sejak penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan
internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih.
Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang bekerja
maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab. Angkatan kerja (labour
force) secara demografi angkatan kerja bergantung dari tingkat partisipasi angkatan kerja,
yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi angkatan kerja.
Jadi, angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat,
atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif yang memproduksi barang dan jasa.
Kelompok angkatan kerja terdiri dari 2 (dua) golongan yaitu:
2. Mereka yang bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur dan berusaha
mendapatkan pekerjaan.
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan,
antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka
yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang
bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah
tangga. (MT Rionga & Yoga Firdaus, 2007:2)
Sedangkan menurut pendapat Sumitro
Djojohadikusumo (1987) mengenai arti tenaga
kerja adalah semua orang yang bersedia dan
sanggup bekerja, termasuk mereka yang
menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa
akibat tidak ada kesempatan kerja.
Kegiatan ekonomi di masyarakat membutuhkan tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja
itu dapat juga disebut sebagai kesempatan kerja. Kesempatan kerja itu sendiri adalah suatu
keadaan yang menggambarkan terjadinya lapangan kerja (pekerjaan) untuk diisi pencari
kerja.1[1]
Kesempatan kerja di Indonesia dijamin dalam UUD 1945 pada pasal 27 ayat 2 yang
berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”. Dari
bunyi UUD 1945 pasal 27 ayat 2 itu jelas bahwa pemerintah Indonesia untuk menciptakan
lapangan kerja bagi anggota masyarakat karena hal ini berhubungan dengan usaha
masyarakat untuk mendapat penghasilan.
1
a) Studi Demografi Dan Karakteristik Ekonomi Penduduk
1) jumlah tenaga kerja (manpower), angkatan kerja (labor force), serta proporsi
penduduk berusia dewasa yang terlibat secara aktif dalam kegiatan ekonomi di
suatu negara.
1. lapangan pekerjaan (industry), yaitu meliputi ragam dari lapangan pekerjaan dan
jumlah orang yang berada di amsing-masing lapangan pekerjaan tersebut.
2. jenis pekerjaan (occupation), yang meliputi ragam jenis pekerjaan dan jumlah
orang yang berada pada masing-masing jenis pekerjaan tersebut.
3. status pekerjaan, yakni apakah penduduk bekerja di sektor formal atau informal.
4. Regularitas dari pekerjaan yang dilakukan oleh angkatan kerja, karena terdapat
pekerjaan yang hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja (part-time), atau
jumlah jam kerja yang dilakukan dalam satu hari atau satu minggu.
Dalam studi kependudukan atau demografi terdapat beberapa konsep atau definisi
yang dipakai seperti yang tertera di bawah ini.
Konsep ini menunjukkan aktivitas ekonommi apakah seseorang pernah bekerja atau
yang biasanya dilakukan seseorang (usual activity), mungkin saat sensus atau survei masih
bekerja atau sudah tidak bekerja lagi. Dalam konsep gainful worker ini tidak ditentukan
referensi/batasan waktu tertentu, artinya kegiatan ekonomi yang dilakukan atau pernah
dilakukan selama hidup seseorang pada saat pencacahan. Seseorang dapat saja melaporkan
bekerja padahal sudah lama tidak bekerja lagi. Oleh karena tak ada batasan waktu, maka
kita tidak tahu kapan ia bekerja, apakah pernah bekerja atau sedang bekerja. Lagipula
mereka yang sedang mencari pekerjaan untuk pertama kali tidak tercatat sebagai
economically active population. Jumlah pengangguran yang tercatat memakai konsep ini
akan sedikit sekali. Konsep ini sudah jarang dipakai dalam analisis.
Berbeda dengan kosep labor force, pendekatan labor utilization ini dimaksudkan
untuk lebih menyempurnakan konsep angkatan kerja, terutama supaya lebih sesuai
dengan keadaan negara berkembang. Pendekatan dalam konsep ini lebih ditujukan untuk
melihat potensi tenaga kerja, apakah telah dimanfaatkan secara penuh. Dengan konsep
ini, angkatan kerja dikelompokkan sebagai berikut:
Pengangguran terbuka dan pemanfaatan kurang karena jumlah jam kerja yang
rendah mencerminkan kelebihan penawaran tenaga kerja (supply of labor) dibandingkan
dengan permintaan akan tenaga kerja (demand of labor). Sementara itu, pemanfaatan
kurang karena pendapatan/gaji yang rendah dipakai untuk mengukur dimensi lain, yaitu
produktivitas yang rendah dati pekerja.
3. Tenaga administrasi, tenaga tata usaha dan tenaga yang berhubungan dengan itu.
4. Tenaga penjualan.
5. Tenaga usaha.
Definisi angkatan kerja yang digunakan mengacu pada Labour Force Concept yang
direkomendasikan oleh International Labour Organization.Mengenai tenaga kerja yaitu
penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Tenaga kerja tersebut bisa dikelompokan lagi
menjadi: (1) bukan angkatan kerja, dan (2) angkatan kerja. Termasuk bukan angkatan kerja
antara lain tenaga kerja yang sebagian besar waktunya digunakan untuk mengurus rumah
tangga, sekolah, serta para pensiunan dan orang yang cacat fisik sehingga tidak dapat
melakukan suatu pekerjaan. Sementara yang termasuk angkatan kerja adalah tenaga kerja
yang sedang bekerja atau sedang berusaha mencari pekerjaan.Secara umum, proporsi
angkatan kerja pedesaan lebih banyak dari pada angkatan kerja perkotaan. Keadaan
Seperti ini sejalan dengan struktur tenaga kerja, hanya saja rasio angkatan kerja
pedesaan terhadap perkotaan angkanya lebih tinggi dibandingkan dengan rasio tenaga kerja
pedesaan.Fenomena ini mengindikasikan, bahwa secara umum tenaga kerja yang tinggal di
pedesaan lebih banyak yang memasuki aktivitas ekonomi (angkatan kerja) dibandingkan
dengan di daerah perkotaan.
Dilihat dari struktur umur, angkatan kerja pedesaan usia muda hingga 34 tahun,
ternyata proporsinya lebih rendah dibandingkan dengan di perkotaan, kecuali pada kelompok
umur 15-19 tahun. Hal ini memperkuat dugaan, bahwa tenaga kerja yang tergolong angkatan
kerja banyak yang mencoba mengadu nasib untuk mendapatkan pekerjaan di
perkotaan.Sementara itu, angkatan kerja 15-19 tahun yang proporsinya lebih banyak di
pedesaan, kemungkinan agak enggan pergi ke kota sehubungan pendidikan mereka yang
kurang memadai, dan sudah memperhitungkan tidak akan kuat bersaing untuk mendapatkan
pekerjaan di kota.
Selanjutnya proporsi angkatan kerja yang berusia 35 tahun ke atas lebih banyak yang
tinggal di pedesaan daripada di perkotaan. Pada usia tersebut mungkin mereka yang berstatus
sebagai migran pekerja di kota sudah merasa tidak bisa produktif lagi, sehingga lebih
memilih pulang ke desa. Bisa pula merekam era satelah cukup mencari bekal hidup dengan
bekerja banting tulang di kota, dan setelah tua tinggal menikmati remitan di desa yang
mereka tabungkan sebelumnya, agar dapat dinikmati pada masa tuanya.
Di pedesaan, yang perlu juga memperoleh perhatian adalah angaktan kerja yang
pernah bersekolah akan tetapi tidak sampai tamat SD, dengan jumlah mencapai seperlima
bagian dari seluruh angkatan kerja. Padahal kalau dibandingkan dengan di perkotaan, jumlah
yang tidak tamat SD ini hanya kurang dari 10 persen. Keadaan ini akan menjadi persoalan,
manakala sector pekerjaan pertanian di pedesaan makin berkurang, sementara sector
pekerjaan pertanian lainnya belum bisa berkembang (Manning, 1987; Hayami, 1988).
Masalah ketenaga kerjaan tidak melulu ada di pedesaan, diperkotaan pun masalah itu
masih tetap menjadi hal yang sangat perlu diantisipasi.Struktur pendidikan angkatan kerja
perkotaan, memang menunjukkan tanda yang lebih baik dibandingkan dengan pedesaan,
namun rupanya tidak dibarengi dengan berkembangnya kesempatan kerja yang memadai dan
sesuai dengan pendidikannya. Fenomena mismatch antara lapangan pekerjaan dengan
kualifikasi pendidikan, merupakan hal yang lumrah ditemukan di perkotaan.
Jumlah penduduk yang bekerja yang merupakan bagian dari penduduk yang aktif
secara ekonomi sekitar 14,84 juta orang atau 63,54 persen dari total penduduk usia kerja
(PUK). Besarnya persentase penduduk laki-laki dan perempuan yang bekerja masing-masing
39,43 persen dan 24,10 persen. Hal ini memberikan indikasi bahwa persentase laki-laki
sekitar 1,6 kali lipat dibandingkan perempuan. Bila dilihat menurut jenis kelamin, penduduk
perempuan yang bekerja mempunyai tingkat pendidikan yang lebih rendahdibanding laki-
laki. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya persentase perempuan yang btidak atau tamat SD di
bandingkan laki-laki, yaitu 72,67 persen berbanding 62,78 persen. Sedangkan pendidikan
SLTP ke atas mempunyai persentase lebih rendah daripada laki-laki untuk setiap tingkat
pendidikan. Sedangkan menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk di Jawa
Tengah pada tahun 2004, mayoritas mempunyai latar pendidikan paling tertinggi adalah =
SD, tercatat 66,53 persen pendidikan tinggi atau diploma atau universitas masih merupakan
bagian terkecil dari penduduk bekerja, yaitu 4,03 persen (BPS,2004).
Sebagian besar penduduk di Jawa Tengah bekerja dis ektor pertanian, yaitu mncapai
41,69 persen dari seluruh penduduk yang bekerja. Sektor lain yang juga banyak menyerap
tanga kerja adalah sektor perdagangan 20,17 persen, sektor industri pengolahan sebanyak
16,02 persen. Sektor lain yang cukup menonjol adalah sektor jasa. Sekor ini menyerap tenaga
kerja mencapai 10,35 persen. Sedangkan sektor konstruksi dan komunikasi relatif sama yaitu
pada kisaran antara angka 4,5 sampai 5,5 persen (BPS, 2004).
Pada tahun 2004 penduduk Jawa tengah masih banyak yang bekerja sebagai pekerja
informal yang umumnya tidak memerlukan pendidikan tinggi maupun keahlian khusus, yaitu
mencapai 55,52 persen yang terdiri dari mereka yang berusaha sendiri sekitar 19,79 persen,
berusaha dibantu buruh tidak tetap sekitar 19,79 persen dibanding pekerja formal yang
mencapai 44,48 persen, yang terdiri mereka yang berusaha dibantu buruh tetap sekitar 3,02
persen dan pekerja dibayar sekitar 41,47 persen. Hal yang cukup memprihatinkan adalah
masih tingginya persentase penduduk perempuan yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar,
dimana proporsi hampir mecapa i 30 persen pekerjaan sebagai buruh atau pekerja dibayar dan
berusaha sendiri merupakan urutan terbesar berikutnya tercatat 25,93 persen dan 20,78 persen
berbeda dengan penduduk laki-laki mayoritas bekerja sebagai buruh atau bekerja dibayar dan
berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap secara persentase hanya sekitar 3 persen yaitu
28,65 persen berbanding 25,14 persen. Disamping itu penduduk laki-laki juga banyak yang
bekerja dengan berusaha sendiri 19,18 persen (BPS, 2004). Penduduk Jawa Tengah yang
bekerja yaitu 64, 17 persen dari mereka bekerja 35 jam atau lebih dalam seminggu rata -rata
jam kerja mereka pada tahun 2004 tercatat jam normal kerja yaitu 35 jam seminggu yaitu
selama 38,66 jam dalam seminggu. Dalam pembagian jam kerja wanita dengan lakilaki
sangat berbeda. Perbedaan sekitar 5,6 jam dalam seminggu sedangkan penduduk laki-laki
rata-rata bekerja selama 40,80 jam seminggu dan penduduk perempuan rata-rata bekerja 5,17
jam seminggu (BPS, 2004).
Pada masa sekarang ini kesempatan kerja semakin sulit untuk dicari, apalagi dengan
jumlah penduduk di Indonesia yang besar dan angka pengangguran tinggi maka menjadikan
kesempatan kerja berkurang. Namun tidak hanya itu saja yang menyebabkan lesunya
kesempatan kerja, tetapi juga keadaan perekonomian yang tidak stabil ikut memberikan andil
kenapa masalah tersebut belum teratasi sebelum krisis ekonomi terjadi permintaan
perusahaan terhadap tenaga kerja cukup besar. Permintaan pengusaha atas tenaga kerja
berbeda dengan permintaan konsumen akan barang dan jasa. Seorang pengusaha
memperkerjakan tenaga kerja dengan maksud untuk memperlancar proses produksi. Dalam
hal tenaga kerja, eprmintaan tenaga kerja merupakan jumlah maksimum yang diinginkan
seorang pengusaha untuk dipekerjakan pada setiap kemungkinan dan dalam ja ngka waktu
tertentu. Pertambahan permintaan akan tenaga kerja tergantung dari eprmintaan masyarakat
akan barang tersebut (Payaman, 1998).
Kesempatan kerja meliputi lapa ngan pekerjaan yang sudah ditempati dan belum
ditempati. Dari lapangan pekerjaan yang lowong tersebut timbul permintaan kerja yang
datang . Adanya permintaan kerja tersebut mempunyai arti bahwa adanya kesempatan kerja
bagi pengangguran. Besarnya lapangan kerja yang belum di tempati atau permintaan tenaga
kerja secara riil dibutuhkan oleh perusahaan pada banyak faktor, diantaranya yang paling
penting adalah prospek usaha atau pertumbuhan output dari perusahaan yang meminta tenaga
kerja, banyaknya tenaga kerja yang harus dibayar dan harga dari faktor produksi lainnya
(Tambunan, 1996:64).
Klasifikasi status pekerjaan sejak tahun 1971 tidak mengalami perubahan hingga
tahun 2000 dan tampaknya untuk periode seterusnya, di bandingkan dengan klasifikasi
lapangan usaha maupun jenis pekerjaan yang selalu mengalami penyesuaian. Dengan
demikian analisis perubahan atau status pekerjaan maupun pertumbuhannya mudah
dilakukan.Status/kedudukan dalam pekerjaan dari angkatan kerja dibagi dalam (empat)
golongan yaitu:
Dengan penduduk yang cukup banyak bekerja, maka pengangguran yang dapat
menciptakan kemiskinan yang berdampak negative bagi kehidupan sosial seperti pencurian,
kriminalitas, dll dapat diturunkan dan dimimalisir jumlahnya.
2
dapat disebabkan karena lowongan kerja yang ada tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikan. Orang-orang yang mempunyai latar belakang berbeda dengan yang diharapkan
perusahaan, tidak dapat bekerja. Akibatnya pengangguran bertambah. Kondisi perekonomian
yang tidak baik juga dapat menjadi pemicu terjadinya pengangguran. Terjadinya krisis
ekonomi menyebabkan banyak perusahaan-perusahaan atau industri yang gulung tikar
(bangkrut). Banyak tenaga kerja yang diberhentikan dari pekerjaannya. Orang-orang inilah
yang kemudian menambah jumlah angka pengangguran. Tingginya jumlah pengangguran di
Indonesia dapat menimbulkan berbagai dampak negatif baik bagi masyarakat maupun bagi
negara. Berikut ini beberapa dampak dari pengangguran.
a. Tingkat kesejahteraan menurun.
b. Angka kriminalitas (kejahatan) meningkat, misalnya pencurian, penjambretan, dan
penodongan.
c. Kualitas hidup menurun, dengan ditandai lingkungan yang kotor (tidak sehat).
d. Produktivitas masyarakat menurun.
e. Menurunnya tingkat kesehatan dan kekurangan pangan.
f. Peningkatan jumlah anak jalanan, kaum gelandangan, pengamen di tempat-tempat
umum, dan lain sebagainya.
g. Menurunnya pendapatan negara dari penerimaan pajak penghasilan.
h. Bertambahnya biaya sosial negara.
d. Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di Indonesia
mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang berhenti bekerja.
Pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan (baggi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali atau sudah pernah bekerja),
atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan
tetapi belum pernah bekerja. Seseorang dikatakan sebagai pengangguran apabila memenuhi
salah satu unsure, sebagai berikut: tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan, sedang
mempersiapkan usaha baru, tidak mempunyai pekerjaan, sudah mendapat pekerjaan tetapi
belum mulai tetapi belum mulai bekerja.
Pengangguran merupakan salah satu masalah tenaga kerja yang berpengaruh besar
bagi perekonomian Indonesia. Di Indonesia jumlah angka pengangguran selalu mengalami
peningkatan. Hal ini karena disebabkan oleh beberapa faktor. Pengangguran dapat terjadi
pada saat pertambahan jumlah penduduk lebih besar daripada pertambahan lapangan kerja.
Akibatnya tidak semua penduduk produktif dapat ditampung oleh lapangan kerja yang ada.
Orang-orang yang tidak bisa bekerja ini akan menjadi pengangguran. Terjadinya
pengangguran juga disebabkan karena rendahnya kualitas tenaga kerja. Mereka tidak mampu
bersaing dengan tenaga kerja yang memiliki kualitas yang lebih baik.
c. Kualitas hidup menurun, dengan ditandai lingkungan yang kotor (tidak sehat).
a. Penyebab Pengangguran
1) Menurunnya permintaan tenaga kerja
2) Adanya kemajuan teknologi
3) Kelemahan dalam pasar tenaga kerja
4) Jumlah lapangan pekerjaan yang terbatas
5) Fenomena PHK
6) Kualitas tenaga kerja yang relative rendah
7) Kurang sesuai kemampuan tenaga kerja dengan pekerjaan
8) Persebaran tenaga kerja tidak merata
9) Serangan tenaga kerja asing
10) Rendahnya upah yang diterima oleh tenaga kerja
b. Jenis-jenis pengangguran
1) Pengangguran terbuka (Open Unemployment)
3) Pengangguran musiman
Pengangguran yang terjadi pada waktu tertentu di dalam satu tahun, terjadi di sector
pertanian dan perikanan. Pengangguran musiman berlaku pada waktu dimana kegiatan
bercocok tanam sedang menurun kesibukannya, pada periode tersebut petani dan tenaga kerja
di sector pertanian tidak melakukan pekerjaan. Jenis pengangguran ini hanya sementara. Cara
mengatasi pengangguran musiman adalah: pemberian informasi yang cepat jika lowongan
kerja di sector lain dan melakukan pelatihan di bidang keterampilan untuk memanfaatkan
waktu ketiga menunggu musim tertentu.
Mendasarkan pemberian upah berdasarkan balas jasa atau suatu pekerja yang
dipaketkan atau diborongkan. Contohnya, upah untuk membangun tower sebuah operator
TV, pembuatannya diborongkan kepada perusahaan yang bergerak di bidangnya. Kebaikan
sistem upah borongan sebagai berikut: pertama, pekerja mengetahui dengan pasti jumlah
yang akan diterima; kedua, bagi majikan, tidak perlu berhubungan langsung dengan pekerja
dan mengetahui dengan pasti berapa jumlah upah yang harus diberikan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan. Keburukannya yakni salah perhitungan, pekerja tidak dapat diselesaikan dan
terhenti di tengah jalan (tunda atau batal).
c) Sistem Co-Partnership
Memberikan upah kepada pekerjanya dengan sistem bagi hasil, digunakan dalam
penggarapan lahan pertanian di mana pemilik lahan dan penggarap lahan membagi hasil
pertaniannya dengan presentase tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan prestasi kerja yang diperoleh para pekerja, besarnya upah yang
diperoleh seseorang oleh seorang pekerja bergantung banyak sedikitnya hasil yang dicapai
dalam waktu tertentu oleh para pekerja tersebut.
Berdasarkan tingkat kemajuan dan kemunduran hasil penjualan. Jika hasil penjualan
meningkat, maka upah bertambah, dan sebaliknya. Kebaikan sistem ini adalah pekerja giat
bekerja dan produktivitasnya tinggi sedangkan keburukan sistem ini adalah kualitas kerja
kadang kurang diperhatikan sebagai akibat pekerja bekerja terlampau keras dan jumlah upah
tidak tetap
Kombinasi sistem upah prestasi yang ditambah dengan sejumlah premi tertentu .
contohnya, jika Elya sebagai pekerja menyelesaikan 200 potong pakaian dalam 1 jam, maka
dibayar Rp 5,000.00 dan jika terdapat kelebihan dari 200 potong, maka diberikan premi
misalnya prestasi kerjanya 210 potong per jam, maka Elya akan mendapatkan Rp 5,000.00
ditambah (10/200X Rp 5,000.00) = Rp 5,250.00.
h) Sistem Bonus
Memberikan upah kepada pekerja dari sebagian keuntungan pada akhir tahun buku.
Jadi selain upah tetap bulanan, pekerja mendapatkan upah tambahan sebagai bonus atas
partisipasinya dalam membangun perusahaan sehingga mendapatkan keuntungan. Kebaikan
sistem ini adalah pekerja ikut bertanggung jawab bahkan berkepentingan atas kemajuan
perusahaan. Sedangkan keburukan sistem ini adalah tidak semua pekerja mampu
menunjukkan hasil yang dicapai atas kemajuan perusahaan.
Mengaitkan pemberian upah dengan turun naiknya biaya hidup, jika biaya hidup
meningkat, maka upah pekerja dinaikkan, dan sebaliknya. Upah dibayarkan dalam bentuk
barang, seperti sembako.
Angka TPAK dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui penduduk yang
bekerja atau mencari pekerjaan. Bila angka TPAK kecil maka dapat di katakan bahwa
penduduk usia kerja baik yang sedang sekolah maupun mengurus rumah tangga dan
lainnya. Dengan demikian angka TPAK di pengaruhi oleh faktor sosial ekonomi maupun
faktor demografis. Beberapa faktor demografis yang dianggap penting pengaruhnya
terhadap TPAK adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan status perkawinan.
O. Lapangan Pekerjaan/usaha
3. Industri pengolahan.
5. Bangunan.
A. Kesimpulan
Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang
bekerja maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab, seperti
petani yang sedang menunggu panen/hujan, pegawai yang sedang cuti, sakit, dan
sebagainya. Disamping itu mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedag
mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan atau bekerja secara tidak optimal
disebut pengangguran.
Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang
bekerja maupun yang sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab. Angkatan
kerja (labour force) secara demografi angkatan kerja bergantung dari tingkat
partisipasi angkatan kerja, yaitu berapa persen dari tenaga kerja yang menjadi
angkatan kerja.
Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan
pekerjaan, antara lain mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari
pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga. (MT
Rionga & Yoga Firdaus, 2007:2)
Lapangan pekerjaan/usaha ini dibagi dalam 10 (sepuluh) golongan yaitu:
11. Pertanian, perburuan, kehutanan dan perikanan.
15. Bangunan.
Jakarta