Anda di halaman 1dari 24

PENGANTAR KEPENDUDUKAN

KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN

OLEH : Kelompok 13

ANGGOTA:

Moh. Toha Alimuddin Nadir (2007511267)


Kadek Ryan Pramana Dipta (2007511271)
Kadek Helia Rayani (2007511272)
I Putu Yogi Surya Adi Candra (2007511277)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI. .........................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................3

1.1 Latar Belakang Masalah. ........................................................................................3

1.2 Tujuan Penulisan Paper ..........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................4

2.1 Ruang Lingkup Kebijakan Kependudukan ..............................................................4

2.2 Jenis-Jenis Kebijakan Kependudukan…..................................................................18

2.3 Kebijakan Kependudukan di Berbagai Negara ........................................................19

BAB III PENUTUP ..............................................................................................................23

3.1 Kesimpulan. .............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................24

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebijakan kependudukan merupakan suatu gejala yang relatif masi mudah. Berbagai

kebijakan bidang ekonomi maupun social merupakan alternative dalam peningkatan

tingkat kesejahteraan penduduk. Kebijakan tersebut meliputi bidang antara lain :

Penyediaan lapangan kerja, kesemptan pendidikan, meningkatakan kesehatan serta

usaha-usaha menambah kesejahteraan penduduk lainnya. Berbagai hal tersebut

mempengaruhi penduduk baik mengenai jumlah, komposisi dan distribusi atau

persebaran pertumbuhan serta cici-ciri penduduk lainnya.

1.2 Tujuan penyusunan paper

1. Untuk memahami Ruang lingkup kebijakan kependudukan

2. Untuk memahami Jenis-jenis kebijakan kependudukan

3. Untuk memahami Kebijakan kependudukan di berbagai Negara

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 RUANG LINGKUP KEPENDUDUKAN

Seperti diketahui bahwa perubahan-perubahan dramatis telah terjadi dibidang


demografi pada abad ke-20. Sejak empat dekade yng lalu, kebijakan difokuskan pada
beberapa perubahan- perubahan demogrfis khususnya pada pertumbuhan yang cepat di
negara-negara yang mempunya fertilias tinggi, seperti banyak terjadi di negara-negara
berkembang di Afrika Asia. Instrumen utama yang digunakan dalam kebijakan
kependudukan seperti itu adalah progam KB. Oleh karena itu, pada waktu-waktu yang lalu,
kebijakan kependudukan sering diidentikan dengan prtogam KB, yang tujuan utamanya
adalah untuk membatasi kelahiran guna menekankan laju pertumbuhan penduduk.

Pada tahun 1950-an dan 1960-an, kelompok neo-Malthusian memberi perhatian


khusus pada tingkat pertumbuhan penduduk yang begitu tinggi, yang berdampak pada
aspek- aspe kehidupan lainnya, antara lain menghambat pertumbuhan ekonomi, memici
kerusakan lingkungan, berkurangnya pelayanan sosial, dan menimbulka konflik horizontal
dalam masyarakat. Oleh karena itu, lembaga-lembaga kependudukan mendukung dan
mengampanyekan pentingnya pengendalian kelahiran (brith control), pengembangan
teknologi kontrasepsi yang lebih baik, dan prpgam KB diseluruh dunia.

Pada Konferensi Kependudukan Dunia (World Population Conference) di tahun


1974 di Bukares, Rumania, negara-negara maju beranggapan bahwa progam KB
hendaknya menjadi alat utama dalam pengendalian pertumbuhan penduduk. Pada waktu
itu, terdapat dua kelompok yang berbeda pandangan. Kelompok negara-negara barat
berpendapat bahwa kemiskinana adalah akibat dari ledakan jumlah penduduk sehingga
perlu diupayakan cara- cara ntuk menghambat pertumbuhannya, diantaranya melalui
progam KB. Di pihak lain, kelompok negara-negara komunis dan banyak negara
berkembang beranggapan bahwa permasalahn bukan terletak pada jumlah penduduk,
namun kebijakan ekonomi yang tidak tepat telah mengakibatkan pengangguran dan
penurunan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain kemajuan ekonomi dapat menjawab
tantangan yang dihadapi dalam kependudukan.Oleh karena itu, kelompok terakhir ini
merasa tidak perlu mendukung program KB.

4
Pada periode tahun1980-an, progam KB telahmeluas ke negara-negara berkembang.
Sehubungan dengan itu, kelompok-kelompok yang tergabung dalam the United Ntions Dekade
of Woman, the Child Survival Movement dan the Safe Motherhood Initiative.
Mengampanyekan pentingnya suatu integrasi anatar progam KB dengan program-program
kesehatan dan program-progam yang menyangkut kemajuan kaum perempuan. Oleh karena
itu, kebijakan kependuduka tidak lagi dipandang sebagai kebijakan yang hanya bertujuan untuk
mengendalikan jumlah penduduk semata.

Pada konferensi internasional tentang kependudukan dan pembagnunan (Internasional


Conference on Population and Development-ICPD) yang berlangsung pada bulan september
1994 di Krio, Mesir, di hasilkan program aksi yang mendukung strategi barudalam kebijkan
kependudukan yang menekankan adanya keterkaitan secara integral antara penduduk dan
pembangunan dengan fokus perhatian diarahkan pada kesesuaian kenpentingn individi antara
laki-laki da perepouan. Pada dasaranya kesepakatan ICPD Kiro pada tahun 1994 terjadi antara
lain karema banyak pihak yang melihat bahwa telah terajadi ekses dalam pelaksanaan program
KB. Ekses tersebut terutama membuat seolah-olah perempuan tidak mendapat kebebasan untuk
menentukan hak-hak reproduksinya.

Sadik (1995) menyatakan bahwa kunci dari pendekatan baru ini adalah pemberdayaan
perempuan dan memberinya lebih banyak akses pada bidang pendidikan dan pelayanan
kesehatan, pengembangan keterampilan dan pekeraan, serta pengikutsertaan perempuan pada
proses pengambilan kepetusan diberbagai tingkatan. Oleh karena itu, salah satu pencapaian
terbesar dalam ICPD Kairo 1994 adalah adanya keinginan umtuk memberdayakanperempuan,
baik untuk kepentingan dirinya sendiri maupun sebagai kunci umtuk memperbaiki kualitas
hidup keluarga. Sejak saat itu, ada tuntutan akan terselenggaranya program KB dengan
paradigma baru, yaitu pelayaan KB yang lebih berorientasi pada klien.

Dengan demikian, pada dekade terakhir abad ke-20 telah terjadi perubahan visi dalam
kebijakan kependudukan, dari fokus pada pengendalian variabel-variabel dempgrafi semata
menjadi kearah perbaikan kualitas hidup terutama perempuan dan pembangunan. Sen,
Germani, dan Chen (1994) menyatakan bahwa mempertimbangkan kembali kebijakan
kependudukan penting dilakukan untuk memeriksa etika dasar, tujuan, metodologi dari
kebijakan-kebijakan kependudukan yang berlaku saat ini. Kebijakan kependudukan saat ini
perlu didukung oleh suatu pendekatan pembangunan manusia dengan kesehatan reproduksi,
pemberdayaan, dan hak-ha individu sebagai tujuan sentral.

5
Selanjutnya, Sen, Germani, Chen (1994) menyatakan bahwa ada tiga hal penting dalam
kaitannya dengan kebijakan kependudukan. Pertama, kebijakan kependudukan harus berubahb
dan mencerminkan adanya suatu komitmen yang mendasar pada etika dan hak asasimanusia.
Kedua, kebijakan kependudukan, yang lebih dari sekedar pengendalian fertilitas, hanya akan
efektif apabila menjadi bagian dari pendektan pembangunan manusia yang lebih luas yang
menciptalkan lingkungan dimana orang-orang memperolah keehatan dan haknya. Ketiga,
kebijakan kependudukan mempunyai prioritas strategi poemberdayaan perempuan dan strati
pelayanan kesehatan reproduksi.

Oleh karena itu, pendekatan kependudukan yang baru ini berbeda dari kebijkan yang
ada sebelumny karena beberapa alasan. Pertama, kebijakan kependudukan memasukan aspek
reproduksi dan seksualitas manusia sebagai komponen yang tidak dapat dipisahkan dalam
pebangunan manusia dan pembangunan yang berkelanjutan. Kedua, strategi pemberdayaan
dan pelayanan kesehatan reproduksi akan melengkapi progam pembangunan manusia yang
sedang dijalankan sekarang ini. Ketiga, pendekatan ini bersifat inklusif dan partisipatif,
memneri suara dan kekuasaan dalam pengambilan kepetusan pada mereka yang berperan
dalam reproduksi manusia dan seksualitas.

Di pihak lain, hasil ICPD Kairo 1994 menimbulkan kekhawatiran. Apa yang telah
dicapai melupakan dasar-dasar komitmen internasional yang telah dicapai dalam konferensi
Bukares, yaitu rasional makro ekonomi yang menerangkan “mengapa” diperlakukan kebijakan
kependudukan (Birdsall, Kelley, dan Sinding, 2001) dan bukan hanya “bagaimana”
melaksanakan kebijkan kependudukan.

2.1.1 KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DI BERBAGAI NEGARA

Seperti diutarakan pada awal tulisan, kebijakan kependududkan dapat dibedakan


kedalam dua tujuan besar. Pertama, kebijakan yang bertujuan untuk mengendlikan
pertumbuhan pendududk. Kedua, kebijakan yang lebih bertujuan pada perbaikan tingkat
sosil dan ekonomi,seperti pengaturan migras, kebijakan pelayan terhadap penduduk usia
lanjut, serta kebijakan- kebijakan berkualitas yang berkaitan dengan peningkatan
pelayanan kesehatan reproduksi.

Di negara-negarabe rkembang, pengertian kebijakan kependudukan sering


dihubungkan dengan progra KB (family planing). Di negara-negara maju, khususnya di
negara-negara barat, pemerintah mengambil sikap tidak ikut campurdalam hal proaram
KB. Di negara-negara maju, usaha KB dilakukan oleh organisasi-organisasi masyarakat
6
atau LSM dengan dana dari masyarakat pula. Prakarsa KB datang dari kalangan
masyarakat pula. Prakarsa KB datang dari kalangan masyarakat yang mempunyai
pendidikan tinggi, pendapatan tinggi, serta status sosial yang lebih tinggi pula. Oleh
karena itu, pengetahuan, sikap positif terhadap KB, serta praktik KB dimulai dari
golongan atas menurun ke golongan menengah dan selanjutnya ke golongan bawah
(buruh dan petani) di desa-desa. Fenomena yang terjadi di negara maju tersebut
tampaknya sesuia dengan teori modernitas yang beranggapan bahwa mempunyai banyak
anak akan menghambat karier dan perlu biaya yang tinggi untuk pendidikan serta
peningkatan kualitas hidup anak tersebut.

Sementara itu di negara-negara berkembang pada mulanya peran pemerintah


sangant menonjol di dalam pelaksanaan program KB. Seiring bertambahnya usia proram
KB dan berkembangnya kondisi sosial dan ekonomi penduduk, peranan organisasi
kemasyarakatan atau LMS dalam program KB pun meningkat.

Kebijakan Pronatalis versus Antinatalis

Kebijakan kependuduka yang berorientasi demografi secara umum sifatnya dapat


dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan kependudukan yang pronatalis dan kebijakan
antinatalis. Kebijakan kependudukan yang banayak dianaut saat ini adalah yang
antinatalis kebijakan ini mempunyai tujuan untuk menurunkan angka kelahiran. Negara-
negara yang menjalankan program KB termasuk ke dalam kelompok yang antinatalis.

Kebijakan kependudukan yang bersifat pronatalis saat ini umumnya dianut oleh
negara-negara yang telah mencapai tahap di bawah level penggantian penduduk (below
replacement level, yang mengalami tingkat bertumbuhan peduduk amat rendah bahkan
negatif. Pada masa lalu Perancis menerapkan kebijakan pronatalis, sesudah kalah perang
dari jerman pada tahun 1971. Pada waktu itu, timbul gagasan untuk mebalas kekalahan
terhadap Jerman. Keluarga-keluarga dianjurkan untuk memperbesar jumlah kelurga
untuk meningkatkan jumlah kelahiran. Berbagai subsidi maupun fasilitas-fasilitas
diberikan oleh pemerintah, namun hasilnya diragukan. Demikian pula dengan negara-
negara yang dipimpin oleh diktator-diktator yang menyiapkan perang menjelang perang
II, yaitu Rusia, Jerman , Italia dan Jepang, mempunyai kebijakan kependudukan yang
pronatalis pada waktu itu.

Sesudah perang dunia II, negara yang mempunya kebijakan pronalitas antara lain
adalah Brasil, yang ingin mencapai penduduk 250 juta karena dianggap diperlukan untuk
7
kepentingan masuk kelas negara besar. Penduduk yang besar dianggap penting untuk
kepentingan pertahanan negara. Di sampimg, negara-negara seperti Malaysia juga
termasuk kedalam negara yang pronalitas, mengingat keinginan negara tersebut untuk
meningkatkan jumlah penduduknya yang dirasakan masih kurang, dari 22,7 juta menjadi
sekita 35 juta pada pertengahan tahun 1999.

Negara-negara Asia terbagi dua dalam kebijakan kependudukannya. Negera-


negara Asia Selatan, Tenggara, dan Timur hampir semua mengikuti kebijakan
antinatalis. Dari Pakistan hingga Jepang hampir semua menjalankan progam KB.
Republik Rakyat Cina(RRC) bahkan mempunyai kebijakan “hanya satu anak” untuk
masing-masing keluarga setelah penduduknya mencapai jumlah 1 miliar. Akan tetapi
dalam pelaksanaannya, kebijakan ini mendapat kritikan luas terutama masalah
menyangkut hak asasi manusia.

Di negara-negara Asia Barat yang sebagian besar penduduknya bangsa Arab


yang beragama Islam, hanya Iran yang menjalankan kebijakan antinatalis. Negara-
negara lainnya tidak mempunyai kebijkan kependudukan yang jelas, kecuali kuwait
yang nyata-nyata mempunyai kebijakan pronatalitas.

Negara-negara di benua Eropa tidak mempunyai kebijakan kependudukan yang


dinyatakan secara resmi. Program-program yang mempunyai akibat pada bidang
kependudukan lebih bersifat sosial dan ekonomi atau sekadar menumpang akibat-akibat
negatif dari tindakan masyarakat. Misa;nya, legalisasi pengguguran terutama di negara
blok komunis, bukan bertujuan untuk menurunkan fertilitas melainkan ditunjukan untuk
menghindari pengguguran kandungan secara tidak sah yang dilakukan secara sembunyi-
sembunyi dan membahayakan kesehatan ibu.

Negara Mesir dan Tunisia (berbangsa Arab) serta Ganha dan Kenya (mayoritas
berpenduduk kulit hitam) dapat dipandang sebagai negara-negara pelopor dalam hal
pelaksanaan program KB sebagai usaha peningkatan kesejahteraan keluarga di benua
Afrika. Meskipun dalam dekade beberapa hari yang lalu banyak negara Afrika merasa
kekurangan jumla penduduk, saat ini nampaknya progam KB makin banyak
dilaksanakan khususnya di negara-negara yang tingkat pertumbuhan penduduknya
tinggi dan miskin.

Di Aerika Selatan, kebijakan kependudukan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu


kebijakan pronatalis di sebagian besar negara-negara yang penduduknya mayoritas
8
beragama Katolik dan kebijakan antinatalis di negara-negara yang penduduknya
mayoritas beragama. Akan tetapi, di beberapa yang negara yang agak maju seperti Chile
dan Argentina, praktik KB sudah meluas dalam masyarakat.

Sementara itu, negara-negara Amerika Latin mengikuti paham yang menyatakan


bahwa apabila keadaan sosial dan ekonomi diperbaiki, mangka kelahiran akan turun,
seperti halnya dalam teori transisi demografi. Oleh karena itu, kegiatan KB bukan
menjadi perhatian utama pemerintah dibandingkan upaya untuk meningkatkan
kemajuan dalam bidang sosial dan ekonomi.

Di Timur Tengah, Afrika dan Amerika Latin progam-program KB belum banyak


dilaksanakan, seperti di Asia Selatan, Tenggara dan Timur. Akan teapi, kecenderungan
kearah sikap antinatalis telah memaksuki golongan-golongan terbatas masyarakatnya
sehingg akhirnya dapat mendorong ke arah kebijakan yang antinatalis.

2.1.2 KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DI Indonesia

Transmigrasi

Kebijakan kependudukan di Indonesia telah di mulai sejak zaman Hindia Belanda.


Pada saat itu, pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai menyadari bahwa kepadatan
penduduk di pulau Jawa semakin tinggi. Hasil sensus penduduk (SP) pertama yang
dilakukan di Jawa padatahun 1905 menunjukan bahwa penduduk Jawa telah mencapai
30 juta jiwa. Pemerintah kolonial kemudian mulai memikirkan adanya proyek
pemukiman kembali (resettlement), yakni penempatan petani-petani dari daerah di pulau
Jawa yang padat penduduknya, ke desa- desa baru yang disebut “koloni” di derah-daerah
di luar Jawa yang belum ada atau sedikit penduduknya. Hal ini juga dipandang sebagai
salah satu cara untuk memecahkan masalahatau kemiskinan. Oleh sebab itu, kebijakan
ini kemudian dikenal sebagai kebijkan kolonisasi. Pada tahun 1905, sebanyak 155
keluarga prtani dari Kedu dipindahkan ke desa baru yang didirikan dekat Gedong
Tataan, sebelah Selatan Way Sekampung, Lampung Selatan (Hardjono, 1982). Peristiwa
inilah yang kemudian menjadi tonggak sejarah awal mulanya program transmigrasi di
Iindonesia.
Kolonisasi dengan memindahkan penduduk dari Jawa ke luar Jawa merupakan
usaha redistribusi penduduk. Usaha itu merupakan usaha kependudukan. Meskipun
hasilnya tidaklah besar, pemerintah Hindia Belanda ytelah memulai program tersebut

9
dan setalah mengalami berbagai hambatan menjelang perang duani II, kolonisasi itu
menjadi cukuppenting artinya.
Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia meneruskan program pemindahan
penduduk yang disebut sebagai program transmigrasi. Konsep transmigrasi yang
dicetuskan pada permulaan kemerdekaan Iindonesia merupakan kebijakan
kependudukan yang ditujukanuntuk mengurangi jumlah penduduk di pulu Jawa dengan
jalan memindahkan penduduk ke luar Jawa. Dalam suatu perencanaan pemindahan
penduduk yang dikenal sebagai rencana Tambunan, dilaksanakan transmigrasi secara
besar-besaran, yang bertujuan tidak hanya mengurangi jumlah penduduk di Jawa, tetapi
juga untuk mengurangi jumlah penduduk pulau Jawa secara absolut. Kebijakan
transmigrasi itu terus dijalankan sampai pemerintahan Orde Baru memberikan orientasi
yang luas mulai tahun 1972. Undang-Undang No.3 tahun 1972 meberikan tujuan yang
luas pada transmigrasi dimana pertimbangan denografis hanya merupakan satu dari
tujuh sasaran, yang terdiri atas:

1. Peningkatan taraf hidup.


2. Pembangunan daerah.
3. Keseimbangan penyebaran penduduk.
4. Pembangunan yang merata di seluruh Indonesia.
5. Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia.
6. Kesatuan dan persatuan bangsa.
7. Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.

Kebijakan transmigrasitersebut mencapuk aspek-aspek politik, ekonomi, sosial,


budaya, dan pertahanan keamanan, di samping reditribusi penduduk. Kebijakan ini
merupakan kebijakan sektoral dan regional. Akhir-akhir ini, program transmigrasi
diarahkan kepada transmigrasi swakarsa, yaitu transmigrasi atas kehendak sendiri, yang
dapat mengurangi beban pemerintah dan mendorong penduduk berinisiatif untuk pindah
dalam rangka pembangunan daerah asal maupun daerah transmigrasi.

Di dunia ini, tidak ada negara lain yang mempunyai kebijakan redistribusi
penduduk yang lebih luas dari pada Indonesia. Malaysia dan Filipina mempunya
program pemukiman penduduk yang terbatas dan lebih bersifat kegiatan pembangunan
ekonomi. Proyek pembangunan ekonomi Felda (federal Land Development Authority)
di Malaysia merupakan usaha untuk meningkatn produksi karet dan kelapa sawit untuk
ekspor dengan ,endatangkan petani-petani yang terpilih. Proyek ini lebih mirip proyek
10
kolonisasi karena dikaitkan dengan kesempatan kerja di bidang perkebunan. Sementara
itu, Filipina mempunyai program pembukaan daerah Mindanau yang ruang lingkupnya
terbatas.
Kebijakan kependudukan yang dijalankan saat ini merupakan implementasi dari
arah kebijakan yang telah dirumuska dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
1999-2004.Pada periode GBHN 1999-2004, kebijakan yang menyangkut kependudukan
tidak merupakan kebijkan tersendiri, tetapi merupakan bagian dari kebijakan dibidang
sosial dan budaya, khususnya pada bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial. Arah
kebijkan di bidang kependudukan seperti yan tercantum dalam GBHN bidang kesehatan
dan sosial adalah sebagai berikut.

“meningkatkan kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran, memperkecil


angka kematian, dan peningkatan kualitas program keluarga berencan”.

Selain kebijakan transmigrasi (redistribusi penduduk), kebijakan kependudukan


yang bertujuan untuk menjadikan jumlah kelahiran menjadi sangat penting dalam
sejarah Indonesia. Pada era Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno,
Indonesia menganut kebijakan kependudukan bersifat pronatalis. Menurut presepsi
Soekarno, jumlah penduduk yang besar dan merata di seluruh Indonesia merupakan
suatu sumber daya yang bernilai untuk melakukan revolusi melawan kapitalisme barat.
Selanjujtnya Presidan Soekarno juga mengatakan bahwa Iindonesia sanggup untuk
memberi makan 250 juta penduduk (Hull dkk, 1981). Dari hal tersebut, dapat di
simpulkan bahwa Presidan Soekarno menginginkan jumlah penduduk yang besar yang
ketika itu dimaksudkan terutama untuk kepentingan pertahanan negara.

Beralihnya kekuasaan dari Soekarno (Orde Lama) ke Soeharto (Orde Baru)


membawa kebijakan yang besar bagi kebijakan kependudukan yang besar di
Indonesia. PemerintahOrde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto ternyata
sangat mendukung upaya- upaya untuk mengendalikan jumlah penduduk. Bukti bahwa
oemerintah Indonesia mempunyai komitmen yang kuat pada bidang kependudukan
adalah dengan keikutsertaan Presidan Soeharto bersama 29 pemimipin duinia lainnya
dalm menandatangi deklarasi pemimpin-pemimpin dunia untuk kependudukan, yang
terkenal dengan sebutan the Declaration of World Leaders on Population pada
Desember 1967. Penandatanganan deklarasi olah Presidan Soeharto dapat dipandang
sebagai pendorong dalam pembentukan program KB nasional di Indonesia dan sekaligus
pula merupakan titik balik yang sangat penting bagi perubahan dalam bidang
11
kependudukan dan demografi di Indonesia. Akan tetapi, dapat terlaksan antara lain
karena desakan masyarakat internasional yang mulai menyadari bahaya peldakan
penduduk terhadap daya dukung lingkungan serta penurunan tingkat kesejahteraan umat
manusia.

Keluarga Berencana

Salah satu kebijakan dalam bidang kependudukan yang sangat peting di


Iindonesia dan telah menunjukan keberhasilannya adalah kebijakan pengendalian
jumlah penduduk melalui program KB. Melalui program yang dilaksanakan sejak awal
1970-an, angaka fertilitas total (Total Fertility Rate) Indonesia telah menurun drastis,
dari 5,6 anak per ibu menurut SP 1971 menjadi 2,6 amak per ibu menurut SDKI 1997.
Dengan kata lain, jika TFR digunakan sebagai ukuran fertilitas maka dapat dikatan
bahwa kalau dulu perempuan Indonesia mempunyai anak rata-rata sebanyak 5 sampai 6
orang, kini hanya berkisar antara 2 sampai 3 orang saja. Dampak penurunan fertilitas ini
ternyata sangat besar, tidak saja secara langsung menghambat pertumbuhan penduduk,
tetapi juga ada kaitannya dengan peningkatankesejahteraan keluarga besar peserta KB.

Ide dasar tentang pembangunan keluarga sejahtera merupakan landasan folosofis


pemerintah dalam merumuskan kebijakan kependudukan. Penerjemahan ide dasar ini
secara konkret terutama pada masa-masa awal gerakan kependudukan lebih ditekankan
pada upaya untuk memengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk, persebaran, kepadatan,
dan strukturumur penduduk. Dalam kerangka demikian, program KB menjadi agenda
utama dalam gerakan kependudukan di Indonesia. Dengan menggunakan strategi yang
berbeda, sesuai dengan perubahan sosial yang dihadapi dan ketersedian sumber daya,
program ini disosialisasikan ditengah-tengah masyarakat dengan intensitas dan
aksentuasi yang berbeda pula (BKKBN, 1995: 35).

Ada bebrapa hal yang menjadi perhatian program KB di Indonesia. Pertama,


program KB telah dapat mengubah pndangan masyarakat yang pronatalis, yang yang
melihat darisudut kuantitas saja, menjadi pandangan antinatalis, yang menekankan pada
kesejahteraan masing-masing keluarga melalui peraturan kelahiran. Kebijakan
pemerintah yang menjadi komitmen pimpinan tertinggi untuk melaksanakan program
KB merupakan salah satu produk pemerintah Orde Baru yang paling penting dengan
jangkauan yang jauh kedepan. Kedua, kenyataan bahwa dukungan masyarakat cukup
besar pada program KB dan tantangan dari beberapa pihak dapat dianggap kurang

12
berarti.
Ketiga, Indonesia dapat membuktikan bahwa program KB dapat dilaksanakan
dipedesaan secara efektif. Hal ini berdengan pola penyebaran KB di negara-negara maju
yang biasanya dimulai perkotaan ke pedesaan sehingga prosesnya lebih lambat.
Penerimaan masyarakat terhadap teknologi KB di daerah pedesaan merupakan
kesempatan yang penting proses pembangunan sektor-sektor lain. Hal ini mungkin
karena tidak langsung dilakukan pendektan teknis, tetapi melaui penerangan dan
motivasi terlebih dahulu. Banyak kegagalan program KB di negara-negara lain
disebabkan karena dimulai karena teknis terlebih dahulu, seperti pengadaan klinik-klinik
KB. Meskipun merupakan bagian yang menentukan, aspek teknis medis merupakan
bagian akhir dari suatu rantai yang dimulai dari pengetahuan tentangKB, sikap untuk
menerimanya, dan baru kemudian penggunaan alat/cara/obat KB dengan bantuan klinik.

Keempat, untuk menjadikan gerakan KB sebagai suatu lembaga atau pranata


sosial maka KB harus diusahakan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat
dalam bentuk norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS). Hal ini merupakan
pendekatan yang menyentuh peri kehidupan keluarga secara nyata. Kelima, program KB
merupakan usaha untuk melaksanakan kegiatan beyond family planning konsep ini
sebenarnya merupkan usaha untuk mempertemukan tiga pandangan, yaitu sebagai
berikut.

1. Pandangan yang menyatakan bahwa penurunan fertilitas hanya dapat dicapai melalui
pembangunan ekonomi. Apabila ekonomi terbangun, maka fertilitas akan turun dengan
sendirinya.
2. Pandangan dalam masyarakat tentang peranan anak dalam kehidupan keluarga dan
sebagainjaminan hari tua maupun tenaga bantuan untuk keluarga. Kalau pandangan
ini berubah, maka keinginan untuk mempunyai banyak anak berkurang sehinga
fertilitas akan turun dengan sendirnya.
3. Pandangan yang menyatakan bahwa denga program KB yang dikelola dengan baik,
fertilitas akan dapat diturunkan.

Negara-negara yang berhasil menurunkan fertilitas dengan cepat dengan


masa dua dasawara adalah Korea, Taiwan, Hongkong, dan Singapura. Negara-
negara tersebut melaksanakan program KB da bersamaan itu dilakukan
pembangunan ekonomi dan sosialyang saling menunjang. Program KB berjalan
seiring dengan peningkatan kesejahteraan keluarga, baik yang bersumber pada
13
pembangunan ekonomi, komunikasi, dan prasarana berkembang pesat sehingga
mampu menjadi penunjang keberhasilan program KB.
Meskipun program KB di Indonesia cukup diakui keberhasilannya dikalangan
internasional, banyak kritik yang diajukan terhadap keberhasilan Indonesia ini. Kritik
tersebutantara lain adalah menyangkut pelaksanaan KB yang kurang mengindahkan sisi
etka dan kualitas pelayanan KB. Akses dari program KB di Indonesia ini timbul karena
semangat yangtinggi dari para pelaksana program KB untuk mencapai target akseptor
yang dinilainya akan membantu pencapaian penurunan fertilitas yang telah dilaksanakan
diatas kertas sehingga cenderung memperlakuka perempuan usia subur sebagai sasaran
yang harus tercapai. Di pihak lain, program ini pada awalnya sangat di dambakan oleh
para perempuan usia subur yang bekerja, mempunyai banyak anak, dan ingin membatasi
jumlah anak.

Hasil yang Dicapai dan Pengaruh Program KB pada Bidang Kependudukan

Program KB nasional, yang kemudian diubah menjadi gerakan KB nasional,


sudah dilaksanakan lebih dari 30 tahun di Indonesia. Banyak hasil yang telah dicapai
selama kurunwaktu tersebut. Akan tetapi, tidak sedikit pula hambatan dan tantangan
yang dihadapi, khusunya oleh para tenaga lapangan yang merupakan ujung tombak
gerakan KB. Dari berbagai prestasi yang telah dicapai selama ini, ternyata belumlah
cukup untuk menciptakan suatu bangunan masyarakat yang terdiri dari keluarga-
keluarga bahagia dan sejahtera.
Meskipun demikian, dapat dikatakan program tersebut telah memengaruhi
kondisi kependudukan di Indonesia. Ada beberapa indikator yang dapat digunakan
untuk melihat bagaimana kondisi kependudukan di Indonesia telah mengalami
kemajuan sebagai akibat langsung maupun tidaklangsung dari pelaksanaan program
KB, seperti peningkatan jumlah peserta KB (akseptor KB), oenurunan laju
pertumbuhan penduduk, penurunan angka fertilitas (TFR), penurunan angka kematian
bayin (IMR), penurunan angka kematian kasar (CDR), penurunan angka kelahiran
kasar (CBR), dan peningkatan angka harapan hidup saat lahir (life expectancy at brith).

Secara kuantitas, hasil yang dicapai oleh gerakan KB nasional sangatlah


menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian target jumlah peserta KB baru
yang persentasenya rata-rata lebih dari 95%, bahkan dalam tahun-tahu tertentu
melampaui 100%. Pada permulaan dicanangkannya program KB oleh pemerintah
(tahun 1969/1970), pencapaian peserta KB baru hanya sebesar 53,1% dari target
14
sebanyak 100.000 orang akseptor KB baru. Akan tetapi, pada tahun berikutnya
(1970/1971) persentase pencapaian meningkat cukup drastis menjadi 144,9% atau
berhasil memperoleh akseptor baru sebanyak
181.059 orang, melebihi target 125.000 0orang. Untuk tahun-yahun selanjutnya,
angka pencapaian akseptor KB baru tetap menunjuka angka yang menggembirakan
meskipun pada akhir-akhir tahun Pelita V cenderung mengalami penurunan (Tabel
11.1)

Pada tahun 1960-an dimana program KB belum dilaksanakan atayu baru dimulai
dilaksanakan, angka kelahran kasar (CBR) Indonesia tercatat sebesar 44 per 1.000
penduduk. Setelah 10 tahun berjalanya program KB, CBR menurun menjadi 36,2 (SP
15
1980). Kemudian pada periode 1991-1994 (berdasarkan survei demografi dan kesehatan
Iindonesia/SDKI 1994), CBR turun menjadi 23,3 dan menjadi 23,1 pada periode 1995-
1997 (SDKI 1997). Sejalan dengan menurunnya CBR, angka fertilitas toyal (TFR) juga
menunjukan penurunan yang cukup berarti. Jika menurut SP 1971 TFR masih tergolong
tinggi, yaitu 5,6, maka menurut SP 1990 telah turun menjadi 3,3 bahkan menurut SDKI
1997 diperkirakan telah mencapai angka 2,6.

Penurunan juga terjadi pada angka kelahiran kasar (CDR). Indikator ini dapat
dianggap sebagai cerminan daro tingkat kesehatan dan kesejahteraan penduduk.
Berdasarkan SP 1971, CDR tercatat sebesar 18,81 per 1.000 penduduk, 10 tahun
kemudian turun menjadi 13,92 per 1.000 penduduk dan pada awal 1990-an diperkirakan
telah mencapai angka 7,9 per 1.000 penduduk. Dari gabungan ini dapat dikatakan bahwa
program KB telah ikut berperan, baik secara langsung maupun tidak langsung, pada
penurunan tingkat kematian pendudukatau peningkatan derajat kesehatan penduduk.

Dibandingkan dengan penurunan angka kematian kasar, penurunan angka


kematian bayi (IMR) sebenarnya lebih penting untuk diperhatikan karena erat
kesehatannya dengan ibu hamil dan janinnya serta kesejahteraan keluarga ibu yang
bersangkutan. Mengingat program LB banyak sekali berhubungan dengan upaya
peningkatan kesehatan ibu dan peningkatan kesejahteraan keluarga secara umum, maka
dapat dikatakan bahwa program KB sangat berperan untuk penurunan anga kematian
bayi di Indonesia.

Berdasarkan hasil SP 1971, IMR Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan


IMR negara-negara ASEAN, yaitu sebesar 142 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini
menurun kira-kira separuhnya menjadi 70 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1990
(SP 1990) kemudian turun lagi menjadi 50 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997.
Walaupun demikian, angkatersebut masih tergolong tinggi dan masih perlu diturunkan
lagi pada masa mendatang.
Sejalan dengan penurunan tingkat kematian dan meningkatnya tingkat kehatan
penduduk, angka harapan hidup juga mengalami peningkatan, yang berarti bahwa umur
rata- rata penduduk Indonesia lebih panjang.hasil SP 1971 menunjukan bahwa angka
harapan hidup hanya sebsesar 46 tahun kemudian meningkat menjadi 53 tahun menurut
SP 1980, lalu meningkat lagi menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an.

Dengan adanya penurunan indikator kependudukan terutama indikator fertilitas

16
maka laju pertumbuhan penduduk Indonesia juga mengalami penurunan. Akan tetapi,
secara kuantitas jumlah penduduk tetap menunjukan peningkatan. Jika pada periode
1971-1980 laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 2,1% pertahun dengan jumlah
denga jumlah penduduk sebsar 179 juta jiwa. Bahkan pada tahun 1997, laju
pertumbuhan penduduk diperkirakan telah menurun menjadi 1,67% pertahun dengan
jumlah penduduk telah mencapai 201 juta jiwa.

Tantangan pada Masa Depan

Setelah berlangsung lebih dari 30 tahun, program KB telah diakui mempunyai


andil yang besar dalam perubahan demografis di Indonesia, khusunya dalam hal
pengendalian tingkat fertilitas. Keberhasilan ini tampaknya perlu dipertahankan
mengingat tantangan dalam hal kependudukan pada masa depan semakin besar.
Mundurnya perekonomian Indonesia dalam bebrapa tahun terakhir sejak dilanda krisis
moneter sejak pertengahan tahun 1997 dan kemudian berlanjut kedalam krisis ekonomi
dan politik yang sampai saat ini belum menunjukan perbaikan yang signifikan memberi
dampak yang negatif kepada kehidupan sosial dan keadaan ekonomi masyarakat.

Turunnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang kemudian disusul dengan


menurunnya daya beli sangat berpengaruh kepada permintaan alat kontrasepsi oleh
masyarkat. Konsep KB mandiri yang diperkenalkan kepada msyarakat melalui KB
Lingkaran Biru (Libi) dan Lingkungan Emas (Limas) tampaknya akan menghadapi
masalah yang cuckup berarti karena menurunya daya beli masyarakat khususnya pada
masyarakat golonganbawah. Dipihak lain, keterbatasan kemampuan pemerintah untuk
menyediakan alat kontrasepsi yang murah bagi masyarakat lapisan bawah ternyata juga
menjadi masalah tersendiri. Walaupun demikian, pemerintah tetap berupaya agar tingkat
drop-out pemakaian kontrasepsi diupayakan sekicil mungkin. Oleh karena itu, bantuan
dari pemerintah berupa alat kontrasepsi murah bahkan gratis kepada masyarakat
lapisan bawah tersebut tampaknya tetap diupayakan agar pengendalian tingkat kelahiran
tetap terjaga pada masa mendatang mengingat saat itu terjadi 4 juta kelahiran bayi setiap
tahunnya.

Selain itu, mutu pelayanan kontrasepsi tanoaknya perlu ditingkatkan oada masa
mendatang disamping meningkatkan aksesibilitas alat kontrasepsi itu sendiri agar mudah
diperoleh oleh masyarakat.hal ini sesuai dengan apa yang dituangkan dalam salah satu
konsensus koiro. Peningkatan kualitas pelayanan kini menjadi hal yang penting

17
menginga tpola pelayanan KB pada masa depan memang harus sudah bergeser kearah
peningkatan kuliatas pelayanan yang semakin baik sesuai dengan keinginan dan tuntutan
klien.

2.2 JENIS JENIS KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN

Transmigrasi

Kebijaksanaan yang menyangkut distribusi penduduk sudah diikuti sejak pemulaan


abad inioleh pemerintah Hindia Belanda. Kolonisasi kebeberapa daerah luar jawa dengan
memindahkan penduduk dari jawa adalah usah reditribusi penduduk. Usaha itu merupakan
kebijaksanaan kependudukan. Sekalipun hasilnya tidaklah besar, tetapi pemerintah Hindia
Belanda telah memulai program itu dan setelah mengalami berbagai hambatan, menjelang
perang dunia ke II kolonisasi itu menjadi cukup penting.

Pemerintah Indonesia merdeka meneruskan program pemindahan penduduk itu


dengan transmigrasi. Konsep transmigrasi yang dicetuskan pada permulaan kemerdekaan
Indonesia merupakan kebijaksanaan kependudukan yang secara sadar hendak mengurangi
penduduk jawa dengan jalan memindahkannya keluar pulau jawa.

Kebijaksanaan kependudukan itu di jalankan sampai pemerintahan orde baru


memberikan orientasi yang luas mulai tahun 1972. Undang-undang no. 3 tahun 1972
memberikan tujuan yang luas pada transmigrasi dimana pertimbangan demografis hanya
merupakan satu dari 7 sasaran yaitu : Peningkatan taraf hidup; Pembangunan daerah;
Keseimbangan penyebaran penduduk; Pembangunan yang merata di seluruh Indonesia;
Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia; Kesatuan dan persatuan bangsa;
Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.

18
Keluarga Berencana

Kebijaksanaan kependudukan utama di Indonesia adalah kebijaksanaan Keluarga


Berencana (KB) Kebijaksanaan ini sudah luas di ketahui oleh semua petugas KB maupun
masyarakat luas. KB dapat di laksanakan di daerah-daerah pedesaan secara efektif. Ini berbeda
dengan pola penyebaran KB yang biasanya mulai dari kota ke pedesaan, sehingga prosesnya
lambat.

Kebijakan penduduk berkaitan erat dengan dinamika kependudukan yaitu perubahan-


perubahan terhadap tingkat fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Bentuk dan macam kebijakan
kependudukan adalah Transmigrasi, Program Keluarga Berencana, sehingga Kebijakan
penduduk yang utama di Indonesia adalah Program Keluaraga Berencana. Adapun Kebijakan
kependudukan Indonesia telah di atur dalam GBHN yang meliputi : Bidang-bidang
pendendalian kelahiran; Penurunan tingkat kematian terutama kematian ana-anak,
Perpanjangan harapan kerja, Penybaran penduduk yang lebih serasi dan seimbang, Pola
urbanisasi yang lebih berimbang dan merata, Perkembangan dan penyebaran angkatan kerja.
Sedangkan 7 sasaran transmigrasi terdiri atas : Peningkatan taraf hidup; Pembangunan daerah;
Keseimbangan penyebaran penduduk; Pembangunan yang merata di seluruh Indonesia;
Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia; Kesatuan dan persatuan bangsa;
Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.

2.3 KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DI BERBAGAI NEGARA

Sebagaimana diketahui jumlah penduduk selalu bertambah setiap tahunnya, sedangkan


luas wilayah akan selalu tetap. Ditambah saat ini Angka Harapan Hidup (AHH) semakin tinggi.
Artinya bahwa jumlah kelahiran yang ada tidak mungkin diimbangi dengan terjadinya
kematian karena tolok ukur pengendalian jumlah penduduk dikatakan berhasil disaat angka
kelahiran dan kematian rendah. Namun persoalannya terletak pada persebaran yang tidak
merata dan tantangan beberapa tahun kedepan.

Tantangan tersebut sudah mulai dirasakan saat ini seperti pengangguran, masalah
pangan, kemacetan transportasi, sampah, alih fungsi lahan, dan masih banyak persoalan lain
akibat pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Saat ini di Indonesia angka
kelahiran masih harus terus ditekan sehingga penduduk dapat tumbuh seimbang. Salah satu

19
langkah yang dilakukan BKKBN adalah dengan adanya Program Pendewasaan Usia
Perkawinan (PUP) yang nantinya akan mendorong perempuan untuk melanjutkan jenjang
pendidikan yang lebih tinggi sekaligus mendorong perempuan untuk masuk ke pasar kerja.
Keberhasilan program pengendalian laju pertumbuhan penduduk di Indonesia membuat
struktur umur penduduk berubah. Jumlah penduduk usia muda (0-14) menjadi semakin kecil,
penduduk usia produktif (15-64) semakin besar dan jumlah penduduk lanjut usia (65+) lebih
sedikit jika dibandingkan dengan penduduk usia produktif sehingga angka ketergantungan
menjadi semakin kecil.. Kembali lagi ke Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera
Wilayah di Indonesia memiliki karakterstik yang beragam. Sama halnya dengan kondisi
demografinya, dari wilayah Aceh hingga Papua yang memiliki memiliki tingkat kepadatan
penduduk berbeda. BKKBN perlu lagi untuk kembali menekankan lagi bahwa program KB
tidak semata-mata untuk kepentingan pemerintah. Program KB yang dilaksanakan tidak
bersifat memaksa, tetapi dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai pada masyarakat
tentang makna membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Program KB tidak
hanya sekedar anjuran dua anak cukup tetapi menghormati hak reproduksi seseorang. Hal ini
diwujudkan melalui perencanaan keluarga, jarak kehamilan anak pertama dan kedua serta pada
usia berapa hingga berapa yang nantinya disesuaikan dengan kondisi kesehatan wanita dan
kondisi perekonomian masing-masing keluarga.

Lain di Indonesia, lain juga cerita tentang kebijakan tentang Keluarga Berencana yang
pernah dilakukan di negara lain. Jumlah populasi di suatu negara, terkadang memaksa
pemerintah untuk menerapkan kebijakan pengendalian, agar tidak terjadi over populasi yang
berdampak buruk bagi negara tersebut. Beberapa dari kebijakan-kebijakan tersebut bisa
dianggap ekstrem, aneh, dan mungkin ada yang menganggap mengekang kebebasan warga
negaranya. Berikut adalah kebijakan-kebijakan tentang Keluarga Berencana di beberapa
negara:

1. Stop at Two dan Graduate Mother Scheme di Singapura

Stop at Two adalah kebijakan kontrol populasi mirip KB di Indonesia yang


diberlakukan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, pada akhir 1960-an. Saat itu, PM
Lee khawatir pertumbuhan populasi akan berdampak buruk bagi pertumbuhan ekonomi Negeri
Singa itu. Dalam kampanyenya, perempuan yang telah memiliki dua anak dianjurkan untuk
melakukan sterilisasi dengan berbagai insentif menarik misalnya uang dalam jumlah

20
besar. Namun, bagi mereka yang melanggar akan mendapatkan pengurangan fasilitas, terutama
pendidikan dan perumahan, pengenaan denda bagi setiap anak mulai dari ketiga sampai
seterusnya.

Graduate Mother Scheme adalah sebuah kebijakan kontrol populasi lain yang tidak
biasa sempat berlaku di Singapura pada 1984. Berbeda dengan Stop at Two, kebijakan kontrol
populasi ini lebih berperan sebagai biro jodoh bagi para perempuan Singapura yang telah lulus
perguruan tinggi. PM Lee Kuan Yew melihat para perempuan berpendidikan tinggiyang belum
mendapatkan pasangan sebagai sebuah masalah sosial yang serius. Merasa khawatir akan hal
ini, dia mendorong para pria Singapura untuk memilih para perempuan berpendidikan tinggi.
Tahun itu, kebijakan Graduate Mother Scheme (GMS) diumumkan dan biro jodoh Social
Development Unit (SDU) dibentuk. SDU berperan sebagai wadah sosialisasi bagi para sarjana
pria dan wanita untuk bersosialisasi. Sedangkan Social Development Service (SDS) disediakan
bagi mereka yang bukan lulusan perguruan tinggi. Berbagai keistimewaan diberikan bagi para
sarjana yang berpartisipasi dalam program ini, di antaranya pemotongan pajak dan prioritas
perumahan. Namun, kebijakan ini dihapuskan setahun kemudian karena banyaknya protes dari
warga Singapura. Kebijakan ini muncul karena PM Lee percaya bahwa “bibit” yang bagus akan
menghasilkan buah yang bagus pula.

2. One Child Policy di China

Kebijakan ini telah dihapuskan pada 2015. One Child Policy di China adalah salah satu
kebijakan kontrol populasi paling dikenal yang pernah diberlakukan di dunia. Sejak 1979,
setiap keluarga di China hanya diizinkan untuk memiliki satu orang anak saja, atau mereka
akan dikenai denda besar dengan berbagai pencabutan fasilitas dan pelayanan yang diberikan
negara kepada mereka. Begitu beratnya denda dan hukuman yang diberikan, beberapa
pasangan memilih melakukan aborsi terhadap janin mereka, dan diduga ada anak- anak yang
disembunyikan oleh orangtuanya karena hal ini. Kebijakan ini mulai dilonggarkan pada 2013,
sebelum dihapuskan pada tahun 2015 setelah China menyadari ada ketimpangan demografi
usia penduduk mereka. Sekarang, keluarga di China dapat memiliki maksimal dua orang anak.

21
3. Solusi Sterilisasi Berhadiah Mobil di India
India sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, tentu saja
populasi jadi salah satu masalah bagi negara ini. Demi menghambat perkembangan
penduduknya, Pejabat Kesehatan di Provinsi Rajashtan, India, mengumumkan sebuah
kampanye yang mendorong warganya, laki-laki dan perempuan untuk melakukan sterilisasi
sehingga mereka tidak bisa memiliki anak lagi. Sebagai gantinya, mereka dijanjikan hadiah-
hadiah menarik seperti motor, televisi, blender, bahkan mobil. Penawaran ini berlaku bagi
seluruh warga India, tidak hanya penduduk Rajashtan saja. Penawaran serupa juga dilakukan
di provinsi-provinsi lainnya di India, setelah kampanye nasional untuk sterilisasi diberhentikan
pada 1970 karena protes dari ribuan penduduk yang mengaku dipaksa untuk menjalani operasi.

Hal –hal yang telah disampaikan tersebut hanya sebagai perbandingan bahwa di
Indonesia program yang dijalankan oleh Pemerintah masih lebih manusiawi dibandingkan
dengan kebijakan yang telah atau pernah dijalankan di negara lain.. Di negara berkembang
seperti Indonesia yang mempunyai sumber daya alam melimpah menjadi suatu tantangan
tersendiri untuk dapat mengoptimalkan potensi sumber daya manusianya yang baik. Salah satu
caranya adalah dengan Program Keluarga Berencana yang saat ini harus segera digencarkan
lagi, slogan dua anak cukup harus mulai tertanam kembali pada pola pikir masyarakat. Hal ini
yang melatarbelakangi mengapa perlu ditanamkan pentingnya perencanaan keluarga terkait
kelahiran yang tepat. Pemerintah saat ini, harus dapat mengatasi masalah kependudukan
termasuk pengaturan Keluarga Berencana lebih baik lagi sehingga dapat mengembalikan
Norma Keluarga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera/

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kebijakan penduduk berkaitan erat dengan dinamika kependudukan yaitu perubahan-
perubahan terhadap tingkat fertilitas,mortalitas,dan migrasi.
· Macam-macam kebijakan kependudukan adalah:
1. Transmigrasi
2. Program Keluarga Berencana

Masalah kependudukan merupakan masalah umum yang dimiliki oleh setiap negara di
dunia ini. Dan penduduk adalah orang atau sekelompok orang yang tinggal di suatu tempat.
Adapun yang dimaksud penduduk Indonesia adalah orang-orang yang menetap di Indonesia.
Permasalahan di Indonesia antara lain: Laju pertumbuhan penduduk, dan masalah
ketenagakerjaan.
Masalah kependudukan dapat berdampak negatif, yaitu:
• Masalah akibat angka kelahiran
• Masalah akibat angka kematian
• Masalah Jumlah Penduduk
• Masalah mobilitas Penduduk
Kebijakan kontemporer kependudukan di Indonesia saat ini, antara lain: meningkatkan
kualitas penduduk melalui pengendalian kelahiran, memperkecil angka kematian, dan
peningkatan kualitas program keluarga berencana.
Sedangkan, kebijakan kontemporer kependudukan di negara China, antara lain: kebijakan
satu anak per keluarga.

23
DAFTAR PUSTAKA

Dasar-dasar Demografi Edisi 2 oleh Prof. Sri Moertiningsih Adioetomo, Ph. D, dan
Omas Bulan Samosir, Ph. D
http://eprints.umm.ac.id/34631/2/jiptummpp-gdl-dliyaunnaj-46339-2-babi.pdf

24

Anda mungkin juga menyukai