Anda di halaman 1dari 25

ARTI PENTING DEMOGRAFI

Teori dan Kebijakan Ekonomi Kependudukan (EKI 412 B)

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Drs. I Ketut Sudibia, S.U.

Disusun oleh Kelompok 1:

1. Aliffia Putri Damayanti (2007511023)


2. Dela Anisa Putri (2007511046)
3. Ni Kadek Sania Kristanti (2007511280)
4. Eri Santi Muhimatul Ulya (2007511233)

PROGRAM STUDI SARJANA EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan anugerah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang “Arti Penting Demografi” ini. Adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi tugas mata kuliah
Teori dan Kebijakan Ekonomi Kependudukan, serta menambah wawasan mahasiswa dan
pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Drs. I Ketut Sudibia, S.U. selaku
dosen mata kuliah Teori dan Kebijakan Ekonomi Kependudukan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan
kritik dan saran terhadap tugas ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Terima kasih.

Denpasar, 11 Maret 2023

Penulis
Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 2

2.1 Arti Penting Demografi.................................................................................................... 2

2.2 Transisi Demografi .......................................................................................................... 3

2.3 Transisi Demografi di Indonesia ...................................................................................... 4

2.4 Perubahan Demografi di Dunia ..................................................................................... 10

2.5 Kebijakan Kependudukan di Indonesia dan Beberapa Negara ...................................... 14

2.5.1 Kebijakan Kependudukan di Indonesia ................................................................... 15

2.5.2 Kebijakan Penduduk di Beberapa Negara di Dunia ................................................ 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 21

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan penduduk yang meningkat dapat berkaitan dengan kemiskinan dan
kesejahteraan dalam suatu masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen
demografi seperti fertilitas, motalitas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan dan aspek rumah
tangga dalam keluarga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk
dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang tepat pada sasarannya. Masalah utama yang dihadapi dibidang
kependudukan terutama baik di Dunia maupun di Indonesia adalah masih tingginya jumlah
penduduk dan tidak seimbangnya penyebaran dan struktur umur penduduk. Program
kependudukan dan keluarga berencana bertujuan untuk turut serta menciptakan kesejahteraan
ekonomi dan sosial bagi seluruh masyarakat melalui usaha-usaha perencanaan dan
pengendalian penduduk. Dengan demikian diharapkan tercapai keseimbangan yang baik
antara jumlah dan percepatan pertumbuhan penduduk dengan perkembangan produksi dan
jasa.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana Arti Penting Dari Demografi?
2) Apa yang di maksud dengan Transisi Demografi?
3) Bagaimana Perubahan Demografi di Indonesia?
4) Bagaimana Perubahan Demografi di Dunia?
5) Bagaimana Kebijakan Kependudukan di Indonesia dan di Beberapa Negara?

1.3 Tujuan Penulisan


1) Untuk Mengetahui dan Memahami Arti Penting dari Demografi
2) Untuk Mengetahui dan Memahami Terkait Transisi Demografi
3) Untuk Mengetahui dan Memahami Perubahan Demografi di Indonesia
4) Untuk Mengetahui dan Memahami Perubahan Demografi di Dunia
5) Untuk Mengetahui dan Memahami Kebijakan Kependudukan di Indonesia dan di
Beberapa Negara

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Arti Penting Demografi


Demografi merupakan suatu alat yang digunakan untuk mempelajari perubahan-
perubahan kependudukan dengan memanfaatkan data dan statistik kependudukan serta
perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik dari data penduduk terutama
mengenai perubahan jumlah, persebaran dan komposisi atau struktur serta proses penduduk
disuatu wilayah. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh komponen-komponen
utama pertumbuhan penduduk yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi yang pada akhirnya
menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah, struktur dan persebaran penduduk.
Demografi pada awalnya dianggap sebagai suatu bagian dari studi kependudukan yaitu
sebagai bagian dari pembahasan studi kependudukan yang lebih sistematis namun dalam
penggunaanya istilah demografi dan kependudukan sering kali dipertukarkan.
Kemungkinan percampuran dari terminologi ini didorong oleh penggunaan matematik yang
lebih luas dalam semua cabang ilmu sosial melalui temuan yang berhubungan dengan
komposisi penduduk dengan ilmu-ilmu sosial umumnya.
Dalam hal ini demografi memiliki peranan yang penting dalam berbagai aspek,
diantaranya :
1) Demografi berperan penting dalam perencanaan pembangunan yang berhubungan
dengan pendidikan, perpajakan, kemiliteran, kesejahteraan sosial, perumahan,
pertanian dan lain-lain yang dilakukan pemerintah menjadi lebih tepat sasaran jika
mempertimbangkan komposisi penduduk yang ada sekarang dan yang akan datang.
2) Demografi berperan penting dalam evaluasi kinerja pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah dengan melihat perubahan komposisi penduduk yang ada sekarang dan
yang lalu beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
3) Demografi berperan penting untuk melihat peningkatan standar kehidupan melalui
tingkat harapan hidup rata-rata penduduk, sebab tidak ada ukuran yang lebih baik
kecuali lamanya hidup sesorang di negara yang bersangkutan
4) Demografi berperan penting untuk melihat seberapa cepat perkembangan
perekonomian yang dapat dilihat dari ketersediaan lapangan pekerjaan, persentase
penduduk yang ada di sektor pertanian, industri dan jasa.

2
2.2 Transisi Demografi
Transisi demografi merupakan suatu kondisi yang menggambarkan perubahan
parameter demografi yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Zelinsky (1971), menyatakan
bahwa transisi fertilitas dan mortalitas sebagai transisi vital, sedangkan transisi demografi
terdiri dari transisi vital dan transisi mobilitas. Berbeda dengan Zelinski, Notenstein (1945)
menegaskan bahwa transisi demografi hanya memperhatikan perubahan fertilitas dan
mortalitas atau dengan kata lain disebut sebagai perubahan secara alamiah. PBB (1989)
membagi transisi demografi ke dalam 4 tahap, yaitu:

Gambar 2.1

Tahapan Transisi Demografi

1. Pada tahap pertama angka fertilitas (kelahiran) masih sangat tinggi, ditandai dengan
indikator Total Fertility Rate (TFR) di atas 6, dan angka mortalitas (kematian) juga
tinggi. Sedangkan usia harapan hidup waktu lahir rendah yaitu kurang dari 45 tahun.
Pada tahap ini laju pertumbuhan penduduk sangat rendah. Jumlah kelahiran dan
kematian cenderung sangat tinggi dan tidak terkendali setiap tahunnya. Berbagai faktor
penyebab kematian ikut mempengaruhi di antaranya adanya peperangan, gagal panen
dan kelaparan sebagai akibat tingginya harga-harga pangan serta meluasnya wabah
penyakit menular.
2. Tahap kedua ditandai dengan mulai menurunnya angka mortalitas dengan cepat karena
penemuan obat-obatan antibiotik, revolusi industri dan kemajuan teknologi. Angka
kelahiran sudah menunjukkan penurunan tetapi sangat lambat. TFR pada tahap ini
berkisar antara 4,5- 6, sedangkan usia harapan hidup waktu lahir berkisar antara 45-55
tahun.
3. Tahap ketiga, ditandai dengan kematian yang terus menurun tetapi penurunannya mulai
melambat. Angka harapan hidup berkisar antara 55- 65 tahun, sedangkan TFR
mengalami penurunan dengan cepat sebagai akibat adanya program keluarga berencana
3
dan tersedianya alat kontrasepsi secara luas. Pada tahap ini tingkat pendidikan mulai
meningkat.
4. Tahap keempat ditandai dengan angka kelahiran dan kematian yang sudah rendah dan
tingkat pertumbuhan penduduk yang juga rendah. Pada tahap ini usia atau angka
harapan hidup mencapai lebih dari 65 tahun dan TFR di bawah 3. Proses transisi
demografi dianggap berakhir ketika fertilitas mencapai NRR (net reproduction rate) =
1. Tahap ini biasanya dialami oleh negara yang sudah maju.

2.3 Transisi Demografi di Indonesia

Ananta (1996) mengatakan bahwa revolusi mortalitas di Indonesia yang merupakan


revolusi demografi pertama di Indonesia terjadi sekitar tahun 1950-an. Dimulai dari adanya
penurunan angka kematian akibat berbagai penemuan obat-obatan antibiotika dan intervensi
kesehatan di negara maju. Indonesia tidak perlu lagi menciptakan obat-obatan modern, tetapi
langsung mengadopsi teknologi kedokteran modern seperti imunisasi dan antibiotika, tanpa
menunggu kemajuan perekonomian. Namun demikian, kondisi tersebut belum diikuti oleh
penurunan fertilitas, sehingga terjadi ledakan bayi di Indonesia pada sekitar tahun 1950-
1970-an.
Transisi demografi di Indonesia ditandai dengan penurunan angka kematian bayi dari
140 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1971 menjadi 35 pada tahun 2000. Sedangkan
angka fertilitas menurun dari 5,6 pada tahun 1961 menjadi hanya 2,6 pada tahun 2007.
Artinya, jumlah anak yang dimiliki oleh setiap perempuan Indonesia hingga akhir usia
reproduksinya turun dari sekitar 5 hingga 6 anak, menjadi hanya 2 hingga 3 anak.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, transisi demografi di Indonesia terjadi karena adanya
program nasional keluarga berencana dengan penanaman paradigma dua anak cukup untuk
mencapai keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Pada masa itu penyediaan kontrasepsi murah
diperluas, pelayanan kontrasepsi mencapai hingga ke pelosok perdesaan. Suriastini (1995)
mengatakan bahwa terdapat 72,8 persen bayi tercegah kelahirannya dalam periode 1981-
1987 sebagai dampak dari pengaturan kelahiran dan penundaan usia perkawinan. Untuk
Daerah Jawa dan Bali sumbangan pengaturan kelahiran meningkat dari 54,6 persen pada
tahun 1972-1976 menjadi 75,25 persen pada tahun 1982-1987.
Di sektor kesehatan, program kesehatan makin ditingkatkan dengan pembangunan
fasilitas Puskesmas untuk mendekatkan masyarakat pada fasilitas kesehatan murah, program
perbaikan gizi untuk ibu, bayi dan balita serta imunisasi bagi bayi dan ibunya dalam upaya
menurunkan angka kematian bayi. Berbeda dengan negara-negara maju, transisi demografi

4
yang terjadi di Indonesia, tidak diawali dengan pembangunan ekonomi, industrialisasi dan
modernisasi. Indonesia berhasil mengalami transisi lebih cepat karena intervensi di bidang
kesehatan dan pengaturan jumlah anggota keluarga melalui program keluarga berencana
yang berjalan paralel dengan pembangunan di bidang ekonomi.
Suriastini (1995) memperkirakan bahwa akhir masa transisi demografi akan terjadi
pada tahun 2005. Pada tahun tersebut diperkirakan, angka harapan hidup mencapai lebih dari
65 tahun, angka kelahiran (TFR) mendekati 2 dan NRR (Net Reproduction Rate) sebesar 1.
Periode 1990- 1995, Indonesia berada pada tahap transisi yang tergolong labil, tepatnya pada
tahap perkembangan akhir (late expanding stage). Dengan usia angka harapan hidup 62,7
tahun dan TFR 3,91, Indonesia telah berada di tahap ketiga transisi demografi (Mantra,
2000).
Gambar 2.2 memperlihatkan rata-rata pertumbuhan alami di Indonesia mengalami
peningkatan sejak tahun 1945-1950 hingga mencapai puncak pada periode 1971-1980,
kemudian menurun terus sampai tahun 2000. Angka pertumbuhan alami ini diperkirakan
akan menurun terus meskipun penurunannya tidak secepat pada periode 1980-2000.

Gambar 2.2

Kecenderungan Angka Kelahiran Kasar, Angka Kematian Kasar dan

Laju pertumbuhan Penduduk, 1990-2022

Sumber: Widjojo Nitisastro (1970)

Mc Nicoll dan Singarimbun (1961-19800SDKI (1981-1989)

BPS (Proyeksi Penduduk 2000-2025).

Jika diperhatikan antar provinsi, transisi demografi berbeda-beda antara satu dengan
yang lain. Hal ini terjadi karena pencapaian penurunan angka fertilitas dan mortalitas
5
masing-masing provinsi berbeda, sesuai dengan perbedaan waktu diberlakukannya program
fertilitas di Indonesia. Pada umumnya provinsi-provinsi di Jawa Bali mengalami transisi
demografi yang lebih cepat dibandingkan dengan wilayah Jawa Bali I dan Wilayah Jawa
Bali II.
SP2020 mencatat penduduk Indonesia pada bulan September 2020 sebanyak 270,20
juta jiwa. Sejak Indonesia menyelenggarakan Sensus Penduduk yang pertama pada tahun
1961, jumlah penduduk terus mengalami peningkatan. Hasil SP2020 dibandingkan dengan
SP2010 memperlihatkan penambahan jumlah penduduk sebanyak 32,56 juta jiwa atau
ratarata sebanyak 3,26 juta setiap tahun. Dalam kurun waktu 2010- 2020, laju pertumbuhan
penduduk Indonesia sebesar 1,25 persen poin per tahun. Terdapat perlambatan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 0,24 persen jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan
penduduk pada periode 2000- 2010 yang sebesar 1,49 persen.

Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur, 1971-2020

6
Persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) terus meningkat sejak tahun 1971.
Pada tahun 1971 proporsi penduduk usia produktif adalah sebesar 53,39 persen dari total
populasi dan meningkat menjadi 70,72 persen di tahun 2020. Perbedaan antara persentase
penduduk usia produktif dan non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) terlihat lebih
tajam di tahun 2020. Dengan struktur penduduk demikian, Indonesia masih berada pada
periode jendela kesempatan untuk menikmati bonus demografi. Jika dimanfaatkan secara
optimal, maka Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Struktur penduduk dapat menjadi salah satu modal pembangunan ketika jumlah
penduduk usia produktif sangat besar. Hasil SP2020 mencatat mayoritas penduduk Indonesia
didominasi oleh Generasi Z dan Generasi Milenial. Proporsi Generasi Z sebanyak 27,94
persen dari total populasi dan Generasi Milenial sebanyak 25,87 persen dari total populasi
Indonesia. Kedua generasi ini termasuk dalam usia produktif yang dapat menjadi peluang
untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dari sisi demografi, seluruh Generasi X dan
Generasi Milenial merupakan penduduk yang berada pada kelompok usia produktif pada
tahun 2020.
Sedangkan Generasi Z terdiri dari penduduk usia belum produktif dan produktif.
Sekitar tujuh tahun lagi, seluruh Generasi Z akan berada pada kelompok penduduk usia
produktif. Hal ini merupakan peluang dan tantangan bagi Indonesia, baik di masa sekarang
maupun masa depan, karena generasi inilah yang berpotensi menjadi aktor dalam
pembangunan yang akan menentukan masa depan Indonesia.

7
Tabel 2.1
Proyeksi Angka Kematian Total (TFR) Menurut Provinsi, 2010-2035

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (BPS)

Tabel diatas menunjukkan menunjukkan variasi pencapaian angka fertilitas di tiap-


tiap provinsi di Indonesia. Rata-rata TFR di provinsi-provinsi turun dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2035. Diproyeksikan pada tahun 2030-2035 mendatang, TFR tertinggi terjadi
di Nusa Tenggara Timur dan terendah di DKI Jakarta.

8
Tabel 2.2
Proyeksi Angka Kematian Bayi (IMR) Menurut Provinsi, 2010-2035

Sumber: Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (BPS)

Sedangkan angka kematian bayi diproyeksikan akan menunjukkan penurunan dari


tahun 2010 sampai tahun 2035. Jika diperhatikan angka kematian bayi antar provinsi
menunjukkan variasi yang cukup besar, tertinggi berada di provinsi Sulawesi Barat dan
terendah di provinsi DI. Yogyakarta (2032). Meskipun cenderung menurun beberapa provinsi

9
menunjukkan kestabilan pada periode 2027-2032 yaitu Provinsi Aceh, Lampung, Jawa Barat,
Jawa Tengah, DI. Yogyakarta, Banten, dan Kalimantan Timur.
2.4 Perubahan Demografi di Dunia
Definisi demografi yang lebih luas mencakup ciri sosial, ras, ekonomi, pendidikan,
kesehatan, perkawinan, makanan, energi, urbanisasi, tenaga kerja, keluarga berencana
serta pengaruh penduduk atas lingkungan. Manusia diperkirakan sudah ada didunia kira-
kira dua juta tahun yang lalu. Pada saat itu jumlahnya masih sangat sedikit bahkan tidak
lebih dari 5 juta jiwa. Namun pada tahun pertama masehi jumlahnya telah berkembang
mencapai 250 juta jiwa. Dari tahun pertama masehi, sampai kepada permulaan revolusi
industri sekitar tahun 1750 populasi didunia telah meningkat tiga kali lipat menjadi 728
juta jiwa. Pada tahun 1986 populasi dunia sudah mendekati angka 5 milyar kemudian pada
tanggal 11 Juli 1987 diperingati sebagai kelahiran salah satu bayi di Negara Yogoslavia
selanjutnya pada tahun 2005 jumlah penduduk dunia sudah mencapai angka 6,45 milyar.
Berdasarkan pertambahan absolut populasi dunia ini, dapat dikemukakan bahwa sejak
tahun 1650 Masehi sampai dengan tahun 2005 Masehi pertambahan penduduk dunia
yakni sebamyak 15,69 juta orang pertahunnya
Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Dunia (Juta Jiwa)
Tahun Populasi Pertumbuhan pertahun (%)
10.000 th sebelum masehi 5 0,002*
Tahun pertama setelah masehi 250 0,04
Tahun 1650 545 0,05
Tahun 1750 728 0,29
Tahun 1800 906 0,44
Tahun 1850 1171 0,51
Tahun 1900 1608 0,64
Tahun 1950 2486 0,88
Tahun 1970 3632 1,91
Tahun 1975 3978 1,84
Tahun 1986 4942 1,99
11/07/1987 5000 -
Tahun 2000 6057 1,58**
Tahun 2005 5477 1,35
Keterangan: * = pertumbuhan dari permulaan adanya manusia
** = pertumbuhan dari 1986-2000
10
Berdasarkan tabel 2.3 terlihat bahwa pada awalnya populasi manusia berkembang
setiap tahun dengan tingkat pertumbuhan hampir nol, yaitu hanya sebesar 0,002 persen.
Pada tahun 1750 tingkat pertumbuhan penduduk menjadi lebih cepat sampai 150 kali dari
0,002 persen menjadi 0,29 persen pertahun. Pada tahun 1950 tingkat pertumbuhan ini jauh
lebih cepat lagi yaitu mencapai tiga kali lipat menjadi hampir 1 persen pertahunnya.
Setelah tahun 1950 tingkat pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan. Dari
tahun 1950 sampai tahun 1986 rata-rata pertumbuhan penduduk dunia sudah mendekati
angka 2 persen pertahunnya. Meski demikian dari tahun 1986 sampai pada periode-
periode berikutnya tingkat pertumbuhan penduduk dunia terus mengalami penurunan,
dimana pada periode tahun 2000 -2005 pertumbuhan penduduk dunia sebesar 1,35 persen
pertahun.
Pada saat penduduk dunia masih sebanyak 1 miliar membutuhkan waktu sekitar
123 tahun untuk meningkat menjadi 2 miliar dan penambahan satu miliar berikutnya
memerlukan waktu berturut-turut 33, 14, dan 13 tahun. Sekarang penduduk dunia
diperkirakan mencapai 5,716 miliar sedangkan transisi jumlah penduduk dunia dari 5 ke
6 miliar memerlukan waktu 11 tahun. Jumlah penduduk dunia baru akan mencapai 6
miliar pada tahun 1998. Dengan demikian, angka laju pertumbuhan penduduk yang
semula sangat rendah meningkat mencapai puncaknya dalam dua dasawarsa terakhir ini
dan sekarang telah berbalik untuk mulai mengalami penurunan.

Berdasarkan Gambar 1 jumlah penduduk dunia dan proyeksinya penduduk dunia akan

11
meningkat menjadi 11 miliar pada tahun 2010. Dari proyeksi tersebut tampak bahwa
peningkatan jumlah penduduk negara-negara yang sudah maju hampir tetap mulai abad ke-21.
Oleh sebab itu, secara relatif persentase penduduk negara maju akan berkurang selama periode
1990-1995 kurang lebih 45 persen penduduk dunia tinggal di 114 negara dengan angka laju
pertumbuhan penduduk lebih dari 2 persen per tahun. Ke 114 negara tersebut termasuk hampir
seluruh negara di Benua Afrika, dua pertiga penduduk Asia, dan sepertiga penduduk Amerika
Latin.
Sebagian besar negara didunia telah mengalami penurunan angka mortalitas dan
fertilitas. Meskipun demikian, kecepatan dan waktu terjadinya penurunan tersebut berbeda-
beda antar negara, sehingga terjadi variasi yang sangat mencolok dalam pencapaian tingkat
transisi demografinya. Pada periode1990-1995 masih banyak negara-negara di Benua Afrika
yang memiliki angka fertilitas di atas 7 misalnya Comoros, Ethiopia, Malawi, Somalia,
Uganda, Angola yang memiliki TFR masing-masing 7,6 dan 7,2, sedangkan Afganistan,
Maldives,Laos,danPakistan memiliki TFR berturut-turut 6,90, 6,80, 6,69, dan 6,17.

Tabel 2.4 Sebaran Penduduk Dunia Pada Tahun 2005 (Juta Jiwa)
Penduduk Jumlah %
Dunia 6477 100.00
Benua
Afrika 906 13.99
Amerika 888 13.71
Asia 3920 60.52
Eropa 730 11.27
Ocenia 33 0.51
Katagori Pembangunan
Negara Maju 1211 18.70
Negara Berkembang 5266 81.30

Berdasarkan tabel diatas jumlah penduduk yang ada pada tahun 2005 yaitu sebanyak
6,48 milyar berada pada Benua Asia. Sisanya dari jumlah penduduk dunia tersebut tersebar di
Benua Afrika (906 juta atau 13,99 persen) Benua Amerika (888 juta atau 13,71 persen) Benua
eropa (730 juta atau 11,27 persen) dan Ocenia (33 juta atau 0,51 persen). Selanjutnya
berdasarkan katagori kemajuan pembangunan suatu Negara dari total penduduk dunia
sebanyak 5,27 milyar (81,30 persen) berada di Negara-negara berkembang serta sisanya
sebanyak 1,21 milyar (18,70) berada pada Negara-negara maju. Penduduk dunia tidak
bertambah secara merata menurut tempat dimana sebagian daerah bertambah jauh lebih cepat
daripada yang lainnya. Jadi di samping jumlah, distribusi penduduk menurut geografi juga

12
perlu diperhatikan. Dilihat pada sebaran jumlah penduduk dunia pada tahun 2005 Negara
berkembang jumlah penduduknya jauh lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju, tentu
dengan banyaknya jumlah penduduk akan dapat menimbulkan perbagai persoalan masalah
yakni seperti masalah utama yang harus dihadapi oleh Negara yang sedang berkembang tidak
hanya tentang masalah ekonomi yang terbelenggu dalam tatanan lingkungan ekonomi dunia
yang cenderung merugikan. Sebagian besar Negara-negara yang sedang berkembang juga
mengalami permasalahan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, pengurasan sumber daya
alam dan persediaan makanan.
Terdapat perubahan ciri-ciri demografi penduduk dunia seperti penambahan jumlah,
perubahan struktur dan komposisinya. Selama abad ke-20 populasi di dunia telah tumbuh dari
1,65 miliar menjadi 6 miliar. Pada tahun 1970 terdapat sekitar setengah lebih banyak orang di
dunia daripada yang ada sekarang karena penurunan tingkat pertumbuhan, sekarang akan
mengambil alih 200 tahun untuk berlipat ganda lagi, menjelang abad ke-21 pertambahan
penduduk justru mulai meningkat dengan pesat hal ini dikarenakan masih banyak Negara-
negara yang sedang berkembang memiliki angka fertilitas yang cukup tinggi dan penduduknya
lebih didominasi oleh anak-anak, remaja dan usia reproduktif sehingga jumlah kelahiran akan
lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kematian. Pada akhir Perang Dunia II para ahli
demografi mengemukakan teori transisi demografi (demographic transition) yang menjelaskan
pengaruh pembangunan ekonomi pada penurunan mortalitas maupun fertilitas. Transisi
demografi pertama kali dikembangkan oleh Warren Thompson pada tahun 1929. Berdasarkan
pengamatan Thomson terdapat data dari beberapa beberapa negara pada periode 1908 -1927,
ditemukannya tiga pola pertumbuhan penduduk di negara-negara tersebut yaitu :

Tahap I (High Growth Potential) Menurut Thomson Negara-negara yang di dunia yang
mengalami Tahap I (Hight Growth Potential) ini adalah Kelompok C (Negara-negara lainnya
selain Kelompok A dan Kelompok B) yaitu Negara-negara dimana kelahiran maupun kematian
belum mengalami perubahan. Dalam artian lain kelahiran dan kematiannya sangat tinggi.
Tahap II (Transitional Growth). Menurut Thomson Negara-negara yang di dunia yang
mengalami Tahap ini adalah Kelompok B (Italia, Spanyol, dan kelompok “Slavia” di Eropa
Tengah) Negara-negara yang mengalami penurunan baik kelahiran maupun kematian tetapi
penurunan kematian adalah sama atau bahkan lebih cepat dibandingkan kelahiran. Tahap III
(incipient decline).Menurut Thomson Negara-negara yang di dunia yang mengalami Tahap ini
adalah Kelompok A (Eropa Barat, Eropa Utara dan US) Negara-negara yang mengalami
perubahan pertumbuhan penduduk alami yang sangat tinggi ke pertumbuhan penduduk yang
sangat rendah.
13
2.5 Kebijakan Kependudukan di Indonesia dan Beberapa Negara

Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar,


komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. DR. Elibu Bergman dari Harvard
university mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai tindakan-tindakan pemerintah untuk
mencapai suatu tujuan dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk.
Kebijakan kependudukan dapat dilakukan melalui tiga komponen perkembangan penduduk
yaitu :

1. Kelahiran (fertilitas)
2. Kematian (mortalitas)
3. Perpindahan Penduduk (migrasi)

Secara umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:

1. Melindungi kepentingan dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri


terutama generasi yang akan datang.
2. Memberikan kemungkinan bagi tiap-tiap orang untuk memperoleh kebebasan yang
lebih besar, guna menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan
anaknya.
3. Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri.
Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak menjamin
bahwa hasilnyasecara otomatis akan meningkatkan kualitas hidup penduduk yang
bersangkutan atau generasi yang akan datang
Kebijakan kependudukan dibedakan ke dalam dua tujuan. Pertama, kebijakan yang
bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Kedua, kebijakan yang bertujuan
pada perbaikan tingkat sosial dan ekonomi, seperti pengaturan migrasi, kebijakan pelayanan
terhadap penduduk usia lanjut, serta kebijakan-kebijakan berkualitas yang berkaitan dengan
peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi. Kebijakan kependudukan yang berorientasi
secara umum sifatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan kependudukan yang
pronatalis dan kebijakan kependudukan yang antinatalis.
Kebijakan kependudukan yang banyak dianut saat ini adalah kebijakan penduduk
antinatalis. Kebijakan ini mempunyai tujuan utnuk menurunkan angka kelahiran. Negara-
negara yang menjalankan program KB termasuk ke dalam kelompok negara yang antinatalis.
Dibenua Asia kebijakan kependudukan dibagi menjadi dua, yakni pengikut kebijakan anti
natalis dengan pengikut kebijakan pronatalis, sebagaimana dapat dijelaskan sebagai berikut:

14
Negera-negara antinatalis, terdiri dari Asia Selatan, Tenggara dan Timur, Pakistan, Republik
Rakyat Cina (RRC), Jepang dan Iran hampir semuanya menjalankan program KB, bahkan di
RRC mempunyai kebijakan “Hanya Satu Anak” untuk masing-masing keluarga setelah
penduduknya 2 mencapai jumlah stau milyar. Negara-negara pronatalis, terdiri dari Asia Barat
yang sebagian sebagian penduduknya bangsa Arab yang beragama Islam, dan Kuwait yang
menganut kebijakan pronatalis. Selain itu beberapa negara belum memiliki kebijakan
kependudukan yang jelas.

2.5.1 Kebijakan Kependudukan di Indonesia


Kebijakan kependudukan di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda. Pada
saat itu, pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai menyadari bahwa kepadatan penduduk di
pulau Jawa semakin tinggi. Hingga Sensus Penduduk (SP) pertama yang dilakukan di Jawa
pada tahun 1905 menunjukkan bahwa penduduk Jawa telah mencapai 30 juta Jiwa. Pemerintah
kolonial kemudian mulai memikirkan adanya proyek pemukiman kembali (resettlememt) yakni
penempatan petani-petani dari daerah di pulau jawa yang padat penduduknya, ke desa-desa
baru yang disebut “koloni” di daerah-daerah di luar Jawa yang belum ada atau sedikit
penduduknya. Hal ini juga dipandang sebagai salah satu cara untuk memecahkan masalah
kemiskinan. Oleh sebab itu, kebijakan ini kemudian dikenal sebagai kebijakan kolonisasi.
Salah satu kebijakan dalam bidang kependudukan yang sangat penting di Indonesia dan
telah menunjukkan keberhasilannya adalah kebijakan pengendalian jumlah penduduk melalui
program KB. Ide dasar tentang pembangunan keluarga sejahtera merupakan landasan filosofis
pemerintah dalam merumuskan kebijakan kependudukan. Penerjemahan ide dasar ini secara
konkret terutama pada masa-masa awal gerakan kependudukan lebih 3 ditekankan pada upaya
untuk mempengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk, persebaran, kepadatan dan struktur umur
penduduk. Dengan menggunakan strategi pendekatan yang berbeda, sesuai dengan perubahan
sosial yang dihadapi dan ketersediaan sumber daya, program ini disosialisasikan ditengah-
tengah masyarakat dengan intensitas dan aksentuasi yang berbeda pula.
Sejarah keluarga berencana (KB) di Indonesia dimulai pada tahun 1950 -an, didasarkan
atas keprihatinan sekelompok individu yang terdiri dari dokter, para ibu, sarjana hukum dan
sebagainya, terhadap keadaan kesehatan perempuan pada saat itu. Menurut dokter Kartono
Mohamad, saat itu angka kematian ibu mencapai angka sekitar 800/100.000. Pada saat itu
perempuan banyak menderita sakit dan mengalami kematian terutama sewaktu hamil dan
melahirkan, bahkan sesudahnya. Hal ini terjadi karena jumlah kehamilan yang terlalu dekat
jaraknya, terlalu sering hamil, terlalu sering keguguran atau sering melahirkan yang

15
mengakibatkan banyak anak. Pada awalnya tujuan pemerintah Republik Indonesia
melaksanakan program KB adalah untuk menekan angka kelahiran yang begitu tinggi.
Kemudian program ini berkembang kearah mencegah kematian atau mengatur jarak kelahiran
anak, perawatan kesehatan ibu dan anak, pendidikan keluarga, pendapatan keluarga dan
kesejahteraan keluarga. KB ini menjadi suatu kebutuhan keluarga bukan saja untuk
merencanakan dan menunda kelahiran, tetapi lebih kearah pada perbaikan kualitas hidup.
Bukan saja di daerah perkotaan tapi di pedesaan pun kebutuhan KB mulai terasa penting bagi
keluarga.

Selain melalui program keluarga berencana atau KB, program pemerintah yang
berkaitan dengan kebijakan kependudukan yaitu melalui pendidikan dan pendidikan
kependudukan. Intensifikasi pendidikan baik formal maupun nonformal akan meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan mengenai masalah penduduk dan pentingnyapelaksanaan keluarga
berencana. Tetapi untuk lebih menyebarluaskan informasi mengenai kependudukan maka
pendidikan kependudukan diintegrasikan ke dalam sistim pendidikan dan mencakup lembaga
pendidikan guru, pendidikan tingkat sekolah menengah dan pendidikan orang dewasa. Para
lulusan sekolah menengah dan orang dewasa amat memerlukan informasi mengenai
kependudukan oleh sebab merekalah yang akan membentuk keluarga dalam waktu relatif
singkat.
Usaha untuk memberikan motivasi ke arah tercapainya keluarga kecil dengan jumlah
anak yang sedikit ditingkatkan. Dalam hubungan ini pemberian tunjangan keluarga dan
kelonggaran lainnya di dalam sistem penggajian, pajak dan lain-lain, akan ditinjau dan
disesuaikan dengan kebijaksanaan kependudukan. Selanjutnya sistem jaminan sosial terutama
untuk hari tua setahap demi setahap mulai ditingkatkan. Peningkatan sistem jaminan sosial ini
penting oleh sebab masih luasnya pandangan bahwa banyak anak berarti banyak rezeki. Salah
satu motivasi untuk mempunyai jumlah anak yang banyak ialah bahwa anak merupakan sumber
untuk meningkatkan pendapatan bagi keluarga berpendapatan rendah. Banyaknya anak yang
tidak meneruskan sekolah adalah keadaan yang timbul oleh sebab rendahnya pendapatan orang
tua mereka dan anak-anak ini dibutuhkan untuk dapat sekedar menambah pendapatan keluarga.
Semakin tinggi tingkat kematian dikalangan anak dan bayi semakin besar pula
kebutuhan akan tingkat kelahiran yang tinggi. Semakin banyak anak-anak yang lahir dan hidup
dan mencapai umur dewasa semakin kecil kebutuhan untuk jumlah kelahiran yang besar. Oleh
karena itu usaha untuk lebih meratakan hasil pembangunan akan menunjang usaha keluarga
berencana di dalam menurunkan angka kela-hiran. Selanjutnya usaha-usaha di bidang

16
kesehatan umumnya dan usaha meningkatkan kesehatan ibu dan anak dan menu-runkan angka
kematian anak khususnya merupakan bagian daripada ikhtiar menurunkan tingkat kelahiran.
Tujuan program kesehatan reproduksi untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap
dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan
derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dalam
mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Kegiatan pokok yang dilakukan
antara lain meliputi:
1. Mengembangkan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja bagi remaja dan
menyelenggarakan promosi kesehatan reproduksi remaja, termasuk advokasi,
komunikasi, informasi, dan edukasi, dan konseling bagi masyarakat, keluarga, dan
remaja.
2. Memperkuat dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan program
kesehatan reproduksi remaja yang mandiri

2.5.2 Kebijakan Penduduk di Beberapa Negara di Dunia

a. Kebijakan Satu Anak/One Child Policy di Tiongkok


Kebijakan satu anak pada tahun 1979 menjadi kebijakan yang kontroversial karena
dampak kerusakannya terhadap kesehatan perempuan di Cina demikian juga dengan status
perempuan dan hak asasi manusia secara umum. Pada awal penerapannya, terjadi seleksi jenis
kelamin, pemaksaan aborsi, pembunuhan terhadap janin, dan pemaksaan sterilisasi secara tidak
proporsional yang langsung berpengaruh terhadap perempuan dengan meletakkan
tanggungjawab pada mereka untuk memiliki anak laki-laki dan konsekwensi yang harus
mereka terima jika gagal melakukannya (Bauer et al.1992). Namun, beberapa tahun terakhir
ini, kebijakannya sudah lebih fleksibel, membolehkan memiliki tambahan anak dengan
persayaratan-persyaratan tertentu dan penggunaan kekerasan untuk menjamin penerapan
kebijakan satu anak sudah mulai berkurang.
Ada beberapa kondisi ekonomi yang tidak terduga berkaitan dengan Kebijakan satu
anak yang dialami oleh para perempuan muda, yang tinggal di daerah perkotaan. Beberapa
perubahan ini termasuk meningkatnya kesempatan menempuh pendidikan bagi perempuan dan
posisi yang setara dengan kaum pria bagi perempuan yang berstatus sebagai pekerja, dua
kondisi ini memberi pengaruh terhadap human capital investment bagi para keluarga unntuk
mendapatkan anak perempuan. (Greenhalgh 2001).
Pertumbuhan populasi mulai terlihat masif pada tahun 1980an, otoritas pemerintah

17
yang awalnya memberi insentif berubah menjadi menekan masyarakat demi terlaksananya one
child policy. Pemberlakuan denda, pembatasan rasio, dan penolakan pendaftaran untuk
kelahiran berikutnya (yang berimplikasi pada fasilitas kesehatan, pendidikan dan perumahan)
yang dulunya diberikan pada keluarga-keluarga untuk memiliki hanya satu anak saja.
Selanjutnya, kelahiran harus benar-benar direncanakan dengan adanya pemberian izin dari
otoritas siapa saja yang memiliki hak kelahiran dalam kurun waktu tertentu. Kelahiran diluar
izin otoritas tidak diperbolehkan, dan aturan ketat diberlakukan untuk menghindari
pelanggaran terhadap kebijakan satu anak.
Kekerasan untuk menjamin implementasi kebijakan terus berkembang dari negara atau
unit-unit kerja lokal termasuk propaganda melalui All China Women’s Federation, Family
Planning unit, Komite Partai Komunis, Youth League, dan Neighborhood Committees. Studi-
studi juga mempublikasikan kajian ilmiah demi mempromosikan kelahiran satu anak saja dan
membatasi jumlah kelahiran anak.
Pada tahun 2010, Kebijakan satu anak semakin sulit untuk diterapkan karena transisi
demografi rendahnya kelahiran dan angka kematian. Kebijakan satu anak efektif secara
temporer untuk mencapai tujuan ekonomi, menciptakan keterampilan yang lebih baik dan
populasi yang lebih berpendidikan dan lebih ramping yang dapat membawa Tiongkok pada era
baru pertumbuhan. Namun, kebijakan yang tidak berimbang dalam implementasinyan
menyebabkan ketidakseimbangan rasio tenaga kerja bagi Tiongkok untuk jangka panjang dan
negara harus berusaha mencari solusinya. Mengurangi ukuran populasi dalam jangka pendek
memang strategi yang berguna, namun tidak untuk jangka panjang di lingkup program sosial
dan ekonomi yang menyebabkan berkurangnya peran negara dalam penyediaan tenaga kerja
dan keamanan sosial.
Isu ini membuat ketidakpuasan masyarakat semakin berkembang bersamaan denga
kerasnya upaya negara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi. Meskipun tekanan secara fisik
tidak lagi berguna untuk menjamin terlaksananya kebijakan ini, faktor-faktor sosial ekonomi
adalah faktor penting bagi masyarakat dalam memperbesar keluarga. Beragam kesulitan yang
akan dihadapi jika menambah anak, “realita yang ada menunjukkan bahwa tidak ada praktek
nasional dari kebijakan satu anak, namun memiliki satu anak menjadi tujuan keluarga karena
situasi negara” (Mcloughlin 2005, 308). Saat ini, 19 provinsi, dimana 52 persen populasi
Tiongkok, memang sudah mengizinkan untuk memiliki dua anak

18
.
b. Program Keluarga Berencana di India
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga adalah unit pemerintah yang
bertanggung jawab untuk merumuskan dan melaksanakan keluarga berencana di India.
Segitiga Merah terbalik adalah simbol layanan kesehatan dan kontrasepsi keluarga berencana
di India. Selain kampanye pemerintah yang baru dilaksanakan, perbaikan fasilitas kesehatan,
peningkatan pendidikan bagi perempuan, dan partisipasi yang lebih tinggi di antara perempuan
dalam angkatan kerja telah membantu menurunkan tingkat kesuburan di banyak kota di India.
Sasaran program diposisikan untuk mencapai sasaran yang dinyatakan dalam beberapa
dokumen kebijakan. Sementara India meningkatkan tingkat kesuburan, masih ada daerah di
India yang mempertahankan tingkat kesuburan yang jauh lebih tinggi.
Pada tahun 2017, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga meluncurkan
Misi Pariwar Vikas, sebuah inisiatif keluarga berencana terpusat. Fokus strategis utama dari
inisiatif ini adalah pada peningkatan akses ke kontrasepsi dengan memberikan layanan yang
terjamin, memastikan keamanan komoditas dan mempercepat akses ke layanan keluarga
berencana berkualitas tinggi. tujuan keseluruhannya adalah untuk mengurangi tingkat
kesuburan keseluruhan India menjadi 2,1 pada tahun 2025. Bersamaan dengan dua pil
kontrasepsi tersebut, MPA ( Medroxy Progesterone Acetate ) di bawah program Antara dan
Chaya (sebelumnya dipasarkan sebagai Saheli) akan tersedia secara gratis untuk semua rumah
sakit pemerintah. Manfaat program keluarga berencana ini tidak hanya bagi orang tua dan anak
tetapi juga bagi masyarakat dan bangsa, dengan mampu menjaga jumlah kelahiran baru yang
terkendali memungkinkan pertumbuhan penduduk yang lebih sedikit. Dengan pertumbuhan
populasi yang lebih sedikit, hal ini akan memungkinkan lebih banyak sumber daya terhadap
yang sudah ada dalam populasi India, dengan lebih banyak sumber daya muncul harapan hidup
lebih lama dan kesehatan yang lebih baik.

c. Kebijakan Kependudukan di Amerika Serikat


Salah satu kebijakan kependudukan di Amerika Serikat yaitu berupa layanan keluarga
berencana. Dimana, Tujuan dari layanan keluarga berencana di Amerika Serikat adalah untuk
menyediakan kegiatan pendidikan, medis dan sosial yang memungkinkan individu, termasuk
anak di bawah umur, untuk menentukan jumlah dan jarak anak-anak mereka dan untuk memilih
cara yang dapat digunakan untuk mencapai target tersebut.
Terlepas dari ketersediaan kontrasepsi yang sangat efektif , sekitar setengah dari
kehamilan di Amerika Serikat tidak diinginkan. Kontrasepsi yang sangat efektif, seperti

19
IUD kurang digunakan di Amerika Serikat. Meningkatkan penggunaan kontrasepsi yang sangat
efektif dapat membantu memenuhi tujuan yang ditetapkan dalam Healthy People 2020 untuk
mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan sebesar 10%. Biaya bagi pengguna merupakan
salah satu faktor yang menghalangi banyak wanita AS untuk menggunakan kontrasepsi yang
lebih efektif. Membuat kontrasepsi tersedia tanpa pembayaran dapat meningkatkan
penggunaan metode yang sangat efektif, serta mengurangi kehamilan yang tidak diinginkan.
Kehamilan remaja sangat terlibat dalam masyarakat saat ini dan karena itu sumber daya
yang ada untuk keluarga berencana sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi tersebut.
Program yang didanai federal seperti Planned Parenthood sangat penting dalam proses
KB remaja karena keterlibatan dokter, ginekolog, atau kedokteran. Praktik keluarga berencana
ini juga membantu memengaruhi remaja dan bayi karena ketersediaan perawatan kesehatan
dan sumber daya lain yang mungkin tidak ditawarkan.
Di Amerika Serikat, penggunaan kontrasepsi menghemat sekitar $19 miliar biaya medis
langsung setiap tahun. Judul X dari Dinas Kesehatan Undang-undang, adalah program
pemerintah AS yang didedikasikan untuk menyediakan layanan keluarga berencana bagi
mereka yang membutuhkan. Tetapi pendanaan untuk Judul X sebagai persentase dari total
pendanaan publik untuk layanan klien keluarga berencana terus menurun dari 44% dari total
pengeluaran pada tahun 1980 menjadi 12% pada tahun 2006. Medicaid telah meningkat dari
20% menjadi 71% pada waktu yang sama. Pada tahun 2006, Medicaid menyumbang $ 1,3
miliar untuk keluarga berencana umum. 1,9 miliar yang dihabiskan untuk keluarga berencana
yang didanai publik padatahun 2008 menghemat sekitar $7 miliar untuk biaya Medicaid jangka
pendek. Layanan semacam itu membantu wanita mencegah sekitar 1,94 juta kehamilan yang
tidak diinginkan dan 810.000 aborsi. lebih dari 3 dari 10 wanita di AS melakukan aborsi pada
saat meeka berusia 45 tahun.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Demografi merupakan suatu alat yang digunakan untuk mempelajari perubahan-
perubahan kependudukan. Perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi oleh komponen-
komponen utama pertumbuhan penduduk yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi yang pada
akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan pada jumlah, struktur dan persebaran penduduk.
Transisi demografi ke dalam 4 tahap, yaitu: (1) Pada tahap pertama angka fertilitas
(kelahiran) masih sangat tinggi, (2) Tahap kedua ditandai dengan mulai menurunnya angka
mortalitas, (3) Tahap ketiga, ditandai dengan kematian yang terus menurun tetapi
penurunannya mulai melambat, (4) Tahap keempat ditandai dengan angka kelahiran dan
kematian yang sudah rendah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang juga rendah.

Perubahan demografi terus terjadi baik di Indonesia maupun di beberapa negara di


dunia. Kemunculan virus corona di tahun 2019 (Covid-19) hingga saat ini menjadi sebuah
pandemi yang memiliki dampak langsung dan tidak langsung di berbagai sektor, baik publik,
maupun nonpublik, serta berbagai bidang kehidupan, termasuk kependudukan di seluruh
dunia. Pandemi mengakibatkan sejumlah penduduk sakit dan meninggal, serta adanya
dominasi penduduk usia lanjut yang mengalami kematian, sehingga penting untuk melakukan
proyeksi terhadap jumlah tingkat sakit dan tingkat kematian yang mungkin terjadi serta
menganalisis potensi pengaruhnya terhadap pembentukan kembali komposisi struktur usia
penduduk. Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi
besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. Kebijakan kependudukan
dibedakan ke dalam dua tujuan yaitu untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk dan
memperbaikan tingkat sosial dan ekonomi, seperti pengaturan migrasi, kebijakan pelayanan
terhadap penduduk usia lanjut, serta kebijakan-kebijakan berkualitas yang berkaitan dengan
peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi. Kebijakan kependudukan yang banyak dianut
saat ini adalah kebijakan penduduk antinatalis. Kebijakan ini mempunyai tujuan utnuk
menurunkan angka kelahiran. Negara-negara yang menjalankan program KB termasuk ke
dalam kelompok negara yang antinatalis. Negara-negara antinatalis, terdiri dari Asia Selatan,
Tenggara dan Timur, Pakistan, Republik Rakyat Cina (RRC),Jepang dan Iran.

21
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2020. Potret Sensus Penduduk 2020. Jakarta.


Bappenas, BPS, UNFPA. 2008. Proyeksi Penduduk Indonesia 2005-2025. Jakarta.
Bappenas, BPS, UNFPA. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta.
Hardiani, Junaidi. 2009. Dasar-dasar Teori Ekonomi Kependudukan. HAMANDA PRIMA
Lembaga Demografi FE UI. 2007. Dasar-dasar Demografi. Jakarta:Lembaga Penerbit FE
UI.
Sonny Harry B. Harmadi., P. (2016). Analisis Data Demografi. Tangerang Selatan.
Nasrullah Hidayat. 2013. Kajian Kebijakan Kependudukan di Indonesia. Jurnal
AdministrasiPublik. 1(2).

Sari Lestari Zainal Ridho dan Syaiful Aqli Yusuf. 2020. Dinamika Komposisi Penduduk:
Dampak Potensial Pandemi Covid-19 terhadap Demografi di Indonesia.
Populasi.2.28.
Tadjuddin Noer Effendi. 1991. Kebijaksanaan Kependudukan: Teori, Konsep dan
Penerapannya di Indonesia. Populasi, 2(2).

https://dosengeografi.com/kebijakan-kependudukan/ (di akses pada hari Jumat, 10 Maret


pukul 19.30)

http://dukcapil.gunungkidulkab.go.id/kebijakan-kependudukan/ (di akses pada Jumat, 10


Maret pukul 19.00)
https://en.wikipedia.org/wiki/Family_planning_in_India (di akses pada hari Jumat, 10 Maret
pukul 20.00)

22

Anda mungkin juga menyukai