Anda di halaman 1dari 10

1.

3 Pembangunan dan Masyarakat

a. Definisi Pembangunan dan Masyarakat

 Pembangunan

Menurut Lewwellen, Larrin, dan Kiely (Badruddin, 2009), teori pembangunan dalam ilmu sosial
dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan. Paradigma
modernisasi meliputi teori-teori makro mengenai perkembangan ekonomi dan perubahan
masyarakat dan teori-teori mikro mengenai mutu-mutu individu yang mendukung proses
perubahan. Sedangkan, paradigma ketergantungan merangkum teori-teori keterbelakangan
(under-development), ketergantungan (dependent development), dan sistem dunia (world system
theory).

Menurut Alexander dan Portes (Badruddin, 2009), pembangunan (development) adalah proses
perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial,seperti: politik, ekonomi, infrastruktur,
pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan, dan budaya mendefenisiskan pembangunan
sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah jalan perubahan yang
sengaja diperbaiki dari berbagai aspek kehidupan masyarakat.

 Masyarakat

Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan
organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang
terbagi secara ekonomi.

Menurut Paul B. Horton dan C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif
mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu,
mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok atau
kumpulan manusia tersebut.

 Pembangunan Masyarakat

Menurut Soetomo (2006), pembangunan masyarakat dilihat dari mekanisme perubahan


dalam rangka mencapai tujuannya, kegiatan pembangunan masyarakat ada yang mengutamakan
dan memberikan penekanan pada bagaimana prosesnya sampai suatu hasil pembangunan dapat
terwujud, dan adapula yang lebih menekankan pada hasil material, dalam pengertian proses dan
mekanisme perubahan untuk mencapai suatu hasil material tidak begitu dipersoalkan, yang
penting dalam waktu relatif singkat dapat dilihat hasilnya secara fisik.

Secara umum pembangunan masyarakat (community development) adalah kegiatan


pemberdayaan masyarakat yang dilaksakan secara teratur dan bertahap, terencana dan
diposisikan untuk memperbesar akses masyaarakat agar terwujud kondisi sosial, ekonomi dan
kualitas kehidupan yang lebih indah apabila disandingkan dengan tahap kegiatan pembangunan
setelah itu.

Menurut Tr. Baten, pembangunan masyarakat (desa) adalah suatu proses dimana warga
masyarakat desa pertama- tama mendiskusikan dan menentukan keinginan mereka, kemudian
merencanakan dan melaksanakan bersama untuk memenuhi keinginan mereka tersebut.

Menurut Irwin T. Sanders, pembangunan masyarakat (Community Development) adalah


perpaduan atau persenyawaan dari dua bentuk kekuatan dalam masyarakat, kekuatan pertama
adalah pengorganisasian masyarakat (Community Organization) dan kekuatan yang kedua
pengembangan ekonomi (Economic Development). Dirumuskan oleh Sanders : CD = CO + ED

b. Azas Pembangunan Masyarakat

1. Dinamisasi- bahwa Pembangunan Masyarakat adalah kegiatan educative untuk


membangkitkan peran serta masyarakat.
2. Demokratisasi, bahwa pembangunan masyarakat melimpahkan kepercayaan kepada
masyarakat untuk memegang inisiatif dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
program- program yang berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
3. Modernisasi, bahwa pembangunan masyarakat ialah upaya meningkatkan kualitas
masyarakat dalam semua aspek kehidupan dengan titik berat pada peningkatan aspek
sosial dan ekonomi.

c. Tujuan, Hakekat, dan Misi Pembangunan Masyarakat

 Tujuan utama

Pembangunan Masyarakat; secara umum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu


bagi kemajuan bidang ekonomi dan sosial bagi semua anggota masyarakat.

 Hakekat Pembangunan Masyarakat pada dasarnya pencapaian tujuan

1. Peningkatan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.

2. Pelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan.

3. Terjabarnya kebijaksanaan dan program pembangunan nasional di masing- masing pedesaan,


dengan menitik beratkan pada prakarsa masyarakat itu sendiri.

 Tujuan dan Misi Pembangunan Masyarakat menurut Sutaryat adalah

Mampu menciptakan dan mengkoordinasikan: (a) masyarakat yang gemar membangun, (b)
masyarakat mandiri, (c) masyarakat kooperatif, dan (d) masyarakat partisipatif. Keempat kondisi
itu harus menjadi acuan bagi setiap pelaksanaan dan pengembangan program pembangunan
masyarakat. Masyarakat gemar membangun berarti proses pembangunan masyarakat dapat
membawa masyarakat pada proses pembiasaan diri dengan berdasarkan kepada kebtuuhan
membangun menjadi titik tolak utama. Dalam pada itu prosesnya dilakukan dengan cara
partisipasi, kerjasama (kooperatif) berdasarkan dengan motto pembangunan masyarakat
(community development) yaitu: ”To help people them selves”.

d. Sepuluh Prinsip Pembangunan Masyarakat

1. Kegiatan Pembangunan Masyarakat menyangkut kebutuhan dari masyarakat.


2. Usaha- usahannya bisa terpisah tetapi sinkronisasi dan intergerasi, program yang multi
purpose (packed).
3. Perubahan sikap mental pada tahap- tahap pemulaan pembangunan.
4. Menuntut adanya partisipasi masyarakat yang semakin meningkat.
5. Pemberian semangat dan latihan bagi pimpinan setempat.
6. Partisipasi wanita dan remaja/ pemuda dalam pembangunan masyarakat.
7. Bantuan yang intensif dan ekstensif dari pemerintah dalam membantu proyek- proyek
swadaya masyarakat.
8. Dukungan kebijaksanaan pemerintah, persyaratan administrasi, pelatihan, penelitian dan
mobilisasi potensi.
9. Pemanfaatan organisasi voluntir (LSM dsb.)
10. Kesetaraan kemajuan pembangunan ekonomi dan sosial pada tingkat lokal- regional dan
nasional.

d. Indikator Pembangunan Masyarakat

Pada umumnya, para praktisi dan teoritikus pembangunan masyarakat (community development)
mengindikasikannya melalui variabel-variabel pembangunan dan tujuan pembangunan masyarakat
berdasarkan pendekatan-pendekatan yang mereka terapkan. Dalam hal ini, Troeller (1978) menyatakan
ada 6 macam pendekatan yang selama ini dipakai sebagai pola untuk mengukur atau setidaknya
mengindikasikan suatu kemajuan dari hasil suatu pembangunan masyarakat (community development):

Pendekatan pertama adalah “Growth Approach”, yaitu mengukur kemajuan atau keberhasilan
pembangunan masyarakat terindikasikan dari pertumbuhan sektor ekonomi yang pada intinya
mengasumsikan bahwa pertumbuhan masyarakat bisa terjadi jika ada modal dari atas, yakni “trickle down
effect;

Pendekatan yang kedua adalah “Redistribution of Growth Approach”, yaitu suatu upaya untuk
mengukur suatu kemajuan pembangunan masyarakat yang terindikasikan dari pertumbuhan sektor
ekonomi yang pada intinya melihat asumsi dari model pertumbuhan yang hampir mirip dengan di atas,
namun lebih menekankan sejauh mana realita terjadinya kesenjangan antar kelas sosial-ekonomi dari
masyarakat dimana pembangunan tersebut berlangsung;

Bentuk pendekatan yang ketiga adalah “Dependence Paradigm” yaitu mengukur suatu kemajuan
pembangunan masyarakat terindikasikan dengan teori pendekatan yang bertumpu dari asumsi bahwa sifat
ketergantungan merupakan penyebab terjadinya “under development” suatu masyarakat;
Pendekatan yang keempat adalah “The New International Economic Order” Yaitu suatu cara
dalam menilai keberhasilan suatu kemajuan pembangunan masyarakat yang terindikasikan dari
pendekatan model pembangunan yang menekankan model pembangunan masyarakat melalui asumsi
pentingnya suatu tatanan ekonomi baru secara internasional yang didasarkan pada realita ancaman
penyusutan sumber bumi, dominasi ekomoni negara-negara maju, serta perusahaan-perusahaan
multinasional. Pendekatan ini mendorong negara-negara Selatan untuk menguasai dan mengelola
sumber daya alam dan ekonomi mereka sendiri;

Pendekatan yang kelima adalah “The Basic Needs Approach” yaitu pengukuran suatu
kemajuan pembangunan masyarakat yang terindikasikan melalui pendekatan dari teori
kebutuhan pokok yang menekankan 3 (tiga) sasaran pembangunan, yaitu membuka lapangan
kerja, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Namun
kemudian diperluas dengan pemenuhan kebutuhan yang bersifat non-material, yaitu indikasi
kualitas kehidupan (quality of life);

Pendekatan yang terakhir adalah “The Self-Reliance Approach” yaitu pengukuran suatau
kemajuan pembangunan masyarakat yang terindikasikan berdasarkan acuan teori yang mendasari
pendekatan kedaulatan yaitu model pembangunan masyarakat yang menekankan pentingnya
terciptanya suatu hubungan timbal-balik dan saling menguntungkan antar negara-negara industri,
dan juga mendorong pemaksimalan sumber data negara atau masyarakat lokal.

Pendekatan dari para praktisi ekonomi ortodoks seperti Rostow dengan pendekatan
Growth Approach-nya yang menggunakan indikator ICOR (Incremental Capital Output Ratio)
atau yang lebih populer adalah melalui indikator GNP (Gross National Product). Teori ini pada
intinya memaparkan bahwa standard kehidupan suatu masyarakat adalah ditentukan oleh
pertumbuhan ekonominya. Walaupun dalam kenyataannya, dalam beberapa kasus dari negara
berkembang, pertumbuhan GNP suatu negara tidak selalu mencerminkan kondisi nyata atas
peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat luas. Hal ini terjadi oleh karena teori pertumbuhan
bertumpu pada anggapan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh besarnya
pendapatan perkapita masyarakat tersebut. Padahal ada faktor-faktor non-ekonomi atau non-
material yang turut mempengaruhi tingkat kesejahteraan suatu masyarakat, antara lain; adat
istiadat, iklim, alam sekitar dan ada tidaknya kebebasan mengeluarkan pendapat dan bertindak.
Kelemahan kedua dari teori ini terjadi karena dari asumsi makna kesejahteraan yang digunakan
merupakan hal yang bersifat subyektif, yakni dengan melupakan fakta psikologis dari suatu
kelompok masyarakat bahwa tiap-tiapindividumemiliki pandangan hidup, tujuan hidup dan pola
hidup yang berbeda. Dan akhirnya teori pembangunan model ini tanpa disadari telahmelakukan
pengabaikan perbedaan sosial budaya serta politik antara negara satu dengan lainnya, yang
mencakup struktur umur, penduduk, distribusi pendapatan nasional dan perbedaan nilai mata
uang (Arsyad, 2004: 26-28).
Mardikanto & Soebiato (2013: 18) lebih lanjut merangkum beberapa pendapat para
praktisi kedalam lima karakteristik utama pembangunan masyarakat (community development)
yang berpusatkan pada rakyat, yaitu:

1. Prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat


tahap demi tahap harus dimulai dan berupa aspirasi dari masyarakat dimana
pembangunan akan diberlangsungkan;
2. Fokus utama dari pembangunan masyarakat tersebut adalah suatu perencanan usaha yang
diarahkan secara transparan hanya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat setempat
untuk memiliki swadaya untuk mengelola dan memobilisasikan sumber-sumber yang
terdapat di komunitas untuk memenuhi kebutuhan mereka;
3. Pendekatan pembangunan masyarakat yang dijalankan harus memiliki tingkat daya yang
mampu mentoleransi variasi kapasitas-kapasitas masyarakat lokal dan oleh karenanya,
pembangunan masyarakat tersebut harus bersifat flexible sehingga mampu menyesuaikan
diri dengan kondisi lokal;
4. Didalam melaksanakan pembangunan masyarakat tersebut, pendekatan yang dipakai
dalam melalukan interaksi sosial harus menekankan pada proses social learning yang
didalamnya terdapat interaksi kolaboratif antara birokrasi dan komunitas mulai dari
proses perencanaan sampai evaluasi proyek dengan mendasarkan saling belajar; dan
5. Terjadinya suatu proses pembentukan jejaring (networking) antara birokrasi dan lembaga
swadaya masyarakat, yaitu berupa satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri.
Jejaring sosial ini harus merupakan suatu bagian yang integral dari pendekatan sosial
tersebut, yang bertujuan Pembangunan Masyarakat, Indikator dan Penggeraknya 33 baik
untuk meningkatkan kemampuan mereka mengidentifikasi dan mengelola pelbagai
sumber, maupun untuk menjaga keseimbangan antara struktur vertikal maupun
horizontal. Melalui proses networkingini diharapkan terjadi suatu simbiose sosial, yaitu
keharmonisan dari antara struktur-struktur pembangunan di tingkat lokal dan
pemerintahan daerah. Senafas dengan kelima karakter pembangunan masyarakat
(community development) tersebut di atas, Soetomo (2013: 34) melengkapinya dengan
empat unsur yang harus menjiwai suatu program pembangunan masyarakat (community
development) sehingga kelima karakter ini dapat diimplementasikan. Adapun keempat
unsur tersebut adalah sebagai berikut: Pertama adalah terjadinya proses perubahan dalam
diri masyarakat setempat, yaitu suatu kondisi sosial yang mengalami transformasi dalam
pola kehidupan maupun struktur sosialnya. Yang kedua adalah terjadinya suatu proses
yang mendorong semakin terciptanya hubungan yang harmonis antara kebutuhan
masyarakat dengan potensi, sumberdaya dan peluang dari masyarakat yang bersangkutan.
Unsur ketiga adalah adanya kejelasan dari suatu pembangunan masyarakat yang
menyatakan terjadinya proses peningkatan dari kapasitas masyarakat untuk memberi
respon-respon sosial terhadap permasalahan masyarakat yang muncul dari berbagai
dampak dari suatu pembangunan yang berkembang.
Dudley Seers (1979) memberi delapan kondisi utama yang harus dicapai dalam pelaksaan
pembangunan masyarakat (community development) :

1. Rendahnya tingkat kemiskinan, yaitu masyarakat memiliki daya ekonomi secara


individu untuk membeli dan memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar mereka secara
terbuka atau umum.
2. Rendahnya angka pengangguran, yaitu setiap anggota masyarakat memiliki lahan
pekerjaan di tempat mereka, sehingga mengurangi bahkan menghapus tingkat
urbanisasi masyarakat ke kota-kota besar.
3. Relatif terjadi kesetaraan, yaitu adanya rasa kebersamaan dan rasa solidaritas dari
antara anggota masyarakat setempat.
4. Terakomodasi-kannya nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan politik masyarakat,
yaitu terciptanya suasana kegotongroyongan sosial dalam proses pembangunan
masyarakat.
5. Dirasakannya suasana kemerdekaan nasional yang sesungguhnya. Sebagai akibat
terimplementasikannya nilai-nilai demokrasi, maka setiap anggota masyarakat
merasakan kenyamanan dalam melaksanakan hak-hak kewarganegraaan mereka
secara terbuka dan leluasa.
6. Membaiknya tingkat pendidikan masyarakat, yaitu tersedianya sarana pendidikan
yang memadai, baik secara fisik maupun sumber daya manusianya, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan dari semua tingat usia dari masyarakat setempat.
7. Adanya kemajuan kesetaraan antara status kaum perempuan dengan kaun laki-laki
secara berimbang dan adanya suatu indikasi peningkatan partisipasi masyarakat dari
kaum perempuan secara aktif.
8. Dan akhirnya, terbentuknya lembaga kemasyarakatan atau pemerintahan yang
merekam dan memproyeksikan suatu perencanaan pembangunan masyarakat yang
keberlanjutan, dengan demikian pembangunan masyarakat ini akan memberikan
landasan dan kemampuan bagi semua lapisan usia masyarakat setempat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup dalam pembangunan masyarakat bagi
generasi anak-cucu di masa depan.

e. Pelaku Pembangunan Masyarakat

Rahim (1975) mengungkapkan adanya dua kelompok atau “sub-sistem” dari para pelaku
pembangunan masyarakat (community development), antara lain; Kelompok sub-sitem pertama
adalah sekelompok kecil dari warga anggota masyarakat yang merumuskan perencanaan dan
yang berkewajiban untuk mengorganisasi dan menggerakkan anggota warga masyarakat yang
lain untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Adapun tugas dari kelompok dari sub-sistem ini
adalah sebagai perumus atas semua ide-ide atau setiap aspirasi yang muncul dari masyarakat
melalui pendekatan secara hubungan sosial kekerabatan untuk membuat suatu mekanisme dalam
rangka usaha kerjasama, dengan demikian kelompok ini bukanlah penggagas tunggal dari suatu
pembangunan masyarakat. Hal ini amat krusial dalam suatu proses pembangunan masyarakat,
karena suatu kegerakkan pembangunan akan berhasil dengan efektif apabila pembangunan
masyarakat tersebut direncanakan dari arus paling bawah dari masyarakat setempat, kemudian
aspirasi tersebut disalurkan melalui tahapan-tahapan pertemuan kelompok-kelompok sosial (sub-
sitem sosial), yang dapat dilakukan dalam bentuk musyawarah permufakatan, baik secara forma
maupun informal.

Sub-sistem yang kedua adalah suatu kelompok dari anggota masyarakat luas yang terlibat
dan dilibatkan dalam berpartisipasi melalui proses pembangunan masyarakat (community
development) ini, baik dalam wujud ide, tenaga, biaya, atau prakarasi-prakarsa lainnya.
Keterlibatan sub-sitem masyarakat ini bisa dilakukan dengan pasif (melalui perwakilan) maupun
secara aktif untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan, pemantauan, atau supervisi serta
pemanfaatan dari hasil pembangunan masyarakat (community development) tersebut. Kelompok
sub-sitem masyarakat yang kedua ini amat penting dalam menunjang terjadinya keberhasilan
suatu pembangunan masyarakat, hal ini terlihat dari fakta praktis dilapangan secara kasat mata
yang menyatakan bahwa kelompok inilah yang acapkali berperan utama dan bahkan vital dalam
eksekusi program-program pembangunan masyarakat (community development), sementara
kelompok “elit masyarakat” justru hanya berperan sebagai penerjemah “kebijakan dan
perencanaan pembangunan” yang berperan secara birokrasi dan tidak bersentuhan secara
langsung dalam mengorganisir dan menggerakkan partisipasi masyarakat.

f.Pembangunan Infrastruktur dan Partisipasi Masyarakat

Masa pemerintahan Presiden Joko Widodo menyuguhkan berbagai pembangunan infrastruktur.


Berdasarkan Perpres Nomor 58 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional, tercatat ada 248 proyek infrastruktur strategis nasional di berbagai wilayah Indonesia.
sangatlah penting untuk memahami hakikat pembangunan perekonomian Indonesia yang telah
digariskan oleh konstitusi sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945. Perekonomian
nasional disusun atas usaha bersama, berdasarkan prinsip demokrasi ekonomi dan asas
kekeluargaan. Bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat dalam
arti kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum
Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.

Dalam berbagai aktivitas pembangunan tersebut, setiap warga negara memiliki hak untuk terlibat
aktif. Hak partisipasi tersebut pun telah dijamin oleh konstitusi sebagimana termaktub dalam
Pasal 28 C ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan: Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya
dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya. Artinya, dalam berbagai aktivitas pembangunan mulai dari tahap perencanaan,
pemanfaatan, sampai pengawasan memerlukan peran aktif masyarakat sebagai kontrol sosial,
dan citizen partisipation is citizen power. Karena setiap pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah, masyarakatlah yang nantinya akan merasakan dampaknya baik positif maupun
negatif.
Dalam berbagai kasus pembangunan, hak-hak masyarakat yang telah dijamin konstitusi tersebut
dieleminasi oleh pemerintah baik itu melalui legal instrumen maupun kriminalisasi langsung
terhadap masyarakat melalui alat negara (TNI/Polri). Pembangunan tidak lagi memperhatikan
hukum yang hidup di dalam masyarakat sebagai bagian dari kearifan lokal, masyarakat pinggiran
termarjinalkan, hingga terkungkung di dalam jeruji besi.

Menurut data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) pada 2017 konflik agraria tercatat 659
kejadian, dengan luas lahan 520.491,87 hektar, dan melibatkan sebanyak 652. 738 kepala
keluarga (KK). Jumlah korban dan bentuk kekerasan dalam konflik agraria tercatat 369 orang
dikriminalisasi (351 laki-laki + 18 perempuan), 224 orang dianiaya (170 laki-laki + 54
perempuan), dan 6 orang tertembak dan 13 tewas (seluruh korban laki-laki). Jumlah pelaku
kekerasan dalam konflik agraria meliputi 11 TNI, 21 polisi, dan 15 preman. Konflik agraria yang
terjadi sepanjang 2017 meliputi warga vs swasta 289 kasus, warga vs pemerintah 140 kasus,
warga vs BUMN 55 kasus, warga vs aparat 28 kasus.

Praktik pembangunan yang demikian sangatlah bertolak belakang dengan prinsip demokrasi
ekonomi dalam sistem perekonomian nasional yang mengandung makna kerakyatan, artinya
pembangunan nasional itu adalah pembangunan berbasis negara dan rakyat (state based
devolepment). Model pengambilan keputusan dalam pembangunan seharusnya participatory
democracy, bukan elite democracy.

Partisipasi adalah Hak Keterlibatan masyarakat dalam setiap pembangunan merupakan hak asasi
warga negara yang telah dijamin oleh konstitusi sebagaimana termaktub dalam Pasal 28C ayat
(3) UUD 1945. Bentuk keterlibatan masyarakat mulai dari tahap pemberitahuan informasi,
konsultasi, dialog, tukar pikiran, musyawarah, menyatakan pendapat, dan interaksi semuanya
merupakan hak asasi warga negara yang dijamin dan dilindungi oleh UUD 1945 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 E ayat (3) dan 28F UUD 1945.

Sesunggguhnya, penyangkalan terhadap keterlibatan peran serta masyarakat oleh pemerintah


menunjukkan ketidaktaatan hukum oleh pemerintah. Sebab, setiap kebijakan pemerintah
haruslah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (rechtmatigheid) dan asas umum
pemerintahan yang baik (AUPB).

Di level peraturan perundang-undangan, misalnya dalam hal pembukaan lahan (land clearing)
menurut Pasal 7 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan
Umum: "Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan
dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan." Meskipun UU Pengadaan
Tanah, UU Nomor 2 Tahun 2012 ini bersifat fluktuatif, tapi masih tetap mengatur dan
memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat.

Begitu pula terhadap kegiatan pembangunan yang berdampak bagi lingkungan, wajib memiliki
dokumen UKL-UPL dan AMDAL yang juga melibatkan partisipasi masyarakat sebagaimana
dimaksud dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Secara spesifik, bentuk keterlibatan masyarakat itu dijelaskan dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 meliputi; (a) pemberian informasi yang
transparan dan lengkap, (b) kesetaraan posisi di antara pihak-pihak yang terlibat, (c)
penyelesaian masalah yang bersifat adil dan bijaksana, dan (d) koordinasi, komunikasi, dan kerja
sama di kalangan pihak-pihak yang terkait.

Pentingnya Partisipasi Masyarakat

Setiap kegiatan pembangunan haruslah bersifat pareto superior (membangun menguntungkan


segala pihak terutama masyarakat), bukan pareto optimal (membangun mengorbankan orang
lain). Tujuan utama pembangunan adalah untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan warga
negara Indonesia. Nilai-nilai penting dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah
untuk; pertama, peran masyarakat adalah sebagai suatu strategi. Maksudnya, peran serta
masyarakat merupakan strategi untuk mendapatkan dukungan masyarakat (public support).

Kedua, peran masyarakat sebagai suatu kebijakan. Masyarakat merupakan subjek yang potensial
dikorbankan atau terkorbankan oleh pembangunan. Oleh sebab itu, masyarakat memiliki posisi
tawar untuk mengkonsultasikan haknya (right be to consulted) yang menjadi dasar kebijakan
oleh pemerintah. Ketiga, peran serta masyarakat sebagai alat komunikasi. Peran serta masyarakat
ditujukan untuk mendapatkan informasi untuk pengambilan keputusan-keputusan pemerintah.

Keempat, peran serta masyarakat sebagai alat penyelesaian sengketa. Pada tahap ini peran serta
masyarakat didayagunakan untuk meredam konflik melalui upaya pencapaian konsensus dari
pendapat-pendapat yang ada. Sebagai penutup, bagian terpenting dalam pembangunan Indonesia
adalah membangun Indonesia haruslah dimulai dari membangun jiwa warga negara Indonesia,
barulah membangun badannya (fisik).
Daftar Pustaka

1. file:///C:/Users/ENDAHR~1/AppData/Local/Temp/Mohamad-Ikbal-Bahua-Buku-
Perencanaan-Partisipatif-Pembangunan-Masyarakat.pdf
2. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/197106141998031-
JONI_RAHMAT_PRAMUDIA/Pembangunan_Masyarakat-HO.pdf
3. https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13095/2/D_902007005_BAB%20II.pdf
4. https://news.detik.com/kolom/d-4021236/pembangunan-infrastruktur-dan-partisipasi-
masyarakat

Anda mungkin juga menyukai