Anda di halaman 1dari 19

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI

NEGARA DAN IMPLEMENTASINYA

Disusun oleh :
1. Dimas Andrianto Kisworo 1411900052
2. Alfadhil Surya Kurnia 1411900030
3. Dedi Dwi Kurniawan 1411900070
KATA PENGANTAR

Mata Kuliah Pancasila termasuk salah satu Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) dalam
kurikulum Program S.1 Perguruan Tinggi di Indonesia (Surat Keputusan Dirjen Dikti,
Depdikbud, No. 32/DT/Krp/1983), termasuk di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, dengan
bobot 2 Satuan Kredit Semester (SKS).
Makalah ini dimaksudkan untuk membantu memenuhi kebutuhan mahasiswa kami
sendiri, di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Oleh karena itu materinya akan disesuaikan
dengan silabus yang berlaku di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya tersebut, dan juga
bimbingan dari dosen Universitas.
Materi yang akan dibahas pada makalah ini merupakan hal-hal yang bersifat mendasar.
Oleh karena itu Mahasiswa diharapkan untuk mempelajari kembali buku-buku dan bahan-bahan
referensi penataran tersebut, misalnya mengenai bagaimana caranya mengimplementasikan
Pancasila ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makalah ini belum mengemukakan pembahasan yang luas dan mendalam. Oleh karena
itu Mahasiswa masih diharapkan untuk mempelajari sumber aslinya dalam bentuk tugas-tugas,
resensi buku, dan tugas-tugas lain yang diperlukan.
Pengembangan pemikiran tentang Pancasila beserta implementasinya yang demikian
bukanlah dimaksudkan untuk merubah atau merevisi apalagi menggantinya. Justru yang ingin
dicapai adalah untuk memperkuat, mempermantap dan mengembangkan penghayatan,
pembudayaan dan pengamalannya dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat berbangsa
dan bernegara. Pengembangan pemikiran demikian justru dimaksudkan untuk menjaga agar
Pancasila senantiasa relevan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat dan tuntutan
perubahan zaman, dengan tetap berada dalam kerangka paradigma atau hakekat jati dirinya.
Kami sebagai pembuat makalah ini berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
Mahasiswa lain khususnya, dalam mempelajari tentang Pancasila sebagai dasar negara dan
implementasinya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I
A. PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
D. MANFAAT

BAB II
A. KAJIAN TEORI
B. CONTOH KASUS
C. ANALISIS KASUS

BAB III
A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

A. Pendahuluan

Pancasila adalah ideologi terbuka. Ungkapan yang sederhana tapi syarat makna ini
sekarang berkembang dan mulai membudaya dalam masyarakat kita. Memang suatu konsep
yang abstrak seperti “Pancasila adalah ideologi terbuka” memerlukan waktu untuk
memantapkan proses pemahaman, penghayatan, pembudayaan dan pengamalannya dalam
masyarakat. Kehadiran proses itu menunjukkan bahwa roh atau jiwa dari konsep itu hidup dan
berkembang. Roh itu tumbuh secara incremental, berangsur-angsur, dalam pemikiran dan
praktek dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Ia berkembang bagaikan tanaman yang
tumbuh menjadi pohon yang rindang. Agar proses pertumbuhannya wajar, sehat dan segar ia
memerlukan pupuk melalui pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dan perlu
pula disirami dan disiami dengan praktek-praktek yang konkrit dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui itu semua menjadilah ia suatu konsep yang hidup dan dinamis. Kehadirannya terasa riil,
komunikatif dan menjamah dalam berbagai bidang kehidupan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Sejalan dengan itu para anggota masyarakat akan merasakan dan mengakuinya sebagai
milik bersama yang paling hakiki, yang menjadi landasan, pengarah dan tujuan kehidupan
bersama merka dalam berbagai dimensinya. Ideologi mereka yang terbuka itu hidup dan
berkembang bersama-sama dinamika perkembangan kehidupan mereka dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Suatu interaksi yang wajar dan sehat terjalin dengan intimnya antara
ideologi mereka yang terbuka dengan realita kehidupan mereka sehari-hari dari masa ke masa.
Generasi berganti dan zaman berubah, tetapi hakekat yang terkandung dalam ideologi mereka
yang terbuka itu tetap sama. Dalam sifat keterbukaan itu suatu ideologi yang berkualitas tinggi
menemukan kekuatannya yang menjadikannya kenyal dan tahan uji. Menjadilah ia suatu
ideologi yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan dan tak berkarat oleh perjalanan
zaman.
Demikianlah menurut pandangan kita, suatu ideologi terbuka mengandung semacam
dinamika internal yang memungkinkannya untuk memperbaharui diri atau maknanya dari waktu
ke waktu sehingga isinya tetap relevan dan komunikatif sepanjang zaman, tanpa menyimpang
dari apalagi mengingkari hakekat atau jati dirinya. Pembaharuan diri (self-renewal) atau
pengembangan maknanya itu bukan berarti merevisi apalagi mengganti nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalamnya. Bilamana nilai-nilai dasar itu direvisi apalagi diganti, maka ideologi
tersebut sudah kehilangan hakekat atau jati dirinya, dan oleh karena itu meskipun secara formal
ia mungkin masih ada, secara substansi ia tidak lagi hadir karena sudah direvisi atau diganti
oleh nilai-nilai dasar baru.
Bagi suatu bangsa dan negara ideologi adalah wawasan, pandangan hidup atau falsafah
kebangsaan dan kenegaraany. Oleh karena itu ideologi mereka menjawab secara meyakinkan
pertanyaan mengapa dan untuk apa mereka menjadi satu bangsa dan mendirikan negara. Sejalan
dengan itu ideologi adalah landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara mereka dengan berbagai dimensinya. Sebagai ideologi nasional
Pancasila mengandung sifat itu.
Dari semua definisi yang dikemukakan tersebut kita mengetahui bahwa ideologi itu
berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan
mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau
pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian atau sistem nilai dasar itu mereka mengetahui
bagaimana cara yang paling baik, yaitu secara moral atau normatif dianggap benar dan adil,
dalam bersikap dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan dan membangun
kehidupan duniawi bersama dengan berbagai dimensinya.
Sebagaimana diketahui ada berbagai hal atau faktor yang dapat melahirkan dan
mengembangkan persepsi, sikap dan tingkah laku yang tidak wajar, kurang sehat atau keliru
tentang suatu ideologi. Salah satunya adalah ketika seseorang atau suatu golongan yang
memiliki kekuatan dan kekuasaan memaksakan persepsinya sebagai persepsi yang paling benar.
Biasanya motif atau tujuan utama dari pemaksaan persepsinya itu adalah untuk melestarikan
kekuasaannya dan memenangkan kepentingannya.
Persepsi, sikap dan tingkah laku yang tidak wajar atau keliru dapat pula terjadi dalam
suasana keterbukaan atau kebebasan yang tak terbatas, apalagi kalau dirasuki pula oleh iklim
saling curiga yang tajam. Dalam suasana seperti ini biasanya terjadi kecenderungan yang
merangsang berbagai pihak untuk memonopoli kebenaran tentang ideologi. Hal ini bukannya
hanya menyulitkan tercapainya persamaan atau keserasian persepsi, sikap dan tingkah laku,
tetapi juga dapat mengembangkan nilai yang membahayakan kehidupan bersama. Peranan dan
fungsi ideologi sebagai alat pemersatu dapat dilumpuhkan oleh kehadiran persaingan persepsi
yang tajam dan cenderung anarkis itu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sastrapratedja,
ideologi memiliki kecenderungan untuk doktriner, terutama karena ia berorientasi pada tindakan
atau perbuatan untuk merealisasikan nilai-nilainya.
Demikianlah persepsi, sikap dan tingkah laku yang keliru terhadap ideologi antara lain
dapat meredusir ideologi itu menjadi alat kekuasaan otoriter/totaliter yang menakutkan,
mengembangkan suasana persaingan yang tajam dan penuh kecurigaan yang anarkis, atau
menjadikannya suatu dogma yang sempit, kaku, dan beku.
Semakin kaya pengetahuan kita tentang Pancasila, melalui proses pengembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan dari masa ke masa, dapat dipakai sebagai salah satu
indikator yang amat penting bahwa ideologi kita itu makin membudaya dan makin diamalkan
oleh masyarakat dan bangsa kita dalam berbagai bidang kehidupan mereka sehari-hari.
Masyarakat, bangsa dan negara kita hidup dan berkembang secara dinamis seirama
dengan dan sebagaimana halnya Pancasila hidup dan berkembang secara dinamis sebagai
ideologi terbuka. Hal itu akan mempermantap relevansi dan kredibilitas Pancasila sebagai
ideologi bagi masyarakat dan bangsa kita, dan oleh karena itu menjadikannya ideologi yang
alot, kenyal dan tahan banting. Ideologi yang tak lekang oleh panas, dan tak lapuk oleh hujan,
dan tak berkarat oleh perubahan jaman. Ia akan hidup dan lestari sepanjang masa.
B. Rumusan masalah

1. Apa itu Pancasila?


2. Apa fungsi Pancasila?
3. Bagaimana sejarah perumusan Pancasila?
4. Bagaimana implementasi dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan?

C. Tujuan Masalah

1. Mempelajari mengenai hakekat dan pengertian Pancasila.


2. Mempelajari mengenai fungsi-fungsi dari Pancasila sebagai ideologi negara.
3. Mempelajari tentang bagaimana proses dan sejarah dari perumusan Pancasila.
4. Mempelajari mengenai bagaimana implementasi dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan

D. Manfaat

1. Mengerti dan memahami arti dan isi Pancasila dengan sebenar-benarnya.


2. Mengetahui fungsi-fungsi Pancasila sebagai ideologi negara.
3. Mengetahui tentang proses dan sejarah dari perumusan Pancasila.
4. Paham bagaimana implementasi dan pengamalan Pancasila dalam kehidupan.
BAB II

A. Kajian Teori

1. Pengertian Pancasila

a. Dari segi Etimologi


Istilah Pancasila dalam kehidupan Bangsa Indonesia bukanlah merupakan hal yang
baru. Istilah Pancasila juga telah dikenal sejak zaman Majapahit pada abad ke-14, yaitu terdapat
di dalam buku Negarakertagama karangan Empu Prapanca, dan dalam buku Sutasoma
karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma ini istilah Pancasila di samping mempunyai
arti “berbatu sendi yang lima” – berasal dari bahasa Sansekerta; Panca yang berarti lima dan sila
yang berarti berbatu sendi, alas, atau dasar.
Dikatakan juga, bahwa sejak zaman Budhisme masuk ke tanah air kita, telah dikenal
kata Pancasila (Panca shila) yang mempunyai arti sama sebagaimana dikemukakan Muhammad
Yamin, yaitu kesusilaan yang lima. Jadi pada masa itu istilah Pancasila bukan untuk menyebut
asas kenegaraan, tetapi merupakan tuntunan tingkah laku/akhlak (code of morality). Ajaran
Buddha yang terdapat dalam Vinaya, yang kemudian menjadi code of morality itu, dapat dikutip
sebagai berikut:
1. Panatipata Veramaniskkhapadam Samadiyami (kami berjanji untuk menghindari
pembunuhan).
2. Adinnadana Veramanisikkhapadam Samadiyami (kami berjanji untuk menghindari
pencurian).
3. Kamecu Micchacara Veramani sikkhapadam Samadiyami (kami berjanji untuk
menghindari perzinahan).
4. Mussavada Veramani sikkhapadam Samadiyami (Kami berjanji untuk menghindari
kebohongan)
5. Sura Meraya Majja Pamadattana Veramani sikkhapadam Samadiyami (kami berjanji
untuk menghindari makanan dan minuman yang memabukkan dan menjadi ketagihan).

Dengan masuknya agama Buddha ke Indonesia, ajaran Buddha yang tercermin dalam
istilah Pancasila berpengaruh dalam budaya kehidupan masyarakat Indonesia dan khususnya di
Jawa sangat dikenal larangan “Ma-lima” (lima M) yaitu: Mateni (membunuh), Maling
(mencuri), Madon (berzina), Main (bermain judi), dan Madat/Mabuk.
Demikianlah istilah Pancasila yang telah ada dan dikenal dalam budaya kehidupan
bangsa Indonesia sejak dahulu kala dan mengandung nilai etik, sebagai aturan tingkah laku
manusia yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Dari segi Terminologi


Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno kembali memperkenalkan istilah Pancasila yang
telah lama dikenal dalam budaya kehidupan bangsa Indonesia untuk digunakan sebagai nama
untuk dasar negara Indonesia yang akan didirikan. Lima dasar yang diusulkan pada waktu itu
adalah:
1. Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme,
2. Perikemanusiaan atau internasionalisme,
3. Mufakat atau demokrasi,
4. Kesejahteraan sosial,
5. Ketuhanan yang maha esa.

Setelah proklamasi kemerdekaan, pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan


Kemerdekaan Indonesia kemmudian menetapkan dan mengesahkan lima dasar negara yang
rumusannya terdapat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, bersamaan dengan
disahkannya Pembukaan Undang Undang Dasar itu sendiri. Jadi secara terminologis yang
dimaksud dengan Pancasila sekarang ini adalah “Nama Dasar Negara kita, Negara Republik
Indonesia”, berupa lima dasar negara yang perumusannya tercantum dalam pembukaan Undang
Undang Dasar 1945 yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Fungsi Pancasila

Pada dasarnya Pancasila adalah merupakan “Dasar Negara” dan merupakan


“Pandangan hidup bangsa Indonesia”. Dari kedua pengertian dasar ini kemudian dikembangkan
berbagai macam predikat yang dihubungkan dengan Pancasila, mengingat fungsi Pancasila
demikian luas dalam kedudukannya sebagai pedoman untuk mengatur penyelenggaraan negara
dan kehidupan bangsa Indonesia. Beberapa konsep pengertian Pancasila yang sehubungan
dengan fungsi Pancasila yakni sebagai berikut:

a. Pancasila sebagai dasar negara


Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, sering juga disebut dengan istilah
“Dasar falsafah (filsafat) Negara, Ideologi Negara, Staat Idee dan Philosofische grondslag”.
Dalam pengertian ini, Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara atau
digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila sebagai dasar
negara ini memang sesuai dengan sejarah kelahirannya yang dipersiapkan sebagai dasar negara.
Oleh karena itu fungsi Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan fungsi pokok.
Penjabaran fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara ini dituangkan dalam Undang Undang
Dasar 1945 yang merupakan tafsir resmi dari Pancasila sebagai dasar negara.

b. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum


Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum merupakan istilah yang sudah
dikenal sejak adanya Ketetapan MPRS.No.XX/MPRS/1966. Penggunaan istilah ini mempunyai
hubungan yang erat dengan fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara. Sebab mengatur dan
menyeleggarkan pemerintahan dalam negara hukum diwujudkan dalam aturan-aturan hukum.
Dalam tertib hukum di Indonesia terdapat susunan hirarki dari peraturan hukum/perundangan
yang berlaku. Dan Pancasila merupakan sumber hukum yang tertinggi, atau disebut sebagai
sumber dari segala sumber hukum.
Dari kutipan TAP. MPRS. No. XX/MPRS/1996, ditemukan bahwa yang dimaksud
dengan sumber dari segala sumber hukum adalah pandangan hidup, kesadaran, dan cita-cita
hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari rakyat Indonesia,
yang dikristalisasikan dalam rumusan lima sila dari Pancasila.
Jadi Pancasila merupakan sumber nilai dan dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya dibentuklah norma-norma hukum oleh negara. Norma hukum yang tercipta harus
berdasarkan dan dijiwai oleh nilai-nilai etis, nilai religius, nilai kebenaran, nilai vital dan nilai
materiil seperti dikandung oleh falsafah Pancasila.
Adapun sebagai perwujudan dari Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
itu ialah:
1. Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
2. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
3. Undang Undang Dasar Proklamasi (1945)
4. Surat Perintah 11 Maret 1966.

c. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia


Pancasila dalam hal ini dipergunakan sebagai pegangan atau petunjuk dalam kehidupan
sehari-hari setiap warga negara Indonesia. Pancasila dipergunakan sebagai petunjuk arah semua
kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan.
Apabila memperhatikan sejarah perkembangan bangsa Indonesia, nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sudah ada sejak dahulu kala dan berkembang bersamaan dengan
perkembangan kehidupan bangsa Indonesia sampai sekarang. Oleh karena itu, dengan kata lain
nilai-nilai tersebut merupakan falsafah hidup bangsa Indonesia. Sehingga Pancasila sebagai
pandangan hidup, juga disebut sebagai falsafah hidup.
Nilai-nilai Pancasila termasuk golongan nilai kerohanian, yang mengakui adanya nilai
materiil dan nilai vital secara seimbang. Hal ini terbukti dari susunan kelima silanya yang
tersusun secara sistematis dan hierarkis, dimulai dari sila pertama Ketuhanan yang maha Esa
sampai sila kelima keadilan sosisal bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena itulah maka Pancasila
sebagai pandangan hidup merupakan hal yang sangat fundamental/asasi bagi kekokohan dan
kelangsungan hidup bangsa dan negara Indonesia.

d. Pancasila sebagai jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia


Sebagaimana telah diuraikan di atas, jiwa Pancasila sebenarnya telah ada sejak berabad-
abad lamanya dalam kehidupan bangsa Indonesia dan keberadaannya bersamaan dengan adanya
bangsa Indonesia. Pancasila menjadi dan memberi corak yang khas kepada bangsa Indonesia
yang membedakannya dengan bangsa lain. Jiwa Pancasila telah menjadi bagian tak terpisahkan
dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Sebagai jiwa bangsa Indonesia, Pancasila (apabial dihubungkan dengan teori organis),
maka Pancasila akan merupakan ruhnya dalam kehidupan bangsa Indonesia, akan menentukan
mati hidupnya bangsa Indonesia, serta watak dan kepribadiannya. Sebagai jiwa bangsa,
keberadaannya akan menentukan hidupnya bangsa, memberikan semangat, pendorong ke arah
kemajuan bangsa. Inilah yang memberikan corak dan ciri khas bangsa Indonesia, sehingga
merupakan jiwa dan kepribadian Indonesia.
e. Pancasila sebagai perjanjian luhur rakyat Indonesia
Pancasila yang merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia itu ditemukan
kembali setelah lama terpendam pada masa penjajahan bangsa barat. Kemudian pada saat
bangsa Indonesia bangkit akan hidup sendiri sebagai bangsa yang merdeka, bangsa Indonesia
menemukan kembali Pancasila. Pada saat akan mendirikan negara Republik Indonesia yang
merdeka para pemimpin rakyat memusyawarahkan apa sebaiknya yang akan jadi dasar negara,
kemudian ditemukanlah Pancasila. Jadi dalam pengertian ini, Pancasila sebagai hasil
persetujuan bersama wakil-wakil rakyat menjelang proklamasi kemerdekaan, yaitu disetujui
bersama dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Naskah persetujuan itu dituangkan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 oleh
pembentuk negara. Karena merupakan persetujuan/kesepakatan bersama, ia merupakan
perjanjian pada saat meletakkan/menetapkan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu maka
ia megikat kita bersama dan perjanjian itu untuk kita hormati dan dilaksanakan bersama.

f. Pancasila sebagai tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia


Tujuan kehidupan bangsa Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan
Makmur berdasarkan Pancasila. Dalam pembangunan nasional dewasa ini, sebagai
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya, dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, bahawa tujuan pembangunan
nasional “untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan
spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang
merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang
aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib dan damai”. Dengan kata lain secara singkat bahwa yang hendak diwujudkan
oleh bangsa Indonesia adalah “masyarakat Pancasila”.
Selanjutnya Pancasila juga sering disebut sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia. Hal
ini sehubungan kenyataan bangsa Indonesia yang tinggal di berbagai daerah dan wilayah yang
terdiri dari beribu pulau dengan berpuluh-puluh suku bangsa dan berbeda adat istiadatnya serat
beragam kebudayaan. Dalam tata susunan masyarakat yang demikian, tepat kalua diberi
landasan bersifat umum dan universal yang dapat sebanyak mungkin mencakup sebuah peri
kehidupan yang berbhineka dan dapat diterima oleh semua pihak. Kenyataan telah menunjukkan
bahwa dengan dasar Pancasila telah dapat menimbulkan semangat persatuan dan kesatuan
bangsa dan dapat membawa keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia dari berbagai
pergolakan dan perpecahan yang mengancam bangsa dan negara.

3. Sejarah perumusan Pancasila

Sejarah perumusan Pancasila tak bisa dilepaskan dari sejarah kemerdekaan Indonesia
itu sendiri. Bermula dari pembentukan lembaga BPUPKI pada tanggal 1 Maret 1945 yang
diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. BPUPKI adalah singkatan Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Tujuan dibentuknya BPUPKI adalah untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang dipersiapkan salah satunya adalah rumusan dasar negara Indonesia. Diadakanlah
sidang BPUPKI yang dipimpin langsung oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat mulai tanggal 29
Mei sampai 1 Juni 1945.
a. Rumusan Mohammad Yamin (29 Mei 1945)
Pada sidang pertama BPUPKI, Mohammad Yamin mengusulkan rumusan dasar negara
yang disampaikan dalam pidato di antaranya peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri
ketuhanan, peri kerakyatan dan kesejahteraan rakyat. Setelah itu, ia juga mengusulkan rumusan
Lima Dasar yang merupakan gagasan tertulis naskah rancangan UUD Republik Indonesia,
yaitu:
- Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Kebangsaan Persatuan Indonesia.
- Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradab.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

b. Rumusan Soepomo (31 Mei 1945)


Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945, Mr. Soepomo mengemukakan usulan
mengenai rumusan dasar negara Indonesia yang meliputi:
- Paham Persatuan.
- Perhubungan Negara dan Agama.
- Sistem Badan Permusyawaratan.
- Sosialisasi Negara.
- Hubungan antar Bangsa yang Besifat Asia Timur Raya

c. Rumusan Soekarno (1 Juni 1945)


Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno juga turut memberi usulan terkait
dasar negara. Soekarno juga menamakan usulannya dengan istilah ‘Pancasila’, sehingga tanggal
1 Juni kemudian ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila. Adapun rumusan dasar negara versi
Soekarno adalah sebagai berikut:
- Kebangsaan Indonesia
- Internasionalisme atau Perikemanusiaan
- Mufakat atau Demokrasi
- Kesejahteraan Sosial
- Ketuhanan yang Berkebudayaan

d. Panitia Sembilan dan Piagam Jakarta


Pada akhirnya, usulan dari Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno pada sidang
BPUPKI tersebut ditampung dan kemudian dibahas lagi. Dibentuklah panitia kecil untuk
membahas rumusan dasar negara Indonesia lebih lanjut yang bernama Panitia Sembilan yang
beranggotakan 9 orang.
Nama-nama anggota Panitia Sembilan terdiri dari Soekarno (ketua), Mohammad Hatta
(wakil ketua), Achmad Soebarjo, Mohammad Yamin, H. Agus Salim, Wachid Hasyim, Abdoel
Kahar Moezakir, Abikoesno Tjokrosoejoso dan Alexander Andries Maramis.
Panitia yang beranggotakan sembilan orang ini berhasil merumuskan naskah Rancangan
Pembukaan UUD yang dikenal sebagai Piagam Jakarta. Adapun rumusan Pancasila yang
termaktub dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:
- Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksan dalam
permusaywaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

BPUPKI kemudian mengadakan sidang kedua dengan beberapa agenda, salah satunya
adalah untuk membahas hasil kerja Panitia Sembilan. Akhirnya dihasilkan sejumlah
kesepakatan termasuk kesepakatan dasar negara Indonesia yakni Pancasila seperti yang tertuang
dalam Piagam Jakarta.
Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sehari setelahnya diadakan sidang PPKI. PPKI adalah singkatan dari Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, yang dibentuk untuk menggantikan tugas BPUPKI setelah dibubarkan
pada 7 Agustus 1945.
Sidang PPKI diadakan selama tiga kali, yakni pada tanggal 18 Agustus, 19 Agustus dan
22 Agustus 1945. Pada sidang pertama PPKI, diputuskan perubahan pada sila pertama yang
semula berbunyi ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya’, kemudian diubah menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Usulan ini disampaikan
oleh Mohammad Hatta. Sehingga kemudian bunyi teks Pancasila menjadi sebagai berikut:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Putusan mengenai rumusan Pancasila ini kemudian ditetapkan kembali lewat instruksi
presiden nomor 12 thun 1968 oleh presiden Soeharto untuk menegaskan pembacaan, penulisan
atau pengucapan teks pancasila.
Pada tanggal 1 Juni 2016, presiden Joko Widodo kemudian menetapkan tanggal 1 Juni
sebagai Hari Lahir Pancasila dan ditetapkan juga sebagai hari libur nasional. Keputusan ini
ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016.
B. Contoh Kasus

a. Implementasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari


Seperti yang kita tahu, Pancasila merupakan pedoman dalam sendi-sendi kehidupan,
baik dalam bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Sayangnya, tidak semua orang tahu
cara menerapkan nilai-nilai dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Supaya kita bisa
mengimplementasikannya secara maksimal, berikut pemaparan seputar praktek Pancasila
berdasarkan sila-silanya.

1. Ketuhanan yang Maha Esa


Dalam sila kesatu, Pancasila memaknai akan keyakinan setiap warga negara terhadap
Tuhan yang Maha Esa dan bernegara sesuai ketuhanan. Dengan kata lain, negara melalui sila
satu Pancasila telah menjamin kewajiban maupun hak masyarakat yang ingin melaksanakan
keyakinan berdasarkan agama yang mereka peluk. Selain itu, sila satu juga mendorong
pertumbuhan sikap toleransi umat beragama, sehingga dapat mewujudkan kehidupan harmonis
dan mencegah konflik sosial.
Makna-makna sila satu Pancasila tersebut dapat kita realisasikan dengan:
• Percaya akan adanya Tuhan yang Maha Esa sesuai keyakinan dan kepercayaan yang tulus
timbul dari hati;
• Menghormati para pemeluk agama lain dan melaksanakan keyakinan masing-masing
tanpa harus saling mengganggu untuk menjaga kerukunan bergama dan keutuhan NKRI;
• Saling membantu dalam kehidupan dalam kehidupan beragama;
• Implementasi akhlak dari agama yang dapat membantu pembentukan karakter bangsa,
karena adanya keyakinan beragama yang dilindungi negara.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Dalam sila kedua Pancasila, terdapat prinsip persamaan di antara kedudukan warga
dalam negara dan martabat manusia yang menyimpan potensi dalam kebudayaan. Setiap warga
yang tinggal di Indonesia adalah bagian dari masyarakat dunia yang mengakui manusia
mempunyai kedudukan setara. Contohnya pengakuan dalam kebebasan berpendapat hingga
berorganisasi yang tepat memegang teguh adab selaku bangsa dengan budaya luhur sejak
dahulu kala.
Kemudian, untuk menanamkan makna-makna dalam sila kedua Pancasila, kita dapat
melakukan hal-hal berikut ini:
• Mengakui adanya persamaan hak dan kewajiban serta derajat warga negara;
• Mengukuhkan sikap saling mengasihi terhadap sesama warga negara demi membangun
kehidupan harmonis nan rukun;
• Memupuk sikap tenggang rasa dan mencegah sikap tercela seperti perilaku sewenang-
wenang hingga pelanggaran hak terhadap hak warga negara;
• Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan menghargai di antara perbedaan.

3. Persatuan Indonesia
Selanjutnya, kata persatuan yang terdapat dalam sila ketiga Pancasila mengandung
makna persatuan bangsa dalam berbagai sendi kehidupan. Hal tersebut mencakup sosial,
budaya, politik, ekonomi hingga pertahanan dan keamanan. Selain itu, sila ini juga mempunyai
tujuan menumbuhkan kesadaran persatuan di antara warga negara Indonesia yang majemuk
dalam sektor budaya. Dengan begitu, akan tercipta pula kebanggaan, solidaritas, kebersamaan,
hingga nasionalisme tinggi.
Memaknai nilai-nilai persatuan dalam sila ketiga Pancasila akan membuat kita lebih
menghormati aspek kemajemukan. Sementara untuk mempraktekan nilai-nilai tadi, kita dapat
menyikapinya dengan:
• Memprioritaskan persatuan, kesatuan, dan kehidupan berbangsa di atas kepentingan
golongan;
• Menghindari sikap maupun tindakan egois, sehingga mampu rela berkorban untuk bangsa
dan negara secara optimal;
• Menjaga keberagaman bangsa dengan mencegah keributan maupun konflik yang dirasa
kurang berfaedah;
• Senantiasa menjunjung tinggi semboyan Bhinneka Tunggal Ika saat menjalankan
kehidupan sehari-hari, misalnya dengan tidak mengotak-ngotakkan suku maupun agama
demi kepentingan tertentu;
• Sanggup mencintai bangsa dan negara dengan menekan penyebab luruhnya Bhinneka
Tinggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan


Perwakilan
Makna yang terkandung dalam sila keempat Pancasila berkaitan dengan prinsip-prinsip
demokrasi yang bersumber dari nilai-nilai pendidikan karakter dan tata cara kehidupan bangsa.
Demokrasi mempunyai pemahaman yang menjunjung kekuasaan berada di tangan rakyat atau
kedaulatan rakyat. Hal tersebut tercermin dari pengambilan setiap keputusan yang selalu
memiliki dampak terhadap masyarakat luas dan diambil melalui musyawarah hingga mencapai
kemufakatan atau kesepakatan.
Untuk menciptakan makna sila keempat, kita dapat mempraktekan:
• Pengukuhan sistem mayoritas tanpa memaksakan kehendak pribadi;
• Memprioritaskan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat luas;
• Melaksanakan setiap keputusan yang ditentukan dari hasil musyawarah;
• Bertanggung jawab atas setiap keputusan secara moral kepada Tuhan yang Maha Esa.

5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Dalam sila kelima, terdapat makna yang membahas seputar keadilan yang merupakan
hak asasi setiap warga. Selain itu, negara menjamin hal tersebut dan sudah mencakup seluruh
aspek kehidupan—baik secara material maupun spiritual tanpa terkecuali. Keadilan dalam aspek
sosial sangat berdampak pada kehidupan bermasyarakat yang akan membantu terbentuknya
kesetaraan. Misalnya, berlaku adil tanpa pilih kasih sesuai status sosial dan mempunyai
kepribadian arif nan bijaksana.
Kita dapat menerapkan makna dan nilai sila kelima Pancasila melalui hal-hal berikut ini:
• Menanamkan rasa kekeluargaan dan gotong-royong di tengah kehidupan bermasyarakat;
• Menjaga stabilitas di antara hak dan kewajiban dalam kehidupan sosial. Misalnya dengan
melakukan kewajiban kita sebagai bagian masyarakat untuk memastikan keamanan di
lingkungan sekitar;
• Tidak memaksakan opini atau opini terhadap sebuah peristiwa. Menekan egosime pun
sangat diperlukan saat berhadapan dengan kepentingan kelompok;
• Mengawasi dan membantu orang lain yang sedang kesusahan;
• Menjauhi sikap-sikap tercela seperti tidak merampas hak orang lain yang selama ini
menjadi penyebab konflik sosial di Indonesia;
• Mendalami konsep berbagi untuk menciptakan keadilan.

C. Analisis Kasus

a. Implementasi pancasila dalam kehidupan bangsa

Hakikat ideologi pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa indonesia, telah
menyelamatkan bangsa indonesia sebagai upaya menjaga keutuhan NKRI dan dari segala
ancaman selama lebih dari setengah abad lamanya. Dalam perwujudan implementasi nilai-nilai
pancasila dalam membangun karakter bangsa meliputi dalam bidang :

1. Dalam bidang politik


Pembangunan serta pengembangan dalam bidang politik haruslah berdasarkan pada
dasar ontologis manusia. Hal tersbut berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia merupakan
subjek negara, oleh karenanya kehidupan politik harus sungguh-sungguh merealisasikan tujuan
demi menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Pengembangan politik negara haruslah
berdasarkan pada moralitas seperti yang tercantum di dalam sila-sila Pancasila dan maknanya,
sehingga dalam praktek-praktek politik paham yang menghalalkan segala cara haruslah
ditiadakan segera.

2. Dalam bidang ekonomi


Di dalam ilmu ekonomi terdapat sebuah istilah siapa yang kuat maka ialah yang akan
menang, sehingga umumnya dalam pengembangan ekonomi selalunya mengarah pada
persaingan bebas. Dan sangat jarang yang mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal tersebut
tentunya sangat tidak sesuai dengan ciri-ciri demokrasi Pancasila yang lebih mengarah pada
ekonomi kerakyatan, yakni perekonomian yang manusiawi yang berdasarkan pada tujuan guna
mensejahterakan rakyat secara luas (Mubyarto,1999).

Pengembangan dalam segi ekonomi bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan belaka namun
juga demi kemanusiaan juga kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Maka dari itu sistem
perekonomian di Indonesia berdasarkan pada asas ekonomi kekeluargaan untuk seluruh bangsa.

3. Dalam bidang sosial dan budaya

Dalam membangun maupun mengembangkan aspek sosial budaya di masyarakat


hendaknya berdasarkan pada sistem nilai. Sebuah sistem yang memiliki kesesuaian dengan
nilai-nilai luhur budaya yang telah dimiliki oleh masyarakat. Sebab fungsi kebudayaan bagi
masyarakat, terutama dalam rangka guna melakukan reformasi di segala bidang. Dengan adanya
stagnansi nilai sosial budaya yang ada di masyarakat, sehingga tak jarang timbul berbagai
macam konflik sosial yang dapat menimbulkan dampak ketimpangan sosial di masyarakat
secara luas.
Sehingga sangat dibutuhkan peran akhlak dalam pembentukan karakter bangsa supaya menjadi
bangsa yang memiliki karakter Pancasila. Karenanya sebagai cara melestarikan budaya harus
mengangkat nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa Indonesia Yakni nilai-nilai Pancasila itu
sendiri. Yang bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.

4. Dalam bidang pertahanan dan keamanan

Pada hakikatnya sebuah negara merupakan kumpulan suatu masyarakat hukum. Demi
tegaknya hak dan kewajiban warga negara maka sangat dibutuhkan adanya peraturan
perundang-undangan negara, guna mengatur ketertiban maupun keteraturan warga serta sebagai
landasan hukum persamaan kedudukan warga negara.

b. Implementasi nilai dalam pancasila sebagai pokok moralitas bangsa

Setiap sila dalam Pancasila mempunyai justifikasi historis, rasionalitas, dan aktualitas,
yang apabila dipahami, dihayati dan dipercayai serta diamalkan secara konsisten bisa menjadi
penopang pencapaian- pencapaian besar cita-cita bangsa. Pokok moralitas serta haluan bangsa
dan negara menurut kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dilukiskan sebagaimana
berikut:

1. Pertama

Nilai Ketuhanan sebagai sumber etika dan spiritual yang bersifat vertikal transendental
memiliki peranan penting sebagai dasar beretika dalam kehidupan bernegara. Dalam kaitannya,
Indonesia bukan meupkan negara sekuler yang memisahkan “agama” dari ”negara”.

Karena hal tersebut dapat berpotensi menyudutkan peran agama ke ruang privat komunitas.
Negara menurut nilai dasar Pancasila diharapkan dapat memberi perlindungan dalam
mengembangkan kehidupan beragama. Dan juga agama diharapkan dapat berperan dalam
penguatan etika sosial. Pada saat yang sama, Indonesia juga bukan “negara agama”, yang hanya
mendukung salah satu (unsur) agama yang memungkinkan agama tertentu dapat mendikte
ketentuan negara.

2. Kedua

Nilai kemanusiaan secara umum bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat
manusia sebagai makhluk sosial sangat penting sebagai dasar dalam etika dalam kehidupan
berpolitik dan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan secara luas mengarah pada
persatuan dunia tersebut diwujudkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi.

Eksternalisasi, bangsa Indonesia menggunakan segenap daya upaya dan khazanah yang dimiliki
guna bebas-aktif “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Internalisasi, bangsa Indonesia mengakui serta
memuliakan hak warga dan penduduk negeri secara mendasar dalam hubungan negara dengan
warga negara.
3. Ketiga

Penerapan nilai-nilai kemanusiaan terlebih dulu harus tertanam kuat dalam lingkungan
pergaulan masyarakat secara mendalam, sebelum lebih jauh ingin menjangkau pergaulan dunia.
Dalam internalisasi nilai-nilai persatuan kebangsaan ini, Indonesia merupakan sebuah negara
yang memiliki kemajeukan bangsa yang dapat mengatasi paham golongan dan perseorangan.
Persatuan dari kemajemukan masyarakat dikelola berdasarkan konsep kebangsaan yang
mencerminkan persatuan dalam keragaman, dan keragaman dalam persatuan, seperti semboyan
yang dinyatakan dengan ungkapan “Bhinneka Tungal Ika.”

4. Keempat

Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan serta cita-cita kebangsaan itu dalam
penerapannya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam visi demokrasi permusyawaratan, demokrasi
memperoleh kekuatannya dalam kedaulatan rakyat. Pada prinsipnya, keputusan yang diambil
dalam musyawarah mufakat tidak didikte oleh golongan mayoritas, namun dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan yang menjunjung tinggi rasionalisme deliberatif serta kearifan setiap
warga demi mencerminkan manfaat musyawarah itu sendiri.

5. Kelima

Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, merupakan nilai dan cita-cita kebangsaan, serta
demokrasi permusyawaratan dalam pengertian agar dapat mewujudkan keadilan sosial. Di satu
sisi, perwujudan keadilan sosial itu harus merefleksikan nilai imperatif etis keempat sila yang
lainnya. Di sisi lain, otentisitas pengamalan sila-sila Pancasila bisa diukur dari perwujudan
keadilan sosial dalam kehidupan berbangsa.
BAB III

A. Kesimpulan

 Pancasila dalam segi etimologi artinya terdapat di dalam buku Negarakertagama karangan
Empu Prapanca, dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku
Sutasoma ini istilah Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” –
berasal dari bahasa Sansekerta; Panca yang berarti lima dan sila yang berarti berbatu sendi,
alas, atau dasar.
 Pancasila dalam segi terminology adalah “Nama Dasar Negara kita, Negara Republik
Indonesia”, berupa lima dasar negara yang perumusannya tercantum dalam pembukaan
Undang Undang Dasar 1945.
 Fungsi dari Pancasila adalah sebagai dasar negara, sebagai sumber dari segala sumber
hokum, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia, sebagai perjanjian luhur rakyat Indonesia, dan sebagai tujuan yang akan dicapai
oleh bangsa Indonesia
 Ada beberapa tokoh bangsa yang mengusulkan tentang sila-sila dasar negara, dan setelah
sidang PPKI, kemudian lahirlah Pancasila. Kemudian ditetapkan kembali lewat instruksi
presiden nomor 12 thun 1968 oleh presiden Soeharto untuk menegaskan pembacaan,
penulisan atau pengucapan teks pancasila.

B. Saran

Kita sebagai warga negara Indonesia haruslah mengerti, memahami dan mengamalkan nilai-
nilai Pancasila agar terciptanya suatu kehidupan berbangsa yang harmonis. Sehingga walaupun
terjadi kekacauan, kita dapat mengatasinya tanpa terjadinya perpecahan. Karena di dalam ajaran
Pancasila, dalam pengambilan suatu keputusan juga harus dengan bermusyawarah sesuai
dengan sila ke-4.
Dalam kehidupan sehari-hari, hendaklah kita selalu mengamalkan nilai-nilai Pancasila,
misalnya seperti menghormati orang yang beragama, ras, atau memiliki adat/budaya yang
berbeda dari diri kita. Karena perbedaan itu jangan kita jadikan sebagai hal yang memecah-
belah kita semua, namun justru harus kita jadikan sebagai hal yang memperkuat persatuan antar
warga negara. Sesuai dengan istilah Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu.
DAFTAR PUSTAKA

Oetojo Oesman dan Alfian, 1991, Pancasila Sebagai Ideologi. Jakarta:BP-7 Pusat.

Drs. Rozikin Daman, 1992, Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta:CV Rajawali.

https://www.zonareferensi.com/sejarah-pancasila/

https://guruppkn.com/implementasi-nilai-nilai-pancasila

https://www.plimbi.com/article/170234/implementasi-nilainilai-pancasila-berdasarkan-kelima-
silanya

Anda mungkin juga menyukai