Disusun oleh :
1. Dimas Andrianto Kisworo 1411900052
2. Alfadhil Surya Kurnia 1411900030
3. Dedi Dwi Kurniawan 1411900070
KATA PENGANTAR
Mata Kuliah Pancasila termasuk salah satu Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) dalam
kurikulum Program S.1 Perguruan Tinggi di Indonesia (Surat Keputusan Dirjen Dikti,
Depdikbud, No. 32/DT/Krp/1983), termasuk di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, dengan
bobot 2 Satuan Kredit Semester (SKS).
Makalah ini dimaksudkan untuk membantu memenuhi kebutuhan mahasiswa kami
sendiri, di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Oleh karena itu materinya akan disesuaikan
dengan silabus yang berlaku di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya tersebut, dan juga
bimbingan dari dosen Universitas.
Materi yang akan dibahas pada makalah ini merupakan hal-hal yang bersifat mendasar.
Oleh karena itu Mahasiswa diharapkan untuk mempelajari kembali buku-buku dan bahan-bahan
referensi penataran tersebut, misalnya mengenai bagaimana caranya mengimplementasikan
Pancasila ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Makalah ini belum mengemukakan pembahasan yang luas dan mendalam. Oleh karena
itu Mahasiswa masih diharapkan untuk mempelajari sumber aslinya dalam bentuk tugas-tugas,
resensi buku, dan tugas-tugas lain yang diperlukan.
Pengembangan pemikiran tentang Pancasila beserta implementasinya yang demikian
bukanlah dimaksudkan untuk merubah atau merevisi apalagi menggantinya. Justru yang ingin
dicapai adalah untuk memperkuat, mempermantap dan mengembangkan penghayatan,
pembudayaan dan pengamalannya dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat berbangsa
dan bernegara. Pengembangan pemikiran demikian justru dimaksudkan untuk menjaga agar
Pancasila senantiasa relevan dengan kebutuhan perkembangan masyarakat dan tuntutan
perubahan zaman, dengan tetap berada dalam kerangka paradigma atau hakekat jati dirinya.
Kami sebagai pembuat makalah ini berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para
Mahasiswa lain khususnya, dalam mempelajari tentang Pancasila sebagai dasar negara dan
implementasinya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
A. PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH
D. MANFAAT
BAB II
A. KAJIAN TEORI
B. CONTOH KASUS
C. ANALISIS KASUS
BAB III
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
A. Pendahuluan
Pancasila adalah ideologi terbuka. Ungkapan yang sederhana tapi syarat makna ini
sekarang berkembang dan mulai membudaya dalam masyarakat kita. Memang suatu konsep
yang abstrak seperti “Pancasila adalah ideologi terbuka” memerlukan waktu untuk
memantapkan proses pemahaman, penghayatan, pembudayaan dan pengamalannya dalam
masyarakat. Kehadiran proses itu menunjukkan bahwa roh atau jiwa dari konsep itu hidup dan
berkembang. Roh itu tumbuh secara incremental, berangsur-angsur, dalam pemikiran dan
praktek dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Ia berkembang bagaikan tanaman yang
tumbuh menjadi pohon yang rindang. Agar proses pertumbuhannya wajar, sehat dan segar ia
memerlukan pupuk melalui pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dan perlu
pula disirami dan disiami dengan praktek-praktek yang konkrit dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui itu semua menjadilah ia suatu konsep yang hidup dan dinamis. Kehadirannya terasa riil,
komunikatif dan menjamah dalam berbagai bidang kehidupan dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Sejalan dengan itu para anggota masyarakat akan merasakan dan mengakuinya sebagai
milik bersama yang paling hakiki, yang menjadi landasan, pengarah dan tujuan kehidupan
bersama merka dalam berbagai dimensinya. Ideologi mereka yang terbuka itu hidup dan
berkembang bersama-sama dinamika perkembangan kehidupan mereka dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Suatu interaksi yang wajar dan sehat terjalin dengan intimnya antara
ideologi mereka yang terbuka dengan realita kehidupan mereka sehari-hari dari masa ke masa.
Generasi berganti dan zaman berubah, tetapi hakekat yang terkandung dalam ideologi mereka
yang terbuka itu tetap sama. Dalam sifat keterbukaan itu suatu ideologi yang berkualitas tinggi
menemukan kekuatannya yang menjadikannya kenyal dan tahan uji. Menjadilah ia suatu
ideologi yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan dan tak berkarat oleh perjalanan
zaman.
Demikianlah menurut pandangan kita, suatu ideologi terbuka mengandung semacam
dinamika internal yang memungkinkannya untuk memperbaharui diri atau maknanya dari waktu
ke waktu sehingga isinya tetap relevan dan komunikatif sepanjang zaman, tanpa menyimpang
dari apalagi mengingkari hakekat atau jati dirinya. Pembaharuan diri (self-renewal) atau
pengembangan maknanya itu bukan berarti merevisi apalagi mengganti nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalamnya. Bilamana nilai-nilai dasar itu direvisi apalagi diganti, maka ideologi
tersebut sudah kehilangan hakekat atau jati dirinya, dan oleh karena itu meskipun secara formal
ia mungkin masih ada, secara substansi ia tidak lagi hadir karena sudah direvisi atau diganti
oleh nilai-nilai dasar baru.
Bagi suatu bangsa dan negara ideologi adalah wawasan, pandangan hidup atau falsafah
kebangsaan dan kenegaraany. Oleh karena itu ideologi mereka menjawab secara meyakinkan
pertanyaan mengapa dan untuk apa mereka menjadi satu bangsa dan mendirikan negara. Sejalan
dengan itu ideologi adalah landasan dan sekaligus tujuan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara mereka dengan berbagai dimensinya. Sebagai ideologi nasional
Pancasila mengandung sifat itu.
Dari semua definisi yang dikemukakan tersebut kita mengetahui bahwa ideologi itu
berintikan serangkaian nilai (norma) atau sistem nilai dasar yang bersifat menyeluruh dan
mendalam yang dimiliki dan dipegang oleh suatu masyarakat atau bangsa sebagai wawasan atau
pandangan hidup mereka. Melalui rangkaian atau sistem nilai dasar itu mereka mengetahui
bagaimana cara yang paling baik, yaitu secara moral atau normatif dianggap benar dan adil,
dalam bersikap dan bertingkah laku untuk memelihara, mempertahankan dan membangun
kehidupan duniawi bersama dengan berbagai dimensinya.
Sebagaimana diketahui ada berbagai hal atau faktor yang dapat melahirkan dan
mengembangkan persepsi, sikap dan tingkah laku yang tidak wajar, kurang sehat atau keliru
tentang suatu ideologi. Salah satunya adalah ketika seseorang atau suatu golongan yang
memiliki kekuatan dan kekuasaan memaksakan persepsinya sebagai persepsi yang paling benar.
Biasanya motif atau tujuan utama dari pemaksaan persepsinya itu adalah untuk melestarikan
kekuasaannya dan memenangkan kepentingannya.
Persepsi, sikap dan tingkah laku yang tidak wajar atau keliru dapat pula terjadi dalam
suasana keterbukaan atau kebebasan yang tak terbatas, apalagi kalau dirasuki pula oleh iklim
saling curiga yang tajam. Dalam suasana seperti ini biasanya terjadi kecenderungan yang
merangsang berbagai pihak untuk memonopoli kebenaran tentang ideologi. Hal ini bukannya
hanya menyulitkan tercapainya persamaan atau keserasian persepsi, sikap dan tingkah laku,
tetapi juga dapat mengembangkan nilai yang membahayakan kehidupan bersama. Peranan dan
fungsi ideologi sebagai alat pemersatu dapat dilumpuhkan oleh kehadiran persaingan persepsi
yang tajam dan cenderung anarkis itu. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sastrapratedja,
ideologi memiliki kecenderungan untuk doktriner, terutama karena ia berorientasi pada tindakan
atau perbuatan untuk merealisasikan nilai-nilainya.
Demikianlah persepsi, sikap dan tingkah laku yang keliru terhadap ideologi antara lain
dapat meredusir ideologi itu menjadi alat kekuasaan otoriter/totaliter yang menakutkan,
mengembangkan suasana persaingan yang tajam dan penuh kecurigaan yang anarkis, atau
menjadikannya suatu dogma yang sempit, kaku, dan beku.
Semakin kaya pengetahuan kita tentang Pancasila, melalui proses pengembangan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan dari masa ke masa, dapat dipakai sebagai salah satu
indikator yang amat penting bahwa ideologi kita itu makin membudaya dan makin diamalkan
oleh masyarakat dan bangsa kita dalam berbagai bidang kehidupan mereka sehari-hari.
Masyarakat, bangsa dan negara kita hidup dan berkembang secara dinamis seirama
dengan dan sebagaimana halnya Pancasila hidup dan berkembang secara dinamis sebagai
ideologi terbuka. Hal itu akan mempermantap relevansi dan kredibilitas Pancasila sebagai
ideologi bagi masyarakat dan bangsa kita, dan oleh karena itu menjadikannya ideologi yang
alot, kenyal dan tahan banting. Ideologi yang tak lekang oleh panas, dan tak lapuk oleh hujan,
dan tak berkarat oleh perubahan jaman. Ia akan hidup dan lestari sepanjang masa.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Masalah
D. Manfaat
A. Kajian Teori
1. Pengertian Pancasila
Dengan masuknya agama Buddha ke Indonesia, ajaran Buddha yang tercermin dalam
istilah Pancasila berpengaruh dalam budaya kehidupan masyarakat Indonesia dan khususnya di
Jawa sangat dikenal larangan “Ma-lima” (lima M) yaitu: Mateni (membunuh), Maling
(mencuri), Madon (berzina), Main (bermain judi), dan Madat/Mabuk.
Demikianlah istilah Pancasila yang telah ada dan dikenal dalam budaya kehidupan
bangsa Indonesia sejak dahulu kala dan mengandung nilai etik, sebagai aturan tingkah laku
manusia yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Fungsi Pancasila
Sejarah perumusan Pancasila tak bisa dilepaskan dari sejarah kemerdekaan Indonesia
itu sendiri. Bermula dari pembentukan lembaga BPUPKI pada tanggal 1 Maret 1945 yang
diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. BPUPKI adalah singkatan Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Tujuan dibentuknya BPUPKI adalah untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang dipersiapkan salah satunya adalah rumusan dasar negara Indonesia. Diadakanlah
sidang BPUPKI yang dipimpin langsung oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat mulai tanggal 29
Mei sampai 1 Juni 1945.
a. Rumusan Mohammad Yamin (29 Mei 1945)
Pada sidang pertama BPUPKI, Mohammad Yamin mengusulkan rumusan dasar negara
yang disampaikan dalam pidato di antaranya peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri
ketuhanan, peri kerakyatan dan kesejahteraan rakyat. Setelah itu, ia juga mengusulkan rumusan
Lima Dasar yang merupakan gagasan tertulis naskah rancangan UUD Republik Indonesia,
yaitu:
- Ketuhanan Yang Maha Esa.
- Kebangsaan Persatuan Indonesia.
- Rasa Kemanusian yang Adil dan Beradab.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
- Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
BPUPKI kemudian mengadakan sidang kedua dengan beberapa agenda, salah satunya
adalah untuk membahas hasil kerja Panitia Sembilan. Akhirnya dihasilkan sejumlah
kesepakatan termasuk kesepakatan dasar negara Indonesia yakni Pancasila seperti yang tertuang
dalam Piagam Jakarta.
Indonesia kemudian memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Sehari setelahnya diadakan sidang PPKI. PPKI adalah singkatan dari Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, yang dibentuk untuk menggantikan tugas BPUPKI setelah dibubarkan
pada 7 Agustus 1945.
Sidang PPKI diadakan selama tiga kali, yakni pada tanggal 18 Agustus, 19 Agustus dan
22 Agustus 1945. Pada sidang pertama PPKI, diputuskan perubahan pada sila pertama yang
semula berbunyi ‘Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya’, kemudian diubah menjadi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Usulan ini disampaikan
oleh Mohammad Hatta. Sehingga kemudian bunyi teks Pancasila menjadi sebagai berikut:
- Ketuhanan Yang Maha Esa
- Kemanusiaan yang adil dan beradab
- Persatuan Indonesia
- Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Putusan mengenai rumusan Pancasila ini kemudian ditetapkan kembali lewat instruksi
presiden nomor 12 thun 1968 oleh presiden Soeharto untuk menegaskan pembacaan, penulisan
atau pengucapan teks pancasila.
Pada tanggal 1 Juni 2016, presiden Joko Widodo kemudian menetapkan tanggal 1 Juni
sebagai Hari Lahir Pancasila dan ditetapkan juga sebagai hari libur nasional. Keputusan ini
ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016.
B. Contoh Kasus
3. Persatuan Indonesia
Selanjutnya, kata persatuan yang terdapat dalam sila ketiga Pancasila mengandung
makna persatuan bangsa dalam berbagai sendi kehidupan. Hal tersebut mencakup sosial,
budaya, politik, ekonomi hingga pertahanan dan keamanan. Selain itu, sila ini juga mempunyai
tujuan menumbuhkan kesadaran persatuan di antara warga negara Indonesia yang majemuk
dalam sektor budaya. Dengan begitu, akan tercipta pula kebanggaan, solidaritas, kebersamaan,
hingga nasionalisme tinggi.
Memaknai nilai-nilai persatuan dalam sila ketiga Pancasila akan membuat kita lebih
menghormati aspek kemajemukan. Sementara untuk mempraktekan nilai-nilai tadi, kita dapat
menyikapinya dengan:
• Memprioritaskan persatuan, kesatuan, dan kehidupan berbangsa di atas kepentingan
golongan;
• Menghindari sikap maupun tindakan egois, sehingga mampu rela berkorban untuk bangsa
dan negara secara optimal;
• Menjaga keberagaman bangsa dengan mencegah keributan maupun konflik yang dirasa
kurang berfaedah;
• Senantiasa menjunjung tinggi semboyan Bhinneka Tunggal Ika saat menjalankan
kehidupan sehari-hari, misalnya dengan tidak mengotak-ngotakkan suku maupun agama
demi kepentingan tertentu;
• Sanggup mencintai bangsa dan negara dengan menekan penyebab luruhnya Bhinneka
Tinggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
C. Analisis Kasus
Hakikat ideologi pancasila sebagai dasar negara dan landasan idil bangsa indonesia, telah
menyelamatkan bangsa indonesia sebagai upaya menjaga keutuhan NKRI dan dari segala
ancaman selama lebih dari setengah abad lamanya. Dalam perwujudan implementasi nilai-nilai
pancasila dalam membangun karakter bangsa meliputi dalam bidang :
Pengembangan dalam segi ekonomi bukan hanya untuk mengejar pertumbuhan belaka namun
juga demi kemanusiaan juga kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Maka dari itu sistem
perekonomian di Indonesia berdasarkan pada asas ekonomi kekeluargaan untuk seluruh bangsa.
Pada hakikatnya sebuah negara merupakan kumpulan suatu masyarakat hukum. Demi
tegaknya hak dan kewajiban warga negara maka sangat dibutuhkan adanya peraturan
perundang-undangan negara, guna mengatur ketertiban maupun keteraturan warga serta sebagai
landasan hukum persamaan kedudukan warga negara.
Setiap sila dalam Pancasila mempunyai justifikasi historis, rasionalitas, dan aktualitas,
yang apabila dipahami, dihayati dan dipercayai serta diamalkan secara konsisten bisa menjadi
penopang pencapaian- pencapaian besar cita-cita bangsa. Pokok moralitas serta haluan bangsa
dan negara menurut kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dilukiskan sebagaimana
berikut:
1. Pertama
Nilai Ketuhanan sebagai sumber etika dan spiritual yang bersifat vertikal transendental
memiliki peranan penting sebagai dasar beretika dalam kehidupan bernegara. Dalam kaitannya,
Indonesia bukan meupkan negara sekuler yang memisahkan “agama” dari ”negara”.
Karena hal tersebut dapat berpotensi menyudutkan peran agama ke ruang privat komunitas.
Negara menurut nilai dasar Pancasila diharapkan dapat memberi perlindungan dalam
mengembangkan kehidupan beragama. Dan juga agama diharapkan dapat berperan dalam
penguatan etika sosial. Pada saat yang sama, Indonesia juga bukan “negara agama”, yang hanya
mendukung salah satu (unsur) agama yang memungkinkan agama tertentu dapat mendikte
ketentuan negara.
2. Kedua
Nilai kemanusiaan secara umum bersumber dari hukum Tuhan, hukum alam, dan sifat
manusia sebagai makhluk sosial sangat penting sebagai dasar dalam etika dalam kehidupan
berpolitik dan bernegara dalam pergaulan dunia. Prinsip kebangsaan secara luas mengarah pada
persatuan dunia tersebut diwujudkan melalui jalan eksternalisasi dan internalisasi.
Eksternalisasi, bangsa Indonesia menggunakan segenap daya upaya dan khazanah yang dimiliki
guna bebas-aktif “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Internalisasi, bangsa Indonesia mengakui serta
memuliakan hak warga dan penduduk negeri secara mendasar dalam hubungan negara dengan
warga negara.
3. Ketiga
Penerapan nilai-nilai kemanusiaan terlebih dulu harus tertanam kuat dalam lingkungan
pergaulan masyarakat secara mendalam, sebelum lebih jauh ingin menjangkau pergaulan dunia.
Dalam internalisasi nilai-nilai persatuan kebangsaan ini, Indonesia merupakan sebuah negara
yang memiliki kemajeukan bangsa yang dapat mengatasi paham golongan dan perseorangan.
Persatuan dari kemajemukan masyarakat dikelola berdasarkan konsep kebangsaan yang
mencerminkan persatuan dalam keragaman, dan keragaman dalam persatuan, seperti semboyan
yang dinyatakan dengan ungkapan “Bhinneka Tungal Ika.”
4. Keempat
Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan serta cita-cita kebangsaan itu dalam
penerapannya harus menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam semangat permusyawaratan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Dalam visi demokrasi permusyawaratan, demokrasi
memperoleh kekuatannya dalam kedaulatan rakyat. Pada prinsipnya, keputusan yang diambil
dalam musyawarah mufakat tidak didikte oleh golongan mayoritas, namun dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan yang menjunjung tinggi rasionalisme deliberatif serta kearifan setiap
warga demi mencerminkan manfaat musyawarah itu sendiri.
5. Kelima
Nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, merupakan nilai dan cita-cita kebangsaan, serta
demokrasi permusyawaratan dalam pengertian agar dapat mewujudkan keadilan sosial. Di satu
sisi, perwujudan keadilan sosial itu harus merefleksikan nilai imperatif etis keempat sila yang
lainnya. Di sisi lain, otentisitas pengamalan sila-sila Pancasila bisa diukur dari perwujudan
keadilan sosial dalam kehidupan berbangsa.
BAB III
A. Kesimpulan
Pancasila dalam segi etimologi artinya terdapat di dalam buku Negarakertagama karangan
Empu Prapanca, dan dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku
Sutasoma ini istilah Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” –
berasal dari bahasa Sansekerta; Panca yang berarti lima dan sila yang berarti berbatu sendi,
alas, atau dasar.
Pancasila dalam segi terminology adalah “Nama Dasar Negara kita, Negara Republik
Indonesia”, berupa lima dasar negara yang perumusannya tercantum dalam pembukaan
Undang Undang Dasar 1945.
Fungsi dari Pancasila adalah sebagai dasar negara, sebagai sumber dari segala sumber
hokum, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai jiwa dan kepribadian bangsa
Indonesia, sebagai perjanjian luhur rakyat Indonesia, dan sebagai tujuan yang akan dicapai
oleh bangsa Indonesia
Ada beberapa tokoh bangsa yang mengusulkan tentang sila-sila dasar negara, dan setelah
sidang PPKI, kemudian lahirlah Pancasila. Kemudian ditetapkan kembali lewat instruksi
presiden nomor 12 thun 1968 oleh presiden Soeharto untuk menegaskan pembacaan,
penulisan atau pengucapan teks pancasila.
B. Saran
Kita sebagai warga negara Indonesia haruslah mengerti, memahami dan mengamalkan nilai-
nilai Pancasila agar terciptanya suatu kehidupan berbangsa yang harmonis. Sehingga walaupun
terjadi kekacauan, kita dapat mengatasinya tanpa terjadinya perpecahan. Karena di dalam ajaran
Pancasila, dalam pengambilan suatu keputusan juga harus dengan bermusyawarah sesuai
dengan sila ke-4.
Dalam kehidupan sehari-hari, hendaklah kita selalu mengamalkan nilai-nilai Pancasila,
misalnya seperti menghormati orang yang beragama, ras, atau memiliki adat/budaya yang
berbeda dari diri kita. Karena perbedaan itu jangan kita jadikan sebagai hal yang memecah-
belah kita semua, namun justru harus kita jadikan sebagai hal yang memperkuat persatuan antar
warga negara. Sesuai dengan istilah Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi tetap satu.
DAFTAR PUSTAKA
Oetojo Oesman dan Alfian, 1991, Pancasila Sebagai Ideologi. Jakarta:BP-7 Pusat.
Drs. Rozikin Daman, 1992, Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta:CV Rajawali.
https://www.zonareferensi.com/sejarah-pancasila/
https://guruppkn.com/implementasi-nilai-nilai-pancasila
https://www.plimbi.com/article/170234/implementasi-nilainilai-pancasila-berdasarkan-kelima-
silanya