Anda di halaman 1dari 7

Nama : Endah Respatiningsih

NIM : 190810101006

Ekonomi Publik I (B)

Review atau komentar terhadap permasalahan di Indonesia terkait dengan penerimaan,


pengeluaran dan utang negara

1. Penerimaan Negara Berupa Pajak

INSENTIF PAJAK DI MASA PANDEMI, SUDAH EFEKTIFKAH?

Tahun 2020 merupakan tahun yang cukup berat bagi bangsa Indonesia. Pasalnya musibah
pandemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk di Indonesia, memberikan dampak yang sangat
besar di seluruh aspek kehidupan masyarakat, khususnya bidang kesehatan dan perekonomian.
Dalam bidang kesehatan setiap hari kita selalu disuguhkan kabar kurang baik. Warga Indonesia
yang terpapar Covid-19 semakin hari semakin bertambah meskipun di sisi lain pasien yang
sembuh juga semakin bertambah.

Tak kalah dari bidang kesehatan, perekonomian masyarakat pun begitu terdampak dengan
lesunya pertumbuhan ekonomi di masa pandemi ini. Banyak pengusaha yang gulung tikar
bahkan hampir setiap hari ada saja karyawan yang di-PHK hingga menyebabkan meningkatnya
jumlah pengangguran. Target pertumbuhan ekonomi pemerintah di awal tahun sebesar 5,3
persen dengan tingkat inflasi 3,1 persen  sepertinya tidak akan terealisasi di tahun ini.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
yang lesu salah satunya di bidang perpajakan. Pemerintah melalui Menteri Keuangan
mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23 Tahun 2020 Tentang Instentif Pajak
Untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Covid-19. Pemberian insentif ini sebagai respon
dari pemerintah atas roda perekonomian wajib pajak yang menurun drastis akibat
pandemi. Sesuai dengan aturan itu, insentif yang diberikan pemerintah adalah pajak pertambahan
nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh)

Pertama, insentif pajak pertambahan nilai (PPN) tidak dipungut dan pajak pertambahan nilai
(PPN) ditanggung pemerintah (PPN DTP). Hal ini diharapkan dapat memberikan stimulus pada
dunia usaha yang sedang terdampak pandemi ini. Kedua, pembebasan pajak penghasilan (PPh)
pasal 22 atas impor atau pembelian barang untuk penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh
pihak tertentu.

Lalu, pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 untuk wajib pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap (BUT). Kemudian, pembebasan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 untuk
wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima imbalan dari pihak tertentu sebagai
kompensasi atas penyediaan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.

Pemberian insentif ini akan berlangsung selama enam bulan, yakni dari bulan April sampai
dengan September 2020. Artinya paska peraturan ini disahkan, penyampaian SPT Masa April
sampai dengan Masa September 2020 akan mulai diberlakukan penerapan insentif kepada wajib
pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakan yang disebutkan dalam peraturan menteri
keuangan (PMK) tersebut.

Selain itu untuk menangani gangguan rantai pasok ke dalam negeri yang disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan ekonomi global akibat pandemi Covid-19, pemerintah memberikan
insentif untuk perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat dan atau kemudahan impor tujuan
ekspor (KITE) yang tertuang dalam PMK Nomor 31/PMK.04/2020 tentang Insentif Tambahan
Untuk Perusahaan Penerima Fasilitas Kawasan Berikat dan atau Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor Untuk Penanganan Dampak Bencana Penyakit Virus Corona (Corona Virus Disease
2019/Covid-19)

Insentif pajak

Kebijakan – kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintah dalam memberikan insentif di bidang
perpajakan diharapkan dapat memulihkan kondisi ekonomi masyarakat secepat mungkin.
Meskipun kebijakan ini juga mempunyai “efek samping” menurunkan penerimaan negara dalam
hal ini adalah penerimaan pajak. Efek samping yang lain  adanya kemungkinan penambahan
jumlah utang pemerintah. Namun yang pasti kondisi kesehatan dan ekonomi masyarakat jauh
lebih penting. Sekarang yang menjadi pertanyaan kita  sudah efektifkah kebijakan-kebijakan
tersebut ?

Dalam ilmu ekonomi makro yang penulis pelajari, ada sebuah teori yang relevan dengan kondisi
ekonomi Indonesia saat ini yang dicetuskan oleh seorang ekonom  bernama John Maynard
Keynes. Teori ini lebih  dikenal dengan nama Keynesian Model yang menyatakan  bahwa
melambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara disebabkan karena rendahnya permintaan
agregat yang menyebabkan turunnya pendapatan nasional. Dengan meningkatkan permintaan
agregatnya, perekonomian suatu negara dapat bergerak lagi dengan cepat.

Bagaimana cara meningkatkan permintaan agregat ? Cara cepat yang dapat diambil suatu negara
adalah peningkatan belanja pemerintah dan penurunan pajak. Peningkatan belanja pemerintah
dapat dilakukan melalui pemberian subsidi dan bantuan sosial untuk masyarakat yang terdampak
pandemi sedangkan penurunan pajak  melalui pemberian insentif pajak bagi Wajib Pajak.
Peningkatan belanja pemerintah  dan penurunan pajak  akan meningkatkan pendapatan rumah
tangga yang kemudian mendorong peningkatan belanja rumah tangga dan pertumbuhan ekonomi
nasional.
Website:https://muda.kompas.id/baca/2020/08/05/insentif-pajak-di-masa-pandemi-sudah-
efektifkah/

Insentif Pajak Sebagai Langkah Pencegahan Krisis Ekonomi dan Keuangan

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, mengeluarkan kebijakan insentif dan relaksasi
di bidang perpajakan untuk wajib pajak yang terkena dampak wabah virus Corona. Secara
ringkas, inilah insentif pajak yang pemerintah berlakukan sementara selama pandemik
berlangsung.

1. Insentif PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 ditanggung oleh pemerintah selama masa pajak April 2020 sampai dengan Masa
Pajak September 2020. Insentif ini berlaku untuk perusahaan dengan syarat memiliki kode
klasifikasi lapangan usaha yang tercantum dalam PMK tersebut, telah ditetapkan sebagai
perusahaan KITE, dan mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha
Kawasan Berikat atau izin PDKB. Selain itu, insentif ini hanya berlaku untuk pegawai yang
memiliki NPWP dan menerima penghasilan bruto bersifat tetap tidak lebih dari Rp200 juta.

PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah ini harus dibayarkan oleh perusahaan secara tunai pada
karyawannya saat pembayaran penghasilannya. Hal ini meliputi perusahaan yang memberikan
tunjangan atau menanggung PPh Pasal 21 kepada karyawannya.

Jika ingin memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 ini, perusahaan harus menyampaikan
pemberitahuan secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak, perusahaan harus
menyampaikan laporan realisasi insentif PPh Pasal 21 ini pada Kepala KPP, serta kode kode
billing dengan cap “PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor …/PMK.03/2020.”
Penyampaian semua dokumen tersebut dilakukan paling lambat pada tanggal 20 bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2. Insentif PPh Pasal 22 Impor

Pemerintah membebaskan PPh Pasal 22 Impor selama 6 bulan pada perusahaan yang memiliki
kode klasifikasi lapangan usaha sesuai yang tercantum dalam PMK, telah ditetapkan sebagai
Perusahaan KITE, mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat atau izin Pengusaha
Kawasan Berikat atau izin PDKB pada saat pengeluaran barang dari Kawasan Berikat ke Tempat
Lain Dalam Daerah Pabean. Pembebasan ini diberikan melalui Surat Keterangan Bebas
Pemungutan PPh Pasal 22 Impor. Untuk mendapatkan surat ini, perusahaan wajib membuat
pengajuan secara online melalui laman Pajak.go.id, serta melampirkan Keputusan Menteri
Keuangan yang menunjukkan penetapan sebagai perusahaan mendapatkan fasilitas KITE.
Jika berhak, perusahaan akan mendapatkan pembebasan pemungutan PPh yang berlaku sejak
Surat Keterangan Bebas diterbitkan sampai 30 September 2020. Perusahaan pun harus
menyampaikan laporan realisasi pembebasan menggunakan formulir yang tersedia dan
menyampaikannya pada tanggal:

a. Masa Pajak April sampai Juni 2020 paling lambat disampaikan tanggal 20 Juli 2020.
b. Masa Pajak Juli sampai dengan September 2020 paling lambat disampaikan tanggal 20
Oktober 2020.

3. Insentif Angsuran PPh Pasal 25

Pemerintah pun memberikan kebijakan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% selama 6 bulan
para perusahaan dengan kriteria yang sama seperti poin sebelumnya. perusahaan harus
menyampaikan pemberitahuan pengurangan secara online melalui laman Pajak.go.id.

Jika berhak, perusahaan yang memanfaatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 ini harus
menyampaikan laporan realisasi kepada Kepala KPP terdaftar menggunakan formulir yang
tersedia. Laporan tersebut harus disampaikan:

a. Masa Pajak April sampai dengan Juni 2020 paling lambat tanggal 20 Juli 2020.
b. Masa Pajak Juli sampai dengan September 2020 paling lambat tanggal 20 Oktober 2020.

4. Insentif PPN

Wajib pajak atau perusahaan yang bergerak di bidang eksportir dan non eksportir, dapat
memanfaatkan insentif PPN berupa percepatan restitusi selama 6 bulan. Kriteria perusahaan yang
dapat memanfaatkan ini adalah memiliki klasifikasi lapangan usaha seperti yang tercantum
dalam PMK, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, mendapatkan izin Penyelenggara
Kawasan Berikat atau izin Pengusaha Kawasan Berikat atau izin PDKB, dan menyampaikan
SPT Masa PPN lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5 miliar.  

Perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut dapat diberikan pengembalian pendahuluan


kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah. Di sini, PKP berisiko rendah
memiliki ketentuan:

a. PKP tidak perlu menyampaikan permohonan penetapan sebagai PKP berisiko rendah.
b. Dirjen Pajak tidak menerbitkan keputusan penetapan secara jabatan sebagai PKP berisiko
rendah.
c. PKP memiliki KLU sesuai dengan lampiran yang tercantum dalam PMK.
d. Tanpa persyaratan melakukan kegiatan seperti ekspor BKP/JKP, penyerahan kepada
pemungut PPN dan penyerahan yang tidak dipungut PPN.

Untuk mendapatkan insentif PPN ini, perusahaan harus melampirkan Keputusan Menteri
Keuangan mengenai penetapan perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE, dalam SPT Masa
PPN yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan. SPT Masa PPN tersebut meliputi
SPT Masa PPN termasuk pembetulan SPT Masa PPN, untuk masa pajak sejak berlakunya
peraturan menteri sampai dengan masa pajak September 2020, dan harus disampaikan paling
lambat 31 Oktober 2020.

5. Insentif Pajak UMKM

Wajib pajak yang merupakan pelaku UMKM dengan peredaran bruto tertentu sesuai Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dan menyetorkan PPh Final sebesar 0,5% dari jumlah
peredaran bruto tersebut, mendapatkan insentif PPh Final ditanggung Pemerintah. PPh Final
tersebut tidak diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak. Jika pelaku UMKM
melakukan impor, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22
impor.

Insentif pajak UMKM ini diberikan untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak
September 2020. Wajib pajak perlu mengajukan permohonan Surat Keterangan untuk dapat
memanfaatkan insentif pajak ini secara online melalui laman Pajak.go.id. Jika berhak atau
disetujui, wajib pajak harus membuat laporan realisasi PPh Final ditanggung Pemerintah
meliputi PPh terutang atas penghasilan yang diterimanya, termasuk dari transaksi dengan
Pemungut pajak. Pihak Pemungut Pajak harus membuat Surat Setoran Pajak atau kode ID Billing
yang dibubuhi cap bertuliskan “PPh Final Ditanggung Pemerintah Eks PMK Nomor
…/PMK.03/2020” atas transaksi yang merupakan objek pemungutan PPh final. Kemudian,
laporan realisasi tersebut beserta lampiran Surat Setoran Pajak wajib disampaikan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Jika Anda telah menyampaikan pemberitahuan pemanfaatan insentif PPh 21, pengurangan
angsuran PPh Pasal 25, atau permohonan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor, tidak
perlu lagi mengulang pengajuan tersebut berdasarkan PMK terbaru. Selanjutnya, penyampaian
laporan realisasi harus berdasarkan PMK Nomor 44/PMK.03/2020.
KOMENTAR :

Menurut saya, saya kurang setuju tentang kebijakan intensif perpajakan yang diterapkan
oleh pemerintah. Hal tersebut memiliki dampak yang buruk bagi perekonomian di masa yang
mendatang. Dalam kebijakan Insentif Perpajakan, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan
berupa PMK Nomor 44 Tahun 2020. Pada kebijakan PMK No.44/2020 tersebut dijelaskan
bahwa pemerintah menanggung PPh Pasal 21 pada 1.062 bidang industri, pembebasan PPh Pasal
22 impor untuk 431 bidang industri, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30 persen
untuk 846 bidang industri dan restitusi PPN dipercepat untuk 431 bidang industri, yang berlaku
sejak April hingga September 2020. Dimana pemerintah menanggung seluruh pajak yang ada di
dalam Kebijakan Insentif Perpajakan.

Hal ini menyebabkan beban pemerintah semakin berat karena menanggung beban yang
ada di kebijakan PMK sehingga tabungan yang dimiliki oleh pemerintah terkuras untuk
membayar pajak selama 6 bulan (April 2020 – September 2020). Serta menyebabkan Defisit
APBN, karena pajak merupakan penerimaan negara. Terdapat kebijakan Insentif Pajak maka
sumber penerimaan pajak lebih rendah daripada pengeluaran belanja negara.

Jika kebijakan Insentif Pajak terus menerus dilakukan hal tersebut apalagi digunakan
dalam jangka panjang selain memberikan efek terhadap tabungan negara, dimana tabungan
negara habis tetapi juga menyebabkan terpicunya suku bunga naik sehingga investasi di dalam
negara mengalami penurunan, banyak masyarakat akan berinvestasi ke luar negeri karena
meningkatnya suku bunga tersebut, jika Investasi mengalami penurunan maka berdampak
kepada modal dan output juga mengalami penurunan dan berdampak terhadap konsumsi juga
mengalami penurunan sehingga hal tersebut menjadi mimpi buruk bagi Indonesia di masa yang
akan mendatang.

Selain itu juga menyebabkan pemerintah akan melakukan utang negara untuk mencover
segala kekurangan yang ada di dalam negeri atau menutupi penerimaan negara akibat
menerapkan kebijakan Insentif Perpajakan. Hal tersebut menambah beban pemerintah karena
menambah utang baru bagi Indonesia yang semakin membengkak ditambah lagi kondisi
pandemi saat ini. Jika semakin banyak utang negara Indonesia semakin susah pula Indonesia
mengembalikan utang tersebut karena utang tersebut sudah terlalu banyak.

Solusi saya yaitu dengan membukanya perekonomian secara perlahan terutama sektor
Industri & sektor Pertanian (menerapkan protokol kesehatan) dan menerapkan pajak yang lebih
rendah dari pajak sebelumnya sehingga pemerintah tidak melakukan atau menerapkan kebijakan
Insentif Perpajakan sehingga pemerintah tidak mengalami Defisit APBN dan Utang Negara.
Dengan pemerintah membuka perekonomian di sektor industri dan sektor pertanian maka
pemerintah dapat melakukan aktivitas perekonomian dan dapat mengekspor bahan pangan ke
Luar Negeri meskipun pendapatannya tidak sebesar yang sebelumnya. Pemerintah memberi dana
bagi UMKM sebagai modal disaat pandemi selama 3 bulan, agar perekonomian tetap terus
berjalan meskipun pendapatannya relatif kecil.

Anda mungkin juga menyukai