Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dwi Mufarrihah

Nim : 190231100017

Kelas : EP A’19

Mata Kuliah : UTS BLKS

Praktik Larangan Riba Menurut Negara Indonesia dan Filipina

PENDAHULUAN

Secara etimologi dan terminologi riba (riba nasiah) adalah tambahan


bayar dalam transaksi utang piutang. Riba sudah sejak lama ada bahkan
sebelum zaman jahiliyah. Bahkan untuk membolehkan perilaku riba ini orang-
orang kafir musyrik jahiliyah mengatakan bahwa riba sama dengan jual-beli,
yaitu sama-sama dibolehkan hukumnya dan sama-sama mendatangkan
keuntungan, padahal Allah SWT mengaharamkan hukum riba dan
menghalalkan hukum jual-beli, hal ini secara tegas Allah SWT yang sudah
dijelaskan dalam Firman-Nya Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 275.
Kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah, ketidaktersediaan
lapangan pekerjaan, penghasilan yang tidak layak dan terus naiknya harga
bahan pokok sudah menjadi momok ditengah masyarakat Indonesia,
sehingga membuat kondisi keterpaksaan bagi mereka untuk sekedar
memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan cara berutang, namun sayangnya
dalam kondisi demikian terpuruk, ditambah pula dengan jeratan bunga utang
yang semakin mencekik. Kondisi itu diperparah lagi dengan kondisi
perekonomian Indoensia yang sulit keluar dari middle income trap. Defisit
neraca pembayaran, beban hutang luar negeri yang membengkak, investasi
yang tidak efisien, dan banyak indikator ekonomi lainnya telah berperan aktif
dalam mengundangan munculnya krisis ekonomi yang menambah beban
masyarakat.
Maka, untuk mengurai masalah-masalah diatas tentunya harus dimuali
dari akar masalahnya, yaitu penerapan sistem ekonomi berdasarkan bunga,
untuk itu sebagai umat muslim harus kembali kepada ajaran Al-Quran dan
Hadist sebagai rujukan tama kehidupan termasuk dalam kehidupan
berekonomi, yaitu bagaimana caranya untuk keluar dari jeratan lingkar
masalah ekonomi diatas, yaitu salah satunya dengan menerapkan sistem
ekonomi syariah atau ekonomi Islam yang bisa menjadi solusi.Berbagai ahli
ekonomi muslim memberikan definisi ekonomi Islam yang bervariasi,
diantaranya ada yang mengungkapkan bahwa Ekonomi Islam adalah
kumpulan dari dasar-dasar umum ekonomi yang diambil dari Al-Quran dan
Sunnah Rasulullah SAW. Adapula yang mendefinisikan ekonomi islam adalah
ilmu yang mempelajari usaha-usaha manusia untuk mengalokasikan dan
mengelola sumber daya untuk mencapai keberuntungan berdasarkan prinsip
dan nilai-nilai Al-Quran dan Sunnah.
Berdasarkan ajaran ekonomi syariah yang berdasarkan Al-Quran dan
Hadist bahwa uang yang dibungakan dinyatakan haram hukumnya, hal ini
diperkuat dengan adanya dalil-dalil dalam Al-Quran dan Hadist. Islam
memiliki pandangan tersendiri terhadap suku bunga. Bunga yang
dipraktekkan pada perbankan konvensional termasuk riba. Pandangan bahwa
riba dilarang dipahami sebagai penambahan tanpa adanya pengganti yang
dibenarkan secara syariah. Bunga yang diberikan oleh bank konvensional
merupakan sestau yang diharamkan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
sudah jelas mengeluarkan fatwa tentang bunga bank pada tahun 2003 lalu.
Walaupun fatwa sudah dikeluarkan sedemikian rupa, namun beragam
argumentasi pendapat masyarakat dan juga tokoh berpendidikan untuk
mengahalalkan bunga, bahwa bunga tidak sama dengan riba walaupun Al-
Quran dan Hadist sudah sangat jelas bahwa bunga itu riba.
Status bunga bank menurut para pakar ahli ekonomi Islam tidak perlu
diperdebatkan dan diragukan tentang kemudaratannya. Seluruh ahli ekonomi
Islam dunia, telah sepakat bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syariah
Islam, dan hukum mengambilnya adalah haram. Dilhat dari kemanfaatan
menurut pendapat para pakar lebih besar kemudaratan. Padahal Rasulullah
SAW mendapat pesan dari Allah SWT melalui wahyunya mengatakan bahwa
riba itu haram hukumnya artinya berdosa jika dilakukan.
Kesepakatan tentang penetapan status bunga bank telah terjadi
berkali-kali di forum ulama Internasional sejak tahun 1973 sampai saat ini.
Tahun 1976 telah dilaksanakan Konferensi Ekonomi Islam se-dunia di
Mekkah yang dihadiri 300 ulama dan pakar keuangan Islam. Tak seorang
pun di antara pakar ekonomi Islam itu menolak keharaman bungan bank.
Bahkan sebelum tahun 1976, yaitu tahun 1973, seluruh ulama OKI yang
berasal dari 44 negara sepakat tentang keharaman bunga bank tersebut.
negara Indonesia adalah salah satu negara terbesar yang menganut agama
Islam, namun sistem syariah baru mendapat izin untuk beroperasi pada 1 mei
1992 (27 syawal 1412 H) yakni dengan didirkan Bank Muamalat Indonesia
(BMI) yang digagas oleh Majelis Ulama Indoensia (MUI).
Terjadinya krisis yang diawali tahun 1997 merupakan ujian untuk
pertamakalinya sistem keuagan syariah di Indonesia. krisi yang sudah
berjalan pada enam bulan selama 1997 semakin memburuk dalam tempo
yang relatif cepat. Sehingga pada 1 November 1997 pemerintah Indonesia
mencabut izin terhadap 16 Bank karena dinyatakan tidak mampu
menjalankan operasionalnya. Sementara itu, Bank Muamalat Indonesia lolos
dalam terpaan krisis tersebut. Pada dasarnya bank yang menjalankan sistem
operasionalnya menggunakan bunga mengalami kerugian besar sementara
bank yang menjalankan sistem bagi hasil (syariah) tidak mengalami kerugian.

PEMBAHASAN
Larangan Riba di Negara Indonesia
Salah satu pembeda utama antara sistem ekonomi konvensional dan
sistem ekonomi Islam adalah penerapan bunga dan bagi hasil. Sistem
ekonomi konvensional akan memperoleh pendapatan dalam bentuk bunga
sementara sistem ekonomi islam akan memperoleh pendapatan dalam
bentuk bagi hasil.
Larangan terhadap bunga (riba) dalam ekonomi Islam telah banyak dibahas
para ulama dan ilmuwan Islam sepanjang sejarah. Menurut Prof A. M. Sadeq
(1989) dalam artikelnya “ Factor Pricing and Income Ditribution from An
Islamic Perspective” yang dipublikasikan dalam Journal of Islamic Economics,
menyebutkan bahwa pengharaman riba dalam ekonomi, setidaknya,
disebabkan oleh empat alasan :
1. Sistem ekonomi ribawi telah menimbulkan ketidakadilan dalam
masyarakat terutama bagi para pemberi modal (bank) yang past bisa
menerima keuntungan tanpa mau tahu apakah para peminjam dana
tersebut memperoleh keuntungan atau tidak. Kalau para peminjam dana
mendapatkan untung dalam bisnisnya, maka persoalan ketidakadilan
mungkin tidak akan muncul.
2. Sistem ekonomi ribawi juga merupakan penyebab utaa berlakunya
ketidakseimbangan antara pemodal dengan peminjam. Keuntungan besar
yang diperoleh para pmeinjam yang biasanya terdiri dari golongan industri
raksasa atau para konglomerat hanya diharuskan membayar pinjaman
modal mereka plus bunga pinjaman dalam jumlah yang relatif kecil
dibandingkan dengan milyaran keuntungan yang mereka peroleh.
3. Sistem ekonomi ribawi akan menghambat investasi karena semakin
tingginya tingkat bunga dalam masyarakat, maka semakin kecil
kecenderungan masyarakat untuk berinvetasi. Masyarakat akan lebih
cenderung untuk menyimpan uangnya di bank-bank karena keuntungan
yang lebih besar diperoleh akibat tingginya tingkat bunga.
4. Bunga dianggap sebagai tambahan biaya produksi bagi para
businessman yang menggunakan modal pinjaman. Biaya produksi yang
tinggi akan memaksa perusahaan untuk menjual produknya dengan harga
yang tinggi pula.

Padahal dalam Al-Quran menyoroti praktek riba yang telah sistemik, yaitu
riba yang telah menjadi sistem di mana-mana, riba yang telah menjadi
instrumen ekonomi, sebagaimana yang diyakini para penganut sistem
ekonomi kapitalisme. Dalam sistem kapitalis, bunga bank (interest rate)
merupakan jantung dari sistem perekonomian. Hampir tak ada sisi dari
perekonomian, yang luput dari mekanisme kredit bunga bank (credit system).
Mulai dari transaksi lokal pada semua struktur ekonomi negara, hingga
perdagangan internasional.

Dengan fakta tersebut, maka benarlah Allah yang mengatakan bahwa


sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat, tapi justru
menghancurkan sendi-sendi perekonomian negara, bangsa dan masyarakat
secara luas. Allah mengatakan dalam firman Nya :
“Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada
harta menusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya)” (ar-Ruum:39)

Riba juga diharamkan dengan dkaitkan kepada suatu tambahan yang


berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bungan
dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak
dipraktikkan oada masa tersebut. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang eriman, janganlah kamu memakan riba dengan


berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (Ali-Imran : 130)

Selain di dalam ayat Al-Quran, pelarangan riba juga terdapat di dalam


Al-Hadist. Hal ini sebagaimana posisi umum hadist yang berfungsi untuk
menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan melalui Al-Quran,
pelarangan riba hadist terinci.

Diriwayatkan oleh Aun bin Abi Juhaifa, “Ayahku membeli seorang


budak yang pekerjaannya membekam (mengeluarkan darah kotor dari
kepala). Ayahku kemudian memusnahkan peralatan bekam si budak tersebut.
aku bertanya kepada ayah mengapa beliau melakukannya. Ayahku
menjawab bahwa Raulullah SAW melarang untuk menerima uang dari
transaksi darah, anjing, dan kasab budak perempuan. Beliau juga melaknat
pekerjaan penato dan yang minta ditaot, menerima dan memberi riba serta
beliau melaknat para pemuat gambar.” (HR Bukkhari no 2084 al-Buyu)
Diriwayatkan oleh Abu said al-Khudri bahwa pada suatu ketika Bilal
membawa barni (sejenis kurma berkualitas bagus) ke hadapan Rasulullah
SAW dan beliau bertanya kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkannya?”
Bilal menjawab, “Saya mempunyai sejumlah kurma dari jenis yang rendah
mutunya dan menukarnya dua sha’ untuk satu sha’ kurma jenis barni untuk
dimakan oleh Rasulullah SAW, “Selepas itu Rasulullah SAW terus berkata,
“Hati-hati! Ini sesungguhnya riba, ini sesungguhnya riba. Jangan berbuat
begini, tetapi jika kamu membeli (kurma yang mutunya lebih tinggi), jual lah
kurma yang mutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian
gunakanlah uang tersebut untuk membeli kurma yang mutunya tinggi itu.
“(HR Bukhari no. 2145, kitab al-Wakalah).

Berdasarkan larangan Al-Quran dan Hadist diatas, tidak ada yang


perlu diperdebatkan lagi tentang pengharaman riba dan dampaknya terhadap
kehidupan bangsa dan negara.

Larangan Riba di Negara Filipina

Kebangkitan Islam terus digaungkan oleh dua kelompok yang sama-


sama mengatasnamakan umat Islam Filipina. Kelompok pertama
berpandangan radikal, dipegang oleh para anggota Moro National Liberation
Front (MNLF) yang merupakan minoritas di kalangan penduduk muslim.
Kelompok kedua berpandangan moderat, dipegang oleh warga Muslim yang
ingin memprakarsai berbagai perubahan dalam masyarakat yang lebih luas.
Kelompok moderat yang didukung oleh mayoritas penduduk berusaha
mempertahankan diri sebagai masyarakat Muslim. Mereka mau masuk ke
dalam sistem politik Filipina demi mencapai tujuan-tujuan mereka, dengan
menggunakan semua cara-cara legal dan konstitusional yang ada, termasuk
penyebarluasan ide-ide pemikiran, mengorganisir kelompok-kelompok
penekan

Moro National Liberation Front (MNLF) menggunakan dua strategi


yakni menari perhatian internasional, khususnya negara-negara Islam tentang
nasib mereka yang tertindas, menjalankan perang gerilya untuk melemahkan
pemerintah Filipina. Suasana dan posisi umat Islam di Filipina mempengaruhi
strategi dan keberlangsungan kegiatan dakwah. Sebuah organisasi Islam
yang berskala Filipina adalah CONVISLAM atau “Converst to Islam”, yang
didirikan pada tahun 1954 secara aktif bergerak untuk kegiatan dakwah.

Pada tahun 1981, Convislam mempelopori sebuah organisasi dakwah


yang berskala nasional yang disebut Islamic Da’wah Council of the
Philippines, Inc (Majlis al-Da’wah al-Islamiyyah al-Philipiniyyah) untuk menjadi
payung semua gerakan dan kegiatan dakwah. Kegiatan-kegiatannya antara
lain penerbitan buku-buku Islam, kunjungan ke cabang-cabang provinsi,
menyelenggarakan serangkaian kuliah umum, membangun masjid,
menghadiri konferensi-konferensu internasional dan program-program
pelatihan untuk usaha dakwah Islam, menyelenggarakan sekolah minggu dan
kursus-kursus bahasa Arab.

Kemudian seorang tokoh terkenal Muslim Filipina, peter gordon


gowing, juga menyebutkan kelompok dakwah seperti tableegh Marawi City.
Mereka ini adalah Shubba’anol Muslimeen Tableegh of Philippenes, Jama’at
Tableegh, dan Islamic Tableegh of the Philippines. Organisasi-organisasi ini
sedikit yang dapat diketahui karena kurangnya informasi yang lebih jauh
mengenai eksistensi dan kegiatannya, kendati dari sisi distribusi
keanggotaannya cukup luas. Hal yang tidak dapat dilewatkan mengenai
organisasi-organisasi yang erat kaitannya dengan kebangkitan Islam di
Filipina walaupun sangat terkait dengan posisi tawar-menawar antara umat
Islam secara umum dengsn pemerintah antara lain lahirnya Peranan
Kementrian Urusan Muslim, yang antara lain bertugas menyelenggarakan
ibadah haji. Demikian pula Bank Amanah, sebuah bank Muslim yang
berhubungan dengan kementrian, dan secara khusus didirikan untuk
melaksanakan ketentuan Islam mengenai larangan riba. Didirikannya bank
semaca, ini sungguh merupakan suatu prestasi.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte menandatangani undang-undang


yang mengatur operasional bank-bank Islam guna memaksimalkan potensi
keuangan Islam. Dalam sebuah pernyataan, Bank Sentral Filipina menyambut
baik penandatanganan Undang-Undang Republik 11439 atau Undang-
Undang yang menyediakan peraturan dan organisasi perbankan Islam.
Undang-Undang ini mengeluarkan aturan dan peraturan pelaksanaan
perbankan Islam. Bisnis perbankan syariah dalam aturan ini mengacu pada
bisnis perbankan yang tidak memakai bunga (riba) sebagimana dilarang oleh
Hukum Islam atau Syariah. Dibawah Undang-Undang baru, bank-bank
syariah harus menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, kata BSP. Bank
syariah memberikan kontrak dan struktur pembiayaan sesuai dan melakukan
berbagai investasi dalam semua transaksi yang diakui prinsip syariah.

KESIMPULAN

Dari uraian diatas riba merupakan hal yang diharamkan atau dlarang
keras dalam agama Islam karena riba sendiri sangat merugikan orang yang
berhutang, sedangkan yang menghutangi akan semakin kaya dan menginjak-
injak orang yang miskin. Dari riba tersebut tidak memakai konsep etika atau
moralitas. Allah SWT mengharamka transaksi yang mengandung unsur
ribawi, hal ini disebabkan mendholimi orang lain dan adanya unsur
ketidakasilan. Islam mengaharamkan riba selain telah tercantum secara tegas
dalam Al-Quran surat Aal-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat
terakhir tentang pengharaman riba, dan juga mengandung unsur ekspolitasi.
Dalam surat al-Baqarah disebutkan tidak boleh menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya, maksudnya adalah tidak boleh melupat gandakan yang yang telah
dihutangkan, karena juga kegiatannya cenderung merugikan orang lain.
Begitupun di Negara Filipina juga melarang adanya praktik riba sebagimana
dilarang oleh Hukum Islam atau Syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Hasarudin. 2019. Perkembangan Sosial Islam di Filipina. Jurnal Pendidikan


Sosial dan Budaya. 1(1), 32-43
Mashuri, M. 2017. Analisis Dampak Bunga Bank (Riba) Bagi Perekonomian
Negara. Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita. 6(10), 98-107
Hidayanto, M Fajar. 2008. Praktek Riba dan Kesenjangan Sosial. Jurnal
Ekonomi Islam. II(2), 239-261
Kolistiawan, Budi. 2017. Tantangan Lembaga Keuangan Syariah dalam
Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jurnal Muqtasid. 8(1), 54-64
Setyawati, Ria Rohma dan Renny Oktafia. 2019. Riba Dalam Pandangan
Islam. https://eprints.umsida,ac.id/3733/ (diakses pada tanggal 21
Februari 2019)
Kurniawan, Rachmad Risqy. 2021. Dampak Riba Menurut Al-Quran dan
Hadist. https://osf.io/dtcmj/ (diakses pada tanggal 22 September 2021)
Idrus, Pizaro Gozali. 2019. Presiden Filipina Tandatangani Undang-Undang
Perbankan Islam. https://www.aa.com.tr/id/ekonomi/presiden-filipina-
tandatangani-undang-undang-perbankan-islam/15690003 (diakses pada
tanggal 30 Agustus 2019)

Anda mungkin juga menyukai