Anda di halaman 1dari 18

RIBA DALAM PERSEKTIF AGAMA DAN SEJARAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perbankan Syariah

Dosen Pengampu: Endang Sriani, S.H.I., M.H.

Disusun oleh:

Ananda Hannif Firdausin N. (33020210009)

Novia Laily Romadziyah (33020210055)

Eva Nurlita (33020210108)

Anindya Nastiti Arumandani (33020210139)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SALATIGA

2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut asma Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, segala puja dan puji kami haturkan kepada-Nya. Yangmana dengan
segala rahmat dan inayah-Nya, kami selaku kelompok empat dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat pada waktunya. Shalawat dan salam juga tak lupa kami
curahkan kepada nabi agung junjungan kita, Nabi Muhammad Saw. beserta
dengan keluarga dan sahabatnya. yang senantiasa kita harapkan syafa'atnya kelak
di hari pembalasan.

Tersusunnya makalah ini, kami ajukan untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Hukum Perbankan Syariah, dengan judul "Riba dalam Perspektif Agama
dan Sejarah". Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang ikut andil dalam proses penyusunannya dan berupaya untuk
menguraikan materi secara singkat dan jelas, sehingga diharapkan makalah ini
dapat membantu menambah wawasan maupun pengetahuan para pembaca.
Ucapan syukur juga tak lupa kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah
Hukum Perbankan Syariah yakni Ibu Endang Sriani, S.H.I., M.H. yang telah
mempercayai pembuatan makalah ini kepada kelompok empat.

Kami menyadari banwasannya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


kekurangan maupun kekeliruan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Oleh
sebab itu, kami selaku kelompok empat sabngat mengharapkan feedback baik
berupa kritikan maupun saran yang membangun terhadap penyempurnaan
makalah ini. Demikianlah, pengantar yang dapat penulis sampaikan, apabila
terdapat kesalahan tutur kata kami memohon maaf, semoga makalah ini dapat
menadi tambahan wawasan yang bermanfaat bagi seluruh pembacanya.

Salatiga, 30 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Definisi dan Jenis-Jenis Riba ....................................................................... 3

B. Riba Dalam Agama-Agama Samawi ........................................................... 4

C. Konsep Riba dalam Al-Quran dan Sunnah .................................................. 6

D. Perbedaan Antara Investasi dan Membungakan Uang............................... 10

E. Fatwa Tentang Bunga ................................................................................ 11

F. Dampak Negatif Riba ................................................................................. 12

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 14

A. Kesimpulan ................................................................................................ 14

B. Saran ........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Riba adalah salah satu transaksi perekonomian yang menurut para pakar
sejarah ekonomi apabila ditarik mundur ke belakang ternyata sudah ada sejak
tahun 2500 sebelum Masehi. Pada tahun 2000 sebelum masehi.1 Sistem bunga
atau riba pada mulanya ditemukan di wilayah Mesopotamia atau Irak
kemudian lambat laun ia berkembang hingga ke tanah Arab. Di kalangan
bangsa Arab, jauh sebelum Nabi Muhammad Saw. menjadi rasul, riba sudah
menjadi salah satu kebiasaan yang mendarah daging dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan perekonomian kala itu.2 Arab yang kala itu
menjadi salah satu jalur perdagangan dunia yakni untuk jalur perdagangan
Eropa dan Afrika, India dan Cina, serta Syam dan Yaman, menjadikan
praktik pinjam meminjam dengan sistem bunga kala itu menjadi salah satu
penunjang bagi masyarakat memulai usaha sehingga sistem bunga pada masa
tersebut tidak hanya bersifat untuk kegiatan konsumtif akan tetapi juga
produktif.3

Meskipun kata riba biasanya identik dengan agama Islam, akan tetapi
ternyata di agama-agama samawi lain seperti Yahudi dan Nasrani
pembahasan mengenai riba juga menjadi salah satu yang cukup menarik.
Melalui makalah ini pula akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan riba
melalui perspektif agama dan sejarahnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dan jenis-jenis riba?
2. Bagaimanakah riba dalam agama-agama samawi?
3. Bagaimana konsep riba dalam al-Quran dan Sunnah?
4. Apakah perbedaan antara investasi dan membungakan uang?

1
Agustiono, Percikan Ekonomi Islam: Respon terhadap Persoalan Kontemporer, (Bandung:
CiptaPustaka Media, 2002), hlm. 140.
2
Zainal Arif, “Penafsiran Transformatif Melalui Pendekatan Makki-Madani,” Jurnal STIU
Darul Hikmah, Vol. 4:1 (Maret 2020), hlm. 12.
3
Herman Wicaksono, “Sejaerah dan Penyebaran Islam di Asia dan Afrika,” Rihlah: Jurnal
Sejarah dan Kebudayaan, Vol. 8:1 (Januari 2020), hlm. 50.

1
5. Bagaimana fatwa tentang bunga?
6. Apa saja dampak negatif riba?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam pembahasan makalah ini, sebagaimana berdasarkan
rumusan masalah di atas, adalah untuk membahas hal-hal yang sesuai dengan
permasalahan yang diajukan, yakni antara lain:
1. Untuk mengetahui apakah definisi dan jenis-jenis riba
2. Untuk mengetahui bagaimana riba dalam agama-agama samawi
3. Untuk mengetahui bagaimana konsep riba dalam al-Quran dan Sunnah
4. Untuk mengetahui apakah perbedaan antara investasi dengan
membungakan uang
5. Untuk mengetahui bagaimana fatwa tentang bunga
6. Untuk mengetahui apa saja dampak negatif dari riba

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Jenis-Jenis Riba


Pengertian atau definisi mengenai riba sebenarnya bermacam-macam,
baik definisi riba dari para kalangan tokoh fiqh, tokoh ahli hadist, maupun
tokoh ahli tafsir al-Quran terkemuka. Masing-masing dari mereka memiliki
pandangan tersendiri mengenai pengertian riba berdasarkan versi mereka
sendiri. Berikut beberapa pengertian riba menurut pendapat beberapa tokoh
ahli tafsir al-Quran dan fuqaha islam yakni:4
1. Muhammad Asad; istilah riba adalah berarti tambahan, baik tambahan
melalui bunga maupun tambahan terhadap jumlah uang dan atau barang
oleh peminjam kepada yang meminjamkan baik yang terjadi antar orang
perseorangan, lembaga satu dengan lembaga lain, ataupun dari
perorangan kepada lembaga.
2. Syed Abul Ala al-Maududi; riba adalah istilah yang dipakai untuk
menyebut tambahan tetap atas pokok pinjaman yang dipinjam oleh
kreditur kepada debitur.
3. Afzalur Rahman; beliau menjelaskan pengertian riba secara terperinci
dengan mengacu pada pendapat dari para fuqaha klasik yakni
diantaranya:
a. Menurut Allamah al-Hasan Taunki; riba sama seperti kelebihan atau
tambahan yang diminta dalam suatu kontrak pertukaran barang dan
barang (barter) dimana terdapat kelebihan dalam barang yang akan
ditukar.
b. Menurut Shah Waliyullah; riba mengandung unsur apabila dalam
suatu akad pinjam meminjam terdapat syarat bahwa orang yang
berhutang akan membayar lebih dari jumlah yang diberikan si
penghutang.

4
Muhammad Syarif Chaudhary, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Jakarta: Penerbit
Kencana, 2020), hlm. 224-228.

3
c. Menurut Imam ar-Razi; riba adalah suatu adat kebiasan yang
dilakukan oleh orang-orang di masa pra-Islam, yangmana ketika
mereka meminjamkan uang mereka dalam jumlah tertentu dan waktu
yang telah ditentukan maka mereka akan mengenakan bunga pada
setiap pinjaman yang telah jatuh tempo dan si peminjam belum bisa
mengembalikan uangnya.
Setelah mengetahui pengertian atau definisi riba melalui penjabaran
diatas, diperlukan pula pemahaman mengenai jenis-jenis dari riba itu sendiri.
Berikut jenis-jenis riba yakni diantaranya:5

1. Riba Qard: Syarat yang diberkan terhadap orang yang akan berhutang
yang sifatnya merupakan tambahan.

2. Riba jahiliyah: Jenis riba yang muncul karena si peminjam pada waktu
yang telah ditentukan untuk melunasi hutangnya ia tidak dapat melunasi
hutangnya tersebut, sehingga hutang yang dibayar menjadi lebih dari
pokoknya.

3. Riba fadl: Riba yang timbul dari suatu pertukaran atau barter antara
barang yang memiliki jenis sama tetapi dengan takaran yang berbeda.

4. Riba nasiah: riba yang berasal dari penangguhan utang sebagai akibat
dari kadar hutang yang sebenarnya.

B. Riba Dalam Agama-Agama Samawi


1. Riba dalam pandangan agama Yahudi6
Dalam agama Yahudi, banyak disebutkan mengenai pelarangan
mempraktekkan pengambilan bunga. Pelarangan mempraktekkan bunga
tersebut disebutkan sebagaimana dalam Old Testament (perjanjian lama)
maupun undang-undang Talmud yang meliputi kitab exodus (keluaran),
kitab deuteronomi (ulangan), dan kitab levicitus (imamat).
Dalam kitab exodus (keluaran) pasal 22 ayat 25 menyatakan “Jika
engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari ummat-Ku, orang

5
Lifi Nurdiana, Hadis-hsdis Ekonomi, (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), hlm.129-135.
6
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani,
2000), hlm. 43.

4
yang miskin diantaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai
penagih utang terhadap dia: janganlah engkau bebankan bunga
terhadapnya”.
Dalam kitab deuteronomi (ulangan) pasal 23 ayat 19 menyatakan
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang
maupun bahan makanan, atau apapun yang dapat dibungakan”.
Dalam kitab levicitus (imamat) pasal 25 ayat 36-37 menyatakan
“janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan
engkau harus takut akan allahmu, supaya saudaramu bisa hidup
diantaramu. Janganlah engkau memberi uangmu kepadanya dengan
meminta bunga, juga makananmu janganlah kauberikan dengan
meminta riba”.
2. Riba dalam pandangan agama Nasrani
Di dalam kitab Injil yang merupakan kitab suci agama Nasrani
menyebutkan secara tegas bahwasanya bunga itu dilarang. Pelarangan
pengambilan bunga berdasarkan kepada surat Lukas pasal 6 ayat 35 yang
berbunyi “... beri pinjaman, dan jangan berharap sesuatu yang lain”.
Hal tersebut juga didukung dengan pendapat para pendeta Kristen yang
secara garis besar menyebutkan sebagai berikut:7
1. Suatu tambahan yang diberikan atas suatu pinjaman yang telah
dipinjamkan dan yang diperjanjikan pada awal perjanjian pinjam
meminjam disebut bunga
2. Pengambilan bunga termasuk ke dalam salah satu dosa yang dilarang
3. Apabila seseorang memberikan pinjaman kepada orang lain dengan
niat atau harapan untuk mendapatkan tambahan atas apa yang telah
dipinjamkan maka hal tersebut adalah dosa
4. Seorang yang meminjamkan tidak berhak mendapatkan tambahan
atas apa yang telah ia pinjamkan kepada orang lain. Oleh karena itu,
bunga yang telah diberikan dari si peminjam maka harus
dikembalikan Kembali
5. Adanya praktik perbedaan harga diantara barang yang dijual secara

7
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 15-17.

5
tunai dan barang yang dijual melalui metode pembayaran yang
ditunda, merupakan suatu praktik bunga terselubung yang hukumnya
sama dengan praktik bunga langsung yakni dilarang.
3. Riba dalam pandangan agama Islam
Sama seperti agama-agama samawi lainnya, agama Islam juga
melarang adanya praktik riba di dalam suatu transaksi, baik itu transaksi
pinjam meminjam, sewa menyewa, maupun jual beli. Di dalam al-
Qur'an, riba diartikan sebagai suatu tambahan yangmana tambahan
tersebut dibebankan kepada salah satu pihak tanpa adanya suatu transaksi
penyeimbang ataupun pengganti sebagaimana yang dibenarkan oleh
syariat Islam. Agama Islam secara tegas melarang adanya praktik riba
bahkan perbuatan riba termasuk ke dalam salah satu dosa besar.
Salah satu alasan mengapa riba diharamkan atau dilarang keras di
dalam agama Islam ialah karena riba itu sendiri sangatlah merugikan,
untuk pihak yang berhutang, sedangkan orang yang memberikan hutang
akan semakin kaya dan berpotensi merendahkan orang yang lebih
miskin.8 Oleh karena itu, riba disebut sebagai perilaku yang sangat
bertentangan dengan prinsip keadilan di dalam Islam dan dapat merusak
konsep etika dan moralitas manusia.
C. Konsep Riba dalam Al-Quran dan Sunnah
Di dalam al-Qur'an dan Sunnah banyak ayat-ayat dan hadis nabi yang
menyebutkan bahwasannya riba ialah dilarang. Meskipun praktik riba telah
berkembang bahkan sebelum Islam datang dan menjadi salah satu kegiatan
yang lumrah di kalangan masyarakat jahiliyah zaman dahulu akan tetapi,
setelah islam datang secara perlahan praktik riba mulai dilarang. Pelarangan
praktik riba tersebut ditempuh melalui metode gradual (step by step) dengan
tujuan agar dapat diterima secara perlahan oleh masyarakat Arab pada masa
itu yang telah menganggap riba sebagai suatu kebiasaan yang mengakar,
mendarah daging dan melekat di dalam kehidupan perekonomian masyarakat
mereka.9

8
Ria Rohma Setyawati, Riba Dalam Pandangan Islam, (Sidoarjo: Umisda, 2017), hlm. 8.
9
Wasilul Chair, “Riba Dalam Perspektif Islam Dan Sejarah”, Jurnal Istishadla, Vol. 1:1
(Juni 2014), hlm. 106.

6
Apabila diurutkan menurut waktu turunnya, ayat-ayat mengenai
pelarangan praktik riba terjadi secara berangsur-angsur yakni melalui empat
tahapan diantaranya:10
1. Tahap pertama melalui Q.S. ar-Rum (30): 39

ٰ ‫َو َما اتَ ْيت ُ ْم ِّم ْن ِّربًا لِّيَ ْربُ َوا ف ْي اَ ْم َوال النَّاس فَ ََل يَ ْربُ ْوا ع ْن َد‬
‫ّللا َو َما اتَ ْيت ُ ْم ِّم ْن َز كو ٍة‬
ْ ‫ّللا فَاُولىكَ ُه ُم ا ْل ُم‬
٣٩ ‫ضعفُ ْون‬ ٰ َ‫ت ُر ْيد ُْونَ َوجْ ه‬
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia
bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang
melipatgandakan (pahalanya)”.
Dalam QS. Ar-rum ayat 39, Allah belum secara tegas menyatakan
pelarangan dan pengharamannya terhadap riba, akan tetapi Allah
membandingkan antara riba dengan zakat. Allah menyebutkan
bahwasanya Allah tidak meridhoi orang yang melakukan riba, karena
sesungguhnya pinjaman riba yang diberikan kepada manusia lain tersebut
bukanlah termasuk ke dalam suatu bentuk tolong-menolong antar
manusia dan bukan cara untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah,
sedangkan berbeda dengan zakat yang apabila dikeluarkan dengan
maksud untuk mencapai keridhaan Allah maka Allah akan memberikan
barokah-Nya dan melipat gandakan pahalanya, sehingga untuk
mendapatkan hal tersebut Allah lebih menganjurkan zakat daripada riba.
2. Tahap kedua melalui QS. An-Nisa (4): 160-161
‫ّللا‬ َ ‫ت اُحلَّتْ لَ ُه ْم َوب‬
َ ‫ص ِّده ْم ع َْن‬
ٰ ‫سبيْل‬ َ ‫علَيْه ْم‬
ٍ ‫طيِّب‬ ُ ‫فَب‬
َ ‫ظ ْل ٍم ِّمنَ الَّذ ْينَ َهاد ُْوا َح َّر ْمنَا‬
١٦٠‫كَثي ًْرا‬
َ ‫الربوا َوقَ ْد نُ ُه ْوا‬
‫ع ْنهُ َواَكْله ْم اَ ْم َوا َل النَّاس با ْلبَاطل َۗواَ ْعتَ ْدنَا ل ْلكفر ْينَ م ْن ُه ْم‬ ِّ ‫َّواَ ْخذه ُم‬
١٦١ ‫عذَابًا اَل ْي ًما‬
َ
“(160) Karena kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan bagi
mereka makanan yang baik-baik yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan
karena mereka sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah,
10
Muhammad Syarif Chaudhary, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Jakarta: Penerbit
Kencana, 2020), hlm. 215-217.

7
(161) dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka
telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang
dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang
kafir di antara mereka azab yang pedih”
Berdasarkan surat An-Nisa di atas, Allah mulai memberikan
penegasan mengenai pelarangan praktik riba yang sebelumnya diterapkan
pada agama Yahudi. Allah juga menceritakan mengenai balasan siksa
untuk kaum Yahudi yang semasa hidupnya melakukan pekerjaan yang
dzalim dan batil sebagaimana riba. Melalui QS. An-nisa ayat 160-161 ini
pula, Allah mulai mengisyaratkan bahwa akan diturunkannya lagi ayat
lain yang menyatakan pengharaman riba bukan hanya bagi kaum Yahudi
akan tetapi bagi kaum muslimin juga.
3. Tahap ketiga dengan turunnya surat Ali Imran (3): 130

ٰ ‫ض َعافًا ُّمض َعفَةً َّۖواتَّقُوا‬


١٣٠ ‫ّللاَ لَ َعلَّ ُك ْم ت ُ ْفل ُح ْون‬ ِّ ‫ياَيُّ َها الَّذ ْينَ ا َمنُ ْوا ََل تَأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ‫الربوا ا‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung”.
Dalam QS. Ali Imran ayat 130 ini Allah tidak langsung
mengharamkan riba secara menyeluruh akan tetapi, Allah memberikan
sedikit demi sedikit pelarangan terhadap bentuk riba yang berlipat ganda
baik hanya dua kali lipat maupun hingga empat kali liat dari jumlah asli
pinjaman. Hal tersebut ditujukan agar sesuatu yang telah menjadi sebuah
kebiasaan di dalam suatu masyarakat kala itu dapat berangsur-angsur
luruh sehingga kelak mereka akan bisa menerima larangan riba secara
menyeluruh.
4. Tahap keempat dalam surat Al-Baqarah (2): 275-279
َ‫س ذلك‬ ِّ ۗ ‫شيْطنُ منَ ا ْل َم‬ ُ ‫الربوا ََل َيقُ ْو ُم ْونَ ا ََّل َك َما َيقُ ْو ُم ا َّلذ ْي َيتَ َخ َّب‬
َّ ‫طهُ ال‬ ِّ َ‫اَ َّلذ ْينَ َيأ ْ ُكلُ ْون‬
ٌ ‫ظة‬ ۗ ‫الرب‬
َ ‫وا فَ َم ْن َجا َءه َم ْوع‬ ِّ ‫ّللاُ ا ْل َب ْي َع َو َح َّر َم‬
ٰ ‫الربوا َواَ َح َّل‬ ِّ ‫باَنَّ ُه ْم قَالُ ْوا انَّ َما ا ْل َب ْي ُع مثْ ُل‬
ُ ‫ّللا ۗ َو َم ْن عَا َد فَاُولىكَ اَصْح‬
‫ب النَّار ۚ ُه ْم‬ َ ۗ َ‫سل‬
ٰ ‫ف َواَ ْم ُره الَى‬ َ ‫ِّم ْن َّربِّه فَا ْنتَهى فَلَه َما‬
٢٧٥ ‫ف ْي َها خلد ُْون‬
٢٧٦ ‫ب ُك َّل َكفَّ ٍار اَثيْم‬
ُّ ‫ّللاُ ََل يُح‬
ٰ ‫صدَقت ۗ َو‬
َّ ‫الربوا َويُ ْربى ال‬
ِّ ُ‫ّللا‬
ٰ ‫ق‬ ُ ‫يَ ْم َح‬

8
‫الزكوةَ لَ ُه ْم اَجْ ُر ُه ْم ع ْن َد‬ َّ ‫صلحت َواَقَا ُموا ال‬
َّ ‫صلوةَ َواتَ ُوا‬ ٰ ‫انَّ الَّذ ْينَ ا َمنُ ْوا َوعَملُوا ال‬
٢٧٧ ‫علَيْه ْم َو ََل ُه ْم يَحْ َزنُ ْون‬ ٌ ‫َربِّه ْم ۚ َو ََل َخ ْو‬
َ ‫ف‬
٢٧٨ ‫الربوا ا ْن ُك ْنت ُ ْم ُّمؤْ منيْن‬ ِّ َ‫ّللاَ َوذَ ُر ْوا َما بَق َي من‬
ٰ ‫ياَيُّ َها ا َّلذ ْينَ ا َمنُوا اتَّقُوا‬
ُ ‫س ْول ۚه َوا ْن ت ُ ْبت ُ ْم َف َل ُك ْم ُر ُء ْو‬
‫س اَ ْم َوال ُك ْم ََل‬ ٰ َ‫ب ِّمن‬
ُ ‫ّللا َو َر‬ ٍ ‫فَا ْن لَّ ْم تَ ْفعَلُ ْوا فَأْذَنُ ْوا ب َح ْر‬
٢٧٩ ‫تَ ْظل ُم ْونَ َو ََل ت ُ ْظلَ ُم ْون‬
“(275) Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang
demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba.
Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti,
maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka
mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.
(276) Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang
dosa.
(277) Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan,
melaksanakan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di
sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak
bersedih hati.
(278) Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman
(279) Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari
Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas
pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak
dizalimi (dirugikan).”
Dalam surat al-baqarah ayat 275-279 tersebut Allah sudah melarang
secara tegas, jelas, lugas, tuntas, dan mutlak terkait adanya praktik riba
baik dalam bentuk apapun dan sekecil apapun. Dalam ayat tersebut Allah
juga menyebutkan bahwasanya kegiatan jual beli adalah halal akan tetapi
riba adalah haram. Oleh karena itu, praktik riba haruslah dihilangkan dan

9
bagi orang-orang yang tidak mengindahkan larangan Allah maka mereka
diancam dengan akan dimasukkan ke dalam neraka dan kekal di
dalamnya.
Konsep riba, selain dijelaskan di dalam al-Quran juga dijelaskan dalam
berbagai hadist nabi sebagaimana hadist nabi mengenai salah satu bentuk riba
yakni;
‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الذهب وزنا بوزن مثَل بمثل والفضة وزنا بوزن‬
‫مثَل بمثل فمن زاد فهو ربا‬
Rasulullah Saw. bersabda: “Emas dengan emas sama timbangan dan
ukurannya, perak dengan perak sama timbangan dan ukurannya. Barang
siapa meminta lebih maka teramsuk riba”. (H.R Ahmad)
Dalam hadist diatas, Rasulullah Saw. menjelaskan apabila suatu transaksi
tukar menukar yang tidak sama ukuran ataupun timbangannya adalah salah
satu bentuk riba. Didalam hadist diatas, Rasulullah mencontohkan pertukaran
emas dengan emas yang meskipun sama sama emas akan tetapi memiliki
kadar ukuran atau timbangan yang berbeda sehingga dapat disebut sebagai
riba.
Hadist nabi lain yang menjelaskan mengenai riba terutama dalam
pelarangan praktik riba itu sendiri yakni;
‫لعب رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اكل الربا ومؤكلهم كاتبه وشاههئه وقال هم سواء‬
“Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya, kedua
saksinya, mereka semua sama.” (H.R. Ahmad)
D. Perbedaan Antara Investasi dan Membungakan Uang
Investasi adalah suatu bentuk pengeluaran yang diajukan dengan tujuan
menambah dan memepertahankan stok barang modal. Investasi merupakan
hasil tabungan yang ditujukan untuk kegiatan perekonomian demi
menghasilkan barang ataupun jasa dengan tujuan untuk mendapatkan profit.11
Terdapat tiga unsur dalam investasi yaitu; pertama, pengeluaran sesuatu
(sumber daya) hingga sekarang bersifat pasti. Kedua, ketidakpastian akan
risiko. Ketiga, ketidakpastian di masa datang.12

11
Sayid, Pengantar Makro Ekonomi, (Jakata: Referensi, 2014), hlm.47.
12
Muhammad Nafik, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: Serambi, 2009), hlm.67.

10
Sebab terkandung unsur ketidakpastian akan hasil di masa depan, maka
tidak adil rasanya jika hanya salh satu pihak saja yang mendapatkan kepastian
hasil, sedangkan pihak yang lain tidak mendapatkan hasil. Siapapun pihak
yang memberikan dan menerima serta mengelola investasi, wajib hukumnya
menanggung bersama apapun risiko investasi guna menghindari eksploitasi,
predatori, ataupun intimidasi oleh salah satu pihak. Sebab timbulnya reisko
dalam investasi dikarenakan adanya ketidakpastian waktu serta besarnya
return yang akan diterima seorang investor.
Di zaman sekarang, terdapat berbagai macam jenis investasi, baik yang
berbentuk konvensional maupun syariah. Dengan semakin berkembangnya
investasi itu sendiri, berkembang pula hukum terhadap investasi tersebut,
bahkan ada pula ulama yang mengatakan apabila investasi termasuk bagian
dari riba. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara investasi dan
membungkan uang yaitu diantaranya:13
1. Investasi adalah suatu kegiatan usaha yang mengandung resiko sebab
adanya unsur ketidakpastian di dalamnya. Maka masalah kembalinya
suatu return tidak pasti dan tidak tetap
2. Membungakan uang merupakan suatu kegiatan usaha yang memiliki
resiko lebih kecil daripada investasi sebab waktu kembalinya berupa
bunga relatif yang bersifat pasti dan tetap.
Dalam ajaran Islam, berupaya mendorong masyarakat agar berinvestasi
serta larangan dalam membungakan uang telah diperjelas lagi bahwa ketika
menyimpan uang di bank Islam itu termasuk dalam berinvestasi. Sebab
peroleh kembalinya return dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap.
Untuk memperoleh hasil besar kecilnya tergantung bagaimana hasil usaha
yang dilakukan pihak bank sebagaimana merupakan pengelola dana.
E. Fatwa Tentang Bunga
Status fatwa dalam hukum Islam dikenal sebagai sumber hukum yang
dapat diverifikasi, dan pada awalnya fatwa dikeluarkan secara individual.
Rasulullah SAW selalu menjawab pertanyaan para sahabatnya. Jawaban Nabi
merupakan landasan hukum dan mengikat umat Islam pada hukum syariah.

13
M. Syafii Antonio, Bank Syariah: dari teori ke praktik, hlm. 56.

11
Di sisi lain, setelah kematiannya, muncul permasalahan hukum terhadap
penggantinya, khalifah, atau ulama. Jika mereka tidak mendapat petunjuk dari
Al-Qur'an dan Sunnah, maka mereka ijtihad. Ijtihad sebagai suatu keputusan
yang dilakukan seseorang disebut dengan fatwa.14
Dengan semakin berkembangnya perbankan di Indonesia, menyebabkan
semakin berkembangnya pula kajian-kajian ulama di Indonesia mengenai
perbankan itu sendiri terutama dalam konteks riba. Di Indonesia, kajian
mengenai hal muamalah biasanya dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) yangmana di dalam MUI tersebut mencakup organisasi Islam besar di
Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul ulama.
Pada mulanya tanggal 6 Januari 2004 Majelis Ulama Indonesia telah
mengeluarkan fatwa bahwasanya bunga bank adalah haram. Meskipun
demikian, MUI mengatakan bahwa apabila dalam keadaan darurat yaitu tidak
adanya perbankan lain yang tanpa bunga di dalam suatu daerah maka
menggunakan perbankan yang di dalamnya terdapat bunga bank adalah
boleh. Sebaliknya, kebolehan tersebut akan menghilang atau terhapus dan
menjadi haram jika pada suatu wilayah tersebut sudah ada perbankan yang di
dalamnya tidak menerapkan sistem bunga bank.
Berbeda dengan fatwa yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama, kedua organisasi besar tersebut sepakat menyatakan
bahwasanya menggunakan bank yang menerapkan sistem bunga adalah
haram dalam situasi apapun. Akan tetapi pada tahun 2006, setelah munculnya
perbankan syariah di Indonesia, organisasi Muhammadiyah tanah gaturun
ulama sepakat mengeluarkan fatwa yang di dalamnya menjelaskan mengenai
keharaman menggunakan bank berubah menjadi boleh dengan syarat
masyarakat menggunakan bank yang tanpa sistem bunga (bank syariah).
F. Dampak Negatif Riba
Mengenai alasan pelarangan riba, terdapat perbedaan pandangan antar
tokoh. Akan tetapi, mereka bersepakat mengenai satu hal, yakni pelarangan
tersebut dikarenakan kekhawatiran akan adanya bahaya moral, sosial, dan

14
Rifyal Kabah. Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi, 1998), hlm. 214.

12
ekonomi di dalam bunga. Berikut dampak negatif dari riba yaitu
diantaranya:15

1. Menimbulkan rasa kikir, mementingkan diri sendiri, hilangnya rasa


simpati, saling tolong-menolong

2. Bunga meimbulkan kemalasan karena bisa mendapat pendapatan tanpa


bekerja.

3. Menimbulkan monopoli di masyarakat dimana pendistribusian kekayaan


menjadi tidak merata dan melebarnya batas atau celah antara orang kaya
dan orang miskin.

4. Terhalangnya investasi modal dari perusahaan yang tidak mampu


menghasilkan laba yang sama atau yang lebih tinggi dari suku bunga
yang tengah berjalan.

5. Bunga yang dipungut pada utang internasional justru lebih buruk karena
memperparah DSR (debt-service ratio) negara debitur.

15
Muhammad Syarif Chaudhary, Sistem Ekonomi Islam : Prinsip Dasar, (Jakarta: Penerbit
Kencana, 2020), hlm. 235-236.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Muhammad Asad istilah riba adalah tambahan, melalui bunga,
terhadap sejumlah uang atau barang yang dipinjamkan oleh seseorang atau
lembaga kepada orang atau lembaga lain. Jenis-jenis riba ada empat yaitu;
riba qard, jahiliah, fadl, dan nasiah. Riba dalam pandangan agama-agama
samawi seperti Yahudi, Nasrani, dan Islam adalah haram atau tidak
diperbolehkan hukumnya. Di dalam islam sendiri, konsep mengenai riba
banyak dibahas dalam al-Quran dan hadist nabi. Di dalam al-Quran, ayat
mengenai riba diturunkan secara berangsur-angsur melalui empat tahapan.

Mengenai investasi dan membungakan uang, meskipun seringkali


dipandang sama akan tetapi keduanya memiliki perbedaan terutama dalam hal
kepastian kembalinya. Di Indonesia, MUI sebagai salah satu lembaga
pemerintah yang dipercaya untuk mengeluarkan berbagai fatwa yang
berkaitan dengan kehiduan muamalah manusia, pada tahun 2004
mengeluarkan fatwanya mengenai riba yakni riba adalah haram kecuali
apabila dalam suatu wilayah tidak ada satupun bank yang tidak menerapkan
sistem bunga maka dapat dihukumi boleh sebab hal tersebut dipandang
darurat. Mengenai alasan pelarangan riba, terdapat perbedaan pandangan
antar tokoh. Akan tetapi, mereka bersepakat mengenai satu hal, yakni
pelarangan tersebut dikarenakan kekhawatiran akan adanya bahaya moral,
sosial, dan ekonomi di dalam bunga.

B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, kami selaku penulis menyadari
bahwasannya dalam penyusunannya masih terdapat banyak kekurangan, baik
yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Oleh sebab itu, demi
penyempurnaan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun bagi makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca dan khususnya kami sebagai penulis

14
DAFTAR PUSTAKA

Agustiono, Percikan Ekonomi Islam: Respon terhadap Persoalan Kontemporer,


Bandung: CiptaPustaka Media, 2002.

Antonio, Muhammad Syafii, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema
Insani, 2000.

Arif, Zainal, “Penafsiran Transformatif Melalui Pendekatan Makki-Madani,”


Jurnal STIU Darul Hikmah, 4 (Maret 2020).

Chair, Wasilul, “Riba Dalam Perspektif Islam Dan Sejarah,” Jurnal Istishadla, 1
(Juni, 2014).

Chaudhary, Muhammad Syarif, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, Jakarta:


Penerbit Kencana, 2020.

Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2011.

Kabah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Universitas Yarsi, 1998.

Nafik, Muhammad, Bursa Efek dan Investasi Syariah, Jakarta: Serambi, 2009.

Nurdiana, Lifi, Hadis-hsdis Ekonomi, Malang: UIN-Maliki Press, 2012.

Sayid, Pengantar Makro Ekonomi, Jakata: Referensi, 2014.

Setyawati, Ria Rohma, Riba Dalam Pandangan Islam, Sidoarjo: Umisda, 2017.

Wicaksono, Herman, “Sejaerah dan Penyebaran Islam di Asia dan Afrika,”


Rihlah: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan, 8 (Januari 2020).

15

Anda mungkin juga menyukai