Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL SYARIAH


KONSEP UANG DAN RIBA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

DOSEN PENGAMPU :
Dr. H. NUKMAN, M. Ag

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK II
SITI RIZKY AMALIA (05220220040)
YAYU INDARWATI (05220220003)
WINNY CITRA (05220220004)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat,karunia, serta taufk dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “ Konsep uang dan riba dalam perspektif ekonomi islam”. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis menyadari akan keterbatasan, kemampuan, dan
pengetahuan penulis dalam penyusunannya. Namun kesulitan tersebut dapat dibantu
oleh beberapa pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
berbagai pihak yang telah memberikan bantuan berupa tenaga dan pikiran. Dan juga
kami berterima kasih kepada Ayah selaku Dosen mata kuliah Hukum Investasi dan
Pasar Modal Syariah yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas makalah
ini dengan baik. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan, walaupun penulis sudah berusaha dengan sebaik-
baiknya. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna penyempurnaan penyusunan dan penulisan makalah ini. Penulis berharap
agar makalah ini bermanfaat dan dapat memperluas serta menambah pengetahuan bagi
kita semua. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I
A. Pendahuluan........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian................................................................................................ 3
BAB II
A. Uang Dalam Perspektif Islam............................................................................ 4
B. SejarahUangDalam Islam................................................................................... 5
C. Jenis-Jenis Uang.................................................................................................. 8
D. Fungsi Uang DalamEkonomi Islam................................................................... 10
E. Riba ...................................................................................................................... 12
F. Macam-macam Riba Menurut Ulama............................................................... 14
G. Pandangan Islam Tentang Riba........................................................................ 15
H.Larangan Riba Dalam Al-Quran Dan Hadist................................................... 18
I. Larangan Riba Dalam Al-Sunnah...................................................................... 20
BAB III
A. Kesimpulan.......................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

A. Pendahuluan

Uang merupakan kunci untuk membuka uraian tentang berbagai aspek

ekonomi, misalnya produksi. Produksi ditentukan oleh satuan mata uang,

pendapatan juga diukur dengan satuan uang. Uang merupakan faktor yang sangat

penting karena peredarannya tidak dapat diperkirakan begitu saja, melainkan

dalam istilah uang. Jauh sebelum bangsa barat menggunakan uang dalam setiap

transaksinya, dunia Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai

tersebut, bahkan Al Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai

tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan

emas dan perak tersebut sebagai dinar dan dirham. Sebelum manusia menemukan

uang sebagai alat tukar, ekonomi dilakukan dengan menggunakan sistem barter,

yaitu barang ditukar dengan barang atau barang dengan jasa.

Perekonomian yang semakin modern seperti sekarang ini uang memainkan

peran yang sangat penting bagi semua kegiatan masyarakat. Uang sudah

merupakan suatu kebutuhan, bahkan uang menjadi salah satu penentu stabilitas

dan kemajuan perekonomian di suatu negara. Namun demikian bukan berarti

sistem barter sudah lenyap, akan tetapi masih digunakan untuk tingkat

perdagangan tertentu saja seperti perdagangan antar negara dan di daerah

pedesaan.

Secara mikro, perekonomian yang menggunakan uang akan memudahkan

para pemilik sumber daya ekonomi dalam menerima pendapatan yang berupa

1
uang, yang kemudian dapat mereka tukarkan dengan barang dan jasa yang mereka

pilih sendiri. Dalam hal ini masyarakat yang menerima penghasilannya, baik

berupa upah, gaji, sewa, bunga deviden dan segala sesuatu dalam bentuk uang,

akan dengan mudah membelanjakan uang tersebut untuk memenuhi

kebutuhannya.

Secara makro, mereka yang terlibat di dalam kegiatan produksi barang dan

jasa dapat melakukan pertukaran barang dan jasa tersebut dengan mudah dan

berjalan lancar dengan menggunakan uang sebagai perantara, di mana sektor

rumah tangga yang menerima pendapatannya berupa uang akan membelanjakan

uang tersebut untuk membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor usaha

dan produksi.

Islam memandang uang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditas.

Diterimanya peranan uang ini secara meluas dengan maksud menghapuskan

ketidakadilan dan kezhaliman dalam ekonomi tukar menukar. Karena

ketidakadilan dalam ekonomi tukar menukar (barter) digolongkan sebagai Riba

Fadl, meskipun peranan uang sebagai alat tukar dapat dibenarkan. Barter adalah

sebuah metode penukaran yang tidak praktis dan umunya menunjukan banyak

kepicikan dalam mekanisme pasar.

Sedangkan, Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal,

biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana

kreditor meminta tambahan dari modal asal kepada debitor. tidak dapat dinafikkan

bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang

2
yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam takaran.

Muhammad Abu Zahrah dalam kitab Buhūsu fi al-Ribā menjelaskan mengenai

haramnya riba bahwa riba adalah tiap tambahan sebagai imbalan dari masa

tertentu, baik pinjaman itu untuk konsumsi atau eksploitasi, artinya baik pinjaman

itu untuk mendapatkan sejumlah uang guna keperluan pribadinya, tanpa tujuan

untuk mempertimbangkannya dengan mengeksploitasinya atau pinjaman itu untuk

di kembangkan dengan mengeksploitasikan, karena nash itu bersifat umum.

Berbicara riba identik dengan bunga bank atau rente, sering kita dengar di

tengah-tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan riba. Pendapat itu

disebabkan rente dan riba merupakan “bunga” uang, karena mempunyai arti yang

sama yaitu sama-sama bunga, maka hukumnya sama yaitu haram. Pelarangan

riba, pada hakekatnya adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan keadilan

dalam ekonomi. Penghapusan riba dalam ekonomi Islam dapat dimaknai sebagai

penghapusan riba yang terjadi dalam jual beli dan hutang pihutang. Dalam

konteks ini, berbagai transaksi yang spekulatif dan mengandung unsur gharar

harus dilarang. Demikian pula halnya dengan bunga yang merupakan riba nasi’ah

secara mutlak harus dihapuskan dari perekonomian.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep uang dalam perspektif ekonomi Islam?

2. Bagaimana konsep riba dalam perspektif ekonomi Islam?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep uang dalam perspektif ekonomi Islam.

2. Untuk mengetahui bagaimana konsep riba dalam perspektif ekonomi Islam.

3
BAB II

A. Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam

Menurut definisi ekonomi Islam, uang didefinisikan sebagai keberadaan

aset yang digunakan dalam pembayaran. Menurut Case and Fair, uang secara

umum didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat ditukar dengan pembelian

barang. Uang ialah suatu bentuk mata uang yang bisa digunakan sebagai alat tukar

menukar. Uang memiliki fungsi untuk pertukaran dan penyimpan nilai. Uang

adalah sumber daya yang digunakan oleh masyarakat pada umumnya sebagai alat

untuk pembayaran dan sebagai alat untuk melakukan kegiatan membeli barang

atau jasa.

Menurut para ekonom muslim, ada banyak definisi uang, akan tetapi tidak

ada konsensus tentang definisi yang sempurna. Pandangan yang berbeda tentang

sifat uang menghasilkan definisi yang berbeda. Nazim al- Shamri berkata: Hal ini

dapat diterima oleh semua pihak sebagai tradisi (Urf), legitimasi hukum atau nilai

dari objek itu sendiri, dan juga dapat diterima untuk memainkan peran perantara

dalam proses berbagai transaksi pertukan barang dan jasa (barter).

Menurut Sahir Hasan, uang menjadi substitusi material dari semua

kegiatan ekonomi, terutama media yang memberikan daya beli kepada

sipemiliknya untuk memenuhi kebutuhannya dan memenuhi semua kewajiban

pemiliknya melalui semua peraturan perundang-undangan yang telah dibuat.

Dalam pemikiran al-Gazali uang ialah “suatu nikmat allah yang digunakan

4
masyarakat sebagai penolong untuk memperoleh berbagai kebutuhan hidup, yang

sebenarnya tidak ada nilainya, tetapi sangat diperlukan bagi manusia untuk

memenuhi berbagai kebutuhannya pembayaran (sebagai alat tukar).

Di sisi lain, menimbun uang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi

disuatu negara yang berakibat nantinya pada terjadinya kerugian negara. Sifat

buruk ini juga berdampak negatif terhadap stabilitas ekonomi. Oleh karena itu,

Islam melarang penimbunan kekayaan ini dan menjadikan uang sebagai

komoditas. Oleh karena itu, hal itu mempengaruhi perekonomian dan

menghambat pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi jumlah pembayaran

Jadi dapat kami simpulkan dari berbagai definisi konsep uang dari sudut

pandang ekonomi Islam, dapat diambil kesimpulan bahwa uang merupakan alat

transaksi/pembayaran orang dalam produksi barang atau jasa, baik yang berasal

dari perak maupun emas, logam dan tembaga. Jika masyarakat menerimanya dan

menganggapnya sebagai uang.

B. Sejarah Uang dalam Islam

Pada awalnya belum ada benda khusus yang dipakai sebagai uang, akan

tetapi transaksi pada masa itu masih tetap bisa berjalan menggunakan alat

transaksi yang paling sederhana, yakninya dengan cara barter. Namun lambat laun

seiring peningkatan taraf hidup manusia serta kebutuhan sesama manusia yang

tidak tentu bisa disesuaikan, proses pertukaran barang pun semakin sulit untuk

dilaksanakan, sehingga penerapan barter tidak lagi efektif dan kurang efisien. oleh

karena itu, manusia mulai berpikir untuk mengadakan alat khusus yang digunakan

untuk bertransaksi, inilah yang disebut uang. Evolusi uang juga dapat dilihat dari

5
nilai intrinsiknya. Mulanya uang digunakan dalam komoditas yang memiliki nilai

rahasia, dan pada saat ini digunakan dalam uang fiat yang tidak memiliki nilai

rahasia. Saat itu, mayoritas penduduk menggunakan alat tukar berbasis mata uang,

yang sangat populer adalah dinar dan dirham.

Tapi, waktu berlalu dengan cepat. Cadangan emas dan perak semakin

tipis. Jadi, diciptakanlah jenis mata uang lain, seperti uang kertas dan koin, yang

pada masa itu tidak terbuat dari perak dan emas. Sejarah uang dapat diuraikan

secara rinci yaitu sebagai berikut:

1. Barter

Pada zaman dahulu, belum ada nama benda yang disebut "uang" sebagai alat

transaksi jual beli. Hal tidak berarti tidak ada kegiatan jual beli pada waktu itu,

karena fitrahnya manusia sebagai makhluk sosial yang pasti saling

membutuhkan anatara sesama manusia. Transaksi jual beli saat zaman dahulu

menggunakan sistem yang disebut sistem barter, yaitu pertukaran barang,

antar jasa, maupun antar barang dengan jasa.

2. Gold Standard Money

Sistem moneter gold standard menggunakan alat transaksi berupa koin emas

dan perak. Masa pemakaianya koin emas dan perak ini ada sebelum dipakai

uang jenis fiat money. Emas maupun perak diambil sebagai mata uang karena

mempunyai nilai intrinsik. Pada masa itu, sistem moneter di seluruh dunia

cenderung baik.

3. Gold-Backed Money

Dalam konteks perkembangan koin emas dan perak seiring perkembangan

6
zaman, sisi lain menimbulkan beberapa kesulitan dan ketidak percayaan diri.

Karena emas adalah benda dengan nilai yang sangat tinggi, penggunaannya

tidak aman dan dapat mengakibatkan keselamatan bagi penggunanya.

Akibatnya, penggunaan emas tidak dianjurkan bagi orang yang terlibat dalam

kejahatan kekerasan. Sebagai manfaat tambahan, nilai emas yang sangat tinggi

mengakibatkan masyarakat enggan menggunakan nilai uang itu dipakai untuk

melakukan pembelian barang atau jasa dengan pembayaran yang jauh lebih

rendah. Ada inovasi baru di sini, yaitu ada "Bank" khusus untuk menaruh

emas yang dimiliki masyarakat. Masyarakat yang mempunyai emas lalu ingin

menyimpan emasnya di bank agar lebih aman akan mendapatkan sertifikat

kepemilikan (uang kertas) atas sejumlah emas, di mana emas tersebut dapat

diambil lagi ketika diinginkan pemiliknya. Selain itu, sertifikasi tersebut juga

dapat digunakan sebagai media untuk melakukan transaksi penjualan.

Sederhananya, keamanan dan integritas lebih terancam karena baik pembeli

maupun penjual tidak selalu mematuhi aturan tentang emas/peraknya.

4. Fiat Money

Setelah terjadinya Perang Dunia I, uang yang dipakai tidak lagi 100% di-

backup oleh cadangan emas, tetapi hanya sebagian (parsial) saja yang di-

backup. Bank mulai menyetujui pemberian uang kertas (paper money) tanpa

benar-benar memiliki cadangan emas. Pada saat sekarang ini bank terus

"menciptakan" uang tanpa ter-backup oleh emas, terlebih lagi bank sentral

sudah menetapkan berapa persentase tingkat reserve requirement (Giro Wajib

Minimum/GWM). Penetapan tingkat GWM ini mencerminkan bahwa bank-

7
bank bisa menyalurkan uang lebih banyak lagi kepada sektor riil. Pada

akhirnya tahun 1971, di bawah kepemimpinan Presiden Nixon, gold-

backed money resmi dihapuskan dan digantikan dengan fiat money. Uang

tersebut 100% tidak di-backup oleh emas dan hingga saat ini masih digunakan

sebagai alat transaksi yang sah.

C. Jenis-jenis Uang

Uang terbagi dalam berbagai jenis dan digunakan sebagai alat untuk

melaksanakan berbagai macam transaksi dalam kehidupan kita tentunya. Sesuai

dengan tuntutan berbagai organisasi yang membutuhkannya, tujuan dan

penggunaan jenis ini berbeda-beda. Sesuai dengan nilai intrinsik, fungsi benda,

dan fungsi perkakas, sifat uang juga berubah. Banyak jenis mata uang dapat

dijelaskan dengan cara yang berbeda dapat dimasukkan ke dalam perspektif

ekonomi islam. Diantara jenis-jenis uang yaitu:

1. Berdasarkan Bahan

Ada dua jenis uang tergantung pada bahan baku yang digunakan untuk

membuatnya.

a. Uang logam ialah uang dari bahan perak, emas, aluminium dan perunggu

serta bahan lainnya. Uang logam, biasanya dengan nilai nominal yang

lebih rendah.

b. Uang kertas, yaitu uang yang bahan bakunya terbuat dari bahan kertas.

Uang kertas biasanya bernilai tinggi dan mudah untuk dibawa dalam

keperluan transaksi sehari-hari. Uang kertas terbuat dari bahan kertas yang

memiliki kualitas tinggi, bagus, tahan air, tahan sobek, dan tahan pudar.

8
2. Berdasarkan Nilai

Bergantung pada nilai uang, ada nilai intrinsik (uang berwujud) atau nilai

nominal (nilai yang dinyatakan dalam uang). Jenis uang ini terbagi menjadi

dua jenis.

a. Memiliki nilai penuh (full bodied money), yaitu uang yang nilai

nominalnya sama dengan nilai nominal uang, misal uang logam.

b. Tidak memiliki nilai penuh (representative full bodiet money), Uang yang

nilai materialnya kurang dari nilai moneternya. Uang kertas, misalnya.

Jenis uang ini sering disebut sebagai token currency atau uang token.

Terkadang nilai fisik uang jauh lebih kecil dari pada nilai uang yang

dinyatakan di dalamnya.

3. Berdasarkan Lembaga

Institusi adalah lembaga atau badan yang mengeluarkan atau membelanjakan

uang yang dianggap oleh lembaga tersebut. Jenis uang yang dikeluarkan oleh

lembaga antara lain:

a. Uang kartal adalah uang yang dikeluarkan oleh bank sentral, baik uang

kertas maupun koin.

b. Uang giral yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank umum, seperti halnya

cek, giro, cek perjalanan, dan kartu kredit. Perbedaan yang tepat antara

kedua jenis uang ini adalah:

1) Uang kartal digunakan di semua kelas sosial masyarakat, sedangkan

uang giral hanya dipakai dan berlaku dikalangan komunitas tertentu.

9
2) Nominal dalam uang kartal sudah tertera dan memiliki batasan,

sementara dalam uang giral hanya dibuat berdasarkan kebutuhan untuk

mengetahui dan tidak memiliki batasan nominal.

3) Uang kartal dijamin oleh pemerintah tertentu, sedangkan giro hanya

dijamin oleh bank penerbit. Uang kartal memiliki jaminan pembayaran

yang dinyatakan dalam jumlah nominal, giro tidak dijamin dan ada

berbagai keadaan seperti lembaga penerbit.

4. Berdasarkan Kawasan

Berbeda dengan jenis mata uang lain, mata uang ini disajikan di kota atau

daerah yang hanya memiliki satu jenis mata uang. Secara umum, mata uang

jenis tertentu hanya berlaku di wilayah tertentu, tidak di wilayah lain atau di

semua wilayah. Bergantung pada lokasinya, jenis sebutannya adalah:

a. Mata uang lokal adalah uang yang hanya ada di satu negara pada suatu

waktu, seperti halnya rupiah Indonesia atau ringgit Malaysia.

b. Mata uang regional adalah uang yang beredar di suatu wilayah tertentu,

seperti Euro di Eropa Tengah, dan memiliki nilai lebih tinggi dari mata

uang lokal.

c. Mata uang yang banyak digunakan antar negara dan digunakan sebagai

dasar pembayaran atau transaksi internasional, seperti dolar AS.

D. Fungsi Uang dalam Ekonomi Islam

Dari perspektif ekonomi Islam, uang juga memiliki fungsi sebagai alat

tukar dan standar harga. Akan tetapi peran uang sebagai unit pertukaran dan

10
praktik transaksi yang diterima di zaman modern masih diperdebatkan di kalangan

ekonom Islam.

1. Uang sebagai satuan nilai atau standar harga (unit of account)

Uang berfungsi sebagai mata uang tunggal atau satuan standar pertukaran

dalam transaksi yang melibatkan barang dan jasa. Adanya uang dalam

kegiatan perekonomian masyarakat akan dapat memudahkan terlaksananya

transaksi atau pembayaran dengan uang sebagai satuan nilai. Untuk uang

sebagai satuan standar ukuran nilai haruslah mempunyai nilai dan daya beli

yang tidak berubah ubah agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

2. Uang sebagai alat tukar (medium of exchange)

Setiap orang menggunakan uang sebagai alat tukar untuk bertransaksi barang

atau jasa. Contohnya, jika seseorang itu memiliki suatu keinginan untuk

memenuhi kebutuhannya terkait dengan gandum, mereka sering menjual

keinginan tersebut dengan menerima uang sebagai pembayaran. Orang

tersebut selanjutnya dapat mempergunakan uang itu untuk membeli gandum

yang mereka butuhkan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, uang

memiliki fungsi sebagai alat pembayaran untuk setiap transaksi atau

pembelian yang dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan

dasar manusia.

3. Uang sebagai alat penyimpan kekayaan (store of value atau store of wealth)

Orang yang menerima uang sebagai titipan kekayaan terkadang tidak

membelanjakannya sekaligus, melainkan mengumpulkannya dan

menggunakannya untuk melakukan pembelian barang atau jasa mereka yang

11
butuhkan saat mereka membutuhkannya. Itu tergantung pada motivasi mereka

untuk menarik uang dari perdagangan dan menghindari peluang yang tidak

terduga.

4. Uang sebagai standar pembayaran tunda (Standard of Deff ered Payment).

Pembayaran tidak selalu dilakukan secara tunai, tetapi pembayaran cicilan

sering digunakan. Ini merubah fungsi uang yang mana sebagai alat

pembayaran menjadi pembayara yang ditangguhkan. Fungsi uang ini

berkaitan dengan kredit dan transaksi kredit dan menggunakan uang sebagai

dasar perhitungan jumlah suatu pembayaran atau transaksi kredit. Dari sudut

pandang non-Islam, uang pinjaman menghasilkan bunga ketika dilunasi.

Digunakan untuk mendapatkan keuntungan dengan menunda pembayaran dan

bunga dilarang dalam Islam. Jelas dalam Islam bahwasanya fungsi uang ini

hanya sebagai alat tukar menukar. Karena uang adalah alat untuk merubah

bentuk barang dari satu bentuk ke bentuk lainnya, uang dalam sistim ekonomi

Islam dan ekonomi konvensional memiliki fungsi sebagai alat tukar dan

satuan nilai, seperti yang terlihat di atas. Bedanya, ekonomi konvensional

menambahkan fungsi lain sebagai penyimpan nilai kemudian menjadi

permintaan uang karena alasan spekulatif, mengubah fungsi uang sebagai

komoditas.

E. Riba

1. Pengertian Riba

Secara bahasa, kata riba berarti tambahan (azziyadah), berkembang (an-

nuwuw), membesar (al-‘uluw), dan meningkat (al-irtifa). diambil dari kata ‫رَﺑﺎ‬

12
artinya menambah. Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal,

biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi utang piutang dimana

kreditor meminta tambahan dari modal asal kepada debitur, tidak dapat dinafikan

bahwa dalam jual beli sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang yang

tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam tataran.

Sebagai Firman Allah dari Surat Ar-Ruum: 30-39

Artinya“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia

menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah

pada sisi Allah…” (Ar-Ruum 30: 39)

Berdasarkan ayat di atas dapat disimpulakan bahwa riba adalah

menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian

berdasarkan prsentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan

kepada peminjam.

Adapun menurut istilah, riba berarti pengambilan tambahan dari harta

pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba,

namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah

perigambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam

secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Pengertian riba secara istilah menurut ulama bermacam-macam,

diantaranya: Menurut Imam Sarakhi dalam kitab al-Mabsut, sebagaimana yang

dikutip oleh Heri Sudarsono, riba adalah tambahan yang diisyaratkan dalam

transaksi bisnis tanpa adanya ‘iwad yang dibenarkan syariat atas penambahan

tersebut.

13
Menurut al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifat, sebagaimana yang dikutip oleh

Khoeruddin Nasution, mengatakan bahwa riba dengan kelebihan/ tambahan tanpa

ada ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah satu dari dua orang yang membuat

transaksi (al-Riba fi al-Shar’i Huwa Fadhlun ‘an ‘Iwain Shuritha li Ahadil

‘Aqidayni).Menurut Imam Ahmad ibin Hanbal sebagimana yang dikutip oleh

Muhammad Syafi’i Antonio, riba adalah seseorang memiliki utang maka

dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. apabila tidak

mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga atau pinjaman)

atas penambahan waktu yang telah diberikan.

Menurut al-Mali sebagaimana yang dikutip oleh Hendi Suhendi, riba ialah

akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui

perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan

mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”. Menurut

Muhammad Abduh sebagaimana yang dikutip oleh Hendi Suhendi, bahwa yang

dimaksud dengan riba ialah penambahanpenambahan yang diisyaratkan oleh

orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya),

karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah

ditentukan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa riba

sangat erat kaitannya dengan dunia perbankan konvensional, di mana dalam

perbankan konvensional banyak ditemui transaksi-transaksi yang memakai konsep

bunga, berbeda denga perbankan yang berbasis syariah yang memakai prinsip

bagi hasil yang belakangan ini lagi marak dengan diterbitkannya undang-undang

14
perbankan syariah di Indonesia nomor 7 tahun 1992.

F. Macam-macam Riba Menurut Para Ulama

Secara garis besar riba dikatagorikan menjadi dua. Masing-masing adalah

riba utang-piutang dan riba jual beli. Katagori pertama terbagi lagi menjadi qardh

dan riba riba Jahiliyah. Sedangkan katagori kedua, riba jual beli, terbagi menajadi

riba fadhl dan riba nasi`ah. Dalam hal ini para ulama berpendapat tentang katagori

riba, yaitu:

1. Riba Fadli yaitu riba dengan sebab tukar menukar barang sejenis dengan

jumlah yang berbeda seperti menjual emas dengan emas, gandum dengan

gandum dan beras dengan beras yang kualitasnya sama tetapi kuantitasnya

berbeda.

2. Riba Nasi’ah yaitu riba yang dikenakan kepada orang yang berhutang

disebabkan memperhitungkan waktu yang ditangguhkan. Misalnya jual beli

kredit dengan cara menetapkan adanya dua macam harga bila dibeli dengan

secara kontan.

3. Riba Qardh yaitu pinjam meminjam atau berhutang piutang dengan menarik

keuntungan dari orang yang meminjam atau yang berhutang seperti meminjam

uang dengan dikenakan bunga yang tinggi.

4. Riba Yad yaitu bila salah satu dari penjual atau pembeli dalam jual beli telah

meninggalkan majelis akad sebelum saling menyerah terimakan barang.

G. Pandangan Islam terhadap Riba

Di dalam Islam, riba secara khusus berada dalam kelebihan baik itu

kelebihan dalam bentuk barang , maupun uang, seperti dua rupiah sebagai

15
penukar satu rupiah. Riba berarti kelebihan atau pertambahan dan jika dalam

suatu kontrak penukaran barang yang di minta sebagai penukaran satu barang

yang sama, hingga di sebut dengan riba. Pada dasarnya, Riba adalah pembayaran

yang yang dikenakan terhadap pinjaman yang berlaku dimana modal yang berada

dalam pinjaman tersebut digunakan.

Sesungguhnya Riba dalam Bahasa Arab berarti tambahan , walau sedikit

yang melibihi dari pada modal pokok yang di pinjamkan, hingga hal tersebut

disebut Riba dan bunga. Dalam pemandangan perintah Islam tentang

pengharaman riba tidak hanya dalam bentuk bunga bunga tinggi saja tetapi

melainkan untuk menghapus bentuk riba yang lain. Perintah tersebut guna untuk

membangun system baru yang bersifat bakhil dengan bersifat bermurah hati, dan

mementingkan diri sendiri guna bisa membantu orang lain tanpa mengharap

kembaliin yang diberi orang lain kepada kita.

Setelah mengetahui macam bentuk bisnis dan serta transaksi kredit, yang

mengandung Riba, pinjaman modal yang diterima oleh pemberi pinjaman yang

melebihi dari modal yang di pinjamkan sebenarnya tidak diperbolehkan dalam

Islam. Karena islam melarang adanya Riba, contohnya dalam kasus minjam-

meminjam, Si A meminjam uang kepada si B 200 Ribu tetapi Si B meminta

uangnya agar dikembalikan dengan adanya bunga misal 250 Ribu hal seperti ini

dalam Islam tidak diperbolehkan , akan tetapi beda jika si A mempunyai niatan

membayar hutang kepada peminjam dengan uang yang lebih tanpa si B meninta

berarti diperbolahkan, karna Si A sudah mempunyai niatan dari hati sehingga

dalam Islam di perbolehkan.

16
Riba juga merupakan sebagian dari kegiatan Ekonomi yang telah

berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang . system pinjam-meminjam

yang ada dalam Riba ini sangat menguntungkan kaum pemilik modal karena

mendapatkan keuntungan yang lebih dari yang dipinjamkan. Sehingga Islam

melarang adanya Riba karena menumbuhkan tradisi shadaqah agar tidak ada yang

teraniaya karena adanya Riba. Dalam kesamaan antara Bunga dan Riba yang di

larang dalam Al-Quraan dan hadits sulit dibantah bila pemahaman masyarakat

muslim terhadap konsep yang ada dalam riba dan persamaannya belimlah merata

sehingga masih banyak umat Islam bergabung dalam bank konvensional yang

menggunakan system bunga dalam kehidupan maka dari itu turunlah ayat Allah

yang melarang adanya Riba yang menyebabkan kerusakan dan kemelaratan dalam

kehidupan masyarakat terutama bagi masyarakat sederhana atau kurang mampu.

Dalam pengertian Syariah, Riba memiliki dua kategori: Riba an-nasi’ah

dan Riba al-fadhl.

1. Riba Nasi’ah berarti menunda atau menunggu dan mengacu pada waktu yang

diberikan bagi pengutang untuk membayar kembali utang dengan

memberikan tambahan, Karena itu Riba Nasi’ah mengacu pada bunga pada

utang.

2. Riba fadhl, Islam menghapus yang ada dalam instituasi bunga, tetapi semua

bentuk pertukaran yang tidak jujur dan tidal adil dalam Al-Quraan dan As-

sunnah.

Saat ini betapa banyak orang Islam yang datang ke bank untuk memohon

kredit dengan rasa optimis menjalankan usaha, Mereka tidak sadar bahwa

17
dibebani dengan pembayaran yang adanya bunga, karena mereka merasa cukup

ringan dari keuntungan yang didapat tanpa memikirkan bunga yang akan

dibayar, sebagai orang Muslim yang tidak mampu berpikir dan berhitung, maka

sebaiknya tidak berhubungan dengan bank, yang akan mendekatkan dia kearah

Riba karena akan menimbulkan kemudharatan bagi dia dan keluarganya. Riba

yang Merupakan pelanggaran hukum dan perbuatan yang tercela dalam

pandangan syariah islam, Sehingga Riba sangat jelas di larang oleh syariah

sebagai bisnis modern dalam menumbuhkan atau meningkatkan Riba..

Islam menganjurkan agar semua orang akan bekerja dengan cara yang

halal tanpa adanya kecanggungan yang berdekaant dengan adanya riba, tetapi

masyarakat masih belum sadar akan kelakuan yang mereka lakukan dengan riba,

karena mereka lebih mementingkan keuntungan yang di dapat dibanding akan

memamhami adanya syariah Islam yang sudah di tentukan. Kita sebagai

mahkluk yang bermoral dan berakhlak harus memahami dan melakukan akan

adanya larang yang sudah di tentukan oleh syariat Islam. Kesulitan dalam

memahami nilai-nilai Islam yang tidak mengenal dengan keuntungan yang di

dapat . setiap upaya yang melihat larangan riba sebagai suatu perintah agama

akan menjadikan pedoman agar tidak menyakiti orang lain . Oleh karena itu

Islam mempunyai pandangan yang melarang akan adanya Riba agar umat Islam

bekerja keras tanpa menunggu adanya Riba dari pihak lain.

H. Larangan Riba dalam Al-Qur’an dan Hadits

18
Pada pembahahasan ini akan diuraikan tentang larangan riba yang dapat

ditinjau dalam al-Quran dan tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan

dalam empat tahap.

Pertama, Al-Quran menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada

zhahirnya seolah-olah menolong pihak yang membutuhkan sebagai suatu

perbuatan taqarrub kepada Allah Ta'ala. Disebutkan dalam surat Al-Rum ayat

39.

Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah

pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.

Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan

untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)

itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).

Kedua, Riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah Ta'ala mengancam

memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba.

Disebutkan dalam surat Al-Nisa ayat 160-161.

Artinya: Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas

(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan

bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia)

dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal

Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena

mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami

telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu

siksa yang pedih.

19
Ketiga, Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang

berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga

dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak

dipraktekkan pada masa tersebut. Disebutkan dalam surat Ali Imran ayat

130.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba

dengan berlipat ganda[dan bertakwalah kamu kepada Allah

supaya kamu mendapat keberuntungan.

Ayat ini turun pada tahun ke-3 Hijriyah. Secara umum ayat ini harus

dipahami bahwa kriteria berlipat-ganda bukanlah merupakan syarat dari terjadinya

riba (artinya bukan berarti jika bunga berlipat ganda disebut riba, tetapi jika kecil

bukan riba), tetapi merupakan sifat umum dari praktek pembungaan uang pada

saat itu.

Demikian juga ayat ini harus dipahami secara berkesinambungan dengan

ayat 278-279 dari Surat al-Baqarah yang turun pada tahun ke-9 Hijriyah.

Keempat, Allah Ta'ala dengan jelas dan tegas mengharamkan apa pun jenis

tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang

diturunkan menyangkut riba. Disebutkan dalam surat Al-Baqarah: 278-

279, yang berbunyi;

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-

orang yang beriman.

20
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka

ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika

kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu;

kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

I. Larangan Riba dalam al-Sunnah

Sebagai mana kita ketahui bahwasannya umat Islam di larang mengambil

riba ataupun sejenisnya. Larangan supaya umat Islam tidak melibatkan diri

dengan riba bersumber dari beberapa surah di Al- Qur'an dan hadist Rasulullah

saw. Hadits berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang telah digariskan

melalui al-Quran, pelarangan riba dalam hadits lebih terinci. Banyak hadits yang

menguraikan masalah riba. Dengan melihat larangan riba, pada dasarnya terdapat

kesesuaian sebagaimana halnya hukum khamar yakni ditetapkan secara

berangsur-angsur. Larangan riba dalam Islam melalui empat tahap:

1. Riba yang dimaksud untuk menambah harta itu tidaklah menam- bah di

sisi Allah.

2. Orang-orang Yahudi dilarang melakukan riba, tetapi larangan itu

dilanggar oleh mereka sehingga mereka dimurkai Allah, dan

diharamkan kepada mereka sesuatu yang telah pernah dihalalkan

kepada mereka sebagai akibat pelanggaran yang mereka lakukan.

3. Turun ayat yang melarang riba berlipat ganda.

4. Larangan sisa-sisa riba yang masih ada. Dalam kondisi ini dapat

disimpulkan bahwa dalam menerapkan hukum Islam ditempuh tadrij

(berangsur-angsur).

21
Pembahasan ini penting karena dari dulu masalah tersebut telah

menjadi perdebatan hangat di kalangan ulama dan cendekiawan Muslim.

Di antara mereka ada yang mengharamkan, ada yang beranggapan syubhat,

dan ada pula yang menganggapnya mubah. Perbedaan sebagian para

cendikiawan tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pendekatan

masing-masing terhadap pelarangan riba.

BAB III

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah tentang konsep uang dan riba dalam perspektif

islam yaitu:

1. Kesimpulan dapat ditarik dari diskusi yang dijelaskan. Apakah uang terbuat

dari emas, perak, tembaga, atau besi, itu adalah alat tukar yang diterapkan

masyarakat dalam berkegiatan produksi barang dan jasa. Jika masyarakat

menerimanya dan menganggapnya sebagai uang.

2. Kesimpulan riba dapat dipahami adalah sesuatu yang bertambah nilainya,

berkembang atau berbunga, berlebihan atau bergelembung. Dalam pandangan

22
islam, riba secara khusus berada dalam berlebihan baik itu kelebihan dalam

bentuk barang, maupun uang, seperti dua rupiah sebagai penukar satu rupiah.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, Abdullah bin Muhammad Al-Muthlaq


dan Muhammad bin Ibrahim, Fiqih Muamalah, Muktabah Al-Harf : 2009
Abdul Hadi, Abu Sura'I, Bunga Bank dalam Islam, Surabaya: Al-Ukhlas, 1993.
Abū Zahrah, Muhammad, Buhūsu fi al-Ribā, cet.1, Bairut: Dār al-Buhus al-
Ilmīyah, 1399 H/ 1980 M.
Affandi, F. (2020). Fungsi Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Eksya: Jurnal Ekonomi Syariah

Al-Jaziri, Abd ar-Rahman, Kitab al-fiqh 'ala al-Mazahib al-Arba'ah. Bairut:


Dar al-Fikr, 1972
Bahreisy, Salim dan Said bahreisy, Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsir,
Jilid.
I, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur'an dan trejmahan, Edisi Revisi,
Semarang: PT. Kumudasmoro Grafindo, 1994.
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, Jakarta : Gema Insani, 2000
Ichsan, M. (2020). Konsep uang dalam perspektif ekonomi Islam.
Profetika: Jurnal Studi Islam
Ilyas, R. (2016). Konsep Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam. BISNIS:
Jurnal Bisnis Dan Manajemen Islam
Rozalinda, Fiqh Mu’amalah dan Aplikasinya pada Perbankan Syari’ah, Padang :
Hayka Press, 2005
Saidy, E. N. (2017). Uang dalam Tinjauan Ekonomi Islam. Laa
Maisyir: Jurnal Ekonomi Islam
Sofiah, N. A. P. (2020). Konsep Uang Dalam Alquran. Jawa Barat:Raja Garfindo
Persada.

24

Anda mungkin juga menyukai