Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH EKONOMI MAKRO ISLAM

UANG DALAM PRESPEKTIF EKONOMI ISLAM

Dosen Pembimbing :

Ana Toni Roby Candra Yudha, SEI, M.SEI

Kelompok 1

Disusun oleh :

1. Nurul Afifah (G74219112)


2. Widya Aprillia Ningsih (G74219124)
3. Abu Rizal Amruddin (G94219127)
4. Athia Nur Kamilah (G94219137)
5. Cinthya Meilina Pamuji (G94219139)
6. Gian Anifatul (G942191)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Ekonomi Makro
Islam tentang uang dalam perspektif ekonomi Islam dengan baik. Walaupun masih banyak
kekurangan, kejanggalan kata-kata serta hambatan dalam menyelesaikan makalah ini.

Terimakasih saya sampaikan kepada ibu kami masing-masing yang telah menemani
kami selama pengerjaan makalah ini. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya
sampaikan juga kepada dosen dan teman-teman yang telah memberikan masukan dan
bantuannya sehingga makalah ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami berharap kepada semua pihak dan pembaca untuk memberikan saran dan
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan lebih lanjut terhadap makalah ini.

Surabaya, 22 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 1

C. Tujuan ......................................................................................................................................... 1

BAB II..................................................................................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................................... 3

A. Pengertian Uang .......................................................................................................................... 3

B. Sejarah Uang ............................................................................................................................... 4

C. Fungsi Uang dalam Perspektif Islam .......................................................................................... 7

D. Syarat-Syarat Uang ................................................................................................................... 13

E. Jenis-Jenis Uang........................................................................................................................ 14

F. Konsep Uang dalam Islam ........................................................................................................ 16

BAB III ................................................................................................................................................. 19

STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN............................................................................................... 19

A. Fintech....................................................................................................................................... 19

B. Perbedaan Fintech Syariah Dengan Fintech Konvensional ....................................................... 21

C. Tantangan Fintech Syariah........................................................................................................ 22

PENUTUP ............................................................................................................................................ 24

D. Kesimpulan ............................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan semuanya
secara individu. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan untuk mendapatkannya
seorang individu harus menukarnya dengan barang atau jasa yang dihasilkan. Seiring dengan
perkembangan zaman, setiap individu tidak perlu menunggu atau mencari orang yang
mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkannya dan secara bersamaan membutuhkan
barang atau jasa yang dimilikinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang
berfungsi sebagai media pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah
transaksi, yaitu uang. Al Quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut
berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak
tersebut sebagai dinar dan dirham. Sebelum manusia menemukan uang sebagai alat tukar,
ekonomi dilakukan dengan menggunakan sistem barter, yaitu barang ditukar dengan barang
atau barang dengan jasa.
Uang adalah objek yang berperan penting dalam perekonomian. Yang tergolong media
yang digunakan untuk memperlancar transaksi ekonomi dalam kehidupan manusia. Tanpa
adanya uang, akan menyulitkan manusia dalam melakukan aktivitas transaksi sehari-hari.
Sehingga peran uang dalam suatu perekonomian dapat diibaratkan sebagai aliran darah dalam
tubuh, yang tanpanya aktivitas ekonomi dapat sangat terhambat bahkan terhenti.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian uang menurut Islam?
2. Bagimanakah sejarah uang itu?
3. Apa saja fungsi uang menurut perspektif Islam?
4. Apakah syarat-syarat uang sehingga dapat diterima oleh masyarakat?
5. Apa saja jenis-jenis uang itu?
6. Bagaimana konsep uang dalam Islam?

C. Tujuan
1. Memahami pengertian uang menurut Islam.
2. Memahami sejarah adanya uang.
3. Memahami fungsi uang menurut perspektif Islam.

1
4. Memahami syarat-syarat uang sehingga dapat diterima oleh masyarakat.
5. Memahami jenis-jenis uang.
6. Memahami bagaimana konsep uang dalam Islam.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Uang
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu-nuqud.
Pengertiannya ada beberapa makna, yiatu al-naqdu yang berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam al-
Qur’an dan hadist karena bangsa arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk
menunjukkan harga.1 Kata dinar digunakan untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari
emas dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga
menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata’ain untuk menunjukkan dinar
emas. Sedangkan, fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk
membeli barang-barang murah.
Defenisi nuqud menurut Abu Ubaid, dirham dan dinar adalah nilai harga seseuatu
sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi harga bagi keduanya, ini berarti dinar dan
dirham adalah standar ukuran yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Al-Ghazali
menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh
harta sehingga seluruh harta bisa bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim berpendapat,
dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa uang
adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.
Uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan tenaga. Uang
didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur tiap barang dan tenaga.
Misalkan harga adalah standra untuk barang, sedangkan upah adalah standar untuk manusia,
yang masing-masing merupakan perkiraan masyarakat terhadap nilai barang dan tenaga
orang. Perkiraan nilai-nilai barang dan jasa ini di negeri manapun dinyatakan dengan satuan-
satuan, maka satuan-satuan inilah yang menjadi standar yang dipergunakan untuk mengukur
kegunaan barang dan tenaga yang kemudian menjadi alat tukar (medium of exchange) dan
disebut dengan satuan uang.
Dalam konsep Islam, uang adalah flow concept. Islam tidak mengenal motif kebutuhan
uang untuk spekulasi karena tidak bolehkan. Uang adalah barang publik, milik masyarakat.
Karenanya, penimbunan uang yang dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang

1
Rahmat Ilyas, “Konsep Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam
BISNIS, Vol. 4, No. 1, Juni 2016, STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik, hlm. 36
3
beredar. Bila diibaratkan dengan darah dalam tubuh, perekonomian akan kekurangn darah
atau terjadi kelesuan ekonomi alias stagnasi. Itulah hikmah dilarangnya meninbun uang.2
Dalam ekonomi barterpun, uang dibutuhkan sebagai ukuran nilai suatu barang.
Misalnya, onta senilai 100 dinar dan kain senilai sekian dinar. Dengan demikian adanya uang
sebagai ukuran nilai barang, uang akan berfungsi pula sebagai ukuran nilai barang, uang akan
berfungsi sebagai media penukaran. Menurut al-Ghazali uang diibaratkan cermin yang tidak
mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna (Adiwarman Aswar Karim,
2001: 53).

B. Sejarah Uang
1. Sejarah Transformasi Uang dalam Islam.
Sebelum dikenal sistem moneter seperti yang berlaku dewasa ini, pernah berkembang
sebelumnya perekonomian sistem barter yang dikenal dengan silent trade. Dalam
perekonomian barter ini transaksinya dilakukan dengan cara mempertukarkan barang dengan
barang. Perekonomian dengan sistem barter ini terjadi pada waktu itu belum dikenal sama
sekali alat tukar yang disebut uang atau alat yang berfungsi sebagai alat pembayaran.
Fungsi uang ini amat beragam dan amat dibutuhkan dalam perekonomian, perdagangan
maupun perbankan. Dalam dunia perbankan misalnya perbankan yang mempunyai tiga
fungsi utama sebagai menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa
memerlukan mata uang yang likuiditas dan kenetralan yang tinggi, dunia perbankan dalam
perkembangannya telah mengalami perubahan yang sangat pesat, di mana uang menjadi
objek dari perbankan telah mengalami perubahan yang lebih modern.
Pada abad modern dan serba canggih ini, alat pembayaran yang efektif dan efisien
sangatlah dibutuhkan pada transaksi jual beli, orang yang akan berbelanja tidak perlu lagi
membawa uang dalam jumlah yang besar tetapi cukup dengan membawa selembar plastik
berukuran kecil yang disebut kartu kredit (credit card). Transaksi mendunia tanpa uang tunai
ini mulai menjadi tren sejak ditemukannya kartu kredit (credit card) atau kartu plastik (plastic
card) dan kartu pintar (smart card). Seiring perkembangan ekonomi dan budaya masyarakat
yang mulai meninggalkan kebiasaaan memakai uang tunai (cashless society).3
Pada peradaban awal, manusia memenuhi kebutuhannya secara mandiri. Mereka
memperoleh makanan dari berburu atau memakan berbagai buah-buahan. Karena jenis
2
Ibid., hlm. 38
3
Ressi Susanti, “Sejarah Transformasi Uang Dalam Islam”. Journal of Islam and Plurality. Vol. 2, No 1,
Juni 2017, UIN Raden Intan Lampung, hlm. 33
4
kebutuhannya masih sederhana dan belum membutuhkan bantuan orang lain. Mereka hidup
mandiri, dank kala itu disebut prabarter, yaitu manusia belum mengenal adanya transaksi
perdagangan atau kegiatan jual beli.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah dan peradaban manusia semakin maju,
kegiatan dan interaksi manusia pun semakin tajam. Kebutuhan manusia pun juga bertambah.
Pada saat ini mulai muncul ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Muncullah kegiatan bercocok tanam dan berkembang lagi sejak saai itu manusia mulai
menggunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran barang dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Terjadilah tukar menukar kebuthan dengan cara barter,
kemudian periode ini disebut zaman barter.
Uang kemudian berkembang dan berevolusi mengikuti perjalanna sejarah. Dari inilah
uang kemudian dikategorikan dalam tiga jenis yaitu uang barang, uang kertas dan uang giral
atau uang kredit.4

2. Sejarah Pencetakan Uang dalam Islam


a. Pada masa Nabi Muhammad Saw
Bangsa Arab di Hijaz pada masa Jahiliyah tidak memiliki mata uang tersendiri. Mereka
menggunakan mata uang yang mereka peroleh berupa Dinar emas Hercules, Byziantum dan
Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.
Penduduk Makkah tidak memperjual belikannya kecuali sebagai emas yang tidak
ditempa dan tidak menerimanya kecuali dalam ukuran timbangan. Mereka tidak menerima
dalam jumlah bilangan. Hal itu disebabkan beragamnya bentuk dirham dan ukurannya dan
munculnya penipuan pada mata uang mereka seperti nilai tertera yang melebihi dari nilai
yang sebenarnya. 5
Sebab munculnya perintah itu adalah perbedaan ukuran dirham Persia karena terdapat
tiga bentuk cetakan uang, yakni:
1) Ada yang ukurannya 20 qirath (karat).
2) Ada yang ukurannya 12 karat.
3) Ada yang ukurannya 10 karat.

4
Septi Wulan Sari, “Perkembangan Da Pemikiran Uang Dari Masa Ke Masa”. AN-NISBAH. Vol. 03, No.
01, Oktober 2016, Sekretaris Mediator PA Tulungagung, hlm. 43
5
Op. Cit. hlm. 37
5
b. Pada masa Khulafa’ Ar-Rasyidin
1) Masa Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq Masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-
Shiddiq keadaan bentuk mata uang dinar masih sama dengan masa Nabi Muhammad saw.
2) Masa Khalifah Umar bin Khathab Pada tahun 18 H, yakni pada masa kekhalifahan Umar
bin Khathab, dicetak dirham Islam.
3) Masa Khalifah Utsman bin ‹Affan Pada masa ini perkembangan yang penting adalah
dicetaknya uang dinar dan dirham baru dengan memodifikasi uang dinar Persia dan ditulis
simbolsimbol Islam.
4) Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, beliau
mencetak dirham mengikuti model Khalifah Utsman bin Affan dan menuliskan di
lingkarannya salah satu kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi, dan Rabiyallah dengan jenis
tulisan Kufi.6
c. Pada masa Dinasti Umayyah
Pencetakan uang pada masa Dinasti Umawiyah semenjak masa Muawiyah bin Abi
Sofyan masih meneruskan model Sasanid dengan menambahkan beberapa kata tauhid seperti
halnya pada masa Khulafaur Rasyidin.

d. Pada masa Abbasiyah dan sesudahnya


Pada masa Abbasiyah, pencetakan dinar masih melanjutkan cara Dinasti Umawiyah.
Al-Saffah mencetak dinarnya yang pertama pada awal berdirinya Dinasti Abbasiyah tahun
132 H mengikuti model dinar Umawiyah dan tidak mengubah sedikitpun kecuali pada
ukiran-ukiran.
Sedangkan dirham, pada awalnya ia kurangi satu butir kemudian dua butir.
Pengurangan ukuran dirham terus berlanjut pada masa Abu Ja’far al-Manshur, dia
mengurangi tiga butir hingga pada masa Musa al-Hadi kurangnya mencapai satu karat
(qirath).

3. Tranformasi Menjadi Uang Kertas


Pada tahun 1839 pemerintah Usmaniyah menerbitkan mata uang yang berbentuk kertas
banknote dengan nama gaima, namun nilainya terus merosot sehingga rakyat tidak
mempercayainya. Pada perang Dunia I tahun 1914, Turki seperti negara-negara lainnya
memberlakukan uang kertas sebagai uang yang sah dan membatalkan berlakunya emas dan

6
Ibid., hlm. 38
6
perak sebagai mata uang. Sejak itulah mulai diberlakukan uang kertas sebagai satusatunya
mata uang di seluruh dunia.
Saat uang kertas telah menjadi alat pembayaran yang sah, sekalipun tidak
dilatarbelakangi oleh emas, maka kedudukannya dalam hukum sama dengan kedudukan
nemas dan perak yang pada waktu al-Quran diturunkan tengah menjadi alat pembayaran yang
sah Saat uang kertas telah menjadi alat pembayaran yang sah, sekalipun tidak
dilatarbelakangi oleh emas, maka kedudukannya dalam hukum sama dengan kedudukan emas
dan perak yang pada waktu al-Quran diturunkan tengah menjadi alat pembayaran yang sah.7
Ada beberapa kelebihan penggunaan uang kertas dalam perekonomian modern ini, di
antaranya mudah dibawa, biaya penerbitan lebih kecil daripada uang logam, dapat dipecah
dalam jumlah berapapun. Namun pemakaian uang kertas ini mempunyai kekurangan seperti
tidak terjaminnya stabilitas nilai tukar seperti halnya uang emas dan perak yang mempunyai
nilai tukar yang stabil. Di samping itu, jika terjadi percetakan uang kerta dalam jumlah yang
berlebihan, akan menimbulkan inflasi, nilai uang turun harga barang naik.8
Ketika uang logam masih digunakan sebagia uang resmi dunia, ada beberapa pihak
yang melihat peluang meraih keuntungan dari kepemilikan mereka atas emas dan perak.
Pihak-pihak ini adalah bank , sebagai orang yang meminjamkan uang dan pandai emas atau
toko perhiasan. Dengan adanya ini, pandai emas dan bank mengeluarkan surat (uang kertas)
dengan nilai yang besar dari emas dan perak yang dimilikinya. Karena kertas ini didukung
oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini sebagai
alat tukar.9

C. Fungsi Uang dalam Perspektif Islam


Dalam sejarah Islam uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari peradaban Romawi
dan Persia. Ini dimungkinkan karena penggunaan dan konsep uang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam. Dinar adalah mata uang emas diambil dari Romawidan diterbitkan oleh Raja
Dinarius dari Kerajaan Romawi memenuhi kriteria uang yang nilainya stabil. Dirham adalah
mata uang yang terbuat dari perak dan diterbitkan oleh Ratu dari Kerajaan Ssanid Persia juga
memenuhi krieria uang yang stabil. Sehingga meskipun dinar dan dirham bukan diterbitkan
oleh negara Islam, keduanya dipergunakan di zaman Rasulullah SAW. Perihal dalam Al-

7
Ibid., hlm. 41
8
Septi Wulan Sari, Op. Cit., hlm. 46
9
Ibid., hlm. 45
7
Qur’an dan Hadist dua logam mulia ini, emas dan perak, telah disebutkan baik dalam
fungsinya sebagai mata uang atau sebagai harta lambang kekayaan yang disimpan.
Dalam perkembangan selanjutnya ketika Daulah Islamiyah merambah ke wilayah-
wilayah yang lebih luas dan terjadi benturan pengaruh dengan Romawi dan Persia, maka
muncul pemikiran untuk memiliki mata uang yang diterbitkan oleh Pemerintah Islam, Namun
saat itu, pemerintah Islam belum mempunyai kemampuan mencetak mata uang dari emas dan
perak.
Imam Malik menjelaskan: “Apabila kulit telah menjadi uang resmi di mata ‘urf dan
pasar, maka uang tersebut hukumnya sama dengan uang dari emas dan perak.” Ulama
Mazhab Maliki mengomentari kebolehan fulus (uang yang terbuat dari tembaga) digunakan
sebagai uang disebabkan pemerintah menyatakan sebagai alat bayar resmi. Dalam kitab al-
Mudawwanah disebutkan bahwa hal tersebut karena fulus telah memiliki stempel uang,
sebagaimana halnya dinar dan dirham.
Itu sebabnya sejarah uang dalam Islam mengenal berbagai jenis uang, yaitu:
a. Dinar dan ‘Ain: mata uang terbuat dari emas cetakan.
b. Dirham dan Wariq: mata uang terbuat dari perak cetakan.
c. Dirham Magsyusah: mata uang terbuat dari campuran perak dan metal lain.
d. Fulus: mata uang terbuat dari tembaga.
Umar bin khattab berkata, “saat aku ingin menjadikan uang dari kulit unta”, ada orang
yang berkata “kalau begitu unta akan punah” kemudian Umar berkata “maka aku batalkan
keinginan tersebut”.10
Emas dan perak tidak serta merta menjadi uang bila tidak ada stempel (sakkah) negara.
Imam Nawawi berkata “Makruh bagi rakyat biasa mencetak sendiri dirham dan dinar,
sekalipun dari bahan yang murni, sebab pembuatan tersebut adalah wewenang pemerintah.
Kemudian apabila dirham magsyusah tersebut dapat diketahui kadar campurannya, maka
boleh menggunakannya baik dengan kebendaan maupun dengan nilainya. Adapun jika kadar
campuran tersebut tidak diketahui, maka disini ada dua pendapat. Dan pendapat yang paling
shahih mengatakan hukumnya boleh. Sebab, yang dimaksudkan adalah lakunya di pasaran.
Dan campuran dari tembaga yang terdapat pada dirham tersebut tidak mempengaruhi,
sebagaimana halnya adonan”.

10
A.Karim, Adiwarman. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

8
Dalam sistem perekonomian manapun, fungsi utama uang adalah sebagai alat tukar
(medium of exchange). Ini adalah fungsi utama uang. Dari fungsi utama ini, diturunkan
fungsi-fungsi yang lain seperti uang sebagai standard of value (pembakuan nilai), store of
value (penyimpan kekayaan), unit of account (satuan penghitungan) dan standard of deffered
payment (pembakuan pembayaran tangguh). Mata uang manapun niscaya akan berfungsi
seperti ini.
Namun ada satu hal yang berbeda dalam memandang uang, antara sistem kapitalis
dengan sistem Islam. Dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat
tukar yang sah (legal tender) melainkan juga sebagai komoditas. Menurut sistem kapitalis,
uang juga dapat diperjualbelikan dengan kebaikan baik on the spot maupun secara tangguh.
Lebih jauh, dengan cara pandang demikian, maka uang juga dapat disewakan (leasing).
Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi utama uang, yakni sebagai pengukur nilai dan
media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan:
“Atsman ( harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang ) dimaksudkan sebagai
pengukur nilai barang-barang (mi’yar al-amwal ) yang dengannya jumlah nilai barang-barang
(maqadir al- amwal )dapat diketahui dan uang tidak pernnah dimaksudkan untuk diri mereka
sendiri.”
Berdasarkan pandangannya tersebut Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk
perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan yang
sebenarnya.11
1) Medium of Exchange
Bentuk pertukaran paling sederhana adalah barter, atau pertukaran langsung dalam
bentuk in-natura. Namun barter menghendaki bahwa setiap orang harus saling membutuhkan
barang milik kawannya untuk melakukan barter itu,dan hal ini seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, mengandung dan mengundang banyak sekali kesulitan. Dengan uang, orang
dapat menukarkan barangnya dengan uang untuk kemudian membelanjakan uangnya itu pada
barang yang dikehendakinya.12
Pada umumnya para ulama dan ilmuan sosial Islam menyepakati fungsi uang sebagai
alat tukar saja. Deretan ulama ternama seperti Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah, Ar-Raghbi Al-Ashfahani, Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, dan Ibnu Abidin
menegaskan fungsi pokok uang sebagai alat tukar. Bahkan Ibnu Qayyim mengecam sistem

11
A.Karim, Adiwarman. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2012. Ed 3. Hlm 373-374.
12
Rosyidi, Suherman. Op.cit . hlm 274.
9
ekonomi yang menjadikan fulus (mata uang logam dari kuningan atau tembaga) sebagai
komoditasbiasa yang bisa diperjualbelikan dengan kelebihan untuk mendapatkan keuntungan.
Seharusnya mata uang itu bersifat tetap, nilainya tidak naik dan tidak turun.
Al-Ghazali berpendapat bahwa dalam ekonomi, uang dibutuhkan sebagai nilai suatu
barang. Dengan adanya uang sebagai ukuran nilai barang, maka uang akan berfungsi pula
sebagai media pertukaran. Uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan
nilai yang wajar dari pertukaran tersebut. Menurut Al-Ghazali, uang diibaratkan cermin yang
tidak mempunyai warna, namun dapat merefleksikan harga semua barang.
“Jika seseorang memperdagangkan dinar dan dirham untuk mendapatkan dinar dan
dirham lagi, ia menjadikan dinar dan dirham sebagai tujuannya, hal ini berlawanan dengan
fungsi dinar dan dirham. Uang tidak diciptakan untuk menghasilkan uang. Melakukan hal ini
merupakan pelanggaran. Dinar dan Dirham adalah alat untuk mendapatkan barang-barang
lainnya. Mereka tidak dimaksudkan bagi mereka sendiri. Dalam hubungannya dengan barang
lainnya, dinar dan dirham adalah seperti preposisi dalam kalimat digunakan untuk
memberikan arti yang tepat atas kata-kata. Atau seperti cermin yang memantulkan warna,
tetapi tidak memiliki warna sendiri. Bila orang diperbolehkan untuk menjual
(mempertukarkan ) uang dengan uang (untuk mendapatkan laba), transaksi seperti ini akan
menjadi tujuanya, sehingga uang akan tertahan dan ditimbun. Menahan penguasa atau tukang
pos adalah pelanggaran, karrena dengan demikian mereka dicegah dari menjalankan
fungsinya, demikian pula dengan uang”.13
Ibnu Taimiyah juga berpendapat bahwa uang sebagai alat tukar bahannya bisa diambil
dari apa saja yang disepakati oleh adat yang berlaku (urf) dan istilah yang dibuat oleh
manusia. Ia tidak harus terbatas dari emas dan perak. Misalnya istilah dinar dan dirhamitu
sendiri tidak memiliki batas alami atau syari’. Dinar dan dirham tuudal diperlukan untuk
dirinya sendiri melainkan sebagai waasilah (medium of exchange). Fungsi medium of
exchange ini tidak berhubungan dengan tujuan apapun, tidak berhubungan dengan materi
juga tidak berhubungan dengan gambar cetakannya, namun dengan fungsi ini tujuan dari
keperluan manusia dapat dipenuhi.
Apabila uang dipertukarkan dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan
secara simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul). Dengan cara ini, seseorang dapat
mempergunakan uang sebagai sarana untuk memperoleh berbagai kebutuhannya. Apabila dua
orang saling mempertukarkan uang dengan kondisi di satu pihak membayar tunai sementara

13
A.Karim, Adiwarman, Op. Cit., hlm. 339-340
10
pihak yang lainnya berjanji membayar dikemudian hari, kemudian pihak yang pertama tidak
akan bisa menggunakan uang yang dijanjikan untuk bertransaksi hingga benar –benar uang
itu dibayar, hal ini berarti pihak pertama telah kehilangan kesempatannya. Dalam pandangan
Ibnu Taimiyah, hal inilah yang menjadi alasan kenapa Rasulullah Saw melarang transaksi
demikian.14
Al-Ghazali menekankan bahwa uang tidak diinginkan karena uang itu sendiri. Uang
baru akan memiliki nilai jika digunakan dalam suatu pertukaran. Tujuan satu-satunya dari
emas dan perak adalah untuk dipergunakan sebagai uang (dinar dan dirham).
“Jika seseorang menimbun dirham dan dinar, ia berdosa. Dinar dan dirham tidak
memiliki guna langsung pada dirinya. Dinar dan dirham diciptakan supaya beredar dari
tangan ke tangan, untuk mengatur dan memfasilitasi pertukaran sebagai simbol untuk
mengetahui nilai dan kelas barang. Siapapun yang mengubahnya menjadi peralatan- peralatan
emas dan perak berarti ia tidak bersyukur kepada penciptanya dan lebih buruk dari pada
penimbun uang, karena orang yang seperti itu adalah seperti orang yang memaksa penguasa
untuk melakukan fungsi-fungsi yang tidak cocok .....”15
Dari penjelasan tadi jelaslah bahwa pendapat yang menyatakan bahwa uang sebagai
medium of exchange, yaitu tidak diperlukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk menjadi
perantara dalam memenuhi kebutuhan adalah pendapat yang mencerminkan kebenaran. Inilah
yang kemudian menjadi acuan jumhurUlama hingga sekarang. Fungsi uang sebagai medium
of exchange dapat digunakan dan diterima sebagai alat pembayaran.

2) Standard of Value / Measure of Value


Bagi Ibnu Khaldun, dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran nilai. Logam –
logam ini diterima secara alamiah sebagai uang dimana nilainya tidak dipengaruhi oleh
fluktuasi subjektif :
“Allah menciptakan dua ‘batuan’ logam tersebut, emas dan perak, sebagai (ukuran )
nilai semua akumulasi modal . ( emas dan peraklah ) yang dipilih untuk dianggap sebagai
harta kekayaan oleh penduduk dunia.”16
Karena itu Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar
moneter. Baginya pembuatan uang logam hanyalah merupakan sebuah jaminan yang

14
Ibid., hlm. 374
15
Ibid., hlm. 336
16
Ibid., hlm. 401
11
diberikan oleh penguasa bahwa sekeping uang logam mengandung sejumlah kandungan emas
dan perak tertentu.
“(Standar logam) bukanlah sesuatu yang ditetapkan dengan kaku tetapi tergantung pada
penilaian bebas. Begitu penduduk dari sebuah bagian atau daerah telah memutuskan suatu
standar kemurniaan, mereka akan mematuhinya.”17
Al-Maqrizi mengindikasikan bahwa mata uang yang dapat diterima sebagai standar
nilai, baik menurut hukum, logika, maupun tradisi, hanya yang terdiri dari emas dan perak.
Oleh karena itu, mata uang yang menggunakan bahan selain kedua logam ini tidak layak
disebut sebagai uang.18
Abu Ubaid menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu, sedangkan
segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga keduanya.19
Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai
hakim penengah diantara seluruh harga agar seluruh harta bisa diukur dengan keduanya.
Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak Za’faran ini manyamai 100.
Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran, maka keduanya bernilai sama.20
Ibn Rusyd menyatakan bahwa, ketika seseorang susah menemukan nilai persamaan
antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham untuk mengukurnya. Apabila
seseorang menjual kuda dengan beberapa baju, nilai harga kuda itu terhadap beberapa kuda
adalah nilai harga baju itu terhadap beberapabaju. Maka jika kuda itu bernilai 50, tentunya
baju-baju itu juga harus bernilai 50.21
Ibn al-Qayyim mengungkapkan bahwa dinar dan dirham adalah nilai harga barang
komoditas. Nilai harga adalah ukuran yang dikenal untuk mengukur harta maka wajib
bersifat spesifik dan akurat, tidak meninggi (naik) dan tidak menurun. Karena kalau unit nilai
harga bisa naik dan turun seperti komoditas sendiri, tentunya kita tidak lagi mempunyai unit
ukuran yang bisa dikukuhkan untuk mengukur nilai komoditas. Bahkan semuanya adalah
barang komoditas. 22

17
Ibid., hlm. 402
18
Ibid., hlm. 422
19
Abu Ubaid al-Qasim bin Salam, al-amwal, Tahqiq Muhammad Khalil Harras, Dar al-Fikr, Beirut,1998,
hlm. 512.
20
Al-Ghazali, Ihya ulumuddin, Dar el-Khair, cet 2, 1993, 4/347.
21
Ibn Rusyd, Bidayat al Mujtahid wa Nihayat al Muqtashid, Dar Ihya al-Turras al-Arabi, Beirut,
1992,2/166, Kitab al-Buyu, al-fashl al awwsal: fi ma’rifat al-asya’illa ti yajuzu fitha al-tafadhul la al-nasa’u.
22
A.Karim, Adiwarman, ed. 3, Op. Cit., hlm 81.
12
3) Store of Value
Seperti yang telah dibicarakan diatas, fungsi utama uang adalah sebagai media
pertukaran, namun uang juga berfungsi sebagai penyimpan nilai. Alasannya adalah tidaklah
mungkin menjadi media pertukaran tanpa dia mempunyai nilai dan tentunya menjadi barang
yang berharga dan tentunya dapat menjadi media penyimpan uang.23
Al- Ghazali berkata “kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua
mata uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, dari mana dia mengetahui
ukuran makanan dari nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis barang yang
berbeda-beda, seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang – barang
ini tidak sama, maka diperlukan ‘hakim yang adil’ sebagai penengah antara kedua orang yang
ingin bertransaksi dan berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis
harta. Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan yang terus -
menerus. Jenis harta yang paling bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang
dari emas, perak, dan logam.24
Ibn Khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan,
kemudian Allah Ta’ala menciptakan dari dua tambang , emas dan perak, sebagai nilai untuk
setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang –orang di dunia
kebanyakan.25

D. Syarat-Syarat Uang
Uang adalah benda yang dapat diterima oleh masyarakat sebagai alat perantara daam
kegiatan perdagangan. Agar masyarakat dapat menerima dan menyetujui penggunaannya,
maka terdapat syarat yang wajib dipenuhi bagi uang, sebagai berikut:
a. Persyaratan psikologis, yaitu benda tersebut harus dapat memuaskan bermacam-macam
keinginan dari orang yang memilikinya sehingga semua orang mau mengakui dan
menerimanya. 26
b. Syarat teknis adalah syarat yang melekat pada uang, diantaranya:
1) Tahan lama dan tidak mudah rusak.
2) Mudah dibagi-bagi tanpa mengurangi nilai.

Umam, Khairul, “Perilaku Permintaan Uang Islam”. Islamic Economics Journal 2015. hlm. 119.
23
24
Al-Ghazali, Op. Cit., 3/397
25
Arif Dalila, Makanat al-Afkar al-Iqtishadiyah Li Ibni Khaldun fi al-Iqtshad al-Siyasi, Dar al-Hiwar, al-
Ladziqia, cet.1,1987, hlm. 32
26
Ibid., hlm. 37
13
3) Mudah dibawa.
4) Nilainya relative stabil.
5) Jumlahnya tidak berlebihan.
6) Terdiri atas berbagai nilai nominal.

E. Jenis-Jenis Uang
Selama perekonomian berlangsung, telah ada beberapa macam uang yang telah
digunakan oleh manusia. Uang dapat dibedakan berdasarkan :
a. Berdasarkan bahan yang digunakan
Berdasarkan bahan yang digunakan untuk membuatnya, uang dibedakan menjadi 2
macam, yaitu uang yang terbuat dari kertas dan uang yang terbuat logam ( uang kartal ).
b. Berdasarkan nilai intrinsiknya
Berdasarkan nilai intrinsiknya, uang dapat dibedakan menjadi 2 yaitu uang bertubuh
penuh ( full bodied money ) dan juga uang tanda ( token money).
c. Berdasarkan kawasan penyebarannya
Berdasarkan kawasan penyebarannya, uang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu uang lokal,
uang regiona, dan juga uang internasional.
d. Berdasarkan yang mengeluarkan dan yang mengedarkan uang tersebut
Berdasarkan yang mengeluarkan dan yang mengedarkan, uang dibagi menjadi 2 yaitu
uang giral, dan juga uang kuasai ( near money ).27

Berikut adalah mengertiannya :

1. Uang Kartal
Uang kartal adalah uang yang diterbitkan oleh Bank Sentral dan dapat
digunakan sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan transaksi jual-beli
sehari-hari yaitu berupa uang kertas dan juga uang logam.

2. Uang Bertubuh / bernilai Penuh (full bodied money)


Uang bertubuh penuh adalah apabila nilai materinya (intrinsik) sama
dengan atau lebih tinggi dari nilai nominalnya (nilal yang tertera dalam mata uang

27
Uang dan lembaga keuangan. Elvis F Purba. Ridhon MB Simongunson
14
tersebut). Biasanya berlaku pada uang logam mulia yang terbuat dari emas
ataupun perak.
Ada dua syarat yang harus dipenuhi agar logam mulia dapat digunakan
sebagai uang bertubuh penuh, uyang dimana Kedua-dua syarat tersebut harus ada,
karena jika tidak, maka akan terjadi ketidakstabilan penggunaan uang :
a. Masing-masing orang secara hebas menempa atau melebur, menjual atau
menggunakannya dalam transaksi.
b. Setiap orang mempunyai hak yang tidak terbatas untuk menyimpan uang
logam.
.
3. Uang Tanda (token money)
Uang Tanda atau token money adalah uang yang nilai nominalnya
lebihtinggi daripada nilai intrinsiknya. Contohnya uang yang terbuat dari kertas (
baik yang dikeluarkan oleh pemerintah atau swasta ), uang logam yang terbuat
dari timah, nikel, platinum yang biasa disebut dengan token coinsyang dimana
token coins tersebut bernilai sebaliknya, yaitu nilai intrinsiknya lebih kecil
daripada nilai nominalnya.
Perbedaan dari token money dan juga full bodied money adalah nilai
pembayaran terhadap uang tersebut. full bodied money tidak dapat ditentukan
jumblah nya karena semua orang bebas menempa dan meleburnya. Sedangkan
token money hanya dikeluarkan pada badan-badan tertentu sehingga jumlah nya
dapat diketahui.

4. Uang Giral
Jenis uang giral ini diterbitkan oleh bank umum. Selain itu, bentuk uang
yang dikeluarkan berupa cek ataupun bilyet giro, bilyet, surat saham dan lain
sebagainya. Pada dasarnya, Uang giral tentunya sah secara ekonomi, namun tidak
sah secara hukum. Karena seseorang dapat menolak menggunakan alat
pembayaran hutang-piutang melalu uang giral.

5. Uang Kuasi (near money)


Uang kuasi (near money) atau juga bisa disebut quasy money adalah uang
yang tidak bisa digunakan setiap saat karena sifatnya tidak likuid dan
15
penggunaannya terikat oleh waktu. Uang kuasi terbentuk karena adanya fungsi
uang sebagai penyimpan nilai atau store of value, dimana unit-unit ekonomi bisa
menggunakan uang secara terus-menerus. Jadi, dalam jangka waktu tertentu,
pelaku ekonomi yang memiliki dana yang surplus bisa melakukan saving atau
menabung sebagian pendapatannya di lembaga perbankan baik dalam bentuk
tabungan, deposito berjangka denominasi kecil maupun mengkonversikan uang
tunai yang dimilikinya kedalam bentuk surat-surat berharga.

F. Konsep Uang dalam Islam


Islam mengartikan uang bersifat flow concept dan merupakan public goods. Arti flow
concept adalah uang harus mengalir. Ketika mengalir uang adalah public goods, lalu
mengendap ke dalam kepemilikan seseorang (stock concept) dan kemudian uang tersebut
menjadi milik pribadi (private goods). Ekonomi islam mendefinisikan uang adalah sebagai
fasilitator atau mediasi pertukaran (medium of exchange), bukan komoditas yang dapat
dipertukarkan dan disimpan sebagai asset dan kekayaan individu.28 Sebagai alat tukar, uang
akan membuat kegiatan ekonomi semakin mudah dan efisien karena para pelaku ekonomi
dapat melakukan transaksi kapan, di mana, dan dengan siapa saja. Dengan demikian, uang
dapat membagi transaksi menjadi dua jenis:
• Transaksi penjualan barang atau jasa untuk mendapatkan uang
• Transaksi pembelian barang atau jasa dengan uang tersebut
Satu fenomena penting dari karakteristik uang adalah uang tidak diperlukan untuk
dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya sendiri. Melainkan diperlukan untuk membeli
barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat terpenuhi.29
Dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is public goods).
Siapapun yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah
uang beredar yang dapat menghambat jalannya perekonomian. Di samping itu juga dapat
mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas
beramal (berzakat, infak dan sadaqah). Oleh karenanya Islam melarang penumpukan atau
penimbunan harta juga memonopoli kekayaan.

28
Santi Endriani, ”Konsep Uang: Ekonomi Islam Vs Ekonomi Konvensional”, Jurnal Anterior, Volume
15 No.1, Desember 2015, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, hlm.72.
29
Andi Mardiana, “Uang Dalam Ekonomi Islam”, Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor 1, Juni 2014,
IAIN Gorontalo, hlm.109.
16
Tabel perbedaan antara konsep uang dalam Islam dengan konvensional:
Konsep Islam Konsep Konvensional
Uang tidak identik dengan modal Uang sering diidentikkan dengan modal
Uang adalah public goods Uang (modal) adalah private goods
Modal adalah private goods Uang (modal) adalah flow concept bagi
“konsep Irving Fischer-Ekonom Barat”
Uang adalah flow concept Uang (modal) adalah stock concept

Konsep Islam dalam utilitas uang, bahwa uang diakui hanya sebagai intermediary form,
medium of exchange atau unit of account. Uang bukanlah suatu komoditi, karena kita tidak
mendapatkan manfaat dari uang itu sendiri, tetapi dari fungsi uang.30
Dalam sejarah kegiatan ekonomi, pentingnya keberadaan uang ditegaskan oleh
pendapat Rasulullah Saw. yang menganjurkan dan menyebutkan bahwa perdagangan yang
lebih baik (adil) adalah perdagangan yang menggunakan media uang (dinar atau dirham),
bukan pertukaran barang (barter) yang dapat menimbulkan riba ketika terjadi pertukaran
barang sejenis yang berbeda mutu. Konsep uang dalam Islam tidak mengenai istilah untuk
spekulasi. Islam juga melarang penimbunan yang tidak diproduktifkan, karena hal ini akan
mengurangi peredaran uang pada masyarakat juga bertentangan dengan pandangan Islam
yang menjelaskan bahwasanya uang bersifat flow. Dimana uang akan menemukan maknanya
jika masuk ke dalam aliran perekonomian melalui fungsinya sebagai alat tukar. Semakin
cepat uang berputar akan semakin banyak transaksi yang terjadi yang pada gilirannya akan
mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, Islam menjelaskan uang mesti diedarkan,
sehinggga ia dapat mendapatkan keuntungan dan sebaiknya digunakan untuk diinvestasikan
pada sector riil.31
Imam al-Ghazali sangat mengecam tindakan seseorang yang menimbun uang karena
tindakan itu berarti menarik uang dari peredaran. Dalam teori moneter penimbunan uang
berarti memperlambat perputaran uang yang jelas akan memperkecil terjadinya transaksi dan
berakibat pada lesunya perekonomian. Islam sebetulnya mendorong investasi, bukan
menimbun uang. Dalam keadaan harga–harga barang stabil, menyimpan kekayaan dalam

30
Santi Endriani, Op.Cit., hlm.74.
31
Emily Nur Saidy, “Uang Dalam Tinjauan Ekonomi Islam”, Jurnal Laa Maisyir, Volume 6, Nomor 2,
Desember 2017, UIN Alauddin Makassar, hlm.37.
17
bentuk uang lebih menguntungkan dari pada menyimpannya dalam bentuk barang. Yakni
disimpan di bank. Namun dalam realitasnya harga-harga selalu mengalami kenaikan yang
pesat, nilai uang terus mengalami kemerosotan. Maka kekayaan yang berupa uang akan
mengalami penurunan nilai kalau dibandingkan dengan kekayaan yang berbentuk barang.
Bagi orang yang tidak bisa memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk
melakukan musyarakah dan mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi hasil. Bila orang tersebut
tidak mau mengambil risiko untuk bermusyarakah atau bermudharabah, Islam juga
menganjurkan untuk melakukan qard, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun, karena
meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba. Dalam Islam riba sangat dilarang
karena riba diharamkan dalam keadaan apapun.32

32
Hakataruna, Konsep Uang dalam Ekonomi Islam, https://harakatuna.com/konsep-uang-dalam-
ekonomi-islam.html, diakses 14 April 2020, pukul:22.35 WIB.

18
BAB III

STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Fintech
Financial technology (fintech) adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan
yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan model bisnis baru serta dapat berdampak
pada stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan
sistem pembayaran.
Terdapat beberapa jenis fintech di Indonesia seperti Crowdfunding, peer to peer
lending(P2PL), e–money, Payment gateway, remittance, securities.

1. Crowdfunding
Crowdfunding merupakan platform intermediasi keuangan berbasis internet yang
mengumpulkan dana dari masyarakat umum untuk membiayai suatu proyek atau unit usaha
(urun dana). Crowdfunding sebagai platform untuk menginformasikan proposal suatu proyek
ke masyarakat umum yang bertujuan untuk menggalang dana secara online guna
merealisasikan atau mensukseskan proyek tersebut. Crowdfunding merupakan platform yang
praktis dan solutif dalam kegiatan ekonomi khususnya pada sektor Usaha Mikro Kecil
Menangah. Pembiayaan yang efektif menjadikan platform ini menjadi alternatif bagi
starup/UMKM dalam mendapatkan dana. Terdapat beberapa macam crowdfunding
diantaranya kitabisa, gandengtangan, rockethub, indiegogo, dan kickstarter.

2. E–money
E–money merupakan istilah bahasa asing dari uang elektronik. Defisini uang elektronik
menrurt BI yaitu sebagai alat pembayaran yang memenuhi unsur – unsur sebagai berikut :
a. Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit
b. Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip
c. Nilai uang elektronik yang di kelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan
sebagaimana dimaksud dalam undang – undang yang mengatur mengenai perbankan.
Berdasarkan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa e – money atau uang elektronik
merupakan uang berbentuk elektronik yang memiliki nilai sama dengan uang tunai yang
diterbitkan oleh BI dan tersimpan dalam server ataupun kartu chip (dalam aplikasi) serta

19
berfungsi sebagai alat pembayaran non tunai yang dapat digunakan dalam berbagai macam
transaksi. Terdapat 38 uang elektronik yang terdaftar di BI per 24 Mei 2019 yang diantaranya
Go – pay dan OVO.

3. Peer–To–Peer Lending
Peer-To-Peer lending (P2PL) merupakan skema layanan keuangan yang
mempertemukan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman secara online. P2PL diatur dalam
POJK Nomor 77/ POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi yang menjelasakna bahwa layanan pinjam meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan
pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam
meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik. Yang mana
dapat disimpulkan bahwa P2PL (pinjaman online) merupakan tansaksi pinjam meminjam
yang dilakukan melalui platform yang mempertemukan antara orang yang mempunyai
kelebihan dana (lender) dengan orang yang kekurangan dana (borrower) yang dilakukan
menggunakan teknologi informasi berbasis internet (smartphone, tablet, komputer, laptop,
notebook) yang dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja.

4. Payment gateway
Payment gateway adalah layanan elektronik yang memungkinkan pedagang untuk
memproses transaksi pembayaran dengan menggunakan alat pembayaran dengan
menggunakan kartu, uang elektronik, dan / atau proprietary channel. Dalam pengertian lain
payment gateway merupakan pembayaran online. Kehadiran payment gateway merupakan
alternatif pembayaran yang bisa dilakukan denngan mudah. Adapun beberapa contoh
payment gateway di Indonesia yaitu iPaymu, Winpay, Midtrans (Veritrans), TrueMoney,
Finpay, Kaspay, FirstPay.

5. Remittance Remittance
Remittance Remittance adalah jenis startup yang khusus menyediakan layanan
pengiriman uang antar negara. Reminttance memudahkan masyarakat yang tidak memiliki
akun atau akses perbankan. Kehadiran remintanttance memudahkan masyarakat dalam proses
pengiriman ke luar negeri. Salah satu contoh remittance di Indonesia yaitu Doku.com

20
6. Securities
Securities merupakan platform untuk berinvestasi saham secara online. Dalam
aplikasinya terdapat berbagai pelayanan seperti jual – beli reksa dana secara online,
memberikan layanan data, informasi, alat investasi reksa dana, salahm, obligasi dan masih
banyak lagi. Salah satu contoh securities yang ada di Indonesia yaitu IPOTGO, RHB, BNI
SEKURITAS, dsb.

B. Perbedaan Fintech Syariah Dengan Fintech Konvensional


1. Dasar yang dianut. Fintech syariah menggunakan syariat Islam sebagai dasar layanan
keuangan mereka. Untuk menjalani kegiatan usahanya, fintech berbasis syariah harus
menaati peraturan yang dikeluarkan oleh OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tanggal 26
Desember 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi, dan juga harus menaati Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) No: 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan
Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

2. Bunga. Bunga tidak sejalan dengan syariat agama Islam karena mengandung unsur riba.
Maka dalam pembiayaan fintech berbasis syariah Tidak akan dijumpai kredit.
Pembiayaan akan dilakukan berdasarkan Akad Murabahah, Akad Ijarah Wa Iqtina, dan
Akad Musyarakah Mutanaqishah. Ketiga akad tersebut memiliki peraturan yang
berbeda-beda dan tidak mengandung bunga lebih. Berikut penjelasannya :
a. Akad Murabahah merupakan akad jual beli, dimana penyelenggara fintech
menjadi seorang pembeli atas produk yang diinginkan nasabah. Lalu peminjam
akan menjual produknya kepada nasabah dengan jumlah keuntungan yang telah
disepakati sebelumnya.
b. Akad Ijarah Wa Iqtina merupakan akad sewa. Yaitu penyelenggara fintech
menjadi pembeli atas barang yang diinginkan nasabah. Kemudian peminjam akan
menyewakan barangnya, yang di kemudian hari bisa dibeli oleh nasabah. Barang
tersebut ada dalam status sewa dalam kurun waktu tertentu hingga berganti
kepemilikan.
c. Akad Musyarakah Mutanaqishah merupakan program pembiayaan yang berasal
dari penyelenggara fintech dan nasabah. Masing-masing, akan memberikan

21
modal untuk produk tertentu. Nasabah nantinya bisa membeli bagian yang
dipunyai oleh penyelenggara fintech, sehingga nasabah memiliki hak penuh atas
kepemilikan produk.

C. Tantangan Fintech Syariah


1. Literasi keuangan masyarakat rendah
Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas V. M Tarihoran mengatakan
bahwa Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan pada tahun 2016, literasi keuangan
Indonesia baru mencapai 29,7 persen, sementara inklusi keuangan sebesar 67.8 persen.
Ada dua hal yang perlu dilakukan untuk menjadi cakap keuangan, yaitu meningkatkan
keterampilan dan keyakinan masyarakat tentang layanan keuangan, sehingga akan
melindungi masyarakat itu sendiri dari transaksi-transaksi palsu yang merugikan, juga dapat
menciptakan kesejahteraan keuangan yang berkelanjutan.

2. Syarat dan infrastruktur


Salah satu hambatan yang dihadapi oleh fintech syariah adalah keharusan memiliki
Dewan Pengawas Syariah atau DPS di masing-masing perusahaan. Namun tidak dapat
dilakukan oleh setiap fintech syariah karena membutuhkan biaya yang besar. Sementara
startup pada umumnya belum memiliki modal besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Sehingga Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, Ronald
Wijaya menyarankan sebuah alternatif seperti satu orang dewan pengawas untuk beberapa
fintech syariah yang belum terdaftar. Hal ini akan membantu mereka mendapat infrastruktur
yang sesuai dengan regulasi OJK.

3. Perlu kebijakan yang matang dari pemerintah


Selanjutnya adalah tentang kebijakan yang belum mencakup keamanan nasabah. Hal
ini sangatlah diperlukan adanya peran regulator yang sehat. Kebijakan yang dimaksud adalah
hal-hal yang menyangkut syarat pendirian dan operasi fintech, inovasi layanan yang aman
bagi nasabah, serta kompetisi antar-fintech yang sehat.
Begitu juga dengan penyelenggara layanan keuangan fintech memeliki keterampilan
serta tanggung jawab memastikan keamanan dana publik, keamanan data publik, serta
mampu mengatur keuangan masyarakat dengan memberikan bunga yang wajar.

22
Dari pemaparan diatas, bisa kita lihat bagwasannya fintech syariah sebetulnya memiliki
potensi yang sangan besar di ngara Indonesia sendiri, ikarenakan mayoritas masyarakat islam
yang menganut agama islam, hanya saja ada beberapa hal yang masih menjadi hambatan bagi
fintech syariah untuk berkembang. Nah namun, ada banyak juga fintech syariah yang kiranya
sudah memenuhi syarat sebagai fintech syariah, yang juga sangat diminati oleh masyarakat
banyak.
Merupakan platform pembiayaan syariah berbasis daring yang didirikan pada Maret
2018 dengan berfokus menjadi perantara bagi investor serta pelaku UMKM dalam proses
penanaman modal. Sebagai start up berbasis fintech yang telah terdaftar secara resmi di OJK,
perusahaan karya Brithma Argandi dan Dikry Paren ini menggunakan sistem peer to peer
lending(P2PL) syariah yang mempertemukan pemberi pinjaman dan pencari pinjaman.
Melalui perusahaan fintech ini, Qazwa membantu pelaku UMKM bertemu para investor
untuk mengembangkan usahanya. Selaku perantara, Qazwa berusaha bersikap selektif dalam
menyalurkan dana agar uang yang disalurkan tidak menjadi sia-sia. Meskipun begitu, tapi
Qazwa tidak menetapkan kriteria yang sulit untuk para pelaku UMKM.

23
BAB IV

PENUTUP

D. Kesimpulan
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu-nuqud.
Pengertiannya ada beberapa makna, yiatu al-naqdu yang berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Ketika uang logam masih digunakan
sebagai uang resmi dunia, ada beberapa pihak yang melihat peluang meraih keuntungan dari
kepemilikan mereka atas emas dan perak. Pihak-pihak ini adalah bank , sebagai orang yang
meminjamkan uang dan pandai emas atau toko perhiasan. Dengan adanya ini, pandai emas
dan bank mengeluarkan surat (uang kertas) dengan nilai yang besar dari emas dan perak yang
dimilikinya. Karena kertas ini didukung oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat
umum menerima uang kertas ini sebagai alat tukar. Dalam konsep Islam, uang adalah flow
concept. Islam tidak mengenal motif kebutuhan uang untuk spekulasi karena tidak bolehkan.
Uang adalah barang publik, milik masyarakat.

24
DAFTAR PUSTAKA

A.Karim, Adiwarman. 2012. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers. Ed-
3.

A.Karim, Adiwarman. 2014. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Rajawali Pers.

Abu Ubaid al-Qasim bin Salam. 1998. al-amwal, Tahqiq Muhammad Khalil Harras, Dar al-
Fikr, Beirut.

Al-Ghazali, Ihya ulumuddin, Dar el-Khair, cet 2, 1993, 4/347.

Andi Mardiana. 2014. “Uang Dalam Ekonomi Islam”, Jurnal Al-Buhuts, Volume. 10 Nomor
1, IAIN Gorontalo.

Arif Dalila. 1987. Makanat al-Afkar al-Iqtishadiyah Li Ibni Khaldun fi al-Iqtshad al-Siyasi,
Dar al-Hiwar, al-Ladziqia, cet.1.

Emily Nur Saidy. 2017. “Uang Dalam Tinjauan Ekonomi Islam”, Jurnal Laa Maisyir,
Volume 6, Nomor 2, UIN Alauddin Makassar.

Hakataruna, Konsep Uang dalam Ekonomi Islam. https://harakatuna.com/konsep-uang-


dalam-ekonomi-islam.html, diakses 14 April 2020.

Ibn Rusyd. 1992. Bidayat al Mujtahid wa Nihayat al Muqtashid, Dar Ihya al-Turras al-Arabi.
Beirut. 2/166, Kitab al-Buyu, al-fashl al awwsal: fi ma’rifat al-asya’illa ti yajuzu fitha
al-tafadhul la al-nasa’u.

Rahmat Ilyas. 2016. “Konsep Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal Bisnis dan
Manajemen Islam BISNIS, Vol. 4, No. 1. STAIN Syaikh Abdurrahman Siddik.
Ressi Susanti. 2017. “Sejarah Transformasi Uang Dalam Islam”. Journal of Islam and
Plurality. Vol. 2, No 1. UIN Raden Intan Lampung.

Santi Endriani. 2015. “Konsep Uang: Ekonomi Islam Vs Ekonomi Konvensional”, Jurnal
Anterior, Volume 15 No.1, Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.

Septi Wulan Sari, 2016, “Perkembangan Da Pemikiran Uang Dari Masa Ke Masa”. AN-
NISBAH. Vol. 03, No. 01 , Sekretaris Mediator PA Tulungagung.

25
Uang dan lembaga keuangan. Elvis F Purba. Ridhon MB Simongunson

Umam, Khairul. 2015. “Perilaku Permintaan Uang Islam”. Islamic Economics Journal.

26

Anda mungkin juga menyukai