Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BUNGA DAN RIBA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Ekonomi Moneter Islam

Manajemen Keuangan Syariah

Dosen Pengampu : Efriza Pahlevi W, SE.Sy., ME

Disusun oleh :

1. Farid Gantari Siwanda (1860406221011)


2. Adinda Yasinta N. (1860406221035)
3. Yesi Ditaviani (1860406221039)

PRODI MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG

OKTOBER 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “BUNGA DAN RIBA”. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Ekonomi Moneter Islam di
Jurusan Manajemen Keuangan Syariah, Universitas Islam Negeri Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Efriza
Pahlevi W, SE.Sy., ME selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Moneter
Islam.
Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini
dengan baik dan benar.

Tulungagung, 1 Oktober 2023

(Kelompok 7)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3

BAB I .................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN .............................................................................................. 4

A. Latar Belakang .......................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ..................................................................... 5

C. Tujuan ....................................................................................... 5

BAB II ................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ................................................................................................. 6

1. Sejarah Riba .............................................................................. 6

2. Pengertian Bunga Dan Riba ..................................................... 7

3. Jenis-Jenis Riba Dan Hukumnya ............................................. 9

5. Hubungan Riba Dan Masalah Ekonomi (Efeknya Pada


Pertumbuhan Ekonomi) ............................................................................... 12

BAB III ............................................................................................................. 13

PENUTUP ........................................................................................................ 13

A. Kesimpulan .............................................................................. 13

B. Saran ........................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam aktivitas ekonomi Islam yang dilakukan oleh manusia
tentunya memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas dalam syariat
Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh
manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala
perbuatan yang mengandung riba. Riba merupakan permasalahan yang
sering terjadi pada masyarakat, hal ini disebabkan perbuatan riba sangat erat
kaitannya dengan transaksi-transaksi di bidang perekonomian) yang sering
dilakukan oleh manusia dalam aktivitasnya sehari-hari. Para ulama
menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan riba
mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal
ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama.
Beberapa pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap
sebagai sesuatu yang tidak bermoral melainkan sesuatu yang menghambat
aktifitas perekonomian masyarakat. Sehingga orang kaya akan semakin
kaya sedangkan orang miskin akan semakin miskin dan tertindas.
Sumber penyebab timbulnya permasalahan kemanusiaan menurut
para pakar ekonomi terletak pada sistem ekonomi yang tidak peduli dengan
prinsip persamaan (equality), pemerataan (equity), kurang mengedepankan
kemanusiaan (humanity) serta nilai-nilai agama (religious values). Salah
satu penghalang terbesar bagi tercapainya keadilan yang merata (penyebab
timbulnya ketidakadilan, inequity) adalah sistem riba (bunga). Jadi, sulit
untuk menegakkan sistem perekonomian yang bebas dari segala macam
bentuk riba yang menimbulkan perilaku yang mengabaikan nilai-nilai moral
dan agama serta mementingkan perlindungan atas hak-hak perorangan
sementara mengabaikan kepentingan bersama.
Dengan keadaan masyarakat pada umumnya yang belum bisa
terlepas dari praktek riba menjadikan riba subur di negeri ini, hampir setiap
transaksi dan kegiatan perekonomian yang dilakukan oleh masyarakat pada
saat ini mengandung unsur riba. Seperti pembayaran gaji yang dilakukan
melalui bank konvensional, jual beli yang tidak sejenis, baik kualitas
maupun kuantitasnya, Di satu sisi masyarakat tahu bahwa riba itu adalah
sesuatu yang haram, dan di sisi lain negara sebagai pelindung masyarakat
juga membutuhkan bunga bank untuk pembangunan ekonomi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah riba?
2. Apa pengertian bunga dan riba?
3. Apa saja jenis-jenis riba dan hukumnya?
4. Apakah bunga = riba ?
5. Bagaimana hubungan riba dan masalah ekonomi (efeknya pada
pertumbuhan ekonomi)?

C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah riba
2. Mengetahui pengertian bunga dan riba
3. Mengetahui jenis-jenis riba dan hukumnya
4. Mengetahui apakah bunga = riba
5. Mengetahui hubungan riba dan masalah ekonomi (efeknya pada
pertumbuhan ekonomi)?
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Riba
Istilah riba telah dikenal dan digunakan oleh masyarakat Arab dalam
transaksi perekonomian sebelum datangnya Islam. Akan tetapi pada zaman
itu riba yang berlaku merupakan tambahan dalam bentuk uang akibat
penundaan pelunasan hutang. Dengan demikian, riba dapat diartikan
sebagai pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli maupun hutang
piutang secara batil atau bertentangan dengan kaidah syari'at Islam.Riba
tidak hanya dikenal dalam Islam saja, tetapi dalam agama lain (non-Islam)
riba telah kenal dan juga pelarangan atas perbuatan pengambil riba, bahkan
pelarangan riba telah ada sejak sebelum Islam datang menjadi agama. 1
A. Masa Yunani Kuno
Bangsa Yunani kuno mempunyai peradaban tinggi, peminjaman uang
dengan memungut bunga dilarang keras. Ini tergambar pada beberapa
pernyataan Aristoteles yang sangat membenci pembungaan uang2
B. Masa Romawi
Kerajaan romawi melarang setiap jenis pemungutan bunga atas uang dengan
mengadakan peraturan-peraturan keras guna membatasi besarnya suku
bunga melalui undang-undang. Kerajaan Romawi adalah kerajaan pertama
yang menerapkan peraturan guna melindungi para peminjam.
C. Agama Yahudi
menurut kitab suci agama Yahudi yang disebutkan dalam Perjanjian Lama
kitab keluaran ayat 25 pasal 22, " Namun, orang Yahudi berpendapat bahwa
riba itu hanyalah terlarang kalau dilakukan dikalangan sesama Yahudi, dan
tidak dilarang dilakukan terhadap kaum yang bukan Yahudi. Mereka

1
Wasilul Chair, “RIBA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN SEJARAH” , Vol 1 N o. 1 Juni
2014, jurnal Iqtishadia , hlm. 103
2
Gedung Pusat Pengembangan Islam, Buku Pintar BMT Unit Simpan Pinjam dan Grosir,
Pinbuk Jawa Timur (Surabaya, Jl. Dukuh Kupang 122-124), hlm. 11
mengharamkan riba sesama mereka tetapi menghalalkannya kalau pada
pihak yang lain. menyebabkan bangsa Yahudi terkenal memakan riba dari
pihak selain kaumnya. Berkaitan dengan kedhaliman kaum Yahudi inilah,
Allah dalam al-Qur'an surat an-Nisa' ayat 161

ِ ‫ع ْنهُ َوا َ ْك ِل ِه ْم ا َ ْم َوا َل ال َّن‬


‫اس‬ َ ‫الر ٰبوا َوقَ ْد نُ ُه ْوا‬ ِ ‫َّوا َ ْخ ِذ ِه ُم‬
161 ‫عذَابًا ا َ ِل ْي ًما‬ َ ‫اط ِل َۗوا َ ْعت َ ْدنَا ِل ْل ٰك ِف ِريْنَ ِم ْن ُه ْم‬
ِ َ‫ ِب ْالب‬.
Artinya : Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka
telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan
cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di
antara mereka azab yang pedih.secara tegas menyatakan bahwa perbuatan
kaum Yahudi ini adalah riba yaitu memakan harta orang lain dengan jalan
batil, dan Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih.
D. Agama Nasrani
Berbeda dengan orang Yahudi, umat Nasrani memandang riba haram
dilakukan bagi semua orang tidak terkecuali siapa orang tersebut dan dari
agama apapun, baik dari kalangan Nasrani sendiri ataupun non-Nasrani.

Pada masa jahiliyah istilah riba juga telah dikenal, pada masa itu riba
mempunyai beberapa bentuk aplikatif. Beberapa riwayat menceritakan riba
jahiliyah. Bentuk pertama: Riba Pinjaman, yaitu yang direfleksikan dalam
satu kaidah di masa jahiliyah: "tangguhkan hutangku, aku akan
menambahkanya". Maksudnya adalah jika ada seseorang mempunyai
hutang (debitur), tetapi ia tidak dapat membayarnya pada waktu jatuh
tempo, maka ia (debitur) berkata: tangguhkan hutangku, aku akan
memberikan tambahan 3 . Penambahan itu bisa dengan cara melipat
gandakan uang atau menambahkan umur sapinya jika pinjaman tersebut
berupa bintang. Demikian seterusnya.

2. Pengertian Bunga Dan Riba

3
Wasilul Chair, “RIBA DALAM PERSPEKTIF...”, hlm. 102-104
Pengertian Bunga Bank, bunga secara leksikal sebagai terjemahan dari
interest, sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan bahwa
“interest is charge for a financial loan, usually a percentage of the amount
loaned.” Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang yang biasanya
dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan4. Bunga bank dapat
diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip
konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga
juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang
memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank
(nasabah yang memperoleh pinjaman.)5
Bunga adalah biaya yang harus dibayar saat meminjam uang. Bunga
biasanya digunakan oleh bank konvensional. Sistem bunga pada bank
konvensional sering kali dianggap riba, yaitu pengambilan tambahan sebagai
syarat yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada bank selain pinjaman pokok.
Kata riba dalam bahasa Inggris diartikan dengan usury, yang berarti
suku bunga yang lebih dari biasanya atau suku bunga yang mencekik.
Pengertian riba secara teknis menurut para fuqaha adalah pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil baik dalam utang piutang
maupun jual beli. Batil dalam hal ini merupakan perbuatan ketidakadilan
(zalim) atau diam menerima ketidakadilan6. Pengambilan tambahan secara batil
akan menimbulkan kezaliman di antara para pelaku ekonomi. Dengan demikian
esensi pelarangan riba adalah penghapusan ketidakadilan dan penegakan
keadilan dalam perekonomian. Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti
tambahan (Az Ziyadah), berkembang (an nuuwuw), meningkat (al irtifa‟) dan
membesar (al uluw).
Menurut istilah riba berarti pengambilan tambahan dari pokok harta
secara bathil. Secara bathil maksudnya adalah pengambilan tambahan dari

4
Sumar’in, “ Konsep Kelembagaan Bank Syariah” .(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm.
21.
5
Kasmir, “Bunga dan lembaga Keuangan syariah”, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2012),
hlm. 114
Ummi Kalsum, “RIBA DAN BUNGA BANK DALAM ISLAM (Analisis Hukum dan
6

Dampaknya Terhadap Perekonomian Umat)”, Vol. 7 No. 2, Juli 2014 Jurnal Al-‘Adl , hlm 68
modal pokok itu tanpa disertai imbalan pengganti atau kompensasi yang dapat
dibenarkan oleh hukum syariah. Para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikan riba. Perbedaan ini lebih di pengaruhi pada penafsiran atas
pengalaman masing-masing ulama mengenai riba didalam konteks
kehidupannya. Menurut terminologi, riba artinya kelebihan pembayaran tanpa
ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari dua orang
melakukan transaksi, baik tambahan itu berasal dari dirinya sendiri, maupun
berasal dari luar berupa imbalan.
Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya
transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana kreditor
meminta tambahan dari modal asal kepada debitur. tidak dapat dinafikkan
bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang
yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam
takaran. Jadi, kesimpulan dari pendapat para ahli mengenai riba adalah
tambahan yang tidak dibenarkan atas modal yang dilakukan untuk mengambil
keuntungan secara bathil tanpa suatu usaha yang nyata7

3. Jenis-Jenis Riba Dan Hukumnya

Imam Hanafi mengatakan bahwa riba itu terbagi menjadi dua, yaitu riba
an-Nasaiah dan riba al-Fadl. Sedangkan Imam as-Syafi’i membaginya menjadi
tiga, yaitu riba al-Fad, riba an-Nasiah dan riba Yad. Adapun al-Mutawally
menambahkan jenis keempat, yaitu riba al-Qard. Semua jenis riba ini
diharamkan secara ijma’ berdasarkan nash al-Qur’an dan hadits Rasulullah.
Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat hutang piutang
yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al- Qur'an, dan riba jual beli
yang juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya dalam bertransaksi dalam as-
Sunnah8.

7
Ahmad Nurhidayat, “Perbandingan Konsep Riba Dan Bunga Bank Menurut Ibnu Qayyim
Al Jauziyyah Dan Fazlur Rahman”, ( Bengkulu : Skripsi tidak diterbitkan, 2019), hlm. 15
8
Wasilul Chair, “RIBA DALAM PERSPEKTIF...”, hlm. 107
1. Kata Nasi’ah berasal dari kata dasar (fi’il madhi) nasa’a yang bermakna
menunda, menangguhkan, menunggu atau merujuk pada tambahan waktu
yang diberikan kepada peminjam untuk membayar kembali pinjamannya
dengan memberikan tambahan atau nilai lebih. Dengan demikian, bisa
dikatakan bahwa riba nasi’ah sama atau identik dengan bunga atas
pinjaman. Riba nasi’ah merupakan riba yang timbul akibat utang piutang
yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko dan hasil
usaha muncul bersama biaya. Pada kenyataannya, riba jenis inilah yang
terkenal di zaman jahiliyah. Dalam praktiknya, salah seorang dari mereka
memberikan hartanya kepada orang lain sampai waktu tertentu dengan
syarat dia mengambil tambahan tertentu dalam setiap bulannya sedangkan
modalnya tetap dan jika telah jatuh tempo ia akan mengambil modalnya,
dan jika ia belum sanggup membayar, maka waktu dan bunganya akan
bertambah terus-menerus
2. Riba Fadhl ( riba penambahan) adalah : kelebihan dari hasil pertukarang
barang tertentu yang sejenis. Bentuk riba fadhl adalah seseorang menjual
sesuatu dengan sesuatu yang sejenis dengan suatu tambahan, seperti
menjual emas dengan emas, dirham dengan dirham, gandum dengan
gandum, dan sya’ir, jelai, padi-padian dengan sya’ir. Sebagaimana yang
dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW. Contoh riba fadhl : Seseorang
memiliki 10 gram perhiasan emas yang telah lama atau ia pakai emas 24
karat, dan ia menginginkan untuk menukarnya dengan perhiasan emas yang
baru atau emas 21 karat. Bila akad dilakukan dengan cara barter (tukar
menukar), maka ia harus menukarnya dengan perhiasan emas seberat 10
gram pula, tanpa harus membayar tambahan. Bila ia membayar tambahan,
atau menukarnya dengan perhiasan seberat 9 gram, maka ia telah terjatuh
dalam riba fadhl (riba perniagaan) dan itu haram hukumnya. 9

9
Muhammad Arifin bin Badri, MA. “Riba & Tinjauan Kritis Perbankan Syari’ah”,
Pustaka Darul Ilmi, (Bogor: 2009), hlm.2 .
3. Riba Jahilliyah adalah kelebihan yang terjadi dikarenakan utang yang
dibayar melebihi pokok utangnya, karena debitur terlambat membayar
sesuai dengan waktu yang telah disepakati.
4. Riba Qard yaitu: suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtarid}).
5. Riba Yad adalh kelebihan dalam transaksi yang terjadi akibat adanya
penundaan serah terima salah satu atau kedua barang yang ditransaksikan.
Transaksi dapat berupa tukar menukar ataupun jual beli.

4. Bunga = Riba?
Bunga bank adalah imbalan yang dibayarkan bank kepada nasabah yang
membeli atau menjual produknya. Namun, di dunia Muslim, banyak yang
mempertanyakan apakah suku bunga bank merupakan instrumen keuangan
halal atau tidaknya telah menjadi kontroversi sejak lama. Ada yang berpendapat
suku bunga bank sama dengan riba, namun ada pula yang berpendapat
sebaliknya. Para ahli berbeda pendapat dalam merumuskan apakah bunga
termasuk riba atau apakah sama dengan riba. Jika memang bunga adalah riba,
maka hukumnya haram. Sebaliknya, jika bunga bukan riba, maka hukumnya
mungkin mungkin mubah atau makruh bagi umat Islam. Mayoritas praktisi
perbankan konvensional berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba
bukanlah bunga, melainkan usuary, bunga yang berlipat ganda atau jumlahnya
terlalu besar. Sedangkan riba mengacu kepada bunga uang yang terlalu tinggi
pada pinjaman konsumtif.
Terdapat perbedaan dalam memandang hukum bunga. Pertama,
pendapat jumhur ulama berpendapat bahwa bunga bank tidak boleh (haram)
sementara, kedua, sebagian ulama diantaranya Abdullah Yusuf Ali dan
Muhammad Asad berpendapat bahwa bunga yang diharamkan adalah riba yang
berlipat ganda (tidak wajar), sementara bunga yang tidak berlipat ganda boleh,
termasuk dalam kategori ini bunga bank yang dipraktekkan pada saat ini 10 .

10
Ummi Kalsum, “RIBA DAN...”. hlm.67
Perbedaan pendapat ini dilatar belakangi adanya perbedaan penafsiran
mufassirin terhadap ayat-ayat tentang riba. Pengharaman riba dalam Islam
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan moral dan kemanusiaan sebab esensi
pelarangan riba adalah penghapusan segala bentuk praktik ekonomi yang
menimbulkan kezaliman dan ketidakadilan. Dan dampak bunga terhadap
perekomian akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
a. Bunga pada sistem ekonomi Konvensional.
Dalam sistem ekonomi konvensional, bunga diartikan sebagai harga
uang (price of capital) bisa disebut juga sebagai modal. Bunga adalah
sejumlah uang yang dibayarkan atau dibebankan atas penggunaan modal
yang telah di dapatkan oleh pihak peminjam. Jumlah uang beredar dan
permintaan yang tinggi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Oleh karena
itu, suku bunga berperilaku seperti harga di pasar komoditas.
b. Bunga dalam perspektif Islam
Dalam perspektif Islam, riba diartikan sebagai penambahan atau
pengurangan jumlah pokok pinjaman. Riba dilarang dalam Islam karena
dianggap merugikan peminjam. Namun terdapat perbedaan pendapat
mengenai apakah bunga bank termasuk riba atau tidak. Beberapa ulama
berpendapat bahwa bunga bank sama dengan riba karena bunga bank juga
ditambahkan pada modal pinjaman. Namun sebagian ulama juga ada yang
berpendapat bahwa bunga bank tidak sama dengan riba, karena bunga bank
merupakan imbalan atas penggunaan uang.

5. Hubungan Riba Dan Masalah Ekonomi (Efeknya Pada Pertumbuhan


Ekonomi)

Riba merupakan salah satu permasalahan ekonomi yang sering


disebutkan dalam konteks Islam. Riba diartikan sebagai menambah atau
mengurangi jumlah pokok pinjaman. Riba dilarang dalam Islam karena
dianggap merugikan para pihak peminjam. Riba dalam perspektif Islam telah
dianggap sebagai dosa besar. 11Riba dilarang karena dianggap merugikan pihak
peminjam. Selain daripada itu, Riba juga dipandang sebagai bentuk penindasan
terhadap pihak yang membutuhkan uang. Oleh karena itu, riba dianggap sebagai
masalah ekonomi yang serius dalam Islam. Riba ini tentu memiliki dampak
yang sangat besar terhadap perekonomian. Salah satu dampaknya adalah
menjadi penyebab distribusi sumber daya yang tidak merata. Hal ini terjadi
karena riba hanya memperkaya sebagian pihak, yaitu pihak yang memberi
pinjaman. Sementara pihak lain atau pihak peminjam tidak dapat menikmati
manfaat yang sama. Selain itu, pinjaman berbunga tinggi juga dapat
menyebabkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.

Solusi untuk memecahkan permasalahan riba, Islam telah menawarkan


solusi berupa sistem perekonomian yang berdasarkan hukum syariah. Sistem
ekonomi syariah didasarkan pada prinsip-prinsip Islam yang melarang riba dan
mengatur transaksi ekonomi agar adil dan merata. Selain itu, pemerintah juga
dapat mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak riba terhadap
perekonomian, seperti mengatur suku bunga dan mengembangkan lembaga
keuangan berdasarkan hukum syariah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian makalah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa riba
merupakan kegiatan eksploitasi dan tidak memakai konsep etika atau

11
Ibid, hlm.98
moralitas. Allah mengharamkan transaksi yang mengandung unsur ribawi,
hal ini disebabkan mendhalimi orang lain dan adanya unsur ketidakadilan
.Para ulama sepakat dan menyatakan dengan tegas tentang pelarangan riba,
dalam hal ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para
ulama'. Transaksi riba biasanya sering terjadi dan ditemui dalam transaksi
hutang piutang dan jual beli. Hutang piutang merupakan transaksi yang
rentan akan riba, di mana kreditor meminta tambahan kepada debitur atas
modal awal yang telah dipinjamkan sebelumnya.
Riba disamaartikan dengan rente yaitu pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara batil, karena sama-sama mengandung bunga
(interest) uang, maka hukumnya sama pula. Sejak pra-Islam riba telah
dikenal bahkan sering dilakukan dalam kegiatan perekonomian sehari-hari.
Pada masa Nabi Muhammad SAW riba mulai dilarang dengan turunnya
ayat-ayat al-Qur'an yang menyatakan larangan akan riba, ayat tersebut turun
sesuai dengan masa dan periode turunnya sayat sampai ada ayat yang
melarangnya secara tegas. Tetapi tidak hanya Islam saja yang melarang
pengambilan riba, tetapi aga,a-agama samawi juga melarang dan mengutuk
pra pelaku riba. Secara garis besar riba riba ada dua yaitu: riba akibat hutang
piutang dan riba akibat jual beli.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Riba dapat
timbul dalam pinjaman dan dapat pula timbul dalam perdagangan . Riba
dapat timbul dalam pinjaman terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena
pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl), dan
riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena
melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah). Hukum riba adalah haram karena
bersifat merugikan pihak yang lain. Jenis-jenis riba ada riba qardh, riba
jahiliyyah, riba fadhl, dan riba nasi’ah. Islam mengharamkan riba, karena
riba mengandung hal-hal yang sangat negatif bagi perseorangan maupun
masyarakat, yakni : Melenyapkan faedah hutang-piutang yang menjadi
tulang punggung gotong-royong atas kebajikan dan takwa, sangat
menghalangi kepentingan orang yang menderita dan miskin, menjadikan
pelakunya malas bekerja keras, menimbulkan sifat menjajah dari kaum
hartawan terhadap orang miskin.

B. Saran
Saran Adapun saran dari penulisa makalah ini adalah:
1. Memulai untuk meninggalkan praktek riba secara berangsur-angsur.
2. Sebaiknya harus lebih peka terhadap permasalahan riba dan bunga bank
yang terjadi disekitar, dan membentuk pola pikir baik secara benar mana
yang boleh (mubah) dan mana yang tidak diperbolehkan (haram).
3. Riba dan bunga bank tidak hanya terdapat pada bank konvensional saja,
melainkan juga terdapat pada usaha mikro, gadai, dan lain-lain. Untuk agar
kita harus cerdas dalam bertransaksi supaya terhindar dari hal-hal yang
bersifat syubhat.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhidayat, Ahmad. (2019) Perbandingan Konsep Riba dan Bunga Bank Menurut
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dan Faztur Rahman. Skripsi tidak diterbitkan.
Bengkulu : IAIN Bengkulu

ChairWasilul. (2014). Riba dalam Perspektif Islam dan Sejarah. Iqtishadia, 103.
Gedung Pusat Pengembangan Islam. (2014). Buku Pintar BMT Unit Simpan
Pinjam dan Grosir. Surabaya: Pinbuk Jawa Timur.

Kasmir. (2012). Bunga dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: PT. Raja
Grafindo.

KulsumUmmi. (2014). Riba dan Bunga Bank dalam Islam. Al'Adl , 68.

M. Arifin bin BadriMA. (2009). Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syariah.
Bogor: Pustaka Darul Ilmi.

Sumar'in. (2012). Konsep Kelembagaan Bank Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai