Anda di halaman 1dari 14

RIBA dan BUNGA BANK

MAKALAH

Disusun oleh :

Amalia Hendriyani 214110201155

Nawangsasi Kusuma Putri 214110201101

Mariza Lovitasari 214110201204

Ulfaul Jannah 214110201239

4 EKONOMI SYARIAH A
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN PROF. KH. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan nikmat nya setiap saat, sehingga kami masih bisa melaksanakan tanggung
jawab dan tugas makalah mata kuliah Etika dan Bisnis Islam dengan topik Riba dan
Bungan Bank dengan lancar tanpa halangan suatu apapun, dan saya ucapkan
terimakasih banyak kepada bapak Slamet Riyadi S.E, M.si selaku dosen pengampu
mata kuliah Etika dan Bisnis Islam serta semua pihak yang telah ikut berpartisipasi
didalam penyusunan makalah ini.

Semoga dari tema yang kami angkat ini bisa di fahami dan dapat menambah
wawasan dan pemahaman baru bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih terdapat kesalahan baik dari isinya ataupun struktur kepenulisannya, maka
dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang positif sebagai perbaikan
dikemudian hari.

Purwokerto, 29 April 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................. 3
BAB 1 ......................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................................................ 4
BAB II ......................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 5
A. RIBA ................................................................................................................................... 5
1.1. Pengertian Riba......................................................................................................... 5
1.2. Pandangan Ulama Tentang Riba ............................................................................... 6
1.3 Jenis Jenis Riba .......................................................................................................... 7
B. BUNGA BANK ..................................................................................................................... 8
1.1 Pengertian Bunga Bank ............................................................................................. 8
1.2 Pandangan ulama tenteng bunga bank .................................................................... 9
1.3 Konsep bunga bank dalam islam ........................................................................... 10
C. Kedudukan Etika Ekonomi Islam dalam Bunga Bank dan Riba ....................................... 11
BAB 3 ....................................................................................................................................... 13
PENUTUP ................................................................................................................................. 13
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 13
B. Saran ................................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 14

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dewasa ini Bank telah menjadi salah satu lembaga yang sangat berpengaruh
terhadap kehidupan dunia terutama di Indonesia. Dan hampir seluruh masyarakat
baik dari kalangan atas maupun bawah semua nya bergantung pada lembaga
keuangan ini. Karena Bank merupakan suatu jenis lembaga keuangan yang
melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberikan pinjaman, mengedarkan
mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat
penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan-perusahaan (A.
Abdurrachman , 2014 : 6). Namun di Indonesia dengan mayoritas masyarakat nya
yang beragama islam, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa semua
transaksi yang dilakukan melalui lembaga keuangan bank seperti menabung dan
Meminjam uang itu adalah Riba, karena hampir semua lembaga keuangan bank itu
menggunakan sistem Bunga Bank.
Bunga Bank memiliki dua arti yang di bedakan berdasarkan tujuan, jika
nasabah yang mengajukan pinjaman maka bunga bank merupakan sejumlah dana
tambahan yang harus dibayarkan bersama pokok pinjaman di awal yang ditujukan
sebagai imbalan jasa layanan yang diberikan oleh bank, Namun jika nasabah yang
melakukan simpanan / menyimpan uangnya di bank maka bunga bank merupakan
bunga / dana yang diberikan kepada nasabah yang menyimpan uangnya dibank.
Banyak ulama yang memperdebatkan hukum dari bunga bank ini. Tidak
sedikit ulama yang menganggap bahwa bunga bank itu haram karena mengandung
unsur riba, dimana islam sangat melarang umat nya untuk mendekati riba.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu riba dan bagaimana konsepnya ?
2. Apa itu Bungan Bank ?
3. Bagaimana kedudukan etika bisnis islam didalam riba dan bunga bank ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu riba dan bagaimana konsepnya
2. Mengetahui apa itu bunga bank
3. Mengetahui kedudukan etika bisnis islam didalam bunga bank dan riba

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. RIBA

1.1. Pengertian Riba


Secara bahasa Riba berarti ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secaralinguistik riba juga berarti “tumbuh” dan “membesar”. Sedangkan
menurut istilah teknis, Riba diartikan sebagai pengambilan “tambahan” dari
harta pokok atau modal secara batil. Menurut terminologi, riba artinya
kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagi
salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi, baik tambahan itu
berasal dari dirinya sendiri, maupun berasal dari luar berupa imbalan. Secara
redaksional, ulama mendefinisikan riba berbeda-beda, namun secara
substansinya sama, yaitu suatu kelebihan dengan tanpa suatu imbalan
(pengganti) yang disyaratkan oleh salah satu dari dua orang yang melakukan
transaksi (utang-piutang), atau dengan kata lain, riba dikenal sebagai kelebihan
keuntungan (harta) dari salah satu pihak terhadap pihak lain dalam transaksi
jual beli dan atau pertukaran barang yang sejenis dengan tanpa memberikan
imbalan terhadap kelebihan tersebut. (Firdaus, 2019)
Menurut fatwa MUI riba memiliki makna tambahan (ziyâdah) tanpa
imbalan yang terjadi karena penangguhan dalam pembayaran yang
diperjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut riba nasî‟ah”. Namun
secara umumnya pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli atau dalam
sistem pinjam meminjam yang bertentangan secara syariah islam itu dimaknai
dengan Riba. Sebagaimana firman Allah SWT, yang berbunyi :

‫اض ِّم ْى ُك ْم ۗ َو ََل تَ ْقتُلُ ْٰٓىا‬ ِ ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْهَ ٰا َمىُ ْىا ََل ت َأ ْ ُكلُ ْٰٓىا ا َ ْم َىالَ ُك ْم َب ْي َى ُك ْم ِب ْال َب‬
ٰٓ َّ ‫اط ِل ا‬
َ ‫َِل ا َ ْن ت َ ُك ْىنَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةً َع ْه ت ََز‬
‫ّٰللاَ َكانَ ِب ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ ‫س ُك ْم ۗ ا َِّن ه‬ َ ُ‫ا َ ْوف‬

Artinya :

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.

5
1.2. Pandangan Ulama Tentang Riba
Pandangan tentang riba, setidaknya menghasilkan dua cara pandang, yaitu :

a. Pandangan pragmatis
Menurut pandangan pragmatis, transaksi-transaksi yang berdasarkan
bunga dianggap sah selama tidak ada unsur yang belipat ganda, tetapi
menjadi terlarang secara hukum apabila jumlah yang ditambahkan pada
uang yang dipinjamkan itu luar biasa tinggi. Di Indonesia praktik seperti ini
banyak ditemukan dan dilakukan oleh para rentenir atau para lintah darat
(Achmad Saeful, 2021). Lebih lanjut pandangan pragmatis
mengemukakan, di dalam Hadits tidak terdapat bukti yang kuat, bahwa
yang dilarang oleh Islam adalah bunga menurut sistem keuangan modern.
Pembebanan bunga merupakan suatu kebutuhan untuk pembangunan
ekonomi negara-negara Muslim. Bunga yang dimaksudkan di sini adalah
bunga yang dipakai menggalakan tabungan dan mengerahkan modal untuk
membiayai investasi-investasi yang produktif. Bagi pandangan ini,
penghapusan bunga akan menghambat pembangunan ekonomi negara-
negara Muslim. Di lain pihak, kebijakan menghapuskan bunga dari sistem
keuangan akan sangat sulit untuk dilakukan. Karena, keberadaannya justu
untuk menggaji para pegawai-pegawai yang bekerja di dalamnya, termasuk
pegawai yang beragama Islam, seperti yang terjadi Indonesia. Menurut
Sjahdeini, para ahli hukum Islam yang mendukung diperkenankannya
bunga bank adalah Muhammad Abduh, Rashid Rida, Mahmud Shaltut,
Abdul Wahab Khallaf, dan Ibrahim Z. al-Badawi (Achmad Saeful, 2021).

2. Pandangan konservatif
Pandangan ini berpendapat bahwa riba harus diartikan sebagai bunga,
baik bersifat interest maupun usury. Menurut pendapat mereka, penafsiran
yang demikian itu didukung oleh al-Qur‟an maupun oleh Hadits. Setiap
pembayaran yang ada unsur penambahannya, sedikit ataupun banyak, maka
dikatakan riba. Menurut Umer Chapra, secara mutlak tidak terdapat
perbedaan di antara semua aliran hukum Islam bahwa riba adalah haram
dengan berbagai bentuknya. Sifat larangan itu tegas, mutlak, dan tidak
dapat ditafsirkan lagi. Pendapat ini didukung oleh para fuquha terdahulu,
seperti Abu Hanifah, Malik, Syafi‟i dan Ahmad Bin Hambal

6
1.3 Jenis Jenis Riba
a. Riba Fadl
Riba Fadl atau riba buyû‟, merupakan riba yang terjadi sebagai akibat
pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya
(mitslan bi mitslin), sama kuantitasnya (sawâ-an bi sawâ-in) dan sama
waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Bentuk pertukaran semisal ini
mengandung gharar, yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan nilai
masing-masing barang yang dipertukarkan.
Dalil larangannya :

َّ ‫ضتُ ِب ْال ِف‬


‫ض ِت َو ْسوًا ِب َى ْس ٍن ِمثْ ًًل ِب ِمثْ ٍل فَ َم ْه سَ ادَ أَ ْو ا ْست َشَ ادَ فَ ُه َى ِربًا‬ َّ ‫ب َو ْسوًا ِب َى ْس ٍن ِمثْ ًًل ِب ِمثْ ٍل َو ْال ِف‬
ِ ‫الذَّهَبُ ِبالذَّ َه‬

“Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak,


setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta
tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (H.r. Muslim dari Abû
Hurairah).

Riba al-Fadhl, merupaka riba yang melebihkan salah satu dari dua
barang yang diperjualbelikan (dibarter) hal tersebut haraam karena masuk
dalam kategori menutup jalan (sad al-zarî‟ah) yang menuju ke riba al-
Nasî‟ah. 17

b. Riba Nasî‟ah

Istilah nasî‟ah berarti menunda menangguhkan, atau menunggu, dan


mengacu pada waktu yang diberikan bagi pengutang untuk membayar
kembali utang dengan memberikan “tambahan”. Karena itu, riba nasî‟ah
mengacu kepada bunga dalam utang. Dalam arti inilah, istilah riba
dipergunakan dalam Q.s. al-Baqarah [2]: 275 “…dan Allah mengharamkan
riba”.

Riba Nasî‟ah atau ba‟i duyun, yaitu riba yang timbul akibat hutang
piutang yang tidak memenuhi kriteria “untung muncul bersama risiko” (al-
ghunmu bil ghunmi) dan “hasil usaha muncul bersama biaya” (al-kharaj bi
dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban
menanggung beban, karena hanya berjalannya waktu. Nasî‟ah adalah
penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribâwî yang

7
dipertukarkan dengan jenis barang ribâwî lainnya. Riba nasî‟ah muncul
karena adanya perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang
diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan kemudian.

Jenis riba ini yang bisa dilakukan oleh orang-orang jahiliyah, seperti
seseorang yang memberi tenggang pembayaran utang akan tetapi ia
menambah utang tersebut dan setiap kali ia mengakhirkan pembayaran
maka bertambah pulalah yang akan dibayar sehingga utang yang hanya
bernilai seratus bisa jadi mencapai ribuan.

c. Riba Qardli

Riba qardli adalah utang dengan syarat ada keuntungan bagi yang
memberi utang. Riba qardli sama dengan riba fadhl, hanya saja riba fadhl
kelebihannya terjadi ketika qardli berkaitan dengan waktu yang diundurkan.

d. Riba Yad

Riba yad adalah berpisah dari tempat akad sebelum timbang diterima.
Ibnu Qayyim mengatakan dilarang berpisah dalam perkara tukar menukar
sebelum ada timbang terima. Menurut Sulaiman Rasyid, dua orang yang
bertukar barang atau jual beli berpisah sebelum timbang diterima disebut
riba yad.

e. Riba Dain ( riba salam utang piutang )

Riba ini disebut juga riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang terjadi
pada jaman jahiliyah. Riba ini ada 2 (dua) bentuk, yaitu :

1. Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar


hutangnya atau tambah nominalnya dengan mundurnya tempo.
2. Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad.

B. BUNGA BANK

1.1 Pengertian Bunga Bank


Secara leksikal, bunga berasal dari kata interest. Secara istilah bunga
berarti interest is a charge for a financial loan, usually a percentage of the
amount loaned. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya

8
dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. (Firdaus, 2019).
Menurut Keynes, bunga adalah semacam hadiah yang diberikan oleh bank
kepada penabung karena telah mengorbankan kesempatan untuk menggunakan
uangnya saat itu, tingkat suku bunga tidak ada kaitannya dengan minat dan
jumlah tabungan karena jumlah tabungan akan ditentukan oleh penghasilan.
Secara sederhana bunga adalah balas jasa atas pemakaian dana dalam
perbankan disebut dengan bunga.

Dalam rangka balas jasa / bunga kepada kepada penyimpan (penabung),


maka bank akan meminjamkan dana dalam bentuk kredit kepada masyarakat
yang membutuhkan tambahan modal usaha (bukan modal awal)untuk
Investasi, Modal Kerja, maupun Perdagangan. Atas keuntungan usaha yang
diperoleh debitur dengan memakai/ mempergunakan kredit dari bank, maka
debitur menunjukkan tindakan yang terpuji dengan memberikan balas jasa /
bunga atas pemakaian dana tersebut kepada bank yang bersangkutan. Selisih
bunga yang diterima bank dari debitur dengan bunga yang dibayarkan kepada
penyimpan dana di Bank, itulah yang menjadi keuntungan Bank, inilah yang
dipergunakan membiayai operasional bank secara keseluruhan. Jadi dapat
diketahui bahwasannya bunga adalah sejumlah imbalan atau hadiah yang
diberikan oleh pihak bank atau lembaga keuangan non-syariah kepada nasabah
disebabkan telah menitipkan uangnya baik dengan cara tabungan atau yang
lainnya. (Firdaus, 2019).

1.2 Pandangan ulama tenteng bunga bank


Pandangan Ulama Tentang Bunga Bank Berkaitan dengan bunga bank
yang dianut oleh sistem perbankan secara garis beras melahirkan dua pendapat
yaitu ; pertama, menurut ijma ulama di kalangan semua mazhab fiqh bahwa
bunga dengan segala bentuknya termasuk kategori riba. dan kedua, pendapat
yang menyatakan bahwa bunga tidak termasuk kategori riba.
Di samping itu terdapat beberapa hal yang menjadi masalah
kontroversial seputar bunga bank yang terjadi di kalangan para tokoh Islam,
yaitu antara argumen yang membenarkan konsep bunga dan dikemas secara
ilmiah serta argumen yang membantah atau memberikan kritikan terhadap
teori-teori ilmiah yang membenarkan adanya bunga (Nurhayati), diantaranya :

9
1. pada persoalan tingkat bunga. Pada tingkat yang wajar bunga masih
dibolehkan. Namun, tingkat bunga yang wajar sangat subjektif tergantung
pada waktu, tempat, jenis usaha dan usaha.
2. adanya pembenaran unsur bunga dengan cara apa pun sebagai kompensasi
atas terjadinya inflasi. Namun argumen ini lemah ketika ada suku bunga
yang lebih tinggi dari inflasi yang diperkirakan atau tingkat inflasi dapat
mencapai nol atau negatif (deflasi). Justru keberadaan bunga memicu
penyebab terjadinya inflasi. Jika alasan untuk menjaga nilai uang yang
terkikis oleh inflasi, maka kompensasinya tidak mesti dengan bunga tetapi
dengan instrumen lain.
3. konsep yang memandang bunga sebagai sewa dari uang. Pendapat ini
ditentang kebanyakan pakar ekonom muslim. Sebab menurut mereka istilah
sewa untuk uang tidak relevan, karena sewa digunakan hanya untuk benda
yang diambil manfaatnya tanpa kehilangan hak kepemilikannya. Sedangkan
pada kasus meminjamkan uang manfaat diperoleh tetapi kepemilikan
terhadap uang hilang.
4. pembenaran bunga atas dasar darurah (dire necessity). Salah satu unsur
penting dalam perekonomian adalah bank, yang di dalamnya terkandung
sistem bunga. Bunga bank (interest) yang dianggap sama dengan riba akan
sulit untuk dihentikan, karena jika bank dilarang akan menimbulkan
kemacetan ekonomi. Kondisi semacam ini adalah darurat, yaitu
membolehkan yang dilarang atas dasar darurat, sehingga tercipta suatu
sistem yang tidak menimbulkan kemacetan ekonomi.36 Namun konsep ini
harus melihat kondisi riilnya, apakah termasuk kategori darurat (dire
necessity) dan kebutuhan (need) (Nurhayati).

1.3 Konsep bunga bank dalam islam


Bunga merupakan tanggungan pada pinjaman uang, yang biasanya
dinyatakan dengan persentase dari uang yang dipinjamkan. Kemudian apakah
bunga termasuk riba, ada dua pendapat; pertama, menurut ijma ulama di
kalangan semua mazhab fiqh bahwa bunga dengan segala bentuknya termasuk
kategori riba. Dan kedua, pendapat yang menyatakan bahwa bunga tidak
termasuk kategori riba. Di era modern, bank hadir menjadi pusat penggerak
perekonomian manusia secara global. Banyak sekali persoalan muncul terkait

10
sistem bank dan mengerucut terutama pada hukum bunga bank dalam Islam.
Ada berbagai pendapat mengenai bunga bank, ada yang berpendapat bahwa
bunga bank itu diperbolehkan pada persoalan tingkat bunga, pada tingkat yang
wajar maka bunga dibolehkan. Dalam tafsir al-Manar, Abduh (dalam
Nasution, 1996) dan di dalam fatwa-fatwanya, sebagaimana dicatat
„Ammarah, menyebutkan bahwa Muhammad Abduh membolehkan
menyimpan uang di bank dan juga boleh mengambil bunga simpanannya,
dengan kata lain ia mehalalkan bunga bank. Hal ini menurutnya, didasarkan
pada maslahah-mursalah (kesejahteraan).
Larangan riba menurut Muhammad Abduh adalah untuk menghindari
adanya unsur eksploitasi dan menghindari memakan harta orang lain secara
batil (al-Baqarah : 188) (Salam, 2013). Namun tingkat bunga wajar sangat
subjektif tergantung pada waktu, tempat, jangka waktu, jenis usaha dan skala
usaha (Kalsum, 2014). Aspek ini juga terdapat pada ayat pelarangan riba tahap
ketiga yang terdapat pada Q.S. Ali Imran [3]: 130 merupakan ayat pertama
yang menyatakan secara tegas terhadap pengharaman riba bagi orang Islam.

C. Kedudukan Etika Ekonomi Islam dalam Bunga Bank dan Riba

Adapun kedudukan etika terhadap praktik bunga bank, didasarkan kepada dua
pandangan terhadap kedudukan bunga bank termasuk dalam kategori riba atau
tidak. Artinya, bagi masyarakat yang melakukan kegiatan bisnis harus memahami
dua konsep pandangan ulama terkait kedudukan status hukum bunga bank. Bagi
masyarakat yang sepandangan dengan pendapat ulama bahwa kedudukan bunga
bank sama dengan konsep riba.

Maka etika bisnis yang perlu diperhatikan adalah menghindari sesuatu yang
berkaitan dengan praktik riba dan bunga bank. Artinya, ketika masyarakat
melakukan bisnis sejauh mungkin tidak berhubungan dengan perilaku dan institusi
yang berkaitan dengan riba dan bunga bank. Misalnya, melakukan transaksi sesuai
dengan etika dan prinsip ekonomi Islam atau melakukan transaksi melalui lembaga
keuangan syariah sebagai sebuah alternatif lembaga intermeditasi yang terhindar
dari praktik riba dan bunga bank. Adapun apabila melakukan transaksi dengan
bank yang menerapkan konsep bunga, maka transaksi yang dilakukan didasarkan
kepada adanya darurah li al-hajjah.

11
Sedangkan bagi masyarakat yang sepandangan dengan pendapat ulama bahwa
bunga bank tidak termasuk dalam indikator riba. Maka etika bisnis yang perlu
diperhatikan adalah tetap menghindari sesuatu yang berkitan dengan konsep riba
dan melaksanakan etika bisnis yang menggunakan sistem bunga dengan indikator
yang penambahannya tidak berlipat ganda serta tidak adanya unsur kedzaliman
yang mengeksploitasi salah satu pihak.

Selain itu juga, karena suku bunga berkaitan dengan sebuah lembaga yang
sistem operasionalnya dilindungi payung hukum. Maka penerapannya harus diatur
sedemikian rupa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Artinya, lembaga
keuangan, baik bank maupun non-bank yang melakukan sistem bunga sebagai cara
untuk mendapatkan keuntungan. Kedudukan suku bunga yang ditetapkan harus
diatur berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan beserta izin
operasioalnya. Artinya, lembaga tersebut legal secara tata hukum nasional.

12
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bunga Bank merupakan dana atau penambahan yang diberikan/diterima oleh
nasabah kepada bank karrena telah menggunakan jasa bank. Di Indonesia dengan
mayoritas masyarakat nya yang menganut agama islam terdapat pendapat yang
mengharam kan umat nya untuk mendekati bunga bank, karena bunga bank
dianggap mengandung unsur riba. Namun para ulama memberikan pendapat yang
berbeda-beda mengenai bunga bank ini dan ada yang memperbolehkan nya dengan
disertai argument-argumen nya masing-masing. Di dalam etika bisnis islam,
kedudukan bunga bank disamakan dengan konsep riba. Artinya didalam berbisnis
seorang muslim harus menghindari segala sesuatu yang berbau riba, dan apabila
akan melakukan transaksi dengan bank maka konsep transaksi yang dilakukan
harus didasarkan kepada adanya darurah li al-hajjah

B. Saran
Demikianlah makalah yang telah kami susun, semoga dapat bermanfaat dan
dapat menambah wawasan bagi pembaca. Dan kami menyadari bahwa terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan baik dari isi maupun struktur kepenulisan
didalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Rodiah Nur, Efa,. (2015) Riba Dan Gharar : Suatu Tinjauan Hukum Dan Etika
Dalam Transaksi Hukum Modern, Vol. Xii, No. 3. Jurnal Al-„Adalah

LABATILA. 2019. Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, hlm 81–95.


https://ejournal.iainu-kebumen.ac.id/index.php/lab/article/view/233

AL-IQTISHOD: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam, Vol. 10/ No. 1
Januari 2022 hlm 6 - 11. https://doi.org/10.37812/aliqtishod

Achmad Saeful, S. (2021). Riba Dan Bunga Bank Dalam Perspektif Islam. Jurnal
Madani Syariah, 46-50.
Annisa Eka Rahayu, N. N. (n.d.). Telaah Kritis Pemikiran Abdul Mannan Tentang
Riba Dan Bunga Bank. Jurnal Pemikiran dan Pengembangan Perbankan
Syariah.
Firdaus, R. (2019). Perbedaan Pandangan Fuqaha Ihwal Bunga Bank dan Riba. Jurnal
Ekonomika Syariah, 49-51.
Kalsum, U. (2014). Riba Dan Bunga Bank Dalam Islam. Jurnal Al-Adl.

14

Anda mungkin juga menyukai