RIBA
Disusun oleh :
Kelompok 3
Dosen Pengampu :
Segala puji hanyalah milik Allah SWT, atas limpahan berkah dan
karunianya yang mengalir tiada terkira, shalawat dan keselamatan semoga
senantiasa dicurahkan Allah, SWT untuk Nabi Muhammad SAW, atas
pengorbanan beliau yang sangat besar dalam memperjuangkan Islam.
Penulis,
Kelompok 3
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Riba?
2. Apa Dasar Hukum Keharaman Riba?
3. Apa Macam – Macam Riba dan contohnya?
4. Apa Bahaya Riba?
5. Apa saja Dalil-Dalil Tentang Riba?
6. Riba dan bunga bank?
7. Bagaimana Pendapat Para Ulama / Ahli Mengenai Riba?
1
C. Tujuan
1. Mengetahui Apa Pengertian Riba
2. Mengetahui Apa Dasar Hukum Keharaman Riba
3. Mengetahui Apa Macam – Macam Riba dan contohnya
4. Mengetahui Apa Bahaya Riba
5. Mengetahui Apa saja Dalil-Dalil Tentang Riba
6. Mengetahui Riba dan bunga bank
7. Mengetahui Bagaimana Pendapat Para Ulama / Ahli Mengenai Riba
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Riba
Riba menurut etimologi adalah kelebihan atau tambahan, menutur
etimologi, riba artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan,
yang disyaratkan bagis salah seorang dari dua orang yang melakukan
transaksi Misalnya, Si A memberi pinjaman kepada si B dengan syarat si B
harus mengembalikan uang pokok pinjaman dan sekian persen tambahnya.
B. Dasar Hukum Keharaman Riba
Sebagai dasar riba dapat diperhatikan Firman Allah SWT, sebagai
berikut :
“Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”. (Al- Baqarah :2 75)
1
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo Bandung.
2003.hal. 76
2
Ibid. hal. 290
3
2. Riba Qardhi, yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang
piutang atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga)
dari orang yang meminjam atau yang berhutang. Misalnya,
seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp. 1.000.000,- (satu
juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta
Tiga ratus ribu rupiah)Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat
dikategorikan menjadi riba.
3. Riba Nasi‟ah, ialah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang
mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas
penangguhan (penundaan) pembayaran utangnya. Misalnya si A
meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B dengan perjanjian
waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A
belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi
memberi tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka
waktunya. Contoh lain, si B menawarkan kepada si A untuk
membayar utangnya sekarang atau minta ditunda dengan
memberikan tambahan.
4. Riba Yad, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli
sebelum serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya,
seseorang membeli satu kuintal beras. Setelah dibayar, sipenjual
langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung belum ditimbang
apakah cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya.
D. Bahaya Riba
Bahaya Riba dan orang yang terlibat didalamnya adapun bahaya Riba
yang pertama dapat membawa kemudharatan pada orang yang berkecimpung
didalamnya. Karena di dalam riba lebih banyak kemudharatan dari pada
kemudahan, dan Riba merupakan perbuatan yang zalim hal ini berdasarkan
firman Allah surat An-Nisa‟ ayat 160.
Kemudian berdasarkan firman Allah surat Ar-Rum ayat 39, segala
sesuatu yang dihasilkan oleh Riba, maka hal tersebut tidak akan diberkati
oleh Allah. Sesungguhnya harta Riba itu berkurang di mata Allah
4
walaupun bertambah secara lahir. Dan menurut ayat yang sama sedekah
dan infak adalah salah satu jalan yang diberkati oleh Allah untuk
menginfestasikan harta, sehingga harta itu bertambah disisi Allah.
Selain itu orang yang berkecimpung didalam Riba akan mengalami
kegelisahan yang sangat amat berat (seperti orang yang kemasukan
setan), karena mereka selalu berfikir dan teringat akan hutang-hutang
yang melilit mereka. Hal ini sejalan dengan firman Allah surat Al-
Baqarah ayat 275.
Dan orang yang berkecimpung didalam Riba akan kehilangan harta,
karena mereka menginfestasikan harta di tempat yang salah dan dengan
cara yang salah.
Artinya :
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia
bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah
pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang
kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang
berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan
(pahalanya).” (QS. Ar-Ruum: 39)
5
6
Dalam transaksi simpan pinjam dana, secara konvensional pihak
pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya
suatu penyeimbang yang diterima oleh pihak peminjam kecuali kesempatan
dan waktu yang berjalan selama proses peminjaman tersebut. Secara
ekonomi, bunga dapat dijelaskan sebagai suatu tambahan yang digolongkan
sebagai riba. Perhatikan kasus dibawah ini :
Kasus :
Pada tanggal 1 Mei 2016, Sandi membuka deposito sebesar Rp 10.000.000,
jangka waktu satu bulan, dengan tingkat bunga 9% p.a. berapa bunga yang
diperoleh pada saat jatuh tempo ?
Rumus :
Bunga harian = pokok dana x hari dalam sebulan x bunga / hari satu tahun
Jawab :
Bunga yang diperoleh Sandi adalah :
Rp 10.000.000 x 31 hari x 9% / 365 hari = Rp. 76.438
Dari kasus di atas, jelas bahwa uang Sandi sebesar Rp 10.000.000 yang
didepositokan di bank dapat dipastikan akan mendapatkan bunga sebesar Rp
76.438, padahal uang sebesar Rp 10.000.000 tersebut bisa jadi mendapatkan
hasil di atas atau di bawah Rp 76.438. jika hasil pemanfaatan uang sebesar
Rp 10.000.000 mendapatkan hasil sebesar Rp 2.000.000, maka pemilik dana
hanya mendapatkan bunga sebesar Rp 76.438. Sedangkan jika hasil
pemanfaatan dana sebesar Rp 10.000.000 memperoleh hasil sebesar
Rp50.000, maka pemilik dana juga mendapatkan bunga sebesar Rp. 76.438.
dengan demikian, jika hasilnya di atas bunga yang diberikan berarti
pemanfaat dana telah men-dholim-I pemilik dana. Namun, jika hasil yang
diperoleh lebih kecil dari bunga yang diberikan, berarti pemanfaat dana telah
di-dholim-i.3
3
Muhammad, Op.cit., Hal: 150-151
7
G. Pendapat Para Ulama / Ahli Mengenai Riba
Riba sebagai topik yang masih diperdebatkan tentang kaitannya dengan
bunga menarik beberapa ahli ekonom muslim dunia dalam memberikan
pandangannya mengenai riba, diantaranya adalah:
1. Muhammad Asad
Mufassir modern ini berpendapat: “ Garis besarnya, kekejian riba terkait
dengan keuntungan yang diperoleh melalui pinjaman-pinjaman berbunga
yang mengandung unsur eksploitasi atas orang-orang yang berekonomi
lemah oleh orang-orang yang kuat yang berekonomi kaya.”4
2. Yusuf Qaradhawi ( ulama besar masa kini asal Timur Tengah)
Beliau berpandangan bahwa bunga yang berlaku saat ini adalah riba
yang diharamkan Islam. Banyak dampak buruk bunga dari lembaga
keuangan yang dukuasai oleh kaum Nasrani dan Yahudi. Beliau juga
tidak menyepakati bahwa bunga yang termasuk riba adalah bunga yang
tinggi dan berlipat ganda. Teori Islam menegaskan bahwa uang tidak dapat
melahirkan uang, namun bekerjalah yang dapat melahirkan uang.5
3. Ja‟far Ash Shidiq dari kalangan Syiah
Ja‟far Ash Shidiq berkata ketika ditanya mengapa Allah
mengharamkan riba?Supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan.
Karena ketika diperkenankan untuk mengambil bunga atas pinjaman,
maka seseorang tidak berbuat lalim lagi atas transaksi pinjam-meminjam
dan sejenisnya.Padahal qard (transaksi pinjam meminjam) bertujuan untuk
menjalin hubungan yang erat dan kebajikan antar manusia.
4. Dr. Muhammad Darraz
Menegaskan bahwa riba itu haram dalam segala bentuknya, baik
secara moral maupun psikologis riba sangat merusak.
5. Ahmad Mustafa Az-Zarqa, guru besar hukum islam dan hukum perdata
Universitas Syiri‟a .
4
Muhammad Ghafur, Memahami Bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia,(Yogyakarta: Biruni
press, 2008).hal. 104
5
. Ibid., hal. 108
8
Berpandangan bahwa sistem perbankan yang kita terima saat ini
merupakan realitas yang tidak dapat dihindari, oleh karena itu umat Islam
boleh bermuamalat dengan bank konvensional atas pertimbangan dalam
keadaan darurat dan bersifat sementara.
6. Fazlur Rahman
Berpandangan bahwa pengharaman riba lebih tertuju pada aspek
moralitasnya daripada bentuk legal riba. Meskipun terdapat ziyadah atau
tambahan atas pokok pinjaman, namun apabila tidak mengandung unsur
kezaliman itu bukan dinamakan riba.
7. Muhammad Abduh, pernah menjabat Mufti Besar Mesir
Berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah bentuk riba yang
dipraktikkan pada masa Arab pra-islam, atau disebut riba Jahiliyah. Riba
ini terjadi apabila peminjam tidak dapat melunasi utangnya pada saat jatuh
tempo, maka pemberi pinjaman memberi tambahan “beban” atas
keterlambatan pelunasan tersebut. Ringkasnya beliau berpendapat bahwa
penambahan bunga (bunga) yang pertama dalam suatu utang tertentu
adalah halal, tetapi jika pada saat jatuh tempo dibebankan imbalan lagi,
maka tambahan yang kedua ini diharamkan.6
8. Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi dan
Ketua Lembaga Riset dan Fatwa)
Menjelaskan haramnya riba dan bahayanya terhadap pribadi dan
umat. Dan yang bermuamalah dengannya, saling memberinya telah
terjerumus ke dalam perbuatan dosa besar dan termasuk memerangi Allah
dan Rasulnya.
9. Muhammad Shahrur (Pemikir Muslim Syiria)
Beliau berpendapat bahwa kegiatan jual beli dengan menarik
keuntungan dari orang-orang yang tidak berhak menerima sedekah
diperblehkan selama tidak melebihi pokok utang aslinya. Namun
pemungutan tambahan bunga atau riba atas orang yang berhak menerima
6
Muhammad Ghafur, Memahami Bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia,(Yogyakarta, Biruni
press:2008). hal. 105
9
sedekah adalah haram dan dilarang agama. Prinsipnya, selama bunga tidak
berlipat ganda lebih dari 100 %per tahun, seperti praktik perbankan saat
ini adalah halal.
10. Syekh AL-Azhar Sayyid Muhammad Thanthawi (Mufti Mesir yang
pernah menjabat Pimpinan Tertinggi Al-Azhar)
Beliau cenderung membolehkan bank konvensional misalnya
deposito dan berbagai bentuk produk lainnya walau dengan penentuan
harga terlebih dahulu. Menurutnya penentuan tersebut dapat menghalangi
adanya perselisihan atau penipuan dikemudian hari dan juga karena
penentuan bunga dilakukan setelah perhitungan yang teliti dan terlaksana
antara nasabah dengan bank atas dasar kerelaan.7
7
Muhammad Ghafur, Memahami Bunga dan Riba Ala Muslim Indonesia, (Yogyakarta:Biruni
press, 2008), hlm.108
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Riba adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar
suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau
dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua
barang.
Jenis Riba
Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan
tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan
Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan
atau tambahan dari orang yang meminjami
Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak
sejenis atau jual-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual
dengan dilambatkan
11
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo
Bandung
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo
12