Anda di halaman 1dari 21

AYAT DAN HADIST TENTANG RIBA

MAKALAH

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits
Ekonomi
Dosen Pengampu : Dr. Masruchin, M.A

Oleh :

Khavid Normasyhuri NPM. 1986010210


Sherly Yulina Sari NPM. 1986010206

Program Study : Ekonomi Syari’ah

PROGRAM PASCASARJANA (PPs)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1441 H / 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah berkaitan Studi Al-
Qur’an dan Hadits Ekonomi dengan Riba tepat pada waktu yang telah
ditentukan.yang akan digunakan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi
Al-Qur’an dan Hadist Ekonomi yang diampu oleh Bapak Dr. Masruchin, M.A
Makalah ini merupakan hasil dari tugas kelompok bagi para mahasiswa, untuk
belajar dan mempelajari lebih lanjut tentang Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
menumbuhkan proses belajar mandiri kepada mahasiswa, agar kreativitas dan
penguasaan materi kuliah dapat optimal sesuai dengan yang diharapkan.Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui
tentang berbagai Riba.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja
yang membutuhkannya.Namun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, segala
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk masa yang akan
datang

Bandar Lampung,25 November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.......................................................................4


B. Rumusan Masalah.................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba ....................................................................................5


B. Macam-macam Riba ........................................................................... 6
C. Larangan Riba Dalam Al-Qur’an.......................................................... 8
D. Studi kasus dan Analisis Tentang Riba ............................................... 10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................13
B. Saran..................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Riba merupakan pendapatan yang di peroleh secara tidak adil. Riba telah

berkembang sejak zaman jahiliyah hingga sekarang ini. Sejak itu banyaknya

masalah-masalah ekonomi yang terjadi di masyarakat dan telah menjadi tradisi

bangsa arab terhadap jual beli maupun pinjam-meminjam barang dan jasa.

Sehingga sudah mendarah daging, bangsa arab memberikan pinjaman kepada

seseorang dan memungut biaya jauh di atas dari pinjaman awal yang di berikan

kepada peminjam akibatnya banyaknya orang lupa akan larangan riba.

Sejak datangnya Islam di masa Rasullullah saw. Islam telah melarang

adanya riba. Karena sudah mendarah daging, Allah SWT melarang riba secara

bertahap. Allah SWT melaknat hamba-hambanya bagi yang melakukan

perbuatan riba. Perlu adanya pemahaman yang luas, agar tidak terjerumus

dalam Riba. Karena  Riba menyebabkan tidak terwujudnya kesejahteraan

masyarakat secara menyeluruh.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian riba

2. Apa saja macam-macam riba

3. Landasan hukum tentang riba

4. Kasus dan analisi tentang riba

C. Maksud dan Tujuan


1.    Untuk mengetahui pengertian riba

2.    Dapat mengetahui macam-macam riba

3.    Dapat memahami larangan-larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an

4.    Mengetahui kasus dan menganalisis kasus riba

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Riba
Pengertian riba secara etimologi berasal dari bahasa arab yaitu dari kata

ryarbu rabwan yaitu az-ziyadah ( tambahan ) atau al-fadl ( kelebihan ).

Sedangkan menurut istilah teknis, riba adalah pengambilan tambahan dari harta

pokok atau modal secara batil. Riba adalah memakan harta orang lain tanpa

jerih payah dan kemungkinan mendapat resiko, mendapatkan harta bukan

sebagai imbalan kerja atau jasa, menjilat kaum-kaum kaya dengan

mengorbankan orang miskin.1Secara linguistic, riba berarti tumbuh dan

membesar. Adapun menurut teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari dari

harta pokok atau modal secara batil. Abu hanafi mendefinisikan riba sebagai

melebihkan harta dalam suatu transaksi tanpa pengganti atau imbalan. 2

Menurut ensiklopedia Islam Indonesia, Ar-riba makna asalnya adalah

tambah, tumbuh, dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba

adalah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak

dibenarkan syara’, apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun banyak,

seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur’an.3

Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat

pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok,


1
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada) hal 133
2
M. Nur Rianto Al arif, Pengantar Ekonomi Syariah, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2015), hal
149
3
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hal 25
yang dibebankan kepada peminjam.Dalam Islam, memungut riba atau

mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram.

Para ulama fiqh membicarakan riba dalam fiqh muamalat. Untuk

menjelaskan riba dan hukumnya , para ulama membuat rumusan riba dan dari

rumusan itu kegiatan ekonomi diidentifikasikan, dapat dimasukkan kedalam

kategori riba atau tidak. Dalam menetapkan hukum, para ulama biasanya

mengambil langkah yang dalam usul fiqh dikenal ta’lil (mencari illat).4

Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba adalah akad yang

terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut

aturan syara’ atau terlambat salah satunya.

Syaik Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang di maksud dengan

riba adalah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang

memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uang), karena

pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah

ditentukan.5Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula

timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba

karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl),

dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena

melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah). 6

4
.muh.Zuhri,Riba Dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan (sebuah tilikan antisipatif),
(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1997), hal 1
5
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Jaya Grafindo Persada,2002) hal 47
6
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers,2011) hal 13
B. Macam-Macam Riba
Menurut para fiqih, riba dapat dibagi menjadi 4 macam bagian, yaitu

sebagai berikut :

1. Riba Fadhl, yaitu jual beli yang mengandung unsure riba pada barang

sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut. Oleh karena

itu, juka melaksanakan akad jual beli antarbarang yang sejenis, tidak boleh

dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsure riba. Contohnya: menjual

beras 10kg dengan 11kg beras, yang dimaksud lebih ialah dalam

timbangannya pada barang yang ditimbang: takaran pada barangyang

ditakar; ukuran pada barang yang diukur, dan jumlah barangnya pada uang

yang dipertukarkan dan sebagainya.7 Dalil pelarangannya adalah hadits yang

dituturkan oleh Imam Muslim.

ِ ‫ض ِة َو ْالبُرُّ بِ ْالبُ ِّر َوال َّش ِعي ُر بِال َّش ِع‬


‫التَّ ْم ِر‬LLِ‫ ُر ب‬L‫ير َوالتَّ ْم‬ َّ ِ‫ضةُ بِ ْالف‬
َّ ِ‫ب َو ْالف‬ ِ َ‫ال َّذهَبُ بِال َّذه‬
ُ ‫ن‬L‫ص‬
‫َاف‬ ْ َ ‫ ِذ ِه اأْل‬Lَ‫ت ه‬ ْ ‫إ ِ َذا‬Lَ‫ ٍد ف‬Lَ‫دًا بِي‬Lَ‫ َوا ٍء ي‬L‫ َوا ًء بِ َس‬L‫ ٍل َس‬L‫ح ِم ْثاًل بِ ِم ْث‬
ْ َ‫اختَلَف‬ ِ ‫ال ِم ْل‬L
ْ ِ‫َو ْال ِم ْل ُح ب‬
‫فَبِيعُوا َك ْيفَ ِش ْئتُ ْم إِ َذا َكانَ يَدًا بِيَ ٍد‬

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir
dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal, setara,
dan kontan. Apabila jenisnya berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan
dengan kontan”.(HR Muslim dari Ubadah bin Shamit ra).

‫ ٍل‬L ‫ض ِة َو ْزنًا بِ َو ْز ٍن ِم ْثاًل بِ ِم ْث‬


َّ ِ‫ضةُ بِ ْالف‬
َّ ِ‫ب َو ْزنًا بِ َو ْز ٍن ِم ْثاًل بِ ِم ْث ٍل َو ْالف‬ِ َ‫ال َّذهَبُ بِال َّذه‬
‫فَ َم ْن زَا َد أَوْ ا ْستَزَا َد فَه َُو ِربًا‬

“Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang
dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka
(tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).

7
Rachmat syafei, Fiqh Muamalah,(Bandung:CV Pustaka Setia, 2001), h 262-263
2. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum ditimbang dan diterima,

maksudnya : orang yang membeli suatu barang, kemudian sebelum ia

menerima barang tersebut dari si penjual, pembeli menjualnya kepada orang

lain. Jual beli seperti itu tidak boleh, sebab jual beli masih dalam ikatan

dengan pihak pertama.8 Larangan riba yadd ditetapkan berdasarkan hadits-

hadits berikut ini;

‫التَّ ْم ِر‬LLِ‫ب ِربًا إِاَّل هَا َء َوهَا َء َو ْالبُرُّ بِ ْالبُرِّ ِربًا إِاَّل هَا َء َوهَا َء َوالتَّ ْم ُر ب‬ َّ ِ‫الذهَبُ ب‬
ِ َ‫الذه‬ َّ
‫ير ِربًا إِاَّل هَا َء َوهَا َء‬ ِ ‫ِربًا إِاَّل هَا َء َوهَا َء َوال َّش ِعي ُر بِال َّش ِع‬
“Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan
gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba
kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali
dengan dibayarkan kontan (HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab)

ْ Lِ‫رُّ ب‬LLُ‫ا َء َو ْالب‬LLَ‫ا َء َوه‬LLَ‫ا إِاَّل ه‬LLً‫ب ِرب‬


َّ ‫ا َء َو‬LLَ‫ا َء َوه‬LLَ‫ا إِاَّل ه‬LLً‫البُرِّ ِرب‬L
‫ ِعي ُر‬L‫الش‬ ُ ‫ْال َو ِر‬
ِ َ‫ َّذه‬L‫ق بِال‬
‫ر ِربًا إِاَّل هَا َء َوهَا َء‬Lِ ‫ير ِربًا إِاَّل هَا َء َوهَا َء َوالتَّ ْم ُ ِرالتَّ ْم‬ِ ‫بِال َّش ِع‬
“Perak dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan; gandum dengan
gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan kismis dengan kismis riba,
kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan
dibayarkan kontan“. (Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz IV, hal. 13)

3. Riba Qardh,  yaitu suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang

diisyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). Riba semacam ini

dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia
berkata, ““Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa
8
Muh.Zuhri, Riba Dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan; hal 1775-777
dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku:
‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana praktek riba
telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada seseorang
lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput kering, gandum atau
makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut
adalah riba”. (HR. Imam Bukhari)

Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan

hadiah kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika

si peminjam menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini

lebih dilarang lagi. Contoh : Ahmad meminjam uang sebesar Rp. 25.000

kepada Adi. Adi mengharuskan dan mensyaratkan agar Ahmad

mengembalikan hutangnya kepada Adi sebesar Rp. 30.000 maka tambahan

Rp. 5.000 adalah riba Qardh.9

4. Riba Nasi’ah  yaitu adanya penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis

barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang ribawi lainnya. Riba ini

muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang

diserahkan kemudian. Contohnya: Diana membeli dan mengambil ema

seberat 4gr pada bulan in, akan tetapi uangnya diserahkan pada bulan depan.

Hal ini termasuk kedalam riba nasi’ah, hal ini karena harga emas pada bulan

ini belum tentu dan pada umumnya akan berubah pada bulan depan. 10

Adapun dalil pelarangannya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim:

‫الرِّ بَا فِ ْي النَّ ِسيْئ‬


9
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 92-93
10
Muhammad Syai’i Antonio, Bank Syariah dan Teori Ke Praktik,(Jakarta: Gema Insani, 2009), hal 80
”Riba itu dalam nasi’ah”.(HR Muslim dari Ibnu Abbas)

Ibnu Abbas berkata: Usamah bin Zaid telah menyampaikan kepadaku bahwa

Rasulullah saw bersabda:

‫آالَ إِنَّ َما ال ِّربَا فِ ْي النَّ ِس ْيئَ ِة‬

“Ingatlah, sesungguhnya riba itu dalam nasi’ah”. (HR Muslim).

C. Larangan-Larangan Riba dalam Al Qur’an


Adapun  dalil yang terkait dengan perbuatan riba, berdasarkan Al-Qur’an

dan Al-Hadits. Di antara ayat tentang riba adalah sebagai berikut:

        


    
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat gandadan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.(QS Ali-Imran:130)

yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama

bahwa riba nasi'ah itu selamanya Haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba

itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran lebih yang

disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah penukaran suatu

barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena

orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas

dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang dimaksud dalam
ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat

Arab zaman Jahiliyah..11

         


         
          
           
         
           
      
          
         
         
          
  

Artinya: (275). Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gilakeadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya.(276.) Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (277). Sesungguhnya
orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat
dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati. (278). Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman.(279). Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah
dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS Al-Baqarah 275-279)

11
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 1 Juz I-II-III (Lentera Abadi:Jakarta
Cetakan 2010)
Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah pembayaran

lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah

penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak

jumlahnya Karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti

penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. riba yang

dimaksud dalam ayat Ini riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi

dalam masyarakat Arab zaman Jahiliyah.Maksudnya: orang yang mengambil

riba tidak tenteram jiwanya seperti orang kemasukan syaitan.riba yang sudah

diambil (dipungut) sebelum turun ayat ini, boleh tidak dikembalikan. yang

dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau

meniadakan berkahnya. dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah

memperkembangkan harta yang Telah dikeluarkan sedekahnya atau melipat

gandakan berkahnya.maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan

tetap melakukannya.

          
          
 
Artinya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).(QS Ar-Rum:39)

     Dan di antara hadits yang terkait dengan riba adalah :


، ُ‫ه‬L َ‫ َو َكاتِب‬، ُ‫ه‬L َ‫ َو ُمو ِكل‬، ‫ا‬LLَ‫ آ ِك َل ال ِّرب‬: ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ لَ َعنَ َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬
ِ ‫ع َْن َجابِ ٍر َر‬
‫ هُ ْم َس َوا ٌء‬: ‫َو َشا ِه َد ْي ِه َوقَا َل‬
Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang makan
riba, wakilnya, penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim.

D. Studi Kasus dan Analisis Tentang Riba

1. Kasus
Sebagai pemilik ruko, Pak Rahmad mempersilahkan Pak Burhan untuk

memanfaatkan ruko tersebut tanpa dipungut biaya sewa. Di tengah periode,

Pak Rahmad meminta Pak Burhan untuk membayar sewa ruko tersebut

sebesar 20% dari keuntungan bisnisnya. Apakah transaksi ini dikategorikan

riba?

2. Analisisnya

Dengan melihat fakta tersebut, mari kita tengok terlebih dahulu tentang

hukum perjanjian (akad) dalam islam. Perjanjian dalam transaksi jual-beli

(bai’), sewa-menyewa (ijarah), bagi hasil (mudharabah), penitipan barang

(wadi’ah), perseroan (syirkah), pinjam meminjam (ariyah), pemberian

(hibah), penangguhan utang (kafalah), wakaf, wasiat, kerja, gadai atau

perjanjian perdamaian dan lain sebagainya.Secara umum, rukun perjanjian

dalam hukum Islam adalah adanya shigat aqad itu sendiri, yang terdiri dari

ijab dan qabul, yaitu suatu cara bagaimana rukun-rukun akad tersebut

dinyatakan dan menunjuk kepada kehendak kedua belah pihak.Adapun

syarat-syarat shigat akad ini adalah:


a. Harus jelas atau terang pengertiannya, dalam artian bahwa lafaz yang

dipakai dalam ijab dan qabul harus jelas maksud dan tujuannya menurut

kebiasaan (‘urf) yang berlaku.  

b. Harus ada kesesuaian (tawaffuq) antara ijab dan qabul dalam semua segi

perjanjian, untuk menghindari terjadinya kesalah-pahaman di antara para

pihak yang melakukan perjanjian di kemudian hari.

c. Harus memperlihatkan kesungguhan dan keridhaan (tidak ada paksaan)

dari para pihak yang terkait untuk melaksanakan isi perjanjian yang telah

dibuat, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang penuh.

Sementara bentuk-bentuk shigat akad itu sendiri dapat dilakukan

secara lisan (dengan kata-kata), tulisan (catatan), isyarat (khusus bagi

mereka yang tidak dapat melakukannya dengan dua cara sebelumnya, seperti

karena bisu dan buta huruf) ataupun dengan perbuatan (seperti dalam akad

sewa-menyewa dan sebagainya). Suatu akad atau perjanjian dapat dikatakan

telah terjadi jika memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat yang ditentukan.

Rukun-rukun akad sebagaimana disebutkan sebelumnya adalah adanya ijab

dan qobul. Sementara syarat-syaratnya ada yang menyangkut subyek

perjanjian(‘aqidain), objek perjanjian (ma’qud alaih), dan tempat akad

(mahallul ‘aqad). Adapun syarat-syarat terjadinya akad dapat dibedakan

menjadi dua macam:


a. Syarat-syarat yang bersifat umum yaitu wajib sempurna wujudnya dalam

setiap perjanjian.

b. Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat yang diisyaratkan

wujudnya dalam sebagian akad dan tidak pada sebagian lainnya

(tambahan), seperti adanya dalam akad nikah dan sebagainya.

Setelah ditelaah berdasarkan penjelasan diatas dan melihat kasus yang

terjadi sangat jelas bahwa pak Rahmat jelas melakukan penyimpangan akad,

akad yang sebelumnya adalah pinjam meminjam kemudian menjadi sewa

menyewa, ditengah periode jelas batil. Pak Burhan tidak perlu memberikan

keuntungannya karena dalam perjanjian awal adalah peminjaman tanpa ada

syarat apapun. Perjanjian tersebut bias dibatalkan dikarenakan apabila salah

satu pihak telah melakukan perbuatan yang menyimpang dari ketentuan yang

disepakati dalam perjanjian maka pihak lain dapat membatalkan perjanjian

tersebut. Hal ini didasarkan dalam Al-Qur’an:

         
       
       
Artinya: Bagaimana bisa ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan RasulNya
dengan orang-orang musyrikin, kecuali orang-orang yang kamu Telah
mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat Masjidilharaam?
Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu
berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertakwa.(QS At-Taubah:7)

Dalam hukum islam suatu perjanjian atau akad merupakan sesuatu hal

yang sangat penting untuk diperhatikan ketika para pihak yang terkait. Baik
hubungan dengan shigat yang akan dilakukan isi perjanjian yang disepakati

ataupun segala sesuatu yang terkait dengan perjanjian yang akan dibuat.

Seperti yang dijelaskan pada surat Al-Imram: 130 ditegaskan tidak

boleh memakan riba dengan berlipat ganda sedangkan pada surat Al-

Baqarah ayat:278 pula menegaskan tinggal kan sisa riba yang belum

dipungut agar kita terhindar dari harta yang mengalir riba di dalamnya, ada

pula Dari Jabir r.a Rasulullah SAW telah melaknat (mengutuk) orang yang

makan riba, wakilnya, penulisnya dan dua saksinya. HR. Muslim. Banyak

ayat Al-Qur’an dan hadist yang menegaskan tentang pelarangan

dilakukannya riba dalam praktik apapun untuk segera ditingalkan. Sebagai

umat muslim yang betaqwa kepada Allah SWT hendaklah kita berpegang

teguh pada keimanan dan ketaqwaan kita serta menjalankan apa yang sudah

di terapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah menjauhi segala larangannya

termasuk riba yang dikategorikan dalam dosa besar karena mengambil harta

sesama secara batil dan berlipat ganda.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Riba berarti menetapkan bunga atau melebihkan jumlahpinjaman saat

pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok,

yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah

(tambahan). Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan

tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Macam-macam riba

yaitu:Riba Yad, Riba Qardhi, Riba Fadli, dan Riba Nasi’ah.Allah SWT secara

tegas melarang riba yang terdapat di dalam Al Qur’an di antaranya pada:

a. QS. ar-Rum (30) : 39, 

b. QS. Ali Imran (3) : 130, dan


c. QS. Al-Baqarah (2) : 275-279

Macam-macam riba ada 4, yaitu :

a. Riba Fadli (menukarkan dua barang yang sejenis tapi kwalitas berbeda).

b. Riba Qardhi (meminjamkan dengan ada syarat bagi yang mempiutangi).

c. Riba Yadh (bercerai dari tempat aqad sebelum timbang terima).

d. Riba Nasa’ (Nasiah) yaitu riba yang terjadi karena adanya penundaan waktu

pembayaran, dengan menetapkan adanya dua harga yaitu harga kontan atau

harga yang dinaikan karena pembayaran tertunda.

Dari contoh kasus yang dijelaskan diatas bahwa bisa dikatakan hal

tersebut termasuk dalam kategori riba Karena tidak sesuai dengan perjanjian

awal dan meminta keuntungan sebesar 20%. Berdasarkan dari beberapa Al-

Qur’an dan Hadist yang menegaskan tentang riba semakin memperkuat tentang

kasus di atas yang termasuk dalam kategori riba.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini mungkin masih

terdapat kekurangan yang perlu dibenahi, walaupun kami sudah berusaha

semaksimal mungkin. Karena itu kritik dan saran para pembaca yang sifatnya

membangun sangat kami harapkan


DAFTAR PUSTAKA

Al arif ,M. Nur Rianto, Pengantar Ekonomi Syariah, Bandung:CV Pustaka Setia,
2015
Ali, Zainuddin, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Antonio, Muhammad Syai’i, Bank Syariah dan Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema
Insani, 2009
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid 1 Juz I-II-III (Lentera
Abadi:Jakarta Cetakan 2010)
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers,2011
Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Suhendi Hendi, , Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Jaya Grafindo Persada,2002
Syafei, Rachmat ,Fiqh Muamalah, Bandung:CV Pustaka Setia, 2001
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta : Kencana, 2005
Zuhri, Muh, Riba Dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan sebuah tilikan
antisipatif, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1997

Anda mungkin juga menyukai