Anda di halaman 1dari 19

PINJAM MEMINJAM

(‘ARIYAH)
Makalah ini di buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh
Muamalah
Dosen Pengampu : Abdul Kadir, M.Ag

Oleh : Kelompok 7/2/HTN B

Muhammad Adhien Nugroho (17230063)


Ullyl Vaizatul Viananda Masruroh (17230046)
Rosma Cindy Pramesty (17230047)

FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan segala limpahan rahmat, bimbingan dan petunjuk serta hidayah-Nya,
sehingga kami mampu   menyelesaikan  penyusunan makalah . Makalah  ini
disusun dalam rangka memenuhi tugasfiqh muamalah I.

            Kami mohon maaf atas kesalahan serta kekhilafan yang kami perbuat baik
sengaja maupun tidak sengaja dan  kami mengharapkan kritik dan saran demi
menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal
mungkin.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan makalah


ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari
Ustadz Abdul Kadir, M.Ag selaku dosen fiqh muamalah I serta semua pihak yang
membantu.

Akhir kata kami mengucapkan terimakasih dan berharap semoga makalah


ini bisa bermanfaat bagi semua yang membacanya. Semoga Allah SWT
memberikan petunjuk serta rahmat-Nya kepada kita semua.

Malang, 1 April 2018

Hormat kami

Penulis

i|Pinjam Meminjam (Ariyah)


DAFTAR ISI

PINJAM MEMINJAM....................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Pengertian ‘Ariyah.................................................................................................3
B. Dasar Hukum ‘Ariyah............................................................................................3
C. Rukun dan syarat‘Ariyah........................................................................................6
D. Macam-macam ‘Ariyah..........................................................................................7
E. Pembayaran Pinjaman dan Tanggung Jawab Peminjam.........................................8
F. Meminjam Pinjaman dan Menyewakannya..........................................................12
G. Tata Krama Berwenang........................................................................................12
BAB III...........................................................................................................................14
PENUTUP.......................................................................................................................14
A. Kesimpulan..........................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................16

ii | P i n j a m M e m i n j a m ( A r i y a h )
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Di dalam ekonomi islam terdapat akad-akad yang mendasari suatu


perbuatan bermuamalah,akad-akad tersebut berguna untuk menghindari suatu
amalan yang dilarang dalam islam seperti maysir,gharar,riba,dll. Dimana
perbuatan yang dilarang tersebut mengandung dampak negatif bagi manusia
yakni mendzalimi sesama manusia serta mendapatkan balasan adzab dari Allah
SWT.

Baik dalam Al-Quran maupun Al-Hadis sudah dijelaskan secara gamblang


larangan melakukan perbuatan yang dilakukan dalam bermuamalah dan
pelakunya mendapatkan siksaan yang pedih dari Allah SWT. Allah SWT
berfirman dalam (QS.an-Nisa: 161) yang artinya : “Dan disebabkan karena
mereka memakan riba,padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya,dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang
batil.Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir diantara mereka itu
siksa yang pedih.”

Beranjak dari hal tersebut maka munculah akad-akad baik yang berasal
dari Rasulullah maupun ijma’ para ulama untuk mengatasi hal yang dilarang
oleh agama islam. Dimana akad-akad tersebut bertujuan untuk kemaslahatan
umat,saling tolong menolongdan yang paling penting adalah menghindari
larangan yang ditetapkan oleh Allah SWT.

Tolong menolong dalam bermuamalah salah satunya dapat diwujudkan


dengan akad ‘Ariyah atau pinjam meminjam. Dengan adanya akad ‘Ariyah
masyarakat yang memerlukan bantuan dapat meminjam pada yang memiliki
barang dengan tanpa imbalan apapun dan yang meminjam berkewajiban
menjaga merawat dan mengembalikan barang yang dipinjam harus dalam
keadaan awal meminjam barang tersebut. Berbeda dengan hutang, ‘Ariyah
merupakan meminjam barang kepada orang lain,dan barang yang

1|Pinjam Meminjam (Ariyah)


dipinjamkan itulah yang harus dikembalikan dan tidak boleh digantikan
dengan barang yang lain

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud ‘Ariyah?
2. Apa dasar hukum ‘Ariyah?
3. Apakah rukun dan syarat ‘Ariyah?
4. Sebutkan macam-macam dan batasan‘Ariyah!
5. Bagaimana Pembayaran pinjaman dan tanggung jawab peminjam?
6. Bagaimana hukumnya meminjam pinjaman dan menyewakan?
7. Bagaimana tata krama berutang?

2|Pinjam Meminjam (Ariyah)


BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian ‘Ariyah
Secara etimologi ‘Ariyah adalah al’ariyah diambil dari kata ‘aara
yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat,’ariyah berasal
dari kata at-ta’awur yang sama artinya dengan “saling menukar dan
mengganti” yakni tradisi pinjam meminjam.
M.A Tihani mengemukakan bahwa ‘ariyah ialah kebolehan
mengambil manfaat sesaat terhadap sesuatu yang diizinkan untuk diambil
manfaatnya,sedangkan sesuatu benda yang diambil manfaatnya itu tetap
utuh keadaannya atau wujud sesuatu itu memang dapat dikembalikan
kecuali sesuatu yang tidak bisa dikembalikan akibat diambil manfaatnya
itu.1
Jadi,yang dimaksud dengan ‘ariyah adalah memberikan manfaat
suatu barang dari seseorang kepada orang lain secara Cuma-Cuma
(gratis).Bila digantikan dengan sesuatu atau ada imbalannya maka yang
demikian itu tidak dapat disebut ‘ariyah.

B. Dasar Hukum ‘Ariyah


‘Ariyah disyariatkan berdasarkan firman Allah,

‫وتعاونواعلى البروالتقو‬

“Dan tolong-menolonglah dalam hal kebajikan dan takwa (Al-Maidah: 2)”

Juga firman Allah Swt,

‫ويمنعون الماعون‬

“Dan enggan (menolong dengan) barang berguna” (Al-Maun: 7).

Kemudian sabda Rasulullah Saw,

1
MA. Tihani,Kamus Istilah-Istilah dalam Studi Keislaman menurut Syaikh Muhammad Nawawi
al Bantani,(Serang:Suhu Sentra Utama,2003),hlm 7-8

3|Pinjam Meminjam (Ariyah)


‫بل عارية مضمونة‬.

“……Bahkan pinjaman yang dijamin”


Sabda tersebut ditujukan Rasulullah kepada Shafwan bin Umayyah
saat beliau meminjam baju besinya dimana Shafwan bertanya, “Apakah ini
perampasan? hai Muhammad?” Rasulullah menjawab sebagaimana tertera
dalam hadits diatas.2
Kemudian sabda Rasulullah,

,‫ا‬a‫ف بظلفه‬a‫ؤه ذات الظل‬a‫اع قرقرتط‬a‫ة بق‬a‫وم القيام‬aa‫ا ي‬a‫د له‬a‫ا اال أقع‬a‫مامن صاحب ابل والغنم اليؤدي حقه‬
:‫ال‬aa‫ا؟ ق‬aa‫ ماحقه‬,‫ول هللا‬aa‫ا رس‬aa‫ ي‬:‫ قلنا‬.‫ جماءوال مكسورة القرن‬a‫ ليس فيها يومئذ‬,‫وتنطحه ذات القرن بقرنها‬
‫اطراق فحلها واعارة دلوها ومنيحتها وحلبها على الماء وحمل عليها في سبيل هللا‬.

“Pemilik unta, atau pemilik sapi, atau pemilik kambing yang tidak
menunaikan hak hewannya, niscaya ia akan didudukkan pada hari kiamat
di sebuah lapangan yang luas, kemudian ia diinjak-injak dan ditanduk
dengan hewan tersebut; dimana pada hari itu tidak seekor binatang pun
yang tidak bertanduk dan tanduknya pecah
(patah).”(mendengarhaltersebut,) maka kami (parasahabat) bertanya,
“Wahai Rasulullah, apakah hak dari hewan-hewanitu?” Rasulullah
menjawab, “Hak dari hewan-hewan itu adalah hewan jantan dipinjamkan
untuk dikawinkan dengan hewan betina, meminjamkan timbanya,
meminjamkan hewan itu untuk dimanfaatkan, menggiringnya ketempat
pengambilan air serta dinaiki dijalan Allah”.
Hukum ariyah ialah disunnahkan, hal itu berdasarkan firman Allah,

‫وتعاونوا على البر والتقوى‬

“Dan tolong-menolonglah dalam hal kebajikan dan takwa (Al-Maidah: 2).


Tetapi hukumnya dapat menjadi wajib bagi seseorang muslim yang
dengan terpaksa harus meminjam dengan sesuatu yang sangat dibutuhkan
kepada saudaranya sesama muslim yang tidak membutuhkannya.

2
Sohari Sahrani,Fikih Muamalah,Bogor:Ghalia Indonesia,2011,hlm 141

4|Pinjam Meminjam (Ariyah)


Beberapa Ketentuan Hukum ‘Ariyah
Sesuatu yang dipinjamkan haruslah sesuatu yang mubah (dibolehkan).
Jika memberi pinjaman mensyaratkan: bahwa peminjam
mewajibkan mengganti barang yang dipinjamnya jika terjadi kerusakan,
maka peminjamnya wajib menggantinya. Sedangkan jika pemberi
pinjaman tidak mensyaratkannya, kemudian barang pinjman itu rusak
karena bukan kecerobohan peminjam dan tidakdisengaja, maka peminjam
tidak diwajibkan untuk menggantinya. Begitu juga sebaliknya, apa bila
barang yang dipinjam mengalami kerusakan secara sengaja dan karena
kecerobohan dari peminjam, maka peminjam wajib menggatinya sesuai
dengan barang yang sama atau uang yang senilai dengan barang itu.3
Peminjam harus menanggung biaya transportasi barang yang
dipinjam saat mengembalikannya kepada pemiliknya, jika pengangkutan
barang itu membutuhkan biaya.
Peminjam tidak boleh menyewakan barang yang dipinjamnya. Jika
meminjamkan lagi kepada peminjam lainnya maka tidak masalah jika
diizinkan oleh pemiliknya.
Jika seseorang meminjamkan tembok untuk mendirikan sebotong
kayu misalnya, maka dia tidak boleh meminta pengembalian kecuali jika
tembok tersebut roboh. Begitu juga dengan orang yang meminjam sawah
untuk ditanami, maka dia tidak boleh meminta pengembalian sawahnya
kecuali tanaman yang ditanam diatasnya dipanen terlebih dahulu, karena
meminta pengembalian tembok atau sawah dalam kasus tersebut diatas
dapat menimbulkan madarat, sedangkan menimbulkan madarat bagi
seorang muslim hukumnya haram.
Barang siapa meminjamkan suatu barang hingga batas tertentu,
maka dianjurkan baginya untuk tidak meminta pengembaliannya, kecuali
setelah habis masa peminjamannya.

3
Sohari Sahrani,Fikih Muamalah,Bogor:Ghalia Indonesia,2011,hlm 141

5|Pinjam Meminjam (Ariyah)


C. Rukun dan syarat‘Ariyah
Menurut Jumhur Ulama mengatakan bahwa rukun ‘Ariyah ada 4 :
a.Orang yang meminjamkan
b.Orang yang meminjam(mu’ir)
c.Barang yang dipinjam
d.Lafaz pinjaman(shighat)
Menurut Hanafiyah,rukun ‘ariyah hanya 1,yaitu ijab dan
qobul,tidak wajib diucapkan,tetapi cukup dengan menyerahkan barang
pemilik sebagai pinjaman yang dipinjam dan boleh hukum ijab dan qobul
dengan ucapan.
Menurut Syafi’iyah,rukun ‘Ariyah sbb:
1. Kalimat mengutangkan(lafadz) seperti berkata “saya utangkan benda ini
kepada kamu” dan yang menerima berkata”saya mengaku berhutang
benda anu kepada kamu”.Syarat bendanya ialah sama dengan syarat
benda-benda dalam jual beli.
2. Adanya mu’ir yaitu orang yang mengutangkan(berpiutang) dan musta’ir
yaitu orang menerima hutang.Syarat bagi mu’ir adalah pemilik yang
berhak menyerahkannya sedangkan syarat-syarat bagi mu’ir dan musta’ir
adalah:
 Baligh, maka batal ariyah yang dilakukan anak kecil atau shabiy
 Berakal, maka batal ariyah yang dilakuka oleh orang yang sedang
tidur dan orang gila.
 Orang tersebut tidak di mahjur ( dibawah curatelle ) mak tidak sah
“ ariyah yang dilakukan oleh orang yang berada dibawah
perlindungan seperti pemboros”.
3.Benda yang diutangkan.Pada rukun ketiga ini,disyaratkan dua hal yakni:
 Materi dipinjamkan dapat dimanfaatkan,maka tidak sah ‘ariyah
yang materinya tidak dapat digunakan,seperti meminjam karung
yang sudah hancur sehingga tidak dapat digunakanuntuk
menyimpan pada;

6|Pinjam Meminjam (Ariyah)


 Pemanfaatan dibolehkan,maka batal ‘ariyah yang pengambilan
manfaat materinya dibatalkan oleh syara’,seperti meminjamkan
benda-benda najis.

D. Macam-macam ‘Ariyah
1. Ariyah mutlak

Ariyah mutlak yaitu pinjam meminjam barang yang dalam akadnya


(transaksi) tidak dijelaskan persyaratan apapun, seperti apakah
pemanfaatannya hanya untuk meminjam saja atau dibolehkan orang
lain, tidak dijelaskan cara penggunaaannya. Contohnya seorang
meminjam binatang namun dalam akad tidak disebutkan hal-hal yang
berkaitan dengan penggunaan binatang tersebut, misal waktu dan
tempat mengendarainya.

Jadi, hukumnya sebagaimana pemilik hewan-hewan yaitu dapat


mengambil. Namun demikian, harus sesuai dengan kebiasaan yang
berlaku pada masyarakat. Tidak dibolehkan menggunakan binatang
tersebut siang dan malam tanpa henti. Sebaliknya, jika penggunaannya
tidak sesuai kebiasaab dan barang pinjaman rusak, peminjam harus
bertanggung jawab.

2. Ariyah muqayyad

Ariyah muqayyad adalah meminjamkan suatu barang yang dibatasi


dari segi waktu dan kemanfaatannya baik disyariatkan pada keduanya
maupun dalah satunya. Hukumnya peminjam harus sedapat mungkin
untuk menjaga batasan tersebut.. Hal ini karena asal dari batasan
adalah menaati batasan, kecuali ada kesulitan yang menyebabkan
peminjam tidak dapat mengambil manfaat barang. Dengan demikian,
dibolehkan untuk melanggar batasan tersebut apabila kesuliatan untuk
memanfaatkannya.4

4
Syafe’i Rachmat,fiqh muamalah,Bandung: Pustaka Setia,2001,hlm.144-145.

7|Pinjam Meminjam (Ariyah)


Batasan ‘Ariyah

1. Batasan penggunaan ariyah oleh diri peminjam

Jika mu'ir membatasi hak penggunaan manfaat itu untuk dirinya


sendiri dan masyarakat memandang adanya perbedaan tentang
penggunaan dalam hal lainnya, seperti mengendarai binatang atau
memakai pakaian. Dengan demikian peminjam tidak boleh
mengendarai binatang atau memakai pakaian yang ada.

2. Pembatasan waktu atau tempat

Jika ariyah dibatasi waktu dan tempat, kemudian peminjam


melewati tempat atau menambah waktunya. Ia bertanggung jawab
atas penambahan tersebut.

3. Pembatasan ukuran berat dan jenis

Jika yang di isyaratkan adalah berat barang atau jenis kemudian


ada kelebihan dalam bobot tersebut, ia harus menanggung sesuai
dengan kelebihannya.

Jika ada perbedaan pendapat antara mu'ir (orang yang


meminjamkan barang) dengan musta'ir (peminjam) tentang lamanya waktu
meminjam, berat barang yang dibawa barang pinjaman, atau diterima
adalah pendapat mu'ir (yang meminjamkan barang). Karena dialah yang
pemberi izin untuk mengambil manfaat barang pinjaman tersebut sesuai
dengan keinginannya.

E. Pembayaran Pinjaman dan Tanggung Jawab Peminjam


Setiap orang yang meminjam sesuatu pada orang lain berarti
peminjam memiliki utang kepada yang berpiutang. Setiap utang wajib
dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayarutang,
bahkan melalaikan pembayaran utang juga termasuk perbuatan aniaya.
Dalam hal ini Rasulullah saw.bersabda:

8|Pinjam Meminjam (Ariyah)


)‫مطل الغني ضلم (روه البخاري و مسلم‬
“Orang kaya yang memperlambat atau melalaikan kewajiban membayar
utang adalah zalim atau berbuat aniaya”. (Hadits riwayat Bukhari dan
Muslim).
Adapun melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman
diperbolehkan, asal saja kelebihan itu merupakan kemauan dari yang
berutang semata. Hal ini menjadi nilai kebaikan bagi yang membayar
utang. Dalam hal ini Rasulullah saw. Bersabda:
) ‫فان من خير كم احسنكم قضا ء (رواه البخاري و مسلم‬
“ Sesungguhnya di antara orang yang terbaik diantara kamu ialah orang
yang sebaik baiknya dalam membayar utang”. (Hadits riwayat Bukhari
dan Muslim).
Sehubungan dengan peristiwa ini Rasulullah saw. Pernah berhutang
hewa, kemudian beliau membayarhewan ini dengan yang lebih besar dan
tua umurnya dari hewan yang beliau pinjam, kemudian Rasulullah
bersabda:
)‫خيار كم احسنكم قضاء (رواه احمد‬
“Orang yang paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat
membayar utangnya dengan yang lebih baik.” (Hadist riwayat Ahmad).
Jika penambahan tersebut dikehendaki oleh orang yang member utang
atau telah menjadi perjanjian dalam akad perutangan, maka tambahan
tersebut tidak halal bagi yang berpiutang untuk mengambilnya. Dalam hal
ini Rasulullah saw. Bersabda:
)‫كل قرض جر منفعة فهو وجه من وجوه الربا (اخرجه البيهاقي‬
“ Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka itu adalah salah satu
cara dari sekian cara riba”. (Hadist riwayat Baihaqi).
Selanjutnya sejauh manakah tanggung jawab peminjam dalam
masalah ‘ariyah ini. Para ulama fiqh bersepakat bahwa akad ‘ariyah
bersifat tolong menolong, akan tetapi mengenai masalah apakah akad
‘ariyah itu bersifat amana ditangan peminjam, sehingga ia tidak boleh
dituntut ganti rugi apabila barang itu rusak. Dalam hal ini mereka berbeda
pendapat.

9|Pinjam Meminjam (Ariyah)


Menurut ulama’ Hanafiyah ‘ariyah di tangan peminjam bersifat
amanah. Oleh karena itu peminjam tidak dikenakan ganti rugi terhadap
kerusakan barang yang bukan disebabkan oleh perbuatannya atau
kelalaiannya dalam memanfaatkan barang tersebut. Akan tetapi, apabila
kerusakan tersebut disengaja maka ia dikenakan ganti rugi.5
Menurut Hanafiyah akad ‘ariyah yang semula bersifat amanah dapat
berubah menjadi akad dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Apabila barang itu secara sengaja dimusnahkan atau dirusak.
b. Apabila barang itu tidak dipelihara sama sekali.
c. Apabila pemanfaatan barang pinjaman itu tidak sesuai dengan adat
yang berlaku, atau tidak sesuai dengan syarat yang disepakati bersama
ketika berlangsungnya akad.
d. Apabila pihak peminjam melakukan sesuatu yang berbeda dengan
syarat yang ditentukan sejak semula dalam akad.6
Ulama’ Hanabilah berpendapat bahwa ‘ariyah adalah akad yang
mempunyai risiko ganti rugi, baik disebabkan oleh peminjam atau
disebabkan hal-hal lain. Oleh sebab itu, apabila barang tersebut rusak atau
hilang, baik disebabkan pemanfaatan barang itu oleh peminjam maupun
oleh sebab-sebab lainnya diluar jangkauan peminjam, maka menurut
Hanabilah pihak peminjam wajib membayar ganti rugi semanjak barang
itu rusak atau hilang.7 Alasan mereka adalah hadist Rasulullah saw.
Sebagai berikut:
)‫على اليد ما اخذت حتى تؤديه (رواه احمد والحا كم‬
“Orang yang mengambil barang orang lain bertanggung jawab atas
risikonya sampai ia mengembalikannya.” (Hadis riwayat Ahmad dan
Hakim).
Menurut Ulama’ Syafi’iyah apabila kerusakan barang itu disebabkan
oleh pemanfaatan yang tidak disetujui pemilik barang, maka peminjam
dikenakan ganti rugi, baik pemanfaatannya oleh peminjam mauoun oleh
orang lain. Alasan mereka adalah hadis Sofwan Ibnu Umaiyah yang

5
Ibnu Abidin, Radd al-Muchtar ‘ala ad Durr al-Muchtar, jilid IV,hlm.527.
6
Imam al-Kasani, al-Bada’I’u ash-Shana’I’u, jilid VI, hlm.218.
7
Ibnu Qudamah, al-Mugni, (ar-Riyadh: Maktabah ar-Roiyadh al Haditsah, tt.) jilid V, hlm. 312.

10 | P i n j a m M e m i n j a m ( A r i y a h )
mengatakan bahwa “al-Ariyah itu dikenakan ganti rugi” (HR. Abu Daud
dan Ahmad). Akan tetapi apabila kerusakan itu terjadi dalam batasan
pemanfaatan yang diizinkan pemilikannya, maka peminjam itu tidak
dikenakan ganti rugi.
Ulama’ Malikiyah menyatakan bahwa apabila barang yang di
pinjamkan itu dapat disembunyikan seperti pakaian, cincin, kalung dan
jam tangan, lalu peminjam mengatakan bahwa barang itu hilang atau
hancur, sedangkan ia tidak dapat membuktikannya, ia tidak dapat
membuktikannya, ia tidak dikenakan ganti rugi. Selanjtnya, apabila
barang yang dipinjam itu termasuk jenis yang tidak dapat disembunyikan
seperti rumah, tanah, dan kendaraan, kemudian barang itu rusak ketika
dimanfaatkan maka tidak dikenakan ganti rugi atau kerusakan itu. 8 Alasan
mereka adalah sabda Rasulullah saw. Sebagai berikut :
)‫ليس على المستعير غير المحل ضما ن (رواه ابو داود والحا كم‬
“ Pihak peminjam yang tidak bersifat khianat tidak dikenakan ganti
rugi”. (Hdis riwayat Abu Dawud dan Hakim).
1. Mu’ir mensyaratkan Peminjam Harus Bertanggung Jawab
Ulama’ Hanafiyah berpendapat, jika mu’ir memberikan syarat
adanya tanggungan kepada peminjam, syarat tersebut batal. Begitu
juga pada penitipan. Hal itu mensyaratkan tidak ada tanggung jawab
pada sewa menyewa sebab persyaratan tersebut mengubah inti akad.
Menurut Ilama’ Malkiyah, jika Mu’ir mensyaratkan peminjam
untuk bertanggung jawab kepada sesuatu yang bukan pada tempatnya,
pemijam tidak menanggungnnya. Hanya saja ia harus memberikan
bayaran atas pemakaian barang yang dipinjamnya sesuai dengan
nilainya. Akad pun berubah menjadi sewa menyewa fasid (rusak), jika
mu’ir tidak rela meminjamkannya, kecuali pinjam bersedia untuk
menanggungnya.9
Ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat, jika peminjam
mensyaratkan ariyah sebagai amanat bukan tanggungan, tanggungan
tidak gugur dan syarat batal, sebab setiap akad mengharuskan adanya
8
Ad-Dardir, asy-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr,tt.), jilid IV, hlm. 439.
9
Ibn Qudamah, hlm. 218.

11 | P i n j a m M e m i n j a m ( A r i y a h )
tanggungan tidak dapat diubah dengan syarat, seperti penyerahan atau
pemahaman barang pada jual-beli, baik jual beli sahih maupun fasid.10
F. Meminjam Pinjaman dan Menyewakannya
Abu Hanifah dan Malik berpendapat, bahwa peminjam boleh
meminjamkan benda-benda pinjaman kepada orang lain, sekalipun
pemiliknya belum mengizinkan jika penggunaannya untuk hal-hal yang
tidak berlainan dengan tujuan pemakaian pinjaman. Menurut Madzab
Hanbali, peminjam boleh memanfaatkan barang pinjaman atau siapa saja
yang menggantikan statusnya selama peminjaman berlangsung, kecuali
jika barang tersebut disewakan. Menurut Hanbaliyah, haram hukumnya
menyewakan barang pinjaman tanpa seizin pemilik barang.
Jika peminjam suatu benda meminjamkan benda pinjaman tersebut
kepada orang lain, kemudian rusak ditangan kedua, maka pemilik berhak
meminta jaminan kepada salah seorang diantara keduanya. Dalam keadaan
seperti ini, lebih baik pemilik barang meminta jaminan kepada pihak
kedua karena dialah yang memegang ketika barang rusak.11

G. Tata Krama Berwenang


Terdapat beberapa hal yang dijadikan penekanan dalam pinjaman-
meminjam atau utang-piutang tentang nilai-nilai sopan santun yang terikat
di dalamnya, sebagai berikut.
1. Sejalan dengan petunjuk dalam surah Al Baqarah: 282, bahwa
utang piutang harus dikuatkan dengan tulisan dari pihak berutang,
disaksikan dua orang saksi laki-laki atau dengan seorang saksi laki-
laki dan dua orang saksi wanita. Dewasa ini, tulisan tersebut dibuat
diatas kertas bersegel atau bermaterai. Hal ini supaya tidak terjadi
salung mengelak dikemudian hari.
2. Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar adanya kebutuhan yang
mendesak, disertai dengan niat dalam hati akan membayar
mengembalikan dikala telah mempunyai uang.

10
Abu Ishaq Asy-Syiraza, Al-Muhadzadzab, juz II, hlm. 302.
11
Sohari Sahrani,Fikih Muamalah,Bogor:Ghalia Indonesia,2011,hlm 144

12 | P i n j a m M e m i n j a m ( A r i y a h )
3. Pihak berpiutang hendaknya berniat memberikan pertolongan
kepada pihak berutang. Bila yang meminjam tidak mampu
mengembalikannya maka yang berpiutang hendaknya memberikan
tenggang waktu yang lama atau kalau perlu dapat
membebaskannya.
4. Pihak yang berutang bila sudah mampu membayar pinjaman
hendaknya dipercepat pembayaran utangnya, karena bila lalai
dalam membayar pinjaman berarti berbuat zalim.12

12
Hendi Suhendi,Op.cit,hlm. 97-98

13 | P i n j a m M e m i n j a m ( A r i y a h )
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
‘Ariyah diambil dari kata ‘Aara yang berarti dating dan pergi. Menurut
sebagian pemdapat Ariyah berasal dari kata At Ta’aawuru yang sama artinya
sama dengan At Tanaawulu au At Tanaasubu yang berarti saling menukar
dan mengganti dalam konteks tradisi pinjam meminjam. Menurut hanafiyah
ariyah adalah memiliki manfaat secara Cuma Cuma. Menurut malikiyah
ariyah adalah memiliki manfaat dalam waktu tertentu tanpa imbalan. Adapun
rukun ’äriyah menurut Jumhur ulama ada empat, yaitu :1)Orang yang
meminjamkan atau Mu’ir.2)Orang yang meminjam atau Musta’ír.3)Barang
yang dipinjam atau Mu’ar.4)Lafal atau sighat pinjaman atau sighat ’ariyah.
Adapun syarat-syarat ‘ariyah sebagai berikut :a)Orang yang meminjam itu
ialah orang yang telah berakal b) Barang bukan jenis barang yang bersifat
sementara.c)Barang harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam.d)
Manfaat barang yang dipinjam itu termasuk manfaat yang mubah. Asal
hukum pinjam meminjam sesuatu itu sunah, seperti tolong-menolong dengan
yang lain. Kadang-kadang menjadi wajib, seperti meminjamkan kain kepada
orang yang terpaksa dan meminjamkan pakaian untuk menyembelih
binatang yang hampir mati. Juga kadang-kadang haram, kalau yang dipinjam
itu akan dipergunakan untuk sesuatu yang haram. Disepakati oleh
ulama’Fiqh bahwa Ariyah itu bersifat tolong menolong akan tetapi mengenai
masalah apakah aqad ariyah itu bersifat amanah di tangan peminjam
sehingga ia tidak boleh di tuntut ganti rugi setelah barang itu rusak, terdapat
perbedaan pendapat di antara mereka. Ditinjau dari kewenangannya, akad
pinjaman meminjam (‘ariyah) pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua
macam :
1.    ‘Ariyah Muqayyadah
Yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat terikat dengan batasan
tertentu. Misalnya peminjaman barang yang dibatasi pada tempat dan jangka
waktu tertentu. 2.    ‘Ariyah Mutlaqah

14 | P i n j a m M e m i n j a m ( A r i y a h )
Yaitu bentuk pinjam meminjam barang yang bersifat tidak dibatasi. Melalui
akad ‘ariyah ini, peminjam diberi kebebasan untuk memanfaatkan barang
pinjaman, meskipun tanpa ada pembatasan tertentu dari pemiliknya.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan
kekurangan dalam menyampaikan isi tentang judul yang kami ambil,
untuk itu penulis sangat mengharapkan partisipasi pembaca berupa saran
serta kritik yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

15 | P i n j a m M e m i n j a m ( A r i y a h )
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Abidin, Radd al-Muchtar ‘ala ad Durr al-Muchtar, jilid IV,.


Imam al-Kasani, al-Bada’I’u ash-Shana’I’u, jilid VI,
Ibnu Qudamah,al-Mugni,(ar-Riyadh:Maktabah ar-Roiyadh al Haditsah, tt.)
jilid V
Abu Ishaq Asy-Syiraza, Al-Muhadzadzab, juz II,
Sahrani Sohari,Fikih Muamalah,Bogor:Ghalia Indonesia,2011
Ad-Dardir, asy-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr,tt.), jilid IV
Ibn Qudamah
MA.Tihani,Kamus Istilah-Istilah dalam Studi Keislaman menurut Syaikh
Muhammad Nawawi al Bantani,(Serang:Suhu Sentra Utama,2003)
Syafe’i Rachmat,fiqh muamalah,Bandung: Pustaka Setia,2001.

16 | P i n j a m M e m i n j a m ( A r i y a h )

Anda mungkin juga menyukai